Disusun oleh:
Revinka Frilia
202001500428
2021
Kasus 1
Insiden penggerebekan 141 pria diduga homoseksual, di ruko yang diduga sebagai
lokasi pesta seks gay di Kelapa Gading, Jakarta Utara menjadi sorotan dunia.
Dari Asia, artikel berjudul 'Indonesian police arrest 141 men in Jakarta over 'gay
party' digunakan oleh media Singapura New Straits Times untuk melaporkan pesta
tersebut.
Sementara dari Australia, ABC News, melaporkan insiden itu dengan 'Indonesia police
arrest dozens in raid on Jakarta gay sauna'.
Dalam artikel berjudul 'Indonesian police arrest 141 men over 'gay sex party', BBC
mengupas soal pesta gay tersebut, termasuk biaya Rp 185 ribu yang harus dibayar para
pengunjung -- yang juga datang dari Singapura dan Inggris.
Sedangkan media Inggris lainnya, The Guardian, memuat artikel 'Indonesian police
arrest more than 140 men at alleged gay sauna party'.
Kasus 2
Pada awal Mei masyarakat Surabaya dikejutkan dengan pesta gay yang diduga
dilakukan di dua kamar di Hotel Oval Surabaya.
Pesta seks gay di Ruang 203 dan 314 itu digerebek jajaran unit Perlindungan
Perempuan dan Anak (PPA) Polrestabes Surabaya, Minggu 30 April 2017.
Dari hasil tes itu ditemukan fakta mengejutkan. Di mana lima dari 14 orang peserta
pesta seks gay itu positif mengidap Human Immunodeficiency Virus (HIV).
"Berdasarkan pemeriksaan dari lima di antara empat belas peserta yang menggelar
party itu dinyatakan positif HIV. Hasilnya sungguh mengejutkan," kata Kasat Reskrim
Polresta Surabaya, AKBP Shinto Silitonga.
Peristiwa ini disorot oleh kantor berita Prancis AFP. Mereka menulis judul
pemberitaan Indonesian Men Facing 15 Years In Prison For 'Gay Party'.
Mengutip pernyataan Shinto dua orang yang diduga pelaksana pesta seks tersebut
terancam hukuman maksimal 15 tahun penjara.
Dari sisi lain, upaya pemerintah itu bisa juga ditafsirkan sebagai usaha untuk
mengidentifkasi dan melokalisir pelaku LGBT yang ada di ibukota. Pandangan ini
diungkapkan pula oleh ProfDidin Hafdhuddin dalam opininya di Republika menulis
“sebelum era globalisasi dan teknologi informasi merambat ke seluruh dunia, tidak
pernah terbayangkan LGBT berkembang di negara kita yang berpenduduk mayoritas
umat Islam.7 Penyebaran LGBT secara sistematis tidak lepas dari konspirasi asing
untuk mengaburkan kepribadian suatu bangsa dan menariknya ke dalam pusaran
budaya global yang dibangun di atas pandangan hidup sekuler.
1. Kekerasan
2. Diskriminasi
Salah satu isu yang mereka rasakan tidak adil adalah bahwa negara tidak
melegalkan pernikahan sesama jenis, sesuai dengan Pasal 1 Undang-Undang No. 1
Tahun 1974, bahwa “Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dan
seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga atau rumah
tangga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.”.
Secara psikis pelaku LGBT merasa terdiskriminasi dalam bentuk apapun yang
didasarkan pada orientasi seksual, identitas gender dan ekspresi gender, yang dilakukan
oleh berbagai pihak, baik oleh pejabat/aparatur negara. Jika anak LGBT ditolak oleh
orang tuanya, maka ia rentan mengalami masalah kejiwaan. Kurangnya dukungan
keluarga terhadap identitas diri pelaku LGBT memengaruhi kualitas kesehatan
jiwanya. Dukungan yang dibutuhkan pelaku LGBT berasal dari hubungan yang
diperoleh, yaitu dari teman; serta dari hubungan yang terberi, yaitu dari keluarga.
Menurut Ryan et al. (2010: 205), remaja LGBT yang diterima oleh keluarganya
memiliki kesehatan mental dan fsik yang positif. Penelitian ini senada dengan hasil
riset Bariola et al. (2015: 2112) yang menyimpulkan bahwa dukungan keluarga lebih
signifkan untuk menjaga tekanan psikologis pelaku LGBT.
Simpulan
Saran
https://www.liputan6.com/global/read/2963642/4-kasus-lgbt-di-indonesia-yang-
disorot-dunia
1288-2990-1-SM.pdf