Anda di halaman 1dari 21

BAB III

GANGGUAN PADA JARINGAN LISTRIK TEGANGAN


MENENGAH DAN SISTEM PROTEKSINYA

3.1 Gangguan Pada Jaringan Distribusi

Penyebab utama terjadinya pemutusan saluran distribusi tenaga listrik adalah

gangguan pada sistem dimana apabila dibiarkan terus berlangsung dapat

membahayakan peralatan. Jenis gangguan utama pada sistem tenaga listrik terutama

dalam saluran transmisi dan distribusi ialah gangguan hubung singkat, yang mana

gangguan hubung singkat ini terjadi akibat dari tembusnya bahan isolasi, kesalahan

teknis, polusi debu dan pengaruh alam disekitar saluran transmisi dan distribusi

tenaga listrik. Bila dilihat dari waktu lamanya terjadi gangguan, maka dapat

dikelompok menjadi :

• Gangguan sementara (temporer)

• Gangguan permanen (stationer)

Untuk gangguan temporer ditandai dengan normalnya kembali kerja dari PMT

setelah dimasukan kembali. Sedangkan untuk gangguan permanen ditandai dengan

jatuhnya PMT setelah dimasukan kembali, biasanya dimasukan sampai tiga kali.

Gangguan permanen dapat disebabkan karena adanya kerusakan pada peralatan

19
20

sistem tenaga listrik, sehingga gangguan ini baru dapat diatasi setelah kerusakan pada

peralatan tersebut sudah diperbaiki. Bila ditinjau dari macamnya, gangguan hubung

singkat dapat dibedakan menjadi :

a Gangguan hubung singkat tiga fasa

Dalam sistem tiga phasa dikenal dengan adanya impedansi urutan positif (Z1),

impedansi urutan negatif (Z2) dan impedansi urutan nol (Z0). Impedansi Z di

masing – masing phasa dialiri arus dengan arah sama dan dengan arah ggl

yang dibangkitkan pada masing-masing fasa. Seperti terlihat pada gambar 3.1

berikut ini.

Gambar 3.1 Gangguan Hubung Singkat Tiga Fasa


Pada beban normal besar tegangan sistem tiga phasa dalam keadaan seimbang

adalah sama besar, sedangkan sudut fasanya berbeda 120°, seperti terlihat

pada gambar 3.2 berikut ini.

Gambar 3.2 Beban Normal


21

Arus yang mengalir di impedansi tersebut adalah sebesar :

EA
I = …………………………………………………………..(3.1)
A Z

Uraian yang sama, tetapi fasa yang dibebani dengan impedansi Z adalah phasa

B atau phasa C, maka arus yang mengalir di impedansi tersebut adalah :

EB
I = ………………………………………………………….(3.2)
B Z

EC
I = ………………………………………………………….(3.3)
C Z

Dengan demikian arus gangguan dapat dihitung dengan menggunakan rumus

sebagai berikut :

E fasa
I = …………………………………………………...(3.4)
hs3 ph Z1

Dan untuk menghitung arus gangguan 3 fasa pada jaringan ekivalen yang

terjadi di trafo penyulang dapat menggunakan rumus sebagai berikut :

V V V
3 3 3
I = = = ………………..(3.5)
hs3 ph Z 1 eki Z 1 eki R1 eki 2 + jX 1 eki 2

I = Arus hubung singkat 3 fasa (Ampere)


hs3 ph

Z = Impedansi urutan positif rangkaian (Ω)


1

Z = Impedansi ekivalen rangkaian (Ω)


ekivalen

Vf = Tegangan fasa (V)


22

b. Gangguan hubung singkat dua fasa

Gambar 3.3 Gangguan Hubung Singkat Dua Fasa

Pada gambar 3.3 diatas dijelaskan bahwa arus yang mengalir pada rangkaian

tertutup adalah di fasa A mengalir arus IA , di fasa B mengalir arus IB dimana

IA = IB, dengan sumber tegangan fasa A-B yang besarnya EAB = √3 x EA.

Jika dilihat arus IA (yang mengalir di impedansi Z) keluar dari phasa A

urutannya sama dengan urutan ggl fasa A (positif) sehingga impedansi Z yang

menghambat aliran arus itu dapat disebut dengan impedansi urutan positif

(Z1), sementara IB yang mengalir kembali ke sumber (lewat impedansi Z di

phasa B) dan melawan urutan ggl yang dibangkitkan difasa B (negatif), maka

impedansi yang menghambat aliran arus difasa B disebut dengan impedansi

urutan negatif (Z2). Hubungan impedansi Z1 dan Z2 didalam rangkaian

tersebut adalah seri, sehingga besarnya impedansi yang menghubungkan

antara fasa A dan B adalah sebesar Z1 + Z2. Sehingga arus yang mengalir

antara fasa A dan B adalah sebagai berikut :

EAB
I = ………………………………………………..(3.6)
hs 2 ph Z1 + Z 2
23

E. 3
I = ………………………………………(3.7)
hs 2 ph Z 1 positif + Z 2 negatif

Impedansi Z1 dan Z2 adalah impedansi urutan positif dan impedansi urutan

negatif dari seluruh impedansi masing-masing urutan didalam sistem, baik

yang tersambung seri dan atau paralel yang disederhanakan menjadi

impedansi ekivalen urutan positif dan impedansi ekivalen urutan negatif.

Untuk menghitung arus gangguan hubung singkat 2 fasa pada jaringan

ekivalen yang tejadi di trafo penyulang pada jaringan tegangan menengah

dapat menggunakan rumus perhitungan sebagai berikut :

3 xkVf 3 xVf 3
I = ,= = ×I
hs 2 ph Z 1 eki + Z 2 eki 2 × Z 2 eki 2 hs3 ph …………...(3.8)
∴ di mana : Z 1 eki = Z 2 eki = Z 1 eki + Z 2 eki = 2Z 2 eki

I = Arus hubung singkat 2 fasa (Ampere)


hs 2 ph

Z1 = Impedansi urutan positif rangkaian (Ω)


positif

Z2 = Impedansi urutan negatif rangkaian (Ω)


negatif

Z = Impedansi ekivalen rangkaian (Ω)


eki

Vf = Tegangan fasa (V)

EAB = Tegangan phasa A-B (V)


24

c. Gangguan hubung singkat satu fasa ke tanah

Arus yang mengalir dari sumber yang urutannya sama dengan urutan

tegangan disebut dengan fasa A urutan positif. Adanya arus tersebut

menimbulkan flus yang searah dengan fluks yang dibangkitkan di generator.

Karena aliran fluks di fasa B dan C ini seolah berlawanan dengan yang

dibangkitkan dari sisi listriknya seolah terdapat arus yang melawan urutan ggl

fasa B dan C yang kemudian disebut dengan urutan negatif. Karena di fasa B

dan C pada kenyataanya tidak ada arus yang mengalir keluar maka ada arus

lain yang mengkompensirnya yang biasa disebut urutan nol seperti pada

gambar 3.4 berikut ini.

Gambar 3.4 Gangguan hubung singkat 1 fasa ke tanah

Adapun perhitungan arus gangguan hubung singkat 1 fasa ke tanah adalah :

E. 3
I = …………………………………………….(3.9)
hs1 ph Z1 + Z 2+ Z 0
25

Untuk menghitung arus gangguan hubung singkat 1 fasa pada jaringan

ekivalen yang tejadi di trafo penyulang 20 kv pada jaringan tegangan

menengah dapat mengguanakan rumus perhitungan sebagai berikut :

3 xVf 3 xVf
I = =
hs1 ph Z1 eki + Z 2 eki + Z 0 eki 2 × ( Z 2 eki 2 ) + Z 0 eki 2
……..(3.10)
3 xVf
=
(2 × ( R 2 eki 2 + jX 2 eki 2 )) + R 0 eki 2 + jX 0eki 2

I = Arus hubung singkat 1 fasa ke tanah (Ampere)


hs1 ph

Z = Impedansi urutan positif rangkaian (Ω)


1

Z = Impedansi urutan negatif rangkaian (Ω)


2

Z = Impedansi urutan nol rangkaian (Ω)


0

Z = Impedansi ekivalen rangkaian (Ω)


eki

Vf = Tegangan fasa (V)

3.2 Penyebab Gangguan Penyulang di Area Jaringan Tangerang 2010

Berikut ini merupakan data penyebab terjadinya gangguan penyulang di PT. PLN

Persero area jaringan Tangerang tahun 2010 dan dapat dilihat pada tabel 3.1 berikut

ini.
26

Tabel 3.1. Data penyebab gangguan penyulang di Area Jaringan Tangerang


tahun 2010

PENYEBAB FREKUENSI
NO % KETERANGAN
GANGGUAN (KALI)
Komponen JTM (pemutus/pelebur,
konektor, kawat jumper, ikatan
1 l1 387 16 l1 = isolator,
kabel, kotak sambungan dan terminal
kabel
peralatan JTM (isolator, FCO, Pole
2 l2 776 31 l2 = Switch,
Arrester)
3 l3 138 6 l3 = Gardu dan lainnya
Tiang roboh atau kerusakan bagian-
bagian
4 l4 8 0 l4 = tiang listrik lainnya serta penyebab
internal
lainnya
5 E1 176 7 E1= Pohon / dahan
Angin kencang, hujan deras, banjir,
tanah
6 E2 302 12 E2=
longsor, kebaakaran dan bencana
laiinnya
7 E3 71 3 E3= Akibat binatang
Layang-layang / umbul-umbul dan
8 E4 634 25 E4= penyebab
eksternal lainnya
TOTAL 2492 100
27

Tabel 3.2 berikut ini merupakan rincian dari sepuluh besar penyebab gangguan

penyulang di Areaj jaringan Tangerang tahun 2010.

Tabel 3.2. Sepuluh penyebab utama gangguan di Area Jaringan Tangerang


tahun 2010
FREKUENSI PERSENTASE
NO JENIS GANGGUAN
KALI (%)
1 GANGGUAN TAK JELAS SUTM 636 27,57
2 SKTM RUSAK 437 18,94
3 HUJAN 324 14,04
MV CELL CORONA + GOSONG
4 246 10,66
+ RUSAK
5 GANGGUAN TAK JELAS SKTM 232 10,06
6 ARKU LAYANGAN 146 6,33
7 JUMPER PUTUS 88 3,81
8 SYMPATETIC 79 3,42
9 SUTM PUTUS 62 2,69
10 POHON 57 2,47

Jika dikelompokkan berdasarkan jenis jaringan terganggu, penyebab gangguan

terbesar ialah jaringan SUTM. Untuk lebih jelas dapat dilihat pada gambar Grafik

3.6.

Gambar 3.5 Grafik Identifikasi Jjaringan yang Terganggu


28

Berdasarkan data-data penyebab gangguan diatas dapat diketahui bahwa penyebab

utama gangguan penyulang yang memperanguhi jaringan distribusi di PT. PLN

(Persero) Area Jaringan Tangerang ialah Gangguan Tak Jelas SUTM (GTJ SUTM)

yaitu sebesar 27,57%. Jika dilihat dari jenis jaringan yang terganggu, penyebab

gangguan penyulang terbesar di PT. PLN (Persero) Area Jaringan Tangerang ialah

gangguan pada jaringan SUTM yaitu sebesar 56,91%.

Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk mengatasi gangguan-gangguan tersebut

ialah dengan mengoptimalkan sistem proteksi distribusi pada jaringanSUTM

sehingga pada saat terjadi gangguan di jaringan SUTM, sistem proteksi yang

dipasang dapat melokalisir gangguan dan dapat memutus arus beban lebihpada

penyulang sehingga dapat memerintahkan pemutus tegangan untuk mentripnya

tegangan pada penyulang. Dengan demikian pemadaman pada jaringan yang tidak

terganggu dapat dicegah dan kontinuitas pelayanan listrik pun tetap terjaga.

3.3 Pengaman Sistem Jaringan Tegangan Menengah pada Penyulang 20 kV

3.3.1 Sistem proteksi

Sistem Proteksi distribusi dimaksudkan untuk mengatasi gangguan-gangguan

yang terjadi pada jaringan, sehingga runtuhnya sistem dapat dicegah serta

Kontinuitas pelayanan listrik tetap terjaga. Dalam suatu sistem proteksi

distribusi terdiri dari beberapa alat proteksi yang dipasang pada jaringan yang
29

terkoordinasi dalam suatu sistem. Begitu pula halnya dengan sistem proteksi

distribusi di PT PLN (Persero) Area Jaringan Tangerang.

Sistem proteksi terdiri atas peralatan CT, PT, dan relai proteksi, yang

diintegrasikan dalam satu kesatuan. Relai proteksi merupakan eleman peralatan

proteksi yang sangat penting pada sistem proteksi. Fungsi peralatan proteksi

yaitu mengidentifikasi gangguan dan memisahkan bagian jaringan yang

terganggu dari bagian jaringan yang normal serta mengamankan bagian yang

normal dari kerusakan atau kerugian yang lebih besar. Untuk lebih jelas daoat

dilihat pada gambar 3.7 berikut ini.

Gambar 3.6 Sistem Proteksi

Sistem proteksi jaringan tegangan menengah di PLN pada umumnya diamankan

dengan relai arus lebih (OCR). Relai ini pada dasarnya mengamankan adanya

arus lebih pada sistem atau peralatan, tetapi relai ini terutama menghilangkan

adanya gangguan yang sifatnya hubung singkat. Proteksi difungsikan sebagai


30

pengamanan atau salah satu usaha untuk memperkecil akibat adanya gangguan

pada sistem yang terganggu dan relai sebagai alat utamanya.

3.4 Relai Proteksi

Relai proteksi merupakan suatu peralatan listrik yang dirancang untuk mulai

pemisahan bagian sistem tenaga listrik atau untuk mengoperasikan signal bila terjadi

gangguan. Relai yang akan memberi perintah kepada PMT pada saat terjadi

gangguan, bila besar arus gangguannya melampaui penyetelan (Is) dan jangka waktu

relai mulai pick-up sampai kerja relai waktunya berbanding terbalik dengan besarnya

arus gangguan. Berikut ini merupakan suatu relai inverse dan karakteristik inverse

yang dapat ditunjukkan pada gambar 3.8 dibawah ini.

Gambar 3.7 Relai Inverse dan Karakteristik Inverse

Sistem operasi suatu relai proteksi bekerja dalam mendeteksi adanya gangguan

adalah:
31

a. Kecepatan bereaksi yaitu saat mulai ada gangguan sampai pelepasan pemutus

(CB). Kecepatan pemutus arus gangguan dapat mengurangi kerusakan serta

menjaga stabilitas operasi peralatan.

b. Kepekaan operasi (sensitivity) yaitu kemampuan relai pengaman untuk

memberikan respon bila merasakan gangguan.

c. Selektif (selectivity) yaitu kemampuan relai pengaman untuk menentukan titik

dimana gangguan muncul dan memutuskan rangkaian dengan membuka CB

terdekat.

d. Keandalan (reliability) yaitu jumlah relai yang bekerja atau mengamankan

terhadap jumlah gangguan yang terjadi. Keandalan rele yang baik adalah 90 –

99 %.

e. Kecepatan yaitu untuk memperkecil akibat gangguan maka bagian yang

terganggu harus dipisahkan secepat mungkin dari bagian sistem lainnya.

Untuk menciptakan selektifitas mungkin suatu pengaman terpaksa diberi

waktu tunda (time delay), namun waktu tunda itu pun harus secepat

mungkin/seperlunya. Selain mengurangi kerusakan akibat gangguan hubung

singkat, kecepatan relai pengaman juga dapat memperkecil pengaruh

kestabilan sistem.

Waktu total pembebasan gangguan (total fault clearing time) adalah waktu

sejak munculnya gangguan sampai dengan bagian yang terganggu benar-

benar terpisah dari bagian sistem lainnya. Gambar 3.9 merupakan hubungan

relai dakam sistem tenaga listrik.


32

Sumber Trafo
PMT PT CT PMT
Saluran

Trip
Output
Relai

Gambar 3.8 Hubungan Relai dalam Sistem Tenaga Listrik

3.4.1 Relai arus lebih (OCR)

Fungsi OCR pada penyulang adalah sebagai pengaman utama penyulang

terhadap gangguan hubung singkat fasa-fasa eksternal yaitu gangguan pada

jaringan TM. OCR pada penyulang di koordinasikan dengan OCR pada

incoming trafo yang berfungsi pengaman cadangan apabila OCR pada

penyulang gagal bekerja. Daerah kerja relai proteksi OCR dapat dilihat pada

gambar 3.10 berikut ini.

Gambar 3.9 Daerah Kerja Proteksi OCR Penyulang


33

Dalam hal ini relai arus lebih dapat dibagi menjadi beberapa bagian

diantaranya adalah:

a. Relai arus lebih waktu seketika

Relai ini akan memberikan perintah pada PMT pada saat terjadi

gangguan bila besar arus gangguannya melampaui penyetelannya

(Im), dan jangka waktu kerja relai mulai pick up sampai kerja relai

sangat singkat tanpa penundaan waktu.

b. Relai arus lebih waktu tertentu

Relai ini akan memberikan perintah pada PMT pada saat terjadi

gangguan bila besar arus gangguannya melampaui penyetelannya (Is),

dam jangka waktu kerja relai mulai pick up sampai kerja relai

diperpanjang dengan waktu tertentu tidak bergantung terhadap

besarnya arus.

c. Relai arus lebih waktu terbalik

Relai ini akan memberikan perintah trip pada PMT pada saat terjadi

gangguan bila arus gangguan mencapai nilai settingnya (IS) dan

jangka waktu kerja relai mulai pick up sampai kerja relai diperpanjang

berbanding terbalik dengan besarnya arus gangguan. Pada relai ini

sumbu tegak merupakan waktu dalam detik dan sumbu datar adalah

berapa kali besarnya arus gangguan yang melewati relai terhadap arus

penyetelannya. Penyetelan waktu ditunjukkan dengan kurva yang


34

sering digunakan dan disebut dengan Td (time dial) atau TMS (time

multiple setting).

3.4.2 Kriteria Penyetelan Relai Arus Lebih (OCR)

Relai ini bekerja dengan membaca input berupa besaran arus kemudian

membandingankan dengan nilai setting, apabila nilai arus yang terbaca oleh

relai melebihi nilai setting, maka relai akan mengirim perintah trip (lepas)

kepada Pemutus Tenaga (PMT) atau Circuit Breaker (CB) setelah tunda waktu

yang diterapkan pada setting. Untuk lebih jelas dapat dilihat pada gambar 3.11

berikut ini.

Gambar 3.10 Penyetelan Relai Arus Lebih

Waktu kerja relai OCR tergantung nilai setting dan karakteristik waktunya.

Elemen tunda waktu pada relai ini ada 2, yaitu elemen low set dan elemen high

set. Elemen low set bekerja ketika terjadi gangguan dengan arus hubung singkat

yang relatif kecil, sedangkan elemen high set bekerja ketika terjadi gangguan
35

dengan arus hubung singkat yang cukup besar. Dapat dilihat pada gambar 3.12

dibawah ini.

Gambar 3.11 Grafik Karakteristik Waktu Tunda Relai OCR

pada gambar diatas, elemen low set disetting dengan menggunakan karakteristik

inverse. Sedangkan elemen high set menggunakan karateristik definite.

Pembantukan kurva waktu tunda rele dimaksudkan agar ketika terjadi gangguan

dengan arus hubung singkat yang cukup besar maka rele akan segera

memerintahkan Pemutus Tenaga (PMT) untuk mentrip arus yang mengalir pada

jaringan distribusi.

3.4.3 Prinsip Dasar Penyettingan Relai Arus Lebih (OCR) pada Penyulang dan

Incoming Trafo 20 kV

a. Nilai setting arus relai pada trafo penyulang

Untuk menghitung nilai setting arus relai berdasarkan arus beban trafo

penyulang di sisi primer adalah sebagai berikut :


36

ISet Primer = 1,05 x Ibeban ..………….……………………..……(3.11)

Setting arus kerja berdasarkan kemampuan peralatan terkecil (CT, kabel,

PMT)

Iset Primer 2 = 1,05 x In peralatan terkecil….…………………(3.12)

Maka dipilih nilai terkecil :

Is = {Is1.(Is1<Is2)+ Is2.(Is1<Is1)} (A primer)

Sehingga didapat rumus dalam besaran sekunder :

1
Iset Sekunder = ISet OCR Primer x A(sekunder)...............(3.13)
RasioCT

b. Nilai setting waktu relai pada penyulang

Untuk menjamin peralatan tersebut tahan terhadap gangguan maksimum,

maka waktu kerja dipilih antara 0,3 – 0,5 detik untuk gangguan maksimum.

Gangguan maksimum dipilih untuk gangguan hubung singkat yang terjadi

pada penyulang.

Untuk fleksibilitas dalam mengkoordinasikan dengan relai penyulang di gardu

induk penyulang, maka setelan waktu (TMS) relai arus lebih pada penyulang

dipilih karakteristik dengan standar inverse. Setting time dial dapat dipilih

sesuai kurva yang dipilih. Untuk kurva standar invers (SI) didapat rumus :

0 , 02
 Ihs 
0,3 ×   −1
TMS =  Iset 
t..............……………………………(3.14)
0,14
37

Untuk menghitung Time Dial (td) pada penyulang dapat menggunakan rumus

sebagai berikut :

0,14 × tms
td = t………………………………..………(3.15)
 Ifault 0.02 
  − 1
 Iset  

dimana :

Ihs = hubung singkat maksimum tiga fasa maksimum pada

penyulang

Iset primer = setting arus primer (Ampere)

t = detik

c. Nilai setting arus relai pada incoming trafo

Sebelum mencari nilai setting arus pada incoming trafo, terlebih dahulu

mengetahui perhitungan dari arus nominal pada incoming trafo. Adapun

rumus dari arus nominal tersebut dalah sebagai berikut :

MVA
Inom = ampere ………………………………………(3.16)
kV × 3

Setelah mendapatkan hasil dari arus nominal tersebut, maka dapat melakukan

perhitungan untuk menghitung nilai setting arus relai pada incomng trafo pada

sisi primer dan sisi sekunder. Adapun rumus perhitungannya nilai setting arus

sisi primer pada incoming adalah sebagai berikut :

Isetprimer ( A) = 1,05 × Inom ……………………………………(3.17)


38

Untuk perhitungan nilai setting arus pada sisi sekunder adalah


1
Iset ( sekunder ) = Iset ( primer ) × ............................................(3.18)
ratio CT

dimana :

Inom = Arus nimonal (Ampere)

Iset (primer) = setting arus di sisi primer (Ampere)

Iset (sekunder) = setting arus di sisi sekunder (Ampere)

1
= proteksi trafo
ratio CT

d. Nilai setting waktu relai pada incoming trafo

Setting waktu (TMS) relai arus lebih pada incoming trafo dipilih karakteristik

dengan standar inverse. Selisih waktu kerja (grading time) dari relai di

incoming 20 kV (sisi hulu) lebih lama 0,5 detik dari waktu kerja relai di

penyulang (sisi hilir). Untuk fleksibilitas dalam mengkoordinasikan dengan

relai penyulang di gardu induk penyulang, maka setting time dial dapat dipilih

sesuai kurva yang dipilih. Untuk kurva standar invers (SI) didapat rumus :

 Ihs  0.02 
(0,3 + 0,5) ×   − 1
 Iset 
 
TMS = ………………………….(3.19)
0,14
39

Untuk menghitung Time Dial (td) pada penyulang dapat menggunakan rumus

sebagai berikut :

0,14 × tms
td = ………………………………………….(3.20)
 Ifault  0.02 
  − 1
 Iset  

dimana :

Ihs = hubung singkat maksimum tiga fasa maksimum pada

penyulang

Iset primer = setting arus primer (Ampere)

t = detik

Anda mungkin juga menyukai