Anda di halaman 1dari 19

BADAN INFORMASI GEOSPASIAL

PUSAT PEMETAAN TATA RUANG

MODUL 4
PENGOLAHAN DATA
CITRA SATELIT RESOLUSI TINGGI

0
Modul 4 Pengolahan Data Citra Satelit Resolusi Tinggi

DAFTAR ISI

1 PENDAHULUAN..........................................................................1
A Latar Belakang ........................................................................................ 1
B Maksud dan Tujuan .............................................................................. 2
2 PENGOLAHAN DATA CITRA SATELIT RESOLUSI TINGGI3
A Tahapan Pengolahan Data Citra Satelit Resolusi Tinggi ... 4
B Persiapan Data DEM .......................................................................... 5
C Persiapan Data CSRT ......................................................................... 5
D Orthorektifikasi .................................................................................... 8
E Mozaik Citra ........................................................................................ 11
F Uji Akurasi............................................................................................ 12
Modul 4 Pengolahan Data Citra Satelit Resolusi Tinggi

Modul 4 akan membahas mengenai


pemahaman tentang pengolahan data
citra satelit resolusi tinggi dan akan
menghabiskan 60 menit pembelajaran.

BAB 1
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2011 tentang Informasi Geospasial
(UU IG) pasal 7 menyebutkan bahwa Peta Rupa Bumi Indonesia
merupakan salah satu komponen informasi geospasial dasar.
Undang-Undang ini mengamanatkan bahwa segala kebijakan
pembangunan yang terkait dengan aspek keruangan harus didasari
oleh informasi geospasial yang dapat dipertanggungjawabkan. Aspek
geospasial menjadi dasar untuk menghasilkan data spasial yang
cepat, akurat, dan detail. Aspek kedetailan informasi tersebut
tertuang dalam UU Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang
dan Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2013 tentang Ketelitian
Peta Rencana Tata Ruang. Peraturan tersebut mengamanatkan
pembuatan Rencana Rinci Tata Ruang yang salah satunya berupa
Rencana Detail Tata Ruang (RDTR). Skala minimal RDTR
Kabupaten/Kota adalah 1:5.000 sebagaimana disebutkan dalam
Peraturan Menteri ATR/BPN RI No.16 Tahun 2018 Tentang Pedoman
Penyusunan Rencana Detil Tata Ruang dan Peraturan Zonasi
Kabupaten/Kota.
Peta skala besar 1:5.000 dalam pemetaan RDTR memerlukan wahana
untuk mendapatkan data detail tersebut yaitu dengan menggunakan
pemotretan udara, citra satelit resolusi tinggi, LIDAR dan UAV.
Kenyataan umum yang terjadi sekarang dalam pemetaan RDTR
adalah penggunaan citra satelit resolusi tinggi (high resolution)
sebagai dasar untuk memproses data spasial detail terbaru. Data
citra satelit tersebut pada dasarnya adalah data yang belum diolah
(raw data). Diperlukan tata cara pengolahan citra satelit resolusi
tinggi untuk menghasilkan data spasial yang bereferensi geometris.

1
Modul 4 Pengolahan Data Citra Satelit Resolusi Tinggi

Modul 4 ini dibuat untuk memberikan pengetahuan tentang tata cara


pengolahan data citra satelit resolusi tinggi secara menyeluruh.

B. Maksud dan Tujuan


Modul ini dimaksudkan sebagai bahan masukan maupun
pemahaman bagi aparat pemerintah maupun masyarakat di dalam
proses pengolahan data citra untuk pemetaan RDTR.
Tujuan dari modul 4 ini adalah memberikan gambaran umum dan
pengetahuan tentang:
1. Tahapan Pengolahan Data Citra Satelit Resolusi Tinggi
2. Persiapan Data DEM
3. Persiapan Data CSRT
4. Orthorektifikasi
5. Mosaik Citra
6. Uji Akurasi

2
Modul 4 Pengolahan Data Citra Satelit Resolusi Tinggi

BAB 2
PENGOLAHAN DATA CITRA SATELIT RESOLUSI TINGGI

PP Nomor 8 Tahun 2013 tentang ketelitian peta rencana tata ruang


menyatakan bahwa ketelitian peta memerlukan sistem referensi
geometris. Mengacu pada hal tersebut maka diperlukan teknologi
kekinian untuk mengolah dan menghasilkan data bereferensi
geometris. Dengan semakin maju dan pesatnya teknologi
penginderaan jauh, baik dari segi wahana, resolusi dan
pengolahannya maka proses untuk mendapatkan informasi
bereferensi geometris yang lebih detail suatu wilayah menjadi lebih
mudah dan cepat. Diperlukan pengolahan citra satelit resolusi tinggi
untuk mendapatkan referensi geometrik untuk memperoleh citra
dengan parameter-parameter geometrik yang akurat hingga dapat
digunakan untuk analisis RDTR.
Pengolahan citra dapat dilakukan secara visual dan secara digital.
Pengolahan citra secara visual akan membutuhkan waktu lama dan
informasi yang dapat digali terbatas. Hal ini karena adanya
keterbatasan mata dan daya ingat manusia dalam interpretasi.
Dengan adanya kemajuan teknologi komputer grafik memungkinkan
pengolahan citra secara digital. Pengolahan citra secara digital ini
akan memberikan keuntungan yaitu akurasi citra yang tinggi,
efisiensi waktu, serta dapat digunakannya metode-metode statistik
di dalamnya. Sehingga dengan diterapkannya pengolahan citra
digital ini akan dapat secara cepat menghasilkan informasi dengan
kualitas tinggi.
Kesalahan geometrik pada citra satelit resolusi tinggi tersebut harus
dikoreksi yaitu dengan melakukan orthorektifikasi yang merupakan
proses rektifikasi dengan memasukkan data ketinggian permukaan
bumi (Digital Elevation Model).
Koreksi geometris pada citra satelit adalah proses koreksi yang
dilakukan dengan tujuan untuk memposisikan kembali gambar citra
agar sesuai dengan keadaan sesungguhnya di lapangan; hal ini
disebabkan karena gambar citra yang diperoleh dari hasil

3
Modul 4 Pengolahan Data Citra Satelit Resolusi Tinggi

pengambilan data yang mengalami pergeseran (displacement)


sebagai akibat dari posisi satelit yang miring, serta akibat variasi
kondisi/keadaan topografi dari area yang diamati. Koreksi geometri
dilakukan dengan menggunakan sistem koordinat tertentu dengan
bantuan titik kontrol di lapangan (Ground Control Point / GCP).

A Tahapan Pengolahan Data Citra Satelit Resolusi Tinggi


Pengolahan data citra satelit dilakukan setelah pengukuran titik GCP
(Ground Control Point) dan ICP (Independent Control Point)
menggunakan GPS Geodetic. Inti dari pengolahan citra ini adalah
melakukan koreksi koordinat X dan Y menggunakan hasil
pengukuran titik GCP dan melakukan koreksi koodinat Z
menggunakan data DEM (Digital Elevation Model).
Citra Satelit Resolusi Tinggi yang masih mentah (raw data) terdiri
dari data citra Multispektral (berwarna) dan data citra Pankromatik
(hitam putih). Masing-masing data tersebut biasanya terdiri dari
beberapa tile data sehingga harus dilakukan assemble atau
penggabungan data tile. Selanjutnya data citra Multispektral dan
Pankromatik harus dilakukan pansharpening untuk mendapatkan
warna dan resolusi citra yang diinginkan.
Proses orthorektifikasi menggunakan input koordinat X dan Y dari
hasil pengukuran GPS dan data DEM. Jika citra yang digunakan
terdiri dari 2 scene maka setelah dilakukan orthorektifikasi untuk
masing-masing scene kemudian dilakukan mosaik citra. Hasil dari
mosaik citra harus menunjukkan akurasi horizontal < 2,5 meter
berdasarkan uji akurasi.
Secara singkat tahapan pengolahan data citra satelit resolusi tinggi
dapat dilihat pada Gambar 2.1.

4
Modul 4 Pengolahan Data Citra Satelit Resolusi Tinggi

Gambar 2.1 Tahapan Pengolahan Data CSRT

B Persiapan Data DEM


Data DEM yang akan digunakan pada proses orthorektifikasi perlu
disesuaikan dengan luasan citra yang akan dikoreksi. Data DEM
harus mencakup semua wilayah. Jika data DEM yang didapatkan
terdiri dari beberapa tile maka perlu digabungkan terlebih dahulu
menjadi satu kesatuan.
Penggabungan data DEM ini bisa menggunakan perangkat lunak
pengolahan citra. Semua data tile DEM dibuka pada perangkat lunak
kemudian di eksport menjadi format .TIFF yang berjenis GeoTiff.

C Persiapan Data CSRT


Citra Satelit Resolusi Tinggi yang masih mentah (raw data) terdiri
dari citra Multispektral dan citra Pankromatik. Secara umum citra
Multispektral adalah citra yang terdiri dari banyak band sehingga
menghasilkan citra yang bewarna, sedangkan citra Pankromatik
hanya menghasilkan warna hitam putih. Resolusi spasial dari citra
Pankromatik lebih bagus dari pada citra Multispektral.
Pada wilayah yang besar biasanya 1 (satu) scene citra terdiri dari
beberapa tile citra dengan format .TIFF yang berjenis GeoTiff. Tile-

5
Modul 4 Pengolahan Data Citra Satelit Resolusi Tinggi

tile citra ini harus dilakukan penggabungan atau Assemble Tiles pada
perangkat lunak pengolahan citra. Gambar 2.2 adalah contoh citra
yang terdiri dari 6 tile.

Gambar 2.2 Contoh Tiles Citra


Citra Multispektral dan Citra Pankromatik perlu dilakukan proses
pansharpening. Pansharpening adalah teknik untuk menggabungkan
detil geometri (spasial) dari Citra Pankromatik dan detil warna
(spektral) dari Citra Multipsektral sehingga didapatkan citra baru
dengan informasi spasial dan spektral setajam mungkin. Langkah ini
bisa dilakukan pada perangkat lunak pengolahan citra.
Setelah dilakukan proses Assembles Tiles dan atau Pansharpening
maka selanjutnya bisa dilakukan proses Orthorektifikasi citra pada
perangkat lunak pengolahan citra.

6
Modul 4 Pengolahan Data Citra Satelit Resolusi Tinggi

Gambar 2.3 Contoh Citra Multispektral

Gambar 2.4 Contoh Citra Pankromatik

Gambar 2.5 Contoh Citra Hasil Pansharpening

7
Modul 4 Pengolahan Data Citra Satelit Resolusi Tinggi

D ORTHOREKTIFIKASI
Dalam proses pengolahan Orthorektifikasi beberapa hal yang perlu
diperhatikan adalah:
1. Perangkat lunak yang digunakan adalah perangkat lunak yang
dapat melakukan proses orthorektifikasi.
2. Proses orthorektifikasi antar scene diolah secara simultan.
3. Posisi GCP pada saat orthorektifikasi sesuai dengan posisi
sebenarnya dilapangan.
4. Pemilihan titik ikat (tie point), yang dapat diidentifikasi secara
jelas dan akurat antar scene citra yang bertampalan.
5. Indikator bahwa hasil orthorektifikasi memenuhi akurasi
horisontal peta skala 1:5.000 yaitu RMS hasil orthorektifikasi
sebesar ≤ 1.5 pixel.
6. Resolusi spasial hasil orthorektifikasi lebih baik atau sama
dengan resolusi input citra.
Data-data yang perlu disiapkan sebelum melakukan proses
orthorektifikasi adalah:
1. Data DEM.
2. Data CSRT yang telah di Assembles Tiles dan atau Pansharpening
3. Formulir Pengukuran Titik Kontrol
Formulir ini untuk melihat penempatan GCP sesuai dengan
posisi sebenarnya pada saat pengukuran di lapangan.
4. Shapefile (shp) titik GCP pada Citra Mentah
Data ini diperlukan sebagai acuan untuk memudahkan orientasi
dan interpretasi pada saat pengolahan orthorektifikasi. Shp ini
adalah posisi titik GCP pada saat pengukuran di lapangan
berdasarkan citra mentah.
5. Daftar Koordinat Titik GCP
Langkah-langkah pada proses orthorektifikasi adalah sebagai berikut
:
1. Input data CSRT yang telah dipersiapkan pada perangkat lunak
pengolahan citra.
2. Masukkan data DEM yang telah dipersiapkan.
3. Tempatkan titik GCP pada data CSRT di perangkat lunak sesuai
dengan dokumentasi dan uraian pada formulir pengukuran titik
kontrol.
4. Masukkan data koordinat X dan Y berdasarkan hasil pengukuran
GPS. Extract koordinat Z dari data DEM yang telah dimasukkan.

8
Modul 4 Pengolahan Data Citra Satelit Resolusi Tinggi

5. Lakukan langkah tersebut pada semua titik GCP.


6. Indikator bahwa hasil orthorektifikasi memenuhi akurasi
horisontal yaitu RMS hasil orthorektifikasi sebesar ≤ 1.5 pixel.
7. Setelah semua titik GCP dimasukkan, selanjutnya dilakukan
proses Orthorektifikasi.

Gambar 2.6 Contoh Citra Sebelum Orthorektifikasi

Gambar 2.7 Contoh Citra Setelah Orthorektifikasi


Dari gambar 2.6 dan 2.7 terlihat perbedaan antara citra sebelum
dilakukan orthorektifikasi dan citra hasil dari pengolahan
orthorektifikasi terutama pada bagian wilayah berbukit. Pada citra

9
Modul 4 Pengolahan Data Citra Satelit Resolusi Tinggi

hasil orthorektifikasi bagian wilayah berbukit tersebut tampak lebih


jelas dan tegas topografinya karena telah dilakukan koreksi
ketinggian menggunakan data DEM.

Gambar 2.8 Posisi Titik pada Citra Mentah

Gambar 2.9 Posisi Titik pada Citra Orthorektifikasi


Gambar 2.8 menunjukkan posisi titik A yang terdapat pada ujung
bangunan di citra mentah. Gambar 2.9 menunjukkan posisi titik
ujung bangunan pada citra yang telah ter Orthorektifikasi bergeser
menjadi titik B. Jarak antara titik A dan B mencapai 147,89 meter. Hal
ini menunjukkan bahwa pergeseran bangunan tersebut antara citra
yang belum dilakukan orthorektifikasi dan citra hasil orthorektifikasi
mencapai 147,89. Inilah tujuan dari proses orthorektifikasi yang
mengkoreksi koordinat X, Y dan Z sesuai dengan koordinat
sebenarnya di bumi.

10
Modul 4 Pengolahan Data Citra Satelit Resolusi Tinggi

E MOSAIK CITRA
Untuk wilayah yang terdiri dari 2 (dua) scene atau lebih, proses
orthorektifikasi dilakukan satu persatu untuk masing-masing scene.
Setelah masing-masing scene dilakukan orthorektifikasi selanjutnya
citra tersebut perlu digabungkan (mosaik). Hal ini diperlukan untuk
mendapatkan satu kesatuan citra yang utuh dan tidak terdapat
perbedaan posisi objek karena pergeseran citra yang berbeda. Pada
proses mosaik ini juga bisa dilakukan penajaman warna (image
balancing) citra sesuai dengan kebutuhan yang diinginkan.
Mosaik citra juga berguna untuk memudahkan dalam proses digitasi
peta dasar khususnya untuk area yang bertampalan. Oleh karena itu
hasil dari proses mosaik perlu diperhatikan untuk area yang
bertampalan, apakah area tersebut sudah tergabung dengan baik dan
tidak terdapat objek yang terpisah atau terpotong. Misalnya pada
objek jalan, apakah jalan tersebut sudah tersambung dengan baik
serta pada bangunan, apakah bangunan tersebut sudah tersambung
menjadi satu kesatuan bangunan yang utuh.

Gambar 2.10 Contoh Citra Sebelum Dilakukan Mosaik

11
Modul 4 Pengolahan Data Citra Satelit Resolusi Tinggi

Gambar 2.11 Contoh Citra Setelah Dilakukan Mosaik

F UJI AKURASI
Uji Akurasi/Uji Ketelitian Geometri dilakukan untuk mengetahui nilai
ketelitian Citra Satelit yang telah mengalami Orthorektifikasi.
Pengujian ketelitian posisi mengacu pada perbedaan koordinat
(X,Y,Z) antara titik uji pada gambar atau peta dengan lokasi
sesungguhnya dari titik uji pada permukaan tanah. Pengukuran
akurasi menggunakan root mean square error (RMSE) atau circular
error dimana yang perlu diperhitungkan adalah koordinat (X, Y) titik
uji dan posisi sebenarnya di lapangan.
Citra Satelit Resolusi Tingga yang digunakan untuk sumber data peta
RDTR dikatakan memenuhi standar ketelitian peta dasar skala
1:5000 sesuai dengan akurasi horizontal dihitung berdasarkan
Peraturan Kepala (Perka) BIG No. 6 Tahun 2018, seperti disajikan
pada Tabel 2.1

12
Modul 4 Pengolahan Data Citra Satelit Resolusi Tinggi

Tabel 2.1 Ketelitian Geometris Berdasarkan Perka BIG Nomor 6


Tahun 2018

Peta Rupabumi (RBI) yang digunakan untuk koreksi geometris Citra


Satelit memiliki akurasi horizontal sebesar 0,5 milimeter kali angka
skala petanya, sehingga toleransi pergeseran posisi citra hasil
koreksi geometris peta skala 1:5.000 adalah ≤2,5 meter.

Perhitungan akurasi hasil orthorektifikasi, menggunakan nilai CE90


yang dihitung dari nilai RMSE resolusi citra satelit setelah
diorthorektifikasi.
Nilai akurasi horisontal dengan tingkat kepercayaan pada level 90%
(NSSDA) .

dimana, RMSEr = Horisontal (2D) Root Mean Square Error

13
Modul 4 Pengolahan Data Citra Satelit Resolusi Tinggi

Tabel 2.2 Contoh Tabel Perhitungan Uji Akurasi

Keterangan:
⚫ Titik ICP : Nomer/KodeTitik ICP interpretasi
⚫ Koordinat GPS : Koordinat titik ICP hasil Pengukuran GPS
⚫ Koordinat ICP : Koordinat ICP hasil interpretasi pada citra satelit
⚫ Jarak ketitik GPS yang bersesuaian : Jarak antara titik ICP hasil
interpretasi dengan titik ICP hasil pengukuran GPS (√(XGPS-
XCP)2+(YGPS-YCP)2)
⚫ RMSEr : √Ʃ(XGPS-XCP)2+(YGPS-YCP)2 / Ʃ Titik
⚫ Akurasi Horisontal : 1.5175 x RMSEr

Data-data yang perlu disiapkan sebelum melakukan uji akurasi


adalah:
1. Citra Satelit Hasil Orthorektifikasi
2. Daftar Koordinat Titik ICP
3. Formulir Pengukuran Titik Kontrol
Formulir ini untuk melihat penempatan ICP sesuai dengan posisi
sebenarnya pada saat pengukuran di lapangan.
4. Shapefile (shp) titik ICP pada Citra Mentah
Data ini diperlukan sebagai acuan untuk memudahkan orientasi
dan interpretasi pada saat uji akurasi. Shp ini adalah posisi titik
ICP pada saat pengukuran di lapangan berdasarkan citra
mentah.

14
Modul 4 Pengolahan Data Citra Satelit Resolusi Tinggi

Langkah-langkah pada proses uji akurasi adalah sebagai berikut :


1. Langkah awal perhitungan uji akurasi adalah melakukan
interpretasi hasil survei titik ICP pada Citra Satelit hasil
orthorektifikasi. Berikut merupakan contoh interpretasi titik ICP
di lapangan pada Citra Satelit hasil orthorektifikasi. (Gambar
2.12)
2. Dapat dilihat pada Gambar 2.12 bahwa obyek yang digunakan
sebagai titik ICP dapat diidentifikasi dengan jelas di lapangan
dan di Citra Satelit (Syarat obyek yang digunakan sebagai titik
uji).
3. Kemudian memasukkan koordinat ICP hasil pengukuran,
koordinat ICP hasil interpretasi pada Citra Satelit dan jarak
antara titik ICP hasil pengukuran dengan titik ICP hasil
interpretasi ke dalam Tabel atau Formulir Uji Akurasi. Jarak
antara titik ICP hasil pengukuran dengan titik ICP hasil
interpretasi ini (√(XGPS-XCP)2+(YGPS-YCP)2) sebagai indikasi apabila
terdapat error yang menyebabkan Akurasi Horisontal nilainya
lebih dari 2.5 m.

Foto dari Formulir Lapangan

Interpretasi ICP pada Citra satelit hasil


orthorektifikasi

Gambar 2.12 Contoh Interpretasi ICP pada Citra satelit hasil


orthorektifikasi

15
Modul 4 Pengolahan Data Citra Satelit Resolusi Tinggi

Dari interpretasi ICP tersebut akan menghasilkan akurasi horizontal


yang tampak pada Formulir Uji Akurasi. Beberapa contoh kasus hasil
Uji Akurasi terdapat pada tabel 2.3 , 2.4 dan 2.5.

Tabel 2.3 Contoh Uji Akurasi Kasus 1

Tabel 2.3 adalah contoh Uji Akurasi yang belum memenuhi syarat ≤
2.5 m. Dapat dilihat bahwa kemungkinan terdapat kesalahan pada
titik uji ICP 02, ICP 07 dan ICP 12, jarak ke titik GPS yang bersesuaian
sebesar 3,1197 ; 2,8240 ; dan 5,6729 meter yang dapat kita jadikan
indikasi bahwa pada titik ini terdapat kesalahan. Rekomendasi yang
diberikan apabila terdapat kasus seperti ini adalah mengecek
kembali interpretasi titik ICP, jika setelah diperiksa ternyata hasil uji
akurasi belum memenuhi syarat maka proses orthorektifikasi harus
diulang.
Tabel 2.4 Contoh Uji Akurasi Kasus 2

16
Modul 4 Pengolahan Data Citra Satelit Resolusi Tinggi

Tabel 2.4 merupakan contoh Uji Akurasi yang sudah memenuhi


syarat ≤ 2.5 m tetapi ada nilai jarak ke titik GPS yang bersesuaian
yang melebihi toleransi, yaitu titik uji ICP 09 sebesar 2,7681 meter.
Nilai tersebut merupakan indikasi bahwa pada area titik ICP 09
terdapat pergesaran.

Tabel 2.5 Contoh Uji Akurasi Kasus 3

Tabel 2.5 merupakan contoh uji akurasi menggunakan 12 titik ICP


yang menghasilkan Akurasi Horisontal 0.552 meter dengan tingkat
kepercayaan 90% (CE: 1.5175) yang artinya sudah memenuhi syarat
≤ 2.5 m.

17

Anda mungkin juga menyukai