2014901109
FAKULTAS KESEHATAN
2020
LAPORAN PENDAHULUAN
A. TINJAUAN KASUS
1. Pengertian
2. Etiologi
Menurut Badan POM (2011), Penyebab anemia yaitu:
1) Kurang mengkonsumsi makanan yang mengandung zat besi, vitamin B12,
asam folat, vitamin C, dan unsur-unsur yang diperlukan untuk
pembentukan sel darah merah.
2) Darah menstruasi yang berlebihan. Wanita yang sedang menstruasi rawan
terkena anemia karena kekurangan zat besi bila darah menstruasinya
banyak dan dia tidak memiliki cukup persediaan zat besi.
3) Kehamilan. Wanita yang hamil rawan terkena anemia karena janin
menyerap zat besi dan vitamin untuk pertumbuhannya.
4) Penyakit tertentu. Penyakit yang menyebabkan perdarahan terus-menerus
di saluran pencernaan seperti gastritis dan radang usus buntu dapat
menyebabkan anemia.
5) Obat-obatan tertentu. Beberapa jenis obat dapat menyebabkan perdarahan
lambung (aspirin, anti infl amasi, dll). Obat lainnya dapat menyebabkan
masalah dalam penyerapan zat besi dan vitamin (antasid, pil KB,
antiarthritis, dll).
6) Operasi pengambilan sebagian atau seluruh lambung (gastrektomi). Ini
dapat menyebabkan anemia karena tubuh kurang menyerap zat besi dan
vitamin B12.
7) Penyakit radang kronis seperti lupus, arthritis rematik, penyakit ginjal,
masalah pada kelenjar tiroid, beberapa jenis kanker dan penyakit lainnya
dapat menyebabkan anemia karena mempengaruhi proses pembentukan sel
darah merah.
Penyebab lain anemia dapat dikelompokan sebagai berikut :
1) Gangguan produksi eritrosit yang dapat terjadi karena:
a) Perubahan sintesa Hb yang dapat menimbulkan anemia difisiensi Fe,
Thalasemia, dan anemi infeksi kronik.
b) Perubahan sintesa DNA akibat kekurangan nutrien yang dapat
menimbulkan anemi pernisiosa dan anemi asam folat.
c) Fungsi sel induk (stem sel) terganggu , sehingga dapat menimbulkan
anemia aplastik dan leukemia.
d) Infiltrasi sumsum tulang, misalnya karena karsinoma.
2) Kehilangan darah
a) Akut karena perdarahan atau trauma atau kecelakaan yang terjadi
secara mendadak.
b) Kronis karena perdarahan pada saluran cerna atau menorhagia.
3) Meningkatnya pemecahan eritrosit (hemolisis)
Hemolisis dapat terjadi karena:
a) Faktor bawaan, misalnya, kekurangan enzim G6PD (untuk mencegah
kerusakan eritrosit.
b) Faktor yang didapat, yaitu adanya bahan yang dapat merusak
eritrosit misalnya, ureum pada darah karena gangguan ginjal atau
penggunaan obat acetosal.
4) Bahan baku untuk pembentukan eritrosit tidak ada
Bahan baku yang dimaksud adalah protein , asam folat, vitamin B12, dan
mineral Fe. Sebagian besar anemia anak disebabkan oleh kekurangan satu
atau lebih zat gizi esensial (zat besi, asam folat, B12) yang digunakan
dalam pembentukan sel-sel darah merah. Anemia bisa juga disebabkan
oleh kondisi lain seperti penyakit malaria, infeksi cacing tambang.
3. Klasifikasi
Klasifikasi anemia menurut, (Karsinah,2010) :
a. Anemia Aplastik
Anemia aplastik (hipoproliferatif) disebabkan oleh penurunan pada
prekusor sel-sel sumsum tulang dan penggantian sumsum dengan lemak.
Anemia ini dapat disebabkan oleh kongenital atau didapat idiopati akibat
dari infeksi tertentu, obat-obatan dan zat kimia, serta kerusakan akibat
radiasi. Penyembuhan sempurna dan cepat mungkin dapat diantisipasi jika
pemajanan pada pasien dihentikan secara dini. Jika pemajanan tetap
berlangsung setelah terjadi tanda-tanda hipoplasi, depresi sumsum tulang
hampir dapat berkembang menjadi gagal sumsum tulang dan irreversible.
b. Anemia Defisiensi Besi
Anemia defisiensi besi adalah kondisi dimana kandungan besi
dalam tubuh menurun dibawah kadar normal. Zat besi yang tidak
adekuat menyebabkan berkurangnya sintesis Hb sehingga menghambat
proses pematangan eritrosit. Ini merupakan tipe anemia yang paling
umum. Anemia ini dapat ditemukan pada pria dan wanita pasca
menopause karena perdarahan (misal, ulkus, gastritis, tumor
gastrointestinal), malabsopsi atau diit sangat tinggi serat (mencegah
absorpsi besi). Alkoholisme kronis juga dapat menyebabkan masukan
besi yang tidak adekuat dan kehilangan besi melalui darah dari saluran
gastrointestinal.
c. Anemia Megaloblastik (Defisiensi Vitamin B12 dan Defisiensi Asam
Folat)
Anemia yang disebabkan oleh defisiensi vitamin B12 dan defisiensi
asam folat memperlihatkan perubahan-perubahan sumsum tulang dan
darah perifer yang identik. Defisiensi vitamin B12 sangat jarang terjadi
tetapi dapat terjadi akibat ketidakadekuatan masukan pada vegetarian
yang ketat, kegagalan absorpsi saluran gantrointestinal, penyakit yang
melibatkan ilium atau pankreas yang dapat merusak absorpsi vitamin
B12. Tanpa pengobatan pasien akan meninggal setelah beberapa tahun,
biasanya akibat gagal jantung kongesti sekunder akibat dari anemia.
Sedangkan defisiensi asam folat terjadi karena asupan makanan yang
kurang gizi asam folat, terutama dapat ditemukan pada orang tua,
individu yang jarang makan sayuran dan buah, alkoholisme, anoreksia
nervosa, pasien hemodialisis.
d. Anemia Sel Sabit
Anemia sel sabit adalah anemia hemolitik berat yang diakibatkan
oleh defek molekul Hb dan berkenaan dengan serangan nyeri. Anemia
ini ditemukan terutama pada orang Mediterania dan populasi di Afrika,
serta terutama pada orang-orang kulit hitam. Anemia sel sabit
merupakan gangguan resesif otosom yang disebabkan oleh pewarisan
dua salinan gen hemoglobin defektis, satu buah dari masing-masing
orang tua. Hemoglobin yang cacat itu disebut hemoglobin S (HbS),
menjadi kaku dan membentuk konfigurasi seperti sabit apabila terpajan
oksigen berkadar rendah.
e. Anemia Hemolitik
Anemia hemolitik adalah anemia yang disebabkan oleh proses
hemolysis, yaitu pemecahan eritrosit dalam pembuluh darah sebelum
waktunya. Anemia hemolitik adalah jenis yang tidak sering dijumpai,
tetapi bila dijumpai memerlukan pendekatan diagnostik yang tepat.
Anemia hemolitik dapat disebabkan oleh anemia sel sabit, malaria,
penyakit hemolitik pada bayi baru lahir, dan reaksi transfuse.
4. Patofisiologi
Timbulnya anemia mencerminkan adanya kegagalan sumsum tulang
atau kehilangan sel darah merah berlebihan atau keduanya. Kegagalan
sumsum tulang dapat terjadi akibat kekurangan nutrisi, pajanan toksik, invasi
tumor, atau akibat penyebab yang tidak diketahui. Lisis sel darah merah terjadi
dalam sel fagositik atau dalam sistem retikulo endothelial, terutama dalam hati
dan limpa. Sebagai hasil sampingan dari proses tersebut, bilirubin yang
terbentuk dalam fagositi akan memasuki aliran darah. Apabila sel darah merah
mengalami penghancuran dalam sirkulasi, maka hemoglobin akan muncul
dalam plasma. Apabila konsentrasi plasmanya melebihi kapasitas hemoglobin
plasma, makan hemoglobin akan berdifusi dalam glomerulus ginjal dan ke
dalam urin. Pada dasarnya gejala anemia timbul karena dua hal, yaitu anoksia
organ target karena berkurangnya jumlah oksigen yang dapat dibawa oleh
darah ke jaringan dan mekanisme kompensasi tubuh terhadap anemia.
Kombinasi kedua penyebab ini akan menimbulkan gejala yang disebut
sindrom anemia, disamping itu simpanan zat besi yang kurang akan
menyebabkan deplesi zat massa sel darah merah dengan hemoglobin yang di
bawah normal, setelah itu pengangkutan darah ke sel-sel di berbagai bagian
tubuh juga berada di bawah kondisi normal (Irianto, 2014).
Berdasarkan proses patofisiologi terjadinya anemia, dapat digolongkan
pada tiga kelompok (Edmundson, 2013 dalam Rokim dkk, 2014) :
a. Anemia akibat produksi sel darah merah yang menurun atau gagal
Pada anemia tipe ini, tubuh memproduksi sel darah yang terlalu sedikit
atau sel darah merah yang diproduksi tidak berfungsi dengan baik. Hal ini
terjadi akibat adanya abnormalitas sel darah merah atau kekurangan
mineral dan vitamin yang dibutuhkan agar produksi dan kerja dari
eritrosit berjalan normal. Kondisi kondisi yang mengakibatkan anemia ini
antara lain sickle cell anemia, gangguan sumsum tulang dan stem cell,
anemia defisiensi zat besi, vitamin B12, dan Folat, serta gangguan
kesehatan lain yang mengakibatkan penurunan hormon yang diperlukan
untuk proses eritropoesis.
b. Anemia akibat penghancuran sel darah merah
Bila sel darah merah yang beredar terlalu rapuh dan tidak mampu
bertahan terhadap tekanan sirkulasi maka sel darah merah akan hancur
lebih cepat sehingga menimbulkan anemia hemolitik. Penyebab anemia
hemolitik yang diketahui atara lain:
1) Keturunan, seperti sickle cell anemia dan thalassemia.
2) Adanya stressor seperti infeksi, obat obatan, bisa hewan, atau
beberapa jenis makanan.
3) Toksin dari penyakit liver dan ginjal kronis.
4) Autoimun.
5) Pemasangan graft, pemasangan katup buatan, tumor, luka bakar,
paparan kimiawi, hipertensi berat, dan gangguan thrombosis.
5. Manifestasi Klinis
(NANDA Nic-Noc, 2015) :
a. Manifestasi klinis yang sering muncul
1) Pusing
2) Mudah berkunang-kunang
3) Lesu
4) Aktivitas kurang
5) Rasa mengantuk
6) Susah konsentrasi
7) Cepat lelah
8) Prestasi kerja fisik/pikiran menurun
b. Gejala khas masing-masing anemia
1) Perdarahan berulang/kronik pada anemia pasca perdarahan. Anemia
defisiensi besi.
2) Ikterus, urin berwarna kuning tua/coklat, perut mrongkol/makin
buncit pada anemia hemolitik.
3) Mudah infeksi pada anemia aplastic dan anemia karena keganasan.
c. Pemeriksaan fisik
1) Tanda-tanda anemia umum : pucat, takhikardi, pulsus celer, suara
pembuluh darah spontan, bising karotis, bising sistolik anorganik,
perbesaran jantung.
2) Manifestasi khusus pada anemia :
a) Defisiensi besi : spoon nail, glositis
b) Defisiensi B12 : paresis, ulkus di tungkai
c) Hemolitik : ikterus, splenomegali
d) Aplastik : anemia biasanya berat, perdarahan, infeksi
7. Pemeriksaan Penunjang/Diagnostik
Pemeriksaa penunjang yang dapat dilakukan pada pasien dengan diagnosa
anemia adalah (NANDA Nic-Noc, 2015):
a. Pemeriksaan laboratorium hematologis
1) Tes penyaring: dilakukan pada tahap awal pada setiap kasus
anemia. Pemeriksaan ini meliputi pengkajian pada komponen-
komponen, seperti kadar hemoglobin, indeks eritrosit (MCV,
MCH, dan MCHC), asupan darah tepi.
2) Pemeriksaan darah seri anemia: untuk mengetahui kelainan pada
sistem leukosit dan trombosit. Pemeriksaan yang dikerjakan
meliputi laju endap darah (LED), hitung diferensial, dan hitung
retikulosit.
3) Pemeriksaan sumsum tulang: dilakukan pada kasus anemia
dengan diagnosis definitive meskipun ada beberapa kasus
diagnosisnya tidak memerlukan pemeriksaan sumsum tulang.
Pemeriksaan ini memberikan informasi mengenai keadaan sistem
hematopoesis.
b. Pemeriksaan laboratorium nonhematologis
1) Faal ginjal
2) Faal endokrin
3) Asam urat
4) Faal hati
5) Biakan kuman
c. Pemeriksaan penunjang lain
1) Biopsi kelenjar yang dilanjutkan dengan pemeriksaan hispatologi.
2) Radiologi: torak, bone survey, USG, atau limfangiografi.
3) Pemeriksaan sitogenetik.
4) Pemeriksaan biologi molekuler (PCR: polymerase chain reaction,
FISH: fluorescence in situ hybridization).
8. Penatalaksanaan Medis
Penatalaksanaan yang tepat dilakukan untuk pasien anemia sesuai
jenisnya, dapat dilakukan dengan (NANDA Nic-Noc, 2015):
a. Anemia Aplastik
1) Transplantasi sumsum tulang
2) Pemberian terapi imunosupresif dengan globulin antitimosit
(ATG) yang diperlukan melalui jalur sentral selama 7-10 hari.
3) Prognosis buruk jika transplantasi sumsum tulang tidak berhasil,
bila diperlukan dapat diberikan transfuse RBC rendah leukosit dan
platelet.
b. Anemia pada penyakit ginjal
Pada pasien dialisis harus ditangani dengan pemberian besi dan
asam folat. Kalau tersedia, dapat diberikan eritropoetin
rekombinan.
c. Anemia pada penyakit kronis
Kebanyakan pasien tidak menunjukkan gejala dan tidak
memerlukan penanganan untuk anemianya. Dengan menangani
kelainan yang mendasarinya, maka anemia akan terobati dengan
sendirinya.
d. Anemia defisiensi besi
1) Teliti sumber penyebab yang mungkin dapat berupa malignasi
gastrointestinal, fibroid uteri, atau kanker yang dapat
disembuhkan.
2) Lakukan pemeriksaan feses untuk mengetahui darah samar.
3) Berikan preparat besi orang yang diresepkan.
4) Hindari tablet dengan salut enteric, karena diserap dengan buruk.
5) Lanjutkan terapi besi sampai setahun setelah perdarahan
terkontrol.
e. Anemia megaloblastik (defisiensi vitamin B12 dan defisiensi asam
folat)
1) Anemia defisiensi vitamin B12:
a. Pemberian suplemen vitamin atau susu kedelai
difortifikasi (pada vege tarian ketat).
b. Suntikan vitamin B12 secara IM untuk kelainan
absorpsi atau tidak terdapatnya faktor-faktor
instriksik.
c. Cegah kambuhan dengan vitamin B12 selama hidup
untuk pasien anemia pernisiosa atau malabsorpsi yang
tidak dapat diperbaiki.
2) Anemia defisiensi asam folat:
a. Pemberian diit nutrisi dan 1 mg gram asam folat
setiap hari.
b. Asam folat IM untuk sindrom malabsorpsi.
c. Asam folat oral diberikan dalam bentuk tablet
(kecuali vitamin prenatal).
f. Anemia sel sabit
1) Arus utama terapi adalah hidrasi dan analgesia.
2) Hidrasi dengan 3-5L cairan intravena dewasa per hari.
3) Berikan dosis adekuat analgesik narkotik.
4) Gunakan obat anti inflamasi non steroid untuk nyeri yang lebih
ringan.
5) Transfusi dipertahankan untuk krisis aplastik, krisis yang tidak
responsive terhadap terapi, pada preoperasi untuk mengencerkan
darah sabit, dan kadang-kadang setengah dari masa kehamilan
untuk mencegah krisis.
B. TINJAUAN ASKEP
1. Pengkajian
Fase pengkajian merupakan tahap awal dari proses keperawatan
yang secara sistematik data dikumpulkan dan dievaluasi untuk
menentukan status kesehatan klien. Tahap ini merupakan dasar dalam
mengidentifikasi kebutuhan keperawatan klien dengan baik dan tepat.
Pengkajian yang akurat, sistematis dan kontinu akan membantu
menentukan tahapan selanjutnya dalam proses keperawatan, (Olfah,2016).
a. Identitas klien
b. Riwayat atau adanya faktor-faktor penyebab
c. Pemeriksaan fisik
Gejala umum:
1) Keletihan, fatigue, kelemahan umum (menunjukan hipoksemia
jaringan).
2) Kulit dan membrane mukosa pucat
3) Lidah merah dan ada lesi pada defisiensi besi
4) Ulserasi mulut pada megaloblastik dan defisiensi besi
5) Kuku cekung, bergerigi, memutih pada defisiensi besi
6) Sakit kepala ringan , peka rangsang (menunjukan hipoksemia
serebral)
d. Status kardiologi
1) Kadar Hb yang rendah memacu jantung untuk memompa lebih
cepat dan kuat. Gejala: takikardi, palpitasi (menunjukan
kepekaan miokard karena hipoksemia), diespnea, pusing,
ortopnea.
2) Tanda: Kardiomegali, hepatomegali, edema perifer
e. Sistem perncernaan
1) Keluhan : mual atau muntah, melena, diare, anoreksia,
glositis
2) Pemeriksaan feses : ditemukan darah
3) Kaji periode dan jumlah menstruasi pada wanita
4) Kaji penggunaan suplemen zat besi pada kehamilan
f. System neurologi
1) Parestesia, ataksia, koordinasi buruk, bingung,
g. Pemeriksaan diagnostik
1) Jumlah darah lengkap dibawah nilai normal (hemoglobin ,
hematokrit , trombosit dan sel darah merah ): pada mikrostik
hipokrom hematokrit kurang dari 27 %, kadar Hb kurang dari 9
g/dl.
2) Feritin dan kadar besi serum rendah pada anemia defisiensi zat
besi (normal : 70-180 mg/dl)
3) Hemoglobin elektroforesis : mengidentifikasi tipe struktur
hemoglobin
4) Masa perdarahan memanjang
5) Aspirasi sumsum tulang : sel mungkin tampak berubah dalam
jumlah , ukuran dan bentuk
h. Kaji pemahaman klien tentang kondisi dan rencana pengobatan
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah tahap selanjutnya pada proses
keperawatan yang dilakukan setelah pengkajian. Diagnosa keperawatan
merupakan dasar dalam penyusunan rencana tindakan asuhan
keperawatan. Dokumentasi diagnosa keperawatan perlu diperhatikan
karena merupakan dasar dalam penyusunan perencanaan keperawatan,
oleh karena itu diagnosa keperawatan harus terdokumentasi dengan baik,
(Olfah,2016).
Menurut NANDA Nic-Noc ,(2015) :
Berdasarkan pada data pengkajian , diagnosis keperawatan yang muncul
pada klien yaitu sebagai berikut :
a. Ketidakefektifan pola nafas b/d sindrom hipoventilasi, penurunan
transfer oksigen ke paru
b. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer b/d penurunan konsentrasi
Hb dan darah, suplai oksigen berkurang
c. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d intake
yang kurang, anoreksia
d. Nyeri akut b/d perubahan frekuensi jantung
e. Defisit perawatan diri b/d kelemahan fisik
f. Resiko infeksi b/d penurunan hemoglobin, tidak adekuatnya
pertahanan sekunder
g. Intoleransi aktivitas b/d ketidakseimbangan antara suplai dan
kebutuhan oksigen
3. Perencanaan
Perencanaan merupakan pengembangan diri dari strategi untuk
mencegah, mengurangi atau mengoreksi masalah-masalah yang
diidentifikasi pada diagnose keperawatan. Pada tahap ini, membuat
rencana tindakan keperawatan untuk mengatasi masalah dan meningkatkan
kesehatan pasien. Perencanaan keperawatan adalah suatu rangkaian
kegiatan penentuan langkah-langkah pemecahan masalah dan prioritasnya,
perumusan tujuan, rencana tindakan dan penilaian asuhan keperawatan
pada pasien berdasarkan analisa data dan diagnosa keperawatan,
(Olfah,2016).
5. Agar dapat
mengantisipasi dan
menghambat
keparahan nyeri yang
dirasakan
5. Evaluasi
Evaluasi adalah membandingkan secara sistematik dan terencana
tentang kesehatan klien dengan tujuan yang telah ditetapkan dengan
kenyataan yang ada pada klien, dilakukan dengan cara berkesinambungan
dengan melibatkan klien dan tenaga kesehatan lainnya. Evaluasi
keperawatan merupakan tahap akhir dari rangkaian proses keperawatan
yang berguna apakah tujuan dari tindakan keperawatan yang telah
dilakukan tercapai atau perlu pendekatan lain, (Olfah,2016). Evaluasi pada
pasien dengan anemia adalah :
a. Menunjukkan jalan nafas yang paten.
b. Peningkatan perfusi jaringan.
c. Status gizi pasien dalam keadaan baik, tidak ada tanda-tanda malnutrisi.
d. Pasien mampu mengendalikan nyeri dengan mengenali faktor-faktor
yang dapat meningkatkan nyeri serta melakukan pencegahan.
e. Kebutuhan perawatan diri pasien terpenuhi.
f. Infeksi tidak terjadi.
g. Pasien dapat mempertahankan/meningkatkan ambulasi/aktivitas
WOC
Perdarahan saluran cerna, Defisiensi besi,↓vit B 12, As. Overaktif RES, produksi SDM
uterus, hidung, luka Folat, Depresi sumsum tulang abnormal
eritropoetin ↓
(anoreksia)
Ketidakefektifan perfusi
jaringan perifer
Bedrest
Ketidakmampuan
memenuhi ADL
(Eliminasi, Personal
hygiene, nutrisi, merias)
Defisit Perawat Diri
DAFTAR PUSTAKA
Rokim, K. F., Eka, Y., Firdaus, W. (2014). Hubungan usia dan status nutrisi
terhadap kejadian anemia pada pasien kanker kolorektal. (Karya Tulis
Ilmiah). Malang: Universitas Diponegoro.