Kelompok 1 - Tugas Kelompok BP
Kelompok 1 - Tugas Kelompok BP
Disusun Oleh :
2021
HAKIKAT BELAJAR & PEMBELAJARAN
Mohammad Hatta menjelaskan, bahwa tiap-tiap ilmu adalah pengetahuan yang teratur
tentang pekerjaan hukum kausal dalam satu golongan masalah yang sama tabiatnya, maupun
menurut kedudukannya tampak dari luar, maupun menurutnya bangunnya dari dalam. Dapat
disimpulkan bahwa ilmu adalah usaha pemahaman manusia yang disusun dalam satu sistem
mengenai kenyataan, struktur, bagian-bagian dan hukum-hukum mengenai hal ihwal yang
diselidiki (alam, manusia dan agama) sejauh yang dapat dijangkau daya pemikiran yang
dibantu penginderaan manusia itu, yang kebenarannya diuji secara empiris, riset dan
eksperimental.
Pendidikan, adalah sebuah proses atau upaya meningkatkan nilai peradaban individu
atau masyarakat dari suatu keadaan tertentu menjadi suatu keadaan yang lebih baik. Undang-
undang RI Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pada Bab I Pasal 1
menjelaskan bahwa Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana
belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi
dirinya untuk memiliki kekuatan spritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian,
kecerdasan, akhlak mulia serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan
negara. Kamus Besar Bahasa Indonesia terbitan Balai Pustaka menjelaskan bahwa kata
Pendidikan berasal dari kata dasar didik, yang artinya memelihara dan memberi latihan (ajaran,
tuntunan, pimpinan) mengenai akhlak dan kecerdasan pikiran. Sedangkan arti dari Pendidikan
adalah Proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha
mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan (proses, cara, dan perbuatan
mendidik).
Sumber : Dasar-Dasar Ilmu Pendidikan, Univeristas Negeri Padang, Defino Efendi 2015.
Hakikat Belajar
Belajar merupakan suatu kegiatan yang sangat mendasar dalam penyelenggaraan
pendidikan. Belajar menjadi salah satu syarat tercapai atau tidaknya tujuan pendidikan
tergantung bagaimana proses belajar yang telah ditempuh. belajar adalah kegiatan individu
memperoleh pengetahuan, perilaku dan keterampilan dengan cara mengolah bahan belajar.
Secara psikologis, belajar merupakan suatu proses perubahan yaitu perubahan tingkah
laku sebagai hasil interaksi dengan lingkungannya dalam memenuhi kebutuhan hidupnya.
Kegiatan atau tingkah laku belajar terdiri dari kegiatan psikhis dan fisis yang saling
bekerjasama secara terpadu dan komprehensif integral.
Belajar merupakan komponen ilmu pendidikan yang berkenaan dengan tujuan dan
bahan acuan interaksi, baik yang bersifat eksplisit maupun implisit (tersembunyi). Teori-teori
yang dikembangkan dalam komponen ini meliputi antara lain teori tentang tujuan pendidikan,
orginisasi kurikulum, isi kurikulum, dan modul-modul pengembangan kurikulum. Perhatian
utama dalam belajar adalah perilaku verbal dari manusia, yaitu kemampuan manusia untuk
menangkap informasi mengenai ilmu pengetahuan yang diterimanya dalam belajar, untuk lebih
Untuk melakukan kegiatan belajar individu harus menggunakan kemampuan pada
ranah-ranah berikut, yaitu :
1). Kognitif yaitu kemampuan yang berkenaan dengan pengetahuan, penalaran atau pikiran
terdiri dari kategori pengetahuan, pemahaman, penerapan, analysis, sintesis dan evaluasi,
2). Afektif yaitu kemampuan yang mengutamakan perasaan, emosi, dan reaksi-reaksi yang
berbeda dengan penalaran yang terdiri dari kategori penerimaan, partisipasi,
penilaian/penentuan sikap, organisasi, dan pembentukan pola hidup,
3). Psikomotorik yaitu kemampuan yang mengutamakan keterampilan jasmani terdiri dari
persepsi, kesiapan, gerakan terbimbing, gerakan terbiasa, gerakan kompleks, penyesuian pola
gerakan, dan kreatifitas. Artinya, orang dapat mengamati tingkah laku individu yang telah
belajar dan membandingkannya dengan sebelum belajar.
b). Pengajar yang profesional memiliki: kompetensi pedagogik, kompetensi sosial, kompetensi
personal, kompetensi profesional, kualifikasi pendidikan yang memadai, kesejahteraan yang
memadai,
c). Atmosfer pembelajaran partisipatif dan interaksi yang dimanisfestasikan dengan adanya
komunikasi timbal balik dan multi arah (multiple communication) secara aktif, kreatif, efektif,
inovatif, dan menyenangkan yaitu: komunikasi antara guru dengan peserta didik, komunikasi
antara peserta didik dengan peserta didik, komunikasi kontekstual dan integratif antara guru,
peserta didik, dan lingkungannya,
d). Sarana prasarana yang menunjang proses pembelajaran, sehingga peserta didik merasa
betah dan bergairah (enthuse) untuk belajar, yang mencakup: lahan tanah (antara lain kebun
sekolah, halaman, dan lapangan olahraga), bangunan (antara lain ruangan kantor, kelas,
laboratorium, perpustakaan, dan ruang aktivitas ekstrakurikuler), dan perlengkapan (ATK,
media pembelajaran baik elektronik maupun manual),
e). kurikulum sebagai kerangka dasar atau arahan, khusus mengenai perubahan perilaku peserta
didik secara integral baik yang berkaitan dengan kognitif, afektif, maupun psikomotor,
f). lingkungan agama, sosial, budaya, politik, ekonomi, ilmu, dan teknologi, serta lingkungan
alam sekitar, yang mendukung terlaksananya proses pembelajaran secara aktif, kreatif, efektif,
inovatif, dan menyenangkan. Lingkungan ini merupakan faktor peluang (opportunity) untuk
terjadinya belajar kontekstual,
g). atmosfer kepemimpinan pembelajaran yang sehat, partisifatif, demokratis, dan situasional
yang dapat membangun kebahagiaan intelektual, kebahagiaan emosional, kebahagiaan dalam
merekayasa ancaman menjadi peluang, dan kebahagiaan spiritual,
h). pembiayaan yang memadai, yaitu biaya rutin maupun biaya pembangunan yang datangnya
dari pihak pemerintah, orang tua maupun stakeholder lainnya sehingga sekolah mampu
melangkah maju dari sebagai pengguna dana menjadi penggali dana.
Hakikat Pembelajaran
Pembelajaran merupakan suatu cara atau proses atau perbuatan yang dapat menjadikan
seseorang belajar, dengan kata lain pembelajaran adalah cara yang sengaja dilakukan atau
dirancang agar peserta didik belajar. Istilah pembelajaran yaitu sebagai “upaya untuk
membelajarkan seseorang atau kelompok orang melalui berbagai upaya (effort) dan berbagai
strategi, metode dan pendekatan ke arah pencapaian tujuan yang telah direncanakan”.
Pembelajaran merupakan proses yang berfungsi membimbing para peserta didik di dalam
kehidupannya, perkembangannya yang harus dijalani. Menurut Miarso “Pembelajaran adalah
usaha mengelola lingkungan dengan sengaja agar seseorang membentuk diri secara positif
dalam kondisi tertentu. Dengan demikian, inti pembelajaran adalah segala upaya yang
dilakukan oleh pendidik agar proses belajar pada diri, peserta didik.” Dalam UU No. 2 Tahun
2003 tentang Sisdiknas Pasal 1 ayat 20, pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik
dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar.
Model Pembelajaran
Model pembelajaran diartikan sebagai kerangka konseptual yang digunakan sebagai
pedoman dalam melakukan suatu kegiatan yang sistematik dalam mengorganisasikan
pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar tertentu, berfungsi sebagai pedoman bagi
perancang pengajaran. Istilah model pembelajaran mempunyai ciri khusus, yakni :
a). rasional teoritis logis yang disusun oleh pendidik,
b). tujuan pembelajaran yang akan dicapai,
c). Langkah-langkah mengajar yang diperlukan agar model pembelajaran dapat dilaksanakan
secara optimal,
d). lingkungan belajar yang mendukung agar tujuan pembelajaran dapat dicapai.
Menurut Arends (1997) model pembelajaran mempunyai makna yang lebih luas daripada
pendekatan, strategi, metode atau prosedur. Model pembelajaran adalah suatu perencanaan atau
suatu pola yang digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran di kelas, atau
pembelajaran dalam tutorial dan untuk menentukan perangkat-perangkat pembelajaran
termasuk di dalamnya buku-buku, film, komputer, kurikulum,dan lain-lain (Joyce, 1992).
Bruce Joyce dan Marsha Weil dalam Dedi Supriawan dan A. Benyamin Surasega
(1990) mengetengahkan 4 (empat) kelompok model pembelajaran, yaitu:
a). Model proses informasi, Teori ini merupakan gambaran atau model dari kegiatan di dalam
otak manusia di saat memproses suatu informasi. Dalam pemrosesan informasi, terjadi adanya
interaksi antara kondisi-kondisi internal dan kondisi-kondisi eksternal individu. Kondisi
internal yaitu keadaan dalam diri individu yang diperlukan untuk mencapai hasil belajar dan
proses kognitif yang terjadi dalam individu. Sedangkan kondisi eksternal adalah rangsangan
dari lingkungan yang mempengaruhi individu dalam proses pembelajaran.Menurut Gagne,
tahapan proses pembelajaran tersebut meliputi delapan fase, yaitu :
1). Motivasi,
2). Pemahaman,
3). Pemerolehan,
4). Penyimpanan,
5). Generalisasi,
7). Perlakuan, dan
8). Umpan balik.
Perencanaan
Perencanaan adalah menentukan apa yang dilakukan perencanaan mengandung
rangkaian-rangkaian putusan yang luas dan penjelasan-penjelasan dari tujuan, penentuan
kebijakan, penentuan program penentuan metode-metode dan prosedur tertentu dan penentuan
kegiatan berdasarkan jadwal. Terdapat beberapa manfaat perencanaan pengajaran dalam proses
belajar mengajar yaitu :
Teori-Teori Belajar
Teori belajar sendiri didefinisikan sebagai metode yang menggambarkan bagaimana
seseorang melakukan proses belajar.
Adapun pengertian dari belajar menurut Ernest R. Hilgard adalah kegiatan atau proses
yang dilakukan secara sengaja dan menimbulkan perubahan atas keadaan sebelumnya.
Umumnya setelah belajar seseorang cenderung melakukan perubahan diri ke arah yang lebih
baik. Terdapat 5 jenis teori belajar menurut para ahli yang paling terkenal, yaitu :
Teori Kognitif
Teori kognitif mulai berkembang pada abad 20-an. Secara sederhana teori ini
menggambarkan bahwa belajar adalah aktivitas internal yang terdiri dari beberapa proses,
seperti pemahaman, mengingat, mengolah informasi, problem solving, analisis, prediksi, dan
perasaan.
Ada juga yang menggambarkan bahwa teori belajar kognitif itu ibarat komputer. Proses
awalnya dimulai dengan input data, kemudian mengolahnya hingga mendapatkan hasil akhir.
Beberapa tokoh yang berperan mengembangkan teori ini adalah Jean Piaget, Bruner, dan
Ausubel.
Dalam proses belajar mengajar di sekolah, contoh penerapan teori kognitif adalah guru
menggunakan bahasa yang mudah dipahami oleh peserta didik serta memberi ruang bagi
mereka untuk saling bicara serta diskusi dengan teman-temannya.
Teori Behavioristik
Teori yang dianut sejumlah ilmuwan, seperti Gage dan Berliner ini menyatakan bahwa
sebuah pengalaman mampu mengubah tingkah laku (kebiasaan atau proses berpikir) seseorang
sebagai hasil proses belajar dari pengalaman itu sendiri.
Untuk mengaplikasikan teori ini, seorang guru perlu melakukan beberapa proses, seperti
memberikan dorongan supaya muridnya dapat merasakan rasa ingin tahu, melakukan stimulus
guna memperoleh respons siswa, dan melakukan penguatan (reinforcement)—pengulangan
stimulus dalam bentuk berbeda.
Teori behavioristik dinilai terlalu fokus pada pendidik. Jadi, tantangannya adalah guru
harus lebih kreatif dalam menyampaikan suatu materi agar siswa tidak bosan.
Teori Humanis
Teori belajar selanjutnya adalah humanistik yang berkembang dari teori behavioristik.
Tokoh dari teori humanis adalah Carl Rogers dan Abraham Maslow. Dilihat dari definisinya,
teori humanis adalah metode pembelajaran yang fokus pada peserta didik guna
mengembangkan potensinya.
Ada beberapa faktor yang mendukung teori humanis, yaitu peran kognitif—pemahaman
seseorang tentang ilmu pengetahuan, dan peran afektif—faktor mental yang membentuk
individu.
Dengan mengaplikasikan teori humanis, siswa akan merasa senang selama proses
belajar dan bisa menguasai materi dengan gampang.
Teori Konstruktif
Teori konstruktif sejatinya sudah ada dari dulu, namun masih digunakan sampai
sekarang karena bersifat efektif dan mampu beradaptasi dengan baik terhadap perubahan
zaman. Lewat teori konstruktif, peserta didik diajak untuk mendalami pengetahuan secara
bebas atau juga bisa memaknainya sesuai pengalaman.
Dalam praktiknya, siswa akan diberi ruang untuk membuat ide atau gagasan
menggunakan bahasanya sendiri. Dampaknya, lewat penjelasan yang familier, orang lain
diharapkan mampu menerima ide yang disampaikan dan merangsang imajinasinya.
Teori Gestalt
Teori Gestalt merupakan percabangan dari teori kognitif. Teori ini muncul dari buah
pikiran seorang psikolog Jerman, yaitu Max Wertheimer. Dalam teori gestalt, proses belajar
seseorang dimulai dari mendapatkan informasi, kemudian melihat strukturnya secara
menyeluruh. Setelah itu, proses dilanjutkan dengan menyusun kembali informasi yang
didapat dalam struktur yang lebih sederhana hingga individu tersebut mampu memahami
informasi yang coba disampaikan. Menariknya, konsep ini tak hanya diaplikasikan dalam
proses belajar mengajar antar guru dan murid, tapi juga biasa dimanfaatkan dalam proses
desain.
Demikian 5 teori belajar paling terkenal dalam dunia psikologi pendidikan. Memasuki
abad 21, muncul teori baru yang disebut sebagai pembelajaran abad 21. Teori ini dirancang
khusus agar sesuai dengan kebiasaan generasi milenial yang hidup serba modern akibat
berkembangnya teknologi secara pesat. Di dalam pembelajaran abad 21, Anda akan mengenal
4 konsep utama, yaitu kerja sama, komunikasi, berpikir kritis dan problem solving, serta daya
cipta dan inovasi. Melalui konsep tersebut, harapannya peserta didik bisa mencapai masa
depan yang cemerlang.
Sumber:
https://www.akseleran.co.id/blog/teori-
belajar/#:~:text=Teori%20belajar%20sendiri%20didefinisikan%20sebagai,bagaimana%20ses
eorang%20melakukan%20proses%20belajar.&text=Umumnya%20setelah%20belajar%20ses
eorang%20cenderung,ke%20arah%20yang%20lebih%20baik.
Teori-Teori Belajar
TEORI BEHAVIORISTICS
Merupakan teori belajar yang lebih menekankan pada perubahan tingkah laku serta
sebagai akibat dari interaksi antara stimulus dan respon. Koneksionisme (connectionism),
merupakan rumpun yang paling awal dari teori beavioristik. Menurut teori ini tingkah laku
manusia tidak lain dari suatu hubungan stimulus‐respons. Siapa yang menguasai stimulus‐
respons sebanyak‐banyaknya ialah orang yang pandai dan berhasil dalam belajar.
Pembentukan hubungan stimulus‐ respons dilakukan melalui ulangan‐ulangan.
Tokoh yang terkenal mengembangkan teori ini adalah Thorndike (1874‐1949), dengan
eksperimentnya belajar pada binatang yang juga berlaku bagi manusia yang disebut Thorndike
dengan trial and error. Thorndike menghasilkan belajar Connectionism karena belajar
merupakan proses pembentukan koneksi‐koneksi atara stimulus dan respons Stimulus yaitu
apa saja yang dapat merangsang terjadinya kegiatan belajar seperti pikiran, perasaan atau hal‐
hal lain yang dapat ditangkap melalui alat indra. Sedangkan respon yaitu reaksi yang
dimunculkan peserta didik ketika belajar, yang juga dapat berupa pikiran, perasaan atua
gerakan/tindakan. Thorndike mengemukakan tiga prinsip atau hukum dalam belajar, yaitu:
1. Law of readines, belajar akan berhasil apabila peserta didik memiliki kesiapan untuk
melakukan kegiatan tersebut karena individu yang siap untuk merespon serta merespon akan
menghasilkan respon yang memuaskan
2. Law of exercise, belajar akan berhasil apabila banyak latihan serta selalu mengulang apa
yang telah didapat.
3. Law of effect, belajar akan menjadi bersemangat apabila mengetahui dan mendapatkan hasil
yang baik.
b. Guru tidak membiasakan memberikan ceramah sehingga murid dibiasakan belajar mandiri.
Jika murid menemukan kesulitan baru ditanyakan pada guru yang bersangkutan.
c. Mampu membentuk suatu prilaku yang diinginkan mendapatkan pengakuan positif dan
prilaku yang kurang sesuai mendapat penghargaan negative yang didasari pada prilaku yang
tampak.
d. Dengan melalui pengulangan dan pelatihan yang berkesinambungan, dapat mengoptimalkan
bakat dan kecerdasan siswa yang sudah terbentuk sebelumnya. Jika anak sudha mahir dalam
satu bidang tertentu, akan lebih dapat dikuatkan lagi dengan pembiasaan dan pengulangan yang
berkesinambungan tersebut dan lebih optimal.
e. Bahan pelajaran yang telah disusun hierarkis dari yang sederhana sampai pada yang
kompleks dengan tujuan pembelajaran dibagi dalam bagian‐bagian kecil yang ditandai dengan
pencapaian suatu ketrampilan tertentu mampu menghasilakan suatu prilaku yang konsisten
terhadap bidang tertentu.
f. Dapat mengganti stimulus yang satu dengan stimuls yang lainnya dan seterusnya sampai
respons yang diinginkan muncul.
g. Teori ini cocok untuk memperoleh kemampuan yang membutuhkan praktek dan pembiasaan
yang mengandung unsure‐unsur kecepatan, spontanitas, dan daya tahan.
h. Teori behavioristik juga cocok diterapakan untuk anak yang masih membutuhkan dominasi
peran orang dewasa, suka mengulangi dan harus dibiasakan, suka meniru, dan suka dengan
bentuk‐bentuk penghargaan langsung.
c. Murid berperan sebagai pendengar dalam proses pembelajaran dan menghafalkan apa di
dengar dan di pandang sebagai cara belajar yang efektif.
d. Penggunaan hukuman yang sangat dihindari oleh para tokoh behavioristik justru dianggap
sebagai metode yang paling efektif untuk menertibkan siswa.
e. Murid dipandang pasif, perlu motifasi dari luar, dan sangat dipengaruhi oleh penguatan yang
diberikan oleh guru.
f. Murid hanya mendengarkan dengan tertib penjelsan dari guru dan mendengarkan apa yang
didengar dan dipandang sebagai cara belajar yang efektif sehingga inisiatf siswa terhadap suatu
permasalahan yang muncul secara temporer tidak bisa diselesaikan oleh siswa.
g. Cenderung mengarahakan siswa untuk berfikir linier, konvergen, tidak kreatif, tidak
produktif, dan menundukkan siswa sebagai individu yang pasif.
Pembelajaran yang dirancang dan berpijak pada teori behavioristik memandang bahwa
pengetahuan adalah obyektif, pasti, tetap, tidak berubah. Pengetahuan telah terstruktur dengan
rapi, sehingga belajar adalah perolehan pengetahuan, sedangkan mengajar adalah
memindahkan pengetahuan (transfer of knowledge) ke orang yang belajar atau pebelajar.
Fungsi mind atau pikiran adalah untuk menjiplak struktur pengetahuan yag sudah ada melalui
proses berpikir yang dapat dianalisis dan dipilah, sehingga makna yang dihasilkan dari proses
berpikir seperti ini ditentukan oleh karakteristik struktur pengetahuan tersebut. Pembelajar
diharapkan akan memiliki pemahaman yang sama terhadap pengetahuan yang diajarkan.
Artinya, apa yang dipahami oleh pengajar atau guru itulah yang harus dipahami oleh murid.
Demikian halnya dalam pembelajaran, pebelajar dianggap sebagai objek pasif yang selalu
membutuhkan motivasi dan penguatan dari pendidik.
Oleh karena itu, para pendidik mengembangkan kurikulum yang terstruktur dengan
menggunakan standar‐standar tertentu dalam proses pembelajaran yang harus dicapai oleh para
pebelajar. Begitu juga dalam proses evaluasi belajar pebelajar diukur hanya pada hal‐hal yang
nyata dan dapat diamati sehingga hal‐hal yang bersifat tidak teramati kurang dijangkau dalam
proses evaluasi. Implikasi dari teori behavioristik dalam proses pembelajaran dirasakan kurang
memberikan ruang gerak yang bebas bagi pebelajar untuk berkreasi, bereksperimentasi dan
mengembangkan kemampuannya sendiri. Karena sistem pembelajaran tersebut bersifat
otomatis‐ mekanis dalam menghubungkan stimulus dan respon sehingga terkesan seperti
kinerja mesin atau robot. Akibatnya pembelajar kurang mampu untuk berkembang sesuai
dengan potensi yang ada pada diri mereka. Karena teori behavioristik memandang bahwa
pengetahuan telah terstruktur rapi dan teratur, maka pebelajar atau orang yang belajar harus
dihadapkan pada aturan‐aturan yang jelas dan ditetapkan terlebih dulu secara ketat. Pembiasaan
dan disiplin menjadi sangat esensial dalam belajar, sehingga pembelajaran lebih banyak
dikaitkan dengan penegakan disiplin.
Pembelajaran mengikuti urutan kurikulum secara ketat, sehingga aktivitas belajar lebih
banyak didasarkan pada buku teks/buku wajib dengan penekanan pada ketrampilan
mengungkapkan kembali isi buku teks/buku wajib tersebut. Pembelajaran dan evaluasi
menekankan pada hasil belajar. Evaluasi menekankan pada respon pasif, ketrampilan secara
terpisah, dan biasanya menggunakan paper and pencil test. Evaluasi hasil belajar menuntut
jawaban yang benar. Maksudnya bila pebelajar menjawab secara “benar” sesuai dengan
keinginan guru, hal ini menunjukkan bahwa pebelajar telah menyelesaikan tugas belajarnya.
Evaluasi belajar dipandang sebagi bagian yang terpisah dari kegiatan pembelajaran, dan
biasanya dilakukan setelah selesai kegiatan pembelajaran. Teori ini menekankan evaluasi pada
kemampuan pebelajar secara individual.
TEORI KOGNITIVISME
Istilah "Cognitive" berasal dari kata cognition artinya adalah pengertian, mengerti.
Pengertian yang luasnya cognition (kognisi) adalah perolehan, penataan, dan penggunaan
pengetahuan. Dalam pekembangan selanjutnya, kemudian istilah kognitif ini menjadi populer
sebagai salah satu wilayah psikologi manusia/satu konsep umum yang mencakup semua bentuk
pengenalan yang meliputi setiap perilaku mental yang berhubungan dengan masalah
pemahaman, memperhatikan, memberikan, menyangka, pertimbangan, pengolahan informasi,
pemecahan masalah, pertimbangan, membayangkan, memperkirakan, berpikir dan keyakinan.
Termasuk kejiwaan yang berpusat di otak ini juga berhubungan dengan konasi (kehendak) dan
afeksi (perasaan) yang bertalian dengan rasa. Menurut para ahli jiwa aliran kognitifis, tingkah
laku seseorang itu senantiasa didasarkan pada kognisi, yaitu tindakan mengenal atau
memikirkan situasi dimana tingkah laku itu terjadi.
Teori kognitif adalah teori yang umumnya dikaitkan dengan proses belajar. Kognisi
adalah kemampuan psikis atau mental manusia yang berupa mengamati, melihat, menyangka,
memperhatikan, menduga dan menilai. Dengan kata lain, kognisi menunjuk pada konsep
tentang pengenalan. Teori kognitif menyatakan bahwa proses belajar terjadi karena ada
variabel penghalang pada aspek‐aspek kognisi seseorang. Teori belajar kognitiv lebih
mementingkan proses belajar daripada hasil belajar itu sendiri. Belajar tidak sekedar
melibatkan hubungan antara stimulus dan respon, lebih dari itu belajar melibatkan proses
berpikir yang sangat kompleks. Belajar adalah perubahan persepsi dan pemahaman. Perubahan
persepsi dan pemahaman tidak selalu berbentuk perubahan tingkah laku yang bisa diamati.Dari
beberapa teori belajar kognitif diatas (khusunya tiga di penjelasan awal) dapat pemakalah ambil
sebuah sintesis bahwa masing masing teori memiliki kelebihan dan kelemahan jika diterapkan
dalam dunia pendidikan juga pembelajaran. Jika keseluruhan teori diatas memiliki kesamaan
yang sama‐sama dalam ranah psikologi kognitif, maka disisi lain juga memiliki perbedaan jika
diaplikasikan dalam proses pendidikan. Sebagai misal, Teori bermakna Ausubel dan discovery
Learningnya Bruner memiliki sisi pembeda. Dari sudut pandang Teori belajar bermakna
Ausubel memandang bahwa justru ada bahaya jika siswa yang kurang mahir dalam suatu hal
mendapat penanganan dengan teori belajar discoveri, karena siswa cenderung diberi kebebasan
untuk mengkonstruksi sendiri pemahaman tentang segala sesuatu. Oleh karenanya menurut
teori belajar Bermakna guru tetap berfungsi sentral sebatas membantu mengkoor‐ dinasikan
pengalaman‐pengalaman yang hendak diterima oleh siswa namun tetap dengan koridor
pembelajaran yang bermakna. Dari poin diatas dapat pemakalah ambil garis tengah bahwa
beberapa teori belajar kognitif diatas, meskipun sama‐sama mengedepankan proses berpikir,
tidak serta merta dapat diaplikasikan pada konteks pembelajaran secara menyeluruh. Terlebih
untuk menyesuaikan teori belajar kognitif ini dengan kompleksitas proses dan sistem
pembelajaran sekarang maka harus benar‐ benar diperhatikan antara karakter masing‐ masing
teori dan kemudian disesuakan dengan tingkatan pendidikan maupun karakteristik peserta
didiknya.
Belajar kognitif ciri khasnya terletak dalam belajar memperoleh dan mempergunakan
bentuk‐bentuk reppresentatif yang mewakili obyek‐obyek itu di representasikan atau di
hadirkan dalam diri seseorang melalui tanggapan, gagasan atau lambang, yang semuanya
merupakan sesuatu yang bersifat mental, misalnya seseorang menceritakan pengalamannya
selama mengadakan perja‐ lanan keluar negeri, setelah kembali kenegerinya sendiri. Tampat‐
tempat yang dikunjuginya selama berada di lain negara tidak dapat diabawa pulang, orangnya
sendiri juga tidak hadir di tempat‐tempat itu. Pada waktu itu sedang bercerita, tetapi semulanya
tanggapan‐tanggapan, gagasan dan tanggapan itu di tuangkan dalam kata‐ kata yang
disampaikan kepada orang yang mendengarkan ceritanya.
1. Implikasi teori perkembangan kognitif Piaget dalam pembelajaran adalah Bahasa dan cara
berfikir anak berbeda dengan orang dewasa. Oleh karena itu guru mengajar dengan
menggunakan bahasa yang sesuai dengan cara berfikir anak; Anak‐anak akan belajar lebih baik
apabila dapat menghadapi lingkungan dengan baik. Guru harus membantu anak agar dapat
berinteraksi dengan lingkungan sebaik‐baiknya; Bahan yang harus dipelajari anak hendaknya
dirasakan baru tetapi tidak asing; Berikan peluang agar anak belajar sesuai tahap
perkembangan‐ nya. Di dalam kelas, anak‐anak hendaknya diberi peluang untuk saling
berbicara dan diskusi dengan teman‐ temanya.
2. Implikasi Teori Bruner dalam Proses Pembelajaran yaitu menghadapkan anak pada suatu
situasi yang membingungkan atau suatu masalah; anak akan berusaha membandingkan realita
di luar dirinya dengan model mental yang telah dimilikinya; dan dengan pengalamannya anak
akan mencoba menyesuaikan atau mengorganisasikan kembali struktur‐ struktur idenya dalam
rangka untuk mencapai keseimbangan di dadalam benaknya.
3. Impilkasi Teori Bermakna Ausubel adalah seorang pendidik, mereka harus dapat memahami
bagaimana cara belajar siswa yang baik, sebab mereka para siswa tidak akan dapat memahami
bahasa bila mereka tidak mampu mencerna dari apa yang mereka dengar ataupun mereka
tangkap.
Dan dari ketiga macam teori diatas jelas masing‐masing mempunya implikasi yang
berbeda, namun secara umum teori kognitivisme lebih mengarah pada bagaimana memahami
struktur kognitif siswa.
Tujuan utama pendidik adalah membantu murid untuk mengembangkan diri sendiri
dengan cara membantu masing‐ masing individu untuk mengenal diri mereka sendiri sebagai
manusia dan mambantu dalam mewujudkan semua potensi yang ada dalam diri. Selain teori
belajar behavioristik dan teori belajar kognitif, sebuah teori belajar humanistik juga sangat
penting untuk dimengerti. Aliran psikologi humanistik sangat terkenal dengan konsepsi bahwa
esensinya manusia itu baik menjadi dasar keyakinan dan mengajari sisi kemanusiaan. Psikologi
humanistik utamanya didasari atas atau merupakan realisasi dari psikologi eksistensial dan
pemahaman akan keberadaan dan tanggung jawab sosial seseorang. Dua psikolog yang
ternama, Carl Rogers dan Abraham Maslow, memulai gerakan psikologi humanistik perspektif
baru mengenai pemahaman kepribadian seseorang dan meningkatkan kepuasan hidup mereka
secara keseluruhan.
Studi psikologi humanistik melihat manusia, pemahaman, dan pengalaman dalam diri
manusia, termasuk dalam kerangka belajar dan belajar. Mereka menekankan karakteristik yang
dimiliki oleh makluk manusia seutuhnya seperti cinta, kesedihan, peduli, dan harga diri.
Psikolog humanistik mempelajari bagaimana orang‐ orang dipengaruhi oleh persepsi dan
makna yang melekat pada pengalaman pribadi mereka. Aliran ini menekankan pada pilihan
kesadaran, respon terhadap kebutuhan internal, dan keadaan saat ini yang menjadi sangat
penting dalam membentuk perilaku manusia. Pendekatan pengajaran humanistik didasarkan
pada premis bahwa siswa telah memiliki kebutuhan untuk menjadi orang dewasa yang mampu
mengaktualisasi diri, sebuah istilah yang digunakan oleh Maslow (1954). Aktualisasi diri orang
dewasa yang mandiri, percaya diri, realistis tentang tujuan dirinya, dan fleksibel. Mereka
mampu menerima dirinya sendiri, perasaan mereka, dan lain‐lain di sekitarnya. Untuk menjadi
dewasa dengan aktualisasi dirinya, siswa perlu ruang kelas yang bebas yang memungkinkan
mereka menjadi kreatif.
Tujuan dasar pendidikan humanistik adalah mendorong siswa menjadi mandiri dan
independen, mengambil tanggung jawab untuk pembelajaran mereka, menjadi kreatif dan
tertarik dengan seni, dan menjadi ingin tahu tentang dunia di sekitar mereka. Sejalan dengan
itu, prinsip‐prinsip pendidikan humanistik disajikan sebagai berikut.
a. Siswa harus dapat memilih apa yang mereka ingin pelajari. Guru humanistik percaya bahwa
siswa akan termotivasi untuk mengkaji materi bahan ajar jika terkait dengan kebutuhan dan
keinginannya.
b. Tujuan pendidikan harus mendorong keinginan siswa untuk belajar dan mengajar mereka
tentang cara belajar. Siswa harus memotivasi dan merangsang diri pribadi untuk belajar sendiri.
c. Pendidik humanistik percaya bahwa nilai tidak relavan dan hanya evaluasi diri
(selfevaluation) yang bermakna. Pemeringkatan mendorong siswa belajar untuk mencapai
tingkat tertentu, bukan untuk kepuasan pribadi. Selain itu, pendidik humanistik menentang tes
objektif, karena mereka menguji kemampuan siswa untuk menghafal dan tidak memberikan
umpan balik pendidikan yang cukup kepada guru dan siswa.
d. Pendidik humanistik percaya bahwa, baik perasaan maupun pengetahuan, sangat penting
dalam proses belajar dan tidak memisahkan domain kognitif dan afektif.
Pengertian yang empati Untuk mempertahankan iklim belajar atas dasar inisiatif diri, maka
guru harus memiliki pengertian yang empati akan reaksi murid dari dalam. Guru harus
memiliki kesadaran yang sensitif bagi jalannya proses pendidikan dengan tidak menilai atau
mengevaluasi. Pengertian akan materi pendidikan dipan‐ dang dari sudut murid dan bukan
guru.
a. Fasilitator sebaiknya memberi perhatian kepada penciptaan suasana awal, situasi kelompok,
atau pengalaman kelas
c. Dia mempercayai adanya keinginan dari masing‐masing siswa untuk melaksana‐ kan tujuan‐
tujuan yang bermakna bagi dirinya, sebagai kekuatan pendorong, yang tersembunyi di dalam
belajar yang bermakna tadi.
d. Dia mencoba mengatur dan menyediakan sumber‐sumber untuk belajar yang paling luas dan
mudah dimanfaatkan para siswa untuk membantu mencapai tujuan mereka.
e. Dia menempatkan dirinya sendiri sebagai suatu sumber yang fleksibel untuk dapat
dimanfaatkan oleh kelompok.
f. Di dalam menanggapi ungkapan‐ ungkapan di dalam kelompok kelas, dan menerima baik isi
yang bersifat intelek‐ tual dan sikap‐sikap perasaan dan mencoba untuk menanggapi dengan
cara yang sesuai, baik bagi individual ataupun bagi kelompok
g. Bilamana cuaca penerima kelas telah mantap, fasilitator berangsur‐sngsur dapat berperanan
sebagai seorang siswa yang turut berpartisipasi, seorang anggota kelompok, dan turut
menyatakan pendangannya sebagai seorang individu, seperti siswa yang lain.
h. Dia mengambil prakarsa untuk ikut serta dalam kelompok, perasaannya dan juga pikirannya
dengan tidak menuntut dan juga tidak memaksakan, tetapi sebagai suatu andil secara pribadi
yang boleh saja digunakan atau ditolak oleh siswa
i. Dia harus tetap waspada terhadap ungkapan‐ungkapan yang menandakan adanya perasaan
yang dalam dan kuat selama belajar
j. Di dalam berperan sebagai seorang fasilitator, pimpinan harus mencoba untuk menganali dan
menerima keterbatasan‐keterbatasannya sendiri.
Tujuan pembelajaran lebih kepada proses belajarnya daripada hasil belajar. Adapun proses
yang umumnya dilalui adalah:
a. Merumuskan tujuan belajar yang jelas
b. Mengusahakan partisipasi aktif siswa melalui kontrak belajar yang bersifat jelas, jujur dan
positif.
c. Mendorong siswa untuk mengembangkan kesanggupan siswa untuk belajar atas inisiatif
sendiri
d. Mendorong siswa untuk peka berpikir kritis, memaknai proses pembelajaran secara mandiri
e. Siswa di dorong untuk bebas mengemukakan pendapat, memilih pilihannya sendiri,
melakukkan apa yang diinginkan dan menanggung resiko dariperilaku yang ditunjukkan.
f. Guru menerima siswa apa adanya, berusaha memahami jalan pikiran siswa, tidak menilai
secara normatif tetapi mendorong siswa untuk bertanggung‐ jawab atas segala resiko perbuatan
atau proses belajarnya.
g. Memberikan kesempatan murid untuk maju sesuai dengan kecepatannya
h. Evaluasi diberikan secara individual berdasarkan perolehan prestasi siswa
Pembelajaran berdasarkan teori humanistik ini cocok untuk diterpkan pada materi‐
materi pembelajaran yang bersifat pembentukan kepribadian, hati nurani, perubahan sikap, dan
analisis terhadap fenomena sosial. Indikator dari keberhasilan aplikasi ini adalah siswa merasa
senang bergairah, berinisiatif dalam belajar dan terjaadi perubahan pola pikir, perilaku dan
sikap atas kemauan sendiri. Siswa diharapkan menjadi manusia yang bebas, berani, tidak
terikat oleh pendapat orang lain dan mengatur pribadinya sendiri secara bertanggungjawab
tanpa mengurangi hak‐hak orang lain atau melanggar aturan, norma, disiplin atau etika yang
berlaku.
Menurut teori sibernetik, belajar adalah pengolahan informasi. Seolah‐olah teori ini
mempunyai kesamaan dengan teori kognitif yaitu dengan mementingkan proses belajar dari
pada hasil belajar. Proses belajar memang penting dalam teori sibernetik, namun yang lebih
penting lagi adalah sistem informasi yang diproses yang akan dipelajari siswa. Informasi inilah
yang akan menentukan proses. Bagaimana proses belajar akan berlangsung, sangat ditentukan
oleh sistem informasi yang dipelajari.
1. Kemampuan awal peserta didik Kemampuan awal peserta didik yaitu peserta didik telah
memiliki pengetahuan, atau keterampilan yang merupakan prasyarat sebelum mengikuti
pembelajaran. Dengan adanya kemampuan prasyarat ini peserta didik diharapkan mampu
mengikuti proses pembelajaran dengan baik. Kemampuan awal peserta didik dapat diukur
melalui tes awal, interview, atau cara‐cara lain yang cukup sederhana seperti melontar‐ kan
pertanyaan‐pertanyaan.
2. Motivasi Motivasi berperan sebagai tenaga pendorong yang menyebabkan adanya tingkah
laku ke arah tujuan tertentu. Dalam proses belajar, motivasi intrinsik lebih menguntungkan
karena dapat bertahan lebih lama. Kebutuhan untuk berprestasi yang bersifat intrinsik
cenderung relatif stabil, mereka ini berorientasi pada tugas‐tugas belajar yang memberikan
tantangan. Pendidik yang dapat mengetahui kebutuhan peserta didik untuk berprestasi dapat
memanipulasi motivasi dengan memberikan tugas‐tugas yang sesuai untuk peserta didik.
3. Perhatian Perhatian merupakan strategi kognitif untuk menerima dan memilih stimulus yang
relevan untuk diproses lebih lanjut diantara sekian banyak stimulus yang datang dari luar.
Perhatian diberikan, melihat masalah‐masalah yang akan diberikan, memilih dan memberikan
fokus pada masalah yang akan diselesaikan, dan mengabaikan hal‐ hal lain yang tidak relevan.
Faktor‐faktor yang mempengaruhi perhatian seseorang adalah faktor internal yang mencakup:
minat, kelelahan, dan karakteristik pribadi. Sedangkan faktor eksternal mencakup: intensitas
stimulus, stimulus yang baru, keragaman stimulus, warna, gerak dan penyajian stimulus secara
berkala dan berulang‐ulang.
4. Persepsi Persepsi merupakan proses yang bersifat kompleks yang menyebabkan orang dapat
menerima atau meringkas informasi yang diperoleh dari lingkungannya. Persepsi sebagai
tingkat awal struktur kognitif seseorang. Untuk membentuk persepsi yang akurat mengenai
stimulus yang diterima serta mengembangkannya menjadi suatu kebiasaan perlu adanya
latihan‐latihan dalam bentuk berbagai situasi. Persepsi seseorang menjadi lebih mantap dengan
meningkatnya pengalaman.
5. Ingatan Ingatan adalah suatu sistem aktif yang menerima, menyimpan, dan mengeluarkan
kembali yang telah diterima seseorang. Ingatan sangat selektif, yang terdiri dari tiga tahap,
yaitu ingatan sensorik, ingatan jangka pendek, dan ingatan jangka panjang yang relatif
permanen. Penyimpanan informasi dalam jangka panjang dilakukan dalam berbagai bentuk,
yaitu melalui kejadian‐ kejadian khusus (episodic), gambaran (image), atau yang berbentuk
verbal bersifat abstrak. Daya ingat sangat menentukan hasil belajar yang diperoleh peserta
didik.
6. Lupa Lupa merupakan hilangnya informasi yang telah disimpan dalam ingatan jangka
panjang. Seseorang dapat melupakan informasi yang telah diperoleh karena memang tidak ada
informasi yang menarik perhatian, kurang adanya pengulangan atau tidak ada pengelompokan
informasi yang diperoleh, mengalami kesulitan dalam mencari kembali informasi yang telah
disimpan, ingatan telah aus dimakan waktu atau rusak, ingatan tidak pernah dipakai, materi
tidak dipelajari sampai benar‐benar dikuasai, adanya gangguan dalam bentuk informasi lain
yang menghambatnya untuk mengingat kembali.
7. Retensi Retensi adalah apa yang tertinggal dan dapat diingat kembali setelah seseorang
mempelajari sesuatu, jadi kebalikan lupa. Apabila seseorang belajar, setelah beberapa waktu
apa yang dipelajarinya akan banyak dilupakan, dan apa yang diingatnya akan berkurang
jumlahnya. Ada tiga faktor yang mempengaruhi retensi, yaitu: materi yang dipelajari pada
permulaan (original learning), belajar melebihi penguasaan (over learning), dan pengulangan
dengan interval waktu (spaced review).
8. Transfer Transfer merupakan suatu proses yang telah pernah dipelajari, dapat mempengaruhi
proses dalam mempelajari materi yang baru. Transfer belajar atau transfer latihan berarti
aplikasi atau pemindahan pengetahuan, keterampilan, kebiasaan, sikap, atau respon‐respon lain
dari satu situasi ke situasi lain.
Kondisi eksternal yang sangat berpangaruh terhadap proses belajar dengan proses pengolahan
informasi antara lain:
a) Kondisi belajar Kondisi belajar dapat menyebabkan adanya modifikasi tingkah laku yang
dapat dilihat sebagai akibat dari adanya proses belajar. Cara yang ditempuh pendidik untuk
mengelola pembelajaran sangat bervariasi tergantung pada kondisi belajar yang diharapkan.
b) Tujuan belajar Tujuan belajar merupakan komponen sistem pembelajaran yang sangat
penting, sebab komponen‐komponen lain dalam pembelajaran harus bertolak dari tujuan
belajar yang hendak dicapai dalam proses belajarnya. Tujuan belajar yang dinyatakan secara
spesifik dapat mengarahkan proses belajar, dapat mengukur tingkat ketercapaian tujuan belajar,
dan dapat meningkatkan motivasi belajar.
c) Pemberian umpan balik Pemberian umpan balik merupakan suatu hal yang sangat penting
bagi peserta didik, karena memberikan informasi tentang keberhasilan, kegagalan, dan tingkat
kompe‐ tensinya. Berdasarkan deskripsi proses pengolahan informasi yang terjadi merupakan
interaksi faktor internal dan eksternal dari peserta didik, maka aplikasi pengelolaan kegiatan
pembelajaran berbasis teori sibernetik yang baik untuk dilakukan bagi pendidik agar dapat
memperlancar proses belajar peserta didik adalah sebagai berikut:
a. Menarik perhatian.
b. Memberitahukan tujuan pembelajaran kepada siswa.
c. Merangsang ingatan pada prasyarat belajar.
d. Menyajikan bahan perangsang.
e. Memberikan bimbingan belajar.
f. Mendorong unjuk kerja.
g. Memberikan balikan informatif.
h. Menilai unjuk kerja.
i. Meningkatkan retensi dan alih belajar
f. Menyajikan materi dan membimbing siswa belajar dengan pola yang sesuai dengan urutan
materi pelajaran.
g. Balikan informatif memberikan rambu‐ rambu yang jelas tentang tingkat unjuk kerja yang
telah dicapai dibandingkan dengan unjuk kerja yang diharapkan.
Sedangkan kelemahan dari teori sibernetik adalah terlalu menekankan pada sistem
informasi yang dipelajari, dan kurang memperhatikan bagaimana proses belajar. Menurut teori
sibernetik, belajar adalah pengolahan informasi. Asumsi lain dari teori sibernetik adalah bahwa
tidak ada satu proses belajarpun yang ideal untuk segala situasi, dan yang cocok untuk semua
siswa. Teori Belajar Menurut Landa dengan model pendekatannya yang disebut algoritmik dan
heuristik mengatakan bahwa belajar algoritmik menuntut siswa untuk berpikir sistematis, tahap
demi tahap, linear, menuju pada target tujuan tertentu, sedangkan belajar heuristik menuntut
siswa untuk berpikir devergen, menyebar ke beberapa target tujuan sekaligus. Kelemahan dari
teori ssibernetik adalah terlalu menekankan pada sistem informasi yang dipelajari, dan kurang
memperhatikan bagaimana proses belajar.
Sumber file:///C:/Users/Windows10/Downloads/302-961-1-PB.pdf