PENDAHULUAN
1.1. Pendahuluan
Pelaksanaan birokrasi di negara ini masih jauh dari harapan masyarakat yang
menginginkan pelayanan yang baik namu pada kenyataannya banyak sekali terjadi
penyimpangan yang terjadi dalam melayani masyarakat contohnya tidur pada jam kerja,
bolos dan masih banyak lagi. Hal ini harus di tanggapi dengan serius oleh pemerintah
untuk menindak para aparat yang lalai dan kurang dalam melayani masyarakat dengan
tegas agar memeberikan sanksi yang membuat para aparat tersebut itu jera dan tidak
melakukan lagi kedepannya guna untuk mewujudkan Good Governance.
Pelayanan publik yang diberikan oleh birokrat harus sesuai dengan ketentuan negara
dan memudahkan masyarakat untuk mendapatkan pelayanan yang disediakan oleh
pemerintah guna kesejahteraan masyarakat. Pada saat ini para pelayan publik harus
menyesuaikan dengan zaman agar mengikuti perkembangan teknologi yang berkembang
saat ini untuk meningkatkan kualitas pelayanan yang diberikan kepada masyarakat.
Masalah yang terjadi akibat tidak loyal dan totalnya para aparat dalam menjalankan
tugasnya sebagai pelayan publik. Sehingga jika ada sidak banyak menemukan
pelanggaran yang ditemukan dalam sidak tersebut. Ada sebagain yang menyepelekan
tugas sebagai pelayan publik yang biasa di sebut ASN (Aparatut Sipil Negara) karena
sudah pasti mendapat gaji bulan yang diberika pemerintah. Hal itu sering dicontoh oleh
tenaga honorer sehingga tidak ada perubahan kinerja jika jumlah ASN dan honore jika
kinerjanya sama-sama mengecewakan masyarakat.
Mengingkatkan kualitas pelayanan yang diberikan secara berkala sehingga terlihat
progresnya jadi tidak hanya asal datang pelatihan atau seminar tapi dapat di peraktekan
dalam memberikan pelayan dengan diawasi secara ketat dan para pemimpin yang
jujur,adil dan propesional untuk menindak para aparat yang telhat tidak memebrikan
pelayanan yang baik baik masyarakat. Hal ini perlu di perhatiakan oleh pemerinatah
untuk meningkatkan kualitas pelayanan yang diberikan dengan mengeluarkan PP atau UU
yang mengawasi pelayanan yanga diberikan kepada masyarakat sehingga terwujudnya
Good Governance.
Page | 1
3) Bagaiaman etika dalam birokrasi?
4) Bagaimana fungsi birokrasi sebagai pelayan pubik?
Page | 2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Birokrasi
Arti birokrasi bisa dipahami dengan jalan memahami artinya secara kebahasaan atau
etimologi. Menurut Kamus Itilah Politik Kotemporer, secara etimologi, birkorasi berasal dari
dua kata, yakni kata “biro” atau “bureau”, dan “krasi” atau “cracy” atau “kratie”. Biro berarti
kantor atau dinas, sedangkan krasi berarti pemerintahan. (POROSILMU.
2016.Memahami Pengertian Birokrasi.http://www.porosilmu.com/2016/09/memahami-
pengertian-birokrasi.html.21 januari 2018)
Page | 3
(SETA BASRI.2009.Pengertian Birokrasi dan Jenis-jenis Birokrasi
Negara.http://setabasri01.blogspot.co.id/2009/02/birokrasi.html.diakses tanggal 21 januari
2018)
Page | 4
penyelenggaraan fungsi-fungsi pemerintahan yang merupakan bagian dari fungsi aparat
birokrasi itu sendiri.
Di negara kita yang masih kental budaya paternalistik atau tunduk dan taat kepada Bapak
atau pemimpin pemerintahan yang juga merupakan pemimpin birokrasi, sehingga sangat sulit
bagi masyarakat untuk menegur para aparat Birokrasi bahwa yang dilakukannya itu tidak etis
atau tidak bermoral, mereka lebih banyak diam dan malah manut saja melihat perilaku yang
adan dalam jajaran aparat birokrasi.
Dalam kondisi seperti di atas, inisiatif penetapan Etika bagi aparat Birokrasi atau
penyelenggara pemerintahan hampir sepenuhnya berada di tangan pemerintah. Dimana
pemerintah atau organisasi yang disebut birokrasi merasa paling berkuasa dan merasa dialah
yang mempunyai kewenangan untuk menentukan sesuatu itu etis atau tidak bagi dirinya
menurut versi atau pandangannya sendiri, tanpa mempedulikan aturan main di masyarakat.
Permasalahan ini sangat rumit karena Etika Birokrasi cenderung diseragamkan melalui
peraturan Kepegawaian yang telah diatur oleh Birokrasi tingkat atas atau pemerintah pusat,
sementara dalam pelaksanaan tugasnya dia berada di tengah-tengah masyarakat.
Pertanyaannya sekarang apakah yang dikatakan Etis menurut peraturan kepegawaian yang
mengatur Aparat Birokrasi dapat dikatakan etis pula dalam masyarakat ataupun sebaliknya.
Dalam menyikapi pelaksanaan Etika Birokrasi di Indonesia sering dikaitkan dengan Etika
Pegawai Negeri yang telah diformalkan lewat ketentuan dan peraturan Kepegawaian di
negara kita, sehingga terkadang tidak menyentuh permasalahan Etika dalam masyarakat yang
lebih jauh lagi disebut moral. Di sini tidak akan dipermasalahkan Etika Birokrasi itu
diformalkan atau tidak tetapi yang terpenting adalah bagaimana penerapannya serta sanksi
yang jelas dan tegas, ini semua membutuhkan kemauan baik dari Aparat Birokrasi itu sendiri
untuk menaatinya.
Pelaksanaan Etika Birokrasi dalam penyelenggaraan pemerintahan di Indonesia,
sebagaimana telah disinggung di atas perlu diperhatikan perihal sanksi yang menyertainya,
karena Etika pada umumnya tidak ada sanksi fisik atau hukuman tetapi berupa sanksi sosial,
seperti dikucilkan, dihujat dan yang paling keras disingkirkan dari lingkungan masyarakat
tersebut. Sementara bagi Aparat Birokrasi sangat sulit, karena masyarakat enggan dan
sungkan (budaya Patron yang melekat).
Begitu rumit dan kompleksnya permasalahan pemerintahan dewasa ini membuat para
aparat birokrasi mudah tergelincir atau terjerumus kedalam perilaku yang menyimpang.
Kondisi lain, tuntutan atau kebutuhan hidupnya sendiri turut menentukan perilaku tersebut.
Untuk itu perlu adanya penegasan payung hukum atau norma aturan yang perlu disepakati
Page | 5
bersama untuk dilakukan. Perlu juga diayomi dengan aturan hukum yang jelas dan sanksi
yang tegas bagi siapa saja pelanggarnya tanpa pandang bulu di dalam jajaran Birokrasi di
Indonesia. Seiring dengan itu Paul H. Douglas dalam bukunya “Ethics in Government” yang
dikutip oleh olehDrs. Haryanto, MA, terdapat tindakan-tindakan yang hendaknya dihindari
oleh seorang pejabat pemerintah yang juga merupakan aparat Birokrasi, yaitu :
a) Ikut serta dalam transaksi bisnis pribadi atau perusahaan swasta untuk keuntungan
pribadi dengan mengatasnamakan jabatan kedinasan.
b) Menerima segala sesuatu hadiah dari pihak swasta pada saat ia melaksanakan
transaksi untuk kepentinagn dinas.
c) Membicarakan masa depan peluang kerja diluar instansi pada saat ia berada dalam
tugas-tugas sebagai pejabat pemerintah.
d) Membocorkan informasi komersial atau ekonomis yang bersifat rahasia kepada pihak-
pihak yang tidak berhak.
e) Terlalu erat berurusan dengan orang-orang diluar instansi pemerintah yang dalam
menjalankan bisnis pokoknya tergantung dari izin pemerintah.
Dengan demikian jelas bahwa Etika Birokrasi sangat terkait dengan perilaku dan tindakan
oleh aparat birokrasi tersebut dalam melaksanakan fungsi dan kerjanya, apakah ia
menyimpang dari aturan dan ketentuan atau tidak. Untuk itu perlu aturan yang tegas dan
nyata, sebab berbicara tentang Etika biasanya tidak tertulis dan sanksinya berupa sanksi
sosial yang situasional dan kondisional tergantung tradisi dan kebiasaan masyarakat
tersebut.Untuk itu kami mencoba merekomendasikan Kode Etik Birokrasi mengacu kepada
ketentuan Peraturan kepegawaian bagi Pegawai Negeri di Indonesia.
Peraturan Kepegawaian Sebagai Bagian Dari Penerapan Etika Birokrasi. Berbicara Etika
Birokrasi tidak dapat dipisahkan dari Etika Aparatur Birokrasi itu karena secara eksplisit
Etika Birokrasi telah termuat dalam peraturan Kepegawaian yang mengatur para aparat
Birokrasi (Pegawai negeri) itu sendiri. Birokrasi merupakan sebuah organisasi penyelenggara
pemerintahan yang terstruktur dari pusat sampai ke daerah dan memiliki jenjang atau
tingkatan yang disebut hierarki. Jadi Etika Birokrasi sangat terkait dengan tingkah laku para
aparat birokrasi itu sendiri dalam melaksanakan tugas dan fungsinya. Aparat Birokrasi secara
kongkrit di negara kita yaitu Pegawai Negeri baik itu Sipil maupun Militer, yang secara
Page | 6
organisatoris dan hierarkis melaksanakan tugas dan fungsi masing-masing sesuai aturan yang
telah ditetapkan.
Etika Birokrasi merupakan bagian dari aturan main organisasi Birokrasi atau Pegawai
Negeri yang kita kenal sebagai Kode Etik Pegawai Negeri, diatur oleh Undang-undang
Kepegawaian. Kode Etik yang berlaku bagi Pegawai Negeri Sipil (PNS) disebut Sapta
Prasetya Korps Pegawai Republik Indonesia (Sapta Prasetya KORPRI) dan di kalangan
Tentara Nasional Indonesia (TNI) disebut Sapta Marga. Kode Etik itu dibaca secara
bersama–sama pada kesempatan tertentu yang kadang-kadang diikuti oleh wejangan dari
seorang pimpinanupacara yang disebut inspektur upacara (IRUP).Hal ini dimaksudkan untuk
menciptakan kondisi–kondisi moril yang menguntungkan dalam organisasi yang
berpengalaman dan menumbuhkan sikap mental dan moral yang baik. Kode Etik tersebut
biasanya dibaca dalam upacara bendera, upacara bulanan atau upacara ulang tahun organisasi
yang bersangkutan dan upacara–upacara nasional.
Setiap organisasi, misalnya PNS atau TNI ada usaha untuk membentuk Kode Etik yang
lebih mengikat atau mengatur anggotanya agar lebih beretika dan bermoral. Namun sampai
sekarang belum diketahui sampai seberapa jauh dan juga belum dapat dipantau secara jelas
apakah perbuatan seseorang melanggar Etika atau Kode Etik atau tidak, karena belum jelas
batasannya dan apa sanksinya. Dengan demikian Kode Etik dapat benar-benar dipergunakan
sebagai ukuran atau kriteria untuk menilai perilaku atau tingkah laku aparat Birokrasi
sehingga disebut beretika atau tidak. Namun demikian, apapun maksud yang hendak dicapai
dengan membentuk dan ,menanamkan Kode Etik tersebut adalah demi terciptanya Aparat
Birokrasi lebih jujur, lebih bertanggung jawab, lebih berdisiplin, dan lebih rajin serta yang
terpenting lebih memiliki moral yang baik serta terhindar dari perbuatan tercela seperti
korupsi, kolusi, nepotisme dan sebagainya.
Taufik akmal.2014.etika birokrasi dalam mewujudkan pelayanan publik.
http://makalainet.blogspot.co.id/2014/01/etika-pemerintahan-2.html?m=1/diakses tanggal 21
januari 2018
Page | 7
mamandang pendapatan mereka. Bahkan apabila layanan-layanan umum tersebut tersedia
secara umum atau dibiayai oleh umum, layanan-layanan tersebut, karena alasan politis atau
sosial, berada di bawah peraturan/regulasi yang lebih tinggi daripada peraturan yang berlaku
untuk sektor ekonomi. Istilah layanan publik juga merupakan istilah lain untuk layanan sipil.
Terdapat empat unsur penting dalam proses pelayanan publik, yaitu (Bharata, 2004:11)
Penyedia layanan, yaitu pihak yang dapat memberikan suatu layanan tertentu kepada
konsumen, baik berupa layanan dalam bentuk penyediaan dan penyerahan barang (goods)
atau jasa-jasa (services). Penerima layanan, yaitu mereka yang disebut sebagai konsumen
(costomer) atau customer yang menerima berbagai layanan dari penyedia layanan.
Jenis layanan, yaitu layanan yang dapat diberikan oleh penyedia layanan kepada pihak yang
membutuhkan layanan.Kepuasan pelanggan, dalam memberikan layanan penyedia layanan
harus mengacu pada tujuan utama pelayanan, yaitu kepuasan pelanggan. Hal ini sangat
penting dilakukan karena tingkat kepuasan yang diperoleh para pelanggan itu biasanya sangat
berkaitan erat dengan standar kualitas barang dan atau jasa yang mereka nikmati.
Ciri-ciri pelayanan publik yang baik adalah memiliki unsur-unsur sebagai berikut (Kasmir,
2006:34):
Page | 8
2.6. Undang-undang Pelayanan Publik
Penyelenggara dapat melakukan kerja sama dalam bentuk penyerahan sebagian tugas
penyelenggaraan pelayanan publik kepada pihak lain, dengan syarat kerja sama tsb tidak
menambah beban bagi masyarakat. Ketentuan-ketentuan dalam kerjasama tsb adalah:
Page | 9
1) Perjanjian kerja sama penyelenggaraan pelayanan publik dituangkan sesuai dengan
peraturan perundang-undangan dan dalam pelaksanaannya didasarkan pada standard
pelayanan;
2) Penyelenggara berkewajiban menginformasikan perjanjian kerja sama kepada
masyarakat;
3) Tanggung jawab pelaksanaan kerja sama berada pada penerima kerja sama,
sedangkan tanggung jawab penyelenggaraan secara menyeluruh berada pada
penyelenggara;
4) Informasi tentang identitas pihak lain dan identitas penyelenggara sebagai
penanggung jawab kegiatan harus dicantumkan oleh penyelenggara pada tempat
yang
jelas dan mudah diketahui masyarakat; dan
5) Penyelenggara dan pihak lain wajib mencantumkan alamat tempat mengadu dan
sarana untuk menampung keluhan masyarakat yang mudah diakses, antara lain
telepon, pesan layanan singkat (short message service (sms)), laman (website), pos-
el (e-mail), dan kotak pengaduan.
Selain kerjasama diatas, penyelenggara juga dapat melakukan kerja sama tertentu dengan
pihak lain untuk menyelenggarakan pelayanan publik. Kerja sama tertentu merupakan kerja
sama yang tidak melalui prosedur seperti yang dijelaskan diatas, dan penyelenggaraannya
tidak bersifat darurat serta harus diselesaikan dalam waktu tertentu, misalnya pengamanan
pada saat penerimaan tamu negara, transportasi pada masa liburan lebaran, dan pengamanan
pada saat pemilihan umum. (Pasal 13 UU No 25 Tahun 2009)
Page | 10
g) berpartisipasi aktif dan mematuhi peraturan perundang-undangan yang terkait dengan
penyelenggaraan pelayanan publik;
h) memberikan pertanggungjawaban terhadap pelayanan yang diselenggarakan;
i) membantu masyarakat dalam memahami hak dan tanggung jawabnya;
j) bertanggung jawab dalam pengelolaan organisasi penyelenggara pelayanan publik;
k) memberikan pertanggungjawaban sesuai dengan hukum yang berlaku apabila
mengundurkan diri atau melepaskan tanggung jawab atas posisi atau jabatan; dan
l) memenuhi panggilan atau mewakili organisasi untuk hadir atau melaksanakan
perintah suatu tindakan hukum atas permintaan pejabat yang berwenang dari lembaga
negara atau instansi pemerintah yang berhak, berwenang, dan sah sesuai dengan
peraturan perundang-undangan. (Pasal 15 UU No 29 Tahun 2009)
Hendri Mahdi.2015.Pelayanan Publik Menurut UU no 5 tahun
2009.https://www.kompasiana.com/tenderwatch/pelayanan-publik-menurut-uu-no-25-tahun-
2009_54ffd0b5a333118f6850fa7b. Diakses tanggal 21 januari 2018
1. Akuntabilitas
Page | 11
2. Responsivitas
Responsivitas adalah kemampuan birokrasi untuk mengenali kebutuhan masyarakat,
menyusun kebutuhan dan aspirasi masyarakat. Secara singkat dapat dikatakan bahwa
responsivitas ini mengukur daya tanggap birokrasi terhadap harapan, keinginan dan aspirasi,
serta tuntutan pengguna jasa. Responsivitas sangat dibutuhkan dalam pelayanan publik
karena hal tersebut merupakan bukti kemampuan organisasi untuk mengenali kebutuhan
masyarakat, menyusun agenda dan prioritas pelayanan serta mengembangkan program-
program pelayanan publik sesuai dengan kebutuhan dan aspirasi masyarakat (Dilulio, 1994).
Organisasi yang memiliki responsivitas rendah dengan sendirinya memiliki kinerja yang jelek
juga (Osborne dan Plastrik, 1997).
4. Efisiensi Pelayanan
Efisiensi pelayanan adalah perbandingan terbaik antara input dan output pelayanan.
Secara ideal, pelayanan akan efisien apabiila birokrasi pelayanan dapat menyediakan input
pelayanan, seperti biaya dan waktu pelayanan yang meringankan masyarakat pengguna jasa.
Demikian pula dalam sisi output pelayanan, birokrasi, birokrasi secara ideal harus dapat
memberikan produk pelayanan yang berkualitas, terutama dari aspek biaya dan waktu
pelayanan. Efisiensi pada sisi input dipergunakan untuk melihat seberapa jauh kemudahan
akses publik yang ditawarkan. Akses publik terhadap pelayanan dipandang efisien apabila
publik memiliki jaminan atau kepastian menyangkut biaya pelayanan.
Page | 12
Inspirasi2016.2016.Birokrasi dan Pelayan
Publik.https://inspirasi2016.wordpress.com/2016/01/16/birokrasi-dan-pelayanan-publik/. Diakses
tanggal 21 januari 2018
a. Kesederhanaan;
Prosedur pelayanan publik tidak berbelit-belit, mudah dipahami, dan mudah
dipahami, dan mudah dilaksanakan;
b. Kejelasan;
1) Persyaratan teknis dan adminsitratif pelayanan publik;
2) Unit kerja/pejabat yang berwenang dan bertanggungjawab dalam memberikan
pelayanan dan penyelesaian keluhan/persoalan/ sengketa dalam pelaksanaan
pelayanan publik;
3) Rincian biaya pelayanan publik dan tata cara pembayaran.
c. Kepastian waktu;
Pelaksanaan pelayanan publik dapat diselesaikan dalam kurun waktu yang telah
ditentukan.
d. Akurasi
Produk pelayanan publik diterima dengan benar, tepat dan sah.
Page | 13
e. Keamanan;
Proses dan produk pelayanan publik memberikan rasa aman dan kepastian hukum.
f. Tanggung jawab;
Pimpinan penyelenggara pelayanan publik atau pejabat yang ditunjuk
bertanggungjawab atas penyelenggaraan pelayanan dan Penyelesaian
keluhan/persoalan dalam pelaksanaan pelayanan publik.
g. Kelengkapan sarana dan prasarana kerja, peralatan kerja dan pendudkung lainnya
yang memadai termasuk penyediaan sarana teknologi telekomunikasi dan informatika
(teletematika).
h. Kemudahan Akses;
Tempat dan lokasi sarana prasarana pelayanan yang memadai, mudah dijangkau oleh
masyarakat dan dapat memanfaatkan teknologi telekomunikasi dan informasi.
Page | 14
Upaya meningkatkan kinerja pelayanan umum akan mendapat hambatan, manakala
kita tidak memahami masalah-masalah yang ada pada masing-masing faktor yang
mempengaruhi tersebut, oleh karena itu diperlukan kemampuan untuk memadukan dan
mengintegrasikan masing-masing faktor tersebut.
Page | 15
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
1) Undang-undang tentang pelayanan mengatur semuanya dalam melayani masyarakat
hanya saja para birokratnya kurang mengamalkan apa yang dikatakan dalam undang-
undang tersebut.
2) Pelayanan yang diberikan kurang berkualitas karena masih banyak oknum yang lalai
dalam menjalan tugasnya sebagai pelayan publik.
3) Etika dalam melayani publik harus di terapkan demi kenyaman dan kepuasan dalam
pelayanan.
4) Fungsi birokrasi sebagai pelayan publik harus responsif, akuntabel, orientasi terhadap
masyarakat dan efektif dan efisien dalam melayani masyarakat.
3.2. Saran
Birokrasi dalam pelayan publik harus menjunjung tinggi dan menerapkan undang-
undang, etika, norma dan prinsip-prinsip dalam menjalankan tugas untuk meningkatkan
kualitas pelayanan terhadap masyarakat.
Pemerintah harus mengawasi para birokrat dalam menjalankan tugasnya secara
propesioal, tegas, adil dan bijak untuk menindak birokrat yang lalai dalam menjalankan
tugas guna meningkatkan pelayanan dan membuat masyarakat puas dalam menerima
pelayanan yang diberikan kepada masyarakat.
Page | 16
DAFTAR PUSTAKA
(POROSILMU.COM .2016.MEMAHAMI PENGERTIAN
BIROKRASI.http://www.porosilmu.com/2016/09/memahami-pengertian-birokrasi.html.21
januari 2018)
SETA BASRI.2009.Pengertian Birokrasi dan Jenis-jenis Birokrasi
Negara.http://setabasri01.blogspot.co.id/2009/02/birokrasi.html.diakses tanggal 21 januari
2018
(SETA BASRI.2009.Pengertian Birokrasi dan Jenis-jenis Birokrasi
Negara.http://setabasri01.blogspot.co.id/2009/02/birokrasi.html.diakses tanggal 21 januari
2018)
Andarurahutomo.2016.Tipe Ideal Birokrasi Menurut Max
Webber.http://andarurahutomo.blogspot.co.id/2016/05/tipe-ideal-birokrasi-menurut-max-
webber.html.diakses tanggal 21 januari 2018
Taufik akmal.2014.etika birokrasi dalam mewujudkan pelayanan publik.
http://makalainet.blogspot.co.id/2014/01/etika-pemerintahan-2.html?m=1/diakses tanggal 21
januari 2018
Muchlisin riadi. 2013.etika birokrasi dalam mewujudkan pelayanan
publik.http://www.kajianpustaka.com/2013/01/pelayanan-publik.html?m=1 /diakses tanggal
21 januari 2018
Hendri Mahdi.2015.Pelayanan Publik Menurut UU no 5 tahun
2009.https://www.kompasiana.com/tenderwatch/pelayanan-publik-menurut-uu-no-25-tahun-
2009_54ffd0b5a333118f6850fa7b. Diakses tanggal 21 januari 2018
Inspirasi2016.2016.Birokrasi dan Pelayan
Publik.https://inspirasi2016.wordpress.com/2016/01/16/birokrasi-dan-pelayanan-publik/.
Diakses tanggal 21 januari 2018
Page | 17