Anda di halaman 1dari 3

Review Jurnal : Deploying a Wireless Sensor Network on an Active Volcano

Nama : Andreas Wegiq Adia Hendix


NIM : K3517008
Dalam beberapa tahun belakangan pada saat itu, penelitian pada jaringan sensor nirkabel (JSN)
menjadi fokus penelitian pada beberapa komunitas penelitian. Hal itu dikarenakan JSN
mempunyai potensi yang cukup untuk menunjang kegiatan akuisisi data dan kegiatan penelitian.
Dengan konsepsi JSN yang melingkupi keterhubungan node-node sensor melalui gelombang
radio frekuensi rendah, menjadi daya tarik bagi sebagian peneliti dari berbagai bidang bekerja
sama dalam menerapkannya pada penelitian mengenai aktivitas gunung untuk pemajuan studi
geospasial dan aktivitas vulkanik.
Berdasarkan hal tersebut pada tahun 2004, sekelompok peneliti dari universitas Harvard memulai
kolaborasi dengan vulkanologis universitas North Carolina, Universitas New Hampshire, dan
Institut Geofisco Ekuador dalam rangka meneliti aktivitas gunung dengan menggunakan
serangkaian sensor array yang berfungsi untuk mengkoleksi data sesimik dan data sinyal
infrasonic. Penelitian tersebut dilakukan dengan melalui beberapa tahap. Tahap pertama
dilakukan penelitian dengan menggunakan node sensor nirkabel dengan spesifikasi yang kecil
dan konsumsi daya minimal untuk keperluan penelitian geofisik, lalu node-node tersebut
dirangkai menjadi JSN berskala kecil kemudian ditempatkan pada gunung Tungurahua dengan
durasi penempatan tiga hari. Setiap node dibekali dengan microphone untuk mendapatkan data
meletusnya gunung tersebut.
Kemudian pada agustus 2005, kelompok peneliti tersebut mengembangkan JSN dengan skala
yang lebih besar kemudian diterapkan pada Gunung Reventador di sebelah utara Ekuador. Array
terdiri dari 16 node. Array tersebut dibekali dengan sensor seismoakustik yang ditempatkan
sejauh 3 km. Sistem tersebut mengarahkan data yang terkumpul melalui jaringan multihop dan
melalui sambungan radio jarak jauh ke tempat pengamatan, dimana ditempat pengamatan
tersebut terdapat sebuah laptop yang mencatat data yang terkoleksi tadi. Selama lebih dari 3
minggu JSN tersebut berhasil merekam 230 aktivitas gunung, sehingga memproduksi data yang
berguna untuk digunakan dalam evaluasi performa JSN skala besar.
Jika dibandingkan dengan perlengkapan akuisisi data vulkanik yang ada. Sistem yang mereka
kembangkan mempunyai node dengan ukuran yang lebih kecil, ringan, dan konsumsi daya yang
rendah. Padahal memang seharusnya JSN menjadi sistem yang dapat membantu komunitas
geofisika. Dengan meningkatkan skala JSN dengan spesifikasi JSN yang lebih ringan dan lebih
cepat ditempatkan sehingga akan membantu peneliti untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan
penelitian yang ada. Namun pada saat itu stasiun data-collection vulkanik masih menggunakan
kumpulan komponen yang tebal, berat, dan konsumsi energi yang tinggi, selain itu juga susah
untuk dipindah-pindahkan ditambah masih membutuhkan aki mobil untuk sumber energi.
Penempatan secara remote sering memerlukan bantuan kendaraan dan helicopter untuk instalasi
dan maintenance perangkat. Selain itu saat itu juga masih menggunakan perangkat penyimpanan
lokal untuk menyimpan data yang terkoleksi, hal ini membuat vulkanologi repot dan harus rutin
dalam pengambilan data ke masing-masing node. Keterbatasan perangkat tersebut menjadikan
penempatan sistem jaringan dengan skala besar sulit untuk dilakukan. Apalagi kegiatan
penelitian vulkanologi tergolong sulit seperti pemetaan struktur interior gunung.
Untuk mendukung kegiatan penelitian vulkanologi, ilmuwan geofisika mempunyai alat dan
teknik yang mumpuni untuk memproses sinyal yang diekstrak dari jaringan koleksi data
kegunungan. Metode yang mereka gunakan memerlukan sensor nirkabel yang dimiliki oleh tim
peneliti yang dapat memberikan ketepatan data yang cukup akurat. Karena satu data saja yang
terlewatkan atau rusak, dapat membuat keseluruhan record tidak valid. Selain itu beberapa fitur
data yang diperlukan peneliti seperti data erupsi, gempa bumi, dan aktivitas tremor merupakan
fokus analisis bagi peneliti. Walaupun aktivitas-aktivitas tersebut mempunyai sifat-sifat yang
signifikan berbeda. Namun ditemukan bahwa sinyal yang ditemukan di gunung Reventador
muncul kurang dari 60 detik dan hal tersebut terjadi banyak sekali dalam sehari. Hal tersebut
tentu membuat tim peneliti untuk merancang JSN yang dapat mengambil data secara diskrit
waktu dibandingkan sinyal secara kontinyu.
Selain itu, tim peneliti juga menyadari bahwa pengamatan vulkanologi tidak cukup jika
menganalisis hanya satu individu data saja. Membutuhkan data trend yang terdiri dari kumpulan
data aktivitas gunung dalam bentuk waveform untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan
penelitian. Penelitian vulkanik juga membutuhkan pemisahan yang jauh antar node-node yang
ada agar mendapatkan view data sesimik dan infrasonic yang terpisah karena sinyal-sinyal
tersebut bersifat propagasi.

Arsitektur JSN di gunung Reventador


Di atas ini merupakan rancangan dari jaringan sensor nirkabel yang saling terhubung dengan
menerapkan konsep komunikasi data multihope untuk pengiriman data. Setiap node dibekali
dengan microphone dan sensor seismik. Setiap node dengan node lain berjarak kurang lebih
200m-400m. Kemudian di suatu tempat ditempatkan GPS Receiver. Lalu di ujung terdapat
modem freewave yang berfungsi mengirimkan data yang terkumpul dari node-node yang ada ke
stasiun pengamatan yang tersambung dengan laptop. Karena konsep tersebut, rancangan di atas
yang ditempatkan pada gunung Reventador beresiko besar terjadi kegagalan jika ada salah satu
node yang mengalami gangguan.
Adapun spesifikasi detail dari JSN di gunung Reventador adalah sebagai berikut :
1. Terdapat 16 stasiun
2. Setiap stasiun terdiri dari Moteiv TMote Sky Wireless sensor network node, sebuah 9-
dBi 2,4 GHz external omnidirectional antenna, sebuah seismometer, dan sebuah
microphone, dan sebuah papan antarmuka custom.
3. 14 node dibekali dengan geophone Geospace Industrial GS-11
4. 2 node sisanya dibekali dengan seismometer triaxial Geospace Industries GS-1 dengan
frekuensi 1 Hz.

Setiap node mengambil sample dua atau empat channel seismoakustik data pada frekuensi
100Hz. Data disimpan pada flash memory. Setiap node juga mengirim data pesan status periodik
dan melakukan singkronisasi waktu. Ketika sebuah node mendeteksi aktivitas yang menarik,
maka node akan mengirimkan data ke laptop di stasiun base. Ketika beberapa node melaporkan
aktivitas yang menarik dalam waktu interval yang singkat. Maka laptop akan mengkoleksi data
dengan algoritma round robin. Laptop mendownload 30 hingga 60 detik data dari tiap nodenya
dengan menggunakan protocol koleksi data yang reliable, hal tersebut dilakukan agar sistem
mengkoleksi data yang didapatkan dari aktivitas yang ada. Ketika kegiatan mengkoleksi selesai,
node-node yang ada akan kembali melakukan sampling dan penyimpanan data pada sensor.
Untuk mendapatkan kecepatan transfer data yang tinggi, peneliti menyadari limitasi dari
teknologi wireless yang digunakan yaitu radio IEEE 802.15.4 yang mempunyai raw data rate
sebesar 30 KBps. Namun karena packet framing dan MAC dan routing multihop mengurangi
penerimaan data rate menjadi kurangd ari 10 KBps. Sedangkan kemampuan memperoleh data
pada nodes lebih cepat daripada kemampuan mengirimkan data.

Anda mungkin juga menyukai