Anda di halaman 1dari 7

Tugas Baca

Stase Bedah Periode 31 Mei s/d 20 Juni 2021

Istilah BPH sebenarnya merupakan istilah histopatologis, yaitu adanya hiperplasia sel
stroma dan sel epitel kelenjar prostat. Banyak faktor yang diduga berperan dalam
proliferasi/pertumbuhan jinak kelenjar prostat. Pada dasarnya BPH tumbuh pada pria yang
menginjak usia tua dan memiliki testis yang masih menghasilkan testosteron. Di samping itu,
pengaruh hormon lain (estrogen, prolaktin), pola diet, mikrotrauma, inflamasi, obesitas, dan
aktivitas fisik diduga berhubungan dengan proliferasi sel kelenjar prostat secara tidak
langsung.
Sementara itu, istilah benign prostatic enlargement (BPE) merupakan istilah klinis
yang menggambarkan bertambahnya volume prostat akibat adanya perubahan histopatologis
yang jinak pada prostat (BPH). Pada kondisi yang lebih lanjut, BPE dapat menimbulkan
obstruksi pada saluran kemih, disebut dengan istilah benign prostatic obstruction (BPO).
BPO sendiri merupakan bagian dari suatu entitas penyakit yang mengakibatkan obstruksi
pada leher kandung kemih dan uretra, dinamakan bladder outlet obstruction (BOO). Adanya
obstruksi pada BPO ataupun BOO harus dipastikan menggunakan pemeriksaan urodinamik.
Untuk menilai tingkat keparahan dari keluhan pada saluran kemih bagian bawah,
beberapa ahli dan organisasi urologi membuat sistem penilaian yang secara subjektif dapat
diisi dan dihitung sendiri. Sistem penilaian yang dianjurkan oleh organisasi kesehatan dunia
(WHO) adalah International Prostatic Symptoms Score (IPSS).
IPSS merupakan pengembangan dari AUA symptom score yang ditambah dengan satu
pertanyaan mengenai kualitas hidup. IPSS berisi tujuh pertanyaan mengenai gejala dan satu
pertanyaan untuk menilai kualitas hidup, dimana pasien dapat menilai keluhan secara
kuantitatif dalam skala 0-5. Nilai maksimal dari IPSS adalah 35. Derajat gejala saluran kemih
bagian bawah dikelompokkan menjadi tiga, nilai 0-8 derajat ringan, 9-19 derajat sedang, dan
20 ke atas derajat berat. IPSS hanya digunakan untuk menilai beratnya gejala, dan bukan
merupakan faktor diagnostik untuk menegakkan adanya BPH.
 International Prostate Symptom Score (IPSS)
Tujuan terapi pada pasien BPH adalah memperbaiki kualitas hidup pasien.Terapi yang
didiskusikan dengan pasien tergantung pada derajat keluhan, keadaan pasien, serta
ketersediaan fasilitas setempat. Pilihannya adalah: (1) konservatif (watchful waiting),
(2)medikamentosa, (3)pembedahan, dan (4) lain-lain (kondisi khusus).

Konservatif
Terapi konservatif pada BPH dapat berupa watchful waiting yaitu pasien tidak
mendapatkan terapi apapun tetapi perkembangan penyakitnya tetap diawasi oleh dokter.
Pilihan tanpa terapi ini ditujukan untuk pasien BPH dengan skor IPSS dibawah 7, yaitu
keluhan ringan yang tidak mengganggu aktivitas sehari-hari.
Pada watchful waiting ini, pasien diberi penjelasan mengenai segala sesuatu hal yang
mungkin dapat memperburuk keluhannya, misalnya:
 jangan banyak minum dan mengkonsumsi kopi atau alkohol setelah makan malam,
 kurangi konsumsi makanan atau minuman yang menyebabkan iritasi pada kandung
kemih (kopi atau cokelat),
 batasi penggunaan obat-obat influenza yang mengandung fenilpropanolamin,
 jangan menahan kencing terlalu lama.
 penanganan konstipasi
Medikamentosa
Terapi medikamentosa diberikan pada pasien dengan skor IPSS >7. Jenis obat-obat yang
digunakan adalah :

1. α1-‐blocker
Pengobatan dengan α1-blocker bertujuan menghambat kontraksi otot polos prostat sehingga
mengurangi resistensi tonus leher kandung kemih dan uretra. Beberapa obat α1-blocker yang
tersedia, yaitu terazosin, doksazosin, alfuzosin, dan tamsulosin yang cukup diberikan sekali
sehari serta silodosin dengan dosis 2 kali sehari.

 Harnal Ocas
Komposisi : Tamsulosin HCl
Tamsulosin Hcl merupakan derivate Kuinazolin yang merupakan antagonis kompetitif
pada reseptor α1 yang sangat selektif dan sangat poten. Tamsulosin lebih selektif untuk
reseptor α1A (dan α1D) sehingga lebih kuat memblok α1A di prostat. Karena itu
tamsulosin efektif untuk pengobatan BPH dengan hanya sedikit efek terhadap tekanan
darah.
Pemberian α1-bloker pada BPH menyebabkan relaksasi otot otot trigon dan sfingter di
leher kandung kemih serta otot polos kelenjar prostat yang membesar, sehingga
memperbaiki aliran urin serta gejala – gejala lain yang menyertai obstruksi prostat
tersebut.
Farmakodinamik :
Efeknya yang utama adalah hasil hambatan reseptor α1 pada otot polos arteriol dan
vena, yang menimbulkan vaso- dan venodilatasi sehingga menurunkan resistensi perifer
dan aliran balik vena. Penurunan resistensi perifer menyebabkan penurunan tekanan
darah tetapi biasanya tidak menimbulkan efek takikardi. Hal ini disebabkan karena (1)
α1-bloker tidak memblok reseptor α2 prasinaps sehingga tidak meningkatkan pelepasan
NE dari ujung saraf (yang akan merangsang jantung melalui reseptor β1 yang diblok);
(2) penurunan aliran balik vena menyebabkan berkurangnya peningkatan curah jantung
dan denyut jantung; (3) bekerja sentral untuk mengurangi pelepasan NE dari ujung
saraf di perifer; (4) menekan fungsi baroreseptor pada pasien hipertensi.
Karena efek vasodilatasinya, maka aliran darah di organ – organ vital (otak, jantung,
ginjal) dapat dipertahankan, demikian juga dengan aliran darah perifer di ekstremitas.
Kelompok obat ini cenderung mempunyai efek yang baik terhadap lipid serum pada
manusia, menurunkan kadar kolesterol LDL dan trigliserid serta meningkatkan kadar
kolesterol HDL.
Farmakokinetik :
Diabsorbsi dengan baik pada pemberian oral, terikat kuat pada protein plasma
(terutama α1-glikoprotein), mengalami metabolisme yang ekstensif di hati, dan hanya
sedikit yang diekskresi utuh melalui ginjal. Waktu paruh eliminasinya 5 – 10 jam.

2. 5 α-reductase inhibitor
5α-reductase inhibitor bekerja dengan menginduksi proses apoptosis sel epitel prostat yang
kemudian mengecilkan volume prostat hingga 20 – 30%. 5a-reductase inhibitor juga inhibitor
yang dipakai untuk mengobati BPH, yaitu finasteride dan dutasteride. Efek klinis finasteride
atau dutasteride baru dapat terlihat setelah 6 bulan. Finasteride digunakan bila volume prostat
>40 ml dan dutasteride digunakan bila volume prostat >30 ml. Efek samping yang terjadi
pada pemberian finasteride atau dutasteride ini minimal, di antaranya dapat terjadi disfungsi
ereksi, penurunan libido, ginekomastia, atau timbul bercak-bercak kemerahan di kulit.

 Avodart
Komposisi : Dutasteride
Dutasteride merupakan golongan 5α-reduktase inhibitor, merupakan enzim yang bekerja
menghambat perubahan testosteron menjadi dehidrotestosteron (DHT) pada kelenjar
prostat. DHT merupakan androgen primer pada kelenjar prostat. DHT adalah androgen
yang menstimulasi pertumbuhan prostat. Dengan menekan produksi DHT, prostat akan
mengalami penyusutan atau pengurangan volume.
Farmakodinamik :
Dalam hematuria. Hematuria yang berkaitan dengan BPH dapat menggunakan agen 5-
α reduktase inhibitor, terutama pasien hematuria setelah dilakukan TURP. Penekanan
angiogenesis dapat dilakukan dengan manipulasi hormon yang menghambat
testosteron. Hormon testosteron sangat mempengaruhi aliran darah ke prostat.
Testosteron akan merangsang pertumbuhan dan mempertahankan kehidupan epitel
prostat. 5α-reduktase inhibitor dapat menurunkan aliran darah ke prostat.
Dalam menghambat angiogenesis. Mekanisme testosteron mempengaruhi aliran darah
prostat masih belum banyak diketahui, efek DHT menyebabkan produksi beberapa
vasoaktif dan faktor angiogenik yang menyebabkan vasodilatasi dan angiogenesis.
Agent 5 α reduktase inhibitor dapat menurunkan ekspresi dari hypoxia induced factor–
1 alpha (HIF - 1α) dan vascular endothelial growth factor (VEGF) pada jaringan sub
epithelial prostat. VEGF diproduksi oleh tumor untuk pertumbuhan pembuluh darah.
Banyak growth factor lain ditemukan pada prostat manusia yang bekerja di bawah
pengaruh hormon testosteron dan dipercaya sebagai penyebab BPH dan angiogenesis.
Faktor angiogenik lain tersebut adalah bFGF, TGF β-1, HGF, dan EGF.
Pertumbuhan epitel prostat diawali oleh pertumbuhan vaskularnya, berarti pertumbuhan
vaskular lebih dulu dari pertumbuhan organnya. Efek pemutusan mekanisme konversi
dari testosteron ke DHT ini menyebabkan penurunan aktivitas androgen dalam
mengontrol growth factor untuk angiogenesis sehingga terjadi penurunan angiogenesis
selanjutnya terjadi penurunan perdarahan prostat.
Farmakokinetik :
Agen 5α-reduktase inhibitor akan diabsorpsi dengan cepat. Nilai rata-rata bioavaibilitas
sekitar 60%. Dutasteride akan berikatan erat dengan protein plasma. Dijumpai sejumlah
kecil kandungan obat ini dalam cairan semen yang terakumulasi dalam vesikula
seminalis.
Dutasteride pada pemakaian jangka lama akan terakumulasi secara lambat untuk
mencapai kondisi stabil, meskipun penurunan serum DHT terjadi secara cepat. Dengan
dosis harian dutasteride 0,5 mg; 65 % dan sekitar 90 % konsentrasi optimal dari terapi
tersebut dicapai setelah 1 dan 3 bulan, dan konsentrasi maksimal dicapai dalam 6 bulan.
Dutasteride dieksresi melalui hepar, terutama melalui cytochrome P450 3 A 4 (CYP 3
A 4) isoenzym system.
obat ini memiliki margin of safety yang luas hingga bisa diberikan > 10 kali dosis
normal yang direkomendasikan untuk 10-12 minggu tanpa peningkatan efek samping.
Dutasteride aman dikonsumsi pada dosis 40 mg (80 x lebih besar daripada dosis
terapeutik 0,5 mg sehari) selama 7 hari dan 5 mg (10 x lebih besar daripada dosis
terapeutik 0,5 mg sehari) selama 6 bulan. Dutasteride dengan pemakaian dosis 5 mg
sehari tidak berefek pada QT interval.
Rekomendasi dosis dutasteride 0,5 mg (1 kapsul per hari), bisa sebelum atau sesudah
makan. Efek pada ginjal, kurang dari 1 % yang diekskresikan lewat urine, tidak perlu
penyesuaian dosis pada pasien dengan gangguan faal ginjal. Pada gangguan liver perlu
berhati-hati, perlu pemeriksaan faal hati sebelum dan sesudah terapi jangka lama. Obat
ini aman diberikan pada pasien geriatri. Tidak ada penyesuaian dosis pada pasien
tersebut.

Anda mungkin juga menyukai