Oleh :
Dinda Rulantya Nofriyanna
19112227
Dosen Pengampu :
Aida Minropa, SKM, M.Kes.
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Diabetes melitus (DM) adalah penyakit dengan gangguan metabolisme yang secara genetik dan
klinis termasuk heterogen dengan manifestasi berupa hilangnya toleransi kabohidrat (Price &
Wilson, 2005). Menurut American Diabetes Association/ADA (2010 dikutip dari Perkeni, 2011)
DM merupakan penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena
kelainan sekresi insulin, kerja insulin, atau kedua-duanya. Seseorang didiagnosa menyandang
diabetes melitus jika kadar gula darah sewaktu >200 mg/dl dan kadar gula darah puasa >126
mg/dl.
Anani (2012) diabetes melitus perlu diamati karena merupakan penyakit kronis progressif,
jumlah penyandang DM semakin meningkat dan banyak menimbulkan dampak negatife baik
dari segi fisik, sosial, ekonomi maupun psikososial. International diabetes federation/IDF (2014)
memprediksi, 382 juta jiwa yang hidup dengan DM di dunia pada tahun 2013, dan pada tahun
2035 meningkat menjadi 592 juta. Sementara itu menurut Wold Health Organization (WHO,
2014) bahwa pada tahun 2000 terdapat 1 juta penduduk mengalami kematian akibat diabetes
dengan prevalensi sekitar 2% dan pada tahun 2012 dilaporkan 1,5 juta penduduk mengalami
kematian akibat diabetes mellitus dengan prevalensi sekitar 2,7%. Dari seluruh kematian akibat
DM di dunia, 70% kematian terjadi di negara-negara berkembang termasuk Indonesia.
Di Indonesia diprediksi kenaikan jumlah penyandang DM dari 8,5 juta pada tahun 2013 menjadi
14,1 juta jiwa pada tahun 2035, dan Indonesia merupakan urutan ke-7 penyandang DM
terbanyak di dunia setelah Cina, India, Amerika Serikat, Brasil, Rusia, Meksico (IDF, 2014).
Berdasarkan data, prevalensi penyakit DM di Indonesia sebesar 1,1% (Riskesdas, 2007) dan
mengalami peningkatan 2,1% (Riskesdas, 2013). Prevalensi diabetes melitus berdasarkan
pengukuran gula darah pada penduduk umur >15 tahun yang tinggal diperkotaan adalah 2,5%,
dari data tersebut prevalensi DM di Provinsi Sumatera Barat yaitu 1,8 %.
Kontrol DM yang buruk dapat mengakibatkan hiperglikemia dalam jangka panjang, yang
menjadi pemicu beberapa komplikasi baik makrovaskular maupun mikrovaskular seperti
penyakit jantung, penyakit vaskuler perifer, gagal ginjal, kerusakan saraf dan kebutaan. Data
yang diperoleh dari penelitian Soewondo, dkk (2010) terdapat 47,2% pasien memiliki kadar gula
darah >130 mg/dl dan mayoritas pasien menderita DM tipe 2 sebesar 97,5% yang memiliki
kontrol diabetes yang buruk 67,9%. Berdasarkan penelitian United Kingdom Prospective Study
(UKPDS) dalam Itania (2011) diketahui bahwa dengan melaksanakan pengendalian DM yang
baik sesuai jadwal yang diberikan petugas kesehatan untuk menjaga kadar gula darah tetap
terkontrol sehingga dapat mengurangi komplikasi. Walaupun diabetes melitus merupakan
penyakit kronik yang tidak dapat menyebabkan kematian secara langsung, tetapi dapat berakibat
fatal bila pengelolaannya tidak tepat.
Diabetes melitus merupakan kelainan metabolik dengan etiologi multifaktorial. Penyakit ini
ditandai oleh hiperglikemia kronis dan mempengaruhi metabolisme karbohidrat, protein, dan
lemak. Patofisiologi diabetes melitus akan ditemukan dengan berbagai gejala, seperti poliuria
(banyak berkemih), polidipsia (banyak minum), dan polifagia (banyak makan) dengan penurunan
berat badan. Hiperglikemia dapat tidak terdeteksi karena penyakit diabetes melitus tidak
menimbulkan gejala (asimptomatik) dan menyebabkan kerusakan vaskular sebelum penyakit
terdeteksi (Gibney, dkk., 2008).
Melihat kenaikan penyandang DM secara global yang terutama disebabkan karena perubahan
gaya hidup yang kurang sehat, maka dapat disimpulkan dalan kurun waktu satu atau dua dekade
yang akan datang kejadian DM di Indonesia akan meningkat drastis. Tindakan pengendalian DM
untuk mencegah komplikasi sangat diperlukan, khususnya dengan menjaga tingkata gula darah
sedekat mungkin dengan normal. Pengendalian gula darah ini sangat sulit untuk dipertahankan,
kejadian ini disebabkan karena tidak disiplinnya penderita dalam penatalaksanaan DM
(Waspadji, 2009)
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
2. Tujuan Khusus
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
A. Konsep Home Care
Asuhan keperawatan adalah sebuah rangkaian interaksi antara perawat dengan pasien
dan lingkungannya dalam rangka memenuhi kebutuhan pasien.Kegiatan ini adalah yang
paling sering Anda lihat atau rasakan. Beberapa hal yang termasuk dalam asuhan
keperawatan contohnya adalah:
Selain melakukan tindakan medis, perawat juga harus apik dalam berkomunikasi dengan
pasien.Perawat dituntut untuk dapat memberikan penyuluhan kepada pasien mengenai
kondisi kesehatannya, pencegahan penyakit, dan upaya peningkatan kesehatan lainnya.
Selain itu, bersama dengan dokter, perawat juga harus mampu terlibat dalam konseling
pasien dan keluarganya untuk menentukan pengobatan pasien.
Dalam praktik di lapangan, sering kali dokter kesulitan mengerjakan tugasnya karena
jumlah pasien yang banyak atau harus menangani pasien yang gawat darurat. Pada kondisi
tersebut, dokter akan mendelegasikan tugas kepada perawat.
Pada kondisi ini perawat harus mampu mengerjakannya dengan baik dan tepat. Tugas
delegatif tersebut antara lain memeriksa tanda vital pasien (tekanan darah, laju pernapasan,
frekuensi nadi, dan suhu), memberikan informasi tentang penyakit serta rencana pengobatan,
serta memberikan imunisasi dasar sesuai program pemerintah.
Selain tugas delegatif, ada pula yang disebut dengan tugas mandat, dimana dokter tetap
mengawasi tugas yang menjadi tanggung jawabnya, tetapi yang mengerjakannya adalah
perawat.Contohnya adalah saat memasang kateter saluran kemih dan menjahit luka.Karena
itu, dalam masa pendidikannya, perawat harus menguasai hal-hal tersebut.
Setiap perawat harus siap sedia bila ditempatkan di daerah yang serba terbatas, dimana
tidak ada tenaga kesehatan lain, obat dan sarana terbatas, atau bahkan akses menuju fasilitas
kesehatan rujukan yang jauh.
Dalam kondisi ini, perawat harus tetap mampu melakukan pengobatan untuk penyakit
umum sesuai dengan fasilitas yang tersedia. Bila diperlukan, perawat juga biasanya akan
memberikan rujukan kepada pasien atas petunjuk dokter.
Dalam kondisi gawat darurat, perawat boleh memberikan pertolongan pertama untuk
menyelamatkan nyawa pasien dan mencegah kecacatan lebih lanjut.Contoh pertolongan
pertama yang dapat dilakukan adalah pompa jantung dalam kondisi henti jantung,
memberikan bantuan napas, dan sebagainya.
Pasien atau klien yang memperoleh pelayanan keperawatan di rumah dapat merupakan
rujukan dan klinik rawat jalan, unit rawat inap rumah sakit, maupun puskesmas, namun klien
dapat langsung menghubungi agens pelayanan keperawatan di rumah atau praktek
keperawatan per orangan untuk memperoleh pelayanan.
Mekanisme yang harus dilakukan adalah sebagai berikut:
a. Pasien pasca rawat inap atau rawat jalan harus terlihat terlebih dahulu oleh dokter untuk
menentukan apakan secara medis layak untuk dirawat di rumah atau tidak.
b. Selanjutnya apabila dokter telah menetapkan bahwa klien layak dirawat di rumah, maka
dilakukan pengkajian oleh koordinator kasus yang merupakan staf dari pengelola
pengelola atau agensi perawatan perawatan kesehatan kesehatan di rumah, kemudian
kemudian bersama-sama bersama-sama klien dan keluarga akan menentukan
masalahnya dan membuat perencanaan, membuat keputusan, membuat kesepakatan
mengenai pelayanan apa yang akan diterima oleh klien, kesepakatan juga mencakup
jenis pelayanan, jenis peralatan, dan jenis sistem pembayaran serta jangka waktu
pelayanan.
c. Selanjutnya klien akan menerima pelayanan dari pelayanan keperawatan di rumah baik
dari pelaksana pelayanan yang dikontrak atau pelaksana yang direkrut oleh pengelola
perawatan di perawatan di rumah. Pela rumah. Pelayanan di yanan di koordinir
koordinir dan dikendalikan dikendalikan oleh ko oleh koordinator kasus, ordinator
kasus, setiap kegiatan yang dilaksanakan oleh tenaga pelaksana pelayanan harus
diketahui oleh koordinator kasus.
d. Secara periodik koordinator kasus akan melakukan monitoring dan evaluasi terhadap
pelayanan yang diberikan apakah sudah sesuai dengan kesepakatan. Sesuai dengan teori
diatas, dalam mekanisme pelayanan home care perawat Rose mendapat mandat dari
dokter yang merawat pasien yang sudah diperbolehkan pulang dari rumah sakit, atau
dari pihak keluarga sendiri yang meminta perawat Rose untuk merawat keluarga mereka
yang tengah sakit.
Tugas dan peran perawat home care antara lain memastikan kebutuhan nutrisi pasien
terpenuhi mulai dari jadwal pemberian obat, asupan gizi, serta hal lainnya yang dapat
disesuaikan dengan kebutuhan pasien. Selain itu, memberikan perhatian dan pengawasan
penuh terhadap pasien juga dilakukan sebagai salah satu tugas dan peran perawat home
care. Tugas dan peran perawat home care juga meliputi perawatan pribadi, seperti
membantu mandi, mencuci rambut, dan berpakaian.Perawatan ini biasanya dilakukan untuk
pasien lansia atau pasien dengan kondisi yang kritis dikarenakan terlalu lemah untuk
melakukan kegiatan sehari-hari.
1. Defenisi
Diabetes mellitus merupakan gangguan metabolisme yang secara genetic dan klinis termasuk
heterogen dengan manifestasi berupa hilangnya toleransi karbohidrat. ( Price and Wilson, 2000 )
Diabetes mellitus adalah sekelompok kelainan heterogen yang ditandai oleh kenaikan kadar
glukosa dalam darah atau hiperglikemi( Smeltzer and Bare,2000)
Diabetes melitus merupakan peyakit kronis yang berkaitan denan defisiensi atau resistansi
insulin relatif atau absolut dan ditandai dengan ganguan metabolisme karbohidrat, protein, dan
lemak. (Paramita, 2011).
Pankreas merupakan kelenjar endokrin terbesar yang terdapat di dalam tubuh baik hewan
maupun manusia. Bagian depan (kepala) kelenjar pankreas terletak pada lekukan yang dibentuk
oleh duodenum dan bagian pilorus dari lambung. Bagian badan yang merupakan bagian utama
dari organ ini merentang ke arah limpa dengan bagian ekornya menyentuh atau terletak pada alat
ini. Dari segi perkembangan embriologis, kelenjar pankreas terbentuk dari epitel yang berasal
dari lapisan epitel yang membentuk usus. Pankreas terdiri dari dua jaringan utama, yaitu Asini
sekresi getah pencernaan ke dalam duodenum, pulau Langerhans yang tidak tidak mengeluarkan
sekretnya keluar, tetapi menyekresi insulin dan glukagon langsung ke darah. Pulau-pulau
Langerhans yang menjadi sistem endokrinologis dari pamkreas tersebar di seluruh pankreas
dengan berat hanya 1-3 % dari berat total pankreas.Pulau langerhans berbentuk ovoid dengan
besar masing-masing pulau berbeda. Besar pulau langerhans yang terkecil adalah 50 m,
sedangkan yang terbesar 300 m, terbanyak adalah yang besarnya 100-225 m. Jumlah semua
pulau langerhans di pankreas diperkirakan antara 1-2 juta.
3. Klasifikasi
Klasifikasi DM dan gangguan toleransi glukosa adalah sebagai berikut :
1. Diabetes mellitus
a. DM tipe 1 (tergantung insulin)
b. DM tipe 2 (tidak tergantung insulin)
Gemuk
Tidak gemuk
c. DM tipe lain yang berhubungan dengan keadaan atau sindrom tertentu
Penyakit pancreas
Hormonal
Obat atau bahan kimia
Kelainan reseptor
Kelainan genital dan lain-lain
2. Toleransi glukosa terganggu
3. Diabetes gestasional
4. Etiologi
Etiologi secara umum tergantung dari tipe Diabetes, yaitu :
1. Diabetes Tipe I ( Insulin Dependent Diabetes Melitus / IDDM ) Diabetes yang tergantung
insulin yang ditandai oleh penghancuran sel-sel beta pancreas disebabkan oleh :
a. Faktor genetic
Penderita DM tidak mewarisi DM tipe 1 itu sendiri tapi mewarisi suatu predisposisi /
kecenderungan genetic ke arah terjadinya DM tipe 1.
Ini ditemukan pada individu yang mempunyai tipe antigen HLA ( Human Leucocyte
Antigen ) tertentu. HLA merupakan kumpulan gen yang bertanggung jawab atas antigen
transplatasi dan proses imun lainnya.
b. Faktor Imunologi
Respon abnormal dimana antibody terarah pada jaringan normal tubuh dengan cara
bereaksi terhadap jaringan tersebut yang dianggap seolah-olah sebagai jaringan asing.
c. Faktor lingkungan
Virus atau toksin tertentu dapat memicu proses autoimun yang menimbulkan destruksi sel
beta.
2. Diabetes Tipe II (Non Insulin Dependent Diabetes Melitus / NIDDM )
Mekanisme yang tepat yang menyebabkan resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin
pada diabetes tipe II belum diketahui . Faktor genetic diperkirakan memegang peranan
dalam proses terjadinya resistensi insulin . Selain itu terdapat faktor-faktor resiko tertentu
yang berhubungan yaitu :
a. Usia
Resistensi insulin cenderung meningkat pada usia diatas 65 tahun
b. Obesitas
c. Riwayat Keluarga
d. Kelompok etnik
Di Amerika Serikat, golongan hispanik serta penduduk asli amerika tertentu memiliki
kemungkinan yang lebih besar untuk terjadinya diabetes tipe II disbanding dengan
golongan Afro - Amerika
5. Manifestasi Klinis
Gejala dan tanda-tanda DM dapat digolongkan menjadi gejala akut dan gejala kronik.
a. Gejala Akut Penyakit Diabetes melitus Gejala penyakit DM dari satu penderita ke
penderita lain bervariasi bahkan, mungkin tidak menunjukkan gejala apa pun sampai saat
tertentu.
1) Pada permulaan gejala yang ditunjukkan meliputi serba banyak (Poli), yaitu:
a. Banyak makan (poliphagia).
b. Banyak minum (polidipsia).
c. Banyak kencing (poliuria).
2) Bila keadaan tersebut tidak segera diobati, akan timbul gejala:
a. Banyak minum.
b. Banyak kencing.
c. Nafsu makan mulai berkurang/ berat badan turun dengan cepat (turun 5-10 kg
dalam waktu 2-4 minggu).
d. Mudah lelah.
e. Bila tidak lekas diobati, akan timbul rasa mual, bahkan penderita akan jatuh koma
yang disebut dengan koma diabetik.
b. Gejala Kronik Diabetes melitus Gejala kronik yang sering dialami oleh penderita
Diabetes melitus adalah sebagai berikut:
1) Kesemutan.
2) Kulit terasa panas, atau seperti tertusuk-tusuk jarum.
3) Rasa tebal di kulit.
4) Kram.
5) Capai.
6) Mudah mengantuk.
7) Mata kabur, biasanya sering ganti kacamata
8) Gatal di sekitar kemaluan terutama wanita.
9) Gigi mudah goyah dan mudah lepas kemampuan seksual menurun,bahkan impotensi
pada laki-laki.
10) Para ibu hamil sering mengalami keguguran atau kematian janin dalam kandungan,
atau dengan bayi berat lahir lebih dari 4 kg.
11) Bisul / luka yang lama tidak sembuh
12) Keputihan
13) Infeksi saluran kemih
6. Patofisiologi
Dalam keadaan normal, jika terdapat insulin, asupan glukosa / produksi glukosa yang melebihi
kebutuhan kalori akan di simpan sebagai glikogen dalam sel-sel hati dan sel-sel otot. Proses
glikogenesis ini mencegah hiperglikemia ( kadar glukosa darah > 110 mg / dl ). Jika terdapat
defisit insulin, empat perubahan metabolic terjadi menimbulkan hiperglikemi.
Empat perubahan itu adalah :
Pada DM tipe 1 terdapat ketidak mampuan menghasikan insulin karena sel-sel beta telah
dihancurkan oleh proses autoimun. Akibat produksi glukosa tidak terukur oleh hati, maka terjadi
hiperglikemia. Jika konsentrasi klokosa dalam darah tinggi, ginjal tidak dapat menyerap semua
glukosa, akibatnya glukosa muncul dalam urine (glukosuria). Ketika glukosa berlebihan
diekskresikan dalam urine disertai pengeluaran cairan dan elektrolit (diuresis osmotik). Akibat
kehilangancairan berlebihan, pasien akan mengalami peningkatan berkemih (poli uri) dan rasa
haus (polidipsi). Defisiensi insulin juga mengganggu metabolisme protein dan lemak yang
menyebabkan penurunan berat badan . pasien juga mengalami peningkatan selera makan
(polifagi) akibat penurunan simpanan kalori.gejala lainnya mencakup kelelahan dan kelemahan.
Pada DM tipe 2 terdapat 2 masalah utama yang berhubungan dengan insulin yaitu resistensi
insulin dan ganguan sekresi insulin. Resistensi insulin ini disertai dengan penurunan reaksi intra
sel sehingga insulin menjadi tidak efektif untuk menstimulasi pengambilan glukosa oleh
jaringan. Pada gangguan sekresi insulin berlebihan, kadar glukosa akan dipertahankan pada
tingkat normal atau sedikit meningkat. Namun jika sel beta tidak mampu mengimbangi
peningkatan kebutuhan insulin maka kadar glukosa darah meningkat. Akibat intoleransi glukosa
yang berlangsung lambat dan progresif maka awitan DM tipe 2 dapat berjalan tanpa terdeteksi.
Gejala yang dialami sering bersifat ringan seperti kelelahan, iritabilitas, poliuri, polidipsi, luka
pada kulit yang lama sembuh, infeksi vagina atau pandangan yang kabur ( jika kadar glukosanya
sangat tinggi)
7. WOC
8. Komplikasi
a. Komplikasi akut
1) Ketoasidosis diabetik
2) Hipoglikemi
3) Koma non ketotik hiperglikemia hiperosmolar
4) Efek somogyi (penurunan kadar glukosa darah pada malam hari diikuti
peningkatan rebound pada pagi hari)
5) Fenomena fajar / down phenomenon (hiperglikemi pada pagi hari antara jam 5-9
pagi yang tampaknya disebabkan oleh peningkatan sikardian kadar glukosa pada
pagi hari)
b. Komplikasi jangka panjang
1) Makroangiopati
- Penyakit arteri koroner (aterosklerosis)
- Penyakit vaskuler perifer
- Stroke
2) mikroangiopati
- Retinopati
- Nefropati
- Neuropati diabetic
9. Penatalaksanaan Perawat
Tujuan utama terapi diabetes adalah mencoba menormalkan aktifitas insulin dan kadar glukosa
darah dalam upaya mengurangi terjadi komplikasi vaskuler serta neuropatik. Tujuan terapeutik
pada setiap tipe DM adalah mencapai kadar glukosa darah normal tanpa terjadi hipoglikemia dan
gangguan serius pada pola aktifitas pasien. Ada 5 komponen dalam penatalaksanaan DM yaitu :
a. Penatalaksanaan diet
Prinsip umum : diet dan pengendalian berat badan merupakan dasar dari penatalaksanaan
DM.
b. Latihan fisik
Pemantauan glukosa dan keton secara mandiri untuk deteksi dan pencegahan hipoglikemi
serta hiperglikemia.
d. Terapi
1) Insulin
e. Pendidikan kesehatan
1. Pengertian Keluarga
Kumpulan dua orang atau lebih yang hidup bersama dengan keterikatan aturan dan
emosional dimana individu mempunyai peran masing-masing yang merupakan bagian dari
keluarga (Friedmen, 1998).
Unit terkecil dari masyarakat yang terdiri dari kepala keluarga dan beberapa orang yang
berkumpul dan tinggal disuatu tempat dibawah satu atap dalam keadaan saling
ketergantungan.
Dua atau lebih dari dua individu yang bergabung karena hubungan darah, hubungan
perkawinan atau pengangkatan dan mereka hidup dalam satu rumah tangga, berinteraksi satu
sama lain dan dilam peranannyan masing-masing dan menciptakan serta mempertahankan
suatu kebudayaan.
2. Struktur Keluarga
a. Hubungan darah
1) Patrineal
Sistem kekeluargaan yang menarik garis keturunan pihak laki-laki atau ayah
2) Matrineal
Sistem garis keturunan yang menempatkan ibu sebagai penentu garis keturunan
b. Tempat tinggal
1) Patrilokal
Sepasang suami istri yang tinggal bersama kelurga sedarah suami.
2) Matrilokal
Sepasang suami istri yang tinggal bersama keluarga sedarah istri
c. Pengambilan keputusan
1) Patriakal
Dominan pemegang kekuasaan adalah pihak ayah
2) Matriakal
Dominan pemegang kekuasaan adalah pihak ibu
3. Tipe Keluarga
Berbagai tipe keluarga yang perlu Anda ketahui adalah sebagai berikut :
a. Tipe keluarga tradisional, terdiri atas beberapa tipe di bawah ini.
1. The Nuclear family (keluarga inti), yaitu keluarga yang terdiri atas suami, istri, dan anak,
baik anak kandung maupun anak angkat.
2. The dyad family (keluarga dyad), suatu rumah tangga yang terdiri atas suami dan istri
tanpa anak. Hal yang perlu Anda ketahui, keluarga ini mungkin belum mempunyai anak
atau tidak mempunyai anak, jadi ketika nanti Anda melakukan pengkajian data dan
ditemukan tipe keluarga ini perlu Anda klarifikasi lagi datanya.
3. Single parent, yaitu keluarga yang terdiri atas satu orang tua dengan anak (kandung atau
angkat). Kondisi ini dapat disebabkan oleh perceraian atau kematian.
4. Single adult, yaitu suatu rumah tangga yang terdiri atas satu orang dewasa. Tipe ini dapat
terjadi pada seorang dewasa yang tidak menikah atau tidak mempunyai suami.
5. Extended family, keluarga yang terdiri atas keluarga inti ditambah keluarga lain, seperti
paman, bibi, kakek, nenek, dan sebagainya. Tipe keluarga ini banyak dianut oleh keluarga
Indonesia terutama di daerah pedesaan.
6. Middle-aged or elderly couple, orang tua yang tinggal sendiri di rumah (baik suami/istri
atau keduanya), karena anak-anaknya sudah membangun karir sendiri atau sudah
menikah.
7. Kin-network family, beberapa keluarga yang tinggal bersama atau saling berdekatan dan
menggunakan barang-barang pelayanan, seperti dapur dan kamar mandi yang sama.
b. Tipe keluarga yang kedua adalah tipe keluarga nontradisional, tipe keluarga ini tidak lazim
ada di Indonesia, terdiri atas beberapa tipe sebagai berikut.
1. Unmarried parent and child family, yaitu keluarga yang terdiri atas orang tua dan anak
dari hubungan tanpa nikah.
2. Cohabitating couple, orang dewasa yang hidup bersama di luar ikatan perkawinan karena
beberapa alasan tertentu.
3. Gay and lesbian family, seorang yang mempunyai persamaan jenis kelamin tinggal dalam
satu rumah sebagaimana pasangan suami istri.
4. The nonmarital heterosexual cohabiting family, keluarga yang hidup bersama berganti-
ganti pasangan tanpa melalui pernikahan.
5. Foster family, keluarga menerima anak yang tidak ada hubungan keluarga/saudara dalam
waktu sementara, pada saat orang tua anak tersebut perlu mendapatkan bantuan untuk
menyatukan kembali keluarga yang aslinya.
5. Fungsi Keluarga
Menurut Friedman fungsi keluarga ada lima antara lain berikut ini.
a. Fungsi afektif
Fungsi ini meliputi persepsi keluarga tentang pemenuhan kebutuhan psikososial anggota
keluarga. Melalui pemenuhan fungsi ini, maka keluarga akan dapat mencapai tujuan psikososial
yang utama, membentuk sifat kemanusiaan dalam diri anggota keluarga.
b. Fungsi sosialisasi dan penempatan social
Sosialisasi dimulai saat lahir dan hanya diakhiri dengan kematian. Sosialisasi merupakan suatu
proses yang berlangsung seumur hidup, karena individu secara kontinyu mengubah perilaku
mereka sebagai respon terhadap situasi yang terpola secara sosial yang mereka alami. Sosialisasi
merupakan proses perkembangan atau perubahan yang dialami oleh seorang individu sebagai
hasil dari interaksi sosial dan pembelajaran peran-peran sosial.
c. Fungsi reproduksi
Keluarga berfungsi untuk meneruskan keturunan dan menambah sumber daya manusia.
d. Fungsi ekonomi
Keluarga berfungsi untuk memenuhi kebutuhan keluarga secara ekonomi dan tempat untuk
mengembangkan kemampuan individu meningkatkan penghasilan untuk memenuhi kebutuhan
keluarga.
e. Fungsi perawatan kesehatan
1. Pengkajian
a. Identitas Diri Klien
Meliputi tanggal pengkajian, ruangan, nama (inisial), nomor MR, umur, pekerjaan,
agama, jenis kelamin, alamat, tanggal masuk RS, alasan masuk RS, cara masuk RS,
penanggung jawab.
b. Riwayat Kesehatan
Keluhan Utama
Biasanya pada klien dengan Diabetes Melitus klien mengalami banyak makan (poliphagia),
banyak minum (polidipsia), banyak kencing (poliuria), penurunan berat badan, mudah lelah,
timbul rasa mual, kesemutan, kulit terasa panas, atau seperti tertusuk-tusuk jarum, rasa tebal
di kulit, kram, capai, mudah mengantuk, mata kabur, gatal di sekitar kemaluan terutama
wanita, gigi mudah goyah dan mudah lepas kemampuan seksual menurun, bahkan impotensi
pada laki-laki, para ibu hamil sering mengalami keguguran atau kematian janin dalam
kandungan, atau dengan bayi berat lahir lebih dari 4 kg, bisul / luka yang lama tidak sembuh,
keputihan, infeksi saluran kemih.
Pola Makan
biasanya klien menjadi lebih banyak makan
Pola Minum
2. Pola Eliminasi
BAB
BAK
biasanya klien menjadi lebih banyak BAK
d. Data Psikososial
1. Pola Persepsi Diri/ Konsep Diri
Body Image / Gambaran Diri
Biasanya body image klien normal
2. Interaksi Sosial
3. Spiritual
e. Pemeriksaan Fisik
1. Tanda - Tanda Vital
TD : Biasanya tekanan darah normal
Nadi : Biasanya frekuensi normal
RR : Biasanya pola nafas normal
Suhu : Biasanya normal (36-37 °C)
Hidung
Inspeksi : Biasanya kesimetrisan, membran mukosa, penciuman normal serta tidak
ada alergi terhadap sesuatu
Palpasi : Biasanya tidak adanya massa, benjolan ataupun lesi
Mulut
Inspeksi : Kebersihan mulut, mukosa mulut, lidah, gigi dan tonsil
Leher
Inspeksi : Biasanya kesimetrisan leher normal, tidak ada pembesaran kelenjar
tyroid dan JVP
Palpasi : Biasanya Arteri carotis, vena jugularis, kelenjar tyroid, normal dan tidak
ada massa atau benjolan
Thorax / Paru
Inspeksi : Biasanya bentuk thorax, pola nafas dan otot bantu nafas normal
Palpasi : Biasanya vocal remitus, tidak adanya massa, benjolan ataupun lesi
Perkusi : Biasanya batas paru kanan dan kiri normal
Auskutasi : Biasanya suara nafas normal
Kardiovaskuler
Inspeksi : Biasanya Ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : Biasanya Ictus cordis tidak teraba
Perkusi : Biasanya batas jantung kanan di RIC II LPSD dan batas jantung kiri di
RIC IV LMCS
Auskultasi : Biasanya Bunyi jantung I dan II normal
Abdomen
Inspeksi : Biasanya perut normal dan tidak membuncit
Palpasi : Biasanya tidak ada massa ataupun nyeri tekan
Perkusi : Biasanya tympani (-)
Auskultasi : Biasanya bising usus 5x/i
Kulit : Biasanya kulit terasa panas, atau seperti tertusuk-tusuk jarum dan rasa tebal di
kulit
Inspeksi : Biasanya warna kulit, turgor kulit normal dan biasanya jika ada lesi sulit
mengering
Neuorologi : Biasanya terjadi kram dan kesemutan
Ekstremitas : Biasanya adanya lesi pada bagian ekstermitas atas atau bawah
2. Diagnosa
1. Defisit nutrisi berhubungan dengan peningkatan kebutuhan metabolisme
2. Risiko ketidakseimbangan cairan ditandai dengan peradangan pancreas
3. Risiko infeksi ditandai dengan penyakit kronis (mis. Diabetes melitus)
4. Gangguan persepsi sensori berhubungan dengan gangguan penglihatan
5. Gangguan persepsi sensori berhubungan dengan gangguan
6. Defisit pengetahuan berhubungan dengan ketidaktahuan menemukan sumber informasi
3. Intervensi
https://id.scribd.com/doc/252108877/LP-Diabetes-Mellitus
https://www.academia.edu/35562622/LP_DIABETES_MELITUS
TimPokja SDKI DPP PPNI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia Definisi dan
Indikator Diagnostik. Jakarta: Dewan Pengurus PPNI
TimPokja SLKI DPP PPNI. (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia Definisi dan
Kreteria Hasil Keperawatan. ((cetakan II) 1 ed.). Jakarta: Dewan Pengurus PPNI
TimPokja SIKI DPP PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia Definisi dan
Tindakan Keperawatan. ((cetakan II) 1 ed.). Jakarta: Dewan Pengurus PPNI