Anda di halaman 1dari 19

See discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.

net/publication/329130673

ANALISA STRESS CORROSION CRACKING PADA MATERIAL BAJA NIRKARAT


AUSTENIT AKIBAT LARUTAN GLYCEROL & KLORIDA TEMPERATUR TINGGI

Article  in  Jurnal Teknologi · November 2018

CITATIONS READS

0 2,598

4 authors, including:

Junaidi ... Alaa Jaafar


Universitas Harapan Medan ,Indonesia Technische Universität Bergakademie Freiberg
141 PUBLICATIONS   433 CITATIONS    8 PUBLICATIONS   3 CITATIONS   

SEE PROFILE SEE PROFILE

Some of the authors of this publication are also working on these related projects:

Analisa Pahat View project

Sol-Gel Coatings for Smart Implants View project

All content following this page was uploaded by Junaidi ... on 22 November 2018.

The user has requested enhancement of the downloaded file.


ANALISA STRESS CORROSION CRACKING PADA MATERIAL
BAJA NIRKARAT AUSTENIT AKIBAT LARUTAN GLYCEROL &
KLORIDA TEMPERATUR TINGGI

Junaidi
Dosen Jurusan Teknik Mesin STTHarapan Medan

Abstrak

Stress Corrosion Cracking (SCC) merupakan bentuk kegagalan pada material yang lazim
ditemukan pada bejana bertekanan dan pemipaan. Kegagalan terjadi akibat pengaruh kombinasi dan
interaksi yang bersinergi antara tegangan mekanik, lingkungan korosif, dan kerentanan struktur suatu
material.
Penelitian ini dimaksudkan untuk mengkaji karakteristik kegagalan SCC Baja Nirkarat Austenit
AISI 304, 316, dan 316L pada larutan Glycerol dengan konsentrasi klorida yang bervariasi yakni 50,
6.000, 9.000, dan 12.000 ppm, dua variasi tegangan awal, yaitu, 50% dan 70% dari Yield Strength
masing-masing jenis material uji, dan pada temperatur 150 oC konstan. Pengujian dilakukan dengan
menggunakan metoda Spring Loaded Fixture berdasarkan ASTM G49 dan E 292 masing-masing untuk
metoda pengujian dan geometri benda uji.
Kegagalan SCC diawali dengan serangan pitting dan depletion hingga tegangan mencapai
ultimate strength. Kegagalan terjadi dengan tiba-tiba dengan model kegagalan adalah brittle fracture pada
butirannya (transgranular). AISI 304 memiliki kerentanan yang lebih tinggi pada keseluruhan larutan
pengujian. Pada 50 ppm konsentrasi klorida, keseluruhan material uji tidak mengalami kegagalan SCC
hingga exposure time 556 jam. Semakin besar tegangan dan konsentrasi klorida, maka kecepatan retak
semakin tinggi dengan failure time yang semakin singkat.

Kata Kunci : Stress Corrosion Cracking, Baja Nirkarat Austenit, dan Spring Loaded Fixtur

1.PENDAHULUAN ditimbulkannya. Hal ini telah mampu


menurunkan kerugian pada manusia. Rekayasa
Korosi berasal dari bahasa Latin metalurgi yang dilakukan para peneliti telah
corrodore yang berarti “menggerogoti” yaitu berhasil menemukan berbagai varitas material
terjadinya degradasi pada material akibat reaksi yang “kebal” terhadap korosi tertentu sesuai
kimia antara material dan lingkungannya. Karat dengan kegunaannya, sehingga secara langsung
merupakan bagian dari korosi yang hanya terjadi telah memberikan kontribusi yang besar bagi
pada logam besi (Fe) yang bereaksi dengan kalangan industri.
lingkungan, seperti air dan udara luar. Salah satu bentuk korosi dari beberapa
Pembahasan korosi melibatkan berbagai bentuk korosi yang dimaksud adalah Peretakan
disiplin ilmu, seperti fisika, kimia, metalurgi, Korosi Tegangan (Stress Corrosion Cracking)
elektrokimia dan rekayasa material. Sifat dan yang disingkat dengan ”SCC” . SCC merupakan
bentuk korosi selalu berhubungan dengan korosi yang bersifat spesifik dan salah satu
seluruh atau sebagian dari disiplin ilmu tersebut penyebab kerusakan material yang tergolong
dominan pada suatu struktur material, sehingga
[1].Proses terjadinya korosi pada suatu material para ahli telah mengkategorikan kegagalan SCC
merupakan sesuatu yang tidak dapat dihindari, menjadi suatu penyebab kegagalan yang
dimana kita hanya dapat mengurangi ataupun diperhitungkan dalam merancang suatu
memperlambat prosesnya. Pendekatan secara konstruksi. Kendati penelitian SCC secara
teknik yang dilakukan dalam mengkaji sifat intensif telah lama dilakukan, namun hasil yang
korosi telah membantu para peneliti untuk diperoleh hingga saat ini baru sampai pada tahap
mengungkapkan secara detail karakteristik dan pemahaman tentang proses terjadinya bentuk
sifat-sifat korosi, sehingga telah ditemukan korosi tersebut, sedangkan upaya pengendalian
beberapa teknologi dan sistem dalam yang dilakukan masih belum memberikan hasil
mengendalikan korosi serta efek samping yang yang maksimal.
Pemakaian Baja Nirkarat Austenit yang specimen hanya terbatas untuk benda uji yang
digunakan pada konstruksi tangki destilasi telah mengalami deformasi plastis [5].
Glycerol berikut pemipaannya adalah salah satu Pengujian dengan metoda beban
contoh kasus yang diamati. Kegagalan yang konstan (constant load) dalam mengkaji
terjadi pada bejana ini pada jangka waktu persoalan SCC perlu dilakukan untuk
tertentu adalah merupakan kegagalan SCC. menemukan karakteristik kegagalan akibat
Sebagian besar kegagalan yang terjadi terdapat pengaruh perubahan tegangan terhadap waktu
pada daerah sambungan pengelasan yang kegagalan (failure time), kecepatan retak, dan
memiliki tegangan sisa (residual stress) terbesar panjang retak. Pengujian dengan metoda ini akan
akibat proses pabrikasi, seperti proses bending memberikan hasil yang sesuai dengan kondisi
dan pengelasan. sebagaimana contoh kasus tersebut di atas.
Penelitian SCC sebagian besar Pengujian dengan metoda beban konstan lebih
menggunakan metoda precracked specimen mendorong terjadinya pertumbuhan retak yang
(Fracture Mechanic) untuk menentukan laju terus menerus hingga benda uji mengalami
pertumbuhan retak terhadap intensitas tegangan kegagalan dan kegagalannya terjadi secara
KISCC [2], elastic strain specimen yang keseluruhan (complete) relatip terhadap
menggunakan berbagai metoda benda uji, seperti pengujian dengan metoda regangan elastis dan
C-ring, double beam, O-ring [3] untuk plastis .
menentukan korelasi waktu kegagalan terhadap TINJAUAN PUSTAKA
regangan yang diberikan, dan plastic strain Gambar 2.1 dan Tabel 2.1 menunjukkan Data
specimen, seperti U-bend [4]untuk menentukan Statistik Persoalan Korosi yang terjadi pada
pengaruh regangan plastis terhadap waktu Industri kimia. Dari 365 Kasus Kegagalan
kegagalan. Ketiga metoda tersebut masing- Material Akibat Korosi, ditemukan 20%
masing memiliki keunggulan dan kelemahan. diantaranya adalah akibat SCC. Hal ini
Pengujian dengan metoda precracked dilakukan menunjukkan bahwa kegagalan material akibat
dengan mempertimbangkan kecacatan benda uji, SCC mempunyai prosentase yang cukup tinggi
elastic strain specimen akan mengakibatkan sebagai penyebab kegagalan pada suatu material.
terjadinya penurunan tegangan, dan platic strain

Pitting SCC

Crevice

General Errosion

Fatigue Embrittlement Intergranular


Fatigue

Gbr 2.1 Statistik Persoalan Korosi yang Terjadi pada Industri Kimia. [6].
!
Tabel. 2.1. Statistik Model Kegagalan Korosi yang Terjadi pada Industri di Beberapa
Negara Maju [7].
Prosentase Kegagalan (%)
Dupont BASF Germanny Industri kimia Industri Petrochemical
Jenis Kegagalan (USA) Jepang Jerman
akibat korosi
Korosi umum 27.54 33 18.4 14
SCC + serangan 23.73 25 + 3 27.4 60
Hydrogen
Korosi batas butir 10.14 4 11.45 8
Pitting 14.31 5 16.3 14
Korosi erosi 6.9 5 3.2 -
Korosi pengelasan 4.5 - - -
Fatik korosi 2.72 11 1.6 -
Korosi pada 2.35 - - -
temperature tinggi
Korosi celah 1.63 - - -
(crevice)
Korosi lainnya 6.16 14 21.3 4
proses glycerol, peristiwa kebocoran/retak pada
daerah pengelasan juga dapat diakibatkan
Gambar 2.2 merupakan bejana kolom destilasi pengaruh SCC sebagai akibat adanya tegangan
Glycerol yang mengalami kegagalan akibat SCC sisa yang terdapat pada daerah pengelasan,
setelah pemakaian lima tahun. Konstruksi disamping akibat pengaruh tekanan dan beban
bejana ini dibuat dari material Baja Nirkarat operasi . Kegagalan yang terjadi pada bejana
Austenit AISI 304. Kegagalan terjadi terutama tangki destilasi Glycerine/glycerol pada contoh
pada daerah sambungan pengelasan dimana kasus ini adalah akibat pengaruh SCC. Sebagian
daerah ini mengandung tegangan sisa (residual besar kegagalan yang terjadi terdapat pada
stress) terbesar akibat proses pabrikasi. daerah sambungan pengelasan. Kasus
Pemilihan material Baja Nirkarat pada industri kegagalan bejana destilasi tersebut telah
ini ternyata hanya didasarkan kepada memberikan gambaran yang jelas tentang
pertimbangan serangan kimia (chemical attack) pengaruh kombinasi antara lingkungan dan
yang menyebabkan uniform corrosion tanpa tegangan (<σys) dapat menimbulkan kegagalan
mempertimbangkan adanya tegangan sisa akibat pada bejana tersebut.
proses pabrikasi. Demikian juga pemipaan
Gambar 2.2. Gambar Bejana Kolom Destilasi Glycerol dengan Material Baja Nirkarat
Austenit AISI 304.

SCC merupakan kerusakan dari suatu beban statis yang terdapat pada suatu konstruksi
paduan logam yang terjadi akibat pengaruh baik berupa beban operasional maupun beban
gabungan antara struktur material, lingkungan yang tersimpan pada struktur tersebut,
tertentu, dan tegangan tarik statis (Gambar 2.3). sebagaimana dikenal dengan istilah tegangan sisa
Tegangan tarik dapat dihasilkan oleh akibat (residual stress).

Tegangan Material yang


tarik rentan

SCC

Lingkungan
korosip

Gambar 2.3. Tegangan tarik, material yang rentan, dan lingkungan yang bersifat
korosip merupakan faktor yang mempengaruhi SCC [8].

Kegagalan yang tidak terduga akibat proses pabrikasi, perlakukan


(catastropic failure) pada material merupakan panas (heat treatment) dan proses metalurgi pada
salah satu ciri khusus dari SCC. Sering sekali suatu material
material yang dipilih telah memiliki ketahanan meninggalkan tegangan sisa yang dapat
terhadap korosi, namun ternyata gagal pada mendorong terjadinya kegagalan SCC.
tingkat tegangan dibawah tegangan patah Kegagalan SCC yang terjadi tergantung
normalnya. Peristiwa kegagalan ini sangat jarang kepada jangka waktu pemakaian dan proses
dapat diprediksi sebelumnya, karena hal ini dapat reaksi elektrokimia yang terjadi. Material logam
dialami sebuah komponen yang kelihatannya rentan terhadap kegagalan permanen akibat
tidak mengalami beban (tegangan), namun adanya interaksi antara lingkungan yang korosip
kerusakan terjadi. Berdasarkan kondisi ini, maka dan tegangan tarik yang konstan, sebagaimana
para ahli menyimpulkan bahwa tegangan sisa digambarkan pada Gambar 2.4.
Patah pada benda
Transisi
uji yang mengalami
tegangan
Propagasi
Inisiasi SCC SCC
Kedalaman korosi + Kedalaman retak. a

A B C

A, Kerusakan lapisan film Stage III


B, Formasi pit corrosions
dan konsentrasi tegangan
setempat, & sehingga pecah
menjadi SCC Stage II
C, Propagasi SCC dalam dua
atau tiga tingkatan (stage)
dengan perubahan tegangan Stage I
yang terjadi

Benda Uji tanpa


tegangan

Waktu
σ J or K
Beban
Mekanis
penggerak
Reaksi elektrokimia

Gambar 2.4 Pengaruh faktor reaksi elektrokimia dan mekanis terhadap kerusakan
SCC pada material yang sensitip. Daerah arsiran menunjukkan transisi dari faktor
penyebab yang sebelumnya didominasi oleh faktor elektrokimia berupah menjadi
faktor mekanis. Pemisahan yang tepat antara tingkat inisisasi dan propagasi sangat
sulit dilakukan pada pengujian eksperimen [1].

Gambar 2.4 menunjukkan proses SCC tumpul (garis putus-putus). Gambar 2.4 di atas
pada periode inisiasi, propagasi, dan kegagalan menunjukkan pengaruh kombinasi dari kedua
yang dipengaruhi oleh faktor mekanis dan hal tersebut hingga material mengalami
elektrokimia. Ditunjukkan bahwa peran dari kegagalan SCC. Daerah transisi menujukkan
tegangan pada mulanya diabaikan, sementara batas inisiasi dan propogasi, dimana pada
faktor elektrokimia sangat dominan dalam kondisi ini propagasi retak dapat saja tidak
merusak lapisan pelindung pada permukaan terjadi ataupun tumpul tergantung kepada reaksi
logam. Inisiasi SCC pada mulanya diakibatkan repasivasi dari material tersebut [5][6].
serangan elektrokimia sehingga merusak lapisan Berikut ini merupakan faktor – faktor yang
pelindung (daerah A). Selanjutnya terbentuk mempengaruhi SCC [7].
formasi pit corrosion dan akibat terbentuknya a. Faktor Lingkungan, seperti : temperatur,
konsentrasi tegangan, maka pit berubah menjadi tekanan, jenis larutan, konsentrasi larutan,
inisiai SCC (daerah B). Pada keadaan ini peranan pH, potensial elektrokimia, dan viskositas.
tegangan menjadi dominan, dimana inisiasi retak b. Faktor Mekanis, seperti : Kondisi tegangan
berubah menjadi retak yang semakin (plane stress/strain) dan bentuk
dalam/memanjang seiring dengan peningkatan pembebanan.
tegangan yang terjadi hingga material mengalami c. Struktur material, seperti : Komposisi
kegagalan SCC (daerah C). Jika tegangan tidak paduan (impurity), kondisi metalurgi
terdapat pada benda uji maka tampak
pertumbuhan retak menjadi sangat lambat atau
(phasa, grain size, residual stress), geometri pengelasan, atau siklus termal ternyata lebih
retak (panjang dan lebar retak, crack berperan pada SCC. Proses perlakuan panas yang
opening, crack-tip closure). dilakukan untuk melepaskan tegangan sisa
SCC memiliki ciri-ciri yang khusus, (stress relieving) ternyata tidak dapat
yaitu antara lain [8] : menghilangkan seluruh tegangan sisa yang
a. Tegangan tarik harus ada, sebagaimana terdapat pada suatu konstruksi [1,10].
dijelaskan di atas bahwa SCC merupakan Glycerol merupakan senyawa asam
hasil kerjasama antara tegangan dan proses hydroxyl yang merupakan produk sampingan
korosi. Jika salah satu dari unsur itu tidak dari proses produksi Fatty Acid pada industri
ada, maka SCC tidak akan terjadi. oleochemical.
b. Pada umumnya material paduan (alloy) Sifat fisik dan kimia dari Glycerol adalah sebagai
lebih rentan terhadap SCC dibandingkan berikut:
dengan logam murni, kecuali tembaga. Bentuk : Cair, kental dan
c. Bila tidak terdapat tegangan, maka paduan tidak berwarna
biasanya lembam terhadap unsur yang sama Temperatur : 290 oC
pada lingkungan tersebut, dimana didih
semestinya menyebabkan SCC. Temperatur : 400 oC
d. Pada bahan yang bersifat ductile, perpatahan nyala
SCC yang terjadi ternyata berubah menjadi Rapat jenis : 1.26 g/cm3 (20
o
perpatahan yang bersifat getas (brittle C)
fracture).
e. Dibawah tegangan ambang batas (threshold Baja Nirkarat Austenit AISI 304
stress intensity) kegagalan SCC tidak akan umumnya tahan terhadap pengaruh korosi pada
terjadi. larutan Fatty acid ataupun Glycerol murni hingga
temperatur 150 oC dan AISI 316 dan 316L
Baja nirkarat umumnya rentan terhadap banyak digunakan pada pemakaian temperatur
SCC pada lingkungan klorida, dan pada yang lebih tinggi,
lingkungan bertemperatur tinggi. Kehadiran dari terutama jika tidak terdapat kandungan
oksigen cenderung untuk memperburuk SCC impurity- nya [1].
baja nirkarat pada lingkungan klorida [9]. Hidrogen juga dapat terlibat pada proses
Seluruh Baja nirkarat, terutama AISI 304 dan SCC, namun penting untuk disadari perbedan
316 sangat rentan pada klorida untuk beberapa antara proses SCC dan HE (Hydrogen
tingkat konsentrasi. Golongan austenit dengan Embritlement). Baja Nirkarat Austenit rentan
kandungan karbon yang rendah (kategori ”L”) terhadap SCC pada lingkungan larutan klorida
memiliki ketahanan yang lebih baik terhadap (terjadi SCC transgranular). SCC pada Baja
larutan Natrium klorida (NaCl), namun retak Nirkarat Austenit tidak terjadi pada lingkungan
dapat terjadi pada larutan MgCl2. Korosi klorida dengan temperatur yang lebih rendah dari
tegangan sangat sulit dideteksi pada saat 60 oC. Hal ini sesuai dengan kenyataan, bahwa
bergerak maupun pada saat proses penetrasi, pada temperatur normal air laut (NaCl)
sehingga dapat mendorong terjadinya kegagalan kegagalan SCC pada Baja Nirkarat Austenit
yang sangat cepat, terutama pada bejana tidak terjadi [10].
bertekanan. Baja Nirkarat Austenit 18-10
Merupakan hal yang sulit untuk mengalami kegagalan pada butiran (grain) pada
mengurangi faktor lingkungan yang mendorong saat tegangan tarik diberikan pada lingkungan
SCC. Tingkat konsentrasi klorida yang 42% MgCl dan inisiasi retak yang terjadi adalah
dibutuhkan untuk menghasilkan SCC pada Baja akibat terjadinya dislokasi [11].
Nirkarat Austenit adalah relatip rendah. Pada Baja nirkarat AISI 304 dan 316
kondisi pemakaian, klorida dapat menjadi mengalami kegagalan SCC pada lingkungan HCl
konsentrasi penguapan yang terdapat pada hanya dengan konsentrasi klorida sebesar 36
permukaan lapisan pelindung (film) pada sebuah ppm yang dilarutkan kedalam gas Hydrogen
struktur. Sementara temperatur merupakan Sulfida pada temperatur 80o C dan dengan pH 3
parameter proses dan merupakan sifat fisik pada [1].
pengolahan suatu produk. Tegangan tarik Kenaikan konsentrasi oksigen akan
merupakan parameter yang mungkin dapat meningkatkan kemungkinan terjadinya SCC
dikendalikan, namun tegangan sisa (residual pada larutan yang mengandung konsentrasi Cl –
stress) yang dikaitkan dengan proses pabrikasi, yang rendah. Oksigen akan mempercepat SCC
dengan menahan reaksi katodik. Hasil pengujian sebelumnya akibat pemakaian pada lingkungan
menunjukkan bahwa kehadiran 70 ppm oksigen yang korosif. Transisi antara proses
pada larutan yang hanya mengandung 0.02% pembentukan pit dan terjadinya retak tergantung
NaCl pada temperatur 150 oC, Baja nirkarat AISI kepada parameter yang mempengaruhi SCC,
316 akan mengalami korosi dalam jangka waktu seperti; elektrokimia, bentuk dan ukuran, sifat
pencelupan selama 172 jam. Sementara pada kimia, dan tegangan atau laju regangan pada
ketel uap yang mengandung larutan NaCl dan dasar dari pit corrosion tersebut (daerah arsiran
KCl justru tidak mengalami SCC setelah 1.500 Gambar 2.4). Walaupun tingkat tegangan
jam, karena oksigen tidak terdapat pada larutan setempat dan regangan pada dasar dari pit
ini [12]. memainkan peranan dalam inisiasi SCC, namun
Percobaan SCC Baja nirkarat 304 dan dapat saja terjadi dimana pit tidak menyebabkan
304L pada lingkungan 100 ppm klorida dengan inisiasi pada SCC. Hasil pengamatan ini
temperatur 100 oC memberikan kesimpulkan memberikan kesimpulan bahwa ternyata faktor
bahwa jumlah retak akan bertambah dengan elektrokimia dari pit memegang peranan yang
semakin lamanya waktu pencelupan yang terpenting dibandingkan dengan tingkat tegangan
dilakukan pada lingkungan tersebut, dan dan regangan setempat.
propagasi retak akan terjadi untuk retak yang
telah terdapat pada material uji tersebut. c) Inisiasi retak akibat korosi pada batas butir
Perpanjangan retak akan menurun pada saat atau akibat terputusnya bidang slip.
temperatur pencelupan lebih rendah, dan Inisiasi SCC juga dapat terjadi tanpa
sebaliknya [13]. adanya pit, yaitu akibat korosi yang terjadi pada
batas butir dan akibat putusnya bidang slip.
Mekanisme terjadinya kegagalan SCC Korosi pada batas butir yang menjadi inisiasi
Peristiwa kegagalan SCC terdiri dari tiga tahapan SCC membutuhkan perbedaan elektrokimia
proses, yaitu [1,10]: antara batas butir setempat dengan elektrokimia
1) Tahap Inisiasi (Crack Initiation processes) keseluruhan. Keadaan ini terjadi pada Baja
Pada Gambar 2.4 ditunjukkan bahwa Nirkarat Austenit yang mengalami sensitasi atau
peran dari tegangan pada mulanya tidak karena terjadinya pemisahan butiran akibat
menyebabkan inisiasi SCC, karena tegangan terdapatnya beragam kotoran pada batas butir,
yang terjadi masih dibawah tegangan luluh seperti posfor, sulfur, atau silikon.
(<σys), sehingga deformasi plastis tidak terjadi. Meskipun gambaran terjadinya inisiasi
Sementara pengaruh reaksi elektrokimia antara retak SCC mudah diamati dan di identifikasi,
lingkungan yang bersifat korosip dan struktur seperti terjadinya pit corrosion, cacat akibat
material yang memiliki kerentanan sangat pengelasan, dan korosi batas butir, namun masih
berperan yang mengakibatkan rusaknya lapisan sedikit model inisiasi SCC yang telah
pelindung pada permukaan logam sehingga dikembangkan. Kukurangan model mekanisme
inisiasi SCC terjadi. Inisiasi SCC pada inisiasi retak tersebut mengakibatkan terjadinya
umumnya dimulai pada daerah permukaan yang permasalahan yang rumit dalam menyimpulkan
memiliki cacat yang telah ada sebelumnya atau karakteristik kegagalan SCC. Sebagai contoh,
akibat terbentuknya pit corrosion. bahwa inisiasi retak sangat sulit untuk diukur
Inisiasi retak dapat terjadi pada beberapa pada pengujian laboratorium, walaupun tidak
bagian dari logam, yaitu [1] : sulit dalam mendeteksi lokasi sumber
a) Inisiasi retak pada permukaan cacat pertumbuhan retaknya. Selanjutnya, inisiasi retak
(localized corrosion) tidak mudah diartikan secara tepat, akibatnya
Inisiasi SCC yang terjadi pada jenis ini sangat sulit dalam menentukan apakah sebuah pit
biasanya diawali pada retakan yang telah ada corrosion telah mengalami retak dan kapan
sebelumnya pada permukaan material, dimana korosi batas butir tersebut menjadi retak pada
hal ini dapat terjadi akibat proses pembuatan batas butir [1, [14]].
maupun akibat proses pengolahan material Proses elektrokimia yang menyerang
tersebut, sebab diyakini bahwa tidak ada struktur permukaan logam yang bersifat anoda
material yang tanpa memiliki cacat. selanjutnya akan menyebabkan terjadinya
pitting, yang diikuti dengan penipisan
b) Inisiasi retak pada daerah korosi yang penampang logam (depletion). Apabila kondisi
berbentuk pit (pit corrosion) ini telah tercapai, selanjunya tegangan tarik akan
Inisiasi retak pada jenis ini terjadi menyerang kisi kristal yang seharusnya dalam
pada daerah korosi yang telah terbentuk keadaan setimbang yang mengakibatkan
bangkitnya energi termodinamik pada ikatan- elektrokimia yang tepat, maka propagasi retak
ikatan atom. Jika pengaruh ini terlokalisasi pada tidak akan terjadi. Bahkan, jika rasio pit tidak
permukaan, maka anoda akan terbentuk dan lebih besar dari nilai kritisnya (dikategorikan
selanjutnya terjadi pengecilan penampang yang sebagai inisiasi retak jika perbandingan antara
mengakibatkan terjadinya peningkatan tegangan. penetrasi dan arah lateral dari pit lebih besar dari
Pada saat tegangan telah melebihi yield point, 10, jika bernilai 1 dikategorikan sebagai uniform
selanjutnya logam akan mengalami deformasi corrosion, dan untuk nilai sekitar 1.000 pada
plastis, dimana ikatan-ikatan pada struktur umumnya dikategorikan sebagai pertumbuhan
kristalnya putus sehingga bentuk logam berubah SCC) maka tegangan dan regangan yang
secara permanen. Gerakan dislokasi ini akan diakibatkan oleh retak tajam yang tertahan tidak
terhenti apabila dislokasi telah mencapai akan diperoleh, sehingga pertumbuhan retak
permukaan logam atau pada batas butir sehingga tidak terjadi (meskipun pada umumnya
terjadi ketidak-aturan struktur kristal. Ketidak- propagasi retak lebih sering terjadi) dan pada
aturan ini menyebabkan penumpukan dislokasi akhirnya, pertumbuhan retak SCC yang terjadi
pada batas butir sehingga terjadi polarisasi adalah akibat hidrogen yang bersifat katoda
anodik pada daerah ini. Hal ini tampak pada sehingga mengakibatkan retak yang pendek [1].
permukaan logam dimana terdapat cacat-cacat Proses memperlambat laju pertumbuhan
lokal (slip step) dan merupakan bagian logam retak yang paling banyak diteliti adalah akibat
yang paling rentan terhadap serangan korosi. Slip ujung retak yang dilindungi oleh lapisan
step selanjunya akan merusak selaput oksida pelindung. Pada umumnya, laju pertumbuhan
yang berfungsi sebagai lapisan pelindung retak tergantung kepada laju rusaknya lapisan
terhadap korosi. Selaput yang rusak tersebut pelindung dan laju terbentuknya lapisan tersebut
akan “menyingkapkan” permukaan logam, kembali (repasivasi). Periode waktu retak
sehingga bagian tersebut menjadi sangat anodik ditentukan oleh laju regangan dari ujung retak
dibandingkan sebelumnya. Jika dengan cepat dimana lapisan mengalami kerusakan, dan laju
logam mampu menjadi pasif kembali maka terjadinya repasivasi pada permukaan. Faktor
pitting tidak akan terjadi pada permukaan ini. lain yang menurunkan laju pertumbuhan retak
Pitting yang terdapat pada permukaan logam adalah laju difusi dari unsur-unsur lain yang
menyebabkan terciptanya sel-sel konsentrasi masuk dan keluar dari ujung retak, defleksi retak
yang menyebabkan lingkungan setempat yang yang jauh dari tegangan prinsipal, dan perubahan
sangat agresip. Terjadinya perbedaan konsentrasi kimia material setempat. Faktor geometri retak,
oksigen mendorong terjadinya polarisasi anodik, reaksi atau laju korosi sepanjang dinding retak,
yang selanjutnya meningkatkan kecenderungan laju difusi dari anion dan kation, dan batas
pelepasan hydrogen yang besar. Untuk memulai kerentanan penggaraman logam, seluruhnya
retak, pada dasarnya pitting tidak harus mencapai memberikan kontribusi terhadap kecepatan retak.
bentuk dan ukuran tertentu. Pada saat pitting
terbentuk dan didorong oleh kondisi lingkungan,
maka pertumbuhan retak segara dimulai dan
selanjutnya situasi bergeser ke fase propagasi.
Proses pada fase propagasi ini lebih mudah
dikuantifikasi dengan menggunakan konsep
mekanika perpatahan. SCC pada Baja nirkarat
pada larutan klorida, ukuran retak kritisnya
adalah 180 µm [15].
2)Tahap perambatan retak (Crack Propagation)
Inisiasi dan propagasi retak
merupakan dua hal yang saling berhubungan,
namun mempunyai proses yang berbeda.
Sebagaimana dijelaskan di atas, bahwa inisiasi
retak dapat terjadi pada cacat permukaan jika
syarat elektrokimia, gaya makanika, dan
metalurgi bertemu, dengan kata lain, proses
korosi dapat terjadi pada permukaan cacat dalam
bentuk pitting atau korosi setempat. Jika kondisi
penetrasi pada ujung pit atau pada korosi
setempat tidak mencapai nilai pH, potensial, atau
Log (Enviroment controlled propagation rate)

Stage III

Stage II
1
2
P.a
Stage I Ky
t.w
P = Gaya
y = 2 (F. bentuk)
t = Tebal
w = Lebar
a = Depth of
  notch
Benda uji SCC

Catastropic
Subcritical crack propagation failure

 KIC
KISCC Stress Intensity, K

Korelasi antara intensitas tegangan terhadap pertumbuhan retak kritis yang diakibatkan oleh

lingkungan ditunjukkan pada Gambar 2.5. Intensitas tegangan yang diberikan merupakan fungsi dari
Gambar 2.5. Kurva hubungan antara laju propagasi retak kritis terhadap Intensitas
Tegangan
tegangan yang [1] .
seragam dan panjang retak. Oleh karena itu, untuk pengujian beban konstan, intensitas

tegangan akan naik sesuai dengan konstan yang didasarkan kepada kedalaman atau
kenaikan perpanjangan retak. panjang retak dibagi dengan total waktu lamanya
Pertumbuhan retak dimulai dengan pengujian.
adanya perkembangan alur pit corrosion
atau korosi pada batas butir yang menaikkan 1.3 Tujuan Penelitian
nilai intensitas tegangan hingga KISCC. Karena 1.3.1 Tujuan umum
beban yang diberikan adalah konstan, maka Kurva hasil pengujian dan gambar
intensitas tegangan akan naik sesuai dengan fraktograpi yang akan diperoleh dapat
penambahan panjang retak, jadi penambahan menghasilkan kesimpulan tentang karakteristik
retak akan terjadi dari tingkat 1 ke tingkat 2 kegagalan Baja Nirkarat Austenit jenis AISI 304,
hingga patah pada tingkat 3. Oleh karena itu, 316, dan 316L pada setiap perubahan lingkungan
waktu gagal pada pengujian beban konstan larutan Glycerol dengan ragam konsentrasi
sangat bergantung kepada tingkat inisiasi retak, klorida pada temperatur dan beban konstan.
laju pertumbuhan retak pada tingkat 2, dan
fracture toughness KIC. Data pengujian ini sangat 1.3.2 Tujuan khusus
berguna, karena hal ini berhubungan dengan Kegagalan SCC pada umumnya tidak
rangkaian yang terjadi pada pemakaian aktual, dapat diprediksi, sehingga tidak jarang industri
meskipun sulit untuk mengendalikan laju oleochemical mengalami potential lost akibat
keretakannya. Laju pertumbuhan retak biasanya terjadinya breakdown yang disebabkan SCC
diperoleh melalui pengujian dengan beban pada salah satu unit peralatan produksinya. Bagi
industri Oleochemical, hasil penelitian ini dapat tersebut, sebab diyakini bahwa tidak ada struktur
menjadi referensi ilmiah yang dapat digunakan material yang tanpa memiliki cacat.
untuk perhitungan umur pakai suatu konstruksi e) Inisiasi retak pada daerah korosi yang
yang menggunakan material sejenis, perhitungan berbentuk pit (pit corrosion)
pembiayaan perawatan, dan investasi yang Inisiasi retak pada jenis ini terjadi
diperlukan di industri mereka. pada daerah korosi yang telah terbentuk
sebelumnya akibat pemakaian pada lingkungan
yang korosif. Transisi antara proses
1.4 Manfaat Penelitian pembentukan pit dan terjadinya retak tergantung
a. Memberikan sumbangan dalam kepada parameter yang mempengaruhi SCC,
pengembangan ilmu pengetahuan terutama seperti; elektrokimia, bentuk dan ukuran, sifat
pada bidang rekayasa material yang berkaitan kimia, dan tegangan atau laju regangan pada
dengan bidang kajian korosi. dasar dari pit corrosion tersebut (daerah arsiran
b. Hasil yang diperoleh melalui penelitian ini Gambar 2.4). Walaupun tingkat tegangan
dapat menjadi referensi yang mampu menjawab setempat dan regangan pada dasar dari pit
permasalahan SCC yang dialami oleh industri memainkan peranan dalam inisiasi SCC, namun
Oleochemical dapat saja terjadi dimana pit tidak menyebabkan
inisiasi pada SCC. Hasil pengamatan ini
BAHAN DAN METODA memberikan kesimpulan bahwa ternyata faktor
3.1. Waktu dan Tempat elektrokimia dari pit memegang peranan yang
Penelitian kagagalan SCC dilakukan di terpenting dibandingkan dengan tingkat tegangan
Laboratorium Fatik dan Korosi Jurusan Teknik dan regangan setempat.
Mesin Universitas Sumatera Utara. Untuk f) Inisiasi retak akibat korosi pada batas butir
pengujian tarik (tensile test), kalibrasi pegas atau akibat terputusnya bidang slip.
(compression spring), dan analisa fractography Inisiasi SCC juga dapat terjadi tanpa
(Scanning Electron Microscope dan adanya pit, yaitu akibat korosi yang terjadi pada
Metalography) dilakukan di Pendidikan batas butir dan akibat putusnya bidang slip.
Teknologi Kimia dan Industri (PTKI), Medan. Korosi pada batas butir yang menjadi inisiasi
Mekanisme terjadinya kegagalan SCC SCC membutuhkan perbedaan elektrokimia
Peristiwa kegagalan SCC terdiri dari tiga tahapan antara batas butir setempat dengan elektrokimia
proses, yaitu [1,10]: keseluruhan. Keadaan ini terjadi pada Baja
2) Tahap Inisiasi (Crack Initiation processes) Nirkarat Austenit yang mengalami sensitasi atau
Pada Gambar 2.4 ditunjukkan bahwa karena terjadinya pemisahan butiran akibat
peran dari tegangan pada mulanya tidak terdapatnya beragam kotoran pada batas butir,
menyebabkan inisiasi SCC, karena tegangan seperti posfor, sulfur, atau silikon.
yang terjadi masih dibawah tegangan luluh Meskipun gambaran terjadinya inisiasi
(<σys), sehingga deformasi plastis tidak terjadi. retak SCC mudah diamati dan di identifikasi,
Sementara pengaruh reaksi elektrokimia antara seperti terjadinya pit corrosion, cacat akibat
lingkungan yang bersifat korosip dan struktur pengelasan, dan korosi batas butir, namun masih
material yang memiliki kerentanan sangat sedikit model inisiasi SCC yang telah
berperan yang mengakibatkan rusaknya lapisan dikembangkan. Kukurangan model mekanisme
pelindung pada permukaan logam sehingga inisiasi retak tersebut mengakibatkan terjadinya
inisiasi SCC terjadi. Inisiasi SCC pada permasalahan yang rumit dalam menyimpulkan
umumnya dimulai pada daerah permukaan yang karakteristik kegagalan SCC. Sebagai contoh,
memiliki cacat yang telah ada sebelumnya atau bahwa inisiasi retak sangat sulit untuk diukur
akibat terbentuknya pit corrosion. pada pengujian laboratorium, walaupun tidak
Inisiasi retak dapat terjadi pada beberapa sulit dalam mendeteksi lokasi sumber
bagian dari logam, yaitu [1] : pertumbuhan retaknya. Selanjutnya, inisiasi retak
d) Inisiasi retak pada permukaan cacat tidak mudah diartikan secara tepat, akibatnya
(localized corrosion) sangat sulit dalam menentukan apakah sebuah pit
Inisiasi SCC yang terjadi pada jenis ini corrosion telah mengalami retak dan kapan
biasanya diawali pada retakan yang telah ada korosi batas butir tersebut menjadi retak pada
sebelumnya pada permukaan material, dimana batas butir [1, 5].
hal ini dapat terjadi akibat proses pembuatan Proses elektrokimia yang menyerang
maupun akibat proses pengolahan material permukaan logam yang bersifat anoda
selanjutnya akan menyebabkan terjadinya
pitting, yang diikuti dengan penipisan yang berfungsi sebagai lapisan pelindung
penampang logam (depletion). Apabila kondisi terhadap korosi. Selaput yang rusak tersebut
ini telah tercapai, selanjunya tegangan tarik akan akan “menyingkapkan” permukaan logam,
menyerang kisi kristal yang seharusnya dalam sehingga bagian tersebut menjadi sangat anodik
keadaan setimbang yang mengakibatkan dibandingkan sebelumnya. Jika dengan cepat
bangkitnya energi termodinamik pada ikatan- logam mampu menjadi pasif kembali maka
ikatan atom. Jika pengaruh ini terlokalisasi pada pitting tidak akan terjadi pada permukaan ini.
permukaan, maka anoda akan terbentuk dan Pitting yang terdapat pada permukaan logam
selanjutnya terjadi pengecilan penampang yang menyebabkan terciptanya sel-sel konsentrasi
mengakibatkan terjadinya peningkatan tegangan. yang menyebabkan lingkungan setempat yang
Pada saat tegangan telah melebihi yield point, sangat agresip. Terjadinya perbedaan konsentrasi
selanjutnya logam akan mengalami deformasi oksigen mendorong terjadinya polarisasi anodik,
plastis, dimana ikatan-ikatan pada struktur yang selanjutnya meningkatkan kecenderungan
kristalnya putus sehingga bentuk logam berubah pelepasan hydrogen yang besar. Untuk memulai
secara permanen. Gerakan dislokasi ini akan retak, pada dasarnya pitting tidak harus mencapai
terhenti apabila dislokasi telah mencapai bentuk dan ukuran tertentu. Pada saat pitting
permukaan logam atau pada batas butir sehingga terbentuk dan didorong oleh kondisi lingkungan,
terjadi ketidak-aturan struktur kristal. Ketidak- maka pertumbuhan retak segara dimulai dan
aturan ini menyebabkan penumpukan dislokasi selanjutnya situasi bergeser ke fase propagasi.
pada batas butir sehingga terjadi polarisasi Proses pada fase propagasi ini lebih mudah
anodik pada daerah ini. Hal ini tampak pada dikuantifikasi dengan menggunakan konsep
permukaan logam dimana terdapat cacat-cacat mekanika perpatahan. SCC pada Baja nirkarat
lokal (slip step) dan merupakan bagian logam pada larutan klorida, ukuran retak kritisnya
yang paling rentan terhadap serangan korosi. Slip adalah 180 µm [1].
step selanjunya akan merusak selaput oksida

HASIL DAN PEMBAHASAN perubahan tegangan, berat benda uji, dan waktu.
4.1 Hasil Pengujian Data pengujian ini terdapat pada Data Hasil
Seluruh rangkaian pengujian yang dilakukan Pengujian (Lampiran. 4).
menghasilkan:
a. Data penunjang pengujian c. Gambar Fraktograpi
Data penunjang pengujian yang Gambar fraktograpi diperoleh dengan
diperoleh adalah Uji kalibrasi pegas sebagaimana menggunakan alat Mikroskop Optik dan
tampak pada Tabel 3.1 (Hasil Uji Tarik Benda Scanning Electron Microscope dimana dilakukan
Uji) dan Tabel 3.7 (Hasil Kalibrasi Pegas Tekan) di Laboratorium Metalograpi, Teknologi Kimia
yang dilakukan di Laboratorium Ilmu Logam dan Industri (PTKI), Medan. Gambar hasil
Pendidikan Teknologi Kimia dan Industri fraktographi ini tampak pada halaman berikut
(PTKI), Medan. yang merupakan bagian dari pembahasan hasil
pengujian ini.
b. Data pengukuran aktual 4.2 Karakteristik Kegagalan SCC.
Pengukuran yang dilakukan Kurva hasil pengujian yang diperoleh
menghasilkan data perubahan yang terjadi pada dari penelitian ini adalah hanya terhadap benda
benda uji selama pengujian berlangsung, yang uji yang mengalami kegagalan.
meliputi; pengukuran perubahan dimensi,
mengalami kegagalan pada exposure time
tertentu. Kurva di atas didasarkan kepada Tabel
hasil pengujian yang diperoleh (Lampiran 4).
Pada kondisi pengujian 6000 ppm, AISI 304
mengalami kegagalan pada exposure time 509,2
jam. Sementara untuk konsentrasi klorida 9000
ppm dan 12000 ppm material uji AISI 304
mengalami kegagalan masing-masing pada
exposure time 178,2 jam dan 156,2 jam. Hal ini
menunjukkan bahwa failure time pada
konsentrasi klorida 6000 ppm relatip lebih lama
dibandingkan untuk kondisi pengujian 9000 ppm
dan 12000 ppm. Gambar 4.1 tersebut juga
menunjukkan hubungan antara Intensitas
Gbr.4.1 tegangan terhadap panjang retak yang terjadi.
Untuk Intensitas tegangan 16 MPa√m, panjang
Gambar4.1 merupakan kurva yang menunjukkan retak (crack length) untuk konsentrasi klorida
hubungan antara Exposure time (t) dan Panjang 6000 ppm adalah 0,1 mm, sementara untuk 9000
retak material AISI 304 dengan tiga variasi ppm dan 12000 ppm masing-masing adalah 0,2
konsentrasi klorida pada kondisi tegangan awal mm dan 0,59 mm.
yang sama, yaitu sebesar 0,5 σYs yang

Gbr.4.2

Untuk Intensitas tegangan 31 MPa√m dengan pengujian 12000 ppm klorida, Kecepatan retak
konsentrasi klorida 6000 ppm, 9000 ppm, dan progresip-nya memiliki perbedaan yang nyata
12000 ppm akan memberikan panjang retak dibandingkan pada kondisi pengujian 6000 ppm
(crack length) masing-masing sebesar 0,14 mm, dan 9000 ppm. Pada kondisi pengujian 6000
0,4 mm, dan 0,71 mm. ppm terlihat bahwa perubahan Kecepatan retak
Gambar 4.2 merupakan kurva yang progresip yang terjadi berlangsung secara
menunjukkan korelasi antara Panjang Retak gradual (perlahan-lahan). Juga terlihat, bahwa
Total dan Kecepatan Retak Progresip SCC AISI Total panjang retak SCC AISI 304 hingga
304 pada lingkungan yang berbeda dengan mengalami kegagalan untuk kondisi pengujian
tegangan awal 0,5 σYs . Panjang retak total yang 6000 ppm relatip lebih pendek, yaitu 1,441 mm,
lebih pendek pada exposure time yang lebih sedangkan untuk kondisi pengujian 9000 ppm
panjang untuk benda uji AISI 304 dengan dan 12000 ppm masing-masing adalah 1,81 mm
konsentrasi klorida 6000 ppm, selanjutnya dan 3,27 mm. Kecepatan retak SCC yang terjadi
mengakibatkan progresssive crack speed yang pada setiap benda uji menunjukkan tingkat
lebih lambat relatip terhadap kondisi pengujian sensifitas yang dimiliki masing-masing benda uji
9000 ppm dan 12000 ppm. Pada kondisi pada setiap kondisi pengujian yang dilakukan.
Penomena yang sama juga terlihat pada jam, sementara untuk kondisi pengujian 9000
Gambar 4.3 yaitu kurva korelasi antara Exposure ppm dan 12000 ppm AISI 304 masing-masing
time dan Panjang retak material AISI 304 dengan mengalami kegagalan pada exposure time 149,75
tiga variasi konsentrasi klorida pada kondis jam dan 101,15 jam. Panjang retak aktual yang
tegangan awal yang sama, yaitu sebesar 0,7 σYs. terjadi juga bervariasi untuk ke-tiga kondisi
Ketiga material uji mengalami kegagalan pada pengujian tersebu
exposure time yang berbeda (Lampiran 4). Untuk
kondisi pengujian 6000 ppm, material AISI 304
mengalami kegagalan pada exposure time 295,3

Gbr.4.2

Pada Intensitas tegangan sekitar 16 MPa√m, 0,3 mm dan 0,51 mm. Demikian selanjutnya,
akan mengakibatkan AISI 304 mengalami variasi crack length yang terjadi untuk ke-tiga
panjang retak yang bervariasi untuk ke-tiga kondisi pengujian tersebut menunjukkan bahwa
kondisi pengujian tersebut. Pada kondisi untuk kondisi pengujian 6000 ppm AISI 304
pengujian 6000 ppm, crack length yang terjadi memiliki crack length yang relatip lebih rendah
adalah 0,165 mm, sementara untuk kondisi dibandingkan pada kondisi pengujian 9000 ppm
pengujian 9000 ppm dan 12000 ppm AISI 304 dan 12000 ppm.
masing-masing mengalami crack length sebesar
sedangkan untuk kondisi pengujian 9000 ppm
pada crack length yang sama diperoleh crack
speed sebesar 2,65x10-6 mm/dt. Perbedaan ini
diakibatkan oleh exposure time yang berbeda
dalam mencapai nilai crack length yang sama
pada ke-dua kondisi pengujian tersebut.
Hasil yang diperoleh dari pengujian
SCC pada material AISI 304 untuk tiga jenis
kondisi lingkungan pengujian ini (Gambar 4.1
– 4.4) memberikan kesimpulan, bahwa
konsentrasi klorida pada larutan pengujian
sangat mempengaruhi kegagalan SCC. Untuk
kondisi pengujian 6000 ppm, material uji
menunjukkan panjang retak yang relatip lebih
rendah dibandingkan terhadap 9000 ppm dan
12000 ppm. Panjang retak yang diperoleh
berbanding lurus terhadap Kecepatan retak
Gbr.4.4 progresip, dan berbanding terbalik terhadap
exposure time total, dimana Kecepatan retak
progresip pada kondisi lingkungan pengujian
6000 ppm lebih rendah relatip terhadap
Total exposure time dan crack length kondisi pengujian 9000 ppm dan 12000 ppm.
yang terjadi pada masing-masing kondisi
pengujian tersebut selanjutnya sangat
menentukan Kecepatan retak progresip
(progressive crack speed) yang terjadi,
sebagaimana tampak pada Gambar 4.4.
Gambar 4.4 merupakan Kurva yang
menunjukkan korelasi antara Panjang Retak
Total dan Kecepatan Retak SCC AISI 304
dengan tiga variasi konsentrasi klorida pada
kondisi tegangan awal 0,7 σYs. Sebagaimana
benda uji AISI 304 (0,5 σYs) di atas, maka
pada kondisi ini juga terlihat bahwa untuk
kondisi pengujian 6000 ppm, Kecepatan retak
progresipnya lebih rendah dibandingkan
dengan dua kondisi pengujian lainnya. Total
panjang retak SCC AISI 304 hingga
mengalami kegagalan untuk kondisi pengujian
6000 ppm relatip lebih pendek, yaitu 2,55 mm, Gbr.4.39
sedangkan untuk kondisi pengujian 9000 ppm Gambar 4.39 menunjukkan dengan jelas
dan 12000 ppm masing-masing adalah 2,87 perbedaan Kecepatan retak progresip
mm dan 3,95 mm. Kurva tersebut pada ke-dua benda uji tersebut. Pegujian SCC
menunjukkan dengan jelas perbedaan crack yang dilakukan pada tegangan awal 0,5 σYs
speed yang terjadi untuk masing-masing memiliki Kecepatan retak progresip yang lebih
kondisi pengujian. Untuk crack length yang rendah sejak awal pengujian dilakukan.
sama, diperoleh Kecepatan retak progresip Terlihat bahwa Total panjang retak pada
yang berbeda untuk ketiga kondisi tersebut. kondisi 0,7σYs lebih besar
Pada crack length sebesar 0,1 mm diperoleh dibandingkan pada kondisi 0,5 σYs.
Kecepatan retak progresip sebesar 1,13x10-6 Gambar 4.24 – 4.39 memberikan
mm/dt untuk kondisi pengujian 6000 ppm, kesimpulan, bahwa pada tegangan awal 0,5
σYs dan 0,7 σYs seluruh material AISI 304
mengalami kegagalan pada konsentrasi klorida Hasil penelitian ini memberikan
6000 ppm – 12000 ppm. AISI 316 mengalami kesimpulan sebagai berikut:
kegagalan pada konsentrasi 9000 ppm, a) Pengujian SCC dengan kondisi pengujian
sementara pada konsentrasi 6000 ppm dengan 50 ppm konsentrasi klorida menunjukkan
tegangan awal 0,5 σYs tidak mengalami bahwa AISI 304, 316, dan 316L tidak
kegagalan. Material uji AISI 316L tidak mengalami kegagalan dengan exposure
mengalami kegagalan hingga konsentrasi 6000 time 556 jam hingga tegangan 0,7 σys.
ppm, dan untuk 9000 ppm hanya pada kondisi b) Pengujian SCC dengan kondisi pengujian
pengujian tegangan awal 0,7 σYs yang 6000 ppm memberikan hasil:
mengalami kegagalan. Fakta membuktikan - Material AISI 304 mengalami
dengan jelas, bahwa tegangan awal yang lebih kegagalan pada ke-dua jenis
besar akan sangat mendorong terjadinya pembebanan.
kegagalan SCC [1]. Hal ini membuktikan - Material AISI 316 mengalami
bahwa faktor tegangan memegang peranan kegagalan hanya untuk tegangan 0,7
yang sangat penting terhadap terjadinya σys..
kegagalan SCC pada suatu material. - AISI 316L tidak mengalami
Gambaran karakteristik dari kegagalan untuk ke-dua jenis
keseluruhan kurva tersebut di atas pembebanan.
menunjukkan bahwa kecepatan retak bergerak c) Pengujian SCC dengan kondisi pengujian
dengan tidak konstan terhadap setiap kenaikan 9000 ppm memberikan hasil:
Intensitas tegangan. Hal ini menunjukkan - Material AISI 304 mengalami
bahwa pengaruh reaksi elektrokimia kegagalan pada ke-dua jenis
memegang peranan yang lebih dominan pembebanan.
terhadap kegagalan yang terjadi. Pada - Material AISI 316 mengalami
konsentrasi klorida yang lebih rendah, tampak kegagalan pada ke-dua jenis
kenaikan kecepatan retak bergerak lebih stabil, pembebanan.
hal ini sangat berbeda untuk konsentrasi - AISI 316L mengalami kegagalan
klorida yang lebih tinggi. Pada konsentrasi hanya untuk untuk tegangan 0,7 σys.
klorida yang lebih tinggi terjadi percepatan d) Pengujian SCC dengan kondisi pengujian
pertumbuhan retak. Hal ini menunjukkan 12000 ppm memberikan hasil bahwa
bahwa pada awal pencelupan diduga terjadi bahwa ke-tiga jenis material mengalami
reaksi “perlawan” dari struktur material uji, kegagalan.
dimana material tersebut melakukan reaksi e) Gambar kurva 4.1 – 4.12 memberikan
repasivasi terhadap serangan elektrokimia kesimpulan, bahwa pada konsentrasi
yang terjadi, sehingga tampak kecepatan retak klorida yang semakin tinggi akan
meningkat dengan relatip lebih stabil. Pada mengakibatkan material uji mengalami
akhirnya, kecepatan serangan elektrokimia failure time yang lebih pendek, crack
yang menjadikan permukaan benda uji speed dan laju korosi yang semakin cepat
menjadi anodik lebih cepat dari kecepatan dan crack opening yang lebih lebar.
repasivasi dari benda uji [1, 5]. f) Gambar kurva 4.13 – 4.23 memberikan
Keseluruhan kurva tersebut kesimpulan, bahwa Failure time material
menunjukkan bahwa kecepatan kegagalan AISI 316L relatip lebih panjang
SCC ternyata didominasi oleh pengaruh proses dibandingkan dengan AISI 304 dan AISI
elektrokimia. Transisi antara proses 316L, dan AISI 304 memiliki failure time
pembentukan pitting dan terjadinya retak yang lebih pendek. Crack speed material
tergantung kepada parameter yang AISI 316L relatip lebih lambat
mengendalikan SCC, yaitu elektrokimia, dibandingkan dengan AISI 304 dan AISI
bentuk dan ukuran, sifat kimia, dan tegangan 316, dan AISI 304 memiliki crack speed
atau laju regangan pada dasar dari pitting yang lebih cepat. Perbandingan laju korosi
tersebut [1, 2]. rata-rata AISI 304 terhadap AISI 316 dan
5.1 Kesimpulan 316L masing-masing adalah 75% dan
92% lebih cepat. Hal ini membuktikan 9000 ppm dan tegangan maksimum 0,5
tingkat ketahanan AISI 316L dan AISI σys.
316 terhadap serangan pitting lebih baik. d) Untuk mendapatkan nilai threshold SCC
AISI 304 memiliki waktu kegagalan rata- perlu dilakukan penelitian lanjutan dengan
rata yang lebih singkat, yaitu waktu menggunakan ragam variasi temperatur
kegagalan AISI 304 terhadap AISI 316 dan tegangan untuk material ini, sehingga
dan 316L masing-masing adalah 51,44% akan dapat lebih bermanfaat terutama bagi
dan 137,51%, sementara AISI 316 kalangan industri.
terhadap AISI 316L adalah 67,37%. e) Untuk mendapatkan hasil pengukuran
g) Gambar kurva 4.24 – 4.39 memberikan yang lebih presisi, maka Peralatan uji
kesimpulan, bahwa material uji yang diuji yang digunakan perlu dikembangkan,
pada tegangan awal 0,7 σys memiliki misalnya dengan menggunakan strain
failure time yang lebih pendek dan crack gauge atau alat ukur presisi lainnya untuk
speed yang lebih cepat. mendapatkan regangan yang terjadi
h) Model retak SCC yang terjadi pada selama pengujian berlangsung. Nilai
material uji adalah pada butirannya regangan yang diperoleh selanjutnya akan
(transgranular) dengan perpatahan brittle mendapatkan besarnya perubahan
fracture. tegangan yang terjadi pada setiap waktu.

5.2 Saran
Kegagalan SCC sangat dipengaruhi
oleh tegangan, lingkungan, dan struktur DAFTAR PUSTAKA
material dimana kombinasi dari ketiga faktor
ini saling bersinergi yang menyebabkan
terjadinya kegagalan SCC. Berdasarkan hasil [1] JUNAIDI, “The Effect of
penelitian ini dan untuk menghindari Exposuretime on the Crack Length of
terjadinya kegagalan pada material sejenis Austenite AISI 304,316 and 316L
pada pemakaian, maka hal-hal berikut ini perlu Stainless Steel Material with Failure
diperhatikan: Stress Corrosion Cracking,” in
a) Lakukan perhitungan beban aktual pada WAHANA INOVASI Jurnal Penelitian
suatu konstruksi atau komponen yang dan Pengabdian, 2013, pp. 291–298.
terbuat dari Baja nirkarat austenit untuk [2] S. Hestukoro and I. Siregar, “Analysis
memperoleh besaran tegangan yang Effects of Exposuretime on Long Steel
terjadi. Stainless Steel Material Proper Which
b) Pada kondisi larutan Glycerol yang Experiance Stress Corrosion
mengandung konsentrasi 50 ppm klorida, Cracking.”
tegangan sebesar 0,5 σys, 150 oC [3] syawaludin N. Junaidi1, “ANALISA
temperatur material AISI 304 dapat UNJUK KERJA BOILER TIPE PIPA
digunakan, namun jika tegangannya AIR MELALUI GAS BUANG,” Bull.
sebesar 0,7 σys sebaiknya menggunakan STTH, vol. 3, no. 2, pp. 1–16, 2010.
AISI 316. [4] A. S. S. J. M.Bayu Prakoso1, Doli
c) Pada kondisi larutan Glycerol yang Tryono Siregar2, “ANALISA BRAKE
mengandung konsentrasi 6000 ppm SHOE MOBIL AVANZA VELOZ 1,5
klorida maksimum, tegangan sebesar 0,5 TOYOTA AKIBAT SISTEM
σys, 150 oC temperatur material, AISI 304 PENGEREMAN,” Int. J. Logist., vol.
tidak dapat digunakan dan sebaiknya 1, no. 3, pp. 1–6, 2018.
menggunakan AISI 316. Namun pada [5] S. Hestukoro, T. Siagian, A. Bukhori,
tegangan 0,7σys sebaiknya menggunakan I. Roza, and I. Siregar,
AISI 316L dimana material ini dapat “Characteristics of Silicon Aluminum
dugunakan hingga konsentrasi klorida Material Based on Fracture Period In
Torque Test.”
[6] Junaidi, “WORKING PROCESS OF “Analysis of the effect of cooling
TU 3A CNC FRAIS MACHINE media and heating on hardness and
USING SOFTWARE SYSTEM.” microstructure in the tempering
[7] S. Hestukoro, T. Siagian, A. Bakhori, process of SKD 11 tool steel.,”
and I. Siregar, “Analysis PROSIDING Seminar Nasional
Characteristics of Silicon Aluminum Pembangunan Berkelanjutan Bangsa
Material Based on Fracture Period In Berbasis Iptek (PB3I-ITM). BIRO
Torque Test.” PUBLIKASI DAN DOKUMENTASI
[8] A. Yanie, “ANALYSIS CUTTING -ITM jLN.Gedung Arca No.52 Medan,
TOOL HIGH SPEED STEEL (HSS ) MEDAN, pp. 63–67, 2014.
WITH CAST IRON MATERIAL
FROM UNIVERSAL LATHE.”
[9] JUNAIDI, “Analisa Pembangkit
Listrik Tenaga Air Mikro Di
Kecamatan Sei.Rampah Kabupaten
Serdang Bedagai.,” in 4, S. T. T. H.
Medan, Ed. MEDAN, 2017, pp. 1–22.
[10] JUNAIDI, “THE EFFECT OF HEAT
TREATMENT PROCESS ON
VIOLENCE AND MICRO
STRUCTURE OF LOW CARBON
STEEL ALLOY ST 60,” JITEKH, vol.
1, no. 5, pp. 33–42, 2016.
[11] JUNAIDI, “ANALYSIS THE
EFFECT OF AMPER FLOWS ON
THE I, V AND X CAPABILITY
WITH E6013 ELECTRODE USING
STEEL K945,” SAINTEK Fak. Tek.
UISU MEDAN, vol. 3, no. ISSN
No:2355-2395, pp. 353–362, 2016.
[12] JUNAIDI dan EDDY, “Analysis of
Cutting Carbide Tools with S45C
Material on Universal Lathes,” in
Seminar Nasional FT.UISU, 2017, pp.
116–123.
[13] J. Junaidi, S. Hestukoro, A. Yanie, J.
Jumadi, and E. Eddy,
“IMPLEMENTATION ANALYSIS of
CUTTING TOOL CARBIDE with
CAST IRON MATERIAL S45 C on
UNIVERSAL LATHE,” in Journal of
Physics: Conference Series, 2017, vol.
930, no. 1.
[14] indra roza junaidi, weriono, “Process
Analysis of High Speed Steel Cutting
Calculation (HSS) with S45 C
Material On Universal Machine Tool,”
IJISRT (International J. Innov. Sci.
Res. Technol., vol. 3, no. 1, pp. 447–
456, 2018.
[15] J. BUDI SANTRI KUSUMA,
152

View publication stats

Anda mungkin juga menyukai