Anda di halaman 1dari 42

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Setiap tahun, masalah nyamuk sebagai penular penyakit masih menjadi

masalah utama kesehatan masyarakat di negara tropis termasuk di Indonesia,

penyakit akibat gigitan nyamuk yang sering muncul adalah Demam Berdarah

Dengue (DBD) (Mangidi,dkk, 2019).

Demam Berdarah Dengue( DBD) merupakan penyakit yang diakibatkan

oleh virus dengue yang ditularkan dari gigitan nyamuk Aedes aegypti sebagai

pembawa virus, penyakit ini bisa melanda seluruh orang serta bisa menyebabkan

kematian. DBD ialah penyakit meluas yang kerap memunculkan peristiwa luar

biasa( KLB) di Indonesia (Rini dan Ningsih, 2020)

Perkembangan penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) cukup tinggi

dan menyebar diseluruh Indonesia, sejak tahun 1968 sampai tahun 2009, Word

Health Organization (WHO) mencatat Indonesia merupakan negara dengan kasus

Demam Berdarah Dengue (DBD) tertinggi dikawasan Asia Tenggara

(Cahyadi,dkk, 2020)

Data dari Kemenkes RI, jumlah penderita kasus DBD yang dilaporkan

pada tahun 2017 sebanyak 68.407 kasus dengan 493 meninggal dunia (Kemenkes

RI, 2017) pada tahun 2018 sebanyak 53.075 kasus dengan 344 orang meninggal

dunia ditahun 2019 (hingga 29 januari 2019) sebanyak 133 jiwa (Kemenkes RI,

1
2019) di sepanjang tahun 2020 ada 95.893 kasus DBD dengan 661 orang

meninggal dunia.

Provinsi Sumatera Utara merupakan daerah endemis DBD, kabupaten/kota

yang melaporkan kasus DBD semakin lama semakin meningkat, dan hingga tahun

2019 diseluruh kabupaten/kota di Sumatera Utara telah ditemukan kasus DBD.

Pada tahun 2017, dilaporkan bahwa jumlah seluruh kasus DBD di Sumatera utara

sebanyak 5.454 kasus dengan jumlah kematian sebanyak 28 orang, jauh lebih

rendah dibanding data tahun 2016 sebanyak 8.715 kasus dengan jumlah kematian

60 orang. Angka kesakitan/Incidence rate (IR) DBD tahun 2017 sebesar 39,6 per

100.000 penduduk, lebih rendah dibandingkan dengan IR DBD tahun 2016

sebesar 63,3 per 100.000 penduduk. Angka kematian atau Case fatality rate

(CFR) DBD tahun 2017 adalah sebesar 0,51% lebih rendah dibanding CFR DBD

tahun 2016 sebesar 0,69%. (Dinkes Prov. Sumut, 2019)

Tahun 2019 jumlah kasus DBD 7.584 kasus, dengan jumlah kematian

sebanyak 37 orang, terdapat peningkatan jumlah kasus dibanding, dengan tahun

2018 kasus DBD berjumlah 5.786 kasus, dengan jumlah kematian sebanyak 26

orang. Angka kesakitan/Incidence rate (IR) DBD tahun 2019 sebesar 52,1 per

100.000 penduduk ada kenaikan angka kesakitan, dibandingkan tahun 2018

dengan Incidence rate (IR) DBD sebesar 40,1 per 100.000 penduduk. Angka

kematian Case fatality rate (CFR) DBD tahun 2019 adalah sebesar 0,5% terdapat

peningkatan dibanding CFR DBD tahun 2018 sebesar 0,44%. (Dinkes Prov.

Sumut, 2019)

2
Angka kesakitan DBD pada tahun 2019 juga diiringi oleh kenaikan jumlah

Kabupaten/Kota terjangkit DBD dibanding tahun 2018. Dari 33 Kabupaten/Kota

yang ada di Sumatera Utara hampir keseluruhan kabupaten/kota mempunyai kasus

DBD. 3 Kabupaten/Kota dengan angka cakupan tertinggi kasus DBD adalah

Kabupaten Deli Serdang sebanyak 1.326 kasus., Kota Medan sebanyak 1.068

kasus, Kabupaten Simalungun sebanyak 736 kasus dan Kota Sibolga ada pada

urutan ke 14 sebanyak 150 Kasus. Untuk cakupan paling rendah dengan kasus

DBD adalah Kabupaten Nias Utara 0 kasus.(Dinkes Prov. Sumut, 2019)

Berdasarkan (Peraturan Menteri Kesehatan RI, 2017) nomor 50 tahun

2017 tentang Standar Bakus Mutu Kesehatan Lingkungan Untuk Vektor dan

Binatang Pembawa Penyakit Pasal 14 telah disebutkan pengendalian Vektor dan

Binatang Pembawa Penyakit dapat mendayagunakan kader kesehatan terlatih atau

penghuni/anggota keluarga untuk lingkungan rumah tangga. Pengendalian Vektor

Pembawa Penyakit oleh kader kesehatan terlatih atau penghuni/anggota keluarga

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: a). Pengamatan Vektor dan

Binatang Pembawa Penyakit; b). Pengamatan habitat perkembangbiakan; c).

Pengamatan Lingkungan; d). Larvasidasi; e). Pengendalian dengan metode fisik;

f). Pengendalian dengan metode biologi dan kimia secara terbatas; dan g). Sanitasi

lingkungan.

Program pemberantasan sarang nyamuk (PSN) diperlukan untuk

menekankan jumlah penderita DBD, PSN merupakan kegiatan yang dilakukan

oleh masyarakat untuk meningkatkan angka bebas jentik (ABJ) dan menurunkan

3
jumlah penderita DBD di lingkungan masyarakat. Program tersebut membutuhkan

peran serta masyarakat untuk menurunkan angka penderita demam berdarah,

mengingat nyamuk Aedes aegypti merupakan pembawa virus dengue yang

merupakan penyebab penyakit DBD meletakan telurnya di dalam rumah. Selain

itu, program PSN membutuhkan partisipasi masyarakat untuk memusnahkan larva

Aedes aegypti (Rini dan Ningsih, 2020)

Dalam rangka pemberantasan sarang nyamuk DBD, Departemen

Kesehatan RI memunculkan gagasan tentang Juru Pemantau Jentik (Jumantik).

Peran dari juru pemantau jentik (Jumantik) yaitu seseorang yang melakukan

pemeriksaan, pemantauan dan pemberantasan jentik nyamuk. Tindakan peran dari

jumantik merupakan tugas dan tanggung jawab dalam bidang kesehatan untuk

penanggulangan DBD yaitu salah satu faktor penting menjaga lingkungan serta

menurunkan kejadian Demam Berdarah Dengue (Kemenkes RI, 2016)

Gerakan satu rumah satu jumantik merupakan kegiatan yang

membutuhkan otorisasi masyarakat yang mewajibkan setiap keluarga untuk

berpartisipasi dalam pemeriksaan PSN 3M Plus, pemantauan dan pemberantasan

jentik nyamuk untuk pengendalian demam berdarah Dengue (DBD). (Rini dan

Ningsih, 2020)

Jumantik terdiri dari beberapa tingkatan-tingkatan yaitu : 1. Jumantik

rumah yaitu, Kepala Keluarga atau anggota keluarga yang disepakati untuk

melaksanakan kegiatan pemantauan jentik di rumahnya, Kepala Keluarga yang

ditunjuk sebagai penanggung jawab jumantik rumah. 2. Jumantik Lingkungan

4
yaitu, petugas yang ditunjuk oleh pengelola tempat-tempat umum (TTU) atau

tempat-tempat Institusi (TTI) untuk melaksanakan pemantauan jentik. 3.

Koordinator jumantik yaitu, yang di tunjuk oleh ketua RT untuk melakukan

pemantauan dan pembinaan pelaksanaan jumantik rumah dan jumantik

lingkungan. 4. Supervisor jumantik yaitu, anggota dari Pokja DBD atau orang

yang ditunjuk oleh Ketua RW/Kepala Desa/Lurah untuk melakukan pengelolahan

data dan pemantauan pelaksanaan jumantik di lingkungan RT (Rini dan Ningsih,

2020)

Tugas dan tanggung jawab jumantik rumah yaitu, memeriksa/memantau

tempat perindukan nyamuk di dalam dan di luar rumah, dengan melibatkan

anggota keluarga/penghuni rumah untuk melakukan PSN 3M Plus dalam

seminggu sekali (Rini dan Ningsih, 2020)

Surat edaran yang dikeluarkan oleh Kemenkes Nomor

PM.01.11/MENKES/591/2016 tanggal 8 November 2016 yakni, menghimbau &

mendorong semua masyarakat, untuk mengatur tata laksana Pemberantasan

Sarang Nyamuk (PSN) 3M Plus dengan gerakan satu rumah satu jumantik ( Juru

Pemantau Jentik ). Upaya pencegahan penularan DBD dan penyakit Zika

dilakukan guna memutus mata rantai penularan penyakit Demam Berdarah

Dengue dengan cara pencegahan terhadap gigitan nyamuk Aedes Aegypti dan

Aedes Albopicus maka pemantauan jentik nyamuk dan PSN 3M Plus disetiap

rumah secara rutin dapat memberantas sarang nyamuk (Dirjen Pencegahan dan

Pengendalian Penyakit Kemenkes, 2016)

5
Kegiatan 3M Plus ini melibatkan lintas program dan lintas sektor melalui

kelompok kerja operasional DBD dan kegiatan Juru Pemantau Jentik (Jumantik)

selain itu jumantik juga mengedukasi dan membantu kegiatan 3M Plus seperti

(Menguras, Menutup tempat penampungan air dan mendaur-ulang atau

memanfaatkan kembali barang bekas serta ditambah Plus seperti : Menaburkan

Abatisasi, pembasmi jentik, memelihara ikan pemakan jentik, mengganti air

dalam pot bunga. Pengendalian penyakit DBD dapat mencegah terjadinya

peningkatan kasus atau wabah, maka diharapkan adanya jumantik dalam

melakukan supervisi & penyuluhan pada masyarakat agar melakukan PSN dengan

3M Plus.

Gerakan PSN Plus ini sangat efektif dibanding dengan metode pencegahan

Demam Berdarah Dengue yang lain karena Gerakan PSN Plus menghilangkan

sarang tempat nyamuk Aedes aegypti bertelur sehingga tidak memberikan

kesempatan nyamuk Aedes aegypti sebagai vektor Demam Berdarah untuk

melanjutkan siklus kehidupan dari mulai telur, jentik, pupa dan nyamuk dewasa

(Gifari, 2017)

Kota Sibolga merupakan salah satu daerah endemis DBD di Sumatera

Utara dengan jumlah kasus DBD di Kota Sibolga selama 8 (delapan) tahun

terakhir menunjukkan trend yang fluktuatif, namun angka kesakitan/IR selalu di

atas indikator IR DBD secara Nasional (IR <49 per 100.000 penduduk) (Dinkes

Prov. Sumut, 2020). Jumlah kasus DBD Kota Sibolga pada tahun 2019 sebanyak

149 kasus. Pada tahun 2020 mengalami penurunan sebanyak 31 kasus.

6
Dinas Kesehatan Kota Sibolga melakukan tindakan pencegahan penyakit

DBD untuk menurunkan jumlah penderita DBD disibolga, dengan melakukan

pemantauan dan penggiatan Surveilans DBD, penyemprotan Fogging sebanyak

dua kali dalam setahun, sekaligus memanfaatkan peran kader juru pemantau jentik

(Jumantik) yang melibatkan masyarakat, dalam pemeriksaan jentik nyamuk

dirumah masyarakat, di tujuh belas kelurahan se Kota Sibolga (Dinkes Kota

Sibolga 2020) Peran kader jumantik yang dilakukan Dinas Kesehatan Kota

Sibolga hanya dilakukan sampai tahun 2015, hal ini disebabkan karena tidak ada

anggaran yang ditampung dalam biaya operasional khusus (BOK). Tahun 2018

Dinas Kesehatan Kota Sibolga mulai menganggarkan kembali kegiatan jumantik

melalui Puskesmas Sambas Kota sibolga. Sebenarnya kegiatan jumantik sudah

diterapkan disetiap Puskesmas tetapi yang sudah aktif kegiatan jumantik nya di

Wilayah Kerja Puskesmas Sambas Kota Sibolga.

Menurut survey awal yang saya lakukan di Puskesmas Sambas Kota

Sibolga terdapat lima kader jumantik di kelurahan pancuran gerobak. Hasil data

rekapitulasi pada kegiatan pemantauan jentik oleh jumantik di 4 kelurahan ABJ

0,178% hal ini diketahui dari data yang didapat di Puskesmas Sambas pada bulan

Januari-Desember tahun 2018 ditemukan 19 positif yang terdapat jentik dari 730

rumah yang di periksa. Pada bulan Januari-Desember tahun 2019 ditemukan 23

positif yang terdapat jentik dari 770 rumah yang di periksa dengan ABJ 29,31 %.

Data rekapitulasi Puskesmas Sambas Kota Sibolga pada tahun 2019 terdapat 19

7
orang yang terkena DBD. Pada tahun 2020 mengalami peningkatan dengan

jumlah 23 orang yang terkena DBD.

Berdasarkan latar belakang diatas, sehingga peneliti ingin mengetahui

“Peran Jumantik Terhadap Program Pemberantasan Sarang Nyamuk dan Angka

Bebas jentik di Wilayah Kerja Puskesmas Sambas Kota Sibolga Tahun 2021.

8
1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka penliti merumuskan

masalah yang akan diteliti yaitu “Bagaimana Peran Jumantik Terhadap Program

Pembrantasan Sarang Nyamuk dan Angka Bebas jentik di Puskesmas Sambas

Kota Sibolga Tahun 2021 ?”

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Mengetahui peran jumantik terhadap program PSN dan Angka Bebas

jentik di Puskesmas Sambas Kota Sibolga.

1.3.2 Tujuan Khusus

Adapun tujuan khusus penelitian ini adalah

1. Untuk mengetahui gambaran karakteristik kader jumantik di kelurahan

Pancuran Gerobak kecamatan Sibolga Kota, Kota Sibolga

2. Mengetahui angka bebas jentik di wilayah kerja Puskesmas Sambas

Kota sibolga.

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini dapat menambah Ilmu Pengetahuan dibidang

Kesehatan Masyarakat yang dapat digunakan sebagai literatur untuk mahasiswa

khususnya pada peminatan Kesehatan Lingkungan.

9
1.4.2 Manfaat Praktis

1. Bagi Instusi Kesehatan

Sebagai informasi dan bahan pertimbangan dalam pemecahan

masalah pada program kesehatan dibidang penyakit menular

khususnya masalah pencegahan penyakit DBD agar dapat

dijadikan sebagai monitoring dan evaluasi program pemberantasan

penyakit menular (P2M).

2. Bagi Pendidikan

Hasil penelitian ini dapat menjadi bahan bacaan di perpustakaan

STIkes Nauli Husada Sibolga

10
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Demam Berdarah Dengue (DBD)

2.1.1 Definisi DBD

Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan penyakit yang disebabkan

oleh virus dengue yang termasuk Arthropod-Borne virus, genus Flavivirus, dan

famili Flaviviriade, Demam Berdarah Dengue ditularkan melalui gigitan nyamuk

dari genus Aedes terutama Aedes aegypti atau Aedes albopictus, penyakit DBD

dapat muncul sepanjang tahun karena kasusnya bertambah atau meningkat dari

tahun ke tahun dan telah menjadi masalah kesehatan bagi masyarakat Indonesia

karena penyebaran yang sangat cepat, sehingga dapat menyerang seluruh

kelompok umur (dewi dan sukendra, 2018)

Demam Berdarah Dengue (DBD) penyakit dan virus yang berbahaya

karena dapat menimbulkan kematian kasus dalam waktu beberapa hari, vektor

utama Demam Berdarah Dengue adalah nyamuk (Candra, 2016)

Penyakit DBD merupakan salah satu penyakit menular yang sering

menimbulkan kejadian luar biasa hal ini menunjukkan bahwa sulit sekali

menghentikan transmisi penyakit ini karena banyak faktor yang berperan dalam

dinamika penularan penyakit Demam Berdarah Dengue yang mencakup interaksi

Host-Agent-Environment, Sampai saat ini masih belum ditemukan obat dan vaksin

yang efektif untuk penyakit Demam Berdarah Dengue (Kemenkes, 2017)

11
2.1.2 Etiologi DBD

Penyakit DBD disebabkan oleh virus dengue dari kelompok Arbovirus B,

yaitu Arthopod Borne Virus atau virus yang disebabkan oleh atropoda. Virus ini

termasuk genus Flavivirus dari famili Flaviviridae. Virus penyebab DHF/DSS

adalah Flavivirus dan mempunyai 4 serotipe yaitu serotipe 1,2,3 dan 4 (dengue

1,2,3 dan 4) virus ini ditularkan kemanusia melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti

betina yang terinfeksi. Vektor utama penyakit DBD adalah nyamuk Aedes aegypti

(di perkotaan) berkembang biak terutama diwadah buatan manusia, Aedes aegypti

pengumpan sehari-waktu periode menggigit puncaknya adalah pagi dan malam

sebelum senjah dan Aedes albopictus (di pedesaan), nyamuk yang menjadi vektor

DBD adalah nyamuk yang menjadi infeksi saat menggigit manusia yang sedang

sakit (terdapat virus dalam darahnya) virus dapat pula ditularkan secara

transsovarial dari nyamuk ketelur-telurnya (Najmah, 2016)

2.1.3 Gambaran Klinis DBD

“WHO 1997 memberikan pedoman untuk membantu menegakan diagnosis

DBD secara dini berdasarkan gejala, disamping menentukan derajat beratnya

penyakit.”

“Berdasarkan klinis” :

1. Demam mendadak tinggi yaitu ≥ 39C selama 2-7 hari


‘ ’

2. Perdarahan termasuk uji bendung


‘ ’

3. Hepatomegali dimata hati kita dapat teraba dan kemungkinan akan terjadi

renjatan pada penderita ’

12
4. Renjatan (syok) : nadi kecil dan cepat dengan tekanan nadi  20 mmHg

Berdasarkan berat penyakit :

a. Derajat I : demam disertai dengan gejala konstitusional non-

spesifik, satu satunya manifestasi perdarahan adalah tes

torniket positif dan muntah memar.

b. Derajat II : perdarahan spontan selain manifestasi pasien pada

Derajat I, biasanya pada bentuk perdarahan kulit atau

perdarahan lain.

c. Derajat III : gagal sirkulasi dimanifestasikan dengan nadi cepat dan

lemah serta penyempitan tekanan nadi atau hipotensi,

dengan adanya kulit dingin dan lembab serta gelisah.

Berdasarkan laboratoris :

a. Trombositopenia (100.000/l)

b. Hemokonsentrasi (kadah Ht ≥ 20% dari normal)


‘ Dua gejala klinis pertama dengan 2 gejala laboratoris dianggap sudah

cukup untuk menegakkan diagnosis DBD.

2.1.4 Penyebab DBD

Penyebab penyakit Demam Berdarah Dengue sudah dikenal sejak lama

yakni virus dengue yang termasuk famili Flaviviridae, genus Flavivirus. Virus

yang berukuran kecil (50 nm) ini mengandung RNA berantai tunggal. Virion-nya

13
terdiri dari nucleocapsid dengan bentuk kubus simetris dan terbungkus dalam

amplop lipoprotein. Genome (rangkaian kromosom) virus Dengue berukuran

panjang sekitar 11.000 dan terbentuk dari tiga gen protein struktural yaitu

nucleocapsid atau protein core (C), membrane-associated protein (M) dan suatu

protein envelope (E) serta gen protein non struktural (NS). (Dirjen P2P, 2017)

Terdapat 4 serotipe virus yang dikenal yakni DEN-1, DEN-2, DEN-3 dan

DEN-4. Ke empat serotipe virus ini telah ditemukan di berbagai wilayah

Indonesia. Namun, serotipe flavivirus DEN-3 yang sering berjangkit di Indonesia.

Hasil penelitian di Indonesia menunjukkan bahwa Dengue-3 sangat erat kaitannya

dengan kasus DBD berat dan merupakan serotipe yang paling luas distribusinya

disusul oleh Dengue-2, Dengue-1 dan Dengue -4 di Indonesia. Virus Dengue


termasuk dalam jenis genus Flavivirus, yang berukuran 40 manometer dapat

berkembang biak dengan baik dalam berbagai kultur jaringan. Infeksi virus

dengue pada manusia telah lama dikenal dan menyebar luas, terutama di daerah

tropik pada abad 18 dan 19. (Dirjen P2P, 2017)

2.1.5 Vektor penularan DBD

Virus Dengue ditularkan dari orang ke orang melalui gigitan nyamuk

Aedes agypti. nyamuk yang dapat menularkan, memindahkan dan/atau menjadi

sumber penular DBD. Di Indonesia teridenti fikasi ada 3 jenis nyamuk yang bisa

menularkan virus dengue yaitu : Aedes aegypti, Aedes albopictus dan Aedes

scutellaris. Sebenarnya yang dikenal sebagai Vektor DBD adalah nyamuk Aedes

betina. Perbedaan morfologi antara nyamuk aedes aegypti yang betina dengan

14
yang jantan terletak pada perbedaan morfologi antenanya, Aedes aegypti jantan

memiliki antena berbulu lebat sedangkan yang betina berbulu agak jarang/ tidak

lebat. Seseorang yang di dalam darahnya mengandung virus Dengue merupakan

sumber penular Demam Berdarah Dengue (DBD). Virus Dengue berada dalam

darah selama 4-7 hari mulai 1-2 hari sebelum demam. Berikut ini uraian tentang

morfologi, siklus hidup, dan siklus hidup lingkungan hidup, tempat

perkembangbiakan, perilaku, penyebaran, variasi musiman, ukuran kepadatan dan

cara melakukan survei jentik. (Direktorat Jendral P2P, 2017)

1. Morfologi

Menurut Soegijanto (2006) dalam Mursyidah (2017), hal 12) siklus hidup

pada nyamuk dapat dikatakan sebagai metamorfosis sempurna karena mengalami

empat tahapan stadium dalam proses pertumbuhan dan perkembangan. Tahapan

stadium meliputi telur, larva, pupa dan dewasa. Waktu yang dibutuhkan untuk

pertumbuhan dari telur sampai dewasa berkisar 7-14 hari yang tergantung pada

suhu, kelembaban, kondisi air dan kandungan zat makanan serta spesies nyamuk.

a. Telur

Telur berwarna hitam dengan ukuran ± 0,80 mm, berbentuk oval yang

mengapung satu persatu pada permukaan air yang jernih, atau menempel

pada dinding tempat penampung air. Telur biasanya menetas 2-3 hari

sesudah diletakkan didalam tempat perindukan (Direktorat Jendral P2P,

2017)

15
b. Larva (jentik)

Pada stadium larva, pertumbuhan dan perkembangannya sangat di

pengaruhi oleh faktor suhu, kelembaban, nutrisi, dan predator yang

terdapat di tempat perindukan (Mursyidah, 2017). Larva yang berkembang

memiliki 4 fase. Pada kondisi yang optimal, waktu penetasan dari telur

hingga dewasa hanya membutuhkan waktu yang singkat sekitar 7 hari,

sedangkan pada suhu yang rendah akan dapat bertahan hingga beberapa

minggu untuk menjadi dewasa.

Menurut (Direktorat Jendral P2PDBD, 2017) ada 4 tingkat (instar)

jentik/larva sesuai dengan pertumbuhan larva tersebut, yaitu:

1) Instar I : berukuran paling kecil, yaitu 1-2 mm

2) Instar II : 2,5-3,8 mm

3) Instar III : lebih besar sedikit dari larva instar II

4) Instar IV : berukuran paling besar 5 mm

c. Pupa

Pada stadium pupa dapat di bilang sebagai fase istirahat. Pupa merupakan

stadium terakhir dari nyamuk yang perkembangannya di dalam air. Pupa

berbentuk pendek, tidak makan, bergerak aktif dalam air apabila merasa

terganggu, dan masih bernafas pada permukaan air menggunakan tabung

pernapasan. Perkembangan pupa menjadi nyamuk dewasa biasanya 1-3

hari. Pupa jantan menetas terlebih dahulu dibandingkan dengan pupa

betina (Mursyidah, 2017)

16
d. Dewasa

Stadium akhir yaitu nyamuk dewasa. Nyamuk dewasa baik jantan maupun

betina setelah keluar dari pupa akan berhenti sejenak. Nyamuk dewasa

akan mengeringkan tubuhnya terutama bagian sayap untuk dapat terbang

dan mencari makanan (Mursyidah, 2017).

Gambar 2.1 Siklus hidup nyamuk Aedes aegypti (Sumber: Judarwanto,2007)

2. Tempat Pembiakan Nyamuk Aedes Agypti

Pada siang hari Nyamuk Aedes aktif seperti Aedes aegypti dan Aedes

albopictus. Aedes biasanya menempatkan telur dan bertabiat pada tempat-tempat

penampungan air bersih atau air hujan seperti bak mandi, tangki penampungan air

bersih atau hujan seperti bak mandi,tangki penampungan air, vas bunga, kaleng-

kaleng atau kantung-kantung plastik bekas, talang rumah, bambu pagar, kulit-kulit

buah seperti kulit buah rambutan, tempurung kelapa, ban bekas, dan berbagai

wadah yang dapat menampung air bersih (Direktorat Jendral P2P DBD, 2017)

2.1.6 Pemberantasan DBD

17
Berdasarkan Lampiran Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor :

581/MENKES/SK/VII/1992 tentang pemberantasan penyakit Demam Berdarah

Dengue, pemberantasan penyakit DBD adalah upaya untuk mencegah dan

menangani kejadian DBD. Adanya keputusan tersebut bertujuan untuk

memberikan pedoman bagi masyarakat, tokoh masyarakat, petugas kesehatan, dan

sektor-sektor terkait dalam upaya bersama mencegah den membatasi penyebaran

penyakit. Program P2DBD mempunyai tujuan utama diantaranya adalah untuk

menurunkan angka kesakitan, menurunkan angka kematian dan mencegah

terjadinya KLB.

Upaya pemberantasan penyakit DBD berdasarkan Kemenkes No.

581/MENKES/SK/VII/1992, dilaksanakan dengan cara tepat guna oleh

pemerintah dengan peran serta masyarakat yang meliputi :

1. Pencegahan dengan melakukan PSN

2. Penemuan, pertolongan dan pelaporan

3. Penyelidikan epidemiologi dan pengamatan penyakit

4. Penanggulangan seperlunya

5. Penanggulangan lain

6. Penyuluhan kesehatan

18
2.2 Pemberantasan Sarang Nyamuk Demam Berdarah Dengue (PSN

DBD)

2.2.1 Definisi Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN)

PSN DBD adalah kegiatan yang bertujuan untuk memberantas telur, larva

dan kepompong, pembawa penyakit DBD di tempat berkembang biak.

PSN merupakan kegiatan berbasis masyarakat yang bertujuan

memberantas jentik nyamuk penular DBD dengan cara 3M, yaitu menguras secara

teratur seminggu sekali atau menaburkan abate ke tempat penampungan air

bersih, menutup rapa–rapat tempat penampungan air, dan mengubur serta

menyingkirkan kaleng–kaleng bekas, plastik dan barang bekas lainnya yang dapat

menampung air hujan sehingga tidak menjadi sarang nyamuk Aedes aegypti

(Epidemiologi dan Penanggulangan DBD,2016)

PSN merupakan kegiatan yang dilakukan oleh masyarakat untuk

meningkatkan angka bebas jentik (ABJ) dan menurunkan angka penderita Demam

Berdarah di lingkungan masyarakat (Rini dan Ningsih, 2020).

Program PSN membutuhkan peran serta masyarakat untuk menurunkan

angka penderita Demam Berdarah, mengingat nyamuk Aedes aegypti sebagai

pembawa virus Dengue yang merupakan penyebab penyakit DBD (Rini dan

Ningsih, 2020).

19
2.2.2 Proses PSN

Melakukan Pemberantasan Sarang Nyamuk dengan cara 3M (Direktorat

Jendral P2P DBD, 2017) :

1. Menguras dan menyikat tempat-tempat penampungan air, seperti bak

mandi /WC, drum, dan lain-lain dalam seminggu sekali (M1)

Gambar 2.2 Menguras dan Menyikat bak mandi (Sumber: Kemenkes

RI Direktorat Jenderal P2P, 2016)

2. Menutup rapat-rapat tempat penampungan air, seperti gentong

air/tempayan, dan lain-lain (M2)

Gambar 2.3 Menutup Gentong Air(Sumber: Kemenkes RI Direktorat

Jenderal P2P, 2016)

20
3. Mengumpulkan, memanfaatkan atau menyingkirkan barang – barang

bekas yang dapat menampung air hujan (M3)

Gambar 2.4 Mengubur, mengumpulkan, dan memanfaatkan barang

bekas (Sumber: Kemenkes RI Direktorat Jenderal P2P, 2016)

‘ Selain itu ditambah dengan cara lain yang biasa dikenal dengan 3M plus ’

(Kemenkes RI Direktorat Jenderal P2P, 2016) :

1. Mengganti air pada vas bunga dan tempa–tempat lainnya seminggu sekali.

2. Memperbaiki saluran talang air yang tidak lancar atau rusak.

3. Menutup lubang pada batang pohon bambu.

4. Bersihkan/keringkan tempat-tempat yang dapat menampung air seperti

pelepah pisang atau tanaman lainnya.

5. Pelihara ikan pemakan jentik nyamuk seperti ikan cupang, ikan kepala

timah, ikan tempalo, ikan nila didalam kolam atau bak penampungan air.

6. Memasang kawat kasa dirumah.

7. Menghindari kebiasaan menggantung pakaian dalam kamar.

8. Menggunakan kelambu.

9. Mengupayakan pencahayaan dan ventilasi ruang yang memadai.

10. Menggunakan obat anti nyamuk untuk mencegah gigitan

21
11. nyamukMenggunakan tanam pengusir nyamuk seperti lavender, kantong

semar, sereh dan lain-lain.

Keberhasilan kegiatan PSN 3M antara lain dapat diukur dengan Angka

Bebas Jentik (ABJ), apabila ABJ lebih atau sama dengan 95% diharapkan

penularan DBD dapat dicegah atau dikurangi (Direktorat Jendral P2P DBD, 2017)

2.2.2.1 Larvasida

Larvasida adalah penangkal jentik-jentik nyamuk (larva) dengan

menaburkan bubuk pembunuh jentik ke dalam tempat–tempat

penampungan air, ada tiga jenis larvasida yang umum digunakan

(Direktorat Jendral P2P DBD, 2017)

1. Abate

Mengandung bahan aktif 1 %,berwarna coklat, terbuat dari pasir yang

dilapisi dengan bahan aktif temephos yang dapat membunuh jentik

nyamuk. Dalam jumlah sesuai dengan yang dianjurkan aman bagi manusia

dan tidak menimbulkan keracunan. Jika dimasukan ke dalam air, maka

sedikit demi sedikit zat kimia itu akan larut secara merata dan membunuh

semua jentik nyamuk yang ada ditempat penampungan air tersebut. Dosis

penggunaan Abate 10 gram untuk 100 liter air. Pemberian Abate diulang

penggunaannya setiap 2 bulan.

22
2. Altosid

Altosid 1,3% mengandung bahan aktif Metopren 1,3%, berbentuk butiran

seperti gula pasir berwarna hitam arang. Dalam takaran yang dianjurkan

aman bagi manusia dan tidak menimbulkan keracunan. Air yang ditaburi

Altosid 1,3% tidak menjadi bau dan tidak berubah warna dan bertahan

sampai 3 bulan. Zat kimia ini akan menghambat/membunuh jentik

sehingga tidak menjadi nyamuk. Penggunaan Altosid 1,3% diulang setiap

3 bulan.

3. Sumirlarv

Sumirlarv 0,5 G (DBD) mengandung 0,5% bahan aktif pripoxifen yang

bentuk nya seperti butiran berwarna coklat kekuningan. Dalam dosis yang

dianjurkan, aman bagi manusia, hewan dan lingkungan serta tidak

menimbulkan keracunan. Air yang ditaburi Sumirlarv 0,5 G (DBD) tidak

berbau, tidak berubah warna dan tidak menimbulkan korosif terhadap

tangki air yang terbuat dari besi, seng, dan lain–lain. Sumilarv 0,5 G

(DBD) larut dalam airyang terikat secara organik air, kemudian melekat

pada dinding tempat penampungan air dan bertahan sampai 3 bulan. Zat

kimia tersebut akan menghambat pertumbuhan jentik sehingga tidak

menjadi nyamuk. Penggunaan Sumirlarv 0,5 G (DBD) diulang setiap 3

bulan.

2.2.2.2 Larvatrap

Larvatrap merupakan kegiatan yang dilakukan dengan memasang

perangkap jentik nyamuk yang dibuat sedemikian rupa untuk menarik

23
nyamuk meletakan telurnya didalam wadah sehingga dapat

memperkirakan kepadatan nyamuk dewasa dengan melakukan

pemantauan larva melalui larvatrip yang dipasang.

2.2.2.3 Fogging

Fogging merupakan teknik penanggulangan DBD yang dilakukan

pada saat terjadi penularan DBD melalui penyemprotan insektisida

daerah sekitar rumah yang bertujuan untuk membunuh sebagian besar

vektor infektif dengan cepat, sehingga memutus rantai penularan

penyakit. Sasaran fogging adalah rumah serta bangunan dipinggir

jalan yang dapat dilalui kendaraan didaerah endemis tinggi. Cara ini

dapat dilakukan untuk membunuh nyamuk dewasa tidak untuk larva

maupun telur saja tetapi jentik nyamuk tidak mati dengan pengasapan.

Selama jentik tidak dibasmi, setiap hari akan muncul nyamuk yang

baru menetas dari tempat perkembangbiakannya.

2.3 Jumantik

2.3.1 Definisi Jumantik

Juru pemantau jentik (JUMANTIK) adalah orang yang melakukan

pemeriksaan, pemantauan dan pemberantasan jentik nyamuk hususnya Aedes

agypti dan Aedes albopictus (Kemenkes RI, Direktorat Jendral P2P, 2016)

Jumantik merupakan salah satu bentuk gerakan atau partisipasi aktif dari

masyarakat dalam mencegah kejadian penyakit DBD yang sampai saat ini masih

belum dapat diberantas tuntas (Kemenkes RI, 2016). Yang dimaksud jumantik

24
adalah warga masyarakat yang direkrut dan dilatih untuk melakukan proses

edukasi dan memantau pelaksanaan PSN (3M plus) (PP Provinsi DKI No. 6 tahun

2007). Menurut Kemenkes RI (2011) Pelatihan kader jumantik dalam pencegahan

dan pengendalian DBD dilakukan oleh kabupaten/kota atau puskesmas dengan

tujuan untuk meningkatkan kemampuan petugas dalam pengendalian DBD,

penatalaksanaan kasus dan penggerakan PSN-DBD.

2.3.2 Gerakan 1 Rumah 1 Jumantik

Gerakan 1 Rumah 1 Jumantik adalah peran serta pemberdayaan

masyarakat dengan melibatkan setiap keluarga dalam pemeriksaan, pemantauan

dan pemberantasan jentik nyamuk untuk pengendalian penyakit tular vektor

khususnya DBD melalui PSN 3M Plus (Kemenkes RI, Direktorat Jendral P2P,

2016).

2.3.3 Jumantik Rumah

Jumantik Rumah adalah kepala keluarga atau anggota keluarga atau

penghuni dalam satu rumah yang disepakati untuk melaksanakan kegiatan

pemantauan jentik di rumahnya, Kepala Keluarga merupakan sebagai penanggung

jawab Jumantik Rumah (Kemenkes RI, Direktorat Jendral P2P, 2016).

2.3.4 Jumantik Lingkungan

Jumantik Lingkungan adalah petugas yang ditunjuk oleh pengelola

tempat-tempat umum (TTU) seperti di perkantoran, sekolah dan rumah sakit atau

tempat-tempat Instusi (TTI) di pasar, terminal, pelabuhan, bandara, stasiun,

25
tempat ibadah, tempat pemakaman dan tempat wisata untuk melaksanakan

pemantauan jentik (Kemenkes RI, Direktorat Jendral P2P, 2016).

2.3.5 Koordinator Jumantik

Koordinator Jumantik merupakan satu atau lebih jumantik/kader yang

ditunjuk oleh ketua RT untuk melakukan pemantauan dan pembinaan pelaksanaan

jumantik rumah dan jumantik lingkungan (Crosscheck) (Kemenkes RI, Direktorat

Jendral P2P, 2016).

2.3.6 Supervisor Jumantik

Supervisor Jumantik merupakan satu atau lebih anggota dari Pokja DBD

atau orang yang ditunjuk oleh Ketua RW/Kepala Desa/Lurah untuk melakukan

pengolahan data dan pemantauan pelaksanaan juamantik di Lingkungan RT

(Kemenkes RI, Direktorat Jendral P2P, 2016).

2.3.7 Peran Jumantik

Seorang relawan jumantik bertugas melakukan pemantauan jentik di

seluruh bangunan/rumah di satu RW. Kegiatan ini dilakukan setiap sebulan sekali

selama satu tahun. Dalam melaksanakan tugasnya Jumantik sukarela dilengkapi

dengan seragam, surat tugas, identitas diri, formulir pencatatan dan pelaporan,

larvasida, gayung, alat ukur volume, senter, dan lembar bantu penyuluhan

(Natalia, dkk, 2017)

Selain mengamati jentik, Jumantik berkala juga bertugas untuk

memberikan penyuluhan kepada pemilik rumah/bangunan tentang pentingnya

26
PSN melalui 3M yang harus dilakukan seminggu sekali, melakukan abatisasi

selektif pada tempat penampungan air bersih yang tidak dapat/ sulit untuk dikuras,

mencatat hasil pengamatan jentik dan melaporkannya kepada Puskesmas

kelurahan, serta membantu kelompok kerja DBD dalam penggerakkan masyarakat

untuk melakukan PSN. Hasil pengamatan jentik oleh Jumantik ini akan direkap

oleh petugas Puskesmas kelurahan disertai dengan ABJ (Angka Bebas Jentik)

setiap 3 bulan.

Peran Jumantik sangat penting dalam sistem kewaspadaan dini DBD

karena berfungsi untuk memantau keberadaan serta menghambat perkembangan

awal dari vektor penular DBD. Keaktifan jumantik dalam memantau

lingkungannya merupakan langkah penting untuk mencegah meningkatnya angka

kasus DBD. Oleh karena itu, diperlukan upaya peningkatan keaktifan jumantik

melalui motivasi yang diberikan oleh dinas kesehatan setempat (Natalia, dkk,

2017).

Hal yang dilakukan oleh Jumantik saat mengamati jentik nyamuk Aedes

aygepti disuatu wilayah adalah (Perda No 6 Tahun 2007) :

1. Melakukan pemeriksan di tempat–tempat penampungan air baik didalam

maupun diluar rumah, selain itu juga memeriksa tempat–tempat yang

terdapat genangan air dan menutup tempat–tempat penampungan air.

Apabila dijumpai jentik nyamuk Aedes aygepti maka petugas mencatat

pada form yang telah disediakan, sambil memberikan pengarahan dan

peringatan kepada pemilik rumah agar lebih waspada dan menjaga

27
kebersihan rumah agar tidak ada air tergenang dan menutup tempat

penampungan air dengan rapat. Sedangkan pada tangki air yang sulit

untuk dijangkau untuk pemeriksaan sebaiknya ditaburkan bubuk larvasida

tiga bulan sekali untuk menghindari adanya jentik nyamuk

2. Memberikan teguran dan pengarahan kepada pemilik rumah agar tidak

membiasakan adanya air tergenang, penumpukan pakaian atau

menggantung pakaian disembarang tempat didalam rumah

3. Melihat peralatan rumah yang mungkin menampung air bersih yang dapat

dijadikan media oleh nyamuk Aedes aygepti meletakan telurnya seperti

tempat penampungan air dispenser,tempat penampungan air kulkas, ban,

bekas, pot bunga yang biasanya jarang diperhatikan oleh pemilik rumah.

4. Memeriksa rumah kosong atau tidak berpenghuni untuk melihat

keberadaan jentik nyamuk pada tempat–tempat penampungan air yang ada

2.3.8 Pemeriksaan Jentik Oleh Jumantik

Pemeriksaan jentik dilakukan secara teratur oleh petugas kesehatan atau

kader jumantik di tempat-tempat perkembangbiakan nyamuk Aedes Aegypti.

Pemeriksaan jentik disesuaikan dengan stratifikasi daerah rawan secara berkala di

rumah dan tempat-tempat umum yaitu pemeriksaan tempat penampungan air dan

tempat berkembang biakan nyamuk Aedes aegypti yang dilakukan secara teratur

sekurang-kurangnya 3 (tiga) bulan sekali untuk mengetahui populasi jentik

nyamuk penular DBD dengan menggunakan indikator ABJ (Depkes RI, 2016).

2.3.9 Tujuan Pemeriksaan Jentik

28
Tujuan pemeriksaan jentik adalah untuk menurunkan populasi nyamuk

penular Demam Berdarah Dengue (Aedes aegypti) dan jentiknya setelah itu

mengarahkan keluarga dan masyarakat dalam melaksanakan PSN DBD. Dengan

kunjungan yang berulang-ulang disertai  penyuluhan- penyuluhan dengan

meningkatkan peran serta masyarakat dalam PSN DBD melalui Jumantik (Depkes

RI, 2016)

2.4 Metode Survei

2.4.1 Survei jentik/Larva

Survei larva dilakukan untuk mengukur atau mengetahui distribusi,

kepadatan populasi yang ditularkan yang sebelumnya telah dilakukan survei

terhadap kepadatan nyamuk. (Depkes, 2012)

Survei jentik dilakukan dengan cara melakukan pengamatan terhadap

semua media perairan yang potensial sebagai tempat perkembangbiakan nyamuk

Aedes, baik didalam maupun diluar rumah setiap media perairan potensial

dilakukan pengamatan jentik selama 3-5 menit menggunakan senter (Dirjen P2P

DBD, 2017)

Hasil survei jentik Aedes dicatat dan dihitung analisa perhitungan Angka

Bebas Jentik (ABJ), Container Index (CI), House Index (HI) dan Breteau Index

(BI)

Rumus :

Angka Bebas Jentik (ABJ)

29
jumla h ruma h yang tidak ditemukan jentik
ABJ ¿ ×100 %
ruma h yang diperiksa

House Index (HI)

jumla h ruma h yang ditemukan jentik


HI ¿ ×100 %
jumla h ruma h yang diperiksa

Container Index (CI)

jumla h container yang tidak ditemukan jentik


CI ¿ × 100 %
jumla h container yang diperiksa

Bretau Index (BI)

Breteau Index (BI) adalah jumlah container dengan jentik dalam100 rumah atau

bangunan.

Keterangan :

ABJ : Angka Bebas Jentik

HI : House Index

CI : Container Index

BI : Bretau Index

RJ : Jumlah rumah yang ditemukan jentik

RTJ : Jumlah rumah yang tidak ditemukan jentik

RD : Jumlah rumah yang diperiksa

CJ : jumlah Container yang ditemukan jentik

CD : Jumlah Container yang diperiksa

2.4.2 Pemeriksaan Jentik Berkala

30
Pengamatan kepadatan populasi vektor DBD dilakukan mulai dari tingkat

Puskesmas sampai Pusat, sebagai berikut :

1. Pemeriksaan jentik minimal 1 minggu sekali disetiap rumah pada wilayah

kerja Jumantik. Sebaiknya dilakukan bersamaan dengan pelaksaanaan

PSN.

2. Petugas Puskesmas Melakukan monitoring secara terjadwal minimal 3

bulan sekali pada wilayah kerja puskesmas (PJB) dan dilakukan evaluasi

pelaksaanaan PSN (Setiyobudi, 2011 )

Tata cara melaksanalan PJB adalah sebagai berikut:

A. Mengunjungi rumah–rumah dan tempat–tempat umum untuk memeriksa

Tempat Penampungan Air (TPA), non TPA dan tempat penampungan air

alami di dalam dan diluar rumah atau bangunan serta memberikan

penyuluhan mengenai PSN DBD kepada keluarga dan masyarakat

(Mubarokah,2013)

B. Gunakan senter saat memeriksa jentik di tempat gelap atau air keruh.

C. Jika ditemukan jentik, anggota keluarga atau pengelola tempat–tempat

umum untuk ikut melihat dan menyaksikan kemudian lanjutkan dengan

PSN DBD.

D. Memberi penjelasan dan ajakan PSN DBD kepada keluarga dan petugas

kebersihan tempat–tempat umum.

E. Mencatat hasil pemeriksaan jentik di Kartu Jentik Rumah yang

ditinggalkan dirumah yang diperiksa serta pada formulir Juru Pemantau

Jentik (JPJ – 1) untuk pelaporan puskesmas dan dinas yang terkait.

31
2.5 Kegiatan Implementasi Penatalaksaanan Pemantauan oleh Jumantik

terhadap Program PSN

Kurang lebih 43 tahun Program pencegahan dan pemberantasan DBD

sudah berlangsung dan berhasil menurunkan angka kematian dari 41,3% pada

tahun 1968, pada tahun 2010 Peran Juru Pantau Jentik dalam Sistem

Kewaspadaan Dini DBD menjadi 0,87%, namun belum berhasil menurunkan

angka kesakitan. Di Indonesia, sampai dengan bulan Agustus tahun 2011 tercatat

24.362 kasus dengan 196 kematian (case fatality rate, CFR: 0,80%). Bahkan

Indonesia menduduki urutan tertinggi kasus DBD di Association of Southeast

Asian Nations (ASEAN) dengan jumlah kematian sekitar 1.317 orang pada tahun

2010. Salah satu faktor belum efektifnya pencegahan DBD di Indonesia adalah

masih lemahnya sistem kewaspadaan dini.

Karena itu program yang dilakukan oleh kader jumantik seperti memantau

masyarakat dalam pelaksanaan 3M dilingkungan sekitar tempat tinggal, PJB yang

hasilnya akan dilaporkan ke puskesmas untuk dijadikan bahan evaluasi terhadap

program–program yang telah dibuat dan dilaksanakan agar dapat

mempertimbangkan program– program yang dapat dilanjutkan untuk menurunkan

angka penderita DBD dan meningkatnya ABJ.

Pelaksanaan kegiatan PSN merupakan salah satu kegiatan yang sangat

berpengaruh terhadap keberadaan jentik nyamuk di tempat penampungan air

karena berhubungan secara langsung. Jika melakukan praktik PSN dengan benar,

maka keberadaan jentik nyamuk di tempat penampungan air dapat berkurang

32
bahkan hilang dan mengurangi jumlah nyamuk Aedes aygepti sebagai agent dari

penyakit Demam Berdarah Dengue (Taviv, 2010)

2.5.1 Sistem Pelaporan Hasil Pemantauan Oleh Kader Jumantik

Pemberantasan Sarang Nyamuk di pantau oleh Jumantik dengan

menggunakan laporan. Laporan hasil survey pencatatan hasil pemeriksaan jentik

dilakukan secara berjenjang sebagai berikut :

A. Laporan hasil survei oleh Kader / PKK / Jumantik

1. Hasil pemeriksaan jentik dicatat pada KARTU JENTIK RUMAH

/BANGUNAN yang ditinggal dirumah/bangunan.

2. FORMULIR JPJ-1 digunakan untuk pelaporan ke puskesmas dan

instansi terkait.

B. Laporan hasil survei oleh Puskesmas

Pemeriksaan jentik yang dilakukan oleh kader/PKK/Jumantik harus

dilakukan monitoring dan evaluasi oleh petugas Puskesmas secara berkala

minimal 3 bulan sekali. Rekapitulasi hasil PJB dilaksanakan oleh

puskesmas setiap 3 bulan dengan melakukan pencatatan hasil pemeriksaan

jentik di pemukiman (rumah) dan tempat-tempat umum pada FORMULIR

PJB-1 dan dilaporkan ke Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota

C. Laporan hasil survei oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota.

Laporan PJB yang dilakukan oleh Puskesmas kemudian dilakukan

rekapitulasi oleh Pengelola Program DBD di Dinkes Kab/Kota

menggunakanFORMULIR PJB-2 dan dilaporkan kepada Dinkes Provinsi.

D. Laporan hasil survei oleh Dinas Kesehatan Provinsi

33
Hasil pemeriksaan jentik dari Dinkes Kab/Kota dilakukan rekapitulasi oleh

Pengelola Program DBD di Dinkes Provinsi menggunakan FORMULIR

PJB3 dan dilaporkan ke Pusat (Ditjen PP dan PL, Subdit Pengendalian

Arbovirosis, 2016)

Hasil laporan yang diberikann Dinkes Kab/Kota digunakan untuk

menambah wawasan kepada masyarakat untuk melihat sejauh mana pencapaian

yang ada pada kurun waktu yang telah di tentukan Selain itu, hasil laporan

digunakan untuk perencanaan program selanjutnya untuk memperbaiki program

yang telah ada agar hasil pencapaian yang didapat lebih baik dibandingkan

pelaksanaan program sebelumnya.

2.6 Tujuan PSN

Tujuan program adalah terdapatnya dampak khusus yang dapat diukur

setelah program berjalan sejalan dengan teori sistem kebijakan, keberhasilan

pemberantasan virus dengue sangat didukung dengan peraturan perundang–

undangan mengenai penyakit menular dan wabah. Perundang–undangan ini

memberikan wewenang kepada petugas kesehatan untuk mengambil tindakan saat

terjadi wabah.

Penyusun undang–undang juga harus mempertimbangkan komponen

penting dalam program pencegahan virus dengue dan nyamuk Aedes aegpty, yaitu

mengkaji ulang dan mengevaluasi efektivitas perundang–undangan sanitasi yang

telah diatur oleh Departemen Kesehatan, menggabungkan kewenangan daerah

34
sebagai pelaksana, mencerminkan koordinasi lintas sektor, dan mencerminkan

kerangka adminstrasi hukum yang ada.

2.7 Kerangka Konsep

Variabel Independen Variabel Dependen

Peran Jumantik Angka Bebas Jentik


terhadap program PSN
(ABJ)

Gambar 2.5 Kerangka Konsep Peran Jumantik terhadap Program PSN dan

ABJ

35
BAB III
METODE PENELITIAN

3.1 Pendekatan dan Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini bersifat deskriptif dengan pendekatan kualitatif, yaitu

data yang dikumpulkan berbentuk kata-kata, gambar, bukan angka-angka.

Menurut Bogdan dan Taylor, sebagaimana yang dikutip oleh Lexy J. Moleong,

penelitian kualitatif adalah prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif

berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang diamati.

Ada pun tujuan dari penelitian deskriptif adalah untuk mendeskripsikan

suatu populasi, situasi, atau fenomena yang diteliti oleh peneliti didaerah tersebut.

Penelitian ini digunakan untuk mengetaui bagaimana “Peran Jumantik terhadap

program Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN)) dan Angka Bebas Jentik (ABJ)

di Wilayah Kerja Puskesmas Sambas Kota Sibolga.

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

3.2.1 Lokasi Peneliti

Penelitian ini bertujuan untuk mendapat gambaran dan informasi yang

lebih jelas, lengkap, serta memungkinkan dan mudah bagi peneliti untuk

melakukan penelitian observasi. Oleh karena itu, maka penulis menetapkan lokasi

penelitian adalah tempat di mana penelitian akan dilakukan di Wilayah Kerja

Puskesmas Sambas, adapun alasan pengambilan tempat penelitian ini adalah

dimana Puskesmas Sambas merupakan salah satu Puskesmas yang ada Program

36
dan aktif kegiatan Jumantik sehingga peneliti memungkinkan untuk mendapat

sampel yang mencukupi.

3.2.2 Waktu Penelitian

Waktu pelaksanaan penelitian ini direncanakan dari bulan Maret-juli 2021

dengan kegiatan seperti : Penulisan literature, Studi Pendahuluan. Konsul

Proposal, Penyusunan Proposal, Sidang Proposal, Penelitian, Penyusunan Hasil

Penelitian, Ujian Skripsi.

3.3 Sumber Data

Menurut Lofland dan Lofland sebagaimana yang telah dikutip oleh Lexy.

J. Moleong dalam bukunya yang berjudul Metodologi Penelitian Kualitatif,

mengemukakan bahwa sumber data utama dalam penelitian kualitatif adalah kata-

kata dan tindakan, selebihnya berupa data tambahan seperti dokumen dan lain-

lain.

Sedangkan yang dimaksud sumber data dalam penelitian adalah subyek

dari mana data dapat diperoleh. Apabila menggunakan wawancara dalam

mengumpulkan datanya maka sumber datanya disebut informan, yaitu orang yang

merespon atau menjawab pertanyaan-pertanyaan baik secara tertulis maupun

lisan. Apabila menggunakan observasi maka sumber datanya adalah berupa

benda, gerak, atau proses sesuatu. Apabila menggunakan dokumentasi, maka

dokumen atau catatanlah yang menjadi sumber datanya.

Dalam penelitian ini sumber data primer diperoleh dari hasil wawancara

dan kuesioner yang dibagikan kepada Kader Jumantik Kelurahan Pancuran

37
Gerobak. Sedangkan sumber data sekunder dalam penelitian ini diperoleh data

Angka Bebas Jentik di Wilayah Kerja Puskesmas Sambas.

3.4 Teknik Pengumpulan Data

Dalam hal pengumpulan data ini, penulis terjun langsung pada objek

penelitian untuk mendapatkan data yang valid, maka peneliti menggunakan

metode sebagai berikut:

1. Observasi

Observasi merupakan teknik yang mendasar dalam penelitian non tes.

Observasi dilakukan dengan pengamatan yang jelas, rinci dan lengkap.

Observasi dalam penelitian kualitatif dilakukan terhadap situasi yang

sebenarnya, tanpa dipersiapkan, dirubah atau bukan diadakan khusus

untuk keperluan penelitian. Observasi dilakukan pada obyek penelitian

sebagai sumber data dalam keadaan asli atau sebagaimana keadaan sehari-

hari.

Observasi langsung ini dilakukan peneliti untuk mengoptimalkan data

mengenai gambaran karakteristik kader jumantik di kelurahan Pancuran

Gerobak kecamatan Sibolga Kota, Kota Sibolga, angka bebas jentik di

wilayah kerja Puskesmas Sambas Kota sibolga. Observasi ini bertujuan

untuk mendapatkan data yang lebih lengkap mengenai Peran Jumantik

Terhadap Program Pemberantasan Sarang Nyamuk dan Angka Bebas

Jentik di Wilayah Kerja Puskesmas

38
2. Wawancara

Wawancara adalah proses memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian

dengan cara tanya jawab sambil menatap muka antara penanya atau

pewawancara dengan penjawab atau responden dengan menggunakan

panduan wawancara. Dalam penelitian ini, peneliti mencatat semua

jawaban dari responden sebagaimana adanya. Pewawancara sesekali

menyelingi jawaban responden, baik untuk meminta penjelasan maupun

untuk meluruskan bilamana ada jawaban yang menyimpang dari

pertanyaan. Jenis wawancara yang digunakan dalam penelitian ini adalah

wawancara terstruktur. Maksudnya, dalam melakukan wawancara peneliti

sudah menyiapkan instrumen penelitian berupa pertanyaan-pertanyaan

tertulis. Di sini, peneliti melakukan wawancara kepada unit bagian

Jumantik dan Kader jumantik.

3. Dokumentasi

Menurut Djam’an Satori (2011: 149), studi dokumentasi yaitu

mengumpulkan dokumen dan data-data yang diperlukan dalam

permasalahan penelitian lalu ditelaah secara intens sehingga dapat

mendukung dan menambah kepercayaan dan pembuktian suatu kejadian.

Dokumen yang digunakan pada penelitian ini berupa daftar responden

penelitian, foto pemeriksaan jentik dirumah-rumah warga dan observasi.

39
3.5 Teknik Analisis Data

Analisis data yang digunakan adalah metode deskriptif analitik, yaitu

mendeskripsikan data yang dikumpulkan berupa kata-kata, gambar, dan

bukan angka. Data yang berasal dari naskah, wawancara, catatan lapangan,

dokuman, dan sebagainya, kemudian dideskripsikan sehingga dapat

memberikan kejelasan terhadap kenyataan atau realitas. Analisis data

dalam penelitian kualitatif dilakukan sejak sebelum memasuki lapangan,

selama di lapangan dan setelah selesai di lapangan.

Analisis data versi Miles dan Huberman, bahwa ada tiga alur kegiatan,

yaitu reduksi data, penyajian data, serta penarikan kesimpulan atau

verifikasi.

1. Reduksi data diartikan sebagai proses pemilihan, pemusatan perhatian

pada penyederhanaan, pengabstrakan, dan transformasi data “kasar”

yang muncul dari catatan lapangan. Reduksi dilakukan sejak

pengumpulan data, dimulai dengan membuat ringkasan, mengkode,

menelusuri tema, menulis memo, dan lain sebagainya, dengan maksud

menyisihkan data atau informasi yang tidak relevan, kemudian data

tersebut diverifikasi.

2. Penyajian data adalah pendeskripsian sekumpulan informasi tersusun

yang memberikan kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan

pengambilan tindakan. Penyajian data kualitatif disajikan dalam

bentuk teks naratif, dengan tujuan dirancang guna menggabungkan

informasi yang tersusun dalam bentuk yang padu dan mudah dipahami.

40
3. Penarikan kesimpulan atau verifikasi merupakan kegiatan akhir

penelitian kualitatif. Peneliti harus sampai pada kesimpulan dan

melakukan verifikasi, baik dari segi makna maupun kebenaran

kesimpulan yang disepakati oleh tempat penelitian itu dilaksanakan.

Makna yang dirumuskan peneliti dari data harus diuji kebenaran,

kecocokan, dan kekokohannya. Peneliti harus menyadari bahwa dalam

mencari makna, ia harus menggunakan pendektan emik, yaitu dari

kacamata key information, dan bukan penafsiran makna menurut

pandangan peneliti (pandangan etik).

3.6 Pemeriksaan Keabsahan Data

3. Teknik pemeriksaan keabsahan data dalam penelitian ini yaitu dengan

menggunakan triangulasi. Triangulasi adalah teknik pemeriksaan

keabsahan data dengan memanfaatkan sesuatu yang lain diluar data

untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data

tersebut. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan dua jenis

triangulasi yaitu triangulasi sumber dan triangulasi teknik. Triangulasi

sumber yaitu untuk menguji kredibilitas data yang dilakukan dengan

cara mengecek data yang telah diperoleh melalui beberapa sumber.

Triangulasi sumber ini digunakan oleh peneliti untuk mengecek data

yang diperoleh dari Puskesmas dan Kader Jumantik. Sedangkan

triangulasi teknik yaitu untuk menguji kredibilitas data yang dilakukan

dengan cara mengecek data kepada sumber yang sama dengan teknik

yang berbeda. Triangulasi teknik ini digunakan oleh peneliti setelah

41
mendapatkan hasil wawancara yang kemudian dicek dengan hasil

observasi dan dokumentasi. Dari ketiga teknik tersebut tentunya akan

menghasilkan sebuah kesimpulan terkait penerapan pembentukan

karakteristik kader jumantik di kelurahan Pancuran Gerobak

kecamatan Sibolga Kota, Kota Sibolga dan Mengetahui angka bebas

jentik di wilayah kerja Puskesmas Sambas Kota sibolga

42

Anda mungkin juga menyukai