Anda di halaman 1dari 32

LAPORAN PENDAHULUAN

ASKEP TEORITIS DIABETES MELITUS


Dibuat untuk memenuhi sebagian persyaratan tugas Mata Kuliah
Home Care II

Oleh :
Dinda Rulantya Nofriyanna
19112227

Dosen Pengampu :
Aida Minropa, SKM, M.Kes.

STIKes MERCUBAKTIJAYA PADANG


D-III KEPERAWATAN
2020/2021
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Diabetes melitus (DM) adalah penyakit dengan gangguan metabolisme yang secara genetik dan
klinis termasuk heterogen dengan manifestasi berupa hilangnya toleransi kabohidrat (Price &
Wilson, 2005). Menurut American Diabetes Association/ADA (2010 dikutip dari Perkeni, 2011)
DM merupakan penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena
kelainan sekresi insulin, kerja insulin, atau kedua-duanya. Seseorang didiagnosa menyandang
diabetes melitus jika kadar gula darah sewaktu >200 mg/dl dan kadar gula darah puasa >126
mg/dl.
Anani (2012) diabetes melitus perlu diamati karena merupakan penyakit kronis progressif,
jumlah penyandang DM semakin meningkat dan banyak menimbulkan dampak negatife baik
dari segi fisik, sosial, ekonomi maupun psikososial. International diabetes federation/IDF (2014)
memprediksi, 382 juta jiwa yang hidup dengan DM di dunia pada tahun 2013, dan pada tahun
2035 meningkat menjadi 592 juta. Sementara itu menurut Wold Health Organization (WHO,
2014) bahwa pada tahun 2000 terdapat 1 juta penduduk mengalami kematian akibat diabetes
dengan prevalensi sekitar 2% dan pada tahun 2012 dilaporkan 1,5 juta penduduk mengalami
kematian akibat diabetes mellitus dengan prevalensi sekitar 2,7%. Dari seluruh kematian akibat
DM di dunia, 70% kematian terjadi di negara-negara berkembang termasuk Indonesia.
Di Indonesia diprediksi kenaikan jumlah penyandang DM dari 8,5 juta pada tahun 2013 menjadi
14,1 juta jiwa pada tahun 2035, dan Indonesia merupakan urutan ke-7 penyandang DM
terbanyak di dunia setelah Cina, India, Amerika Serikat, Brasil, Rusia, Meksico (IDF, 2014).
Berdasarkan data, prevalensi penyakit DM di Indonesia sebesar 1,1% (Riskesdas, 2007) dan
mengalami peningkatan 2,1% (Riskesdas, 2013). Prevalensi diabetes melitus berdasarkan
pengukuran gula darah pada penduduk umur >15 tahun yang tinggal diperkotaan adalah 2,5%,
dari data tersebut prevalensi DM di Provinsi Sumatera Barat yaitu 1,8 %.
Kontrol DM yang buruk dapat mengakibatkan hiperglikemia dalam jangka panjang, yang
menjadi pemicu beberapa komplikasi baik makrovaskular maupun mikrovaskular seperti
penyakit jantung, penyakit vaskuler perifer, gagal ginjal, kerusakan saraf dan kebutaan. Data
yang diperoleh dari penelitian Soewondo, dkk (2010) terdapat 47,2% pasien memiliki kadar gula
darah >130 mg/dl dan mayoritas pasien menderita DM tipe 2 sebesar 97,5% yang memiliki
kontrol diabetes yang buruk 67,9%. Berdasarkan penelitian United Kingdom Prospective Study
(UKPDS) dalam Itania (2011) diketahui bahwa dengan melaksanakan pengendalian DM yang
baik sesuai jadwal yang diberikan petugas kesehatan untuk menjaga kadar gula darah tetap
terkontrol sehingga dapat mengurangi komplikasi. Walaupun diabetes melitus merupakan
penyakit kronik yang tidak dapat menyebabkan kematian secara langsung, tetapi dapat berakibat
fatal bila pengelolaannya tidak tepat.
Diabetes melitus merupakan kelainan metabolik dengan etiologi multifaktorial. Penyakit ini
ditandai oleh hiperglikemia kronis dan mempengaruhi metabolisme karbohidrat, protein, dan
lemak. Patofisiologi diabetes melitus akan ditemukan dengan berbagai gejala, seperti poliuria
(banyak berkemih), polidipsia (banyak minum), dan polifagia (banyak makan) dengan penurunan
berat badan. Hiperglikemia dapat tidak terdeteksi karena penyakit diabetes melitus tidak
menimbulkan gejala (asimptomatik) dan menyebabkan kerusakan vaskular sebelum penyakit
terdeteksi (Gibney, dkk., 2008).
Melihat kenaikan penyandang DM secara global yang terutama disebabkan karena perubahan
gaya hidup yang kurang sehat, maka dapat disimpulkan dalan kurun waktu satu atau dua dekade
yang akan datang kejadian DM di Indonesia akan meningkat drastis. Tindakan pengendalian DM
untuk mencegah komplikasi sangat diperlukan, khususnya dengan menjaga tingkata gula darah
sedekat mungkin dengan normal. Pengendalian gula darah ini sangat sulit untuk dipertahankan,
kejadian ini disebabkan karena tidak disiplinnya penderita dalam penatalaksanaan DM
(Waspadji, 2009)
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
2. Tujuan Khusus
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
A. Konsep Home Care

1. Pengertian Home Care


Pelayanan perawatan kesehatan di rumah merupakan suatu komponen rentang pelayanan
kesehatan yang komprehensif, yang diberikan pada individu dan keluarga di tempat tinggal
mereka, yang bertujuan untuk meningkatkan, mempertahankan atau memulihkan kesehatan
atau memaksimalkan kemandirian, dan meminimalkan akibat dari penyakit termasuk
penyakit terminal (Warhola, 1980).
Home health care melibatkan pencegahan primer yang berfokus pada kelompok, sedangkan
prevensi sekunder dan tersier berfokus pada individu dalam kolaborasi dengan keluarga dan
pemberi perawatan lain (ANA, 1992).
Home health care akan tepat diberikan jika orang tersebut memilih tinggal di rumah namun
memerlukan perawatan berjalan yang tidak mudah diberikan sendiri oleh keluarga atau
temannya (NAHC, 1999).

2. Tujuan Home Care

 Umum: meningkatkan kualitas hidup pasien dan keluarga.


 Khusus:
• Terpenuhinya kebutuhan dasar bagi pasien secara biopsikososiospiritual
• Meningkatnya kemandirian klien dan keluarga dalam pemeliharaan & perawatan
anggota keluarga yang mempunyai masalah kesehatan
• Terpenuhinya kebutuhan homecare sesuai kebutuhan klien

3. Landasan Hukum Home Care


1. Undang-Undang Kesehatan No. 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan
2. Undang-Undang No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
3. Peraturan Pemerintah No. 32 tahun 1996 tentang tenaga kesehatan
4. Peraturan Pemerintah No. 25 tahun 2000 tentang Perimbangan keuangan/ Pelimpahan
Kewenangan Pusat ke daerah.
5. Permenkes 920 tahun 1986 tentang Pelayanan Medik Swasta
6. Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 1239 tahun 2001 tentang Registrasi dan Praktik
Perawat.
7. Permenkes No. 128 tahun 2004 tentang Kebijakan Dasar Puskesmas.
8. Kepmenpan : 94/Kep/M.PAN/11/2001 tentang jabatan fungsional perawat dan angka
kreditnya.
9. Kepmenkes No 279/Menkes/SK/IV/2006 tentang pedoman penyelenggaraan upaya
keperawatan kesehatan masyarakat di Puskesmas
10. Kepmenkes No 812/Menkes/SK/VII/2007 Tentang Kebijakan Perawatan Paliatif

4. Skill Yang Harus Dikuasai Perawat Home Care

1. Mampu memberikan asuhan keperawatan

Asuhan keperawatan adalah sebuah rangkaian interaksi antara perawat dengan pasien
dan lingkungannya dalam rangka memenuhi kebutuhan pasien.Kegiatan ini adalah yang
paling sering Anda lihat atau rasakan. Beberapa hal yang termasuk dalam asuhan
keperawatan contohnya adalah:

 Merapikan tempat tidur


 Memindahkan pasien berjalan menuju kursi
 Mengatur posisi berbaring pasien
 Mengukur suhu tubuh
 Memandikan pasien
 Mengganti balutan luka
 Memberikan kompres
 Memberikan obat menurut jadwal yang diatur dokter
 Mencatat jumlah urine dan asupan cairan pasien
 Mengambil darah untuk pemeriksaan penunjang, dan masih banyak lagi.

2. Mampu menjadi penyuluh dan konselor bagi pasien

Selain melakukan tindakan medis, perawat juga harus apik dalam berkomunikasi dengan
pasien.Perawat dituntut untuk dapat memberikan penyuluhan kepada pasien mengenai
kondisi kesehatannya, pencegahan penyakit, dan upaya peningkatan kesehatan lainnya.

Selain itu, bersama dengan dokter, perawat juga harus mampu terlibat dalam konseling
pasien dan keluarganya untuk menentukan pengobatan pasien.

3. Melaksanakan tugas yang dilimpahkan kepadanya

Dalam praktik di lapangan, sering kali dokter kesulitan mengerjakan tugasnya karena
jumlah pasien yang banyak atau harus menangani pasien yang gawat darurat. Pada kondisi
tersebut, dokter akan mendelegasikan tugas kepada perawat.

Pada kondisi ini perawat harus mampu mengerjakannya dengan baik dan tepat. Tugas
delegatif tersebut antara lain memeriksa tanda vital pasien (tekanan darah, laju pernapasan,
frekuensi nadi, dan suhu), memberikan informasi tentang penyakit serta rencana pengobatan,
serta memberikan imunisasi dasar sesuai program pemerintah.

Selain tugas delegatif, ada pula yang disebut dengan tugas mandat, dimana dokter tetap
mengawasi tugas yang menjadi tanggung jawabnya, tetapi yang mengerjakannya adalah
perawat.Contohnya adalah saat memasang kateter saluran kemih dan menjahit luka.Karena
itu, dalam masa pendidikannya, perawat harus menguasai hal-hal tersebut.

4. Mampu melayani dalam keadaan keterbatasan

Setiap perawat harus siap sedia bila ditempatkan di daerah yang serba terbatas, dimana
tidak ada tenaga kesehatan lain, obat dan sarana terbatas, atau bahkan akses menuju fasilitas
kesehatan rujukan yang jauh.

Dalam kondisi ini, perawat harus tetap mampu melakukan pengobatan untuk penyakit
umum sesuai dengan fasilitas yang tersedia. Bila diperlukan, perawat juga biasanya akan
memberikan rujukan kepada pasien atas petunjuk dokter.

5. Memberikan pertolongan pertama dalam kondisi gawat darurat

Dalam kondisi gawat darurat, perawat boleh memberikan pertolongan pertama untuk
menyelamatkan nyawa pasien dan mencegah kecacatan lebih lanjut.Contoh pertolongan
pertama yang dapat dilakukan adalah pompa jantung dalam kondisi henti jantung,
memberikan bantuan napas, dan sebagainya.

5. Ruang Lingkup Home Care


 Merupakan pelayanan kesehatan yang dilakukan di rumah klien.
 Yankes diberikan secara komprehensif dengan menggunakan teknologi yang sederhana
maupun tinggi tepat guna.
 Memberikan pendidikan, pelatihan dalam rangka memandirikan klien dan keluarga.
 Bentuk yankes yang dilaksanakan di rumah klien, yang merupakan peayanan
profesional, menggunakan metode sistemik dan manajemen kasus.
 Tenaga yankes dilaksanakan oleh tenaga kesehatan profesional dibantu oleh tenaga
profesional lainnya maupun non profesional.
 Perawatan kesehatan di rumah dikelola secara profesional.

6. Mekanisme Pelayanan Home Care


Pasien atau klien yang memperoleh pelayanan keperawatan di rumah dapat merupakan
rujukan dan klinik rawat jalan, unit rawat inap rumah sakit maupun puskesmas, namun klien
dapat langsung menghubungi agens pelayanan keperawatan di rumah atau praktek
keperawatan perorangan untuk memperoleh pelayanan. Mekanisme yang harus dilakukan
adalah sebagai berikut:
a. Pasien pasca rawat inap atau rawat jalan harus terlihat terlebih dahulu oleh dokteruntuk
menentukan apakan secara medis layak untuk dirawat di rumah atau tidak
b. Selanjutnya apabila dokter telah menetapkan bahwa klien layak dirawat di rumah, maka
dilakukan pengkajian oleh koordinator kasus yang merupakan staf
dari pengelola atau agensi perawatan kesehatan di rumah, kemudian bersama - sama klien
dan keluarga akan menentukan masalahnya dan membuat perencanaan,
membuatkeputusan, membuat kesepakatan mengenai pelayanan apa yang akan diterima
oleh klien, kesepakatan juga mencakup jenis pelayanan, jenis peralatan dan jenis
sistem pembayaran serta jangka waktu pelayanan.
c. Selanjutnya klien akan menerima pelayanan dari pelayanan keperawatan di rumah
baikdari pelaksana pelayanan yang dikontrak atau pelaksana yang direkrut oleh
pengelola perawatan di rumah. Pelayanan di koordinir dan dikendalikan oleh koordinator
kasus,setiap kegiatan yang dilaksanakan oleh tenaga pelaksana pelayanan harus
diketahuioleh koordinator kasus.
d. Secara periodik koordinator kasus akan melakukan monitoring dan evaluasi
terhadap pelayanan yang diberikan apakah sudah sesuai dengan kesepakatan.Sesuai
dengan teori diatas, dalam mekanisme pelayanan home care perawat Rosemendapat
mandat dari dokter yang merawat pasien yang sudah diperbolehkan pulang darirumah
sakit, atau dari pihak keluarga sendiri yang meminta perawat Rose untuk
merawatkeluarga mereka yang tengah sakit.

6. Mekanisme Pelayanan Home Care

Pasien atau klien yang memperoleh pelayanan keperawatan di rumah dapat merupakan
rujukan dan klinik rawat jalan, unit rawat inap rumah sakit, maupun puskesmas, namun klien
dapat langsung menghubungi agens pelayanan keperawatan di rumah atau praktek
keperawatan per orangan untuk memperoleh pelayanan.
Mekanisme yang harus dilakukan adalah sebagai berikut:
a. Pasien pasca rawat inap atau rawat jalan harus terlihat terlebih dahulu oleh dokter untuk
menentukan apakan secara medis layak untuk dirawat di rumah atau tidak.  
b. Selanjutnya apabila dokter telah menetapkan bahwa klien layak dirawat di rumah, maka
dilakukan pengkajian oleh koordinator kasus yang merupakan staf dari  pengelola
pengelola atau agensi perawatan perawatan kesehatan kesehatan di rumah, kemudian
kemudian bersama-sama bersama-sama klien dan keluarga akan menentukan
masalahnya dan membuat perencanaan, membuat keputusan, membuat kesepakatan
mengenai pelayanan apa yang akan diterima oleh klien, kesepakatan juga mencakup
jenis pelayanan, jenis peralatan, dan jenis sistem  pembayaran serta jangka waktu
pelayanan.
c. Selanjutnya klien akan menerima pelayanan dari pelayanan keperawatan di rumah baik
dari pelaksana pelayanan yang dikontrak atau pelaksana yang direkrut oleh pengelola
perawatan di  perawatan di rumah. Pela rumah. Pelayanan di yanan di koordinir
koordinir dan dikendalikan dikendalikan oleh ko oleh koordinator kasus, ordinator
kasus, setiap kegiatan yang dilaksanakan oleh tenaga pelaksana pelayanan harus
diketahui oleh koordinator kasus.
d. Secara periodik koordinator kasus akan melakukan monitoring dan evaluasi terhadap
pelayanan yang diberikan apakah sudah sesuai dengan kesepakatan. Sesuai dengan teori
diatas, dalam mekanisme pelayanan home care perawat Rose mendapat mandat dari
dokter yang merawat pasien yang sudah diperbolehkan pulang dari rumah sakit, atau
dari pihak keluarga sendiri yang meminta perawat Rose untuk merawat keluarga mereka
yang tengah sakit.

7. Prinsip Home Care


 Pengelolaan home care dilaksanaka oleh perawat/ tim
 Mengaplikasikan konsep sebagai dasar mengambil keputusan dalam praktik.
 Mengumpulan data secara sistematis, akurat dan komrehensif.
 Menggunakan data hasil pengkajian dalam menetakan diagnosa keperawatan.
 Mengembangkan rencana keperawatan didasarkan pada diagnosa keperawatan
 Memberi pelayanan prepentif, kuratif, promotif dan rehabilitaif.
 Mengevaluasi respon pasien dan keluarganya dalam intervensi keperawatan
 Bertanggung jawab terhadap pelayanan yang bermutu melalui manajemen kasus.
 Memelihara dan menjamin hubungan baik diantara anggota tim.
 Mengembankan kemampuan profesional.
 Berpartisifasi pada kegiatan riset untuk pengembangan home care.
 Menggunakan kode etik keperawatan dalam melaksanakan praktik keperawatan.

8. Pengorganisasian Peran dan Tugas Perawat Home Care


Perawat home care merupakan tenaga medis profesional yang telah lulus pendidikan tinggi
keperawatan dan memiliki Surat Tanda Registrasi (STR), sertifikat pelatihan home care,
Surat Izin Praktek (SIP), serta memiliki pengalaman minimal 3 tahun sebagai perawat.

Tugas dan peran perawat home care antara lain memastikan kebutuhan nutrisi pasien
terpenuhi mulai dari jadwal pemberian obat, asupan gizi, serta hal lainnya yang dapat
disesuaikan dengan kebutuhan pasien. Selain itu, memberikan perhatian dan pengawasan
penuh terhadap pasien juga dilakukan sebagai salah satu tugas dan peran perawat home
care. Tugas dan peran perawat home care juga meliputi perawatan pribadi, seperti
membantu mandi, mencuci rambut, dan berpakaian.Perawatan ini biasanya dilakukan untuk
pasien lansia atau pasien dengan kondisi yang kritis dikarenakan terlalu lemah untuk
melakukan kegiatan sehari-hari.

B. Konsep Dasar Diabetes Melitus

1. Defenisi

Diabetes mellitus merupakan gangguan metabolisme yang secara genetic dan klinis termasuk
heterogen dengan manifestasi berupa hilangnya toleransi karbohidrat. ( Price and Wilson, 2000 )

Diabetes mellitus adalah sekelompok kelainan heterogen yang ditandai oleh kenaikan kadar
glukosa dalam darah atau hiperglikemi( Smeltzer and Bare,2000)

Diabetes melitus merupakan peyakit kronis yang berkaitan denan defisiensi atau resistansi
insulin relatif atau absolut dan ditandai dengan ganguan metabolisme karbohidrat, protein, dan
lemak. (Paramita, 2011).

2. Anatomi dan Fisiologi


Pankreas merupakan sekumpulan kelenjar yang panjangnya kira-kira 15 cm, lebar 5 cm, mulai
dari duodenum sampai ke limpa dan beratnya rata-rata 60-90 gram. Terbentang pada vertebrata
lumbalis 1 dan 2 di belakang lambung.

Pankreas merupakan kelenjar endokrin terbesar yang terdapat di dalam tubuh baik hewan
maupun manusia. Bagian depan (kepala) kelenjar pankreas terletak pada lekukan yang dibentuk
oleh duodenum dan bagian pilorus dari lambung. Bagian badan yang merupakan bagian utama
dari organ ini merentang ke arah limpa dengan bagian ekornya menyentuh atau terletak pada alat
ini. Dari segi perkembangan embriologis, kelenjar pankreas terbentuk dari epitel yang berasal
dari lapisan epitel yang membentuk usus. Pankreas terdiri dari dua jaringan utama, yaitu Asini
sekresi getah pencernaan ke dalam duodenum, pulau Langerhans yang tidak tidak mengeluarkan
sekretnya keluar, tetapi menyekresi insulin dan glukagon langsung ke darah. Pulau-pulau
Langerhans yang menjadi sistem endokrinologis dari pamkreas tersebar di seluruh pankreas
dengan berat hanya 1-3 % dari berat total pankreas.Pulau langerhans berbentuk ovoid dengan
besar masing-masing pulau berbeda. Besar pulau langerhans yang terkecil adalah 50 m,
sedangkan yang terbesar 300 m, terbanyak adalah yang besarnya 100-225 m. Jumlah semua
pulau langerhans di pankreas diperkirakan antara 1-2 juta.

3. Klasifikasi
Klasifikasi DM dan gangguan toleransi glukosa adalah sebagai berikut :

1. Diabetes mellitus
a. DM tipe 1 (tergantung insulin)
b. DM tipe 2 (tidak tergantung insulin)
 Gemuk
 Tidak gemuk
c. DM tipe lain yang berhubungan dengan keadaan atau sindrom tertentu
 Penyakit pancreas
 Hormonal
 Obat atau bahan kimia
 Kelainan reseptor
 Kelainan genital dan lain-lain
2. Toleransi glukosa terganggu
3. Diabetes gestasional

4. Etiologi
Etiologi secara umum tergantung dari tipe Diabetes, yaitu :

1. Diabetes Tipe I ( Insulin Dependent Diabetes Melitus / IDDM ) Diabetes yang tergantung
insulin yang ditandai oleh penghancuran sel-sel beta pancreas disebabkan oleh :
a. Faktor genetic
Penderita DM tidak mewarisi DM tipe 1 itu sendiri tapi mewarisi suatu predisposisi /
kecenderungan genetic ke arah terjadinya DM tipe 1.
Ini ditemukan pada individu yang mempunyai tipe antigen HLA ( Human Leucocyte
Antigen ) tertentu. HLA merupakan kumpulan gen yang bertanggung jawab atas antigen
transplatasi dan proses imun lainnya.
b. Faktor Imunologi
Respon abnormal dimana antibody terarah pada jaringan normal tubuh dengan cara
bereaksi terhadap jaringan tersebut yang dianggap seolah-olah sebagai jaringan asing.
c. Faktor lingkungan
Virus atau toksin tertentu dapat memicu proses autoimun yang menimbulkan destruksi sel
beta.
2. Diabetes Tipe II (Non Insulin Dependent Diabetes Melitus / NIDDM )
Mekanisme yang tepat yang menyebabkan resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin
pada diabetes tipe II belum diketahui . Faktor genetic diperkirakan memegang peranan
dalam proses terjadinya resistensi insulin . Selain itu terdapat faktor-faktor resiko tertentu
yang berhubungan yaitu :
a. Usia
Resistensi insulin cenderung meningkat pada usia diatas 65 tahun
b. Obesitas
c. Riwayat Keluarga
d. Kelompok etnik
Di Amerika Serikat, golongan hispanik serta penduduk asli amerika tertentu memiliki
kemungkinan yang lebih besar untuk terjadinya diabetes tipe II disbanding dengan
golongan Afro - Amerika

5. Manifestasi Klinis
Gejala dan tanda-tanda DM dapat digolongkan menjadi gejala akut dan gejala kronik.
a. Gejala Akut Penyakit Diabetes melitus Gejala penyakit DM dari satu penderita ke
penderita lain bervariasi bahkan, mungkin tidak menunjukkan gejala apa pun sampai saat
tertentu.
1) Pada permulaan gejala yang ditunjukkan meliputi serba banyak (Poli), yaitu:
a. Banyak makan (poliphagia).
b. Banyak minum (polidipsia).
c. Banyak kencing (poliuria).
2) Bila keadaan tersebut tidak segera diobati, akan timbul gejala:
a. Banyak minum.
b. Banyak kencing.
c. Nafsu makan mulai berkurang/ berat badan turun dengan cepat (turun 5-10 kg
dalam waktu 2-4 minggu).
d. Mudah lelah.
e. Bila tidak lekas diobati, akan timbul rasa mual, bahkan penderita akan jatuh koma
yang disebut dengan koma diabetik.
b. Gejala Kronik Diabetes melitus Gejala kronik yang sering dialami oleh penderita
Diabetes melitus adalah sebagai berikut:
1) Kesemutan.
2) Kulit terasa panas, atau seperti tertusuk-tusuk jarum.
3) Rasa tebal di kulit.
4) Kram.
5) Capai.
6) Mudah mengantuk.
7) Mata kabur, biasanya sering ganti kacamata
8) Gatal di sekitar kemaluan terutama wanita.
9) Gigi mudah goyah dan mudah lepas kemampuan seksual menurun,bahkan impotensi
pada laki-laki.
10) Para ibu hamil sering mengalami keguguran atau kematian janin dalam kandungan,
atau dengan bayi berat lahir lebih dari 4 kg.
11) Bisul / luka yang lama tidak sembuh
12) Keputihan
13) Infeksi saluran kemih

6. Patofisiologi
Dalam keadaan normal, jika terdapat insulin, asupan glukosa / produksi glukosa yang melebihi
kebutuhan kalori akan di simpan sebagai glikogen dalam sel-sel hati dan sel-sel otot. Proses
glikogenesis ini mencegah hiperglikemia ( kadar glukosa darah > 110 mg / dl ). Jika terdapat
defisit insulin, empat perubahan metabolic terjadi menimbulkan hiperglikemi.
Empat perubahan itu adalah :

1. Transport glukosa yang melintasi membran sel berkurang


2. Glikogenesis berkurang dan tetap terdapat kelebihan glukosa dalam darah
3. Glikolisis meningkat sehingga dadangan glikogen berkurang dan glukosa hati dicurahkan
ke dalam darah secara terus menerus melebihi kebutuhan.
4. Glukoneogenesis meningkat dan lebih banyak lagi glukosa hati yang tercurah ke dalam
darah dari pemecahan asam amino dan lemak
(Long ,1996 )

Pada DM tipe 1 terdapat ketidak mampuan menghasikan insulin karena sel-sel beta telah
dihancurkan oleh proses autoimun. Akibat produksi glukosa tidak terukur oleh hati, maka terjadi
hiperglikemia. Jika konsentrasi klokosa dalam darah tinggi, ginjal tidak dapat menyerap semua
glukosa, akibatnya glukosa muncul dalam urine (glukosuria). Ketika glukosa berlebihan
diekskresikan dalam urine disertai pengeluaran cairan dan elektrolit (diuresis osmotik). Akibat
kehilangancairan berlebihan, pasien akan mengalami peningkatan berkemih (poli uri) dan rasa
haus (polidipsi). Defisiensi insulin juga mengganggu metabolisme protein dan lemak yang
menyebabkan penurunan berat badan . pasien juga mengalami peningkatan selera makan
(polifagi) akibat penurunan simpanan kalori.gejala lainnya mencakup kelelahan dan kelemahan.
Pada DM tipe 2 terdapat 2 masalah utama yang berhubungan dengan insulin yaitu resistensi
insulin dan ganguan sekresi insulin. Resistensi insulin ini disertai dengan penurunan reaksi intra
sel sehingga insulin menjadi tidak efektif untuk menstimulasi pengambilan glukosa oleh
jaringan. Pada gangguan sekresi insulin berlebihan, kadar glukosa akan dipertahankan pada
tingkat normal atau sedikit meningkat. Namun jika sel beta tidak mampu mengimbangi
peningkatan kebutuhan insulin maka kadar glukosa darah meningkat. Akibat intoleransi glukosa
yang berlangsung lambat dan progresif maka awitan DM tipe 2 dapat berjalan tanpa terdeteksi.
Gejala yang dialami sering bersifat ringan seperti kelelahan, iritabilitas, poliuri, polidipsi, luka
pada kulit yang lama sembuh, infeksi vagina atau pandangan yang kabur ( jika kadar glukosanya
sangat tinggi)

7. WOC

8. Komplikasi
a. Komplikasi akut
1) Ketoasidosis diabetik
2) Hipoglikemi
3) Koma non ketotik hiperglikemia hiperosmolar
4) Efek somogyi (penurunan kadar glukosa darah pada malam hari diikuti
peningkatan rebound pada pagi hari)
5) Fenomena fajar / down phenomenon (hiperglikemi pada pagi hari antara jam 5-9
pagi yang tampaknya disebabkan oleh peningkatan sikardian kadar glukosa pada
pagi hari)
b. Komplikasi jangka panjang
1) Makroangiopati
- Penyakit arteri koroner (aterosklerosis)
- Penyakit vaskuler perifer
- Stroke
2) mikroangiopati
- Retinopati
- Nefropati
- Neuropati diabetic

9. Penatalaksanaan Perawat

Tujuan utama terapi diabetes adalah mencoba menormalkan aktifitas insulin dan kadar glukosa
darah dalam upaya mengurangi terjadi komplikasi vaskuler serta neuropatik. Tujuan terapeutik
pada setiap tipe DM adalah mencapai kadar glukosa darah normal tanpa terjadi hipoglikemia dan
gangguan serius pada pola aktifitas pasien. Ada 5 komponen dalam penatalaksanaan DM yaitu :

a. Penatalaksanaan diet

Prinsip umum : diet dan pengendalian berat badan merupakan dasar dari penatalaksanaan
DM.

Tujuan penatalaksanaan nutrisi :


1) Memberikan semua unsur makanan esensial misal vitamin dan mineral
2) Mencapai dan mempertahankan berat badan sesuai
3) Memenuhi kebutuhan energi
4) Mencegah fluktuasi kadar glukosa darah setiap hari dengan mengupayakan kadar
glukosa darah mendekati normal melalui cara-cara yang aman dan praktis
5) Menurunkan kadar lemak darah jika kadar ini meningkat

b. Latihan fisik

Latihan penting dalam penatalaksanaan DM karena dapat menurunkan kadar glukosa


darah dan mengurangi faktor resiko kardiovaskuler. Latihan akan menurunkan kadar
glukosa darah dengan meningkatkan pengambilan glukosa oleh otot dan memperbaiki
pemakaian insulin. Sirkulasi darah dan tonus otot juga diperbaiki dengan olahraga.
c. Pemantauan

Pemantauan glukosa dan keton secara mandiri untuk deteksi dan pencegahan hipoglikemi
serta hiperglikemia.
d. Terapi
1) Insulin

Dosis yang diperlukan ditentukan oleh kadar glukosa darah


2) Obat oral anti diabetic
- Sulfonaria
 Asetoheksamid ( 250 mg, 500 mg)
 Clorpopamid (100 mg, 250 mg)
 Glipizid (5 mg, 10 mg)
 Glyburid (1,25 mg, 2,5 mg, 5 mg)
 Totazamid ( 250 mg, 500 mg)
 Tolbutamid (250 mg, 500 mg)
- Biguanid
 Metformin 500 mg

e. Pendidikan kesehatan

Informasi yang harus diajarkan kepada pasien antara lain :


1. Patofisiologi DM sederhana, cara terapi termasuk efek samping obat, pengenalan dan
pencegahan hipoglikemi / hiperglikemi
2. Tindakan preventif (perawatan kaki, perawatan mata, hygiene umum)
3. Meningkatkan kepatuhan program diet obat
C. Konsep Dasar Keluarga

1. Pengertian Keluarga
Kumpulan dua orang atau lebih yang hidup bersama dengan keterikatan aturan dan
emosional dimana individu mempunyai peran masing-masing yang merupakan bagian dari
keluarga (Friedmen, 1998).
Unit terkecil dari masyarakat yang terdiri dari kepala keluarga dan beberapa orang yang
berkumpul dan tinggal disuatu tempat dibawah satu atap dalam keadaan saling
ketergantungan.
Dua atau lebih dari dua individu yang bergabung karena hubungan darah, hubungan
perkawinan atau pengangkatan dan mereka hidup dalam satu rumah tangga, berinteraksi satu
sama lain dan dilam peranannyan masing-masing dan menciptakan serta mempertahankan
suatu kebudayaan.

2. Struktur Keluarga
a. Hubungan darah
1) Patrineal
Sistem kekeluargaan yang menarik garis keturunan pihak laki-laki atau ayah
2) Matrineal
Sistem garis keturunan yang menempatkan ibu sebagai penentu garis keturunan
b. Tempat tinggal
1) Patrilokal
Sepasang suami istri yang tinggal bersama kelurga sedarah suami.
2) Matrilokal
Sepasang suami istri yang tinggal bersama keluarga sedarah istri
c. Pengambilan keputusan
1) Patriakal
Dominan pemegang kekuasaan adalah pihak ayah
2) Matriakal
Dominan pemegang kekuasaan adalah pihak ibu

3. Tipe Keluarga
Berbagai tipe keluarga yang perlu Anda ketahui adalah sebagai berikut :
a. Tipe keluarga tradisional, terdiri atas beberapa tipe di bawah ini.
1. The Nuclear family (keluarga inti), yaitu keluarga yang terdiri atas suami, istri, dan anak,
baik anak kandung maupun anak angkat.
2. The dyad family (keluarga dyad), suatu rumah tangga yang terdiri atas suami dan istri
tanpa anak. Hal yang perlu Anda ketahui, keluarga ini mungkin belum mempunyai anak
atau tidak mempunyai anak, jadi ketika nanti Anda melakukan pengkajian data dan
ditemukan tipe keluarga ini perlu Anda klarifikasi lagi datanya.
3. Single parent, yaitu keluarga yang terdiri atas satu orang tua dengan anak (kandung atau
angkat). Kondisi ini dapat disebabkan oleh perceraian atau kematian.
4. Single adult, yaitu suatu rumah tangga yang terdiri atas satu orang dewasa. Tipe ini dapat
terjadi pada seorang dewasa yang tidak menikah atau tidak mempunyai suami.
5. Extended family, keluarga yang terdiri atas keluarga inti ditambah keluarga lain, seperti
paman, bibi, kakek, nenek, dan sebagainya. Tipe keluarga ini banyak dianut oleh keluarga
Indonesia terutama di daerah pedesaan.
6. Middle-aged or elderly couple, orang tua yang tinggal sendiri di rumah (baik suami/istri
atau keduanya), karena anak-anaknya sudah membangun karir sendiri atau sudah
menikah.
7. Kin-network family, beberapa keluarga yang tinggal bersama atau saling berdekatan dan
menggunakan barang-barang pelayanan, seperti dapur dan kamar mandi yang sama.

b. Tipe keluarga yang kedua adalah tipe keluarga nontradisional, tipe keluarga ini tidak lazim
ada di Indonesia, terdiri atas beberapa tipe sebagai berikut.
1. Unmarried parent and child family, yaitu keluarga yang terdiri atas orang tua dan anak
dari hubungan tanpa nikah.
2. Cohabitating couple, orang dewasa yang hidup bersama di luar ikatan perkawinan karena
beberapa alasan tertentu.
3. Gay and lesbian family, seorang yang mempunyai persamaan jenis kelamin tinggal dalam
satu rumah sebagaimana pasangan suami istri.
4. The nonmarital heterosexual cohabiting family, keluarga yang hidup bersama berganti-
ganti pasangan tanpa melalui pernikahan.
5. Foster family, keluarga menerima anak yang tidak ada hubungan keluarga/saudara dalam
waktu sementara, pada saat orang tua anak tersebut perlu mendapatkan bantuan untuk
menyatukan kembali keluarga yang aslinya.

4. Tahap dan Tugas Perkembangan Keluarga


a. Keluarga baru menikah
Tugas :
– Membina hubungan intim yang memuaskan
– Membina hubungan dengan keluarga lain, teman, dan kelompok sosial
– Mendiskusikan rencana memiliki anak
b. Keluarga dengan anak baru lahir
Tugas :
– Mempersiapkan menjadi orang tua
– Adaptasi dengan perubahan adanya anggota keluarga, interaksi keluarga,
hubungan seksual dan kegiatan
– Mempertahankan hubungan dalam rangka memuaskan pasangan
c. Keluarga dengan anak usia pra sekolah
Tugas :
 Memenuhi kebutuhan anggota keluarga mis : tempat tinggal, privacy dan rasa aman
 Membantu anak untuk bersosialisasi
 Beradaptasi dengan anak yang baru lahir, sementara kebutuhan anak yang lain (tua)
juga harus terpenuhi
 Mempertahankan hubungan yang sehat baik di dalam ataupun luar keluarga
 Pembagian waktu untuk individu, pasangan dan anak
 Pembagian tanggung jawab anggota keluarga
 Merencanakan kegiatan dan waktu untuk menstimulasi tumbang anak
d. Keluarga dengan anak usia sekolah
Tugas :
 Membantu sosialisasi anak terhadap lingkungan luar rumah, sekolah, dan lingkungan
lebih luas
 Mempertahankan keintiman pasangan
 Memenuhi kebutuhan yang meningkat, termasuk biaya kehidupan, dan kesehatan
anggota keluarga
e. Keluarga dengan anak remaja
Tugas :
 Memberikan kebebasan yang seimbang dan bertanggung jawab mengingat remaja
adalah seorang dewasa muda dan mulai memiliki otonomi
 Mempertahankan hubungan intim dalam keluarga
 Mempertahankan komunikasi terbuka antara anak dan org tua
 Mempersiapkan perubahan sistem peran dan peraturan (anggota)keluarga untuk
memenuhi keb tumbang keluarga
f. Keluarga mulai melepas anak sebagai dewasa
Tugas :
 Memperluas jaringan keluarga dari keluarga inti menjadi keluarga besar
 Mempertahankan keintiman pasangan
 Membantu anak untuk mandiri sebagai keluarga baru di masyarakat
 Penataan kembali peran ortu dan kegiatan rumah
g. Keluarga Usia Pertengahan
Tugas :
 Mempertahankan kesehatan individu dan pasangan
 Mempertahankan hubungan yang serasi dan memuaskan dengan anak-anaknya dan
sebaya
 Meningkatkan keakraban pasangan
h. Keluarga Usia Tua
Tugas :
 Mempertahankan suasana kehidupan rumah tangga yang saling menyenangkan
pasangannya
 Adaptasi dengan perubahan yang akan terjadi : kehilangan pasangan, kekuatan fisik
dan penghasilan keluarga
 Mempertahankan keakraban pasangan, kekuatan fisik dan penghasilan keluarga
 Mempertahankan keakraban pasangan dan saling merawat
 Melakukan life review masa lalu

5. Fungsi Keluarga
Menurut Friedman fungsi keluarga ada lima antara lain berikut ini.
a. Fungsi afektif

Fungsi ini meliputi persepsi keluarga tentang pemenuhan kebutuhan psikososial anggota
keluarga. Melalui pemenuhan fungsi ini, maka keluarga akan dapat mencapai tujuan psikososial
yang utama, membentuk sifat kemanusiaan dalam diri anggota keluarga.
b. Fungsi sosialisasi dan penempatan social

Sosialisasi dimulai saat lahir dan hanya diakhiri dengan kematian. Sosialisasi merupakan suatu
proses yang berlangsung seumur hidup, karena individu secara kontinyu mengubah perilaku
mereka sebagai respon terhadap situasi yang terpola secara sosial yang mereka alami. Sosialisasi
merupakan proses perkembangan atau perubahan yang dialami oleh seorang individu sebagai
hasil dari interaksi sosial dan pembelajaran peran-peran sosial.
c. Fungsi reproduksi

Keluarga berfungsi untuk meneruskan keturunan dan menambah sumber daya manusia.
d. Fungsi ekonomi

Keluarga berfungsi untuk memenuhi kebutuhan keluarga secara ekonomi dan tempat untuk
mengembangkan kemampuan individu meningkatkan penghasilan untuk memenuhi kebutuhan
keluarga.
e. Fungsi perawatan kesehatan

Menyediakan kebutuhan fisik dan perawatan kesehatan.Perawatan kesehatan dan praktik-


praktik sehat (yang memengaruhi status kesehatan anggota keluarga secara individual)
merupakan bagian yang paling relevan dari fungsi perawatan kesehatan.

 Kemampuan keluarga mengenal masalah kesehatan keluarga.


 Kemampuan keluarga membuat keputusan yang tepat bagi keluarga.
 Kemampuan keluarga dalam merawat keluarga yang mengalami gangguan kesehatan.
 Kemampuan keluarga dalam mempertahankan atau menciptakan suasana rumah yang
sehat.
 Kemampuan keluarga dalam menggunakan fasilitas.

6. Tugas Kesehatan Keluarga


a. Mengenal masalah kesehatan keluarga
b. Membuat keputusan yang tepat
c. Merawat anggota keluarga yang sakit
d. Modifikasi lingkungan
e. Menggunakan fasilitas pelayanan kesehatan
D. Konsep Asuhan Keperawatan

1. Pengkajian
a. Identitas Diri Klien
Meliputi tanggal pengkajian, ruangan, nama (inisial), nomor MR, umur, pekerjaan,
agama, jenis kelamin, alamat, tanggal masuk RS, alasan masuk RS, cara masuk RS,
penanggung jawab.
b. Riwayat Kesehatan
 Keluhan Utama
Biasanya pada klien dengan Diabetes Melitus klien mengalami banyak makan (poliphagia),
banyak minum (polidipsia), banyak kencing (poliuria), penurunan berat badan, mudah lelah,
timbul rasa mual, kesemutan, kulit terasa panas, atau seperti tertusuk-tusuk jarum, rasa tebal
di kulit, kram, capai, mudah mengantuk, mata kabur, gatal di sekitar kemaluan terutama
wanita, gigi mudah goyah dan mudah lepas kemampuan seksual menurun, bahkan impotensi
pada laki-laki, para ibu hamil sering mengalami keguguran atau kematian janin dalam
kandungan, atau dengan bayi berat lahir lebih dari 4 kg, bisul / luka yang lama tidak sembuh,
keputihan, infeksi saluran kemih.

 Riwayat Kesehatan Sekarang


Biasanya pada klien dengan Diabetes Melitus klien mengalami banyak makan (poliphagia),
banyak minum (polidipsia), banyak kencing (poliuria), penurunan berat badan, mudah lelah,
timbul rasa mual, kesemutan, kulit terasa panas, atau seperti tertusuk-tusuk jarum, rasa tebal
di kulit, kram, capai, mudah mengantuk, mata kabur, gatal di sekitar kemaluan terutama
wanita, gigi mudah goyah dan mudah lepas kemampuan seksual menurun, bahkan impotensi
pada laki-laki, para ibu hamil sering mengalami keguguran atau kematian janin dalam
kandungan, atau dengan bayi berat lahir lebih dari 4 kg, bisul / luka yang lama tidak sembuh,
keputihan, infeksi saluran kemih.

 Riwayat Kesehatan Dahulu


Biasanya pada klien dengan Diabetes Melitus klien sudah memiliki riwayat penyakit
Diabetes Melitus
 Riwayat Kesehatan Keluarga
Biasanya pada klien dengan Diabetes Melitus ada anggota keluarga yang pernah mengalami
penyakit yang sama

c. Pola Aktifitas Sehari – Hari

1. Pola Nutrisi / Metabolisme


 Tingkat kesadaran : Biasanya normal
 Berat badan : Biasanya normal
 Tinggi badan : Biasanya normal

 Pola Makan
biasanya klien menjadi lebih banyak makan

 Pola Minum

biasanya klien menjadi lebih banyak minum

2. Pola Eliminasi

 BAB

Biasanya pola BAB klien normal

 BAK
biasanya klien menjadi lebih banyak BAK

3. Pola Kebersihan Diri


Biasanya pola kebersihan diri klien normal

4. Pola Istirahat Tidur


Biasanya pola istirahat tidur klien normal

5. Pola Aktivitas Fisik


Biasanya pola aktivitas fisik klien normal

d. Data Psikososial
1. Pola Persepsi Diri/ Konsep Diri
 Body Image / Gambaran Diri
Biasanya body image klien normal

 Self Ideal / Ideal Diri


Biasanya self ideal klien normal

 Identity / Identitas Diri


Biasanya identity klien normal

 Self Esteem / Harga Diri

Biasanya self esteem klien normal

2. Interaksi Sosial

Biasanya hubungan sosial klien normal

3. Spiritual

Biasanya klien beragama dan taat beribadah

e. Pemeriksaan Fisik
1. Tanda - Tanda Vital
 TD : Biasanya tekanan darah normal
 Nadi : Biasanya frekuensi normal
 RR : Biasanya pola nafas normal
 Suhu : Biasanya normal (36-37 °C)

2. Pemeriksaan Head to Toe


 Kepala
 Inspeksi : Biasanya bentuk, karakteristik rambut serta kebersihan kepala normal
 Palpasi : Biasanya tidak adanya massa, benjolan ataupun lesi
 Mata
 Inspeksi : Biasanya sklera, conjungtiva, iris, kornea serta reflek pupil normal dan
tidak ada tanda-tanda iritasi
 Telinga
 Inspeksi : Biasanya daun telinga, liang telinga, membran tympani, normal dan
tidak ada serumen serta pendarahan
 Palpasi : Biasanya tidak adanya massa, benjolan ataupun lesi

 Hidung
 Inspeksi : Biasanya kesimetrisan, membran mukosa, penciuman normal serta tidak
ada alergi terhadap sesuatu
 Palpasi : Biasanya tidak adanya massa, benjolan ataupun lesi

 Mulut
Inspeksi : Kebersihan mulut, mukosa mulut, lidah, gigi dan tonsil
 Leher
 Inspeksi : Biasanya kesimetrisan leher normal, tidak ada pembesaran kelenjar
tyroid dan JVP
 Palpasi : Biasanya Arteri carotis, vena jugularis, kelenjar tyroid, normal dan tidak
ada massa atau benjolan
 Thorax / Paru
 Inspeksi : Biasanya bentuk thorax, pola nafas dan otot bantu nafas normal
 Palpasi : Biasanya vocal remitus, tidak adanya massa, benjolan ataupun lesi
 Perkusi : Biasanya batas paru kanan dan kiri normal
 Auskutasi : Biasanya suara nafas normal
 Kardiovaskuler
 Inspeksi : Biasanya Ictus cordis tidak terlihat
 Palpasi : Biasanya Ictus cordis tidak teraba
 Perkusi : Biasanya batas jantung kanan di RIC II LPSD dan batas jantung kiri di
RIC IV LMCS
 Auskultasi : Biasanya Bunyi jantung I dan II normal

 Abdomen
 Inspeksi : Biasanya perut normal dan tidak membuncit
 Palpasi : Biasanya tidak ada massa ataupun nyeri tekan
 Perkusi : Biasanya tympani (-)
 Auskultasi : Biasanya bising usus 5x/i

 Kulit : Biasanya kulit terasa panas, atau seperti tertusuk-tusuk jarum dan rasa tebal di
kulit
 Inspeksi : Biasanya warna kulit, turgor kulit normal dan biasanya jika ada lesi sulit
mengering
 Neuorologi : Biasanya terjadi kram dan kesemutan

 Ekstremitas : Biasanya adanya lesi pada bagian ekstermitas atas atau bawah

2. Diagnosa
1. Defisit nutrisi berhubungan dengan peningkatan kebutuhan metabolisme
2. Risiko ketidakseimbangan cairan ditandai dengan peradangan pancreas
3. Risiko infeksi ditandai dengan penyakit kronis (mis. Diabetes melitus)
4. Gangguan persepsi sensori berhubungan dengan gangguan penglihatan
5. Gangguan persepsi sensori berhubungan dengan gangguan
6. Defisit pengetahuan berhubungan dengan ketidaktahuan menemukan sumber informasi

3. Intervensi

NO Diagnosa Keperawatan SLKI SIKI


1. Defisit Nutrisi berhubungan Status Nutrisi (L.03030) Manajemen Nutrisi (I.03119)
dengan Peningkatan kebutuhan
metabolisme dibuktikan dengan Kriteria hasil : Observasi
berat badan menurun minimal  Porsi makan yang dihabiskan  Identifikasi status nutrisi
10% di bawah rentang ideal, meningkat skala (5)  Identifikasi alergi dan intoleransi
bising usus hiperaktif, otot  Kekuatan otot pengunyah makanan
mengunyah lemah, otot menelan meningkat skala (5)  Identifikasi makanan yang disukai
lemah, membran mukosa pucat,  Kekuatan otot menelan  Identifikasi kebutuhan kalori dan
sariawan, serum albumin turun, meningkat skala (5) jenis nutrien
rambut rontok berlebihan, diare  Serum albumin meningkat skala  Identifikasi perlunya penggunaan
(5) selang nasogastrik
 Verbalisasi keinginan untuk  Monitor asupan makanan
meningkatkan nutrisi meningkat  Monitor berat badan
skala (5)  Monitor hasil pemeriksaan
 Pengetahuan tentang pilihan laboratorium
makanan yang sehat meningkat Terapeutik
skala (5)  Lakukan oral hygiene sebelum
 Pengetahuan tentang pilihan makan, jika perlu
minuman yang sehat meningkat  Fasilitasi menentukan pedoman
skala (5) diet (mis. Piramida makanan)
 Pengetahuan tentang standar  Sajikan makanan secara menarik
asupan nutrisi yang tepat dan suhu yang sesuai
meningkat skala (5)  Berikan makan tinggi serat untuk
 Penyiapan dari penyimpanan mencegah konstipasi
makanan yang aman meningkat  Berikan makanan tinggi kalori dan
skala (5) tinggi protein
 Penyiapan dan penyimpanan  Berikan suplemen makanan, jika
minuman yang aman meningkat perlu
skala (5)  Hentikan pemberian makan melalui
 Sikap terhadap makanan atau selang nasigastrik jika asupan oral
minuman sesuai dengan tujuan dapat ditoleransi
kesehatan meningkat skala (5) Edukasi
 Perasaan cepat kenyang menurun  Anjurkan posisi duduk, jika
skala (5) mampu
 Nyeri abdomen menurun skala (5)  Ajarkan diet yang diprogramkan
 Sariawan menurun skala (5) Kolaborasi
 Rambut rontok menurun skala (5)  Kolaborasi pemberian medikasi
 Diare menurun skala (5) sebelum makan (mis. Pereda nyeri,
antiemetik), jika perlu
 Berat badan membaik skala (5)
 Kolaborasi dengan ahli gizi untuk
 Indeks massa tubuh (IMT)
menentukan jumlah kalori dan jenis
membaik skala (5)
nutrien yang dibutuhkan, jika perlu
 Frekuensi makan membaik skala
(5)
 Nafsu makan membaik skala (5)
 Bising usus membaik skala (5)
 Tebal lipatan kulit trisep
membaik skala (5)
 Membran mukosa membaik skala
(5)
2. Risiko ketidakseimbangan cairan Keseimbangan Cairan (L.03020) Manajemen Cairan (I.03098)
ditandai dengan Peradangan
pankreas Kriteria hasil : Observasi
 Asupan cairan meningkat skala  Monitor status hidrasi ( mis.
(5) Frekuensi nadi, kekuatan nadi,
 Haluaran urin meningkat skala (5) akral, pengisian kapiler,
 Kelembaban membran mukosa kelembapan mukosa, turgor kulit,
meningkat skala (5) tekanan darah
 Asupan makanan meningkat skala  Monitor berat badan harian
(5)  Monitor berat badan sebelum dan
 Edema menurun skala (5) sesudah dialisis
 Asites menurun skala (5)  Monitor hasil pemeriksaan
 Konfusi menurun skala (5) laboratorium (mis. Hematokrit,
 Tekanan darah membaik skala (5) Na, K, Cl, berat jenis urine, BUN)
 Denyut nadi radial membaik skala  Monitor status hemodinamik (mis.
(5) MAP, CVP, PAP, PCWP jika
 Tekanan arteri rata-rata membaik tersedia)
skala (5) Terapeutik
 Membran mukosa membaik skala  Catat intake-output dan hitung
(5) balans cairan 24 jam
 Mata cekung membaik skala (5)  Berikan asupan cairan, sesuai
 Turgor kulit membaik skala (5) kebutuhan
 Berat badan membaik skala (5)  Berikan cairan intravena, jika
perlu
Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian diuretik,
jika perlu
3. Risiko infeksi ditandai dengan Tingkat Infeksi (L.14137) Manajemen Imunisasi/ Vaksin
penyakit kronis (mis. Diabetes (I.14508)
melitus) Kriteria hasil :
 Kebersihan tangan meningkat Observasi
skala (5)  Identifikasi riwayat kesehatan dan
 Kebersihan badan meningkat riwayat alergi
skala (5)  Identifikasi kontraindikasi
 Nafsu makan meningkat skala (5) pemberian imunisasi (mis. Reaksi
 Demam menurun skala (5) anafilaksis terhadap vaksin
 Kemerahan menurun skala (5) sebelumnya dan atau sakit parah
 Nyeri menurun skala (5) dengan atau tanpa demam
 Bengkak menurun skala (5)  Identifikasi status imunisasi setiap
 Vesikel menurun skala (5) kunjungan ke pelayanan kesehatan
 Cairan berbau busuk menurun Terapeutik
skala (5)  Berikan suntikan pada bayi
 Sputum berwarna hijau menurun dibagian paha anterolateral
skala (5)  Dokumentasikan informasi vaksin
 Drainase purulen menurun skala (mis. Nama produsen, tanggal
(5) kadaluwarsa)
 Piuria menurun skala (5)  Jadwalkan imunisasi pada interval
waktu yang tepat
 Periode malaise menurun skala
Edukasi
(5)
 Jelaskan tujuan, manfaat, reaksi
 Periode menggigil menurun skala
yang terjadi, jadwal, dan efek
(5)
samping
 Letargi menurun skala (5)
 Informasikan imunisasi yang
 Gangguan kognitif menurun skala
ddiwajibkan pemerintah (mis.
(5)
Hepatitis B, BCG, difteri, tetanus,
 Kadar sel darah putih membaik pertusis, H. influenza, polio,
skala (5) campak, measlee, dan rubela)
 Kultur darah membaik skala (5)  Informasikan imunisasi yang
 Kultur urine membaik skala (5) melindungi terhadap penyakit
 Kultur sputum membaik skala (5)
 Kultur area luka membaik skala namun saat ini tidak diwajibkan
(5) pemerintah (mis. Influenza dan
 Kultur feses membaik skala (5) pneumokokus)
 Informasikan vaksinasi untuk
kejadian khusus ( mis. Rabies dan
tetanus)
 Informasikan penundaan
pemberian imunisasi tidak berarti
mengulang jadwal imunisasi
kembali
 Informasikan penyedia layanan
pekan imunisasi nasional yang
menyediakan vaksin gratis
4. Gangguan Persepsi Sensori Persepsi Sensori (L.09083) Manajemen Halusinasi (I.09288)
berhubungan dengan gangguan
penglihatan dibuktikan dengan Kriteria hasil : Observasi
distorsi sensori, respons tidak  Verbalisasi mendengar bisikan  Monitor perilaku yang
menurun skala (5) mengindikasi halusinasi
sesuai, bersikap seolah melihat,
 Verbalisasi melihat bayangan  Monitor dan sesuaikan tingkat
mendengar, mengecap, meraba, menurun skala (5) aktivitas dan stimulus lingkungan
atau mencium sesuatu,  Verbalisasi merasakan sesuatu  Monitor isi halusinasi (mis.
menyendiri, melamun, melalui indra perabaan menurun Kekerasan atau membahayakan
konsentrasi buruk, disorientasi skala (5) diri)
waktu, tempat, orang atau  Verbalisasi merasakan sesuatu Terapeutik
situasi, curiga, melihat kesatu melalui indra penciuman  Pertahankan lingkungan yang
arah, mondar mandir, dan bicara menurun skala (5) aman
 Verbalisasi merasakan sesuatu  Lakukan tindakan keselamatan
sendiri
melalui indra pengecapan ketika tidak dapat mengontrol
menurun skala (5) perilaku (mis. Limit setting,
 Distorsi sensori menurun skala pembatasan wilayah, pengekangan
(5) fisik, seklusi)
 Perilaku halusinasi menurun skala  Diskusikan perasaan dan respons
(5) terhadap halusinasi
 Menarik diri menurun skala (5)  Hindari perdebatan tentang
 Melamun menurun skala (5) validitasi halusinasi
 Curiga menurun skala (5) Edukasi
 Mondar mandir menurun skala  Anjuran memonitor sendiri situasi
(5) terjadinya halusinasi
 Respons sesuai stimulas membaik  Anjuran bicara pada orang yang
skala (5) dipercaya untuk memberi
 Konsentrasi membaik skala (5) dukungan dan umpan balik
 Orientasi membaik skala (5) korektif terhadap halusinasi
 Anjuran melakukan distraksi (mis
 Mendengarkan musik, melakukan
aktivitas dan teknik relaksasi)
 Ajarkan pasien dan keluarga cara
mengontrol halusinasi
Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian obat
antipsikotik dan antiansietas, jika
perlu
5. Gangguan Persepsi Sensori Persepsi Sensori (L.09083) Minimalisasi Rangsangan (I.08241)
berhubungan dengan gangguan
perabaan dibuktikan dengan Kriteria hasil : Observasi
distorsi sensori, respons tidak  Verbalisasi mendengar bisikan  Periksa status mental, status
menurun skala (5) sensori, dan tingkat kenyamanan
sesuai, bersikap seolah melihat,
 Verbalisasi melihat bayangan (mis.nyeri dan kelelahan)
mendengar, mengecap, meraba, menurun skala (5) Terapeutik
atau mencium sesuatu, Verbalisasi merasakan sesuatu  Diskusikan tingkat toleransi
menyendiri, melamun, melalui indra perabaan menurun terhadap beban sensori (mis. Bising
konsentrasi buruk, disorientasi skala (5) dan terlalu terang)
waktu, tempat, orang atau  Verbalisasi merasakan sesuatu  Batasi stimulus lingkungan (mis.
situasi, curiga, melihat kesatu melalui indra penciuman Cahaya, suara, dan aktivitas)
arah, mondar mandir, dan bicara menurun skala (5)  Jadwalkan aktivitas harian dan
 Verbalisasi merasakan sesuatu waktu istirahat
sendiri
melalui indra pengecapan  Kombinasikan prosedur/tindakan
menurun skala (5) dalam satu waktu, sesuai kebutuhan
 Distorsi sensori menurun skala Edukasi
(5)  Ajaran cara meminimalisasi
 Perilaku halusinasi menurun skala stimulus (mis. Mengatur
(5) pencahayaan ruangan, mengurangi
 Menarik diri menurun skala (5) kebisingan, dan membatasi
 Melamun menurun skala (5) kunjungan)
 Curiga menurun skala (5) Kolaborasi
 Mondar mandir menurun skala  Kolaborasi dalam meminimalkan
(5) prosedur / tindakan
 Respons sesuai stimulas membaik  Kolaborasi pemberian obat yang
skala (5) memperngaruhi persepsi stimulus
 Konsentrasi membaik skala (5)
 Orientasi membaik skala (5)
6. Defisit Pengetahuan Tingkat Pengetahuan (L.12111) Edukasi Kesehatan (I.12383)
berhubungan dengan
ketidaktahuan menemukan Kriteria hasil : Observasi
sumber informasi dibuktikan  Perilaku sesuai anjuran  Identifikasi kesiapan dan
meningkat skala (5) kemampuan menerima informasi
dengan menunjukkan perilaku
 Verbalisasi minat dalam belajar  Identifikasi faktor-faktor yang
tidak sesuai anjuran, meningkat skala (5) dapat meningkatkan dan
menunjukkan persepsi yang  Kemampuan menjelaskan menurunkan motivasi perilaku
keliru terhadap masalah, pengetahuan tentang suatu topik hidup bersih dan sehat
menjalani pemeriksaan yang meningkat skala (5) Terapeutik
tidak tepat, dan menunjukkan  Kemampuan menggambarkan  Sediakan materi dan media
perilaku berlebihan (mis. Apatis, pengalaman sebelumnya yang pendidikan kesehatan
bermusuhan, agitasi, dan sesuai dengan topik meningkat  Jadwalkan pendidikan kesehatan
histeria) skala (5) sesuai kesepakatan
 Perilaku sesuai dengan  Berikan kesempatan untuk
pengetahuan meningkat skala (5) bertanya
 Pertanyaan tentang masalah yang Edukasi
dihadapi menurun skala (5)  Jelaskan faktor risiko yang dapat
 Persepsi yang keliru terhadap memperngaruhi kesehatan
masalah menurun skala (5)  Ajarkan perilaku hidup bersih dan
 Menjalani pemeriksaan yang sehat
tidak tepat menurun skala (5)  Ajarkan strategi yang dapat
 Perilaku membaik skala (5) digunakan untuk meningkatkan
perilaku hidup bersih dan sehat
DAFTAR PUSTAKA

https://id.scribd.com/doc/252108877/LP-Diabetes-Mellitus

https://www.academia.edu/35562622/LP_DIABETES_MELITUS

TimPokja SDKI DPP PPNI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia Definisi dan
Indikator Diagnostik. Jakarta: Dewan Pengurus PPNI

TimPokja SLKI DPP PPNI. (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia Definisi dan
Kreteria Hasil Keperawatan. ((cetakan II) 1 ed.). Jakarta: Dewan Pengurus PPNI

TimPokja SIKI DPP PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia Definisi dan
Tindakan Keperawatan. ((cetakan II) 1 ed.). Jakarta: Dewan Pengurus PPNI

Anda mungkin juga menyukai