Anda di halaman 1dari 25

Referat

ATONIA UTERI

Oleh:
Anggun Puspa Arini, S. Ked
712019050

Pembimbing:
dr. H. Didi Askari Pasaribu, Sp. OG (K)
 

DEPARTEMEN OBSTETRI DAN GINEKOLOGI


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH PALEMBANG BARI
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PALEMBANG
2020
HALAMAN PENGESAHAN

Referat yang berjudul


Atonia Uteri

Dipersiapkan dan disusun oleh


Anggun Puspa Arini, S. Ked
712019050

Telah diterima dan disahkan sebagai salah satu syarat dalam mengikuti kegiatan
Kepaniteraan Klinik Senior (KKS) Fakultas Kedokteran Universitas
Muhammadiyah Palembang di Departemen Obstetri dan Ginekologi Rumah Sakit
Umum Daerah Palembang Bari.

Palembang, Agustus 2020


Dosen Pembimbing

dr. H. Didi Askari Pasaribu, Sp. OG (K)

ii
KATA PENGANTAR

Puji Syukur kehadirat Allah SWT, zat Yang Maha Kuasa dengan segala
keindahan-Nya, zat Yang Maha Pengasih dengan segala kasih sayang-Nya, yang
terlepas dari segala sifat lemah semua makhluk. 
Alhamdulillah berkat kekuatan dan pertolongan-Nya penulis dapat
menyelesaikan referat yang berjudul “Atonia Uteri” sebagai salah satu syarat
dalam mengikuti kegiatan Kepaniteraan Klinik Senior (KKS) Fakultas
Kedokteran Universitas Muhammadiyah Palembang di Departemen Obstetri dan
Ginekologi Rumah Sakit Umum Daerah Palembang Bari.
Dalam penyelesaian referat ini, penulis mendapat bantuan, bimbingan dan
arahan maka dari itu kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih kepada
dr. H. Didi Askari Pasaribu, Sp. OG (K) selaku dosen pembimbing.
Semoga Allah swt membalas semua kebaikan yang telah diberikan. Penulis
menyadari bahwa referat ini masih jauh dari sempurna, karena kesempurnaan itu
hanya milik Allah. Oleh karena itu, kritik dan saran dari semua pihak yang
bersifat membangun sangat penulis harapkan demi perbaikan di masa mendatang.

Palembang, Januari 2021

Penulis

iii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL i
HALAMAN PENGESAHAN ii
KATA PENGANTAR iii
DAFTAR ISI iv
BAB I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang 1
1.2. Maksud dan Tujuan 3
1.3. Manfaat 3
1.3.1. Manfaat Teoritis 3
1.3.2. Manfaat Praktis 3
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Anatomi dan Fisiologi Uterus 4
2.1.1. Anatomi Uterus 4
2.1.2. Fisiologi Uterus 5
2.2. Atonia Uteri 9
2.2.1. Definisi 9
2.2.2. Epidemiologi 10
2.2.3. Patogenesis 11
2.2.4. Manifestasi Klinis 12
2.2.5. Diagnosis Banding 12
2.2.6. Pemeriksaan Penunjang 13
2.2.7. Tatalaksana 14
2.2.8. Komplikasi 15
BAB III. KESIMPULAN DAN SARAN
3.1. Kesimpulan 17
3.2. Saran 17
DAFTAR PUSTAKA 18

iv
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Angka Kematian Ibu merupakan salah satu indikator status kesehatan.
Angka kematian ibu merupakan jumlah kematian ibu pada tahun tertentu dan
daerah tertentu per 100.000 kelahiran hidup Setiap hari, 830 ibu di dunia
meninggal akibat penyakit/ komplikasi terkait kehamilan dan persalinan.
Sebagian besar kematian tersebut seharusnya dapat dicegah dan
diselamatkan.1
Menurut data World Health Organization (WHO) pada tahun 2017,
setiap harinya tercatat 810 kematian perempuan akibat dari kehamilan dan
persalinan. Angka Kematian Ibu (AKI) dalam kehamilan dan persalinan di
dunia mencapai 585.000 jiwa setiap tahun. 94% dari semua kematian ibu
terjadi di negara berpenghasilan rendah dan menengah kebawah. Kematian
ibu terjadi akibat komplikasi pasca persalinan seperti perdarahan yang hebat,
infeksi dan preeklampsia/eklampsia. Berdasarkan data yang dimiliki oleh
WHO, Indonesia berada pada tingkat ke tiga tertinggi untuk AKI di negara
Association of South East Asian Nations (ASEAN).2
Berdasarkan hasil Survei Penduduk Antar Sensus (SUPAS) pada tahun
2015, AKI di Indonesia yaitu 305/100.000 kelahiran hidup. 3 Angka kematian
ibu terjadi di negara berkembang lebih tinggi, sedangkan pada negara maju,
angka kematian ibu sangat rendah. Penatalaksanaan yang tepat selama dan
setelah persalinan dapat menyelamatkan ibu dan bayi, sehingga angka
kematian ibu dan bayi dapat menurun. Hal ini dibuktikan dari studi di
Kab/Kota di Banten dengan terjadinya penurunan AKI hingga 28% antara
tahun 2004 sampai 2015.3
Berdasarkan data Direktorat Kesehatan Ibu pada tahun 2010-2013,
kematian ibu di Indonesia akibat perdarahan sebesar (32%), eklampsia (25%),
infeksi (6%), partus lama (0,9%), abortus (2,6%), lain-lain (34%). Penyebab
terbsear kematian ibu selama tahun 2010-2013 masih tetap sama yaitu
perdarahan. Sedangkan partus lama merupakan penyumbang kematian ibu

5
terendah. Sementara penyebab lain-lain adalah penyebab kematian ibu secara
tidak langsung, seperti kondisi komorbiditas, contohnya akibat penyakit
kanker, ginjal, jantung, tuberkulosis dsb.4
Faktor penyebab tertinggi kematian ibu di Indonesia yang tertinggi
yaitu perdarahan, yang terdiri dari abortus (50%), plasenta previa (25%),
solusio plasenta (10%), ruptur uteri (10%), kehamilan ektopik (5%). Abortus
merupakan penyebab kematian ibu tertinggi akibat perdarahan.5
Perdarahan pasca persalinan adalah perdarahan akibat persalinan
vaginal yang melebihi 500 ml setelah bayi lahir. didefinisikan sebagai
6
kehilangan darah lebih dari 500 mL. Perdarahan post partum merupakan
penyebab kematian maternal terbanyak. Perdarahan post partum buakanlah
suattu diagnosis akan tetapi suatu kejadian yang harus dicari kausalnya.
Misalnya PPP karena atonia uteri, robekan jalan lahir, sisa plasenta, atau oelh
karena gangguan pembekuan darah.6
Atonia uteri adalah keadaan lemahnya tonus/kontraksi rahim yang
menyebabkan uterus tidak mampu menutup perdarahan terbuka dari tempat
implantasi plasenta setelah bayi dan plasenta lahir.6 Berdasarkan penelitian
tentang karakteristik dan penyebab perdarahan post partum di RSUD
Palembang BARI periode 2010-2012, distribusi perdarahan post partum yang
disebabkan oleh atonia uteri yaitu sebesar 20,5% dari jumlah sampel yang
diteliti.7

1.2. Maksud dan Tujuan


Adapun maksud dan tujuan referat ini adalah sebagai berikut:
1. Diharapkan dokter muda dapat mengetahui setiap kasus atonia uteri.
2. Diharapkan adanya pola berpikir kritis setelah dilakukan diskusi mengenai
materi atonia uteri.
3. Diharapkan dokter muda dapat melakukan aplikasi pemahaman kasus
atonia uteri selama menjalani kepaniteraan klinik dan seterusnya.

6
1.3. Manfaat
1.3.1. Manfaat Teoritis
1) Bagi Institusi
Diharapkan referat ini dapat menjadi sumber ilmu pengetahuan dan
sebagai tambahan referensi dalam bidang ilmu kebidanan dan
kandungan terutama mengenai atonia uteri.
2) Bagi Akademik
Diharapkan referat ini dapat dijadikan landasan untuk penulisan
karya ilmiah selanjutnya.

1.3.2. Manfaat Praktis


Diharapkan agar dokter muda dapat mengaplikasikan ilmu
yang diperoleh dari referat ini dalam kegiatan kepaniteraan klinik
senior (KKS) dan diterapkan di kemudian hari dalam praktik klinik.

7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Anatomi dan Fisiologi Uterus


2.1.1. Anatomi Uterus
Uterus adalah organ genitalia femina interna, bebentuk seperti
buah avokad atau buah pir yang sedikit gepeng ke arah depan
belakang. Ukurannya sebesar telur ayam dan mempunyai rongga.
Dindingnya terdiri atas otot-otot polos. Panjang utureus adalah 7-7,5
cm, lebar 5,25 cm, tebal 2,5cm, dan tebal dinding 1,25 cm. Letak
uterus dalam keadaan fisiologis adalah anterversiofleksio (serviks ke
depan dan membentuk sudut dengan vagina, sedangkan korpus uteri
ke deoan dan membentuk sudut dengan serviks uteri). 6 Hal ini
mencegah adanya prolaps Uterus melalui Vagina selama peningkatan
tekanan intraabdominal saat batuk dan bersin.8

Gambar 2.1. Anatomi Uterus

Lapisan otot polos uterus disebelah dalam berbentuk sirkular


dan disebelah luar berbentuk longitudinal. Diantara kedua lapisan itu
tedapat lapisan otot oblik, berbentuk anyaman. Lapisan ini paling
penting dalam persalinan karena sesudah plasenta lahir, otot lapisan

8
ini berkontraksi kuat dan menjepit pembuluh-pembuluh darah yang
terbuka, sehingga perdarahan dapat berhenti.6

2.1.2. Fisiologi Uterus


Perkembangan uterus dipengaruhi oleh hormon maternal dan
plasental. Besarnya Corpus uteri pada saat lahir lebih kecil atau sama
dengan besar Cervix uteri. Saat dewasa, ukuran corpus uteri dua atau
tiga kali lebih besar dari cervix. Uterus diperdarahi oleh 2 arteri
uterina, cabang dari arteri illiaca interna yang masuk mulai dari kedua
sisi lateral bawah uterus. Seiring dengan pertumbuhan folikel, terjadi
perubahan histologik pada endometrium. Terdapat 2 lapisan pada
endometrium, yaitu lapisan basalis atau nonfungsional dan lapisan
fungsional. Lapisan basalis menempel pada miometrium dan tidak
banyak berubah selama siklus menstruasi. Lapisan basalis disebut
nonfungsional karena tidak memberikan respon terhadap stimulus
steroid seks. Lapisan di atasnya adalah lapisan fungsional yang
memberikan respon terhadap stimulus sterois seks dan nantinya akan
terlepas pada saat menstruasi. Pada hari ke-7 pascaovulasi terjadi
peningkatan kadar estrogen dan progesteron yang memicu sintesis
prostaglandin sehingga permeabilitas pembuluh darah kapiler
meningkat dan terjadi edema stroma. Dengan meningkatnya kadar
estrogen, progesteron, dan prostaglandin, menyebabkan proliferasi
pembuluh darah spiralis yang berlangsung sampai hari 22. Sel desidua
mulai terbentuk pada hari 22-23 siklus.9,10
Uterus mengalami perubahan jika telah terjadi fertilisasi, dan
akan mempengaruhi fisiologi hampir seluruh sistem dalam tubuh
seperti pernapasan, kardiovaskular, dan pencernaan. Volume uterus
bisa membesar hingga 1000 kali, dan beratnya lebih dari 20 kali pada
masa kehamilan. Pertumbuhan ukuran volume dan berat ini
merupakan hasil dari hiperplasia dan hipertropi.11

Regulasi aktivitas uterus selama masa kehamilan terbagi


menjadi 4 fase :

9
a. Fase 0, yaitu terjadi aktivitas inhibitor yang menyebabkan
uterus tidak berkontraksi. Inhibitor yang bekerja di antaranya
progesteron, prostacyclin, relaxin, parathyroid hormone-
related peptide Nitric Oxide, kalsitonin, adrenomedullin, dan
peptida intestinal vasoaktif.
b. Fase 1 atau masa aktivasi myometrium dimana uterus mulai
aktif berkontraksi karena pengaruh dari uterotropin seperti
estrogen. Fase ini ditandai dengan menigkatnya ekspresi dari
serangkaian reseptor kontraksi seperti reseptor oksitosin dan
prostaglandin, aktivasi beberapa ion tertentu, dan
peningkatan gap junction. Adanya peningkatan gap junction
adalah untuk pembentukan kontraksi yang terkoordinasi.
c. Fase 2 atau fase stimulatorik, yaitu kelanjutan dari fase 1.
Kontraksi secara ritmis terjadi hingga menjelang partus. Hal
ini diperantarai oleh agonis uterotonik seperti prostaglandin
dan oksitosin.
d. Fase 3 atau fase involusi. Pada fase ini terjadi involusi uterus
setelah terjadi partus. Mekanisme ini paling dipengaruhi oleh
oksitosin.12
Mekanisme Kontraksi
Kontraksi uterus berperan penting dalam sistem reproduksi
wanita meliputi transport sperma dan embrio, menstruasi, kehamilan,
dan kelahiran. Kontraksi abnormal dan ireguler dapat menyebabkan
masalah infertilitas, kesalahan implantasi, dan kelahiran prematur.
Namun, ketika kontraksi uterus tidak adekuat dan terkoordinasi, bayi
akan sulit dilahirkan. Lapisan yang paling berperan dalam kontraksi
uterus adalah miometrium. Pada dasarnya, uterus berkontraksi secara
spontan dan reguler walaupun tidak ada rangsangan hormonal. Selama
masa kehamilan awal, uterus cenderung dalam keadaan relaksasi.
Kontraksi kuat akan muncul pada masa menjelang partus di bawah
pengaruh hormon oksitosin dan prostaglandin.13

10
Sebagai sel eksitabel, proses kontraksi miometrium pada wanita
yang hamil dan tidak hamil melalui mekanisme yang sama, yaitu
difasilitasi oleh influks kalsium. Aktivitas listrik pada sel-sel miosit
uterus terjadi karena siklus depolarisasi dan repolarisasi yang terjadi
pada membran plasma uterus dan ini disebut dengan potensial aksi.
Potensial aksi diperantarai oleh beberapa jenis jalur, seperti VGCC
(Voltage Gated Calcium Channel), SOCE (store-operated calcium
entry), ROCE (receptor- operated calcium entry), dan atau melalui
penyimpanan kalsium di ruang intrasel. Kontraksi uterus dapat terjadi
karena adanya aktivitas spontan pada otot polos uterus yang
disebabkan oleh potensial aksi tersebut dan sangat bergantung pada
peningkatan ion kalsium intraseluler, elemen kontraksi, serta sistem
konduksi antara sel-sel uterus.13
Rangsangan otot polos uterus sangat ditentukan oleh pergerakan
ion natrium (Na+), kalsium (Ca2+) dan klorida (Cl-) ke dalam
sitoplasma dan gerakan ion kalium (K+) ke dalam ruang ekstraseluler.
Sebelumnya, ketiga ion ini terkonsentrasi di luar miometrium.
Membran plasma biasanya lebih permeabel terhadap K+ yang
nantinya mengubah gradien elektrokimia hingga terjadi potensial aksi
pada miosit. Selanjutnya, depolarisasi membran plasma membuka
VGCC (Voltage Gated Calcium Channel) atau L-type Ca²⁺ Channel
yang mengakibatkan masuknya Ca²⁺ ke dalam sel. Ion Kalsium
kemudian membentuk ikatan kompleks dengan protein kalmodulin
dan mengaktifkan Myosin Light Chain Kinase (MLCK). MLCK harus
memfosforilasi rantai ringan 20-kDa dari myosin, memungkinkan
interaksi molekul myosin dengan aktin. Energi yang dilepaskan dari
ATP oleh myosin ATPase menghasilkan siklus cross-bridge antara
aktin dan myosin untuk menghasilkan kontraksi.13
Oksitosin dan stimulan rahim lainnya (seperti prostaglandin)
meningkatkan kontraksi dengan mengikat reseptor spesifik mereka
pada membran sel dan menyebabkan monomer kecil G-protein
berikatan dengan 10 Guanosin-5-Trifosfat (GTP) dan mengaktifkan

11
Phospholipase C (PLC). Hal ini kemudian akan membelah
phosphatidylinositol bifosfat (PIP2) di membran sel dan menghasilkan
inositol trifosfat (IP3) dan diasilgliserol (DAG) second messenger. IP3
kemudian mengikat reseptor spesifik pada permukaan Retikulum
Sarkoplasma dan dengan demikian meningkatkan ion kalsium intrasel.
DAG mengaktifkan protein kinase C (PKC) yang juga akan
meningkatkan kontraksi.13

2.2. Atonia Uteri


2.2.1. Definisi
Atonia uteri adalah keadaan lemahnya tonus/kontraksi rahim
yang menyebabkan uterus tidak mampu menutup perdarahan terbuka
dari tempat implantasi plasenta setelah bayi dan plasenta lahir.6
Atonia uteri terjadi jika uterus tidak berkontraksi dalam 15 detik
setelah dilakukan rangsangan taktil/ pemijatan fundus uteri.14

2.2.2. Epidemiologi
Prevalensi kejadian perdarahan post partum pasien obstetri di
seluruh dunia, sekitar 50-60% perdarahan postpartum disebabkan oleh
atonia uteri, 16-17% disebabkan oleh retensio plasenta, 23-24%
disebabkan oleh sisa plasenta, 4-5% disebabkan oleh laserasi jalan lahir,
dan 0,5-0,8% disebabkan oleh gangguan pembekuan darah atau faktor
koagulasi.15,16
Berdasarkan penelitian karakteristik dan penyebab perdarahan
post partum di RSUD Palembang BARI periode 2010-2012, distribusi
perdarahan post partum yang disebabkan oleh atonia uteri yaitu sebesar
20,5% dari jumlah sampel penelitian.7

2.2.3. Patogenesis
Atonia uteri adalah kondisi myometrium tidak dapat
berkontraksi dan darah yang keluar dari tempat melekatnya plasenta

12
menjadi tidak dapat terkendali. Kontraksi serabut-serabut miometrium
mengontrol perdarahan post partum. Bila uterus berkontraksi maka
miometrium akan menjepit pembuluh darah yang diantara serabut-
serabut otot.17,18
Jika serabut-serabut miometrium tersebut tidak berkontraksi
maka akan terjadi atonia uteri. Kontraksi uterus merupakan
mekanisme utama untuk mengontrol perdarahan pasca melahirkan.
Atonia uteri terjadi akibat kegagalan mekanisme ini.17,18

2.2.4. Manifestasi Klinis


1. Perdarahan Pervaginam
Perdarahan yang terjadi dalam 24 jam pertama. Darah dapat
disertai gumpalan, hal ini terjadi karena tromboplastin sudah tidak
mampu lagi menjadi anti pembekuan darah. Perlu diperhatikan,
masih ada darah sebanyak 500-1000 cc yang sudah keluar dari
pembulih darah, tetapi masih terperangkap dalam uterus dan harus
diperhitungkan dalam kalkulasi pemberian darah pengganti.6
2. Konsistensi rahim lunak
Merupakan gejala terpenting khas atonia dan sebagai pembeda
dengan penyebab perdarahan pasca persalinan lainnya. 6
3. Fundus uteri naik
Fundus uteri dijumpai setinggi pusat atau lebih. Fundus naik
karena adanya darah yang terperangkap dalam cavum uteri dan
menggumpal. 6
4. Terdapat tanda-tanda syok
Nadi cepat dan lemah (110 kali permenit), tekanan darah sangat
rendah dan tekanan sistolik <90 mmHg, pucat, berkeringat, kulit
terasa dingin dan lembab, pernafasan cepat frekuensi 30 kali/menit
atau lebih, gelisah, bingung atau kehilangan kesadaran, urine yang
sedikit (30 cc/jam), serta mual. 6
2.2.5. Diagnosis Banding
A. Robekan Jalan Lahir

13
Pada umumnya robekan jalan lahir terjadi pada persalinan
dengan trauma. Pertolongan persalinan yang semakin manipulatif dan
traumatik akan memudahkan robekan jalan lahir dan karena itu
dihindarkan memimpin persalinan pada saat pembukaan serviks
belum lengkap. Robekan jalan lahir biasanya akibat episiotomi,
robekan spontan perineum, trauma forseps atau vakum ekstraksi, atau
karena versi ekstraksi. 6
B. Retensio Plasenta
Bila plasenta tetap tertinggal dalam uterus setengah jam setelah
anak lahir disebut sebagai retensio plasenta. Disebut sebagai plasenta
akreta bila implantasi menembus desidua basalis dan Nitabuch layer,
disebut sebagai plasenta inkreta bila plasenta sampai menembus
miometrium dan disebut sebagai plasenta prekreta bila vili korialis
sampai menembus perimetrium. Sisa plasenta terjadi bila kala uri
berlangsung tidak lancar, atau setelah melakukan plasenta manual atau
menemukan adanya kotiledon yang tidak lengkap pada saat
melakukan pemeriksaan plasenta dan masih ada perdarahan dari
ostium uteri eksternum pada saat kontraksi rahim sudah baik dan
robekan jalan lahir sudah terjahit. Untuk itu, dapat dilakukan ekplorasi
dengan cara manual/digital atau kuret dan pemberian uterotonika. 6
C. Inversi Uteri
Kegawatdaruratan pada kala 3 yang dapat menimbulkan
perdarahan adalah terjadinya inversi uterus. Inversi uterus adalah
keadaan dimana lapisan dalam uterus (endomterium) turun dan keluar
lewat ostium uteri eksternum, yang dapat bersifat inkomplit sampai
komplit. 6
D. Gangguan Pembekuan Darah
Kausal perdarahan post partum karena gangguan pembekuan
darah baru dicurigai bila penyebab yang lain dapat disingkirkan apa
lagi disertai adanya riwayat pernah mengalami hal yang sama pada
persalinan sebelumnya. Akan ada tendensi mudah terjadi perdarahan
setiap dilakukan penjahitan dan perdarahan akan merembes atau

14
timbul hematoma pada bekas jahitan, suntikan, perdarahan gusi,
rongga hidung, dan lain-lain. 6
2.2.6. Pemeriksaan Penunjang
Onset perdarahan postpartum biasanya sangat cepat, dengan
diagnosis dan penanganan yang tepat, resolusi biasa terjadi sebelum
pemeriksaan laboratorium atau radiologis dapat dilakukan.19
Pemeriksaan laboratorium yang paling penting adalah untuk
menilai Hb darah. Tetap dilakukan pemeriksaan darah rutin, namun
yang menjadi poin penting adalah Hb, terutama jika Hb kurang dari 8
gr/dL. Selain itu, juga diperlukan pemeriksaan golongan darah untuk
keperluan transfusi darah jika nantinya diperlukan. Pemeriksaan
waktu perdarahan dan waktu pembekuan darah juga diperlukan untuk
menyingkirkan adanya penyebab gangguan pembekuan darah. 19
Pemeriksaan penunjang lainnya adalah pemeriksaan radiologi,
yaitu USG. Pemeriksaan USG dapat membantu untuk melihat adanya
gumpalan darah dan retensi sisa plasenta. USG pada periode antenatal
dapat dilakukan untuk mendeteksi pasien dengan risiko tinggi yang
memiliki faktor predisposisi terjadinya perdarahan postpartum, seperti
plasenta previa. Pemeriksaan USG dapat pula meningkatkan
sensitivitas dan spesifisitas dalam diagnosis plasenta akreta dan
variannya. 19

2.2.7. Tatalaksana

1. Resusitasi
Apabila terjadi perdarahan pospartum banyak, maka
penanganan awal yaitu resusitasi dengan oksigenasi dan pemberian
cairan cepat, monitoring tanda-tanda vital, monitoring jumlah urin,
dan monitoring saturasi oksigen. Pemeriksaan golongan darah dan
crossmatch perlu dilakukan untuk persiapan transfusi darah.6,19

2. Masase dan kompresi bimanual

15
Masase dan kompresi bimanual akan menstimulasi kontraksi
uterus sehingga menghentikan perdarahan. Pemijatan fundus uteri
segera setelah lahirnya plasenta (maksimal 15 detik). 6,19

3. Uterotonika
Oksitosin merupakan hormon sintetik yang diproduksi oleh
lobus posterior hipofisis. Obat ini menimbulkan kontraksi uterus
yang efeknya meningkat seiring dengan meningkatnya umur
kehamilan dan timbulnya reseptor oksitosin. Pada dosis rendah
oksitosin menguatkan kontraksi dan meningkatkan frekuensi, tetapi
pada dosis tinggi menyababkan tetani. Oksitosin dapat diberikan
secara IM atau IV, untuk perdarahan aktif diberikan lewat infus
dengan ringer laktat 20 IU perliter, jika sirkulasi kolaps bisa
diberikan oksitosin 10 IU intramiometrikal (IMM). Efek samping
pemberian oksitosin sangat sedikit ditemukan yaitu nausea dan
vomitus, efek samping lain yaitu intoksikasi cairan jarang
ditemukan. 7,19
Metilergonovin maleat merupakan golongan ergot alkaloid
yang dapat menyebabkan tetani uteri setelah 5 menit pemberian
IM. Dapat diberikan secara IM 0,25 mg, dapat diulang setiap 5
menit sampai dosis maksimum 1,25 mg, dapat juga diberikan
langsung pada miometrium jika diperlukan (IMM) atau IV bolus
0,125 mg. obat ini dikenal dapat menyebabkan vasospasme perifer
dan hipertensi, dapat juga menimbulkan nausea dan vomitus. Obat
ini tidak boleh diberikan pada pasien dengan hipertensi. 7,19
Uterotonika prostaglandin merupakan sintetik analog 15
metil prostaglandin F2alfa. Dapat diberikan secara
intramiometrikal, intraservikal, transvaginal, intravenous,
intramuscular, dan rectal. Pemberian secara IM atau IMM 0,25 mg,
yang dapat diulang setiap 15 menit sampai dosis maksimum 2 mg.
Pemberian secara rektal dapat dipakai untuk mengatasi perdarahan
pospartum (5 tablet 200 µg = 1 g). Prostaglandin ini merupakan

16
uterotonika yang efektif tetapi dapat menimbulkan efek samping
prostaglandin seperti: nausea, vomitus, diare, sakit kepala,
hipertensi dan bronkospasme yang disebabkan kontraksi otot halus,
bekerja juga pada sistem termoregulasi sentral, sehingga kadang-
kadang menyebabkan muka kemerahan, berkeringat, dan gelisah
yang disebabkan peningkatan basal temperatur, hal ini
menyebabkan penurunan saturasi oksigen. Uterotonika ini tidak
boleh diberikan pada pasien dengan kelainan kardiovaskular,
pulmonal, dan disfungsi hepatik. Efek samping serius
penggunaannya jarang ditemukan dan sebagian besar dapat hilang
sendiri. Dari beberapa laporan kasus penggunaan prostaglandin
efektif untuk mengatasi perdarahan persisten yang disebabkan
atonia uteri dengan angka kesuksesan 84%-96%. Perdarahan
pospartum dini sebagian besar disebabkan oleh atonia uteri maka
perlu dipertimbangkan penggunaan uterotonika ini untuk mengatasi
perdarahan masif yang terjadi. 7,19

4. Uterine lavage dan Uterine Packing


Jika uterotonika gagal menghentikan perdarahan, pemberian
air panas ke dalam cavum uteri mungkin dapat bermanfaat untuk
mengatasi atonia uteri. Pemberian 1-2 liter salin 47°C-50°C
langsung ke dalam cavum uteri menggunakan pipa infus. Tangan
operator tidak boleh menghalangi vagina untuk memberi jalan salin
keluar.
Penggunaan uterine packing saat ini tidak disukai dan masih
kontroversial. Efeknya adalah hiperdistended uterus dan sebagai
tampon uterus.Prinsipnya adalah membuat distensi maksimum
sehingga memberikan tekanan maksimum pada dinding uterus.
Segmen bawah rahim harus terisi sekuat mungkin, anestesi
dibutuhkan dalam penanganan ini dan antibiotika broad-spectrum
harus diberikan. Uterine packing dipasang selama 24-36 jam,
sambil memberikan resusitasi cairan dan transfusi darah masuk.

17
Uterine packing diberikan jika tidak tersedia fasilitas operasi atau
kondisi pasien tidak memungkinkan dilakukan operasi. 7,19

5. Operatif
Beberapa penelitian tentang ligasi arteri uterina menghasilkan
angka keberhasilan 80-90%. Pada teknik ini dilakukan ligasi arteri
uterina yang berjalan disamping uterus setinggi batas atas segmen
bawah rahim. Jika dilakukan SC, ligasi dilakukan 2-3 cm dibawah
irisan segmen bawah rahim. Untuk melakukan ini diperlukan jarum
atraumatik yang besar dan benang absorbable yang sesuai. Arteri
dan vena uterina diligasi dengan melewatkan jarum 2-3 cm medial
vasa uterina, masuk ke miometrium keluar di bagian avaskular
ligamentum latum lateral vasa uterina. Saat melakukan ligasi
hindari rusaknya vasa uterina dan ligasi harus mengenai cabang
asenden arteri miometrium, untuk itu penting untuk menyertakan 2-
3 cm miometrium. Jahitan kedua dapat dilakukan jika langkah
diatas tidak efektif dan jika terjadi perdarahan pada segmen bawah
rahim. Dengan menyisihkan vesika urinaria, ligasi kedua dilakukan
bilateral pada vasa uterina bagian bawah, 3-4 cm dibawah ligasi
vasa uterina atas. Ligasi ini harus mengenai sebagian besar cabang
arteri uterina pada segmen bawah rahim dan cabang arteri uterina
yang menuju ke servik, jika perdarahan masih terus berlangsung
perlu dilakukan bilateral atau unilateral ligasi vasa ovarian. 7,19
Ligasi arteri Iliaka Interna. Identiffikasi bifurkasiol arteri
iliaka, tempat ureter menyilang, untuk melakukannya harus
dilakukan insisi 5-8 cm pada peritoneum lateral paralel dengan
garis ureter. Setelah peritoneum dibuka, ureter ditarik ke medial
kemudian dilakukan ligasi arteri 2,5 cm distal bifurkasio iliaka
interna dan eksterna. Klem dilewatkan dibelakang arteri, dan
dengan menggunakan benang non absobable dilakukan dua ligasi
bebas berjarak 1,5-2 cm. Hindari trauma pada vena iliaka interna.
Identifikasi denyut arteri iliaka eksterna dan femoralis harus
dilakukan sebelum dan sesudah ligasi. Risiko ligasi arteri iliaka

18
adalah trauma vena iliaka yang dapat menyebabkan perdarahan.
Dalam melakukan tindakan ini dokter harus mempertimbangkan
waktu dan kondisi pasien. 7,19
Teknik B-Lynch. Teknik B-Lynch dikenal juga dengan
“brace suture”, ditemukan oleh Christopher B Lynch 1997, sebagai
tindakan operatif alternative untuk mengatasi perdarahan
pospartum akibat atonia uteri. 7,19
Histerektomi. Histerektomi peripartum merupakan tindakan
yang sering dilakukan jika terjadi perdarahan pospartum masif
yang membutuhkan tindakan operatif. Insidensi mencapai 7-13 per
10.000 kelahiran, dan lebih banyak terjadi pada persalinan
abdominal dibandingkan vaginal. 7,19

Langkah-Langkah Rinci Penatalaksanaan Atonia Uteri Pasca


Persalinan
1. Lakukan massage pundus uteri segera setelah plasenta dilahirkan :
massage merangsang kontraksi uterus. Sambil melakukan
massage sekaligus dapat dilakKIukan penilaian kontraksi uterus.
2. Bersihkan kavum uteri dari selaput ketuban dan gumpalan darah :
selaput ketuban atau gumpalan darah dalam kavum uteri akan
dapat menghalangi kontraksi uterus secara baik.
3. Mulai melakukan kompresi bimanual interna. Jika uterus
berkontraksi keluarkan tangan setelah 1-2 menit. Jika uterus tetap
tidak berkontraksi teruskan kompresi bimanual interna hingga 5
menit : sebagian besar atonia uteri akan teratasi dengan tindakan
ini. Jika kompresi bimannual tidak berhasil setelah 5 menit,
dilakukan tindakan lain
4. Minta keluarga untuk melakukan kompresi bimanual eksterna :
Bila penolong hanya seorang diri, keluarga dapat meneruskan
proses kompresi bimanual secara eksternal selama anda
melakukan langkah-langkah selanjutnya.

19
5. Berikan metal ergometrin 0,2 mg intra muskuler / intravena :
metilergometrin yang diberikan secara intramuskuler akan mulai
bekerja dalam 5-7 menit dan akan menyebabkan kontraksi uterus.
Pemberian intravena bila sudah terpasang infuse sebelumnya.
6. Berikan infuse cairan larutan ringer laktat dan oksitoksin 20
IU/500 ml : anda telah memberikan oksitoksin pada waktu
penatalaksanaan aktif kala tiga dan metil ergometrin
intramuskuler. Oksitoksin intravena akan bekerja segera untuk
menyebabkan uterus berkontraksi. Ringer laktat akan membantu
memulihkan volume cairan yang hilang selama atoni. Jika uterus
wanita belum berkontraksi selama 6 langkah pertama, sangat
mungkin bahwa ia mengalami perdarahan postpartum dan
memerlukan penggantian darah yang hilang secara cepat.
7. Mulai lagi kompresi bimanual interna atau pasang tampon
uterovagina : jika atonia uteri tidak teratasi setelah 7 langkah
pertama, mungkin ibu mengalami masalah serius lainnya.
Tampon utero vagina dapat dilakukan bila penolong telah terlatih.
Segera siapkan proses pembedahan..
8. Teruskan cairan intravena hingga ruang operasi siap.
9. Lakukan laparotomi dengan ligasi dengan pilihan bedah
konservatif (mempertahankan uterus) atau melakukan
histeroktomi. Alternatifnya berupa: ligasi arteria uterina atau
arteria ovarika, operasi ransel B Lynch, histerektomi
supravaginal, histerektomi total abdominal.

20
2.2.8. Komplikasi
Di samping menyebabkan kematian, syok, HPP memperbesar
kemungkinan terjadinya infeksi puerperalis karena daya tahan tubuh
penderita berkurang. Perdarahan banyak kelak bisa menyebabkan
sindroma Sheehan sebagai akibat nekrosis pada hipofisis pars anterior
sehingga terjadi insufisiensi bagian tersebut. Gejala-gejalanya ialah

21
hipotensi, anemia, turunnya berat badana sampai menimbulkn kakeksia,
penurunana fungsi seksual dengan atrofi alat-alat genital, kehilangan
rambut pubis dan ketiak, penurunan metabolisme dan hipotensi, amenorea
dan kehilangan fungsi laktasi.18

22
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN

3.1. Kesimpulan
1. Atonia uteri adalah keadaan lemahnya tonus/kontraksi rahim yang
menyebabkan uterus tidak mampu menutup perdarahan terbuka dari
tempat implantasi plasenta setelah bayi dan plasenta lahir.
2. Manifestsi klinis dari dari atonia uteri yaitu dapat ditemukan perdarahan
post partum, konsistensi rahim lunak, fundus uteri naik, dan sampai
adanya tanda-tanda shock.
3. Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan pada kasus atonia uteri
antara lain pemeriksaan laboratorium darah lengkap dan pemeriksaan
USG.
4. Penatalaksanaan atonia uteri dapat dilakukan dengan cara pemberian
resusitasi, massase dan kompresi bimanual, uterotonika, uterine lavage dan
uterine packing, dan juga dengan tindakan operatif.
5. Komplikasi dari atonia uteri antara lain shock dan infeksi puerperalis

3.2. Saran
1. Pencegahan dan diagnosis lebih awal sangat penting untuk mencegah
terjadinya atonia uteri. Tujuannya agar menghindari beberapa komplikasi
yang dapat terjadi seperti perdarahan, syok hingga kematian.
2. Bagi dokter muda agar lebih memahami dan menerapkan pemahaman
mengenai atonia uteri agar ketika menemukan kasus tersebut pada
pelayanan kesehatan tingkat pertama dapat mendiagnosis dan melakukan
penanganan yang cepat dan benar.

23
DAFTAR PUSTAKA

1. Sebghati M, Chandraharan E. An update on the risk factors for and


management of obstetric haemorrhage. Women’s Heal. 2017;13(2):34–
40.
2. World Health Organization (WHO). 2018. World Health Statistics 2018.
Januari 11, 2021. https://www.who.int/news-room/fact-
sheets/detail/maternal-mortality.
3. Kementrian Kesehatan Masyarakat. Kematian Maternal dan Neonatal di
Indonesia. 2019.
4. Kemenkes RI. 2014. Infodatin Ibu - Situasi Kesehatan Ibu. Jakarta
Selatan. 2014.
5. Manuaba, I. B. G. 2010. Ilmu Kebidanan Penyakit Kandungan dan
Keluarga Berencana Untuk Pendidikan Bidan, EGC, Jakarta, Indonesia.
6. Wiknjosastro, H. 2018. Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka
Sarwono Prawirohardjo.
7. Daud, S., Fitriani, N. 2015. Karakteristik dan Penyebab Hemoragic Post
Partum yang Dialami Oleh Ibu di RSUD Palembang BARI Periode 2010-
2012. Syifa Medika Vol 5(2), Maret 2015.
8. Paulsen, F., Waschke, J. 2015. Sobotta Atlas Anatomi Manusia. Jakarta:
Elsevier
9. Noerpramana, N.P. 2011. Perempuan Dalam Berbagai Masa Kehiduoan,
dalam: Mochammad Anwar, dkk(Ed), Ilmu Kandungan Edisi Ketiga.
Jakarta: PT Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo.
10. Samsulhadi. 2011. Haid dan Siklusnya, dalam: Mochammad Anwar,
dkk(Ed), Ilmu Kandungan Edisi Ketiga. Jakarta: PT Bina Pustaka
Sarwono Prawiroharjo.
11. Satriyandari, Y., Hariyanti, N.R. 2017. Faktor-faktor yang Mempengaruhi
Kejadian Perdarahan Post Partum. Journal of Health Studies 1(1)
12. Safdar, A.H.A., et al. 2013. Physiology of Parturition. International Joural
of Advanced Biological and Biomedical Research Vol 1(3)

24
13. Hall, J. 2012. Guyton & Hall Buku ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta:
Elsevier
14. Manuaba, I. B. G. 2010. Ilmu Kebidanan Penyakit Kandungan dan
Keluarga Berencana Untuk Pendidikan Bidan, EGC, Jakarta, Indonesia.
15. Knight M, Callaghan WM, Berg C, et al. Trends in postpartum
hemorrhage in high resource countries: a review and recommendations
from the International Postpartum Hemorrhage Collaborative Group. BMC
Pregnancy Childbirth. 2009; 9:55. 
16. Say L,Chou D, Gemmill A, et al. Global causes of maternal death: a WHO
systematic analysis. Lancet Glob Health. 2014; 2(6): 323 - 333.
17. Varney, H. 2008. Buku Ajar Asuhan Kebidanan. Jakarta: EGC
18. James R Scott, et al. Danforth buku saku obstetric dan ginekologi. Alih
bahasa TMA Chalik. Jakarta: Widya Medika, 2002.
19. Wiknjosastro, H. 2011. Ilmu Bedah Kebidanan. Edisi Pertama. PT. Bina
Pustaka Sarwono Prawirohardjo, Jakarta, Indonesia.

25

Anda mungkin juga menyukai