Anda di halaman 1dari 11

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Birokrasi dibentuk oleh pemerintah untuk memenuhi kebutuhan masyarakat dalam hal
pelayanan publik, oleh karena itu birokrasi berkedudukan sebagai organ yang mengorganisir
administrasi Negara dalam menyelenggarakan pelayanan publik yang salah satu tugasnya
adalah meningkatkan kesejahteraan.

Birokrasi pemerintah dibentuk sebagai organisasi publik dengan maksud untuk


melayani dan melindungi kepentingan publik. Konsep kepentingan dan publik berkaitan
dengan kebutuhan yang dapat berupa barang atau jasa. Konsep pelayanan adalah cara
melayani atau usaha melayani kebutuhan orang lain. Dalam pelayanan publik orang lain yang
dimaksud adalah warga Negara sebagai konsumen sedangkan pihak penyedia layanan bisa
swasta melalui mekanisme pasar , bisa Negara melalui birokrasi pemerintah dan bisa juga
masyarakat melalui lembaga swadaya masyarakat dan organisasi profesi.Instansi atau
birokrasi pemerintah dimaknai sebagai satuan kerja atau satuan organisasi, departemen,
lembaga pemerintah non departemen, dan instansi pemerintah lainnya baik pusat maupun
daerah.

Dalam birokrasi, Etika birokrasi harus menempatkan kepentingan publik di atas


kepentingan pribadi, kelompok, dan organisasinya. Etika harus diarahkan pada pilihan-
pilihan kebijakan yang benar-benar mengutamakan kepentingan masyarakat luas. Oleh
karena itu, etika pelayanan publik harus menunjukkan cara dalam melayani publik dengan
menggunakan kebiasaan-kebiasaan yang mengandung nilai-nilai hidup dan hukum atau
norma-norma yang mengatur tingkah laku manusia yang dianggap baik.

Dalam konteks birokrasi pemerintah, setiap aparatur pemerintah wajib memiliki sikap
mental danperilaku yang mencer-minkan keunggulan watak, keluhuran budi, dan asas etis. Ia
wajib mengem-bangkan diri, sehingga sunguh-sunggih memahami, menghayati dan
menerapkan berbagai asas etis yang bersumber pada kebajikan-kebajikan moral (khususnya
keadilan) dalam tindakan jabatannya.

Pandangan negatif terhadap birokrasi bukan muncul tanpa alasan, melainkan melalui
suatu proses interaksi dalam pola hubungan antara birokrat dengan masyarakat, baik dalam
tataran pembuatan kebijakan maupun dalam tataran implementasi kebijakan, khususnya yang
berkaitan dengan pelayanan publik. Konteks hubungan birokrasi dengan masyarakat dalam
penyelenggaraan pelayanan publik sudah sangat lama terdengar keluhan, namun sampai saat
ini belum ada perubahan yang berarti. Bahkan, harapan masyarakat bahwa pergantian rezim
akan membawa perbaikan terhadap penyelenggaraan layanan

publik ternyata tidak pernah terwujud. Pemerintahan sudah mengalami pergantian


selama beberapa kali, tetapi perilaku birokrat terutama dalam pelayanan publik belum banyak
berubah.

1.2 Tujuan
Untuk mengetahui pengertian birokrasi,etika administrasi negara(birokrasi
publik),pentingnya etika administrasi negara (birokrasi publik),Pendekatan teori etika dalam
administrasi negara(birokrasi publik),prinsip nilai etika administrasi negara (birokrasi publik)

1
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian

            Istilah birokrasi sering disebut-sebut di masyarakat, sayangnya istilah itu disalah
artikan. Hal ini yang tergambar di benaknya tentang birokrasi ialah urusan yang berbelit-belit,
pengisian formulir, pengurusan ijin, pengurusan yang lainnya yang melalui banyak kantor,
banyak meja, aturan yang berbelit-belit.

            Kalau dilihat dari etimologi istilah birokrasi berasal dari kata Yunani Bureau yang
artinya meja tulis atau tempat bekerjanya para pejabat. Birokrasi sebagai sarana bagi
pemerintah yang berkuasa untuk melaksanan pelayanan public,sesuai dengan aspirasi
masyarakat. Birokrasi adalah suatu tipe dari organisasi yang dimaksud untuk mencapai tugas-
tugas administrative yang besar dengan cara mengkordinasikan secara sistimatis (teratur)
pekerjaan-pekerjaan banyak orang.

            (Peter M Blau :& Marsal W Mayer (1956) Birokrasi mula-mula dibentuk warga
supaya keputusan-keputusan pemerintah dapat dilaksanajan dengan sistematis melalui aparat
Negara. Keputusan-keputusan politis akan bermanfaat begi setiap Negara jika pemerintah
mempunyai birokrasi yang tanggap, sistematis dan efesien.

            Selanjutnya Peter M Blau mengatakan bahwa birokrasi adalah organisasi yang
memaksimemkanefesiensi dalam adminitratif, sekaligus menyarankan agar istilah ini
digunakan secara netral untuk mengacu pada aspek-aspek administrative dari organisasi,
dengan demikian tujuan organisasi dapat dicapai dengan stabil. Peter Leonard secara singkat
mengatakanbahwa birokrasi adalah organisasi yang rational yang melaksanakan tugas-tugas
berdasarkan manajemen ilmiah. Oleh karana itu birokrasi dilaksanakan dimana saja baik di
Lingkungan pemerintah maupun swasta.

            Biro (bureau) merupakan bentuk organisasi, Menurut Downs (1967) diartikan sebagai
bentuk organisasi yang memiliki empat karakteristik utama sbb:

·         Organisasi bersekala besar, memiliki jumlah anggota yang besar.

·         Mayoritas diantara anggota organisasi bekerja secara fulltime yang menggantungkan


pekerjaan pada organisasi untuk mendapatkan panghasilan, diantara mereka memiliki
kompetisi yang tinggi dalam memberikan layanan

·         Promosi dalam biro didasarkan atas penilaian kinerja mereka sesuai dengan peran yang
dimainkan dalam organisasi, bukan didasarkan atas factor agama, suku, ras. Golongan social

2
dan hubungan keluarga yang secara periodik, memilih pegawai yang berasal dari luar
birokrasi.

·         Hasil utama bukan dinilai secara langsung dalam pasar dimana tempat terjadinya transaksi
secara sukarela.

            Birokrat sering digunakan dengan berbagai konotasi . Secara individual birokrat dapat
di cirikan efesien, jujur, bekerja keras, teliti, public spirit dan nilai- nilai yang pada umumnya
berbeda dengan non birokrat.

            Downs akhirnya menyimpulkan bahwa birokrasi itu memiliki tiga pengertian’:

·         Birokrasi menujukkan suatu lembaga atau tingkat lembaga khusus. Dengan kata lain
bahwa birokarsi  dinyatakan sebagai konsep yang sama dengan biro (walau tidak semua
orang sepandapat)

·         Birokrasi diartikan suatu metode tertentu untuk mengalokasikan sumberdaya dalam


organisasi yang berskala besar, (pengertian ini sama dengan pembuatan keputusan birokrasi
(bureaucratic  decision making).

·         Birokrasi sering digunakan dari berbagai kesempatan dan jelas setelah dilihat dari
konteknya.

            Birokrasi menurut Weber diartikan sebagai birokrasi yang ideal (ideal
typeoforganization). Yang menpunyaicirri-ciri sbb:

·         Adanya pembagian pekerjaan, hubungan kewenangan dan tanggungjawab yang


didifinisikan dengan jelas

·         Diorganisasikan secara hierarki atau adanya komando

·         Pejabat manajerial dipilih dengan kualifikasi teknis yang ditentukan oleh pendidikan dan
ujian

·         Peraturan dan pengaturan dibuat mengarah kepada pelaksanaan pekerjaan

·         Hubungan antara menejer dengan bawahan atau antar pegawai bersifat impersonal

·         pegawai yang berorientasi pada karier dan mendapatkan gaji yang tepat.

            Pembagian pekerjaan dibagi kepada orang-orang yang berada dalam organisasi ,
deanganprisip The rightmanontherightplaceJob.  Pekerjaan dikerjakan oleh orang-orang yang
tepat sesuai dengan kecakapan, pendidikan, dan pengalaman yang dimiliki.

3
                           

No. Ciri birokrasi                           Fungsi    Disfungsi

1. Pembagian kerja                     Keahlian Rasa bosan

2. Orientasi Impersonal               Rasionalitas Mengurangi


moralitas

3. Hierarki wewenang                 Disiplin, Patuh, Koordinasi Menghalangi


komunikasi

4. Peraturan & Pengaturan Uniformitas &Kontinyuitas Kekakuan,


Penggeseran tujuan

5. Orientasi karier Insentif, prestasi Konflik senioritas &


prestasi

            Walaupun birokrasi ala Weber banyak mendapat kritik disana-sini namun birokrasi
Weber ini dapat dijadikan sebuah norma untuk menilai kinerja dari birokrasi tsb. Sebuah nilai
yang ingin dicapai oleh Weber ini adalah suatu birokrasi yang ideal, birokrasi yang efisien
organisasi.

            Dari Uraian di atas apabila dikaitkan dengan fungsi pemerintahan dan pembangunan
maka birokrasi berkenaan dengan kelembagaan, aparat dan sistem serta prosedur dalam
kegiatan yang dilaksanakan demi kepentingan umum atau kepentingan masyarakat dalam
makna birokrasi yang demikian itu Yahya Muhaimin (1991) mengemukakan birokrasi
sebagai keseluruhan aparat pemerintah, sipil maupun militer yang tugas membantu
pemerintah dan menerima gaji dari pemerintah karena statusnya itu.

4
2.2 Etika Administrasi Negara (Birokrasi Publik)

            Etika Administrasi negara (birokrasi publik) sebagai perangkat nilai yang menjadi
acuan atau penuntun bagi tindakan manusia dalam organisasi  (Muhajir Darwin, 1999).
Dengan demikian etika Administrasi negara (birokrasi publik) memiliki dua fungsi :

·         Sebagai pedoman, referensi bagi Administrasi negara (birokrasi publik) dalam


menjalankan tugas dan kewenangannya agar tindakan dalam organisasi dapat dinilai baik,
terpuji dan tidak tercela.

·         Etika Administrasi negara (birokrasi publik) sebagai standar penilaian sifat, perilaku dan
tidakan administrasi negara (birokrasi publik) di nilai baik, terpuji dan tidak tercela.

            Seperti telah dikemukakan pada pertemuan-pertemuan sebelumnya. Bahwa etika


merupakan cabang dari ilmu filsafat, nilai, dan moral. Etika bersifat abstrak dan
mempersoalkan baik dan buruk, bukan mempersoalkan benar dan salah. Sedangkan birokrasi
publik (administrasi negara) bersifat kongkrit dan harus mewujudkan apa yang harus di
inginkan.(getthejobdone). Berdasarkan gambaran ini timbul masalah :

            Bagaimana menghubungkan antar birokrasi publik seperti ketertiban, efesiensi,


kebijakan publik, kemanfaatan, produktivitas yang dapat menjelaskan etika dalam praktek.

Bagaimana gagasan-gagasan etika seperti mewujudkan baik dan minghidari yang buruk
untuk menjelaskan hakekat administrasi publik (birokrasi publik).

            Pertanyaan berikutnya adalah apa yang menyebabkan berkembangnya kajian-kajian


mengenai etika birokrasi publik muncul.  Menurut Nicholas Henry (1995) ada tiga faktor 
yang menyebabkan konsep etika administrasi negara (birokrasi publik) menjadi berkembang.

Hilangnya dekotomi politik dan administrasi negara

            Tampilnya teori-teori pengambilan keputusan, ketika masalah perilaku manusia


menjadi tema sentral dibandingkan dengan pendekatan sebelumnya, yaitu rationalitas,
efesiensi.

            Berkembangnya pemikiran-pemikiran pembaruan yang disebutkan sebagai counter 


culturcritiqu dalam kelompok Administrasi Negara Baru.

2.3 Pentingnya  Etika Administrasi Negara (Birokrasi Publik)

            Etika yang menganalisis tentang moralitas, yang mempersoalkan tentang baik dan
buruk bukan benar dan salah, tentang sikap tindakan dan perilaku manusia dalam hubangan
dengan sesamanya dalam masyarakat, organisasi publik atau bisnis, maka etika memiliki
peran yang penting dalam praktek administrasi negara (birokrasi publik).

5
            Dalam paradigma dekotomi politik dan administrasi seperti yang dijelaskan oleh
Wilson di jelaskan bahwa pemerintah memiliki dua fungsi yang berbeda
(twodistinctfunctionsofgovernment) yaitu  fungsi politik dan fungsi administrasi. Fungsi
politik yang berkaitan dengan pembuatan kebijakan publik sedang fungsi administrasi
bekenaan dengan pelaksanaan kebijakan publik. Jadi kekuasaan membuat kebijakan publik
ada dalam kekuasaan politik dan melaksanakan kebijakan ada dalam administrasi negara.
Namun karena administrasi negara (birokrasi publik) dalam melaksanakan kebijakan publik,
yakni keleluasaan untuk menafsirkan kebijakan politik dalam bentuk program, proyek maka
timbul pertanyaan apakah dalam melaksanakan itu dapat dijamin bahwa itu dilaksanakan
dengan baik dan benar. Atas dasar inilah etika diperlukan dalam administrasi negara
(birokrasi publik). Etika dapat dijadikan pedoman, referensi dan petunjuk tentang apa yang
harus dilakukan oleh birokrasi dalam menjalankan kebijakan politik. Disamping itu dapat
dipakai ukuran nilai atau standar penilaian perilaku, apakah kebijakan itu dijalankan dengan
baik.

            Administrasi negara (birokrasi publik) dipandang telah melenceng dari yang
seharusnya (Applebei 1952). Administrasi negara (birokrasi publik) selalu dilihat sebagai
masalah teknis, bukan dilihat masalah moral sehingga timbul dari berbagai persoalan dalam
bekerjanya Administrasi negara (birokrasi publik) (Golembiewski, 1965). Administrasi
negara (birokrasi publik) sebagai organisai yang ideal, telah merusak dirinya dan masyarakat
dengan ketiadaan nilai-nilai moral dan etika yang berpusat pada manusia (Hammel, 1987).

            Berdasarkan penjelasan diatas maka dapat disimpulkan bahwa etika diperlukan dalam
administrasi negara (birokrasi publik), bukan saja berfungsi sebagai pedoman, referensi dan
penuntun apa yang harus dilakukan dalam menjalankan tugas, tetapi juga berfungsi sebagi
standar dalam menilai apakah sifat dan perilaku serta tindakan sesuai dengan norma-norma
yang berlaku.

2.4 Pendekatan Teori Etika dalam Administrasi Negara (Birokrasi Publik)

Kita sudah berbicara berbagai teori etika seperti :

            Deontologi : suatu tidakan dikatakan baik bukan karana tujuan atau akaibatnya baik,
tetapi karena kewajiban yang memang tidakan itu harus dilakukan, terlepas dari tujuan atau
akibat dari tidakan itu baik atau buruk. Lalu bagaimana administrasi publik (birokrasi publik)
dalam melaksanakan tugasnya dilakukan berdasarkan kewajiban yang di embannya. Dengan
demikian tugas-tugas dapat dilakukan dengan penuh tanggung jawab, tidaksekedar main-
main. 

Fox (1994), antara lain mengetengahkan tiga pandangan yang menggambarkan


pendekatan deontologi dalam etika administrasi ini.

6
            Pertama, pandangan mengenai keadilan sosial, yang muncul bersama berkembangnya
“Administrasi Negara Baru” (antara lain Frederickson dan Hart, 1985). Menurut pandangan
ini administrasi negara haruslah secara proaktif mendorong terciptanya pemerataan atau
keadilan sosial (socialequity). Mereka melihat bahwa masalah yang dihadapi oleh
administrasi negara modern adalah adanya ketidakseimbangan dalam kesempatan sehingga
mereka yang kaya, memiliki pengetahuan, dan terorganisasi dengan baik, memperoleh posisi
yang senantiasa menguntungkan dalam negara. Dengan lain perkataan, administrasi haruslah
membantu yang miskin, yang kurang memiliki pengetahuan dan tidak terorganisasi.
Pandangan ini, cukup berkembang, meskipun di dunia akademik banyak juga pengeritiknya.

           Kedua, apa yang disebut regimevalues atau regimenorms. Pandangan ini              
terutama bersumber dari Rohr (1989), yang berpendapat bahwa etika administrasi negara
harus mengacu kepada nilai-nilai yang melandasi keberadaan negara yang bersangkutan.
Dalam hal ini ia merujuk kepada konstitusi, yang harus menjadi landasan etika para
administrasi di negara itu.

            Ketiga, tatanan moral universal atau universal moral order (antara lain Denhardt,

1988, 1991). Pandangan ini berpendapat bahwa ada nilai-nilai moral yang bersifat universal
yang harus menjadi pegangan bagi administrator publik. Masalahnya di sini ada lah nilai-nilai
moral itu sendiri banyak yang dipertanyakan karena beragamnya sumbernya dan juga
kebudayaan serta peradaban. (Ginanjar Kartasasmita).

            Teleologi : suatu tindakan dikatakan baik apabila memiliki tujuan dan akibatnya baik.
Didalam administrasi publik (birokrasi publik) harus dapat menghasilkan dampak yang baik
terhadap seluruh masyarakat. Dapat menciptakan kesejahteraan bagi seluruh
wrgammasyrakat. Seluruh tindakan yang dilakukan memiliki dampak yang baik. Dengan
pendekatan yang pertama adalah apa yang disebut ethicalegoism, yang berupaya
mengembangkan kebaikan bagi dirinya. Yang amat dikenal di sini adalah
NiccoloMacheavelli, seorang birokrat Itali (Florensia) pada abad ke -15, yang menganjurkan
bahwa kekuasaan dan survival pribadi adalah tujuan yang benar bagi seorang administrator
pemerintah. Namun demikia menurut Khan kedalam melakukan tindakan harus dibarengi
dengan niat baik.

2.5 Prisip Nilai Etika Administrasi Negara (Birokrsi Publik)

            Disamping prinsip-prinsip dasar etika terdapat seperangkat nilai yang digunakan
dalam pengukuran administrasi negara (birokrasi Publik), apakah perilaku atau perbuatan
administrasi negara (birokrasi Publik) dapat dikatakan baik atau buruk, terpuji atau tercela
adalah :

7
1.      Efesiensi : yang artinya tidak boros.sikap perilaku dan perbuatannya administrasi
negara (birokrasi Publik) dikatakan baik apabila efesiien atau tdakboras, artinya dalam
penggunaan dana-dana publik atau penggunaan ressources secara efesien dengan hasil yang
optimal. Ressources yang dimiliki atau yang disediakan tidak boleh digunakan untuk
kepentingan yang tidak menyentuh kepentingan masyarakat luas, apalagi untuk kepentingan
pribadi. Dengan demikian nilai efesiensi lebih mengarah pada penggunaan sumber dana dan
sumberdaya yang tepat, tidak boros, dan dapat dipertanggung jawabkan.

2.      Nilai yang membedakan milik pribadi dengan milik dinas. Administrasi negara
(birokrasi Publik) yang baik adalah administrasi negara (birokrasi Publik) yang dapat
membedakan mana milik pribadi dan mana milik negara /dinas. Artinya mereka tidak akan
menggunakan barang milik negara/dinas untuk kepentingan pribadi. Mereka hanya akan
menggunakan barang-barang milik negara untuk kepantingan publik/negara

3.      Nilai Responsibel berkaitan dengan tanggungjawab administrasi negara (birokrasi


Publik) dalam menjalankan tugas dan kewenangannya. Administrasi negara (birokrasi
Publik) yang baik adalah administrasi negara (birokrasi Publik) yang responsibel. Menurut
Carl J. Friedrich merupakan konsep yang berkenaan dengan standar profesional dan
kompetensi tehnik yang dimiliki administrator dalam menjalankan tugasnya. Administrasi
negara (birokrasi Publik) dikatakan responsibel jika pelakunya memiliki standar
profesionalisme atau kompetensi tehnik yang tinggi. Untuk dapat melakukan penilaian
terhadap sikap dan perilaku administrasi negara (birokrasi Publik) harus memiliki standar
penilaian tersendiri yang sifatnya administratif atau teknis dan bukan politis. Administrasi
negara (birokrasi Publik) harus memiliki rasa tanggungjawab, dengan rasa tanggungjawab
mereka akan melaksanakan tugas yang diembanya dengan sepenuh hati. Mereka tidak
melakukan korup kendati mereka ada pada lingkungan yang korup. Bahkan mereka ingin
merubah lingkungannya dan sistemnya untuk menjadi lebih baik, walaupun ada resiko
terhadap dirinya.

4.  Nilai akuntabilitas ; Administrasi negara (birokrasi Publik) yang baik adalah yang
akuntabel. Menurut Harry Hatryakuntabel adalah merupakan istilah yang digunakan untuk
mengukur apakah dana publik atau ressources yang ada sudah digunakan dengan tepat guna
untuk tujuan yang telah ditetapkan, tidak digunakan untuk yang lain. Sedangkan menurut
Herman Finner, akuntabilitas suatu konsep berkenaan dengan dengan standar eksternal yang
menentukan suatu tindakan administrasi negara (birokrasi Publik). Akuntabilitas dimulai dari
orang atau institusi yang berasal dari luar dirinya, yang sering disebut tanggungjawab yang
bersifat obyektif. Administrasi negara (birokrasi Publik) dikatakan akuntabel jika mereka di
nilai obyektif oleh orang atau masyarakat atau yang mewakili dapat
mempertanggungjawabkan perbuatanya, sikap dan sepak terjangnya darimana wewenang dan
kekuasaannya itu diperoleh. Politisi harus mempertanggungjawabkan tindakannya kepada

8
kelompok pemilihnya, Eksekutif harus mempertanggungjawabkan implementasi kebijakan
yang dilakukan kepada legislatif. Yang akhirnya baik eksekutif dan legislatif harus
mempertanggungjawabkan kepada rakyatnya.

5.   Nilai responsivitas ; yang berkaitan dengan daya tanggap untuk menanggapi yang
menjadi keluahan, masalah dan aspirasi publik. Administrasi negara (birokrasi Publik)
dikatakan baik apabila administrasi negara (birokrasi Publik) responsif yaitu memiliki daya
tanggap yang tinggi dan cepat terhadap apa yang menjadi keluhan, masalah, aspirasi publik
dalam membarikan pelayanan publik. Mereka cepat memahami apa yang menjadi tuntutan
publik,dan berusaha semaksimal mungkin untuk memenuhinya. Ia dapat menangkap aspirasi
masyarakat atau masalah yang dihadapi dan berusaha untuk mencari solusinya. Mereka tidak
suka menunda-nunda waktu, memperpanjang jalur pelayanan atau mengutamakan prosedure
tetapi mengabaikan subtansinya. 

6.  Nilai impersonal ; Administrasi negara (birokrasi Publik) dakatakan baik apabila dalam
melaksakan hubungan dengan sesama atau antar bagian dalam birokrasi bersifat impersonal
artinya dalam melakukan komunikasi bersifat formal, tidak ada hubungan yang bersifat
pribadi. Hubungan pribadi hanya dapat dilakukan dilur dinas. Hubungan pribadi harus
dihidari agar dalam memberikan pelayanan tidak terjadi penonjolan unsur pribadi dari pada
unsur ratio yang menyebabkan ketidakadilan.

7.      Nilai merit system ;  Administrasi negara (birokrasi Publik) dakatakan baik apabila
dalam penerimaan atau promosi pegawai tidak dilaksanakan berdasarkan kekerabatan,
patrimonial, akan tetapi didasarkan atas pengetahuan, ketrampilan kemampuan dan
pengalaman yang oleh orang yang bersangkutan. Dengan dianutnya nilai ini maka akan
menjadikan orang-orang yang melaksanakan kebijakan akan menjadi profesional, yang
diharapkan dalam memberikan pelayanan pada masyarakat menjadi lebih baik.   

9
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Birokrasi adalah suatu tipe dari organisasi yang dimaksud untuk mencapai tugas-tugas
administrative yang besar dengan cara mengkordinasikan secara sistimatis (teratur)
pekerjaan-pekerjaan banyak orang.

etika merupakan cabang dari ilmu filsafat, nilai, dan moral. Etika bersifat abstrak dan
mempersoalkan baik dan buruk, bukan mempersoalkan benar dan salah. Sedangkan birokrasi
publik (administrasi negara) bersifat kongkrit dan harus mewujudkan apa yang harus di
inginkan.(getthejobdone).

etika diperlukan dalam administrasi negara (birokrasi publik), bukan saja berfungsi
sebagai pedoman, referensi dan penuntun apa yang harus dilakukan dalam menjalankan
tugas, tetapi juga berfungsi sebagi standar dalam menilai apakah sifat dan perilaku serta
tindakan sesuai dengan norma-norma yang berlaku.

10
Daftar Pustaka

Ati, Ayuning Mustika. 2010. Etika Birokrasi dalam Administrasi Publik. (online),
http://www.scribd.com/feeds/rss. diakses 23 Maret 2012.

Haryanto. 2002. Kuliah Birokrasi Indonesia. Politik Lokal Otonomi Daerah. Jogjakarta :
Program Pascasarjana UGM.

Indrawanto. 2004. Teori Administrasi Piublik dan Birokrasi. Malang : Taroda

Kartasasmita, Ginandjar. 1996. Etika Birokrasi dalam Administrasi Pembangunan


Tantangan Menghadapi Era Globalisasi. Yogyakarta. www.ginandjar.com
Habibi R. di 

11

Anda mungkin juga menyukai