Anda di halaman 1dari 16

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

Setelah dilakukan penelitian tentang “Pengaruh Pemberian Pilar Diabetes

Melitus Melalui Aplikasi Whatsapp Messenger Terhadap Kadar Gula Darah

Lansia di Puskesmas Wangon 1” yang dilakukan pada bulan Maret 2020

terhadap 30 responden didapatkan hasil sebagai berikut:

1. Analisa Univariat

a. Gambaran Karakteristik Responden

Karakteristik responden pada penelitian ini meliputi umur, jenis kelamin

dan pekerjaan.

Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Karakteristik responden pada kelompok


intervensi dan kontrol.

Hasil
Karakteristik Total
Intervensi Kontrol
Umur
56-65 Tahun 9 (60%) 12 (80%) 21 (70%)
> 65 Tahun 6 (40%) 3 (30%) 9 (30%)
Jenis Kelamin
Perempuan 11 (73,3%) 11 (73,3%) 22 (76,7%)
Laki-Laki 4 (26,7%) 4 (26,7%) 8 (23,3%)
Pekerjaan
Buruh 2 (13,3%) 1 (6,7%) 3 (10%)
Pedagang 4 (26,7%) 1 (6,7%) 5 (16,7%)
Petani 1 (6,7%) 2 (13,3%) 3 (10%)
PNS 2 (13,3%) 3 (20%) 5 (16,7%)
Tidak Bekerja (IRT) 6 (40) 8 (53,3%) 14 (46,6%)

Tabel 4.1 menunjukan sebagian besar usia responden adalah 56-65

tahun sebanyak 21 responden (70%), sebagian besar responden memiliki

56
57

jenis kelamin perempuan sebanyak 22 responden (76,7%) dan sebagian

besar responden tidak bekerja (IRT) sebanyak 14 responden (46,6%).

2. Analisa Bivariat

a. Mendeskripsikan kadar gula darah pada penderita diabetes melitus

lansia sebelum diberikan intervensi pemberian pilar diabetes melitus

melalui aplikasi WA pada kelompok eksperimen dan kelompok

kontrol

Tabel 4.2 Kadar Gula Darah Pada Penderita Diabetes Melitus Lansia
Sebelum Diberikan Intervensi Pemberian Pilar Diabetes
Melitus Melalui Aplikasi WA Pada Kelompok
Eksperimen Dan Kelompok Kontrol di Puskesmas
Wangon 1 (n: 30)

Hasil
Kadar Gula Darah Pre
Eksperimen Kontrol
Mean 325,53 262,47
Standar Deviasi (SD) 80,901 81,773
Min-Max 203-461 173-448

Tabel 4.2 menunjukan rata-rata kadar gula darah pasien diabetes

sebelum diberikan intervensi pada kelompok eksperimen adalah 325,53

mg/dl dan pada kelompok kontrol adalah 262,47 mg/dl.

b. Mendeskripsikan kadar gula darah pada penderita diabetes melitus

lansia sesudah diberikan intervensi pemberian pilar diabetes melitus

melalui aplikasi WA pada kelompok eksperimen dan kelompok

kontrol

Tabel 4.3 Kadar Gula Darah Pada Penderita Diabetes Melitus Lansia
Sesudah Diberikan Intervensi Pemberian Pilar Diabetes
Melitus Melalui Aplikasi WA Pada Kelompok
58

Eksperimen Dan Kelompok Kontrol di Puskesmas


Wangon 1 (n: 30)

Hasil
Kadar Gula Darah Post
Eksperimen Kontrol
Mean 213,07 287,73
Standar Deviasi (SD) 43,758 81,401
Min-Max 170-303 195-431

Tabel 4.3 menunjukan rata-rata kadar gula darah pasien diabetes

sesudah diberikan intervensi pada kelompok eksperimen adalah 213,07

mg/dl dan pada kelompok kontrol adalah 287,73 mg/dl.

c. Membuktikan pengaruh kadar gula darah pada penderita diabetes

melitus lansia sebelum dan sesudah pemberian intervensi pemberian

pilar diabetes melitus melalui aplikasi WA terhadap kelompok

eksperimen dan kelompok kontrol.

Hasil uji normalitas didapatkan nilai p value kelompok eksperimen

sebesar 0,074 dan kelompok kontrol sebesar 0,978 > α (0,05), hal ini

menunjukkan bahwa data terdistribusi normal sehingga analisis data

menggunakan uji paired t-test. Sedangkan hasil uji normalitas uji beda

dua kelompok didapatkan nilai p value sebesar 0,401 > α (0,05), hal ini

menunjukan bahwa data terdistribusi normal sehingga analisis data

menggunakan uji independent t-test

Tabel 4.4 Perbedaan Kadar Gula Darah Pada Penderita Diabetes Melitus
Lansia Sebelum Dan Sesudah Pemberian Intervensi Pada
Kelompok Eksperimen Dan Kelompok Kontrol di Puskesmas
Wangon 1 (n: 30)

Mean t p value Mean p


Kelompok
value
Eksperimen -112,467 6,759 0,0001 -137,733 0,0001
59

Kontrol 25,267 -1,827 0,089

Tabel 4.4 diketahui pada kelompok eksperimen mengalami

penurunan kadar gula darah sebesar 112,467 mg/dl dengan nilai ρ-value

sebesar 0,0001 yang artinya ρ-value < α (0,05) hal ini berarti terdapat

perbedaan kadar gula darah pada penderita diabetes melitus lansia

sebelum dan sesudah pemberian intervensi pada kelompok eksperimen.

Sedangkan pada kelompok kontrol mengalami penurunan kadar gula

darah sebesar 25,267 mg/dl dengan nilai ρ-value sebesar 0,089 yang

artinya ρ-value > α (0,05) hal ini berarti tidak terdapat perbedaan kadar

gula darah pada penderita diabetes melitus lansia sebelum dan sesudah

pemberian intervensi pada kelompok kontrol.

Tabel 4.4 menunjukan hasil uji beda pada kelompok eksperimen

dan kontrol didapatkan nilai ρ-value sebesar 0,0001 yang artinya ρ-value

< α (0,05) hal ini berarti terdapat perbedaan kadar gula darah pada

penderita diabetes melitus lansia pada kelompok eksperimen dengan

kelompok kontrol.

B. Pembahasan

1. Karakteristik Responden Penelitian

a. Umur

Hasil penelitian didapatkan sebagian besar usia responden adalah

56-65 tahun sebanyak 21 responden (70%) (tabel 4.1). Usia

mempengaruhi resiko dan kejadian DM. Usia sangat erat kaitannya


60

dengan kenaikan kadar glukosa darah, sehingga semakin meningkat usia

maka prevalensi DM dan gangguan toleransi glukosa semakin tinggi.

Proses menua yang berlangsung setelah usia 30 tahun mengakibatkan

perubahan anatomis, fisiologis dan biokimia. Menurut WHO setelah usia

30 tahun, maka kadar glukosa darah akan naik 1-2 mg/dL/tahun pada saat

puasa dan akan naik 5,6-13 mg/dL pada 2 jam setelah makan (Sudoyo et

al, 2009). DM Tipe 2 merupakan DM yang sering terjadi pada orang

dewasa usia lebih dari 35 tahun (LeMone, Burke, & Bauldoff, 2011).

Menurut Merck (2008), DM tipe 2 biasanya bermula pada pasien

yang umurnya lebih dari 30 dan menjadi semakin lebih umum dengan

peningkatan usia. Sekitar 15% dari orang yang lebih tua dari 70 tahun

menderita DM tipe 2. Soegondo (2011) menjelaskan bahwa usia

merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi kesehatan

seseorang. Kebanyakan penderita diabetes melitus di negara berkembang

berusia antara 45 sampai 64 tahun, yang merupakan golongan usia yang

masih sangat produktif.

Hal ini sejalan dengan yang dipaparkan oleh Awad et al (2013)

dalam penelitiannya yang menyatakan bahwa penderita diabetes

terbanyak di rentang usia 51-60 tahun dan secara umum penderita paling

banyak didapatkan pada usia 40-60 tahun. Penelitian Yulianto (2010),

menyebutkan karakteristik umur pasien diabetes melitus di RSUD Dr.

Moewardi Surakarta 80% berumur diatas 40 tahun. Menurut Pangemanan

(2014), seseorang yang berumur diatas 46 tahun memiliki peningkatan


61

resiko terhadap terjadinya DM dan intoleransi glukosa yang di sebabkan

oleh faktor degeneratif yaitu menurunya fungsi tubuh, khususnya

kemampuan dari sel β dalam memproduksi insulin untuk memetabolisme

glukosa.

b. Jenis Kelamin

Hasil penelitian didapatkan sebagian besar responden memiliki

jenis kelamin perempuan sebanyak 22 responden (76,7%) (tabel 4.1). Hal

ini berkaitan dengan wanita lebih beresiko mengidap penyakit diabetes

karena secara fisik wanita memiliki peluang peningkatan indeks masa

tubuh yang lebih besar serta adanya hubungan faktor proses hormonal

yang lebih besar dibandingkan laki-laki berkaitan dengan sindroma siklus

bulanan (premenstrual syndrom). Perempuan dnegan usia lebih dari 40

tahun mengalami perubahan hormonal yaitu terjadi penurunan hormon

estrogen dan progesteron. Estrogen pada dasarnya berfungsi untuk

menjaga keseimbangan kadar gula darah dan meningkatkan penyimpanan

lemak, serta progesteron yang berfungsi menormalkan kadar gula darah

dan membantu menggunakan lemak sebagai energi.

Menurut Irawan (2010) kejadian diabetes mellitus pada perempuan

karena adanya sindrom siklus bulanan (premenstrual syndrome),

pascamenopause membuat distribusi lemak di tubuh menjadi mudah

terakumulasi akibat proses hormonal tersebut sehingga perempuan lebih

beresiko menderita mengalami diabetes mellitus. Pendapat lain tentang

risiko kejadian diabetes mellitus pada laki-laki yang lebih banyak karena
62

risiko dari adanya distribusi lemak tubuh. Kejadian diabetes mellitus

pada laki-laki karena penumpukan lemak terkonsentrasi di sekitar perut

sehingga memicu obesitas sentral yang lebih berisiko memicu gangguan

metabolisme (Pramudiarja, 2011).

Hal ini sejalan dengan seperti yang dipaparkan oleh Rivandi et al

(2015) yang menyatakan bahwa proporsi penderita DM lebih tinggi

terjadi pada wanita dibandingkan laki-laki berkaitan dengan peluang

peningkatan IMT dan faktor hormonal. Penelitian Trisnawati (2012),

menyebutkan dari 50 sampel pasien DM Tipe II di Puskesmas

Kecamatan Cengkareng Jakarta Barat 62,1% adalah perempuan.

c. Pekerjaan

Hasil penelitian didapatkan sebagian besar responden tidak bekerja

(IRT) sebanyak 14 responden (46,6%) (tabel 4.1). Pekerjaan responden

berkaitan dengan tuntutan tugas atau target yang harus dicapai, apabila

seseorang yang bekerja gagal memenuhi tuntutan tugas dan target hal

tersebut dapat menimbulkan tekanan terhadap responden yang berakibat

responden mengalami stres.

Watkins (2010) menyatakan bahwa stres menyebabkan produksi

berlebih pada kortisol, kortisol adalah suatu hormon yang melawan efek

insulin dan menyebabkan kadar gula darah tinggi, jika seseorang

mengalami stress berat yang dihasilkan dalam tubuhnya, maka kortisol

yang dihasilkan akan semakin banyak, ini akan mengurangi sensivitas

tubuh terhadap insulin. Kortisol merupakan musuh dari insulin sehingga


63

membuat glukosa lebih sulit untuk memasuki sel dan meningkatkan gula

darah. Hal ini didukung dengan penelitian Putri (2017) dalam

penelitiannya yaitu terdapat hubungan yang bermakna antara tingkat stres

klien DM tipe 2 dengan kadar glukosa darah di Poliklinik Khusus

Penyakit Dalam RSUP Dr. M. Djamil Padang tahun 2016.

Pekerjaan responden juga dikaitkan dengan aktivitas yang

dilakukan klien dalam kehidupan sehari-hari. Aktivitas yang dilakukan

oleh penderita diabetes melitus meningkatkan penggunaan energi di

dalam tubuh sehingga mampu menurunkan kadar gula darah. Hasil

penelitian ini juga sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh

Diani (2013) menunjukkan bahwa mayoritas penderita diabetes melitus

masih bekerja, hal ini dikaitkan dengan aktivitas fisik sehari-hari.

Aktivitas merupakan salah satu dari pilar manajemen diabetes melitus

yang dapat berkontribusi dalam pengelolaan diabetes melitus dan

mencegah terjadinya komplikasi. Hasil penelitian ini berbeda dengan

penelitian Arifin (2011) menunjukkan bahwa responden yang tidak

bekerja beresiko 1,6 kali mengalami komplikasi dibanding responden

yang bekerja.

2. Uji Pengaruh

Hasil penelitian didapatkan rata-rata kadar gula darah pasien

diabetes sebelum diberikan intervensi pada kelompok eksperimen adalah

325,53 mg/dl dan pada kelompok kontrol adalah 262,47 mg/dl (tabel

4.2).
64

Hasil penelitian diketahui bahwa kadar gula darah pada pasien DM

sebelum diberikan intervensi baik pada kelompok kontrol maupun

eksperimen tergolong tinggi. Menurut Ilyas (2011), masalah utama pada

diabetes mellitus adalah kurangnya respon terhadap insulin (resistensi

insulin) sehingga glukosa tidak dapat masuk ke dalam sel. Permeabilitas

membran terhadap glukosa meningkat saat otot berkontraksi karena

kontraksi otot memiliki sifat seperti insulin. Sehingga, pada saat

beraktivitas fisik seperti berolahraga berguna sebagai kendali gula darah

serta membuat resistensi insulin. Pada diabetes mellitus tipe II olahraga

atau aktivitas fisik berperan dalam pengaturan kadar glukosa darah.

Tingginya kadar gula darah pada lansia dalam penelitian ini dapat

disebabkan karena kurangnya aktifitas fisik yang dilakukan oleh

responden, karena dengan melakukan aktifitas fisik yang rajin dapat

membantu sirkulasi darah menjadi lebih lancar. Stanley dan Beare (2011)

menyatakan, keuntungan dari program latihan pada lansia terutama pada

sistem muskuloskeletalnya adalah peningkatan kekuatan otot, ROM

(Range of Motion), kelenturan, kepadatan tulang, dan sirkulasi darah. Hal

ini sesuai dengan pendapat Hirsch et al., (2013) menyatakan bahwa

latihan aktivitas intensitas tinggi pada lansia dengan penyakit Parkinson

idiopatik yang dilakukan 3 kali seminggu selama 4 minggu dapat

meningkatkan kekuatan otot dan sirkulasi darah. Begitu pula penelitian

yang dilakukan oleh Gunarto (2015) menunjukkan bahwa lansia yang

diberikan latihan four square step yaitu salah satu bentuk latihan gerak
65

secara dinamik selama 4 minggu mempunyai sirkulasi darah lebih baik

secara signifikan dibanding sebelum latihan.

Selain disebabkan karena kurangnya aktifitas fisik tingginya kadar

gula darah sebelum diberikan intervensi dalam penelitian ini juga dapat

disebabkan karena faktor umur responden. Proses menua yang

berlangsung setelah umur 30 tahun mengakibatkan perubahan anatomis,

fisiologis, dan biokimia. Perubahan dimulai dari tingkat sel berlanjut ke

tingkat jaringan dan akhirnya pada tingkat organ yang mempengaruhi

fungsi homeostasis. Komponen tubuh yang mengalami perubahan adalah

sel β pankreas penghasil insulin, sel-sel jaringan target yang

menghasilkan glukosa, sistem saraf, dan hormon lain yang

mempengaruhi kadar glukosa darah. Hasil penelitian ini sejalan dengan

pernyataan Golberg dan Coon (2016) bahwa umur sangat erat kaitannya

dengan kenaikan kadar glukosa darah sehingga semakin meningkat usia

maka prevalensi diabetes dan gangguan toleransi glukosa semakin tinggi.

Rata-rata kadar gula darah pasien diabetes sesudah diberikan

intervensi pada kelompok eksperimen adalah 213,07 mg/dl dan pada

kelompok kontrol adalah 287,73 mg/dl (tabel 4.3). Berdasarkan hasil

penelitian diketahui penurunan kadar gula darah pada kelompok

eksperimen (112,467 mg/dl) lebih besar dibandingkan kelompok kontrol

(25,267 mg/dl), hal ini dpaat terjadi karena pada kelompok eksperimen

mendapatkan edukasi tentang pilar diabetes mellitus sehingga responden

dapat lebih meningkatkan pengetahuan responden yang dapat


66

mempengaruhi perilaku responden dalam mengontrol kadar gula

darahnya.

Edukasi diabetes adalah pendidikan dan pelatihan mengenai

pengetahuan dan ketrampilan bagi penderita diabetes yang bertujuan

menunjang perubahan perilaku untuk meningkatkan pemahaman

penderita akan penyakitnya, yang diperlukan untuk mencapai keadaan

sehat optimal, dan penyesuaian keadaan psikologik serta kualitas hidup

yang lebih baik. Edukasi merupakan bagian integral dari asuhan

keperawatan penderita diabetes melitus (Soegondo, 2009).

Hasil penelitian dilakukan oleh Nuradhayani, Arman, & Sudirman

(2017), menyatakan terdapat pengaruh dalam pemberian intervensi

DSME dan pemberian leaflet diabetes mellitus dalam menahan laju

kenaikan kadar glukosa pada penderita diabetes mellitus tipe2, hal ini

dibuktikan bahwa jika dibandingkan dengan selisih kenaikan kadar

glukosa darah terjadi perubahan yang signifikan dibandingkan dengan

kelompok kontrol.

Hasil penelitian didapatkan pada kelompok eksperimen mengalami

penurunan kadar gula darah sebesar 112,467 mg/dl dengan nilai ρ-value

sebesar 0,0001 yang artinya ρ-value < α (0,05) hal ini berarti terdapat

perbedaan kadar gula darah pada penderita diabetes melitus lansia

sebelum dan sesudah pemberian intervensi pada kelompok eksperimen.

Sedangkan pada kelompok kontrol mengalami penurunan kadar gula

darah sebesar 25,267 mg/dl dengan nilai ρ-value sebesar 0,089 yang
67

artinya ρ-value > α (0,05) hal ini berarti tidak terdapat perbedaan kadar

gula darah pada penderita diabetes melitus lansia sebelum dan sesudah

pemberian intervensi pada kelompok kontrol (tabel 4.4).

Tabel 4.4 menunjukan hasil uji beda pada kelompok eksperimen

dan kontrol didapatkan nilai ρ-value sebesar 0,0001 yang artinya ρ-value

< α (0,05) hal ini berarti terdapat perbedaan kadar gula darah pada

penderita diabetes melitus lansia pada kelompok eksperimen dengan

kelompok kontrol.

Menurut PERKENI (2015) secara umum terdapat 4 pilar dalam

upaya melakukan pengelolaan pada penderita DM, yang pertama adalah

edukasi, dalam hal ini penderita DM harus paham betul mengenai proses

pembelajaran tentang pemantauan gula darah mandiri, riwayat penyakit

DM, tanda dan gejala serta pencegahannya, untuk menjamin keberhasilan

penanganan DM secara mandiri, pasien harus mampu menakar sendiri

makanan yang akan di konsumsi agar gula darahnya tetap stabil.

Hasil penelitian diketahui bahwa intervensi edukasi yang dilakukan

pada penelitian ini dapat memberikan hasil peningkatan pengetahuan

yang lebih baik sesudah diberikan edukasi daripada sebelum dilakukan

edukasi. Penelitian ini sejalan dengan penelitian Khartini Khaluku (2012)

dimana hasil penelitiannya adalah terjadi peningkatan pengetahuan

sebesar 42,3% dan memberikan kontribusi untuk GDS terkendali sebesar

48,2% (Kaluku, 2012). Hasil penelitian yang sama dari Mubarti (2013)

yang menyatakan bahwa edukasi berpengaruh terhadap peningkatan


68

pengetahuan secara berkala pada penderita diabetes melitus dengan nilai

p = 0,031 (Mubarti, 2013). Penelitian yang dilakukan oleh Rosmawati

(2013) juga mengemukakan hal yang sama, yaitu terdapat perbedaan

yang signifikan sebelum dan sesudah pendidikan kesehatan/edukasi.

Edukasi pada pasien merupakan salah satu pilar penting dalam

pengelolaan diabetes melitus untuk mengoptimalkan terapi pengobatan.

Jika edukasi dapat dijalankan secara efektif, dapat meningkatkan

pengetahuan dan pengelolaan pasien terhadap penyakitnya. Penderita

diabetes melitus yang mempunyai pengetahuan yang cukup tentang

diabetes, kemudian selanjutnya mengubah perilakunya, akan dapat

mengendalikan kondisi penyakitnya sehingga dapat hidup lebih lama

(Prihatin, 2008). 

Penanganan yang tepat terhadap penyakit diabetes mellitus sangat

di perlukan. Penanganan Diabetes mellitus dapat dikelompokkan dalam

lima pilar, yaitu edukasi, perencanaan makan, latihan jasmani, intervensi

farmakologis dan pemeriksaan gula darah. Berdasarkan hasil penelitian

Haida, Putri, & Isfandiari (2013) menunjukkan ada hubungan penyerapan

edukasi dengan rerata kadar gula darah. Dan ada hubungan antara

pengaturan makan dengan rerata kadar gula darah. Pada variabel

berikutnya, ada hubungan olahraga dengan rerata kadar gula darah. Dan

ada hubungan kepatuhan pengobatan dengan rerata kadar gula darah).

Keberhasilan pengelolaan diabetes melitus membutuhkan partisipasi aktif


69

pasien, keluarga, tenaga kesehatan terkait dan masyarakat. Pencapaian

keberhasilan perubahan perilaku, dibutuhkan edukasi yang komprehensif.

Penelitian Rahayu, Kamaluddin, & Sumarwati (2014) memberikan

pendidikan dan pelatihan kepada penderita DM tentang penyakit DM dan

perawatannya, memberikan motivasi kepada keluarga dan penderita

bahwa perawatan secara rutin pada penderita DM penting dilakukan

untuk menghindari komplikasi.

C. Keterbatasan Penelitian

Adapun keterbatasan dalam penelitian ini adalah

1. Dalam penelitian ini peneliti tidak menentukan jenis atau tipe DM yang

dialami oleh responden.

2. Peneliti tidak melakukan atau mengukur data tentang lama menderita DM

yang dapat mempengaruhi kadar gula darah.


70

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

1. Karakteristik responden sebagian besar usia adalah 56-65 tahun (70%),

sebagian besar responden memiliki jenis kelamin perempuan (76,7%) dan

sebagian besar responden tidak bekerja (IRT) (46,6%).

2. Rata-rata kadar gula darah pasien diabetes sebelum diberikan intervensi

pada kelompok eksperimen adalah 325,53 mg/dl dan pada kelompok kontrol

adalah 262,47 mg/dl.

3. Rata-rata kadar gula darah pasien diabetes sesudah diberikan intervensi pada

kelompok eksperimen adalah 213,07 mg/dl dan pada kelompok kontrol

adalah 287,73 mg/dl.

4. Ada perbedaan kadar gula darah pada penderita diabetes melitus lansia

sebelum dan sesudah pemberian intervensi pada kelompok eksperimen dan

kelompok kontrol dengan nilai ρ-value sebesar 0,0001.


71

B. Saran

1. Bagi Responden

Bagi pasien DM hendaknya senantiasa menjaga kondisi tubuhnya dengan

aktif melakukan aktifitas fisik, dan hasil penelitian ini diharapkan dapat

menjadi masukan bagi pasien untuk meningkatkan kesadaran dalam

melaksanakan pilar diabetes agar tidak terjadi komplikasi.

2. Bagi Tempat Penelitian

Bagi puskesmas, sangat perlu memberikan informasi melalui brosur, liflet,

maupun papan pengumuman mengenai penatalaksanaan DM.

3. Bagi Peneliti Selanjutnya

Bagi penelitian selanjutnya, diharapkan mempertimbangkan jumlah sampel

yang lebih besar untuk hasil penelitian yang lebih menyeluruh serta dapat

melakukan penelitian terhadap variabel-variabel lain yang kemungkinan

memiliki hubungan dengan kadar gula draah pasien.

Anda mungkin juga menyukai