Anda di halaman 1dari 89

TINDAK PIDANA PERDAGANGAN MANUSIA DALAM

PERSPEKTIF SOSIOLOGI HUKUM ISLAM

(ANALISIS PUTUSAN PERKARA NO 163/PID.SUS/PN.KDS)

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat


Memperoleh Gelar Sarjana (S1)
Dalam Bidang Ahwal Syakhsiyyah (AS)

Oleh:
Min Amrina Rosyada
NIM 1620110001

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI KUDUS


FAKULTAS SYARI’AH
PROGRAM STUDI AHWAL SYAKHSIYYAH
TAHUN 2020
KEMENTERIAN AGAMA
INSTITUT AGAMA NEGERI KUDUS
FAKULTAS SYARI’AH
Jln. Conge Ngembalrejo Kotak Pos 51, Kudus 59322 Tlp (0291) 432677
Email: syariahiainkudus@gmail.com Website: www.iainkudus.ac.id

PERSETUJUAN PEMBIMBING SKRIPSI

Yang bertanda tangan dibawah ini menyatakan bahwa skripsi saudara:

Nama : Min Amrina Rosyada

NIM : 1620110001

Fakultas : Syari‟ah

Program Studi : Ahwal Syakhsiyyah

Judul : Tindak Pidana Perdagangan Manusia dalam Perspektif


Sosiologi Hukum (Analisis Putusan Perkara
163/Pid.Sus/PN.Kds)

Benar-benar telah melalui proses pembimbingan dengan pembimbing


sejak 23 Desember 2019 Sampai dengan 30 Juni 2020 dan disetujui untuk dapat
melanjutkan ke proses Munaqasah.

Kudus, Juli 2020

Dr.H.Mundakir, M.Ag
NIP: 195810101985031004

i
PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI

Dengan penuh kejujuran dan tanggungjawab, saya Min Amrina Rosyada


Nim 1620110001 menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi ini:

1. Seluruhnya merupakan karya saya sendiri dan belum pernah diterbitkan dalam
bentuk dan untuk keperluan apapun; dan
2. Tiak berisi material yang pernah ditulis orang lain kecuali informasi yang
terdapat dalam referensi yang dijadikan rujukan dalam penulisan skripsi ini.

Saya bersedia menerima sanksi apabila dikemudian hari ditemukan


ketidakbenaran pernyataan saya ini.

Kudus,

Yang Menyatakan,

(Min Amrina Rosyada)

ii
ABSTRAK

Min Amrina Rosyada, 1620110001, Tindak Pidana Perdagangan Manusia dalam


Perspektif Sosiologi Hukum Islam (Analisis Putusan Perkara
No.163/Pid.Sus/PN.Kds) Institut Agama Islam Negeri Kudus, Fakultas Syari’ah,
Prodi Ahwal Syakhsiyyah.
Penelitian ini adalah penelitian studi lapangan yang dilakukan disuatu
lingkungan tertentu. Penelitian ini dilakukan di Pengadilan Negeri Kudus untuk
memperoleh data yang konkrit tentang putusan. Tindak pidana perdagangan manusia
adalah suatu tindakan memanfaatkan seseorang untuk mendapatkan keuntungan, yang
mana itu dilarang dalam hukum positif maupun hukum. Penulis merumuskan masalah
tentang bagaimana hakekat tindak pidana perdagangan manusia dalam putusan
perkara No. 163/Pid.Sus/PN.Kds tentang tindak pidana melakukan perekrutan
seseorang dengan memberi bayaran untuk tujuan mengeksploitasi dalam perspektif
sosiologi hukum Islam.
Subyek penelitian adalah para hakim yang menangani masalah tersebut.
Metode yang penulis gunakan dalam penelitian ini adalah pertama, data primer yaitu
berupa dokumen putusan dari pengadilan negeri kudus. Kedua, data sekunder yang
pengumpulan datanya adalah hasil dari wawancara. Ketiga, menggunakan metode
deskriptif analisis.
Hasil analisis yang dilakukan oleh penulis ialah: pertama, dalam kasus tersebut
majelis hakim memutuskan dijatuhi hukuman tersebut berdasarkan rahmat yang mana
majelis hakim mepertimbangkan pertimbangan yuridis, sosiologis, dan psikologi
terdakwa dan korban. Kedua, hukum Islam telah mengatur larangan
memperdagangkan manusia akan tetapi dalam kasus ini terdakwa melakukan
kejahatan tersebut merupakan bentuk abai akan kesadaran hukum terdakwa. Akan
tetapi dilihat pula dalan kasus tersebut terdakwa melakukan hal tersebut atas dasar
sosiolgis terdakwa dan para korban memeng bekerja sebagai PSK.

Kata Kunci: Tindak Pidana, Perdagangan Manusia, Sosiologi Hukum Islam

iii
MOTTO

‫ضلْنَ ُه ْم‬ ِ ‫ولَ َق ْد َكَّرمنَا ب ِن︣ ءادم و ََحلْنَهم ِف اٌلْب ِر واٌلْبح ِرورَزقْ نَهم ِمن اٌلطَّيِب‬
َّ َ‫ت َوف‬ َّ َ ّ ْ ُ َ َ ْ َ َ ّ َ ْ ُ َ َ َ َ َ ْ َ ْ َ
ِ ‫علَى َكثِ ري ِّّمَّن خلَ ْقنَا تَ ْف‬
‫ضلا‬ َ ْ ْ َ
Artinya :

“Dan sesungguhnya telah Kami muliakan anak-anak adam, Kami angkat mereka
didaratan dan di lautan, Kami beri mereka rezeki dari yang baik-baik dan kami
lebihkan mereka dengan kelebihan yang sempurna atas kebanyakan makhluk yang
telah Kami ciptakan”

iv
PERSEMBAHAN

Alhamdulillahirabbil‟alamin, sujud serta syukur tercurah kepada Allah SWT, atas


berkat rahmat-Nya telah memberi kekuatan bagi penulis untuk dapat menyelesaikan
penelitian sederhana ini. Tak lupa sholawat serta salam bagi Rasululllah SAW sebagi
Nabi Junjungan kita umat Islam. Skripsi ini saya persembahkan untuk :

1. Fakultas Syari‟ah, yang telah memberikan banyak ilmu dan pengalaman


dalam kegiatan perkuliahan selama ini.
2. Ibu tersayang yang selalu memberi dukungan berupa semangat, motivasi,
materil, dan yang paling utama doa kedua orang tua yang paling mustajab
ditujukan kepada penulis.
3. Adikku tersayang yang telah memberikan dukungan dan semangat.
4. Untuk sahabat-sahabatku khususnya Mas Ryan, Difa, Vero, Zhulinda yang
senantiasa membantu dalam hal bertukar pikiran ataupun dalam menemani
kegiatan dan penulisan penelitian yang dilakukan penulis.

v
PEDOMAN TRANSLITERASI ARAB-LATIN

Konsonan Tunggal Vokal

‫ب‬ B/b ‫ش‬ Sy/sy ‫ؿ‬ L/l ‫ا‬ Tanpa


tanda

‫ت‬ T/t ‫ص‬ S{/s} ‫ـ‬ M/m .َ.. A/a

‫ث‬ S|\/s\ ‫ض‬ D{/d} ‫ف‬ N/n ...َ I/i

‫ج‬ J/j ‫ط‬ T{/t} ‫ك‬ W/w .َ.. U/u

‫ح‬ H{/h} ‫ظ‬ Z{/z} ‫ق‬ H/h Mādd

‫خ‬ KH/kh ‫ع‬awal „A/‟a ‫ ء‬akhir A‟/a‟ ‫ب‬ Bā

‫د‬ D/d ‫ع‬akhir A‟/a‟ ‫ ء‬awal A/a ‫يب‬ Bῑ

‫ذ‬ Z|\/z\ ‫غ‬ G/g ‫ي‬ Y/y ‫بػ يو‬ Bū

‫ر‬ R/r ‫ؼ‬ F/f Tasydῑd Yā‟nisbah

‫ز‬ Z/z ‫ؽ‬ Q/q ‫أب‬ Abb


ّ ‫فَلَ ِك‬
ّ‫ي‬ Falaki
y

‫س‬ S/s ‫ؾ‬ K/k ‫رب‬ Rabb ‫عالمي‬ „ālami


y
„Ain/Hamzah di
Belakang
„Ain/Hamzah di-
waqf ‫ي‬
‫اؿ‬ Vokal Rangkap

al-
َ ‫قَ َر‬
ّ‫ع‬ qara‟a ُّ ‫ْالفُ ُر ْو‬
‫ع‬ al-
furū‟ ‫ْالقَ َم ُّر‬
qam ْ ‫َغي ِْر‬
ّ‫ي‬ gairῑ
ar
al-
‫قػرء‬ qara‟a ‫اليقضاء‬ al-
qad}ā‟ ‫الش يمس‬
syam ‫ش ييئ‬ syai
‟un
s
Kata Majemuk dirangkai Kata Majemuk dipisah Tā‟Marbūt}ah

‫َجاؿ الديين‬ Jamāluddῑn ‫َجاؿ الديين‬ Jamāl al-


Dῑn ‫ساعَة‬
َ sā‟ah

vi
KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim
Alhamdulillahirabbil‟alamin, segala puji bagi Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat, taufiq, serta hidayah-Nya. Sehingga penulis dapat dapat
menyelesaikan skripsi ini. Skripsi yang berjudul Tindak Pidana Perdagangan
Manusia dalam Perspektif Sosiologi Hukum Islam (Analisis Putusan Perkara
No. 163/Pid.Sus/PN.Kds). Penulisan skripsi ini diajukan sebagai salah satu syarat
untuk memperoleh gelar Sarjana Srata 1 (satu) pada Fakultas Syari‟ah pada Institut
Agama Islam Negeri Kudus.
Dalam penyususnan skripsi ini penulis banyak mendapatkan bimbingan dan
saran-saran dari berbagai pihak, sehingga penyususnan skripsi ini dapat
terealisasikan. Dengan segala bentuk kerendahan dan ketulusan hati penulis
mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. Dr. H. Mundakir, M.Ag selaku Rektor IAIN Kudus yang telah memberikan izin
penelitian sehingga penelitian ini dapat terselesaikan oleh penulis.
2. Dr. Any Ismayawati, S.H., M.Hum. selaku Dekan Fakultas Syari‟ah IAIN Kudus.
3. H. Fuad Riyadi. Lc., M.Ag selaku Ketua Program Studi Hukum Keluarga Islam
IAIN Kudus.
4. Dr. H. Mundakir, M.Ag selaku dosen pembimbing yang telah bersedia
meluangkan waktu, tenaga, dan fikiran untuk memberikan bimbingan, dan
pengarahan dalam pembuatan skripsi ini.
5. Kepada kedua orang tua yang selalu support dalam setiap keadaan sehingga
penelitian ini dapat terselesaikan.
6. Bapak dan ibu dosen IAIN Kudus yang telah membimbing, mengarahkan, dan
memberikan ilmunya kepada peneliti semasa perkuliahannya.
7. Segenap Staf pekerja kampus IAIN Kudus, yang telah membantu dalam
kepengurusan berkas-berkas persyaratan dan semacamnya.
8. Teman-teman semua yang telah menemani dalam melakukan penelitian.

vii
9. Kepada Ketua Pengadilan Negeri Kudus, semua anggota Staf dan Hakim
Pengadilan Agama Kudus yang telah membantu kelancaran dalam penelitian.
10. Teman-teman semua di AS-A angkatan 2016 yang merupakan teman
seperjuangan, senasib, dan selalu bersama dari awal masa perkuliahan sampai
akhir masa perkuliahan.
Untuk mereka semua tidak ada sesuatu yang dapat penulis berikan sebagai
imbalan, melainkan hanya untaian terima kasih yang tulus dan do‟a semoga Allah
SWT mencatat amal baik dan mendapatkan balasan yang berlipat ganda, Aamiin.

Kudus, 20 Juni 2020

Min Amrina Rosyada

viii
DAFTAR ISI

HALAMAN COVER ..............................................................................................

HALAMAN NOTA PERSETUJUAN PEMBIMBING .......................................

HALAMAN PENGESAHAN MUNAQASAH .....................................................

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN ............................................................

HALAMAN ABSTRAK ..........................................................................................

HALAMAN MOTTO ..............................................................................................

HALAMAN PERSEMBAHAN...............................................................................

HALAMAN PEDOMAN TRANSLITERASI ARAB-LATIN ............................

KATA PENGANTAR ..............................................................................................

DAFTAR ISI ............................................................................................................

DAFTAR GAMBAR ...............................................................................................

DAFTAR TABEL ....................................................................................................

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah ................................................................................ 1


B. Fokus Penelitian ............................................................................................ 6
C. Rumusan Masalah Penelitian ........................................................................ 6
D. Tujuan Penelitian .......................................................................................... 6
E. Manfaat Penelitian ........................................................................................ 6
F. Sistematika Penulisan .................................................................................... 7

BAB II KAJIAN PUSTAKA

ix
A. Teori-Teori Yang Terkait Judul
1. Perdagangan Manusia
a. Pengertian Perdagangan Manusia ..................................................... 9
b. Bentuk-Bentuk Perdagangan Manusia .............................................. 12
c. Faktor-Faktor Penyebab Perdagangan Manusia ................................ 12
2. Perdagangan Manusia dalam Perspektif Hukum Positif
a. Tindak Pidana .................................................................................... 14
b. Perdagangan Manusia dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
(KUHP) ............................................................................................. 18
c. Perdagangan Manusia dalam Perspektif HAM di Indonesia ............ 21
d. Perdagangan Manusia dalam Perspektif Undang-Undang Nomor 21
Tahun 2007 tentang Tindak Pidana Perdagangan Orang .................. 23
3. Perdaganag Manusia dalam Hukum Islam
a. Perbudakan dalam Hukum Islam ...................................................... 27
4. Sosiologi Hukum Islam
a. Definisi Sosiologi Hukum Islam ....................................................... 35
b. Karakteristik Sosiologi Hukum Islam ............................................... 36
c. Objek Sosiologi Hukum Islam .......................................................... 37
d. Agama Sebagai Kaidah Hukum dan Kaidah Sosial .......................... 39
e. Efektivitas Hukum dan Kesadaran Hukum ....................................... 40
B. Penelitian Terdahulu ..................................................................................... 42
C. Kerangka Berfikir .......................................................................................... 49

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

A. Jenis dan Pendekatan ..................................................................................... 51


B. Setting Penelitian ........................................................................................... 52
C. Subjek Penelitian ........................................................................................... 52
D. Sumber Data .................................................................................................. 52
E. Teknik Pengumpulan Data ............................................................................ 52

x
F. Pengujian Keabsahan Data ............................................................................ 53
G. Teknik Analisis Data ..................................................................................... 54

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Gambaran Umum Objek Penelitian .............................................................. 56


B. Hakekat Tindak Pidana Perdagangan Manusia dalam Putusan Perkara No.
163/Pid.Sus/PN.Kds ...................................................................................... 57
C. Analisis Tindak Pidana Perdagangan Manusia dalam Putusan Perkara
No.163/Pid.Sus/PN.Kds dalam Perspektif Sosiologi Hukum Islam ............. 63

BAB V PENUTUP

A. Simpulan ....................................................................................................... 67
B. Saran-Saran ................................................................................................... 68

DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................. 69

LAMPIRAN-LAMPIRAN ..................................................................................... 72

xi
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Kerangka Perdagangan Manusia ............................................................ 11


Gambar 2.2 Kerangka Berfikir .................................................................................. 50

xii
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu ................................................................................. 45

xiii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Tindak pidana perdagangan manusia merupakan suatu bentuk modern
dari perbudakan yang merupakan suatu tindak kejahatan yang melanggar
harkat dan martabat manusia yang mana manusia memiliki kedudukan yang
sama tidak ada yang membedakan baik dari segi suku, agama maupun jabatan.
“Perbudakan adalah kondisi dimana seseorang dibawah kepemilikan orang
lain. Praktik serupa perbudakan adalah tindakan menempatkan seseorang
dalam kekuasaan orang lain sehingga orang tersebut tidak mampu menolak
suatu pekerjaan yang secara melawan hukum diperintahkan oleh orang lain itu
kepadanya walaupun orang tersebut tidak menghendakinya.”1
Terjadinya tindak pidana manusia dengan jelas telah melanggar hak
asasi manusia dalam Pasal 4 Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 tentang Hak
Asasi Manusia menyatakan:
“Hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak kebebasan pribadi,
pikiran dan hati nurani, hak beragama, hak untuk tidak diperbudak,
hak untuk diakui sebagai pribadi dan persamaan dihadapan hukum dan
hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut adalah
hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun
dan oleh siapapun.”2
Pasal 20 menyatakan sebagai berikut:
“Tidak seorangpun boleh diperbudak atau diperhamba. Perbudakan
atau perhambaan, perdagangan budak, perdagangan wanita dan segala
perbuatan berupa apapun yang tujuannya serpua, dilarang.” 3

Perdagangan manusia merupakan suatu bisinis illegal yang terorganisir


sehingga sulit untuk diberantas. Perdagangan manusia dilakukan seseorang
untuk mendapatkan keuntungan pribadi tanpa mempertimbangkan rasa
1
Siti Nurhayati, “Aspek Hukum Perlindungan Saksi dan Korban Perdagangan Anak (Human
Trafficking),”, Jurnal Pemikiran Hukum dan Hukum Islam, 6, No. 1, (2013): 81, diakses pada 2
November 2019, https://journal.stainkudus.ac.id
2
Undang-Undang, “39, Tahun 1999, Hak Asasi Manusia”, (23 September 1999).
3
Undang-Undang, “39, Tahun 1999, Hak Asasi Manusia”, (23 September 1999).

1
keadilan dan kemanusiaan serta bentuk keserakahan manuisa atas duniawi.
Agama Islam menjunjung tinggi nilai kemanusiaan yang merupakan wujud
penghargaan terhadap nilai-nilai kemanusiaan itu dapat dilihat dalam aturan
syari‟at. Selain itu pemulian Allah SWT terhadap eksistensi manusia di dunia
ditegaskan dalam al-Qur‟an mapun Hadist. Dalam QS. Al-Isra: 70

‫ضلْنَ ُه ْم‬ ِ ‫ولَ َق ْد َكَّرمنَا ب ِن︣ ءادم و ََحلْنَهم ِف اٌلْب ِر واٌلْبح ِرورَزقْ نَهم ِمن اٌلطَّيِب‬
َّ َ‫ت َوف‬ َّ َ ّ ْ ُ َ َ ْ َ َ ّ َ ْ ُ َ َ َ َ َ ْ َ ْ َ
ِ ‫علَى َكثِ ري ِّّمَّن خلَ ْقنَا تَ ْف‬
‫ضلا‬ َ ْ ْ َ
Artinya:
“dan sesungguhnya telah Kami muliakan anak-anak adam, Kami angkat
mereka didaratan dan di lautan, Kami beri mereka rezeki dari yang baik-baik
kami lebihkan merek dengan kelebihan yang semperuna atas kebanyakan
makhluk yang telah Kami ciptakan.”4

Maksud ayat tersebut adalah setiap manusia yang lahir kedunia ini
mulia di sisi Allah, sisi kemuliaan manusia dengan berbagai macam
kenikmatan. Di antara bentuk pemuliaan manusia dalam Islam adalah
mempersaudarakan antara seorang muslim dengan lainnya. Mengharamkan
penghinaan atau merendahkan sesama muslim serta mengharamkan sikap
saling menganiaya.
Seiring perkembangan zaman praktik perdagangan manusia
mengalami perubahan model, bentuk-bentuk, cara-cara terstruktur, dan
sistematis menuju pola eksploitasi manusia. Menurut Phil Williams, Director
of International Security Studies, University of Pittsburg, dalam pemabahasan
the exploitation of transnational crime in a globalized world mengungkapkan:
“Transnatinal criminals have been one of the biggest benificiaries of
globalization. Globalizatian facilitates international trade but also increases
the difficutly of regulating global trade he says: traffickers and smugglers

4
Al-Qur‟an, al0Isra, 70, Al-Qur;an dan Terjemahannya, (Bandung:Syamil Qur‟an, 2012), 289.

2
have exploited this. Williams adds that globalization has increased inequality
around the globe, and that “its disruptive effect has actually caused people to
have to go into organized crime and operate in illict markets as coping
mechanisms.5
Para pedagang manusia dalam mendapatkan barang dagangannya
biasanya dilakukan dengan tipu muslihat dimana manusia yang menjadi
korban diperjual belikan tidak menyadari bahwa dirinya telah
diperdagangkan. Bahkan dalam banyak kasus para korban perdagangan
manusia inipun mengalami kekerasan baik fisik maupun psikis. Para
pedagang manusia tidak merasa bahwa mereka masuk dalam kelompok
manusia kanibal bentuk modern : “manusia pemakan manusia”6
Modus operandi yang dilakukan oleh pelaku untuk mendapatkan
korban direkrut dengan diming-imingi bekerja di luar kota dengan gaju besar
tetapi kemudian dipekerjakan menjadi pekerja seks komersial (PSK). Tidak
hanya perempuan yang menjadi korban perdagangan manusia laki-laki juga
dieksploitasi menjadi pekerja paksa di pertambangan, konstruksi dan
manufaktur. Mereka memaksa untuk bekerja tanpa digaji serta kerap
mendapat siksaan fisik.

Pelaku perdagangan manusia mengguncakan berbagai cara untuk


manipulasi para korban dengan ancaman, intimidasi dan kekerasan untuk
membuat para korban terpaksa melakukan penghambaan karena hutang (debt
bondage), dan perkawinan terpaksa atau palsu, terlibat dalam pelacuran
terpaksa atau untuk bekerja dibawah kondisi yang sebanding dengan
perbudakan untuk mendapatkan keuntungan. Korban tidak lagi dianggap
sebagai manusia yang memiliki harkat dan martabat yang sama dengan

5
Ever Scor Rider Daniel, dkk., “Human Trafficking di Nusa Tenggara Timur”, Social Work
Jurnal 7, No.1, (2017):22, dikases pada 1 November 2019, https://jurnal-unpad.ac.id
6
Rianto Adi, Sosiologi Hukum: Kajian Hukum Secara Sosiologis, 117.

3
pelaku, korban hanyalah dianggap sebagai aset yang menguntungkan bagi
para pelaku.7
Selain itu, pelaku juga cenderung memanfaatkan situasi dan kondisi
masyarakat, yang lemah secara ekonomi dan pendidikan. Masyarakat yang
masih memegang teguh budaya merantau untuk merubah nasib membuat
masyarakat yang tidak tahu akan bahaya perdagangan manusia mudah
menjadi korban kejahatan ini dengan iming-iming gaji besar. Seperti para
pelaku yang menjadikan perempuan sebagai PSK rata-rata mereka dijerat
dengan hutang yang sangat banyak tanpa tahu asal muasal hutang tersebut
sehingga mereka terpaksa menjadi PSK untuk melunasi hutang-hutangnya
yang setiap hari bertambah.
Sementara itu faktor yang menjadikan seseorang mudah tertarik dalam
kasus human trafficking adalah godaan mencari nafkah diluar daerah untuk
mendapatkan gaji besar serta dapat melihat negeri orang merupakan faktor
terjadinya perdagangan manusia.8 Pengguna perdagangan manusia dibagi
menjadi 2 yaitu pengguna secara langsung untuk mengambil keuntungan dan
pengguna secara tidak langsung untuk mengeksploitasi seseorang. Pengguna
tersebut antara lain adalah:
1. Pengusaha bisinis hiburan yang membutuhkan perempuan untuk
dipekerjakan di panti pijat, karaoke, tempat wisata yang memberikan
layanan seks.
2. Germo atau pengelola rumah bordil yang membutuhkan perempuan dan
anak-anak untuk dijadikan sebagai pelacur (PSK).
3. Para pengasuh yang membutuhkan pekerja anak yang murah, penurut,
mudah diatur, dan mudah ditakut-takuti.
7
Muslihati Nur Hidayati, “Upaya Pemberantasan dan Pencegahan Perdagangan Orang Melalui
Hukum Internasional dan Hukum Positif”, Jurnal Al-Azhar Indonesia Seri Pranata Sosial 1, No. 1,
(2012): 163, Diakses pada 1 November 2019, https://jurnal.uai.ac.id
8
Ike Sylvia, “Faktor Pendorong Dan Penarik Perdagangan Orang (Human Trafficking) Di
Sumatra Barat,” Jurnal Humanus 13, No. 2 (2014): 9, diakses pada 3 November 2019,
https://ejournal.unp.ac.id

4
4. Laki-laki hidung belang, para pengidap pedofilia, dan kelainan seks
lainnya. Para pekerja asing (ekspatriat) dan pebisnis internasional yang
tinggal sementara di suatu negara.
5. Keluarga menengah dan atas yang membutuhkan pekerja untuk mengurus
pekerjaan rumah serta keluarga yang ingin mengadopsi anak.9

Di Indonesia upaya pemberantasan kejahatan perdagangan manusia


diwujudkan dengan lahirnya Undang-Undang No 21 Tahun 2007 tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang, sebagai upaya pemerintah
dalam menangani kasus kejahatan ini. Selain dari aspek hukum untuk
membarantas kejahatan ini dapat dilakukan pula upaya sosialisasi oleh
Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) tentang bahaya perdagangan manusia
serta agar masyarakat tidak mudah terpengaruh rayuan seseorang yang
menawarkan pekerjaan dengan gaji besar.
Upaya pemberantasan tindak pidana perdagangan orang merupakan
salah satu tujuan dari kebijakan hukum pidana (social defence), yang
bertujuan untuk memberikan perlindungan hukum kepada masyarakat (social
welfer) harus sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia yaitu bahwa Negara
dan pemerintah harus melindungi segenap bangsa, dan mencerdaskan
kehidupan bangsa dan kesejahteraan umum.10 Oleh karena itu penulis tertarik
melaksanakan penelitian yang berjudul “Tindak Pidana Perdagangan
Manusia dalam Perspektif Sosiologi Hukum Islam (Analisis Putusan
Perkara No.163/Pid.Sus/2016/PN.Kds)”

9
Syaifullah Yophi Ardianto, “Perlindungan Hukum Terhadap Anak Sebagai Korban Dari
Tindak Pidana Perdagangan Orang Di Kota Pekanbaru,” 7-8.
10
Agus Takariawan dan Sherly Ayuna Putri, “Perlindungan Hukum Terhadap Korban Human
Trafficking Dalam Prespektif Hak Asasi Manusia,” Jurnal Hukum IUS QUIA IUSTUM 25, no. 2
(2018): 240-241, diakses pada 30 Oktober, 2019, https://jurnal.uii.ac.id.

5
B. Fokus Penelitian
Kajian terhadap Tindak Pidana Perdagangan Manusia dalam Perspektif
Sosiologi Hukum Islam (Analisis Putusan Perkara 163/Pid.Sus/PN.Kds)
tentang efektivitas hukum dalam mengontrol perilaku manusia. Dengan
demikian fokus penelitian ini adalah menganalisa Tindak Pidana Perdagangan
Manusia dampak sosiologis hukum Islam terhadap Perkara No.
163/Pid.Sus/PN.Kds.
C. Rumusan Masalah Penelitian
Berdasarkan fokus penelitian di atas, maka peneliti merumuskan
masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana hakekat tindak pidana perdagangan manusia dalam putusan
perkara No. 163/Pid.Sus/PN.Kds tentang tindak pidana melakukan
perekrutan seseorang dengan memberi bayaran untuk tujuan
mengeksploitasi ?
2. Bagaimana putusan perkara No. 163/Pid.Sus/PN.Kds tentang tindak
pidana melakukan perekrutan seseorang dengan memberi bayaran untuk
tujuan mengeksploitasi ?
D. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian ini adalah :
1. Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan hakekat tindak pidana
perdagangan manusia dalam putusan perkara No. 163/Pid.Sus/PN.Kds.
2. Penelitian bertujuan untuk memahami putusan perkara No.
163/Pid.Sus/PN.Kds menurut sosiologi hukum Islam.
E. Manfaat Penelitian
Selain tujuan penelitian, dalam penulisan ini penulis juga
mengharapkan adanya manfaat yang dapat diperoleh. Adapun manfaat yang
didapat dari penelitian ini terbagi menjadi:
1. Manfaat Teoritis

6
Manfaat teoritis dari penelitian ini adalah untuk mengetahui substansi
tentang perdagangan manusia dalam perspektif sosiologi hukum Islam,
sehingga diharapkan dengan penelitian ini dapat memberikan tambahan
pengetahuan bagi perkembangan ilmu hukum pada umumnya.
2. Manfaat Prakitis
a. Bagi Peneliti
Dapat memperoleh tambahan pengetahuan dan wawasan bagi
penulis mengenai tindak pidana perdagangan manusia dalam
perspektif sosiologi hukum Islam.
b. Bagi Pembaca
Pembaca dan masyarakat dapat mengetahui bahaya
perdagangan manusia serta dapat menjadikan pelajaran serta
wawasan tambahan bagi pembaca.
F. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan skripsi ini berisi diskripsi bab per bab:
BAB I : PENDAHULUAN
Bab ini berisi latar belakang masalah, fokus penelitian,
rumusan masalah, tujuan penelitian, manfat penelitian, dan
sistematika penelitian.
BAB II : KERANGKA TEORI
Bab ini berisi kajian teori terkait dengan judul, penelitian
terdahulu, kerangka berfikir.
BAB III : METODE PENELITIAN
Bab ini berisi jenis dan pendekatan, setting penelitian, subyek
penelitian, sumber data, teknik pengumpulan data, pengujian
keabsahan data, teknik analisis data.
BAB IV : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Bab ini berisi gambaran obyek penelitian, deskripsi data
penelitian, analisis data penelitian.

7
BAB V : PENUTUP
Bab ini berisi gambaran obyek penelitian, deskripsi data
penelitian, analisis data penelitian.
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN-LAMPIRAN

8
BAB II

KERANGKA TEORI

A. Kerangka Teori
1. Perdagangan Manusia
a. Pengertian Perdagangan Manusia
Perdagangan manusia merupakan bentuk modern dari
perbudakan, dimana perdagangan manusia dilakukan untuk
mengeksploitasi manusia baik secara fisik maupun psikis. Pengertian
perdagangan manusia dijelaskan dalam agenda Global Alliance Agains
Traffic in Women (GAATW)1 yaitu Persekutuan Sedunia terhadap
Perdagangan Wanita di Thailand pada tahun 1994 menjelaskan
perdagangan manusia sebagai berikut :
“Semua usaha atau tindakan yang berkaitan dengan perekrutan,
tranportasi di dalam atau melintas perbatasan, pembelian,
penjualan, transfer, pengiriman atau penerimaan seseorang
dengan menggunakan penipuan atau tekanan termasuk
penggunaan atau ancaman penggunaan dan kekerasan atau
penyalahgunaan kekerasan atau lilitan hutang dengan tujuan
untuk menempatkan atau menahan orang tersebut, baik dibayar
atau tidak untuk kerja yang tidak diinginkan (domestik, seksual
atau reproduktif) dalam kerja paksa atau ikatan kerja atau dalam
kondisi seperti perbudakan di dalam suatu lingkungan lain dari
tempat di mana orang itu tinggal pada waktu penipuan, tekanan
atau lilitan hutang pertama kali.”2
Definisi perdagangan manusia dalam persidangan Persatuan
Bangsa-Bangsa (PBB) tahun 1994 mendefinisikannya sebagai
berikut:3
“pemindahan seseorang melewati batas nasional dan
internasional secara gelap dan melanggar terutama dari Negara

1
Farhana, Aspek Hukum Perdagangan Orang di Indonesia, (Jakarta:Sinar Grafika, 2012), 15.
2
Syaifullah Yophi Ardianto, “Perlindungan Hukum Terhadap Anak Sebagai Korban dari
Tindak PIdana Perdagangan Orang di Kota Pekanbaru”, 5.
3
Farhana, Aspek Hukum Perdagangan Orang di Indonesia, 15.

9
berkembang dan dari Negara transisi ekonomi, dengan tujuan
memaksa perempuan masuk kedalam situasi penindasan dan
eksploitasi secara seksual dan ekonomi sebagaimana juga
tindakan illegal lainnya berhubungan dengan perdagangan
manusia seperti pekerja domestik, kawin palsu, pekerja gelap,
dan adopsi palsu demi kepentingan perekrutan, perdagangan dan
sindikat kejahatan4.”

Pengertian perdagangan manusia kemudian mengalami


perkembangan sampai ditetapkannya Protocol to Pevent, Suppers, and
Punish, Trafficking in Person Especially Woman and Children
Suplemeting the United Nation Convention berdasarkan PBB Pasal 3
menjelaskan sebagai berikut:
“Perekrutan, pengiriman, pemindahan, penampungan atau
penerimaan seseorang, dengan ancaman atau penggunaan
kekerasan, atau bentuk-bentuk lain dari pemaksaan, penculikan,
penipuan, kebohongan, atau penyalahgunaan kekuasaan atau
posisi rentan atau memberi atau menerima pembayaran atau
memperoleh keuntungan agar dapat memperoleh persetujuan
dari orang yang berkuasa atas orang lain, untuk tujuan
eksploitasi. Eksploitasi termasuk, paling tidak, eksploitasi untuk
melacurkan orang lain atau bentuk-bentuk lain dari eksploitasi
seksual, kerja atau pelayanan paksa, perbudakan atau praktik-
praktik serupa perbudakan, penghambaan atau pengambilan
organ tubuh. 5
Persetujuan korban perdagangan orang terhadap eksploitasi yang
dimaksud yang dikemukakan dalam subalinea (a) ini tidak
relevan jika salah satu dari cara-cara yang dimuat dalam
subalinea (a) digunakan.6
Perekrutan, pengiriman, pemindahan, penampungan, atau
penerimaan seorang anak untuk tujuan eksploitasi dipandang
sebagai perdagangan orang bahkan jika kegiatan ini tidak
melibatkan satu pun cara yang dikemukakan dalam subalinea (a)
pasal ini.7

4
Farhana, Aspek Hukum Perdagangan Orang di Indonesia, 15.
5
Farhana, Aspek Hukum Perdagangan Orang di Indonesia, 20.
6
Farhana, Aspek Hukum Perdagangan Orang di Indonesia, 20.
7
Farhana, Aspek Hukum Perdagangan Orang di Indonesia, 20.

10
Anak adalah setiap orang yang berumur dibawah 18 tahun.”8

Perdagangan manusia merupakan setiap tindakan rekrutmen,


pengiriman, atau penerimaan seseorang untuk tujuan eksploitasi
dengan cara memkasa, menipu dan lain-lain. Berikut adalah gambar
kerangka perdagangan manusia :

Gambar 2.1
Kerangka Perdagangan Manusia

8
Farhana, Aspek Hukum Perdagangan Orang di Indonesia, 20.

11
b. Bentuk-Bentuk Perdagangan Manusia
Perdagangan manusia di era sekarang memiliki beberapa bentuk
yang tak ubahnya seperti perbudakan yang dikemas dalam model baru,
berikut beberapa bentuk perdagangan manusia:
1) Pekerja imigran ialah orang yang berpindah tempat dari tempat
kelahirannya ketempat baru dalam jangka waktu lama.
2) Pekerja anak ialah bentuk eksploitasi yang dilakukan oleh pelaku
kepada anak-anak di bawah umur dengan bekerja secara paksa
seperti budak atau untuk dijadikan pelacur.
3) Perdagangan anak melalui adopsi dilakukan oleh pelaku dengan
menjual bayi atau anak-anak untuk diadopsi oleh keluarga yang
menginginkan seorang anak dalam keluarganya.
4) Pernikahan dan pengantin pesanan ialah bentuk perdagangan
manusia yang dilakukan dengan cara pernikahan paksa, yang
selanjutnya korban dieksploitasi secara fisik maupun seksual.9
c. Faktor-Faktor Penyebab Terjadinya Perdagangan Manusia
Banyak Faktor yang melatarbelakangi terjadinya perdagangan
manusia, berikut beberapa faktor terjadinya perdagangan manusia :
1) Faktor Penyebab dan Akibat bagi Korban
a) Faktor Internal
Secara umum factor pendorong yaitu: keinginan untuk
mencari pengalaman kerja, tingkat pendidikan yang rendah,
perasaan bosan tinggal di tempat kelahirannya, adanya godaan
untuk memperoleh penghasilan yang tinggi, adanya tindak
kekerasan dalam rumah tangga. 10
b) Faktor Eksternal
9
Farhana, Aspek Hukum Perdagangan Orang di Indonesia, 50.
10
Abdul Rahman dan Putri Ayu Nurmalinda, “Kebijakan Hukum Terhadap Tindak Pidana
Perdagangan Orang”, Seminar Nasional Hukum Universitas Negeri Semarang 4, No 1, (2018):12-13,
diakses pada 25 Desember 2019, https://journal.unnes.ac.id

12
Faktor eksternal perdagangan manusia terjadi datang dari
luar korban seperti: budaya masyarakat yang masih belum
memahami kesetaraan gender, lemahnya kondisi hukum dan
faktor tempat asal yang minim lapangan kerja dan minimnya
kesadaraan hukum para pelaku.
2) Faktor Ekonomi
Kemiskinan dan kesulitan lapangan pekerjaan menyebabkan
seseorang mudah terbujuk rayuan pelaku perdagangan manusia.
Kemiskinan bukan satu-satunya indikator kerentanan seseorang
menjadi korban perdagangan manusia. Karena banyak masyarakat
yang miskin akan tetapi tidak menjadi korban perdagangan
manusia, sebaliknya ada beberapa penduduk yang relatif baik
ekonominya dan tidak hidup dalam kemiskinan juga dapat menjadi
korban perdagangan manusia.11
Hal ini disebabkan masyarakat bermigrasi untuk mencari
pekerjaan bukan semata karena tidak mempunyai uang akan tetapi
ingin memperbaiki ekonomi, serta menambah kekayaan.
Kenyataan ini didukung oleh media baik dari tv maupun social
media yang memperlihatkan kehidupan yang glamour dan
konsumtif, sehingga membentuk gaya hidup yang materialism dan
konsumtif.12
Dewasa ini, gaya hidup elite, mewah, glamour dan konsumtif
sudah menjadi suatu yang banyak diinginkan oleh masyarakat
terutama yang hidup diperkotaan. Keinginan seseorang untuk
memiliki hidup yang mewah dan glamour terutama gadis belia
menjadikan masyarakat memaksakan diri untuk menjadi hidup

11
Farhana, Aspek Hukum Perdagangan Orang di Indonesia, 52.
12
Farhana, Aspek Hukum Perdagangan Orang di Indonesia, 52.

13
mewah dengan cara yang cepat dan instant tanpa perlu perjuangan
untuk mencapainya.
Perdagangan manusia yang terjadi pada anak-anak dan
perempuan menurut paradigma marxis adalah akibat persaingan
dalam mengejar keuntungan ekonomi dalam dunia kaptalis, dalam
keadaan demikian yang menjadi korban adalah manusia lemah
atau dilemahkan oleh sebuah sistem, dalam hal ini adalah
perempuan.13
3) Faktor Ketidaksetaraan Gender
Ketidaksetaraan gender erat kaitannya dengan budaya
patriarki. Di Indonesia budaya patriarki telah ada sejak zaman
dahulu dalam budaya ini perempuan di tempatkan hanya menjadi
pembantu rumah tangga dan mengasuh anak. Nilai sosial budaya
patriarki menempatkan wanita tidak setara dengan laki-laki.
Pendapat dalam masyarakat yang melekat yakni bahwa perempuan
nantinya hanya akan berada di dapur tidak perlu mengenyam
pendidikan yang tinggi masih melekat hingga sekarang. Sehingga
banyak perempuan yang memiliki tingkat pendidikan yang rendah
dan rentan menjadi korban kekerasan pula yang kesemuanya
merupakan diskriminasi terhadap perempuan yang menyebabkan
perempuan kurang memiliki kesempatan dan kontrol atas dirinya.14
2. Perdagangan Manusia dalam Perspektif Hukum Positif Indonesia
a. Tindak Pidana
Istilah “tindak pidana” terdiri dari dua kata yaitu tindak dan
pidana. Kata “tindak” dalam kamus besar Bahasa Indonesia yang
artinya langkah, perbuatan, sedangkan kata “pidana” berarti kejahatan,
13
Mufidah, Mengapa Mereka Diperdagangkan ? Membongkar Kejahatan Trafiking dalam
Perspektif Islam, Hukum dan Gender, (Malang:UIN Malikik Press, 2011), 80, https://repository.uin-
malang.ac.id.
14
Farhana, Aspek Hukum Perdagangan Orang di Indonesia, 61-62.

14
criminal, pelanggaran. Oleh karena itu tindak pidana ialah perbuatan
pidana (perbuatan kejahatan).15
Tindak Pidana merupakan terjemahan dari bahasa Belanda yaitu
“strafbaar feit” yaitu : tindak pidana, delik, perbuatan pidana dan
peristiwa pidana.16 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana menjelaskan
terdapat 2 kategori tindak pidana yaitu kejahatan (misdrijven) dan
pelanggaran (overtredingen). Kejahatan ialah perbuatan-perbuatan
yang meskipun tidak ditentukan dalam undang-undang sebagai
perbuatan pidana telah dirasakan sebagai perbuatan yang bertentangan
dengan hukum yang berlaku. Sedangkan pelanggaran ialah perbuatan
yang melawan hukum baru dapat diketahui setelah ada undang-undang
yang mengatur.
Selain kejahatan dan pelanggaran tindak pidana dibagi menjadi
beberapa delik yaitu :
1) Delik formiil dan delik materiil
Delik formil merupakan delik yang dianggap selesai dengan
dilakukannya perbuatan. Sedangkan, delik materiil ialah delik
yang dianggap selesai jika akibatnya sudah terjadi, bagaimana cara
melakukannya perbuatan itu tidak menjadi masalah.17
2) Delik commisionis dan delik ommisionis
Delik commisionis ialah suatu perbuatan yang dilarang oleh
undang-undang. Sedangkan, delik ommisionis suatu perbuatan
yang diharuskan undang-undang.18
3) Delik kesengajaan (dolus) dan delik kealpaan (culpa)

15
Dendy Sugono, Kamus Bahasa Indonesia, (Jakarta: Pusat Bahasa, 2008), 1525.
16
Liza Agnesta Krisna, Dasar-Dasar Hukum Pidana, (Yogyakarta: Deepublish, 2017), 37-38,
Ipusnas.
17
Liza Agnesta Krisna, Dasar-Dasar Hukum Pidana, 42.
18
Liza Agnesta Krisna, Dasar-Dasar Hukum Pidana, 42.

15
Delik kesengajaan ialah suatu delik yang dilakukan karena
kesengajaan. Sedangkan, delik kelapaan ialah delik yang dilakukan
karena kealpaan atau kelalaian.
4) Delik aduan atau delik biasa
Delik aduan ialah delik yang penuntutannya hanya
dilakukan atas dasar adanya pengaduan dari pihak yang dirugikan.
Sedangkan, delik biasa ialah delik yang dapat dituntut tanpa
adanya pengaduan.19
5) Delik umum (delicta communia) dan delik khusus (delicta propia)
Delik umum ialah delik yang dapat dilakukan oleh setiap
orang. Sedangkan, delik khusus ialah delik yang dilakukan oleh
orang-orang yang mempunyai kualitas dan sifat-sifat tertentu.20
Menurut Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
(RKUHP) nasional unsur tindak pidana adalah :
1) Unsur Formal terdiri atas perbuatan sesuatu, perbuatan itu
dilakukan atau tidak dilakukan, perbuatan itu oleh peraturan
perundang-undangan dinyatakan sebagai perbuatan terlarang,
peraturan itu oleh peraturan perundang-undangan diancam
pidana.21
2) Unsur Materiil yaitu perbuatan itu harus bersifat bertentangan
dengan hukum yaitu harus benar-benar dirasakan oleh masyarakat
sebagai perbuatan yang melanggar hukum dan norma yang
berlaku.22
Tindak Pidana digambarkan oleh Utrecht sebagai peristiwa
pidana mepunyai unsur-unsur sebagai berikut: pertama, suatu kelakuan
yang bertentangan dengan (melawan) hukum. Kedua Suatu kelakuan
19
Liza Agnesta Krisna, Dasar-Dasar Hukum Pidana, 43-44.
20
Zuleha, Dasar-Dasar Hukum Pidana, (Yogyakarta: Deepublish, 2017), 43-44, Ipusnas
21
Liza Agnesta Krisna, Dasar-Dasar Hukum Pidana, 99.
22
Liza Agnesta Krisna, Dasar-Dasar Hukum Pidana, 100.

16
yang dilakukan karena pelanggar bersalah. Ketiga, suatu kelakuan
yang dapat dihukum.23
Menurut Lamintang, unsur tindak pidana terdiri atas 2 macam
yaitu unsur subjektif dan unsur objektif. Unsur subjektif adalah unsur
yang melekat pada diri pelaku dan termasuk segala sesuatu yang
terkandung di dalam hatinya. Sedangkan, unsur objektif ialah unsur
yang ada hubungannya dengan keadaan-keadaan yaitu dalam keadaan
ketika tindakan-tindakan dari si pelaku itu harus dilakukan. 24
Unsur subjektif dalam suatu perbuatan manusia adalah sebagai
berikut :
1) Kesengajaan atau ketidaksengajaan dalam melakukan tindak
pidana. Asas pokok hukum pidana “tidak ada hukuman kalau tidak
ada kesalahan” kesalahan yang dimaksud ialah perbuatan disengaja
atau kealapaan.
2) Maksud pada suatu percobaan ketika melakukan tindak pidana
seperti kejahatan, pencurian, pemerasan dan lain-lain.
3) Merencanakan terlebih dahulu atau voorbedachte raad rangkaian
tindak pidana yang hendak dilakukan.
4) Perasaan takut seperti yang terdapat dalam pasal 308 KUHP.
5) Sifat melawann hukum (wederrechtelijkheid)
6) Kualitas pelaku yakni hubungan antara suatu tindakan sebagai
penyebab dengan kenyataan sebagai akibat.
Unsur objektif dalam suatu tindak dijelaskan sebagai berikut:
1) Perbuatan manusia ialah berupa act dan omission, act ialah
perbuatan positif yang dilakukan oleh manusia. Sedangkan,
omission perbuatan yang pasif atau negatif seperti membiarkan
atau meinggalkan.

23
Farhana, Aspek Hukum Perdagangan Orang di Indonesia, 12.
24
Rahmanuddin Tomalili, Hukum Pidana, (Yogyakarta: Deepublish, 2019), 69, Ipusnas.

17
2) Akibat perbuatan manusia merupaka suatu hal yang timbul dari
tindak kejahatan yang dilakukan oleh manusia seperti
menghilangkan, merusak, membahayakan kepentingan-
kepentingan yang dipertahakankan oleh hukum. Misalnya nyawa,
badan, kemerdekaan seseorang, hak hidup dan lain-lain.
3) Keadaan-keadaan merupakan keadaan pada saat perbuatan tersebut
dilakukan dan keadaan pada saat perbuatan tersebut telah
dilakukan (perbuatan melawan hukum)
4) Sifat dapat dihukum dan sifat melawan hukum, dalam hal ini
apabila seseorang tersebut melakukan kejahatan maka atas
perbuatannya tersebut dapat dikenakan sanksi atau hukuman yang
sesuai.
Setiap perbuatan melanggar hukum akan mendapatkan sanski
dalam KUHP Buku I Bab II dalam Pasal 10 menjelaskan sanksi pidana
ada 2 yaitu sanksi pidana pokok dan saknsi pidana tambahan. Adapun
jenis sanksi pidana menurut Pasal 10 KUHP dimaksud sebagai berikut
: pidana pokok dan pidana tambahan, pidana pokok meliputi : pidana
mati, pidana penjara, pidana kurungan, pidana tutupan sedangkan
pidana tambahan meliputi pencabutan beberapa hak tertentu,
perampasan beberapa barang tertentu, dan pengumuman keputusan
hakim.
b. Perdagangan Manusia dalam Kitab Undang-Undang Hukum
Pidana (KUHP)
Pelarangan perdagangan manusia telah diatur dalam KUHP,
dalam KUHP juga mejelaskan beberapa bentuk perdagangan manusia
dan pasal yang digunakan untuk menindak para pelaku perdagangan
manusia:
Pasal 263 menyatakan:

18
“Barangsiapa membuat secara tidak benar atau mempalsu surat
yang dapat menimbulkan suatu hal, dengan maksud untuk
memakai atau menyuruh orang lain pakai surat tersebut seolah-
olah isinya benar dan tidak dipalsu, diancam, jika pemakaian
tersebut dapat menimbulkan kerugian, karena pemalsuan surat
dengan pidana penjara paling lama enam tahun.” 25
Pasal 277 menyatakan:
“Barangsiapa dengan salah satu perbuatan dengan sengaja
membikin gelap asal-usul orang diancam karena menggelapkan
asal-usul, dengan pidana penjara paling lama enam tahun.”26
Pasal 278 menyatakan:
“Barangsiapa mengaku seorang anak sebagai anaknya menurut
peraturan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, padahal
diketahui bahwa dia bukan bapak dari anak tersebut diancam,
karena melakukan pengakuan anak plasu, dengan pidana paling
lama tiga tahun.”27
Pasal 285 menyatakan:
“Barangsiapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan
memaksa seorang wanita bersetubuh dengan dia di luar
pernikahan, diancam karena melakukan perkosaan dengan
pidana penjara paling lama dua belas tahun.”28
Pasal 288 menyatakan:
“Barangsiapa bersetubuh dengan seorang wanita di dalam
pernikahan, yang diketahui atau sepatutnya harus diduga bahwa
sebelum dikawin, diancam, apabila perbuatan mengakibatkan
luka-luka, dengan pidana penjara paling lama empat tahun.”29
Pasal 289 menyatakan:
“Barangsiapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan
memaksa orang untuk melakukan atau membiarkan dilakukan
perbuatan cabul, diancam karena melakukan perbuatan yang
menyerang kehormatan kesusilaan, dengan pidana penjara paling
lama Sembilan tahun.”30
Pasal 290 menyatakan:
“Diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun :
25
Moeljanto, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), (Jakarta:Sinar Grafika 2005), 96.
26
Moeljanto, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), 101.
27
Moeljanto, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), 101.
28
Moeljanto, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), 105.
29
Moeljanto, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), 105.
30
Moeljanto, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), 106.

19
ke 1. barangsiapa melakukan perbuatan cabul dengan seseorang
padahal diketahui, bahwa orang itu pingsan atau tidak berdaya;
ke 2. barangsiapa melakukan perbuatan cabul dengan seorang
padahal diketahui atau sepatutnya harus diduga, bahwa umurnya
belum lima belas tahun atau kalau umurnya tidak ternyata,
bahwa belum mampu di kawin;
ke 3. barangsiapa membujuk seseorang yang diketahui atau
sepatutnya harus diduga, bahwa umurnya belum lima belas tahun
atau kalau umurnya tidak ternyata, bahwa belum mampu di
kawin, untuk melakukan atau membiarkan dilakukan perbuatan
cabul, atau bersetubuh di luar pernikahan dengan orang lain.”31
Pasal 292 menyatkan:
“Orang yang cukup umur, yang melakukan perbuatan cabul
dengan orang lain sama kelamin, yang diketahui atau sepatutnya
harus diduga, bahwa belum cukup umur, diancam dengan pidana
penjara paling lama lima tahun.”32
Pasal 293 menyatakan:
“Barangsiapa dengan memberi atau menjanjikan uang atau
barang, menyalahgunakan perbawa yang timbul dari hubungan
keadaan, atau dengan penyesetan sengaja menggerakkan seorang
belum cukup umur dan baik tingkah lakunya, untuk melakukan
atau membiarkan dilakukan perbuatan cabul dengan dia, padahal
tentang belum cukup umurnya itu diketahui atau selayaknya
harus diduga, diancam dengan pidana penjara paling lama lima
tahun.”33
Pasal 294 menyatakan:
“Barangsiapa melakukan perbuatan cabul dengan anaknya, anak
tirinya, anak angkatnya, anak di bawah pengawasannya, yang
belum cukup umur, atau dengan yang belum cukup umur yang
pemeliharaanya, pendidikan atau penjagaanya diserahkan
kepadanya ataupun dengan bujangnya atau bawahannya yang
belum cukup umur, diancam dengan pidana penjara paling lama
tujuh tahun.” 34
Pasal 295 menyatakan:
Diancam:

31
Moeljanto, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), 106.
32
Moeljanto, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), 107.
33
Moeljanto, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), 107.
34
Moeljanto, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), 107.

20
ke-1. dengan pidana penjara paling lama lima tahun, barangsiapa
dengan sengaja menghubungkan atau memudahkan
dilakukannya perbuatan cabul oleh anaknya, anak tirinya, anak
angkatnya atau anak dibawah pengawasannya yang belum cukup
umur yang pemeliharaannya, pendidikan atau penjagaanya
diserahkan kepadanya, atau penjagaannya diserahkan kepedanya
ataupun oleh bujangnya atau bawahannya yang belum cukup
umur dengan orang lain.
ke-2. dengan pidana penjara paling lama empat tahun,
barangsiapa dengan sengaja menghubungkan atau memudahkan
perbuatan cabul kecuali tersebut ke-1 diatas yang dilakukan oleh
orang yang diketahui belum cukup umurnya atau yang
sepatutnya harus di duga demikian, dengan orang lain.”35
Pasal 297 menyatakan:
“Perdagangan wanita dan anak laki-laki yang belum cukup umur
diancam dengan pidana penjara paling lama enam tahun.”36
Pasal 324 menyatakan:
“Barangsiapa dengan biaya sendiri atau biaya orang lain
menjalankan perniagaan budak atau melakukan perbuatan
perniagaan budak atau dengan sengaja turut serta secara
langsung atau tidak langsung dalam salah satu perbuatan tersebut
di atas, diancam dengan pidana penjara paling lama dua belas
tahun.”37
Pasal 506 menyatakan:
“Barangsiapa menarik keuntungan dari perbuatan cabulseorang
wanita dan menjadikan sebagai pencarian, diancam dengan
kurungan paling lama satu tahu.”38
c. Perdagangan Manusia dalam Perspektif HAM di Indonesia
Perdagangan manusia dalam HAM di Indonesia diatur dalam
Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia yang
menjelaskan sebagai berikut :
Pasal 20 menyatakan:
(1) Tidak seorangpun boleh diperbudak atau diperhamba.

35
Moeljanto, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), 108.
36
Moeljanto, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), 108.
37
Moeljanto, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), 118.
38
Moeljanto, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), 184.

21
(2) Perbudakan atau perhambaan, perdagangan budak,
perdagangan wanita dan segala perbuatan berupa apapun
yang tujuannya serupa dilarang.39
Pasal 65 menyatakan:
“Setiap anak berhak untuk memperoleh perlindungan dari
kegiatan eksploitasi dan pelecehan seksual, penculikan,
perdagangan anak, serta dari berbagai bentuk penyalahgunaan
narkotik, psikotropika dan zat adiktif lainnya.”40
Menurut Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang
Pengadilan Hak Asasi Manusia, perdagangan manusia merupakan
salah satu pelanggaran HAM termasuk kejahatan terhadap manusia,
Pasal 9 menyatakan:
“Kejahatan terhadap kemanusiaan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 7 huruf b adalah salah satu perbuatan yang dilakukan
sebagai bagian dari serangan yang meluas atau sistematik yang
diketahuinya bahwa serangan tersebut ditujukan secara langsung
terhadap penduduk sipil,berupa:41
a. pembunuhan;
b. pemusnahan;
c. perbudakan;
d. pengusiran atau pemindahan penduduk secara paksa;
e. perampasan kemerdekaan atau perampasan kebebasan
fisik lain secara sewenang-wenang yang melanggar (asas-
asas) ketentuan pokok hukum internasional;
f. penyiksaan;
g. perkosaan, perbudakan seksual, pelacuran secara paksa,
pemaksaan kehamilan, pemandulan atau sterilisasi secara
paksa atau bentuk-bentuk kekerasan seksual lain yang
setara;
h. penganiayaan terhadap suatu kelompok tertentu atau
perkumpulan yang didasari persamaan paham politik, ras,
kebangsaan, etnis, budaya, agama, jenis kelamin atau
alasan lain yang telah diakui secara universal sebagai hal
yang dilarang menurut hukum internasional;
i. penghilangan orang secara paksa; atau
j. kejahatan apartheid.”42
39
Undang-Undang, “39, Tahun 1999, Hak Asasi Manusia”, (23 September 1999).
40
Undang-Undang, “39, Tahun 1999, Hak Asasi Manusia”, (23 September 1999).
41
Undang-Undang, “39, Tahun 1999, Hak Asasi Manusia”, (23 September 1999).
42
Undang-Undang, “20, Tahun 2000, Pengadilan Hak Asasi Manusia”, (23 Nopember 2000).

22
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan
Anak dijelaskan dalam Pasal 83 tentang perdagangan anak yaitu :
“Setiap orang yang memperdagangkan, menjual, atau menculik
anak untuk diri sendiri atau untuk dijual, dipidana dengan pidana
penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan paling singkat 3
(tiga) tahun dan denda paling banyak Rp. 300.000.000 (tiga ratus
juta rupiah) dan paling sedikit Rp. 60.000.000 (enam puluh juta
rupiah).43
Pasal 88 dijelaskan yaitu :
“Setiap orang yang mengeksploitasi ekonomi atau seksual anak
dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang
lain, dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh)
tahun dan/atau denda paling banyak Rp 200.000.000,00 (dua
ratus juta rupiah).”44
a. Perdagangan Manusia dalam Perspektif Undang-Undang Nomor
21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Perdagangan Orang
Menurut Pasal 2 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) sebagai
berikut:
“Perdagangan orang adalah tindakan perekrutan, pengangkutan,
penampungan, pengiriman, pemindahan atau penerimaan
seseorang dengan ancaman kekerasan, penggunaan kekerasan,
penculikan, penyekapan, pemalsuan, penipuan, penyalahgunaan
kekuasaan atau posisi rentan, penjeratan utang atau memberi
bayaran atau manfaat, sehingga memperoleh persetujuan dari
orang yang memegang kendali atas orang lain, untuk tujuan
mengkesploitasi orang tersebut.”45
Pengertian perekrutan dan pengiriman terdapat dalam Pasal 1 Angka 9
dan 10 menyebutkan perekrutan adalah :

43
Undang-Undang, “21, Tahun 2007, Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang”, (19
April 2007).
44
Undang-Undang, “21, Tahun 2007, Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang”, (19
April 2007).
45
Undang-Undang, “21, Tahun 2007, Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang”, (19
April 2007).

23
“Tindakan yang meliputi mengajak, mengumpulkan, membawa
atau memisahkan sesorang dari keluarga atau komunitasnya”
Sedangkan, pengiriman adalah :
“Tindakan memberangkatkan atau melabuhkan sesorang dari
satu tempat ketempat lainnya” 46
Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Tindak Pidana
Perdagangan Orang dijelaskan maksud dari istilah eksploitasi
sebagaimana disebutkan dalam Pasal 1 Angka 7 dijelaskan sebagai
berikut:47
“Eksploitasi adalah tindakan dengan atau tanpa persetujuan
korban yang meliputi, tetapi tidak terbatas pada pelacuran, kerja
atau pelayanan paksa, perbudakan atau praktek serupa
perbudakan, penindasan, pemerasan, pemanfaatan fisik, seksual,
organ reproduksi, atau secara melawan hukum, memindahkan
atau mentransplantasikan organ dan atau jaringa tubuh atau
memanfaatkan tenaga atau kemampuan sesorang oleh pihak lain
untuk mendapatkan keuntungan baik materiil maupun
immaterial.” 48
Pasal 1 Angka 9 dan Angka 10 yang menyebutkan:
“Perekrutan adalah tindakan yang meliputi mengajak,
mengumpulkan, membawa atau memisahkan sesorang dari
keluarga atau komunitasnya. Pengiriman adalah tindakan
memberangkatkan atau melabuhkan seseorang dari satu tempat
ke tempat lain.”49
Sanksi bagi pelaku perdagangan manusia dalam Undang-Undang
Nomor 21 Tahun 2007 tentang TPPO terdapat dalam Pasal 2, 3, 4, 5, 6,
8 dan 17 dijelaskan bahwa :
Pasal 2 menyatakan :
“Setiap orang yang melakukan perekrutan, pengangkutan,
penampungan, pengiriman, pemindahan, atau penerimaan

46
Undang-Undang, “21, Tahun 2007, Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang”, (19
April 2007).
47
Iskandar Zulkarnaen, Human Trafficking Dalam Perspektif Dan Sosiologi Kemasyarakatan,
(Yogyakarta:Deepublish, 2015), 23-24.
48
Undang-Undang, “21, Tahun 2007, Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang”, (19
April 2007).
49
Undang-Undang, “21, Tahun 2007, Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang”, (19
April 2007).

24
seseorang dengan ancaman kekerasan, penggunaan kekerasan,
penculikan, penyekapan, pemalsuan, penipuan, penyalahgunaan
kekuasaan atau posisi rentan, penjeratan utang atau memberi
bayaran atau manfaat walaupun memperoleh persetujuan dari
orang yang memegang kendali atas orang lain, untuk tujuan
mengeksploitasi orang tersebut di wilayah negara Republik
Indonesia, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga)
tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan pidana denda
paling sedikit Rp120.000.000,00 (seratus dua puluh juta rupiah)
dan paling banyak Rp600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah).”50
Pasal 3 menyatakan :
“Setiap orang yang memasukkan orang ke wilayah negara
Republik Indonesia dengan maksud untuk dieksploitasi di
wilayah negara Republik Indonesia atau dieksploitasi di negara
lain dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun
dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan pidana denda paling
sedikit Rp120.000.000,00 (seratus dua puluh juta rupiah) dan
paling banyak Rp600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah).”51
Pasal 4 menyatakan :
“Setiap orang yang membawa warga negara Indonesia ke luar
wilayah Negara Republik Indonesia dengan maksud untuk
dieksploitasi di luar wilayah negara Republik Indonesia dipidana
dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling
lama 15 (lima belas) tahun dan pidana denda paling sedikit
Rp120.000.000,00 (seratus dua puluh juta rupiah) dan paling
banyak Rp600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah).”52
Pasal 5 menyatakan :
“Setiap orang yang melakukan pengangkatan anak dengan
menjanjikan sesuatu atau memberikan sesuatu dengan maksud
untuk dieksploitasi dipidana dengan pidana penjara paling
singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan
pidana denda paling sedikit Rp120.000.000,00 (seratus dua

50
Undang-Undang, “21, Tahun 2007, Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang”, (19
April 2007).
51
Undang-Undang, “21, Tahun 2007, Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang”, (19
April 2007).
52
Undang-Undang, “21, Tahun 2007, Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang”, (19
April 2007).

25
puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp600.000.000,00 (enam
ratus juta rupiah).”53
Pasal 6 menyatakan :
“Setiap orang yang melakukan pengiriman anak ke dalam atau
ke luar negeri dengan cara apa pun yang mengakibatkan anak
tersebut tereksploitasi dipidana dengan pidana penjara paling
singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan
pidana denda paling sedikit Rp120.000.000,00 (seratus dua
puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp600.000.000,00 (enam
ratus juta rupiah).”54
Pasal 8 menyatakan :
“Setiap penyelenggara negara yang menyalahgunakan kekuasaan
yang mengakibatkan terjadinya tindak pidana perdagangan orang
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, Pasal 3, Pasal 4, Pasal 5,
dan Pasal 6 maka pidananya ditambah 1/3 (sepertiga) dari
ancaman pidana dalam Pasal 2, Pasal 3, Pasal 4, Pasal 5, dan
Pasal 6.”
Pasal 17 menyatakan :
“Jika tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, Pasal
3, dan Pasal 4 dilakukan terhadap anak, maka ancaman
pidananya ditambah 1/3 (sepertiga).”55
Pasal 17 disebutkan bahwa jika tindak pidana perdagangan
manusia dilakukan pada anak maka ancaman pidana penjara paling
singkat 4 tahun dan paling lama 20 tahun dan pidana denda paling
sedikit Rp. 160.000.000 dan paling banyak Rp.800.000.000.56 Apabila
penyelenggara negara atau aparat melakukan tindak pidana
perdagangan manusia dengan menyalahgunakan kekuasaan, maka
ancaman hukumnnya ditambah sepertiga dari Pasal 2, Pasal 3, Pasal 4,
Pasal 5, Pasal 6, dan dikenakan pemberhentian tidak terhormat dalam
jabatannya.

53
Undang-Undang, “21, Tahun 2007, Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang”, (19
April 2007).
54
Undang-Undang, “21, Tahun 2007, Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang”, (19
April 2007).
55
Undang-Undang, “21, Tahun 2007, Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang”, (19
April 2007).
56
Farhana, Aspek Hukum Perdagangan Orang di Indonesia, 133.

26
Apabila pelaku tidak mampu untuk membayar besaran restitusu
denda yang ditetapkan dalam Undang-Undang TPPO dikenai pidana
kurungan pengganti paling lama 1 (satu) tahun, terdapat dalam Pasal
50 yang menyatakan sebagi berikut:
“Dalam hal pelaksanaan pemberian restitusi kepada pihak korban
tidak dipenuhi sampai melampaui batas waktu sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 48 ayat (6), korban atau ahli warisnya
memberitahukan hal tersebut kepada pengadilan.”57
3. Perdagangan Manusia dalam Perspektif Hukum Islam
a. Perbudakan dalam Hukum Islam
Perdagangan manusia di zaman sekarang merupakan bentuk
perbudakan modern, yang merupakan salah satu bentuk pelanggaran
harkat dan martabat manusia. Budak ialah segolongan manusia yang
dirampas kebebasan hidupnya untuk bekerja guna kepentingan
manusia yang lain tanpa mendapatkan gaji. 58 Perbudakan telah ada
sejak zaman Rasulullah belum lahir.
Islam yang datang sebagai agama rahmatan lil al-„Alamin tidak
membedakan manusia berdasarkan warna kulit, suku, kekayaan dan
lainnya semua sama dihadapan Allah SWT. Menurut sejarah sosial
hukum Islam perbudakan merupakan suata hal yang sangat dilarang,
salah satu misi risalah Rasulullah adalah menghapuskan perbudakan
yang telah ada sejak dulu dan memerdekan budak adalah tindakan
terpuji dan derajat pelakunya dipersamakan dengan pahala orang yang
mati syahid.59
Agama Islam mengajarkan kepada umatnya untuk saling
mengasihi, menolong, membebaskan, dan berlaku adil kepada sesame

57
Undang-Undang, “21, Tahun 2007, Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang”, (19
April 2007).
58
Abdul Hakim Wahid, “Perbudakan dalam Pandangan Islam Hadith and Siraj
Nabawiyyah:Textual and Contextua”, 2, diakses pada 23 Desember 2019,
https:///repository.uinjkt.ac.id.
59
Rusdiya Bahri, “Human Trafficking, Dan Solusinya Dalam Perspektif Hukum Islam,” 90.

27
manusia. Selain itu dalam Islam juga memerintahkan umatnya untuk
memerdekakan budak sehingga memiliki harkat dan martabat yang
sama dengan lainnya.
Budak hanya dianggap sebagai pekerja yang hanya mematuhi
majikan, apapun yang dilakukan oleh majikan di bolehkan seperti
melakukan kekerasan fisik, pekerjaan yang berat dengan gaji kecil,
kekerasan seksual dan bahkan ada yang dijadikan korban organ
tubuhnya diambil kemudian dijual.
Perbudakan dalam literatur Islam membedakan budak menjadi 3
macam yaitu:
1) Budak mudabbar yaitu budak yang dijanjikan oleh tuannya
dibebaskan setelah tuannya meninggal dunia.
2) Budak mukatab yaitu budak yang dapat merdeka dengan
membayar diri pda tuannya dengan cara mengangsur.
3) Budak ummul walad yaitu budak perempuan yang mempunyai
anak hasil hubungan dengan tuannya.60
Hukum Islam secara jelas melarang praktik perbudakan dalam
bentuk apapun, bahkan dalam Islam memerdekakan budak wajib
hukumnya bagi seorang muslim yang membunuh orang keliru, atau
orang yang memberikan sumpah palsu dan orang yang menceraikan
istrinya secara tidak sah.61
Dalam Al-Qur‟an melarang perdagangan manusia yang
dijelaskan dalam QS.An-Nur (24): 33 melarang perdagangan
perempuan sebagai berikut:

60
Mufidah, Mengapa Mereka Diperdagangkan? Membongkar Kejahatan Traffiking Dalam
Perspektif Islam, 67-68.
61
Rusdiya Bahri, “Human Trafficking, Dan Solusinya Dalam Perspektif Hukum Islam,” 90.

28
ّۗ‫ضلِ ِه‬
ْ َ‫احا َح ىّّت يُ ْغنِيَ ُه ُم هللاُ ِم ْن ف‬
‫ا‬ ‫ك‬
َ ِ‫ف الَّ ِذين الَ ََِي ُدو َن ن‬
ْ َ ْ ِ ‫ولْيستَ ْع ِف‬
ََْ
‫ب ُه ْم اِ ْن َعلِ ْمتُ ْم فِ ِه ْم‬
ُ
ِ‫والَّ ِذين ي ب ت غُو َن الْ ِكتىب ِّمَّا ملَ َكت اَْْيَانُ ُكم فَ َكت‬
ْ ْ َ َ ْ َ َْ َ ْ َ
ُّ َ‫وه ْم ِّم ْن َّم ِال هللاِ الَّ ِذ ْي اىتَ ُك ْم َعلَى الْبِغَا ِء اِ ْن اََرْد ََت‬
‫صناا‬ ُ ُ‫َخْي ار ّۗ َواىت‬
‫اْلَىيوةِ الدُّنْيَاّۗ َوَم ْن يُ ْك ِرَه ُّه َّن فَاِ َّن هللاَ ِم ْن بَ ْع ِد اِ َكَرا ِه ِه َّن‬
ْ ‫ض‬ ِِ
َ ‫لّتَ ْبتغُ ْو َعَر‬
)۳۳( ‫َغ ُف ْوٌرَّرِحْي ٌم‬
Artinya:
“ Dan orang-orang yang tidak mampu menikah hendaklah
menjaga kesucian (dirinya), sampai Allah memberi kemampuan
kepada mereka dengan karunia-Nya. Dan jika hamba sahaya yang
kamu miliki menginginkan perjanjian (kebebasan), hendaklah
kamu buat perjanjian kepada mereka, jika kamu mengetahui ada
kebaikan pada mereka, berikanlah kepada mereka sebagian dari
harta Allah yang di karuniakan-Nya kepadamu. Dan janganlah
kamu paksa hamba sahaya perempuanmu untuk melakukan
pelacuran, sedang mereka sendiri menginginkan kesucian, karena
kamu hendak mencar keuntungan kehidupan duniawi. Barang
siapa memaksa mereka sungguh Allah Maha Pengampun, Maha
Penyayang (kepada mereka) setelah mereka dipaksa.”62 ّ
Maksud dalam ayat tersebut ialah kewajiban untuk melindungi
perempuan yang pada masa tersebut perempuan dilemahkan dalam
konteks masyarakat Arab pada saat itu. Kewajiban membebaskan budak
yang diwajibkan bagi setiap muslim dan juga pemiliknya. Kewajiban
menyerahkan hak-hak ekonomi, hak-hak budak yang bekerja untuk
majikannya harus diberikan. Haramnya mengeksploitasi perempuan untuk
kepentingan duniawai dan mencari keuntungan. 63

62
Al-Qur‟an, an-Nur, ayat 33, Al-Qur‟an dan Terjemahannya , 354.
63
Rusdiya Bahri, “Human Trafficking, Dan Solusinya Dalam Perspektif Hukum Islam,” 91.

29
Disebutkan dalam sebuah hadits qudsi yang mengancam keras
orang yang menjaul manusia dengan ancaman pemusnahan di hari kiamat.
Imam al-Bukhari dan Imam Ahmad meriwayatkan hadits dari Abu
Hurairah yaitu:

ُ‫ال هللا‬ َ َ‫صلَّهللاُ َعلَْي ِه َو َسلَّ ْم ق‬


َ َ‫ ق‬: ‫ال‬ ِّ ِ‫َِب ُهَريْ َرةَ َر ِض َي هللاُ َعنْهُ َع ْن الن‬
َ ‫َّب‬ ْ ِ‫َع ْن أ‬
ِ ِ
َ ‫ص ُم ُه ْم يَ ْوَم الْقيَ َامة َر ُج ٌل اَ ْعطَى ِ ِْب ُُثَّ َغ َد َر َوَر ُج ٌل ََب‬
‫ع‬ ْ ‫ َشلَ َشةٌ أ َََن َخ‬:
ِ ِ ِ
‫َجر‬ ْ ‫َحار فَأَ َك َل ََثَنَهُ َوَر ُج ٌل‬
ْ ‫استَأ َجَرأَ جْي ارا فَ ْستَ ْو فَمْنهُ َوََلْ يُ ْعط أ‬
Artinya:
Dari Abu Hurairah RA dari Nabi SAW bersabda: Allah ta‟ala
berfirman: “Tiga golongan yang Aku adalah sengketa mereka dihari
Kiamat: Seorang yang bersumpah atas nama-Ku lalu ia tidak
menepatinya, dan seseorang yang menjual manusia merdeka dan
memakan harganya, dan seseorang yang menyewa tenaga seorang
pekerja kemudian ia selesaikan pekerjaan akan tetapi tidak
membayar upahnya.”64
Pada dasarnya para korban perdagangan manusia adalah orang yang
telah dirampas hak-haknya. Islam sangat menghargai kemanusiaan setiap
orang, dan karenanya Islam memiliki langkah-langkah untuk
menghapuskan perbudakan sebagai berikut:
a) Membebaskan budak;
Dalam QS. Al-Balad ayat 11-13

)١١( ۖ‫ك َرقَبَ رة‬


ُّ َ‫) ف‬١١( ُۖ‫الع َقبَة‬ َ ‫) َوَما︣ ْد َر‬١١( َۖ‫الع َقبَة‬
َ ‫ئك َما‬ َ ‫فَلَ اقْ تَ َح َم‬
Artinya :
“Tetapi dia tidak menempuh jalan yang mendaki dan sukar. Dan
tahukah kamu apakah jalan yang mendaki dan sukar itu?. (Yaitu)
melepaskan perbudakan (hamba sahaya)”.65

64
Mariyah Ulfa, Tindak Pidana Perdagangan Orang Dalam Perspektif Hukum Pidana Positif
dan Hukum Islam, (Skripsi UIN Walisongo Semarang 2018), 32.
65
Al-Qur‟an, al-Balad, ayat 11-13, Al-Qur‟an dan Terjemahannya , 594.

30
Maksud dalam ayat tersebut ialah dengan memerdekakan budak
merupakan cara mendekatkan diri kepada Allah SWT.
b) Menetapkan sanksi pada pelaku sanksi sumpah palsu, oembunuhan
tidak disengaja dan zhihat dengan cara membebaskan budak.
Dalil sanksi sumpah palsu

‫ف‬ ِ ‫اخ ُذ ُكم َِبللَّ ْغ ِوِف︣ اَْْيَنِ ُكم وىل ِكن يُّؤ‬
َّ ‫اخ ُذ ُك ْم ِِبَا َع َق ْد ُُّّتُ االَْْيَا َنۖ فَ َك‬ ِ
َ ْ َْ ْ ْ ‫الَيُ َؤ‬
‫ْي ِم ْن اَْو َس ِط َماتُطْعِ ُم ْو َن اَ ْهلِْي ُك ْم اَْو كِ ْس َوتُ ُه ْم‬ ِ ِ
َ ْ ‫َرتُهُ︣ اطْ َع ُام َع َشَرِة َم ىسك‬
َ‫ك َك َّف َارةُ اَْْيَا نِ ُك ْم اِذ‬ ِ
َ ‫صيَ ُام ثَ ىلثَِة اَََّّيرمۖ ذَل‬
ِ َ‫اَوََْت ِري ر رقَب رةۖ فَمن ََّل ََِي ُد ف‬
ْ ْ َ َ َ ُْ ْ
‫اَّللَ لَ ُك ْم اى ىي تُ ِه لَ َعلَّ ُك ْمّتَ ْش ُكُرن‬ ِ
َّ ‫ْي‬ َُِّ‫ك يُب‬ َ ‫اح ُفظُْو︣ اَْْيَا نَ ُك ْمۖ َك َذل‬
ْ ‫َحلَ ْفتُ ْمۖ َو‬
)۹۸(
Artinya:
“Allah tidak menghukum kamu disebabkan sumpah-sumpahmu
yang tidak disengaja (untuk bersumpah), tetapi dia menghukum
kamu disebabkan sumpah-sumpah yang kamu sengaja, maka
kafaratnya (denda pelanggaran sumpah) ialah memberi makan
sepuluh orang miskin yaitu dari makanan yang biasa kamu
berikan kepada keluargamu, atau memberi mereka pakaian atau
memerdekakan hamba sahaya. Barangsiapa tidak melakukannya,
maka (kafaratnya) berpuasalah tiga hari. Itulah kafarat sumpag-
sumpahmu apabila kamu bersumpah. Dan jagalah sumpahmu.
Demikianlah Allah menerangkan hukum-hukum-Nya kepadamu
agar kamu bersyukur (kepada-Nya).” (QS. Al-Maidah ayat 89)
Maksud dari ayat tersebut ialah seseorang yang membuat sumpah
dengan tidak sengaja tidak mendapatkan sanksi apabila seseorang
dengan sengaja membuat sumpah maka sanksinya ialah dengan
memberi makan 10 orang miskin dengan makanan yang biasa
diberikan kepada keluarganya atau memberi pakaian kepada orang
miskin atau memerdekakan seorang hamba sahaya.
Dalil pembunuhan tidak disengaja

31
‫َوَما َكا َن لِ ُم ْؤِم رن اَ ْن يَ ْقتُ َل ُم ْؤ ِمناا اِالَّ َخطَئااّۗ َوَم ْن قَتَ َل ُم ْؤِمناا َخطَئاا‬
‫صدَّقُ ْواۖ فَاِ ْن َكا َن ِم ْن‬ ‫ي‬ ‫ن‬
ْ ‫ا‬ َّ
‫ال‬ ِ‫فَتح ِري ر رقَب رة مؤِمن رة َّوِديةٌ ُّمسلَّمةٌ اِل︢ اَهلِه︢ ىٰ ا‬
ََ َ ْ ‫َ ْ ُْ َ َ ُ ْ َ َ َ َ ى‬
‫قَ ْورم ُع ُد ّرو لَّ ُك ْم َوُه َوُم ْؤِم ٌن فَتَ ْح ِريْ ُر َرقَبَ رة ُم ْؤِمنَ رةۖ َواِ ْن َكا َن ِم ْن قَ ْورمۖبَْي نَ ُك ْم‬
‫اق فَ ِديَةٌ ُم َسلَّ َمةٌ اِ ىل︣ اَ ْهلِ ِه َوََْت ِريْ ُر َرقَبَ رة ُّم ْؤِمنَ رةۖ فَ َم ْن ََّلْ ََِي ُد‬ ٌ َ‫َوبَْي نَ ُه ْم ِمْي ث‬
)٢١( ‫اَّللُ َعلِْي اما َح ِكْي اما‬ َّ ‫اَّللِۖ َوَكا َن‬َّ ‫ْيۖ تَ ْوبَةا ِّم َن‬ ِ ْ ‫صيَ ُام َش ْه ِريْن ُمتَ تَا بِ َع‬
َ
ِ َ‫ف‬
Artinya:
“Dan tidak patut bagi seorang yang beriman membunuh seorang
yang beriman (yang lain) kecuali karena telah tersalah (tidak
sengaja). Barangsiapa membunuh seorang yang beriman karena
tersalah (hendaklah) dia memerdekakan seorang hamba sahaya
yang beriman serta (membayar) tebusan yang diserahkan kepada
keluarganya (si terbunuh itu), kecuali jika mereka (keluarga
terbunuh) membebaskan pembayaran. Jika dia (si terbunuh) dari
kaum kafir, yang ada perjanjian (damai) antara mereka dengan
kamu, maka (hendaklah si pembunuh) membayar tebusan yang
diserahkan kepada keluarganya (si terbunuh) serta
memerdekakan (hamba sahaya) maka hendaklah dia (si
pembunuh) berpuasa dua bulan berturut-turut sebagai tobat
kepada Allah, Dan Allah Maha Mengetahui, Maha Bijaksana.”
(QS. An-Nisa ayat 92)66
Maksud dalam ayat tersebut ialah apabil seseorang tidak sengaja
membunuh seorang yang beriman sanksinya adalah memerdekakan
hamba sahaya yang beriman serta membayar tebusan yang diberikan
kepada keluarga terbunuh. Tidak membayar tebusan apabila keluarga
terbunuh membebaskan tebusan tersebut. Apabila si pembunuh adalah
orang kafir yang membuat pejanjian damai antara mereka dengan
kamu maka si pembunuh mendapatkan sanksi membayar tebusan yang
diberikan kepada keluarga si terbunuh serta membebaskan hamba

66
Al-Qur‟an, An-Nisa, ayat 92, Al-Qur‟an dan Terjemahannya , 93.

32
sahaya dan berpuasa selama 2 hari berturut-turut sebagai bentuk taubat
kepada Allah.
Dalil sanksi zhihar

‫دو َن لِ َماقَالُْوا فَتَ ْح ِريْ ُر َرقَبَ رة ِم ْن قَ ْب ِل‬ ِ ِ ِ ِ


ْ ‫َوالَّذيْ َن يُ ىظ ِهُرْو َن م ْن نّ َسا︣ئ ِه ْم ُُثَّ يَ ُع ْو‬
)١( ‫اَّللُ ِِبَا تَ ْع َملُ ْو َن َخبِْي ٌر‬ َّ ‫اَ ْن يَّتَ َما︣ َّساۖ ذَلِ ُك ْم تُ َعظُْو َن بِِهۖ َو‬
Artinya:
“Dan mereka menzihar istrinya, kemudian menarik kembali apa
yang telah mereka ucapkan, maka (mereka diwajibkan)
memerdekakan seorang budak sebelum kedua suami istri itu
bercampur. Demikianlah yang diajarkan kepadamu, dan Allah
Maha Mengetahui terhadap apa yang kamu kerjakan.” (QS. Al-
Mujadilah ayat 3)67
Maksud dalam ayat tersebut ialah zhihar merupakan salah satu cara
talak dengan suami mengucapkan bahwa sang istri sama dengan
ibunya “Kamu itu bagiku sama dengan punggung ibuku” sebab dia
telah menyamakan istrinya dengan ibunya atau dia mengharamkan
istrinya untuk dirinya. Apabila seorang suami telah menzhihar istrinya
kemudian akan rujuk kembali maka sanksinya adalah memerdekakan
hamba sahaya sebelum keduanya bercampur.
c) Memerintahkan majikan untuk memberikan kesempatan kepada budak
untuk memerdekakan diri (mukatabah) oleh karena itu budak berhak
mendapatkan zakat sebagai suatu usaha untuk memerdekakan dirinya
d) Melaksanakan nazar dengan memerdekakan budak.68
e) Memilih budak mukmin sebagai calon suami atau calon istir. dalam
QS. Al-Baqarah dijelaskan sebagai berikut:

‫ت َح ىّّت يُ ْؤِم َّنۖ َوَالََمةٌ ُم ْؤِمنَةٌ َخْي ٌر ِم ْن ُم ْش ِرَك رة َّولَ ْو‬ ِ ‫والَتَنْ ِكحوا الْ ْش ِرىك‬
ُ َ
‫ْي َح َّّت يُ ْؤِمنُ ْواۖ َولَ َعْب ُد ُم ْؤِم ٌن َخْي ٌرِّم ْن ُم ْش ِر رك‬ ِ ِ
َ ْ ‫اَ ْع َجبَ ْت ُك ْمۖ َوالَتُْنك ُحوا املُ ْش ِرك‬

67
Al-Qur‟an, Al-Mujadilah, ayat 3, Al-Qur‟an dan Terjemahannya , 542.
68
Rusdiya Bahri, “Human Trafficking, Dan Solusinya Dalam Perspektif Hukum Islam,” 93-94.

33
ِ‫اَّلل يَ ْد ُعوا اِ َل اجلَن َِّة ولْم ْغ ِفرة‬
َّ ‫و‬ ِ ‫ك يَ ْد ُع ْو َن اِ َل النَّا‬
ۖ
‫ر‬ َ ِ‫َّولَواَ ْعجب ُكمۖ اُ ىولئ‬
َ ََ ْ ُ َ ْ ََ ْ
)١١١( ‫َّاس لَ َعلَّ ُه ْم يَتَ َذ َّكُرْو َن‬ِ ‫ْي اى ىيتِهۖ لِن‬ ِ
َُِّ‫َِبِ ْذنهۖ َويُب‬
Artinya:
“Dan janganlah kamu nikahi perempuan musyrik sebelum
mereka beriman. Sungguh hamba sahaya perempuan yang
beriman lebih baik daripada perempuan musyrik meskipun dia
menarik hatimu. Dan janganlah kamu nikahkan orang (laki-laki)
musyrik (dengan perempuan yang beriman) sebelum mereka
beriman. Sungguh, hamba sahaya laki-laki yang beriman lebih
baik daripada laki-laki musyrik meskipun dia menarik hatimu.
Mereka mengajak ke neraka sedangkan Allah mengajak ke surga
dan ampunan dengan izin-Nya. (Allah) menerangkan ayat-ayat-
Nya kepada manusia agar mereka mengambil pelajaran.”
(QS.Al-Baqarah ayat 221)69
Maksud dalam ayat tersebut ialah dalam syari‟at Islam menetapkan
persamaan kedudukan dihadapan Allah dengan memilih calam suami
ataupun calon istri bahwasannya seorang budak mu‟min lebih baik
dipilih sebagai suami daripada seorang musyrik meskipun itu luar
biasa dan mengagumkan, dan seorang budak wanita muslimah lebih
baik untuk dipilih sebagai calon istri daripada sebagai isteri daripada
seorang wanita yang luar biasa dan mengagumkan. Hukum Islam
seorang harus diperhatikan dan diperlakukan sama dengan yang lain
tanpa ada suatu perbedaan status dan tidak boleh dibebani dengan
pekerjaan diluar kemampuannya.
Hukum pidana Islam merupakan sebuah hukum/aturan yang
diyakini oleh masyarakat Islam sebagai aturan yang bersumber dari
AL-Qur‟an dan Hadits dan harus dilaksanakan secara konsekuen oleh
masyarakat Islam, dalam hukum pidana Islam memiliki tujuan untuk
mencegah kejahatan sebagai berikut:

69
Al-Qur‟an, Al-Baqarah, ayat 221, Al-Qur‟an dan Terjemahannya , 35.

34
a) Pencegahan dari aspek akidah atau iman, sebab dengan keimanan
seseorang merasa terawasi oleh Allah SWT, karena orang yang
melakukan kejahatan apa saja disebabkan karena tidak mengingat
Allah SWT atau dengan kata lain imannya tidak sedang,
bersamnya;
b) Pencegahan dari aspek ibadah yang dilakukan dengan baik akan
berdampak pada kebaikan perilaku;
c) Pencegahan dari segi keadilan sosial, masyarakat Islam khususnya
sudah diberi kesempatan untuk berusaha, bekerja untuk memenuhi
kebutuhan hidup dengan mencari pekerjaan yang halal lagi baik
dan mencegah diri dari perbuatan yang tidak baik dan tidak halal;
d) Pencegahan dari segi amar ma‟ruf nahi munkar tugas ini menjadi
kewajiban semua masyarakat Islam untuk senantiasa beramal
ma‟ruf dan mencegah diri dari perbuatan keji dan mungkar. Tujuan
ini menjadi hal pokok dalam syari‟at Islam.70
4. Sosiologi Hukum Islam
a. Definisi Sosiologi Hukum Islam
Sosiologi hukum adalah bagian dari sosiologi jiwa manusia yang
mnelaah sepenuhnya realitas sosial hukum, dimulai dari hal-hal yang
nyata dan observasi perwujudan lahiriah, di dalam kebiasaan-
kebiasaan kolektif yang efektif.71 Menurut Sajipto Raharjo sosiologi
hukum adalah pengetahuan hukum terhadap pola perilaku masyarakat
dalam konteks sosial.72
Hukum Islam sebagai sebuah hukum tidak lepas dari pengaruh-
pengaruh sosial budaya yang hidup di masyarakat. Sosiologi hukum
Islam dapat diartikan ilmu yang mengkaji hukum islam dari sudut
pandang sosiologis. Sudut pandang tersebut merupakan ciri pemikiran
pakar Hukum Islam yang melihat gejala kehidupan manusia, atau

70
Sukirno dan sitti Aisyah Kara, “Sistem Sanksi Perdagangan Anak Menurut Islam”, Jurnal
Diskursus Islam 06, No. 2:2018, 320, diakses pada 28 Desember 2019. https://journal.uin-
alauddin.ac.id.
71
Alvin S. Johnson, Sosiologi Hukum, (Jakarta:Rineka Cipta, 2006), 64.
72
Beni Ahmad Saebeni, Sosiologi Hukum, (Bandung:Pustaka Setia, 2013), 16.

35
perilaku manusia sebagai suatu kontinum yang mengalami perubahan
dengan menempatkan illat sebagai independent variable.73
Sosiologi hukum merupakan pengetahuan realitas relatif karena
senantiasa mengedepankan kajiannya terhadap sesuatu yang terjadi
dan yang mungkin akan terjadi. Hukum yang berupa kaidah sosial atau
pelbagai peraturan dalam prinsip sosiologi hukum mengalami berbagai
perubahan. Setiap perubahan kemungkinan akan memegaruhi perilaku
masyarakat.74
b. Karakteristik Sosiologi Hukum Islam
Menurut Soerjono Soekanto pendekatan studi hukum di
masyarakat dilakukan dengan tiga macam pendekatan yaitu:
pendekatan normatif, pendekatan empiris, dan filosofis. Ketiga
pendekatan tersebut dijelaskan sebagai berikut:
1) Kajian normatif (analitis dogmatis)
Kajian normatif bersifat peskriptif yaitu kajian yang
menentukan apa yang benar dan apa yang salah. Kajian normatif
terhadap hukum dilakukan antara lain pada ilmu hukum pidana
positif, hukum tata negara positif dan hukum perdata positif. Kajian
hukum normatif ditekankan kepada norma-norma yang berlaku
pada saat itu atau norma yang telah dinyatakan oleh undang-
undang. Pendekatan normatif mempelajari norma-norma (kaidah,
patokan, ugeran dan ajaran agama) yang menjadi ekspresi perilaku
manusia, disamping mengikat juga mengendalikan pergaulan antara
masyarakat dan lingkungannya. 75
2) Kajian empiris

73
Ahmad Supriyadi, Sosiologi Hukum Islam, (Kudus:Nora Media Enterprise, 2011), 7.
74
Beni Ahmad Saebeni, Sosiologi Hukum, 29.
75
Fihtriatus Shalihah, Sosiologi Hukim, (Depok:Raja Grafindo, 2017), 45.
https://repsoritory.uir.ac.id.

36
Kajian empiris adalah kajian yang memandang ilmu hukum
sebagai kenyataan yang mencakup kenyataan sosial dan kultur.
Kajian ini bersifat deskriptif. Secara deskriptif, kaidah-kaidah sosial
yang tidak tertulis tergambarkan dalam bentuk tindakan sosial yang
berbentuk meninggalkan atau melaksanakan perbuatan. Adapun
hukum-hukum yang tertulis secara deskriptif dapat dianalisis secara
dokumentatif melalui pendekatan literatur.
3) Kajian filosofis
Kajian ini lebih menitikberatkan pada seperangkat nilai-nilai
ideal, yang seyogyanya senantiasa menjadi rujukan dalam setiap
pembentukan pengaturan dan pelaksanaan hukum. Tujuan dari
kajian filosofis adalah untuk memahami secara mendalam hakikat
dari hukum.76
Menurut Ramdani secara umum studi hukum di masyarakat
dapat dilakukan dengan dua pendekatan yaitu pendekatan empiris dan
pendekatan teoritis. Pendekatan teoritis menggunakan berbagai teori
hukum dan teori sosial untuk mempelajari dan memaknakan berbagai
tindakan hukum di masyarakat, sedangkan pendekatan empiris lebih
menitikberatkan pada penelitian, observasi terhadap realitas hukum
yang dilaksanakan oleh masyarakat, yang dihubungkan dengan teks-
teks umum yang berlaku, kaidah hukum yang normatif, dan berbagai
peraturan yang berkaitan dengan perintah atau larangan bagi
masyarakat.77
c. Objek Sosiolgi Hukum Islam
Kajian sosiologi hukum mencoba melihat objek kajiannya
dengan mengetahui dan memahami hal nyata objeknya yang menjadi
76
Fihtriatus Shalihah, Sosiologi Hukim,(Depok:Raja Grafindo, 2017), 46.
https://repsoritory.uir.ac.id.
77
Fihtriatus Shalihah, Sosiologi Hukim,(Depok:Raja Grafindo, 2017), 30.
https://repsoritory.uir.ac.id.

37
objek sosiologi hukum adalah pertama, sosiologi hukum mengkaji
hukum dalam wujudnya atau Government Social Control, dalam hal
ini sosiologi hukum mengkaji seperangkat kaidah khusus yang berlaku
serta dibutuhkan, guna menegakkan ketertiban dalah kehidupan
masyarakat. Kedua, sosiologi hukum mengkaji suatu proses yang
berusaha membentuk warga masyarakat sebagai makhluk sosial.78
Terdapat beberapa konsep sosiologi hukum yang menjadi dasar
pengembangan sosiologi hukum serta menjadi acuan dalam
pembentukan hukum antara lain :
1) Hukum sebagai Social Control
Social control diartikan sebagai suatu proses baik yang
direncanakan maupun tidak, yang bersifat mendidik, mengajak,
atau bahkan memaksa warga masyarakat agar mematuhi sistem
kaidah dan nilai yang berlaku.79 Social control dalam hukum Islam
berarti suatu norma yang mengatur perbuatan-perbuatan
masyarakat agar sesuai dengan kaedah dalam al-Qur‟an dan as-
sunnah.80
Hukum sebagai social control merupakan wujud
implementasi dari kepastian hukum, sehingga peraturan
perundang-undangan yang dilakukan benar terlaksana oleh
penguasa dan penegak hukum. Pengendalian sosial adalah upaya
mewujudkan kondisi seimbang dalam masyarakat, yang bertujuan
terciptanya suatu keadaan yang serasi antara stabilitas dan
perubahan dalam masyarakat.81
2) Hukum sebagai Social Engineering
78
Yesmil Anwar dan Adang, Pengantar Sosiologi Hukum, (Jakart:Grasindo, 2011) 129,
Ipusnas.
79
Zainuddin, Sosiologi Hukum, (Jakarta:Media Grafika, 2008), 22.
80
Ahmad Supriyadi, Sosiologi Hukum Islam, 144.
81
Amran Saudi, Sosiologi Hukum Penegakan, Realitas, dan Nilai Moralitas Hukum, (Jakarta
Timur: Kencana, 2018), 19-20, Ipusnas.

38
Hukum dapat berfungsi sebagai social engineering berkaitan
dengan fungsi dan keberadaan hukum sebagai pengatur dan
penggerak perubahan masyarakat perlu diperhatikan oleh praktisi
hukum dengan interpretasi analogi demi terwujudnya
keseimbangan. Penggunaan hukum sebagai suatu alat untuk
melakukan social engineering melibatkan penggunaan peraturan-
peraturan yang dikeluarkan oleh pembuat hukum untuk
82
menimbulkan akibat dalam masyarakat. Fungsi Social
engineering dari hukum tidak akan dapat berjalan dengan baik jika
tidak diimbangi dengan iktikad (good faith) dari penegak hukum
dan masyarakat untuk melaksanakan norma-norma dan aturan
hukum yang ada.
d. Agama Sebagai Kaidah Hukum dan Kaidah Sosial
Secara filosofis manusia manusia adalah makhluk yang memiliki
tiga tipe yaitu: manusia adalah makhluk sosial (an-nas), manusia
makhluk beretika dan bersetetika (al-insan), dan makhluk biologis (al-
basyar). Menurut teori struktural fungsional masyarakat merupakan
suatu organisme yang harus ditelaah dengan konsep-konsep biologis
tentang struktur dan fungsi. Kehidupan masyarakat secara sosiologis
akan menjalani proses interaksi struktural yakni sebagai interaksi yang
dipaksa, dibimbing, diyakinkan oleh sistem yang berlaku.
Perilaku sosial yang merujuk pada hukum sosial dan hukum
dalam ajaran agama yang ditopang oleh sistem ritual dan tujuan ideal
di dalamnya dimanifestasikan ke dalam perilaku tradisional. Ibnu
Khaldun menegaskan bahwa agama sebagai sumber sosial normatif
sangat berpengaruh dalam membentuk perilaku klektif dalam suatu
kelompok karena agama di pandang sebagai salah satu bagian dari

82
Ronny Hanintyo Soemitro, Studi Hukum dan Masyarakat, (Bandung:Offset Alumni, 1982),
52.

39
sistem sosial dan sistem budaya suatu masyarakat, yang mempunyai
kaitan erta dengan bagian-bagian lain dari masyarakat.83
Fungsi agama dalam pengukuhan nilai-nilai, sumber pada
kerangka acuan yang bersifat sakral, maka norma dikukuhkan dengan
sanksi-sanksi sakral dalam setiap masyarakan sanksi-sanksi sakral
mempunyai kekuatan memaksa istimewa karena ganjaran dan
hukumnya bersifat duniawi dan ukhrawi. Fungsi agama di bidang
sosial adalah fungsi penentu, di mana agama menciptakan suatu ikatan
bersama, baik dalam anggota-anggota masyarakat maupun dalam
kewajiban-kewajiban sosial yang membantuk mempersatukan
masyarkat.84
Agama sebagai gejala sosial dan gejala hukum, dapat
disimpulkan bahwa dalam perspektif sosiologi hukum peran agama
sangat penting dalam kaitannya sebagai berikut:
1) Sumber nilai yang dianut masyarakat sebagai sandaran perilaku
sosial;
2) Terbentuknya norma dan kaidah sosial yang diyakini berlaku bagi
kehidupan sosial dan kehidupan transendental;
3) Hukum yang berlaku di masyarakat bersifat tradisional normatif
dengan bentuk perlaku yang koleltif dan homogen;
4) Sumber-sumber dalam ajaran agama dimaknai dan membentuk
takdir hukum bagi kehidupan sosial yang secara turum temurun
berlaku sebagai tolak ukur kebenaran suatu tingkah laku
masyarakat;
5) Norma sosial yang merujuk pada ajaran agama merupakan gejala
sosial yang dapat membangkitkan wacana perumusan hukum yang
berlaku positif sebagai suatu hukum negara;
6) Hukum dipandang sebagai gejala sosial, sebagai bentuk
demonstrasi sosial terhadap prinsi-prinsip kebenaran, keadilan,
dan berkemanusiaan dengan unversalitas kebenaran yang tidak
dapat dibendung sebagai akibat perubahan zaman.85
e. Efektivtitas Hukum dan Kesadaran Hukum

83
Beni Ahmad Saebeni, Sosiologi Hukum, 47.
84
Noor Ma‟rufin, Sosiologi Agama, (Kudus:STAIN Kudus Press, 2006), 236.
85
Beni Ahmad Saebeni, Sosiologi Hukum, 67.

40
Kesadaran artinya keadaan ikhlas yang muncul dari hati nurani
dalam mengakui dan menanggalkan sesuatu sesuai dengan tuntunan
yang terdapat di dalamnya. Kesadaran hukum artinya tindakan dan
perasaan yang tumbuh dari hati nurani dan jiwa yang terdalam dari
manusia sebaga individu atau masyarakat untuk melaksanakan aturan-
aturan yang ada dalam hukum.
Pada umumnya orang berpendapat bahwa kesadaran masyarakat
terhadap hukum yang tinggi mengakibatkan masyarakat mematuhi
ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Efektivitas
hukum merupakan proses yang bertujuan untuk menjadikan hukum
efektif dalam menata kehidupan masyarakat. Efektivitas hukum dapat
dilihat dari dua hal yaitu hukum ditaati oleh masyarakat dan penegak
hukum dengan penuh kesadaran serta nilai-nilai hukum dalam
peraturan selaras dengan nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat.86
Achmad Ali mengidentifikasi sejulamlah faktor yang
mempengaruhi efektivitas hukum yang diukur dari seberapa taat
masyarakat dan aparat hukum meneggakkan hukum yaitu:
1) Relevansi aturan hukum secara umum dengan kebutuhan hukum
dari masyarakat yang menjadi target aturan hukum.
2) Ada kejelasan rumusan dari substansi aturan hukum yang
karenanya hukum mudah dipahami oleh seluruh target penegakan
hukum.
3) Didukung dengan sosialisasi norma dan aturan hukum secara
massif kepada seluruh target penegakan hukum.
4) Jika hukum yang dimaksud adalah perundang-undangan,
seyogyanya aturan-aturan dibuat bersifat melarang dan bukan
mwajibkan.

86
Amran Saudi, Sosiologi Hukum Penegakan, Realitas, dan Nilai Moralitas Hukum, 22-23.

41
Kesadaran hukum berkaitan dengan kepatuhan hukum,
kesadaran hukum merujuk pada sikap masyarakat terhadap keberadaan
hukum. Sikap terhadap hukum dapat berupa penerimaan (acceptance),
penolakan (denial), ataupun pengabaian (ignorance). Sikap tersebut
tercermin dalam masyarakat.
Terdapat beberapa indikator kesadaran hukum yang dirumuskan
oleh para ahli hukum yaitu:
1) Pengetahuan hukum yaitu hal-hal mengenai norma dan aturan
hukum yang diketahui oleh masyarakat.
2) Pemahaman hukum yaitu pemaknaan masyarakat terhadap nilai
esensi dari norma dan aturan hukum yang ada.
3) Sikap hukum yaitu pandangan masyarakat terhadap norma dan
aturan hukum yang ada dapat berupa penerimaan maupun
penolakan.87
B. Penelitian Terdahulu
Jurnal atau hasil penelitian terdahulu berisi uraian berkaitan dengan
penelitian yang telah dilaksanakan atau penelitian yang sudah ada. Hasil
penelitian terdahulu digunakan sebagai pembanding atau acuan dalam
pengajuan skripsi agar penelitian yang akan dilaksanakan hampir serupa
namun tidak ada persamaan dalam pembahasan. Adapun judul penelitian
dalam proposal skripsi ini adalah implementasi Tindak Pidana Perdagangan
Manusia dalam Perspektif Sosiologi Hukum Islam (Analisis Putusan Perkara
No. 163/Pid.Sus/PN Kds). Beberapa hasil penelitian terdahulu yang berkaitan
dengan judul penelitian adalah sebagai berikut :
1. Skripsi Oleh Ahmad Syarif Hidayatullah dengan judul Tindak Pidana
Perdagangan Anak (Perspektif Hukum Positif dan Hukum Islam). 88 Hasil

87
Amran Saudi, Sosiologi Hukum Penegakan, Realitas, dan Nilai Moralitas Hukum, 23-24.
88
Ahmad Syarif HIdayatullah, “Tindak Pidana Perdagangan Anak (Perspektif Hukum Positif
dan Hukum Islam)”, (Skripsi UIN Syarif Hidayatullah 2017).

42
penelitian dalam skripsi tersebut ialah dalam hukum positif di Indonesia
menjabarkan perdagangan anak adalah setiap tindakan mengerahkan
(mengajak), mengangkut, memindahkan dari satu tempat ke tempat lain,
menyerahterimakan anak atau perempuan kepada orang lain atau
sekelompok orang atau agen/sponsor untuk melakukan pekerjaan-
pekerjaan yang melanggar hak asasi manusia. Bagi yang melanggar
mendapatkan sanksi sesuai dalam Undang-Undang No. 21 Tahun 2007
tentenag TPPO. Hukum Islam menjabarkan sanksi bagi pelaku
perdagangan anak adalah hukuman ta‟zir yaitu berupa hukuman mati,
penjara, pengucilan, penyalipan, dera, pengasingan dan pemeriksaan di
sidang pengadilan dalam fiqih klasik belum ada aturan tegas mengenai hal
ini. Persamaan dan perbedaan dalam hukum positif dan hukum Islam
dalam mengatur perdagangan anak ini yaitu pada kriteria perdagangan
anak diantaranya adalah tindakan merekrut, mengajak, mengangkut,
memindahkan, dari satu tempat ke tempat lain, dan menyerahterimakan
anak atau perempuan kepada orang lain.
2. Skripsi oleh Mia Ulfa dengan judul Sanksi Terhadap Pelaku Tindak
Pidana (Human Trafficking) Menurut Undang-Undang No 21 Tahun 2007
Dan Hukum Pidana Islam.89 Hasil penelitian dalam skripsi tersebut adalah
pengaturan tindak pidana perdagangan orang (human trafficking) diatur
dalam Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Tindak Pidana
Perdagangan Orang, selain diatur dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun
2007 diatur juga dalam KUHP Pasal 297, 324. Dalam hukum pidana Islam
kejahatan perdagangan orang tidak diatur secara khusus di dalam nash.
Adapun persamaan dan perbedaan tindak pidana perdagangan orang
(human trafficking) menurut Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 dan
hukum pidana Islam antara lain: Persamaan perdagangan orang (human

89
Mia Ulfa, “Sanksi Terhadap Pelaku Tindak Pidana (Human Trafficking) Menurut Undang-
Undang No 21 Tahun 2007 Dan Hukum Pidana Islam”, (Skripsi UIN Raden Fatah Palembang 2018).

43
trafficking) menurut Undang-Undang merupakan tindak kejahatan karena
telah memenuhi unsur tindak pidana atau jarimah. Perbedaan Undang-
Undang TPPO dan hukum pidana Islam terletak pada sanksi.
3. Skripsi oleh Mariyah Ulfa dengan judul skripsi Tindak Pidana
Perdagangan Orang dalam Perspektif Hukum Pidana Positif dan Hukum
Islam.90 Menurut hukum Islam perdagangan orang adalah sistem
segolongan manusia yang dirampas kebebasan hidup untuk bekerja guna
kepentingan golongan manusia lain. Sedangkan menurut hukum positif
perdagangan orang adalah segala bentuk kejahatan manusia yang
bertujuan mencari keuntungan sepihak. Terdapat beberapa perbedaan
konsep dasar dalam perdagangan orang. Sanksi bagi pelaku perdagangan
orang dalam hukum positif yaitu sesuai dalam Undang-Undang yang
berlaku. Sedangkan dalam hukum Islam ukuran sanksi pada perdagangan
orang jarimah ta‟zir ini diserahkan pada ijtihad dan keputusan majelis
hakim dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
4. Jurnal oleh Niki Alma Febriana Fauzi dengan judul Islam dan Human
Trafficking (Upaya Nabi dalam Melawan Praktik Human Trafficking Pada
Masa Awal Islam).91 Human trafficking adalah bentuk perbudakan
modern yang harus diperangi bersama. Dengan memepertimbangkan nilai-
nilai, perbudakan modern ini sudah semestinya dihapuskan dari muka
bumi. Karena human trafficking disebut sebagai perbudakan modern,
menggali nilai Islam dari rekam jejak Nabi dalam memerangi perbudakan
adalah satu langkah strategis. Ada beberapa praktik perbudakan yang
tercatat dalam laporan hadis. Begitu juga upaya Nabi dalam
memeranginya pada masa awal Islam. Upaya Nabi dalam melawan

90
Mariyah Ulfa, Tindak Pidana Perdagangan Orang Dalam Perspektif Hukum Pidana Positif
dan Hukum Islam, (Skripsi UIN Walisongo Semarang 2018).
91
Niki Alma Febriana Fauzi, “Islam dan Human Trafficking(Upaya Nabi dalam Melawan
Praktik Human Trafficking Pada Masa Awal Islam”, Jurnal Muwazah 9, No. 2:2017, diakses
pada 3 Februari 2020. https://e-journal.iainpekalongan.ac.id

44
perbudakan paling tidak ada empat langkah: pertama, mengangkat derajat
budak setara dengan manusia normal yang lain serta bersikap baik
kepadanya; kedua, memotivasi para Sahabat untuk berlomba dalam
memerdekakan budak; ketiga, mengancam orang yang melakukan praktik
human trafficking; dan keempat, menjadikan pembebasan budak sebagai
mekanisme penerapan sanksi atas pelanggaran ajaran agama (kaffārah).
5. Jurnal Oleh Sukirno dan Sitti Aisyah Kara dengan judul Sistem Sanksi
Perdagangan Anak Menurut Hukum Islam.92 Persoalan tindak pidana
perdagangan manusia telah meluas, sehingga PBB mengeluarkan protokol
untuk mencegah dan memberantas perdagangan manusia. Banyak sekali
faktor pendorong yang menjadikan seseorang dapat menjadi korban
perdagangan manusia salah satunya adalah factor ekonomi.
Tabel 2.1
Penelitian Terdahulu

No Nama Variabel Persamaan Perbedaan

1 Ahmad Syarif Tindak Pidana Persamaan: Perbedaan:


Hidayatullah Perdagangan Anak meneliti Penelitian
(2017) (Perspektif Hukum tentang terdahulu
Positif dan Hukum tindak pidana meneliti secara
Islam) perdagangan spesifik tentang
manusia perdagangan
manusia yang
menjadi korban
adalah anak,
perdagangan

92
Sukirno dan sitti Aisyah Kara, “Sistem Sanksi Perdagangan Anak Menurut Islam”, Jurnal
Diskursus Islam 06, No. 2:2018, diakses pada 28 Desember 2019. https://journal.uin-
alauddin.ac.id.

45
anak yang di
telaah
berdasarkan
hukum positif
dan hukum
Islam.

Persamaan: Perbedaan:
meneliti penelitian
tentang terdahulu
human meneliti tentang
trafficking sanksi pelaku
(perdagangan perdagangan
manusia) manusia dalam
Sanksi Terhadap
Undang-Undang
Pelaku Tindak
No 21 Tahun
Pidana (Human
2007 tentang
Trafficking)
Mia Ulfa Tindak Pidana
2 Menurut Undang-
(2018) Perdagangan
Undang No 21
Orang dan
Tahun 2007 Dan
pengaturan
Hukum Pidana
sanksi tindak
Islam.
pidana
perdagangan
manusia dalam
KUHP Pasal
297, 324. Dalam
hukum Islam
sanksi bagi

46
pelaku
perdagangan
manusia
ditetapkan
jarimah ta‟zir
yang
hukumannya
ditentukan oleh
hakim.

Persamaan: Penelitian
Perdagangan terdahulu
Manusia membahas
perdagangan
manusia dalam
segi hukum
positif dan
Tindak Pidana
hukum Islam
Perdagangan
dalam hukum
Mariyah Ulfa Orang dalam
3 positif sanksi
(2018) Perspektif Hukum
bagi pelaku
Pidana Positif dan
perdagangan
Hukum Islam.
manusaia adalah
dipenjara 3
tahun sampai
seumur hidup
dengan dendan
Rp.
120.000.000.,

47
sampai
Rp.800.000.000.,
Sedangkan
dalam hukum
Islam sanksi
perdagangan
manusia
diserahkan
kepada hakim
dengan
mengikuti
peraturan
perundang-
undangan yang
berlaku

Persamaan : Perbedaan:
meneliti Penelitian
tentang terdahulu
Islam dan Human Human membahas
Trafficking (Upaya Trafficking Human
Niki Alma Nabi dalam (Perdagangan Trafficking
4 Febriana Fauzi Melawan Praktik Orang) dianggap sebagai
(2017) Human Trafficking bentuk
Pada Masa Awal perbudakan
Islam). zaman modern,
sehingga
Rasulullah
membuat upaya

48
untuk melawan
perbudakan

Persamaan : Perbedaan:
meniliti peneliti
Sistem Sanksi tentang terdahulu lebih
Sukirno dan
Perdagangan Anak perdagangan spesifik ke
5 Sitti Aisyah
Menurut Hukum orang perdagangan
Kara (2018)
Islam anak menurut
hukum Islam

C. Kerangka Berfikir
Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan dalam teori-teori yang
terkait dengan judul tentang Tindak Pidana Perdagangan Manusia dalam
Perspektif Sosiologi Hukum Islam (Analisis Putusan Perkara No
163/Pid.Sus/PN.Kudus). Telah dibahas secara detail dan rinci mengenai
pokok-pokok bahasan yang berkaitan dengan teori-teori yang mendukung
judul penelitian. Selanjutnya peneliti akan menguraikan berbagai landasan
teori tersebut sehingga penelitian dapat tercapai sesuai yang diharapkan.
Berdasarkan landasan teori diatas dapat dibuat model penelitian untuk
memudahkan dalam mengkaji permasalahan tentang “Tindak Pidana
Perdagangan Manusia dalam Perspektif Sosiologi Hukum Islam (Analisis
Putusan Perkara No 163/Pid.Sus/PN.Kudus)

49
Gambar 2.2
Kerangka Berfikir

Berdasarkan bagan tersebut dapat dilihat bahwa secara sosiologis


tindak pidana bisa disebabkan karena kondisi-kondisi dan proses sosial yang
menghasilkan perilaku sosial lainnya. Hukum dalam hali ini berfungsi untuk
mengontrol perilaku masyarakat agar tidak menyimpang dari norma-norma
yang berlaku. Kesadaran masyarakat akan pentingnya mentaati peraturan
menjadi tolak ukur bahwa hukum tersebut efektif diterapkan dalam
masyarakat.

50
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Jenis dan Pendekatan
Penelitian ini menggunakan jenis field riset yaitu penelitian yang
dilakukan dilapangan atau lingkungan tertentu. Penulis melakukan suatu studi
yang langsung kelapangan untuk memperoleh informasi atau data dari
responden. Penelitian ini peniliti melakukan studi langsung ke lapangan yaitu
Pengadilan Negeri Kelas 1 B untuk memperoleh data yang konkret tentang
putusan majelis hakim dengan nomer perkara 163/Pid.Sus/PN.Kds tentang
perdagangan manusia. Untuk memperoleh data penelitian penulis
menggunakan metode penelitian kualitatif yang merupakan suatu metode
yang digunakan untuk meneliti pada kondisi obyek alamiah dimana peneliti
sebagai instrument kunci, teknik pengumpulan data dilakukan secara
triangulasi, analisis data bersifat induktif dan hasil penelitian kaulitatif lebih
menekankan generalisasi.
Metode pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah
metode kualitatif yang bersifat yuridis empiris (sosiologi hukum) yaitu
pendekatan yang melihat sesuatu kenyataan hukum di dalam masyarakat.
Pendekatan yuridis empiris digunakan untuk melihat aspek-aspek hukum
dalam interaksi social dalam masyarakat dan berfungsi sebagai penunjang
untuk mengidentifikasi dan mengklarfikasikan temuan bahan nonhukum bagi
keperluan penelitian.1
Oleh karena itu, dengan menggunakan pendekatan yuridis empiris
yaitu mendekati masalah yang diteliti dengan mendasarkan pada aspek-aspek
hukum dalam interaksi social dalam masyarakat tentang “Tindak Pidana
Perdagangan Manusia dalam Perspektif Sosiologi Hukum Islam (Analisis
Putusan Perkara No.163/Pid.Sus/PN.Kds)

1
Zainuddin Ali, Metode Penelitian Hukum, (Jakarta:Sinar Grafika, 2016), 105.

51
B. Setting Penelitian
Penelitian ini dimaksudkan di suatu tempat atau wilayah yang dimana
peneliti akan melaksanakan penelitian. Penelitian ini akan dilakukan di
Pengadilan Negeri Kudus Kelas 1 B sebagai lembaga yang memiliki
wewenang untuk memutuskan perkara. Pemilihan lokasi tersebut dikarenakan
memiliki wewenang untuk memutuskan perkara No.163/Pid.Sus/PN.Kds
tentang perdagangan manusia diwilayah Kabupaten Kudus. Penelitian ini juga
untuk meanalisis dampak sosiologi hukum Islam terhadap putusan perkara
No. 163/Pid.Sus/PN.Kds.
C. Subjek Penelitian
Subjek penelitian sumber utama data penelitian yang memiliki data
tentang variabel-variabel yang diteliti. Subjek yang diteliti bisa berupa
individu, kelompok atau lembaga atau suatu komunitas tertentu. Subjek dalam
penelitian ini adalah putusan hakim Pengadilan Negeri Kudus melalui
wawancara yang dilakukan dengan hakim yang memutuskan perkara tersebut
agar mendapat data-data yang pasti.
D. Sumber Data
Sumber data dalam penelitian ini sebagai berikut:
1. Data primer yang merupakan data yang langsung dari narasumber yaitu
berupa dokumen resmi yang kemudian diolah oleh penulis. Data ini
diperoleh dari Pengadilan Negeri Kudus yaitu berupa putusan perkara No.
163/Pid.Sus/PN.Kds.
2. Data sekunder yaitu data yang diperoleh dari wawancara, dokumen-
dokumen tidak resmi, buku-buku dan peraturan perundang-undangan.
E. Teknik Pengumpulan Data
Untuk mendapatkan data yang dibutuhkan maka peneliti menggunakan
teknik sebagai berikut:
1. Tenik Penelitian Kepustakaan

52
Data kepustakaan diperoleh melalui penelitian kepustakaan yaitu
seperti buku-buku, dokumen resmi, publikasi, hasil penelitian, tesis,
skripsi dan peraturan perundang-undangan.
2. Teknik Wawancara (interview)
Wawancara bertujuan untuk mendapatkan informasi atau ide atau
melalui tanya jawab, sehingga dapat dikonstruksikan makna dalam suatu
topik. Teknik wawacara yang digunakan dalam penelitian ini adalah
wawancara tidak terstruktur yang merupakan wawancara bebas dimana
peneliti ingin mengetahui hal-hal dan responden secara mendalam.
Narasumber dalam penelitian ini adalah majelis hakim yang memutuskan
perkara No. 163/Pid.Sus/PN.Kds.
3. Teknik Dokumentasi
Teknik ini digunakan untuk mengumpulkan data dan informasi baik
berupa tulisan, gambar, atau karya monumental. Metode dokumentasi
digunakan untuk memperkuat hasil wawancara. Dokumen ini berkaitan
dengan tindak pidana perdagangan manusia dalam perspektif sosiologi
hukum Islam.
F. Pengujian Keabsahan Data
Pada uji keabsahan data peneliti melakukan langkah-langkah sebagai
berikut:
1. Uji Kredibilitas Data
Uji kredibilitas data dilakukan melalui:
a. Perpanjangan Pengamatan
Perpanjangan pengamatan berarti memungkinkan peningkatan
data, perpanjangan pengamatan data mejadi derajat kepercayaan data
yang diperoleh dan dikumpulkan selain itu juga berfungsi untuk

53
mengecek data yang sudah didapat benar atau tidak.2 Perpanjangan
pengamatan dilakukan peneliti ketika merasa ada yang kurang dari
data yang didapat sehingga dilakukan perpanjangan penelitian untuk
mendapatkan data yang valid mengenai tindak pidana perdagangan
manusia.
b. Peningkatan Ketekunan
Peningkatan ketekunan berarti melakukan pengamatan secara
lebih cermat serta berkesinambungan dengan cara tersebut maka
kepastian data dan urutan peristiwa dapat direkam secara sistematis
dan pasti. Untuk meningkatkan ketekunan peneliti melakukan dengan
cara membaca berbagai referensi, buku, hasil penelitian dan dokumen-
dokumen terkait dengan tindak pidana perdagangan manusia dalam
perspektif sosiologi hukum Islam.
c. Triangulasi data
Triangulasi adalah pengecekan data dari berbagai sumber dengan
berbagai cara dan berbagai waktu. Triangulasi adalah sebagai cara
pemeriksaan yang memanfaatkan sumber, metode, dan teori.
Triangulasi pada dasarnya merupakan model pengecekan apakah data
sudah benar-benar tepat menggambarkan fenomena pada suatu
penelitian. Triangulasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah
triangulasi sumber, teknik dan waktu.
G. Teknik Analisis Data
Analisis data dalam penelitian kualitatif, dilakukan pada saat
pengumpulan data berlangsung dan setelah selesai pengumpulan data dalam
periode tertentu. Data yang diperoleh dari lokasi penelitian baik data primer
maupun data skunder akan disusun dan disajikan serta dianalisis dengan
menggunakan tiga langkah:

2
Tjutju Soendari, “Pengujian Keabsahan Data Penelitian Kualitatif”, diakses pada 8 januari
2019, https://repository.upi.edu.

54
1. Reduksi Data
Reduksi data merupakan bentuk analisis yang menajamkan,
menggolongkan, mengarahkan, membuang yang tidak perlu, dan
mengorganisasi data dengan sedemikian rupa sehingga kesimpulan akhir
dapat di ambil. Mereduksi data berarti merangkum, memilih hal-hal
pokok, memfokukuskan pada hal-hal yang penting, dicari tema dan
polanya, serta membuang yang tidak perlu.3 Dengan demikian data yang
telah direduksi akan memberikan gambaran yang lebih jelas, dan
mempermudah peneliti untuk melakukan pengumpulan data selanjutnya
dan mencarinya bila diperlukan. Dalam penelitian ini peneliti mereduksi
data yang berasal dari sumber wawancara, pengamatan dilokasi penelitian,
dan dokumen-dokumen penting lainnya.
2. Display Data
Penyajian data adalah sekumpulan informasi disusun, sehingga
memberi kemungkinan akan adanya penarikan kesimpulan dan
pengambilan dan pengembilan tindakan. Setelah direduksi makan
langakah selanjutnya adalah mendisplay data. Penyajian data dilakukan
dalam bentuk uaraian singkat, bagan. Dengan menyajikan data, maka akan
mempermudah untuk memahami apa yang terjadi dan merencanakan kerja
selanjutnya berdasarkan apa yang telah dipahami tersebut.
3. Verifikasi
Langkah selanjutnya adalah kesimpulan dan verifikasi. Kesimpulan
dalam penelitian ini diharapkan dapat menjawab rumusan masalah yang
dirumuskan sejak awal, didukung dengan bukti-bukti yang valid dan
konsisten saat peneliti kembali ke lapangan mengumpulkan data, maka
kesimpulan yang dilakukan merupakan kesimpulan yang kredibel.

3
Masrukin, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Kudus:Media Ilmu Press) 111.

55
BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Gambaran Umum Obyek Penelitian


Perdagangan manusia merupakan suatu problematika yang sejak
dahulu dihadapi oleh bangsa Indonesia yang telah memakan banyak korban.
Pemberantasan tindak pidana perdagangan manusia, telah diupayakan oleh
pemerintah Indonesia dengan dikeluarkannya Undang-Undang No. 21 Tahun
2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang. Undang-
Undang tersebut mengatur secara jelas larangan perdagangan manusia serta
sanksi yang didapat apabila melanngarnya.
Modus operandi perdagangan manusia setiap tahunnya mengalami
perubahan cara untuk menjerat para korbannya. Pada tahun 2018 POLRI
melaporkan terdapat 95 investigasi kasus, menurun bila dibandingkan dengan
tahun 2017 sebanyak 123 kasus. Sedangkan Mahkamah Agung melaporkan
316 tuntutan dan 279 putusan mengalami penurunan dibandingkan tahun 2017
sebanyak 407 tuntutan dan 331 hukuman.1
Banyak factor yang melatarbelakangi terjadinya perdagangan manusia,
tingkat pendidikan yang rendah, kesulitan ekonomi, gaya hidup yang
konsumtif, keinginan untuk menghasilkan uang yang banyak dengan cara
yang mudah dan cepat dapat menjadikan seseorang terbujuk rayuan para
pelaku korban perdagangan manusia yang menawarkan pekerjaan dengan gaji
yang tinggi seperti bekerja dikota besara atau pun diluar negeri yang nyatanya
justru dijadikan PSK.
Di Pengadilan Negeri Kudus terdapat 1 perkara perdagangan manusia
yang mana terdakwa terbukti bersalah melakukan tindak pidana perekrutan
dengan memberikan bayaran dengan dijadikan sebagai PSK. Terdakwa dalam

1
Kedutaan Besar dan Konsulat AS di Indonesia, “Laporan Tahunan Perdagangan Orang Tahun
2019”, diakses pada 5 Juli 2020, https://id.usembassy.gov.id

56
kasus tersebut terbukti melakukan tindak pidana dengan terpenuhinya unsur-
unsur tindak pidana, bukti-bukti serta para saksi yang menjadi korban.
Hukum Islam sendiri mengatur larangan perdagangan manusia baik
dalam al-Qur‟an maupun Hadist. Seperti dalam QS. An-Nur ayat 33 yang
menjelaskan larangan seseorang untuk mengeksploitasi orang lain dan
membebaskan para budak. Hukum Islam tidak membedakan manusia
berdasarkan, ras, agama, pekerjaan dan lain-lain, dalam Islam semua manusia
sama yang membedakan hanyal bentuk ketaatan kepada Allah SWT. Sehingga
sesame manusia tidak boleh merampas hak kebebasan yang lain.
Hukum Islam sebagai suatu hukum yang beradasar dari al-Qur‟an dan
Hadist yang menjadi pedoman umat Islam merupakan suatu pengukuhan nilai
dan sumber serta norma yang berlaku dalam masyarakat. Hukum dipandang
sebagai gejala social sebagai bentuk demonstrasi terhadap prinsip kebenaran,
keadilan dan kemanusiaan. Dalam kehidupan masyarakat terdapat kesadaran
masyarakat untuk mematuhi hukum dan norma yang berlaku dalam
masyarakat. Akan tetapi terkadang ada beberapa masyarakat yang abai akan
mematuhi hukum yang berlaku dalam masyarakat.
B. Hakekat Tindak Pidana Perdagangan Manusia dalam Putusan Perkara
No. 163/Pid.Sus/2016/PN. Kds
Berikut ringkasan kasus no perkara 163/Pid.Sus/PN.Kds tentang Perdagangan
manusia :
Kasus perdagangan manusia dalam putusan perkara No.
163/Pid.Sus/2016/PN.kds dijelaskan sebagai berikut : kasus berawal dari
Polres Kudus yang mendapatkan informasi dari masyarakat terdapat sebuah
akun facebook dengan nama “Kuntetoblo” yang menawarkan jasa PSK.
Kemudian Polres Kudus menugaskan 2 anggota polisi untuk melakukan
penyelidikan. Pada hari Senin 6, Juni 2016 jam jam 13:30 1 anggota polisi
berpura-pura hendak memasan PSK dengan cara membuka akun facebook
tersangka yang dalam akun tersebut terdapat status “yang pengen BO hubungi

57
nomerku 085xxxxxxx” selanjutnya salah satu anggota polisi tersebut
menelpon no hp terdakwa untuk memboking PSK. Kemudian kedua anggota
polisi tersebut bertemu di salah satu hotel di Kudus untuk bertemu dengan
terdakwa. Ketika terdakwa bertemu dengan kedua anggota polisi tersebut
terdakwa memperlihatkan berbagai foto PSK yang dalam penguasaannya
untuk di pilih. Setelah melihat-lihat foto PSK kedua anggota polisi tersebut
memilih 2 PSK, kemudian terdakwa memberi tarif PSK 1 sebesar Rp.
550.000., dan PSK 2 sebesar Rp. 450.000., sudah termasuk sewa hotel.
Kemudian kedua polisi tersebut menyetujuinya. Kemudian terdakwa
memesan kamar no 1 dengan tariff Rp.100.000., setelah di kamar salah satu
anggota polisi menginterogasi PSK 1 dan kemudian terjadi penangkapan.
Dalam hukum pidana untuk membuktikan terjadinya suatu tindak pidana
haruslah memenuhi unsur baik unsur subjektif maupun objektif. Dalam
putusan perkara No.163/Pid.Sus/PN.Kds jaksa penuntut umum mendakwa
terdakwa dengan surat dakwaan yang bersifat alternative yang memberi
kekuasaan kepada hakim untuk memilih dakwaan yang paling tepat dengan
memperhatikan fakta-fakta yang menunjuk pada pembuktian atas alat bukti.2
Jaksa penuntut umum dalam hal ini mendakwa terdakwa dengan
bentuk dakwaan alternativ yaitu:
1. Pasal 2 Ayat (1) Undang-Undang No. 21 tahun 2007 tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang.
2. Pasal 296 KUHP.
3. Pasal 506 KUHP.3
Majelis Hakim dalam hal ini memilih Pasal 2 Ayat (1) Undang-
Undang No. 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Perdagangan Orang. Unsur yang terdapat dalam putusan perkara No.
163/Pid.Sus/PN.Kds adalah sebagai berikut:

2
“Pidana Biasa, 123/Pid.Sus/Pn.Kds”, (Pengadilan Negeri Kudus, Januari 2017).
3
“Pidana Biasa, 123/Pid.Sus/Pn.Kds”, (Pengadilan Negeri Kudus, Januari 2017).

58
1. Setiap Orang
2. Melakukan perekrutan, pengangkutan, penampungan, pengiriman,
pemindahan atau penerimaan seseorang.
3. Unsur dengan ancaman kekerasan, penggunaan kekerasan, penculikan,
penyekapan, pemalsuan, penipuan, penyalahgunaan kekuasaan atau posisi
rentan penjeratan utang atau memberi bayaran, atau manfaat walaupun
memperoleh persetujuan dari orang yang memegang kendali atas orang
lain.
4. Unsur untuk tujuan mengeksploitasi orang tersebut di wilayah Negara
Republik Indonesia.4
Berdasarkan keterangan para saksi terdakwa tertangkap karena telah
mengelola saksi untuk di jadikan PSK. PSK 1 dan PSK 2 telah menjadi PSK
dibawah kendali tersangka selama 4 bulan. Terdakwa membayar PSK 1
sebesar Rp. 250.000., dan PSK 2 sebesar Rp. 200.000., setiap sekali melayani
pemakai jasa PSK. Terdakwa melakukan perekrutan kepada PSK 1 setelah
bertemu disebuah hotel kemudian terdakwa menawari PSK 1 untuk menjadi
PSK dibawah pengelolaannya. 5
Terdakwa menawarkan PSK di bawah pengelolaannya dalam akun
facebook bernama Kuntetoblo dengan status “Yang pingin BO hub nomerku
085xxxxxxx”. Terdakwa dalam hal ini melakukan pelayanan dengan wilayah
khusus di Kabupaten Kudus, yang merupakan wilayah Republik Indonesia
dengan ini maka terpenuhi unsur tersebut.6
Berdasarkan uraian pertimbangan tersebut maka terpenuhi dakwaan
kesatu, oleh karena itu Majelis Hakim memutuskan terdakwa bersalah
melakukan tindak pidana perdagangan manusia. Selama persidangan majelis
hakim tidak menemukan hal-hal yang dapat menghapuskan

4
“Pidana Biasa, 123/Pid.Sus/Pn.Kds”, (Pengadilan Negeri Kudus, Januari 2017).
5
“Pidana Biasa, 123/Pid.Sus/Pn.Kds”, (Pengadilan Negeri Kudus, Januari 2017).
6
“Pidana Biasa, 123/Pid.Sus/Pn.Kds”, (Pengadilan Negeri Kudus, Januari 2017).

59
pertanggungjawaban pidana, baik sebagai alasan pembenar atau alasan
pemaaf, maka terdakwa harus mempertanggungjawabkan perbuatannya.
Berdasarkan Pasal 2 Ayat (1) Undang-Undang No. 21 Tahun 2007 tentang
Pemberantasan Tindak Pidana perdagangan Orang dan Undang-Undang No. 8
Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana maka Majelis Hakim menjatuhi
hukuman kepada terdakwa selama 5 tahun dan denda sebesar Rp.
120.000.000., dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar maka
diganti dengan pidana kurungan 3 bulan.7
Berdasarkan hasil wawancara dengan Bapak Galih Bawono, S.H.,
M.H. selaku hakim di Pengadilan Negeri Kudus dapat diketahui bahwa
putusan yang dijatuhkan kepada terdakwa yaitu: selama 5 tahun dengan denda
sebesar Rp. 120.000.000., dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak
dibayar maka diganti dengan pidana kurungan 3 bulan. Sudah tepat, dan adil
karena dengan mempertimbangkan aspek sosiologis, aspek yuridis dan
kesasksian para korban dan terdakwa.8
Kasus perdagangan manusia dalam nomer perkara
163/Pid.Sus/PN.Kds tersebut merupakan kasus tindak pidana perdagangan
yang termasuk dalam kategori delik formiil yaitu delik yang perumusannya
ditekankan pada perbuatan yang dilarang, dianggap sudah terjadi delik apabila
perbuatan yang tercantum dalam rumusan delik sudah dilakukan.
Menurut bapak galih yang menjadi dasar pertimbangan putusan
tersebut adalah terpenuhinya unsur yang di dakwakan. Apabila unsur tindak
pidana tidak terpenuhi maka secara otomatis terdakwa tidak bisa dituntut
dengan tuntutan tersebut. Pada kasus tersebut jaksa penuntut umum membuat
dakwaan alternative yaitu: Pasal 2 Ayat (1) Undang-Undang No. 21 tahun
2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang. Pasal 296
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Pasal 506 Kitab Undang-Undang

7
“Pidana Biasa, 123/Pid.Sus/Pn.Kds”, (Pengadilan Negeri Kudus, Januari 2017).
8
Hasil Wawancara dengan Bapak Galih Selaku Hakim Pengadilan Negeri Kudus, 11 Juni 2020.

60
Hukum Pidana.9 Dalam kasus tersebut majelis hakim menggunakan asas lex
specialis derogate lex gemeralis yaitu aturan hukum yang lebih khusus
mengesampingkan aturan hukum yang umum.
Majelis hakim menggunakan Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang No 21
Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang yang
berbunyi sebagai berikut:
“Setiap orang yang melakukan perekrutan, pengangkutan,
penampungan, pengiriman, pemindahan, atau penerimaan seseorang
dengan ancaman kekerasan, penggunaan kekerasan, penculikan,
penyekapan, pemalsuan, penipuan, penyalahgunaan kekuasaan atau
posisi rentan, penjeratan utang atau memberi bayaran atau manfaat
walaupun memperoleh persetujuan dari orang yang memegang kendali
atas orang lain, untuk tujuan mengeksploitasi orang tersebut di wilayah
negara Republik Indonesia, dipidana dengan pidana penjara paling
singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan pidana
denda paling sedikit Rp120.000.000,00 (seratus dua puluh juta rupiah)
dan paling banyak Rp600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah).”10
Pasal tersebut menjelaskan bahwa seseorang dapat dijatuhi hukuman
tersebut apabila terpenuhinya unsur tindak pidana yaitu:
1. Setiap Orang.
2. Melakukan perekrutan, pengangkutan, penampungan, pengiriman,
pemindahan atau penerimaan seseorang.
3. Unsur dengan ancaman kekerasan, penggunaan kekerasan, penculikan,
penyekapan, pemalsuan, penipuan, penyalahgunaan kekuasaan atau posisi
rentan penjeratan utang atau memberi bayaran, atau manfaat walaupun
memperoleh persetujuan dari orang yang memegang kendali atas orang
lain.
4. Unsur untuk tujuan mengeksploitasi orang tersebut di wilayah Negara
Republik Indonesia.11

9
Hasil Wawancara dengan Bapak Galih Selaku Hakim Pengadilan Negeri Kudus, 11 Juni 2020.
10
Undang-Undang “21 Tahun 2007, Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang”, (19
April 2007)
11
“Pidana Biasa, 123/Pid.Sus/Pn.Kds”, (Pengadilan Negeri Kudus, Januari 2017).

61
Dalam kasus tersebut unsur ke 1 telah terpenuhi bahwa identitas
terdakwa benar dan tidak terjadi error in persona. Unsur ke 2 telah terpenuhi
bahwa terdakwa merekrut PSK 1 dan PSK 2 untuk dijadikan pelacur dibawah
asuhannya, kemudian terdakwa juga membawa ke dua PSK tersebut ke Hotel
untuk melayani kedua polisi tersebut. Unsur ke 3 juga telah terpenuhi yaitu
bahwas terdakwa memberi bayaran sebesar Rp. 250.000., dan Rp. 200.000.,
kepada para korban untuk sekali pelayanan. Unsur ke 4 telah terpenuhi bahwa
terdakwa melakukan tindakan mengeksploitasi seseorang dibawah asuhannya
untuk dijadikan pelacur di Kota Kudus.
Menurut bapak Galih dalam kasus perdagangan manusia yang
diperiksa dalam persidangan ialah materi perkara, terpenuhinya unsur-unsur
perbuatan tindak pidana, kesaksian para saksi, serta bukti-bukti yang terkait
dalam kasus tersebut. Dalam kasus tersebut terdakwa terbukti melakukan
tindak pidana perdagangan manusia dengan cara mengeksploitasi seseorang
untuk mendapatkan bayaran, maka dari itu terdakwa di hukum dengan maka
majelis Hakim menjatuhi hukuman kepada terdakwa selama 5 tahun dan
denda sebesar Rp. 120.000.000., dengan ketentuan apabila denda tersebut
tidak dibayar maka diganti dengan pidana kurungan 3 bulan.12
Menurut bapak Galih dalam memutuskan lamanya hukuman
berdasarkan Rahmat yaitu perbuatannya seperti apa, alasan perbuatan, siapa
korbannya, orangnya seperti apa korbannya, psikologis orang, dan dampak
dari perbuatan terdakwa terhadap lingkungan masyarakat serta efek terhadap
masyarakat luas, faktor keluaraga korban, terdakwa juga menjadi dasar
pertimbangan.13
Alasan terdakwa dijatuhi hukuman tersebut adalah melihat bahwa
terdakwa pertama melakukan tindak pidana (bukan residivis), terdakwa
12
Hasil Wawancara dengan Bapak Galih Selaku Hakim Pengadilan Negeri Kudus, 11 Juni
2020.
13
Hasil Wawancara dengan Bapak Galih Selaku Hakim Pengadilan Negeri Kudus, 11 Juni
2020.

62
merupakan tulang punggung keluarga, dan terdakwa berjanji tidak akan
mengulangi perbuatan tersebut. Dalam kasus ini korban juga memang
merupakan PSK sehingga menjadikan pertimbangan hakim untuk
menjatuhkan hukuman tersebut. Dalam putusan tersebut apabila terdakwa
tidak dapat membayar denda sebesar Rp. 120.000.000 maka diganti dengan
pidana penjara selama 3 bulan itu merupakan pengganti redaksi pengadilan
(subsider) dengan melihat dari sisi aspek sosiologis terdakwa. 14
Majelis hakim dalam menangani kasus ini berdasarkan pertimbangan
yuridis, apabila salah satu unsur tindak pidana tidak terpenuhi tentu saja
terdakwa tersebut tidak dapat dijatuhi hukuman, pertimbangan kondisi
keluarga juga diperhatikan dalam memutus perkara tersebut, dia merupakan
kepala keluarga satu-satunya atau tidak, atau kepala keluarga yang tidak
bertanggungjawab atau tidak akan meringankan hukuman.15
Majelis hakim dalam memutuskan perkara tersebut juga
mempertimbangkan dampak dari kasus tersebut, efek dari praktik
perdagangan tersebut dilihat apakah kasus tersebut dilakukan di lingkungan
lokalisasi atau dilakukan dilingkungan desa tentunya memiliki dampak yang
berbeda dengan lingkungan yang memang tempatnya prostitusi.16
C. Analisis Tindak Pidana Perdagangan Manusia dalam Putusan Perkara
No.163/Pid.Sus/2016/PN/Kds dalam Perspektif Sosiologi Hukum Islam
Kehidupan sosial masyarakat secara sosiologis akan menjalani suatu
interaksi yang di paksa, dibimbing, di yakinkan oleh sistem yang berlaku.
Agama Islam secara jelas mengatur tentang norma dan kaidah sosial sebagai
suatu sandaran perilaku dalam masyarakat Islam. Sehingga masyarakat tidak

14
Hasil Wawancara dengan Bapak Galih Selaku Hakim Pengadilan Negeri Kudus, 11 Juni
2020.
15
Hasil Wawancara dengan Bapak Galih Selaku Hakim Pengadilan Negeri Kudus, 11 Juni
2020.
16
Hasil Wawancara dengan Bapak Galih Selaku Hakim Pengadilan Negeri Kudus, 11 Juni
2020.

63
melakukan suatu perbuatan yang dapat merugikan diri sendiri dan orang lain
maka perlu adanya suatu social control dan social engineering.
Social control dalam hukum Islam mengatur suatu norma dan kaidah
hukum yang berdasarkan Al-Qu‟an dan As-Sunnah. Sedangkan social
engineering merupakan fungsi dan keberadaan hukum yang dibuat dijalankan
oleh masyarakat dengan penuh kesadaran untuk menjalankan norma-norma
dan aturan hukum yang ada. Kesadaran masyarakat untuk mematuhi hukum
yang ada berpengaruh terhadap stabilitas lingkungan sosial yang mana akan
terciptanya lingkungan yang aman dan tentram.
Efektivitas hukum juga menjadi tolak ukur tingkat keasadaran
masyarakat untuk mentaati hukum yang berlaku. Bagaimana hukum tersebut
efektif mengatur kehidupan masyarakat. Kesadaran hukum berkaitan erat
dengan kepatuhan masyarakat terhadap hukum, akan tetapi dalam beberapa
dari masyarakat ada yang dapat menerima suatu hukum tersebut, ada yang
menolak serta ada yang abai. Seperti halnya dalam kasus perdagangan
manusia.
Praktik perdagangan manusia sangat dilarang baik dalam hukum
positif maupun hukum Islam. Perdagangan manusia di era millennial seperti
ini memiliki berbagai macam bentuk yang tak ubahnya seperti perbudakan
modern. Berdasarkan kasus yang terdapat dalam putusan perkara No.
163/Pid.Sus/PN.Kds menjelaskan bahwa terdakwa mengelola wanita untuk
dijadikan PSK dengan bayaran PSK 1 sebesar Rp. 250.000., dan PSK 2
sebesar Rp. 200.000., setiap sekali melayani pemakai jasa PSK. Hal ini
bertentangan dalam hukum Islam bahwasannya setiap orang berhak untuk
mendapatkan kebebeasan tidak di eksploitasi baik dalam bentuk fisik maupun
seks.
Dalam Al-Qur‟an surat An-Nur ayat 33 dengan jelas melarang
perdagangan perempuan. Bahwasannya setiap perempuan tidak boleh di
eksploitasi dalam bentuk apapun apalagi jika di jadikan pelacur untuk

64
mendapatkan keuntungan, sehingga hak-haknya untuk bebas dirampas.
Hukum Islam menjaga dan memuliakan wanita, Nabi Muhammd SAW
memerangi segala bentuk kezaliman terhadap wanita dan menjamin setiap hak
manusia tanpa terkecuali. Terdapat dalam QS. An-Nisa ayat 19 sebagai
berikut :
ۗ
َٰ ّ︢‫ض ُل ُه َّن اِال‬ ‫ع‬ ‫ت‬ َ‫ال‬‫و‬ ‫ا‬ ِ ِ ِ
ُ ْ َ َ ‫ى َّ︢ي َٰيُّ َها الَّذيْ َن اى َمنُ ْوا الَ ََي ُّل لَ ُك ْم اَ ْن تَ ِرثُوا النّ َسا︢ءَ َك ْراه‬

‫اشُرْو‬ِ ‫اشره َّن اِآلّ اَ ْن ََّّيْ تِْي بَِفا ِحش رة مبيِنَ ٍۚرة وع‬ِ ‫اَ ْن ََّّيْتِْي بَِفا ِحش رة مبيِنَ ٍۚرة وع‬
َ َ َّ ُ َ َْ ُ ُ َ َ َّ ُ َ َْ
ٍۚ
‫اَّللُ فِْي ِه‬ ‫ل‬‫ع‬ ‫َي‬‫و‬ ‫ا‬ ‫ئ‬ ‫ي‬ ‫ش‬ ‫ا‬
‫و‬ ‫ه‬ ‫ر‬‫ك‬ْ ‫ت‬ ‫ن‬ ‫ا‬ ‫ى‬
︢ ‫س‬ ‫ع‬ ‫ف‬ ‫ن‬ ‫ه‬ ‫و‬ ‫م‬ ‫ت‬ ‫ه‬ ِ
‫ر‬ ‫ك‬ ‫ن‬ ِ
َّ َ َ َْ َ ‫ُه َّن َِبلْ َم ْعُرْو َ ْ َ ْ ُ ُ ْ ُ َّ َ َ ى َ ْ َ َ ُ ْ َ ْ ا‬
‫ا‬ ‫ف‬ ‫ف‬ِ

)۹۸( ‫َخْي ار َكثِْي ارا‬


Artinya:
“Wahai orang-orang yang beriman! Tidak halal bagimu mewarisi
perempuan dengan jalan paksa dan janganlah kamu menyusahkan mereka
karena hendak mengambil kembali sebagian dari apa yang telah kamu
berikan kepadanya, kecuali apabila mereka melakukan perbuatan keji yang
nyata. Dan bergaullah dengan mereka menurut cara patut. Jika kamu tidak
menyukai mereka, (maka bersabarlah) karena boleh jadi kamu tidak
menyukai sesuatu padahal Allah menjadikan kebaikan yang banyak
padanya”.17
Kasus perdagangan manusia bisa terjadi pada siapa saja baik itu orang
dewasa laki-laki atau perempuan, anak perempuan atau laki-laki, remaja laki-
laki atau perempuan bahkan bayi turut bisa menjadi korban perdagangan
manusia. Dalam kasus putusan perkara No.163/Pid.Sus/PN.Kds, yang menjadi
korban adalah 2 orang wanita yang dijadikan sebagai pelacur. PSK 1 bekerja
17
Al-Qur‟an, an-Nisa, ayat 19, Al-Qur‟an dan Terjemahannya, 80.

65
kepada terdakwa sebagai pelacur kurang lebih selama 4 bulan sedangkan PSK
2 bekerja kepada terdakwa selama setengah tahun.
Banyak hal yang melatarbelakangi pelaku melakukan tindak pidana
perdagangan manusia salah satunya adalah faktor ekonomi, dimana pelaku
yang merupakan tulang punggung keluarga harus mendapatkan uang lebih
untuk mencukupi kebutuhan. Dalam kasus tersebut pelaku yang memasang
tarif PSK 1 sebesar Rp. 250.000., dan PSK 2 sebesar Rp. 200.000., dan ke dua
saksi membayar sebesar Rp.1.100.000., yang kemudian dikembalikan oleh
pelaku kepada saksi sebesar Rp. 100.000., dan untuk sewa kamar sebesar
Rp.100.000., ini artinya pelaku mendapatkan keuntungan sebesar Rp.
450.000., dalam sekali sewa 2 PSK.
Untung yang besar dan mudah dapat menjadi salah satu alasan pelaku
melakukan hal tersebut sehingga pelaku tanpa menyadari bahwa apa yang
dilakukan telah melanggar Undang-Undag No 21 Tahun 2007 tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Manusia dan Hukum Islam.
Hukum Islam secara jelas melarang perdagangan manusia sejak zaman
Rasulullah yang telah mengajarkan kepada umatnya untuk membebaskan
budak sebagai bentuk perlindungan bagi para korban sekaligus menjadi bukti
bahwa setiap manusia memilik kebebasan untuk hidup, kebebasan untuk tidak
dieksploitasi.

66
BAB V

PENUTUP

A. Simpulan
Berdasarkan pemaparan diatas dapat diambil kesimpulan sebagai beikut :
1. Hakikat Tindak Pidana Perdagangan Manusia dalam Putusan Perkara No.
163/Pid.Sus/PN.Kds mengenai tindak pidana melakukan perekrutan
seseorang dengan memberi bayaran untuk tujuan mengeksploitasi.
Pengadilan Negeri Kudus dalam kasus ini menyatakan terdakwa bersalah
melakukan perekrutan seseorang dengan memberi bayaran untuk tujuan
mengeksploitasi orang tersebut di Indonesia dengan menjatuhkan pidana
kepada terdakwa dengan pidana penjara 5 tahun dan denda Rp.
120.000.000., dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak bisa dibayar
maka diganti dengan pidana kurungan selam 3 bulan. Terdakwa dijatuhi
hukuman tersebut dengan bukti-bukti yang telah ada dan pengakuan saksi
bahwa memang benar saksi adalah seorang PSK dan terdakwa merupakan
tulang punggung keluarga dan bukan seorang residivis tindak pidana
makan majelis hakim memutuskan pidana penjara tersebut dengan dasar
hukum Pasal 2 Ayat (1) Undang-Undang No 21 Tahun 2007 tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang.
2. Tindak Pidana Perdagangan Manusia dalam Putusan Perkara No. 163
/Pid.Sus/PN.Kds dalam Perspektif Sosiologi Hukum Islam. Social control
dalam hukum Islam mengatur suatu norma dan kaidah hukum yang
berdasarkan Al-Qur‟an dan As-Sunnah. Sedangkan social engineering
merupakan fungsi dan keberadaan hukum yang dibuat dijalankan oleh
masyarakat dengan penuh kesadaran untuk menjalankan norma-norma dan
aturan hukum yang ada. Kesadaran masyarakat untuk mematuhi hukum
yang ada berpengaruh terhadap stabilitas lingkungan sosial yang mana
akan terciptanya lingkungan yang aman dan tentram. Hukum Islam secara

67
jelas mengatur tentang larangan melakukan perdagangan manusia dalam
QS. An-Nur (24):3 dan dalam hukum positif dalam Undang-Undang No.
21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan
Manusia. Terdakwa dalam kasus ini melakukan perekrutan terhadap
korban dan memberi bayaran kepada korban untuk dieksploitasi menjadi
seorang PSK merupakan bentuk abai terdakwa dalam mentaati hukum
yang telah diatur. Namun, dalam kasus inipun dilihat pula bahwasannya
terdakwa melakukan hal tersebut karena terdakwa adalah tulang punggung
keluarga. Para korbanpun memang pada dasarnya seorang yang bekerja
sebagai PSK sehingga dalam memutuskan perkara tersebut majelis hakim
mempertimbangkan pula aspek sosiologis, yuridis dan psikologis korban
dan terdakwa.
B. Saran-Saran
Berdasarkan hasil kesimpulan tersebut maka penulis memberikan
saran sebagai berikut:
1. Kepada terdakwa yang melakukan tindak pidana perdagangan orang
hendaklah jangan mengulangi kesalahan yang sama, banyak pekerjaan
yang dapat dijalani untuk menghasilkan uang dan taatilah peraturan
hukum yang telah ditetapkan dalam hukum Islam dan hukum positif.
2. Bagi para mahasiswa atau yang ingin meneliti masalah yang sama dalam
skripsi ini maka hendaklah dijabarkan secara luas sehingga penelitian ini
dapat dibuat lebih baik dari penelitian sebelumnya.

68
DAFTAR PUSTAKA

Adi, Rianto. Sosiologi Hukum: Kajian Hukum Secara Sosiologis. Jakarta:Yayasan


Pustaka Obor Indonesia. 2016.
Ali, Zainuddin. Metode Penelitian Hukum. Jakarta:Sinar Grafika. 2016.
Bungin, Burhan. Metodologi Penelitian Kualitatif. Jakarta:Raja Grafindo Persada.
2015.
Farhana. Aspek Hukum Perdagangan Orang di Indonesia. Jakarta:Sinar Grafika.
2012.
Johnson, Alvin S. Sosiologi Hukum. Jakarta:Rineka Cipta. 2006.
Ma‟rufin, Noor. Sosiologi Agama. Kudus:STAIN Kudus Press. 2006.
Moeljanto. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Jakarta:Sinar Grafika.
2005.
Saebeni, Beni Ahmad. Sosiologi Hukum. Bandung:Pustaka Setia. 2013.
Zainuddin. Sosiologi Hukum. Jakarta:Media Grafika. 2008.
Zuleha. Dasar-Dasar Hukum Pidana. Yogyakarta: Deepublish, 2017. Ipusnas.
Zulkarnaen, Iskandar. Human Trafficking Dalam Perspektif Dan Sosiologi
Kemasyarakatan. Yogyakarta:Deepublish. 2015.
Sugono, Dendy. Kamus Bahasa Indonesia. Jakarta: Pusat Bahasa. 2008.
Supriyadi, Ahmad. Sosiologi Hukum Islam. Kudus:Nora Media Enterprise. 2011.
Ardianto, Syaifullah Yophi. “Perlindungan Hukum Terhadap Anak Sebagai Korban
Dari Tindak Pidana Perdagangan Orang Di Kota Pekanbaru.” Jurnal ILmu
Hukum 3. No. 1. (2012) - 28 Oktober, 2019 - https://media.neliti.com.
Bahri, Rusdiya, “Human Trafficking, Dan Solusinya Dalam Perspektif Hukum
Islam.” Jurnal Hukum Diktum 10. No. 1. (2012) - 1 November 2019 -
https://media.neliti.com.
Daniel, Ever Scor Rider. dkk. “Human Trafficking di Nusa Tenggara Timur”, Social
Work Jurnal 7, No.1, (2017) - 1 November 2019 - https://jurnal-unpad.ac.id.

69
Hidayati, Muslihati Nur. “Upaya Pemberantasan dan Pencegahan Perdagangan Orang
Melalui Hukum Internasional dan Hukum Positif.” Jurnal Al-Azhar Indonesia
Seri Pranata Sosial 1. No. 1. (2012) - 1 November 2019 - https://jurnal.uai.ac.id.
Hidayatullah, Ahmad Syarif. “Tindak Pidana Perdagangan Anak (Perspektif Hukum
Positif dan Hukum Islam)”. Skripsi UIN Syarif Hidayatullah. 2017.
Sukirno, dan Siti Aisyah Kara. “Sistem Sanksi Perdagangan Anak Menurut Islam.”
Jurnal Diskursus Islam 06. No. 2. 2018 - 28 Desember 2019 -
https://journal.uin-alauddin.ac.id.
Nurhayati, Siti. “Aspek Hukum Perlindungan Saksi Dan Korban Perdagangan Anak
(Human Trafficking).” Jurnal Pemikiran Hukum dan Hukum Islam 6. No. 1.
(2013) - 2 November 2019 - https://journal.stainkudus.ac.id.
Rahman, Abdul dan Putri Ayu Nurmalinda. “Kebijakan Hukum Terhadap Tindak
Pidana Perdagangan Orang.” Seminar Nasional Hukum Universitas Negeri
Semarang 4, No. 1 2018 – 25 Desesmber 2019 – https://journal.unnes.ac.id.
Sylvia, Ike. “Faktor Pendorong Dan Penarik Perdagangan Orang (Human Trafficking)
Di Sumatra Barat.” Jurnal Humanus 13. No. 2. (2014) - 3 November 2019 -
https://ejournal.unp.ac.id.
Soemitro, Ronny Hanintyo. Studi Hukum dan Masyarakat. Bandung:Offset Alumni,
1982.
Suhariyanto, Budi. “Quo Vadis: Status dan Jabatan dan Sistem Karir Kepaniteraan
Pengadilan”. Jurnal Hukum dan Peradilan. No. 1 (2014)
https://www.jurnalhukumdanperadilan.org
Takariawan, Agus dan Sherly Ayuna Putri. “Perlindungan Hukum Terhadap Korban
Human Trafficking Dalam Prespektif Hak Asasi Manusia.” Jurnal Hukum IUS
QUIA IUSTUM 25. No. 2. (2018) - 30 Oktober 2019 - https://jurnal.uii.ac.id.
Tomalili, Rahmanuddin. Hukum Pidana. Yogyakarta: Deepublish. 2019. Ipusnas.
Ulfa, Mia. “Sanksi Terhadap Pelaku Tindak Pidana (Human Trafficking) Menurut
Undang-Undang No 21 Tahun 2007 Dan Hukum Pidana Islam”. Skripsi UIN
Raden Fatah Palembang. 2018.

70
Wahid, Abdul Hakim. “Perbudakan dalam Pandangan Islam Hadith and Siraj
Nabawiyyah:Textual and Contextua”,-23 Desember 2019 -
https:///repository.uinjkt.ac.id.
Anwar, Yesmil dan Adang. Pengantar Sosiologi Hukum. Jakart:Grasindo. 2011,
Ipusnas.
Krisna, Liza Agnesta. Dasar-Dasar Hukum Pidana. Yogyakarta: Deepublish. 2017.
Ipusnas.
Mufidah, Mengapa Mereka Diperdagangkan ? Membongkar Kejahatan Trafiking
dalam Perspektif Islam, Hukum dan Gender. Malang:UIN Malikik Press. 2011.
https://repository.uin-malang.ac.id.
Saudi, Amran. Sosiologi Hukum Penegakan, Realitas, dan Nilai Moralitas Hukum.
Jakarta Timur:Kencana. 2018. Ipusnas.
Shalihah, Fihtriatus. Sosiologi Hukim. Depok:Raja Grafindo. 2017.
https://repsoritory.uir.ac.id.
Pengadilan Negeri Kudus, https://www.pn-kudus.go.id.
Pengadilan Negero Demak, https://www.pn-demak.go.id.
Bawono, Galih, wawancara oleh penulis, transkrip 1, 11 Juni 2020.
“Pidana Biasa, 123/Pid.Sus/Pn.Kds”, (Pengadilan Negeri Kudus, Januari 2017).
Surat Edaran, “2, Tahun 1988, Pedoman Pembagian Tugas Antara Ketua Pengadilan
Tinggi/Negeri dan Wakil Ketua Tinggi/Negeri”. 18, Pebruari 1988.
Undang-Undang, “39, Tahun 1999, Hak Asasi Manusia”, 23 September 1999.
Undang-Undang, “20, Tahun 2000, Pengadilan Hak Asasi Manusia”, 23 Nopember
2000.
Undang-Undang, “21, Tahun 2007, Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan
Orang”, 19 April 2007.
Al-Qur‟an, Bandung:Syamil Quran. 2012.

71
LAMPIRAN-LAMPIRAN
Transkrip Wawancara 1
Transkrip Wawancara Kepada Hakim Pengadilan Negeri Kudus
Narasumber : Bpk. M. Galih Bawono SH. MH
Tanggal Wawancara : 11 Juni 2020
Lokasi Wawancara : Pengadilan Negeri Kudus

1. Pertanyaan :Bagaimana pendapat bapak tentang putusan perkara No.


163/Pid.Sus/PN.Kds tentang Perdagangan Orang ?

Jawaban :Putusan yang dijatuhkan kepada terdakwa dengan pidana


penjara 5 tahun dengan denda Rp. 120.000.000., dengan
ketentuan apabila tidak dapat membayar denda maka akan
diganti dengan pidana penjara selama 3 bulan, sudah tepat
dengan mempertimbangkan aspek yuridis dan aspek dari
kesaksian para korban dan terdakwa.

2. Pertanyaan :Apa yang menjadi dasar pertimbangan hakim dalam


memutuskan perkara tersebut ?

Jawaban :Dasar pertimbangannya adalah unsur-unsur perbuatan yang


dilakukan dalam tindak pidana oleh terdakwa. dalam putusan
tersebut jaksa penuntut umum memberikan dakwaan
alternative yaitu, pertama Pasal 296 Kitab Undang-Undang
Hukum Pidana, kedua Kitab Undang-Undang Hukum Pidana,
ketiga Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang No. 21 Tahun 2007
tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang,
majelis hakim dalam memutus perkara tersebut menggunakan
asas lex specialis derogate lex generalis yaitu aturan yang
lebih khusus mengesampingkan aturan hukum yang lebih
umum. Majelis hakim memilih Pasal 2 ayat (1) Undang-
Undang No. 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak
Pidana Perdagangan Orang dengan ancaman hukuman 3-5
tahun penjara dan denda Rp. 120.000.000.- Rp. 600.000.000.,
Dalam memutuskan lamanya hukuman ialah Rahmat
merupakan lamanya hukuman dalam lamanya hukuman itu

72
berdasarkan perbuatannya seperti apa, alasan perbuatan, siapa
korbannya, orangnya seperti apa korbannya, psikologis orang,
dan dampak dari perbuatan terdakwa terhadap lingkungan
masyarakat serta efek terhadap masyarakat luas, factor
keluaraga korban, terdakwa juga menjadi dasar pertimbangan.

3. Pertanyaan : Apa saja yang diperiksa dalam perkara tersebut ?

Jawaban : yang diperiksa dalam perkara tersebut adalah materi perkara


seperti perbuatan, saksi-saksi, bukti-bukti yang berkaitan
dengan unsur2 pasalnya.

4. Pertanyaan : Berdasarkan Undang-Undang No. 21 Tahun 2007 tentang


Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang untuk
pelaku perdagangan orang dipenjara 3-15 tahun dengan denda
sebesar Rp. 120.000.000., - Rp. 600.000.000., berdasarkan
putusan No. 163/Pid.Sus/PN.Kds diputus selama 5 tahun
dengan denda Rp. 120.000.000., dan apabila denda tersebut
tidak dibayar maka diganti dengan penjara selama 3 bulan,
kenapa dijatuhi hukuman tersebut ?

Jawaban : alasan terdakwa dijatuhi hukuman tersebut adalah melihat


bahwa terdakwa pertama melakukan tindak pidana (bukan
residivis), terdakwa merupakan tulang punggung keluarga,
dan terdakwa berjanji tidak akan mengulangi perbuatan
tersebut. Dalam kasus ini korban juga memang merupakan
PSK sehingga menjadikan pertimbangan hakim untuk
menjatuhkan hukuman tersebut. Dalam putusan tersebut
apabila terdakwa tidak dapat membayar denda sebesar Rp.
120.000.000 maka diganti dengan pidana penjara selama 3
bulan itu merupakan pengganti redaksi pengadilan (subsider)
dengan melihat dari sisi aspek sosiologis terdakwa.

5. Pertanyaan : Dalam perkara tersebut pelaku menjawaban adalah tulang


punggung keluarga dan terdakwa berjanji tidak akan
mengulangi lagi apakah bapajk hakim mempertimbangkan hal
tersebut ?

73
Jawaban : tentu saja hakim mempertimbangkan hal tersebut, lamanya
hukuman juga dilihat dari apakah terdakwa merupakan
seorang residivis atau tidak, apabila seorang residivis maka
hukumannya akan bertambah, serta dilihat pula secara
sosiologis keluarga terdakwa apakah ia seorang kepala
keluarga dengan ekonomi rendah atau tidak.

6. Pertanyaan : Apa kendala yang dihadapi dalam memutus perkara tersebut ?

Jawaban : dalam kasus seperti pencabulan atau asusila biasanya kendala


yang dihadapi adalah korban yang tidak mau langsung
berterus terang ketika dimintai kesaksiannya. Oleh karena itu
biasanya dalam kasus seperti ini hakim akan berusaha
meyakinkan korban untuk bersaksi.

7. Pertanyaan : Apakah dalam pertimbangan hakim dalam memutuskan


perkara tersebut semata pertimbangan yuridis atau ada
pertimbangan terhadap kondisi keluarga ?

Jawaban : tentu saja melihat dari pertimbangan yuridis, apabila salah


satu unsur tindak pidana tidak terpenuhi tentu saja terdakwa
tersebut tidak dapat dijatuhi hukuman, pertimbangan kondisi
keluarga juga diperhatikan dalam memutus perkara tersebut,
dia merupakan kepala keluarga satu-satunya atau tidak, atau
kepala keluarga yang tidak bertanggungjawab atau tidak akan
meringankan hukuman.

8. Pertanyaan : Apakah dalam memutus perkara tersebut ada pertimbangan


dampak atas kasus tersebut terhadap masyarakat ?

Jawaban : efek dari praktik perdagangan tersebut dilihat apakah kasus


tersebut dilakukan di lingkungan lokalisasi atau dilakukan
dilingkungan desa tentunya memiliki dampak yang berbeda
dengan lingkungan yang memang tempatnya prostitusi.

74
Wawancara Kepada Bapak Galih Bawono, SH., MH. Selaku Hakin di
Pengadilan Negeri Kudus

75

Anda mungkin juga menyukai