Pembimbing:
dr. Gita Sekar Prihanti , M.Pd. Ked
dr. Djaka Handaja, MPH
dr. H. Rizal Amin, M.Kes
dr. Shirley Astrid
Oleh:
Rizqi Dwi Admaja 201820401011111
Nuha Regina Alifanny 201820401011112
Nihayatul Husnia 201820401011145
Nabila Besari Putri 201820401011122
Karis Akmal Hussin 201820401011134
PENDAHULUAN
1 Latar Belakang
juga sebagai suatu Bakteri Tahan Asam (BTA) (Kemenkes RI, 2018).
Emergency sejak tahun 1992 oleh Wolrd Health organization (WHO). WHO
memperkirakan akan ada 1000 juta orang yang akan terinfeksi TB, dengan
jumlah lebih dari 150 juta orang sakit dan 36 juta orang akan meninggal
2018).
dengan Cina, India, Nigeria, Afrika Selatan, dan Pakistan (WHO, 2016).
mencapai 187 per 100.000 penduduk atau sekitar 73.835 orang dengan
di Jawa Timur yaitu sebanyak 31.411 orang (Kemenkes RI, 2019). Kejadian
TB paru di Kota Kediri pada tahun 2016 tercatat keseluruhan 287 kasus TB
BTA positif, yang diobati adalah 166 orang dan angka kesembuhan untuk
kasus BTA + yang ditemukan adalah 131 orang (78,92%) (Dinkes Kota
Beberapa faktor terkait gagal konversi setelah pengobatan TB antara lain usia,
Mellitus, Indeks Masa Tubuh (IMT), kepatuhan berobat, dan riwayat penyakit
kelamin laki-laki dan perempuan yaitu 1,6:1. Penelitian oleh Djouma, et al,
2015 dan Mlotshwa, et al, 2016 menunjukkan bahwa pasien jenis kelamin
kejadian konversi BTA setelah pengobatan. Hal ini disebabkan karena resiko
gagal konversi lebih tinggi pada pasien yang tidak teratur mengonsumsi OAT
(Marizan, Mahendradhata, Wibowo, 2016). Mayoritas penderita TB adalah
usia produktif, dengan presentase kelompok usia yang lebih muda lebih tinggi
dibandingkan dengan usia tua. Akan tetapi, penderita TB dengan resiko gagal
konversi BTA lebih tinggi pada usia >50 tahun daripada usia muda (Gunda,
et al, 2017). Faktor lain yang dapat menyebabkan penurunan imunitas tubuh
kerentanan tubuh terhadap infeksi kuman TB. Status gizi yang buruk akan
menyebabkan status gizi yang buruk akibat perjalanan penyakit. Status gizi
Yovi, 2016).
dari dua tahap, yaitu pengobatan tahap awal dan tahap lanjutan yang pada
setiap tahapan tersebut harus dijalani secara benar dan teratur (Kemenkes RI,
Wilayah Kerja Puskesmas Mrican, Sukorame, dan Ngletih Kota Kediri pada
Tahun 2018-2019.
kerja Puskesmas Mrican, Sukorame, dan Ngletih Kota Kediri pada tahun
2018-2019?
AB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tuberkulosis
2.1.1 Definisi
ini juga memiliki kemampuan menginfeksi organ tubuh lainnya (TB ekstra paru)
seperti pleura, kelenjar limfe, tulang, dan organ ekstra paru lainnya. (Kemenkes
RI, 2019)
2.1.2 Etiologi
Terdapat beberapa spesies bakteri yang berkaitan dengan infeksi TB, yaitu antara
saat ini, M. tuberculosis merupakan bakteri yang paling sering ditemukan, dan
menular antar manusia melalui rute udara. Bakteri ini berbentuk batang dan
bersifat tahan asam sehingga sering dikenal dengan Basil Tahan Asam (BTA).
Tuberkulosis biasanya menular dari manusia ke manusia lain lewat udara melalui
percik renik atau droplet nucleus (<5 microns) yang keluar ketika seorang yang
terinfeksi TB paru atau TB laring batuk, bersin, atau bicara. Percik renik juga
bronkoskopi dan juga saat dilakukannya manipulasi terhadap lesi atau pengolahan
jaringan di laboratorium.
menampung 1-5 basilli, dan bersifat sangat infeksius, dan dapat bertahan di dalam
udara sampai 4 jam. Karena ukurannya yang sangat kecil, percik renik ini
2.1.3 Epidemiologi
Berdasarkan Global TB Report, secara global pada tahun 2019 diperkirakan 10,0
juta (kisaran 8,9–11,0 juta) orang menderita TB. Terdapat 1,2 juta (kisaran, 1,1-
1,3 juta) kematian akibat TB di antara orang HIV-negatif dan tambahan 208.000
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) di Asia Tenggara (44%), Afrika (25%) dan
Pasifik Barat (18%), dengan pangsa lebih kecil di Mediterania Timur ( 8,2%),
Di Indonesia, ada tahun 2019 jumlah kasus tuberkulosis yang ditemukan sebanyak
ditemukan pada tahun 2018 yang sebesar 566.623 kasus. Jumlah kasus tertinggi
dilaporkan dari provinsi dengan jumlah penduduk yang besar yaitu Jawa Barat,
Jawa Timur, dan Jawa Tengah. Kasus tuberkulosis di ketiga provinsi tersebut
Menurut Profil Kesehatan Jatim tahun 2019, di Kota Kediri terdapat 867 kasus
TB, yang terdiri dari 472 kasus berjenis kelamin perempuan dan 395 laki-laki.
2.1.4 Patofisiologi
alveolus, di mana nukleus percik renik tersebut akan dicerna oleh makrofag
basilus. Tuberkel bakteri akan tumbuh perlahan dan membelah setiap 23- 32 jam
Bakteri kemudian akan terus tumbuh dalam 2-12 minggu dan jumlahnya akan
sebuah respon imun seluler yang dapat dideteksi dalam reaksi pada uji tuberkulin
skin test. Bakteri kemudian akan merusak makrofag dan mengeluarkan produk
berupa tuberkel basilus dan kemokin yang kemudian akan menstimulasi respon
imun.
Sumsum tulang, hepar dan limpa ditemukan hampir selalu mudah terinfeksi oleh
1. TB Primer
Basili dan antigen kemudian bermigrasi keluar dari Ghon focus melalui
jalur limfatik menuju Limfe nodus hilus dan membentuk kompleks (Ghon)
adekuat.
Beberapa basili tetap dorman di dalam fokus primer untuk beberapa bulan
atau tahun, hal ini dikenal dengan “kuman laten”. Infeksi primer biasanya
2. TB pasca primer merupakan pola penyakit yang terjadi pada host yang
yang memakan waktu bulanan hingga tahunan setelah infeksi primer. Hal
beberapa bulan atau beberapa tahun setelah infeksi primer, mulai kembali
pada lobus superior paru dan kerusakan paru yang luas. Pemeriksaan
2.1.5 Gejala
- Demam
Suhu tubuh dapat mencapai 40 – 41C, serangan demam hilang dan timbul.
Keadaan ini sangat mempengaruhi daya tahan tubuh sehingga banyak kuman TB
membuang produk- produk radang. Batuk ada setelah terjadi peradangan paru–
paru setelah batuk berminggu-minggu. Sifat batuk dimulai dari batuk kering lalu
dinding bronkus.
- Sesak nafas
Pada penyakit ringan belum dirasakan sesak nafas namun akan ditemukan
pada penyakit lebih lanjut yaitu pada infiltrasinya sudah meliputi setengah paru.
- Nyeri dada
pleuritis. Terjadi gesekan antara dua pleura saat inspirasi atau aspirasi.
- Malaise
meriang, nyeri otot, keringat malam pada malam hari. Gejala malaise semakin
lama semakin berat dan terjadi hilang timbul tidak teratur (PAPDI, 2011).
2.1.6 Diagnosis TB
dua minggu atau lebih. Batuk bias juga diikuti dengan gejala-gejala tambahan
seperti dahak yang bercampur darah, batuk dengan darah, sesak nafas, badan
lemas, nafsu makan yang menurun, berat badan yang menurun, malaise,
berkeringat malam hari tanpa disertai kegiatan fisik, demam atau meriang lebih
pada limfadenitis tuberkulosis akan terjadi pembesaran yang lambat dan tidak
nyeri dari kelenjar getah bening, pada meningitis tuberkulosis akan terlihat
gejala meningitis, sementara pada pleuritis tuberkulosis terdapat gejala sesak
napas dan kadang nyeri dada pada sisi yang rongga pleuranya terdapat cairan.
Pada tuberkulosis paru, kelainan yang didapat tergantung luas kelainan struktur
paru. Pada permulaan (awal) perkembangan penyakit umumnya tidak (atau sulit
lobus superior terutama daerah apeks dan segmen posterior (S1 dan S2) , serta
daerah apeks lobus inferior (S6). Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan antara
lain suara napas bronkial, amforik, suara napas melemah, ronki basah, tanda-
- Pemeriksaan penunjang
mutunya, maka definisi kasus TB BTA positif bila paling sedikit terdapat
a. Pemeriksaan bakteriologis
juga untuk menentukan potensi dari penularan dan menilai keberhasilan dari
dapat dilakukan dirumah pasien sendiri atau di bangsal rawat inap jika pasien
- Pemeriksaan biakan
2.1.7 Tatalaksana TB
2. Prinsip Pengobatan TB :
penyebaran lebih lanjut dari bakteri penyebab TB. Pengobatan yang adekuat harus
memenuhi prinsip:
c. Ditelan secara teratur dan diawasi secara langsung oleh PMO (pengawas
jangka waktu yang cukup terbagi dalam tahap awal serta tahap lanjutan untuk
mencegah kekambuhan.
Tahap awal pengobatan diberikan setiap hari. Paduan pengobatan pada tahap ini
adalah dimaksudkan untuk secara efektif menurunkan jumlah kuman yang ada
dalam tubuh pasien dan meminimalisir pengaruh dari sebagian kecil kuman yang
Pengobatan tahap awal pada semua pasien baru, harus diberikan selama 2 bulan.
Pada umumnya dengan pengobatan secara teratur dan tanpa adanya penyulit, daya
dalam tubuh, khususnya kuman persisten sehingga pasien dapat sembuh dan
fase lanjutan seharusnya obat diberikan setiap hari. (Kemenkes RI, 2019)
Kategori 1 : 2 (HRZE)/4(HR)3.
2HRZE/4HR
2HRZE/6HE
Kategori 2 : 2 (HRZE)S/(HRZE)5/(HR)3E3
2HRZE/HR/5HRE
respon pasien terhadap pengobatan TB. Konversi BTA sendiri dapat dipengaruhi
oleh beberapa faktor seperti umur, jenis kelamin, berat badan, kepatuhan.
Sebuah studi oleh Yellapa et al, menunjukkan bahwa usia rata-rata terkait dengan
non-konversi sputum pada akhir dua bulan pengobatan adalah 45,2 tahun
(Yellapa et al., 2016). Hal serupa dengan penelitian yang dilakukan di India
Selatan yang melaporkan bahwa usia lebih dari 45 tahun dikaitkan dengan tingkat
konversi dahak yang buruk sebesar 60% (Rekha et al., 2007). Studi Babalik et al
menunjukkan bahwa konversi smear menurun pada usia lebih dari 40 tahun
karena penurunan imunitas. Respon imun yang penting pada tuberkulosis paru
dengan perempuan dan ada hubungan jenis kelamin laki-laki dengan gagal
Penelitian oleh Mlosthwa dkk. menunjukkan ada hubungan antara jenis kelamin
dengan gagal konversi, jenis kelamin laki-laki mempunyai risiko lebih tinggi
disebabkan oleh riwayat merokok yang lebih tinggi dan konsumsi alkohol.
laki lebih berisiko tidak terjadi konversi pada akhir bulan kedua, hal ini
TB paru yang perokok masih merokok pada waktu pengobatan, dan kebiasan
Penelitian oleh Tama et al (2016) yang menyatakan pasien TB paru BTA positif
dengan IMT < 18,5 membutuhkan waktu yang lebih lama untuk mengalami
konversi sputum dan berisiko mengalami gagal konversi sebesar 1,32 - 8,86 kali
dibandingkan dengan pasien yang memiliki IMT >18,5. Menurut Pratomo, et al.
kejadian hepatitis akibat obat anti tuberkulosis (OAT). Tingkat kekambuhan ini
bulan pengobatan. Risiko gagal konversi lebih tinggi pada pasien yang tidak
teratur menelan OAT dibandingkan dengan pasien yang teratur menelan OAT.
OAT diantaranya sedang pergi keluar kota, lupa dan efek samping obat. Penelitian
yang tidak teratur dalam pengobatan mempunyai risiko lebih tinggi untuk gagal
Faktor Penyebab:
Mycobacterium tuberculosis
Faktor Individu:
1. Usia
2. Jenis Kelamin
3. Indeks Masa Tubuh (IMT)/Berat Badan
4. Kepatuhan Berobat
5. Lama Pengobatan Konversi BTA Tuberkulosis
6. Riwayat Penyakit Sebelumnya
7. Nutrisi
8. Imunitas (daya tahan tubuh)
Keter
angan
Faktor Lingkungan : = diteliti
= tidak
Faktor Terapi diteliti
=
Kepatuhan Pengambilan Obat Tuberculosis berpeng
aruh
=
berhubu
ngan
Gambar 3.1
Bagan Kerangka Konsep Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Konversi BTA
Tuberculosis
tuberculosis dapat dipengaruhi oleh usia, jenis kelamin, berat badan, lama
terdapat hubungan antara usia, jenis kelamin, berat badan, lama pengobatan,
METODE PENELITIAN
dan Ngletih Kota Kediri. Waktu penelitian dilakukan pada 3 Mei-19 Juni 2021..
4.3.1 Populasi
4.3.2 Sampel
di wilayah kerja Puskesmas Mrican, Sukorame, dan Ngletih Kota Kediri tahun
sampling.
mental
Variabel bebas dalam penelitian ini adalah usia, jenis kelamin, berat
badan, lama pengobatan dan kepatuhan minum obat pada seluruh pasien
Populasi pada penelitian ini diambil dari data laporan penyakit menular
pada tahun 2018-2019 yang berada pada wilayah kerja Puskesmas Mrican,
Usia
0-14 tahun :0
15-30 tahun :1
31-45 tahun :2
46-60 tahun :3
>60 tahun :4
Jenis Kelamin
Perempuan :0
Laki-laki :1
Berat Badan
<30 kg :0
30-39 kg :1
40-54 kg :2
>55 kg :3
Lama pengobatan
< 6 bulan :0
6 bulan :1
> 6 bulan :2
Tidak Patuh :0
Patuh :1
Konversi BTA
Kediri.
gubungan antara variabel bebas (usia, jenis kelamin, berat badan, lama
telah ditentukan
Adriani, W., Zafiardy A.F., Wiwik R.Gambaran Nilai SGOT dan SGPT pasien
D’Souza KA, Zaidi SMA, Jaswal M, et al. Factors associated with month 2
Dinas Kesehatan Kota Kediri, 2017. Profil Kesehatan Kota Kediri tahun 2016
Dis.2015;15(1):1–7.
Gunda DW, Nkandala I, Kavishe GA, Kilonzo SB, Kabangila R, Mpondo BC.
Hadifah Z, Subronto YW, Ikhsan MR. 2019. Faktor Risiko Gagal Konversi BTA
Ikatan Dokter Indonesia. 2017. Panduan Praktik Klinis Bagi Dokter di Fasilitas
Kementrian Kesehatan RI, 2018. Infodatin Pusat Data dan Informasi Kementrian
2016;5(1):51–58
Tuberkulosis Paru pada Pasien yang Berkunjung ke Unit DOTS RSUP Dr.
paru (TB paru) yang menjalani rawat jalan di RSUD Arifin Achmad
WHO