Anda di halaman 1dari 86

PANDUAN UJIAN DINAS

TAHUN 2021

MATERI RENCANA PEMBANGUNAN


JANGKA MENENGAH NASIONAL
2020-2024

Kementerian Agraria dan Tata Ruang/


Badan Pertanahan Nasional
2021
Daftar Isi
Pendahuluan ................................................................................... 3
BAB I .............................................................................................. 4
RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH NASIONAL 2020-
2024 ............................................................................................... 4
A. Arahan RPJP Nasional 2005 – 2025 .............................................. 4
I. Kerangka Ekonomi Makro 2020-2024 ..................................................... 5
II. Tantangan Perekonomian 2020-2024 ...................................................... 6
III. Sasaran Ekonomi Makro 2020-2024 ....................................................... 8
IV. Batasan Pembangunan (Development Constraint) ................................. 12
V. Kaidah Pembangunan Nasional 2020-2024 ........................................... 19
VI. Pengarusutamaan dalam RPJMN IV 2020-2024 .................................... 20
VII. Proyek Prioritas Strategis (Major Project) RPJMN 2020-2024 ................. 22
Latihan Soal ........................................................................................ 34
BAB II ........................................................................................... 35
RENCANA STRATEGIS/RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA
MENENGAH KEMENTERIAN AGRARIA DAN TATA RUANG/BADAN
PERTANAHAN NASIONAL TAHUN 2020-2024 ................................. 35
A. 1.1. Kondisi Umum ..................................................................... 35
1.2 Potensi, Permasalahan dan Isu Strategis............................................ 36
Permasalahan berdasarkan Evaluasi Renstra Kementerian Agraria dan
Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional ......................................... 41
Tahun 2014-2019 ......................................................................... 41
1. Permasalahan dan Isu Strategis Tata Ruang .................................. 41
2. Permasalahan dan Isu Strategis Pertanahan .................................. 45
Latihan Soal ........................................................................................ 53
BAB III ......................................................................................... 54
VISI, MISI KEMENTERIAN AGRARIA DAN TATA RUANG BADAN
PERTANAHAN NASIONAL .............................................................. 54
1.1. Visi Kementerian .......................................................................... 54
1.2. Misi Kementerian.......................................................................... 55
ARAH KEBIJAKAN, STRATEGI, KERANGKA REGULASI DAN
KERANGKA KELEMBAGAAN .......................................................... 57
1. Arah Kebijkan dan Strategi Nasional .............................................. 57
1. Arah Kebijakan dan Strategi Kementerian Agraria dan Tata
Ruang/Badan Pertanahan Nasional .................................................... 60
1.1. Kerangka Regulasi ....................................................................... 64
1.2. Kerangka Kelembagaan ............................................................... 66
Latihan Soal ........................................................................................ 69

1
BAB IV .......................................................................................... 70
TARGET KINERJA DAN KERANGKA PENDANAAN ........................... 70
1. Target Kinerja ................................................................................ 70
A. Tujuan 1 ............................................................................................... 70
B. Tujuan 2 ............................................................................................... 76
C. Tujuan 3 .............................................................................................. 77
Latihan Soal : .............................................................................................. 83
Kunci Jawaban Contoh Soal Tiap Bab ............................................ 84
Penutup ........................................................................................ 85

2
Pendahuluan

Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN)


merupakan penjabaran dari visi, misi dan program Presiden yang
penyusunannya berpedoman pada RPJPN, yang memuat strategi
pembangunan Nasional, kebijakan umum, program Kementerian/
Lembaga dan lintas Kementerian/Lembaga, kewilayahan dan lintas
kewilayahan, serta kerangka ekonomi makro yang mencangkup gambaran
perekonomian secara menyeluruh termasuk arah kebijakan fiskal dalam
rencana kerja yang berupa kerangka regulasi dan kerangka pendanaan
yang bersifat indikatif.

Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional


sebagai sebuah Institusionalisasi pertanahan dan tata ruang sudah
dijalankan sejak pra kemerdekaan Republik Indonesia. Pada tahun
1870 dikenal dengan Domain VerkLaring, dan mengalami dinamika
antara agraria dengan penatan ruang hingga tahun 2015 urusan
pertanahan dan penataan ruang disatukan dalam Kementerian Agraria
dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional sebagaimana diatur dalam
Peraturan Presiden Nomor 17 Tahun 2015 tentang Kementerian Agraria
dan Tata Ruang. Berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 47 Tahun
2020 tentang Kementerian Agraria dan Tata Ruang, kementerian
memiliki tugas untuk menyelenggarakan urusan pemerintahan di
bidang agraria/pertanahan dan tata ruang untuk membantu Presiden
dalam menyelenggarakan pemerintahan Negara.
Dalam mendukung tugas dan fungsi yang menjadi mandat
Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional,
disusun perencanaan sebagai pedoman kinerja dan penganggaran
dokumen perencanaan strategis. Perencanaan strategis dalam
Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional
merupakan dasar utama penyelenggaraan Kementerian selama 5 (lima)
tahun ke depan. Rencana Strategis (Renstra) berpedoman pada
Peraturan Presiden Nomor 18 Tahun 2020 tentang RPJMN 2020-2024,
akan dijabarkan dalam Rencana Kerja (Renja) yang disertai dengan
penganggaran dan penetapan kinerjanya setiap tahun, sehingga Rencana
Strategis menjadi dokumen penting yang disusun secara komprehensif,
holistik dan integratif melalui pendekatan teknokratik, politik, partisipatif
serta bottom up dan top down.

3
BAB I
RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH NASIONAL 2020-2024

“Terwujudnya Indonesia Maju yang Berdaulat, Mandiri, dan


Berkepribadian Berlandaskan Gotong-Royong”

A. Arahan RPJP Nasional 2005 – 2025


Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-
2024 merupakan tahapan terakhir dari Rencana Pembangunan Jangka
Panjang Nasional (RPJPN) 2005-2025 sehingga menjadi sangat penting.
RPJMN 2020-2024 akan mempengaruhi pencapaian target pembangunan
dalam RPJPN, dimana pendapatan perkapita Indonesia akan mencapai
tingkat kesejahteraan setara dengan negara-negara berpenghasilan
menengah atas (upper-middle income country/MIC) yang memiliki kondisi
infrastruktur, kualitas sumber daya manusia, layanan publik, serta
kesejahteraan rakyat yang lebih baik.
Sesuai dengan RPJPN 2005-2025, sasaran pembangunan jangka
menengah 2020-2024 adalah mewujudkan masyarakat Indonesia yang
mandiri, maju, adil, dan makmur melalui percepatan pembangunan di
berbagai bidang dengan menekankan terbangunnya struktur
perekonomian yang kokoh berlandaskan keunggulan kompetitif di
berbagai wilayah yang didukung oleh sumber daya manusia yang
berkualitas dan berdaya saing.
Terdapat 4 (empat) pilar dari RPJMN ke IV tahun 2020-2024 yang
merupakan amanat RPJPN 2005- 2025 untuk mencapai tujuan utama
dari rencana pembangunan nasional periode terakhir. Keempat pilar
tersebut diterjemahkan ke dalam 7 agenda pembangunan yang
didalamnya terdapat Program Prioritas, Kegiatan Prioritas, dan Proyek
Prioritas.
Tujuan RPJMN IV tahun 2020 – 2024 telah sejalan dengan
Sustainable Development Goals (SDGs). Target-target dari 17 tujuan (goals)
dalam Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) beserta indikatornya
telah ditampung dalam 7 agenda pembangunan.

1. Tema dan Agenda Pembangunan


“Terwujudnya Indonesia Maju yang Berdaulat, Mandiri, dan
Berkepribadian Berlandaskan Gotong-Royong”

2. 7 Agenda Pembangunan RPJMN IV tahun 2020 – 2024


• Memperkuat Ketahanan Ekonomi untuk Pertumbuhan yang
Berkualitas dan Berkeadilan
• Mengembangkan Wilayah untuk Mengurangi Kesenjangan
• Meningkatkan Sumber Daya Manusia yang Berkualitas dan
Berdaya Saing
• Revolusi Mental dan Pembangunan Kebudayaan
• Memperkuat Infrastruktur untuk Mendukung Pengembangan
Ekonomi dan Pelayanan Dasar

4
• Membangun Lingkungan Hidup, Meningkatkan Ketahanan
Bencana dan Perubahan Iklim
• Memperkuat Stabilitas Polhukhankam dan Transformasi
Pelayanan Publik

I. Kerangka Ekonomi Makro 2020-2024

1. Kilas Balik Ekonomi Makro 2015-2018


Pelaksanaan Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJMN)
2015-2019 menghadapi berbagai tantangan peristiwa ekonomi global,
seperti krisis utang Yunani, Brexit, ketidakpastian kebijakan Amerika
Serikat terkait proteksionisme perdagangan dan normalisasi kebijakan
moneter, proses rebalancing ekonomi Tiongkok, dan berakhirnya era
commodity boom. Hal tersebut menyebabkan pemulihan pertumbuhan
ekonomi dan perdagangan dunia pasca krisis keuangan global tahun
2008 berjalan lamban.
Namun demikian, perekonomian domestik tetap tumbuh rata-
rata 5,0 persen per tahun sepanjang empat tahun pertama
pelaksanaan RPJMN (2015- 2018), lebih tinggi dibandingkan dengan
rata-rata negara berkembang di dunia sebesar 4,5 persen per tahun.
Pencapaian tersebut didukung oleh berbagai kebijakan reformasi
struktural, antara lain melalui kebijakan perbaikan iklim investasi,
perbaikan daya saing industri, perbaikan efisiensi logistik, stimulus
ekspor, serta promosi pariwisata dan penguatan daya beli masyarakat.
Pertumbuhan ekonomi yang relatif tinggi tersebut didorong oleh
pertumbuhan di berbagai sektor. Industri pengolahan tumbuh rata-
rata 4,3 persen per tahun. Selanjutnya, industri pertanian tumbuh
rata-rata 3,7 persen per tahun, di antaranya melalui perbaikan
infrastruktur pertanian untuk memacu produktivitas. Sementara itu,
industri jasa mampu menjadi motor pertumbuhan ekonomi, di
antaranya melalui industri jasa informasi dan komunikasi, serta
industri transportasi dan pergudangan yang tumbuh masing-masing
sebesar 8,8 dan 7,4 persen per tahun.
Dari sisi pengeluaran, investasi tumbuh rata-rata 5,6 persen per
tahun dan merupakan pendorong utama pertumbuhan ekonomi.
Dukungan terhadap pertumbuhan investasi utamanya bersumber
dari perbaikan iklim investasi, pembangunan infrastruktur, dan
peningkatan layanan investasi. Selanjutnya, konsumsi rumah tangga
mampu tumbuh rata-rata 5,0 persen per tahun. Di samping itu,
konsumsi pemerintah mampu tumbuh rata-rata 3,0 persen per tahun
di tengah tekanan menurunnya pendapatan negara. Sementara itu,
baik ekspor maupun impor barang dan jasa riil tumbuh rata-rata 2,9
persen per tahun.
Stabilitas makro ekonomi diupayakan tetap terjaga, yang
tercermin dari laju inflasi dan nilai tukar yang terkendali, cadangan
devisa yang meningkat, dan defisit transaksi berjalan yang berada
dalam batas aman. Sepanjang 2015-2018, inflasi mencapai rata- rata

5
3,3 persen per tahun, berada dalam rentang target yang telah
ditetapkan. Sementara itu, di tengah upaya pengendalian nilai tukar
dan defisit transaksi berjalan, kondisi neraca pembayaran Indonesia
masih relatif kuat yang tercermin dari peningkatan cadangan devisa
Indonesia dari USD111,9 miliar pada 2014 menjadi USD120,7 miliar
pada Desember 2018.
Di sisi fiskal, kebijakan tetap diarahkan untuk mendukung
pertumbuhan dan menjaga stabilitas ekonomi, dengan tetap
memperhatikan kesinambungan fiskal jangka menengah. Hal ini
tercermin dari rasio utang yang lebih rendah dari 30 persen PDB,
defisit anggaran yang terjaga lebih rendah dari 3,0 persen PDB, dan
defisit anggaran dan keseimbangan primer yang terus mengecil dan
menuju positif pada 2018.
Melalui kinerja perekonomian yang kuat dan stabil,
kesejahteraan masyarakat meningkat. Ekspansi perekonomian
domestik diperkirakan mampu menciptakan tambahan lebih dari 9,0
juta lapangan kerja pada 2015-2018. Tingkat pengangguran terbuka
turun menjadi 5,34 persen pada 2018 dari 5,94 persen pada 2014. Di
sisi lain, PDB per kapita terus meningkat dari USD3.531 pada 2014
menjadi USD3.927 pada 2018, setara dengan GNI per kapita (Atlas
Method) USD3.840, berada di ambang batas negara berpendapatan
menengah-tinggi. Tingkat kemiskinan diturunkan hingga satu digit
(9,82 persen pada Maret 2018) didorong salah satunya melalui
efektivitas program penanggulangan kemiskinan. Rasio gini mengalami
penurunan dari 0,414 pada 2014 menjadi 0,389 pada 2018,
menunjukkan berkurangnya ketimpangan antar golongan pendapatan.
Target pembangunan lainnya, yakni Indeks Pembangunan Manusia
(IPM), mengalami peningkatan dari 68,90 pada 2014 menjadi 71,39
pada 2018.

II. Tantangan Perekonomian 2020-2024

1. Ketidakpastian Global
Ke depan, risiko ketidakpastian masih akan mewarnai
perkembangan perekonomian dunia. Pertumbuhan ekonomi dan
perdagangan dunia diperkirakan akan cenderung stagnan dengan
tren melambat, masing- masing diproyeksikan2 sebesar 3,5 dan 3,7
persen per tahun, sepanjang 2020-2024. Harga komoditas
internasional ekspor utama Indonesia diperkirakan juga akan
cenderung menurun, di antaranya adalah batu bara dan minyak
kelapa sawit, seiring dengan beralihnya permintaan dunia ke produk
yang lain. Selain itu, risiko ketidakpastian lainnya yang perlu
diantisipasi antara lain perang dagang, perlambatan ekonomi China,
dan risiko geopolitik di Timur Tengah.

6
2. Pertumbuhan Ekonomi pada Kisaran 5,0 Persen
Selepas krisis ekonomi 1998, rata-rata pertumbuhan ekonomi
Indonesia hanya pada kisaran 5,3 persen per tahun. Bahkan dalam
empat tahun terakhir pertumbuhan ekonomi Indonesia cenderung
stagnan pada kisaran 5,0 persen. Dengan tingkat pertumbuhan
ekonomi tersebut, sulit bagi Indonesia untuk dapat naik kelas
menjadi negara berpendapatan tinggi atau mengejar ketertinggalan
pendapatan per kapita negara peers.
Stagnannya pertumbuhan ekonomi utamanya disebabkan oleh
tingkat produktivitas yang rendah seiring belum optimalnya
transformasi struktural. Hasil diagnosis terhadap pertumbuhan
ekonomi (Growth Diagnostics)3 menemukan bahwa faktor yang
menjadi kendala utama yang mengikat (the most binding constraint)
pertumbuhan ekonomi Indonesia adalah regulasi yang tidak
mendukung penciptaan dan pengembangan bisnis, bahkan
cenderung membatasi, serta kualitas institusi yang rendah. Selain
itu, kualitas sumber daya manusia (SDM) menjadi kendala mengikat
bagi pertumbuhan ekonomi jangka menengah-panjang. Jika tidak
diatasi saat ini, rendahnya kualitas SDM akan menghalangi
Indonesia untuk bersaing di era digital dan sulit untuk beralih ke
manufaktur berteknologi tinggi. Kendala lain yang masih harus
diatasi adalah rendahnya penerimaan perpajakan dan kualitas
belanja, serta infrastruktur yang masih harus ditingkatkan, terutama
terkait konektivitas.
3. Defisit Transaksi Berjalan yang Meningkat
Tidak berkembangnya industri pengolahan berdampak pada
kinerja perdagangan internasional Indonesia. Hingga saat ini, ekspor
Indonesia masih didominasi oleh ekspor komoditas, tidak berbeda
dengan periode 40 tahun yang lalu. Rasio ekspor terhadap PDB terus
menurun dari 41,0 persen pada 2000 menjadi 21,0 persen pada 2018.
Akibatnya, Indonesia masih mengalami defisit transaksi berjalan
hingga mencapai 3,0 persen PDB, sementara beberapa negara peers
sudah mencatatkan surplus. Peningkatan defisit transaksi berjalan
menjadi penghambat bagi akselerasi pertumbuhan ekonomi yang lebih
cepat di tengah kondisi keuangan global yang ketat.
4. Revolusi Industri 4.0 dan Ekonomi Digital
Saat ini dunia telah memasuki era revolusi industri 4.0. Revolusi
tersebut memberikan tantangan dan peluang bagi perkembangan
perekonomian ke depan. Di satu sisi, digitalisasi, otomatisasi, dan
penggunaan kecerdasan buatan dalam aktivitas ekonomi akan
meningkatkan produktivitas dan efisiensi dalam produksi modern,
serta memberikan kemudahan dan kenyamanan bagi konsumen.
Digital teknologi juga membantu proses pembangunan di berbagai
bidang di antaranya pendidikan melalui distance learning, di
pemerintahan melalui e-government, inklusi keuangan melalui fin-tech,
dan pengembangan UMKM seiring berkembangnya e-commerce.

7
Namun di sisi lain, perkembangan revolusi industri 4.0 berpotensi
menyebabkan hilangnya pekerjaan di dunia. Studi dari Mckinsey
memperkirakan 60 persen jabatan pekerjaan di dunia akan tergantikan
oleh otomatisasi. Di Indonesia diperkirakan 51,8 persen potensi
pekerjaan yang akan hilang. Di samping itu, tumbuhnya berbagai
aktivitas bisnis dan jual beli berbasis online belum dibarengi dengan
upaya pengoptimalan penerimaan negara serta pengawasan kepatuhan
pajak atas transaksi tersebut. Hal ini penting menjadi perhatian
mengingat sebagian besar transaksi digital bersifat lintas negara.

III. Sasaran Ekonomi Makro 2020-2024

1. Sasaran Makro Pembangunan


Dalam rangka mencapai sasaran pembangunan jangka
menengah, pertumbuhan ekonomi diharapkan dapat meningkat
rata-rata 6,0 persen per tahun, melalui peningkatan produktivitas,
investasi yang berkelanjutan, perbaikan pasar tenaga kerja, dan
peningkatan kualitas SDM. Dengan target pertumbuhan ekonomi
tersebut, Gross National Income (GNI) per kapita (Atlas Method)
diharapkan meningkat menjadi USD6.010 per kapita pada 2024.
Selain menjaga pertumbuhan ekonomi, stabilitas inflasi tetap
menjadi prioritas. Sasaran inflasi 2020- 2024 dijaga stabil dengan
tren menurun, sebesar 3,0 ± 1 persen pada tahun 2020-2022, dan
2,5 ± 1 persen pada tahun 2023-2024. Pencapaian sasaran tersebut
akan diupayakan melalui penyelesaian permasalahan struktural,
pengelolaan ekspektasi, dan penguatan koordinasi.
Perbaikan kondisi makro tersebut berdampak pada
peningkatan kualitas pertumbuhan. Tingkat kemiskinan dan tingkat
pengangguran terbuka diharapkan menurun masing-masing menjadi
6,0 – 7,0 persen dan 3,6 – 4,3 persen pada 2024. Tingkat rasio gini
menurun menjadi 0,360 – 0,374 pada 2024. Sementara IPM
diharapkan meningkat menjadi 75,54 pada tahun 2024, yang
mengindikasikan perbaikan kualitas sumber daya manusia.
Salah satu kunci untuk dapat mencapai pertumbuhan ekonomi
yang berkualitas dalam lima tahun ke depan, adalah melalui
transformasi struktural. Perbaikan transformasi struktural
utamanya didorong oleh revitalisasi industri pengolahan, dengan
tetap mendorong perkembangan sektor lain melalui transformasi
pertanian, hilirisasi pertambangan, pembangunan infrastruktur yang
berkelanjutan, dan transformasi sektor jasa.
2. Memperkuat Permintaan Domestik
Dari sisi permintaan domestik, konsumsi masyarakat (rumah
tangga dan LNPRT) diharapkan akan tumbuh rata-rata 5,6 persen per
tahun. Peningkatan konsumsi masyarakat didorong oleh peningkatan
pendapatan masyarat seiring dengan penciptaan lapangan kerja yang
lebih besar dan lebih baik, stabilitas harga, dan bantuan sosial
pemerintah yang lebih tepat sasaran.

8
Konsumsi pemerintah akan tumbuh rata-rata 4,9 persen per
tahun didukung oleh peningkatan belanja pemerintah, baik pusat
maupun transfer ke daerah, seiring dengan peningkatan pendapatan
negara, terutama penerimaan perpajakan.
Ekspansi perekonomian 2020-2024 terutama akan didorong
oleh peningkatan investasi (pembentukan modal tetap bruto) yang
tumbuh 7,0 persen per tahun. Untuk mencapai target tersebut,
investasi swasta (asing maupun dalam negeri) akan didorong melalui
deregulasi prosedur investasi, sinkronisasi dan harmonisasi
peraturan perizinan, termasuk meningkatkan EoDB Indonesia dari
peringkat 73 pada 2018 menuju peringkat 40 pada 2024. Peningkatan
investasi juga didorong oleh peningkatan investasi pemerintah,
termasuk BUMN, terutama untuk infrastruktur. Hal ini ditunjukkan
dengan peningkatan stok infrastruktur menjadi 49,4 persen PDB dan
belanja modal pemerintah yang tumbuh 24,1 persen per tahun
sepanjang 2020- 2024. Peningkatan investasi juga akan dilakukan
melalui peningkatan produktivitas, yang akan mendorong
peningkatan efisiensi investasi.
3. Diversifikasi Ekspor dan Stabilitas Eksternal
Secara keseluruhan, ekspor barang dan jasa tumbuh rata-rata
4,8 persen per tahun. Peningkatan ekspor barang 2020-2024 akan
didukung oleh revitalisasi industri pengolahan yang mendorong
diversifikasi produk ekspor non-komoditas, terutama ekspor produk
manufaktur berteknologi tinggi dan mengurangi ketergantungan
impor. Peningkatan juga akan didorong oleh peningkatan ekspor jasa,
utamanya jasa perjalanan, melalui pengembangan sektor pariwisata.
Diversifikasi ekspor tidak hanya dilakukan dari sisi produk, namun
juga dalam hal negara tujuan ekspor. Perluasan pasar ekspor
utamanya akan dilakukan ke kawasan Afrika, Amerika Latin, dan
Eropa Timur. Sementara impor barang dan jasa tumbuh rata-rata
4,8 persen per tahun didorong oleh peningkatan permintaan
domestik, terutama investasi.
Kinerja perdagangan internasional yang membaik akan
mendorong penguatan stabilitas eksternal, yang ditandai dengan
perbaikan defisit transaksi berjalan menjadi 1,6 persen PDB dan
peningkatan cadangan devisa menjadi USD168,7 miliar pada 2024.
4. Menjaga Kesinambungan Fiskal
Pemerintah berkomitmen untuk menjaga APBN yang sehat
dengan tetap memberikan stimulus terhadap perekonomian.
Pendapatan negara ditargetkan meningkat menjadi rata-rata 13,8
persen PDB per tahun, dengan rasio perpajakan mencapai rata-rata
11,7 persen PDB per tahun. Hal ini dicapai melalui perbaikan yang
sifatnya berkelanjutan baik dari sisi administrasi maupun kebijakan
perpajakan. Dari sisi administrasi, akan terus dilakukan pembaruan
sistem administrasi perpajakan sebagai upaya perbaikan basis data
perpajakan dan peningkatan kepatuhan. Dari sisi kebijakan,
pemerintah akan terus melakukan penggalian potensi penerimaan,

9
antara lain potensi yang berasal dari aktivitas jasa digital lintas
negara, reformasi kebijakan cukai melalui penyederhanaan struktur
tarif cukai Hasil Tembakau (HT), peningkatan tarif cukai HT, dan
ekstensifikasi barang kena cukai. Adapun, kebijakan ini juga
diimbangi dengan peran kebijakan perpajakan sebagai instrumen
pendorong investasi melalui penyediaan insentif fiskal yang
mendukung aktivitas penciptaan nilai tambah ekonomi (industri
manufaktur, pariwisata, ekonomi kreatif dan digital).
Stimulus terhadap perekonomian lainnya juga dilakukan dengan
penajaman belanja negara. Total belanja negara akan mencapai rata-
rata 15,5 persen PDB per tahun, dengan belanja pemerintah pusat
mencapai rata-rata 10,1 persen PDB per tahun dan TKDD sebesar 5,4
persen PDB. Defisit akan dijaga pada rata-rata 1,7 persen PDB selama
2020-2024, berada di bawah batas defisit yang diperbolehkan undang-
undang. Keseimbangan primer diarahkan menuju positif, sebesar rata-
rata 0,0 persen PDB. Dengan komposisi tersebut, rasio utang akan
dijaga di bawah 30 persen PDB.
5. Menjaga Stabilitas Inflasi dan Nilai Tukar
Laju inflasi yang rendah dan stabil diharapkan dapat menjaga
daya beli dan mendorong konsumsi masyarakat sehingga dapat
mendukung akselerasi pertumbuhan ekonomi yang berkualitas.
Pemerintah dan Bank Indonesia berkomitmen untuk menjaga tren
penurunan laju inflasi rendah dan stabil dalam jangka menengah.
Dalam kurun waktu 2020-2024, kebijakan pengendalian inflasi
diarahkan untuk: (i) meningkatkan ketersediaan komoditas pangan
strategis; (ii) memperkuat tata kelola sistem logistik nasional dan
konektivitas antarwilayah; (iii) meningkatkan kerjasama antardaerah;
(iv) menjangkar ekspektasi inflasi dalam sasaran yang ditetapkan; serta
(iv) meningkatkan kualitas data/statistik.
Sepanjang 2020-2024, nilai tukar stabil pada tingkat
fundamentalnya untuk menjaga daya saing ekspor. Hal ini dapat
dicapai melalui: (i) pengendalian tingkat inflasi; (ii) optimalisasi suku
bunga acuan Bank Indonesia; (iii) kecukupan likuiditas; (iv)
pendalaman pasar keuangan; (v) penurunan defisit transaksi berjalan;
serta (vi) sinergi kebijakan yang diarahkan untuk penerapan reformasi
struktural yang mampu meningkatkan daya saing perekonomian
domestik.
6. Mengurangi Ketimpangan Wilayah
Pertumbuhan ekonomi di setiap wilayah diharapkan berjalan
beriringan dengan pertumbuhan ekonomi nasional. Untuk itu,
kebijakan di setiap wilayah diharapkan dapat selaras dengan
kebijakan di tingkat nasional, dengan tetap memperhatikan
keunggulan dan karakteristik wilayah dalam rangka mengurangi
ketimpangan antar wilayah.
Perekonomian nasional dalam kurun waktu lima tahun ke depan
diarahkan agar tumbuh lebih cepat di luar Pulau Jawa dan Sumatera.
Pergeseran perekonomian ditandai dengan bergesernya porsi (share)

10
perekonomian secara nominal sebesar 1,2 persen ke luar Pulau
Jawa dan Sumatera. Angka pergeseran ini telah mempertimbangkan
kemampuan wilayah yang berpotensi untuk tumbuh lebih cepat dari
Pulau Jawa dan Sumatera.
Pulau Sumatera tetap menjaga momentum pertumbuhan dan
diarahkan akan melebihi tingkat pertumbuhan Pulau Jawa.
Kebijakan hilirisasi komoditas unggulan, pengembangan potensi
pariwisata, perkuatan infrastruktur konektivitas antarwilayah menjadi
kunci percepatan pertumbuhan Pulau Sumatera.
Pulau Jawa – Bali tetap menjadi wilayah yang memiliki porsi
(share) terbesar dalam perekonomian didorong oleh pergeseran
struktur ekonomi ke arah sektor jasa dengan tetap mempertahankan
pertumbuhan di sektor industri pengolahan. Pergeseran struktur
ekonomi ini diharapkan mampu menjaga pertumbuhan ekonomi
pulau Jawa - Bali yang lebih stabil sebagai penopang utama
pertumbuhan ekonomi nasional.
Pertumbuhan ekonomi Kepulauan Nusa Tenggara bertumpu
pada hilirisasi sumber daya alam, perdagangan, dan pariwisata. Pulau
Nusa Tenggara diarahkan untuk melakukan diversifikasi industri
pengolahan yang berbasis pada sektor pertanian, peternakan, dan
perkebunan dengan harapan mampu mengurangi ketergantungan
perekonomian pulau tersebut pada sektor pertambangan.
Pertumbuhan ekonomi Pulau Kalimantan akan meningkat
terutama didorong oleh investasi untuk pembangunan Ibu Kota
Negara yang dapat menciptakan efek pengganda besar bagi
perekonomian serta hilirisasi sumber daya alam untuk energi.
Pulau Sulawesi masih menjadi penopang pertumbuhan di kawasan
Indonesia timur dengan didorong oleh investasi untuk hilirisasi
sumber daya alam, peningkatan konektivitas sentra industri, dan sebagai
pusat perdagangan Kawasan Timur Indonesia.
Perekonomian Kepulauan Maluku diharapkan tumbuh tinggi
dengan didorong oleh pengembangan industri perikanan, pariwisata,
dan hilirisasi sumber daya alam.
Pulau Papua diharapkan tumbuh lebih tinggi untuk
meningkatkan skala ekonomi di Kawasan Timur Indonesia dengan
didorong oleh hilirisasi sumber daya alam dan diversifikasi industri
pengolahan berbasis perkebunan, pangan, dan perikanan. Penguatan
konektivitas juga akan dilakukan untuk menurunkan disparitas harga
komoditas dan biaya logistik. Dengan pertumbuhan ekonomi yang
tinggi, Maluku dan Papua diharapkan diharapkan mampu mengejar
ketertinggalan dari wilayah lainnya.
7. Kebutuhan Investasi dan Pembiayaan
Untuk mencapai sasaran pertumbuhan ekonomi rata-rata 6,0
persen per tahun, dibutuhkan investasi sebesar Rp35.428,2 triliun
sepanjang tahun 2020- 2024. Dari total kebutuhan tersebut,
pemerintah dan BUMN akan menyumbang masing-masing sebesar 9,4
persen dan 8,8 persen, sementara sisanya akan dipenuhi oleh

11
masyarakat atau swasta.
Pembiayaan kebutuhan investasi pada tahun 2020- 2024
diupayakan dengan pendalaman sektor keuangan baik bank maupun
non-bank, antara lain melalui peningkatan inklusi keuangan,
perluasan inovasi produk keuangan, pengembangan infrastruktur
sektor jasa keuangan, dan optimalisasi alternatif pembiayaan.

8. Pertumbuhan Ekonomi Berwawasan Lingkungan


Aspek lain pembangunan ekonomi ke depan adalah aspek
lingkungan. Perubahan iklim dan menurunnya daya dukung
lingkungan dapat berdampak negatif terhadap pencapaian target
pertumbuhan ekonomi. Oleh karenanya pembangunan ke depan harus
diarahkan untuk mempertahankan keseimbangan antara
pertumbuhan ekonomi, target penurunan dan intensitas emisi serta
kapasitas daya dukung SDA dan daya tampung LH saat ini dan di
masa yang akan datang.

IV. Batasan Pembangunan (Development Constraint)

1. Kondisi Daya Dukung Sumber Daya Alam Dan Daya Tampung


Lingkungan Hidup
Keterbatasan daya dukung sumber daya alam dan daya
tampung lingkungan hidup dalam mendukung pembangunan
didefinisikan sebagai batas kemampuan sumber daya alam untuk
mendukung perikehidupan manusia, makhluk hidup lain, dan
keseimbangan antar keduanya; serta kemampuan lingkungan hidup
untuk menyerap zat, energi, dan/ atau komponen lain yang masuk
atau dimasukkan ke dalamnya. Daya dukung sumber daya alam dan
daya tampung lingkungan hidup kondisi tersebut wajib menjadi
pertimbangan dalam setiap proses perencanaan pembangunan karena
akan menentukan keberlanjutan pembangunan.
Beberapa parameter daya dukung sumber daya alam dan daya
tampung lingkungan hidup yang perlu diperhatikan meliputi: (a)
Tutupan Hutan Primer; (b) Tutupan Hutan di atas Lahan Gambut; (c)
Habitat Spesies Kunci; (d) Luas Pemukiman di Area Pesisir
terdampak Perubahan Iklim; (e) Kawasan Rawan Bencana; (f)
Ketersediaan Air; (g) Ketersediaan Energi; serta (h) Tingkat Emisi dan
Intensitas Emisi Gas Rumah Kaca.

A. Tutupan Hutan Primer


Hutan memberikan jasa lingkungan yang tidak ternilai bagi
keberlangsungan kehidupan, antara lain sebagai penghasil oksigen,
sumber plasma nutfah, regulator air di alam, penyerap emisi gas
rumah kaca, pencegah bencana erosi serta banjir, dan menjadi
benteng terakhir bagi perlindungan keanekaragaman hayati di
daratan. Nilai manfaat jasa lingkungan hutan yang paling optimal
terdapat pada hutan primer, yakni tutupan hutan alam dengan

12
kondisi masih utuh yang belum mengalami gangguan eksploitasi oleh
manusia.
Walaupun laju deforestasi telah berhasil dikurangi secara
signifikan, namun luas tutupan hutan primer semakin menyusut.
Pada tahun 2045 diproyeksikan luas tutupan hutan primer tinggal
tersisa 45,8 juta ha atau 24% dari total luas daratan nasional (188
juta ha).
Kebijakan moratorium hutan primer yang telah diterapkan
sejak tahun 2011 belum mampu sepenuhnya mencegah penurunan
luas hutan primer. Selama tujuh tahun pelaksanaan kebijakan
penundaan pemberian izin baru dan penyempurnaan tata kelola
hutan alam primer dan lahan gambut, sedikitnya tiga juta hektar
hutan alam primer dan lahan gambut atau kira-kira setara dengan
lima kali luas Pulau Bali telah terkonversi untuk penggunaan lain.
Selain itu, setiap tahunnya juga masih ditemukan ribuan titik api
dalam Peta Moratorium tersebut.
Agar dapat mempertahankan fungsinya, maka area hutan
primer dalam Peta Moratorium seluas 45-46 juta ha (kondisi tahun
2019) atau sekitar 24-25% dari luas total lahan nasional merupakan
luas minimal yang harus dipertahankan dalam perencanaan
pembangunan.
B. Tutupan Hutan di Atas Lahan Gambut
Lahan gambut berperan sangat penting dalam hubungannya
dengan daya dukung sumber daya alam dan daya tampung
lingkungan hidup di Indonesia. Selain kaya akan keanekaragaman
hayati dan memiliki fungsi hidrologis yang sangat penting dalam
mengatur tata air di wilayah sekitarnya, ekosistem gambut juga
mengandung cadangan karbon yang sangat tinggi sehingga
diperlukan upaya terintegrasi dalam mengkonservasi dan
merestorasinya. Ekosistem gambut saat ini terus mengalami
ancaman terutama dari pengeringan lahan gambut, deforestasi, serta
kebakaran di lahan gambut yang berpotensi meningkatkan emisi
gas rumah kaca (GRK) dan mengganggu fungsi ekosistem gambut
tersebut. Luas tutupan hutan, baik hutan primer maupun sekunder
yang terletak di atas lahan gambut cenderung semakin berkurang
sehingga menunjukkan semakin meluasnya kerusakan pada lahan
gambut dari tahun ke tahun.
Kerusakan tutupan hutan di atas lahan gambut paling besar
terjadi di Pulau Kalimantan dan Sumatera. Alih fungsi hutan menjadi
area pertanian dan perkebunan serta terjadinya kebakaran hutan
dan lahan merupakan pemicu utama terjadinya penurunan luas
tutupan hutan tersebut.
Beberapa kebijakan terkait perlindungan dan pengelolaan
lahan gambut telah dilakukan. Salah satu kebijakan tersebut
adalah moratorium lahan gambut yang telah diberlakukan sejak
tahun 2015 dalam rangka mengurangi terjadinya konversi tutupan
hutan di atas lahan gambut; serta mendukung upaya pemulihan dan

13
restorasi gambut.
Percepatan upaya pemulihan dan restorasi gambut, yang
ditandai dengan dibentuknya lembaga khusus Badan Restorasi
Gambut (BRG) pada tahun 2016 saat ini belum menunjukkan hasil
yang optimal. Laporan Kinerja BRG (2018), menunjukkan bahwa total
lahan gambut yang telah berhasil direstorasi pada kawasan budidaya
berizin/konsesi (Hak Guna Usaha dan Izin Usaha Pemanfaatan Hasil
Hutan) hanya mencapai 143.448 ha dari target 1.784.353 ha sampai
tahun 2020 (8%); sementara lahan gambut yang berhasil direstorasi
pada kawasan non-izin (HL, HP, KK, APL) baru mencapai 682.694
dari target 892.248 ha sampai tahun 2020 (77%). Apabila tidak ada
perbaikan kebijakan, dikhawatirkan target pemulihan dan restorasi
gambut tidak dapat tercapai dengan optimal.
Dalam rencana pembangunan ke depan total tutupan hutan di
atas lahan gambut perlu dipertahankan pada luas minimal 9,2 juta
ha seperti kondisi di tahun 2000 sehingga pada periode RPJMN 2020-
2024 setidaknya diperlukan tambahan gambut yang direstorasi
seluas 1,5-2 juta ha. Untuk itu, upaya restorasi lahan gambut perlu
tetap menjadi prioritas dalam RPJMN 2020-2024.
C. Habitat Spesies Kunci
Indonesia memiliki keanekaragaman hayati dan ciri khas
ekosistem yang luar biasa dan masing- masing pulau memiliki
endemisitas yang tinggi (IBSAP 2015-2020). Beberapa spesies
endemik yang terdapat di Indonesia antara lain komodo (Varanus
komodoensis), orangutan (Pongo spp.), burung cendrawasih
(Paradisaea ssp.), badak jawa (Rhinoceros sondaicus), maleo
(Macrocephalon maleo), dan anoa (Bubalus spp.)
Potensi keanekaragamanan hayati serta kelimpahan jumlah
spesies, memiliki peran penting dalam menjaga keseimbangan dan
kelestarian suatu ekosistem. Hal ini karena keanekaragaman hayati
dapat menunjang dan menjadikan ekosistem mampu memenuhi
kebutuhan setiap makhluk hidup.
Keanekaragaman spesies yang dimiliki Indonesia tidak terlepas
dari adanya peran daya dukung lingkungan yang memberikan
dukungan terhadap keberlangsungan hidup setiap individu spesies.
Daya dukung lingkungan yang utama bagi tiap spesies adalah
ketersediaan habitat sebagai tempat individu spesies untuk
berlindung, mencari makan, dan berkembang biak untuk
melestarikan kelangsungan jenisnya.
Salah satu faktor pembatas yang harus menjadi perhatian
utama dalam merencanakan pembangunan di Indonesia adalah
habitat dari spesies kunci. Spesies kunci ini adalah tumbuhan atau
satwa yang diprioritaskan untuk dilindungi serta dapat mewakili
keanekaragaman hayati secara keseluruhan dalam sebuah ekosistem.
Kehilangan spesies kunci akan mengakibatkan gangguan terhadap
keberlanjutan struktur, fungsi dan produktifitas dari
habitat/ekosistem tersebut.

14
Terdapat sembilan spesies kunci yang menjadi faktor pembatas
di dalam analisis daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup,
yaitu Babirusa, Anoa, Badak Jawa, Owa Jawa, Gajah Kalimantan,
Orang Utan Kalimantan, Orang Utan Sumatera, Gajah Sumatera, dan
Harimau Sumatera. Habitat spesies kunci ini diproyeksikan akan
berkurang secara signifikan akibat pengurangan luas tutupan hutan.
Sebagai dampaknya, spesies-spesies tersebut semakin terancam
punah.
Analisis menunjukkan bahwa tutupan hutan pada habitat
spesies kunci di sebelah barat garis Wallacea akan menyusut dari
80,3% di tahun 2000 menjadi 49,7% di tahun 2045, terutama pada
wilayah Sumatera dan Kalimantan. Sedangkan luas key biodiversity
areas di sisi timur Garis Wallacea, khususnya wilayah Papua
diperkirakan juga berkurang signifikan akibat dari masifnya
pembangunan. Sebagai wilayah yang mengalami penurunan luas
habitat spesies kunci terbesar maka pembangunan di wilayah
Sumatera dan Kalimantan harus lebih mempertimbangkan
keberadaan habitat dari spesies yang terancam punah tersebut.
Sesuai hasil analisis daya dukung dan daya tampung
lingkungan hidup untuk luasan habitat spesies kunci, luas tutupan
habitat spesies kunci secara nasional terutama di sebelah barat Garis
Wallacea dan Pulau Sulawesi yang harus dipertahankan adalah
minimal seluas 43,2 juta ha. Bila luasan habitat satwa kunci ini tidak
dapat dipertahankan maka dikhawatirkan mengganggu fungsi
ekosistem yang dapat menjadi hambatan utama dalam mewujudkan
pembangunan Indonesia yang berkelanjutan.
D. Luas Pemukiman di Area Pesisir terdampak Perubahan Iklim
Kemiringan lereng pantai menjadi faktor utama dalam
menentukan tingkat kerentanan di daerah pesisir pantai. Daerah
pesisir pantai yang memiliki tingkat kerentanan tinggi merupakan
daerah yang rawan terjadi abrasi, ditandai dengan tingkat kemiringan
yang rendah (landai), sedangkan daerah pesisir pantai yang memiliki
tingkat kerentanan yang rendah merupakan daerah yang aman dari
bahaya abrasi, ditandai dengan tingkat kemiringan yang tinggi
(curam).
Tinggi muka air laut pada tahun 2040 diproyeksikan akan
mengalami kenaikan hingga 50 cm dibandingkan pada tahun 2000.
Kenaikan tinggi gelombang laut akibat perubahan iklim mendorong
perubahan kemiringan lereng pantai dan lingkungan pantai akibat
banjir dan perubahan suplai sedimen sehingga diperkirakan
meningkatkan cakupan luas wilayah permukiman di pesisir yang
rentan abrasi/ akresi akibat perubahan tinggi muka air laut hingga
sepanjang lebih dari 18.480 km di tahun 2045.
Berdasarkan hasil analisis diketahui daerah pemukiman yang
saat ini sudah terkena efek abrasi/ akresi sepanjang 11 km. Daerah
pemukiman yang berpotensi terkena efek abrasi/akresi sepanjang
253 km. Sedangkan daerah pemukiman yang perlu waspada akan

15
dampak abrasi/akresi sepanjang 155 km. Kondisi tersebut menjadi
faktor pembatas pembangunan karena akan mengancam
permukiman dan infrastruktur lain yang sudah ada, sehingga tidak
dapat dimanfaatkan secara optimal.
E. Kawasan Rawan Bencana
Secara geografis, Indonesia merupakan negara yang rawan
akan bencana, baik bencana hidrometeorologis maupun geologis.
Sebagian besar wilayah Indonesia terletak di atas jalur- jalur
sumber gempa besar dari zona megathrust-subduksi lempeng dan
sesar-sesar aktif sehingga bukan hanya berpotensi menimbulkan
kerusakan infrastruktur dan konektivitas dasar namun juga
dapat menimbulkan kerugian korban jiwa yang sangat besar.
Sekitar 217 juta (77 persen) penduduk berpotensi terpapar gempa
>0.1 g, dan 4 juta tinggal 1 km dari sesar aktif. Sekitar 3,7 juta
penduduk berpotensi terpapar tsunami, selain itu sekitar 5 juta
penduduk bermukim dan beraktivitas di sekitar gunungapi aktif.
Kawasan rawan bencana harus dipertimbangkan sebagai
batasan dalam merencanakan pembangunan. Oleh karena itu, zona
dengan tingkat kerawanan bencana yang tinggi perlu diprioritaskan
menjadi kawasan lindung dalam penataan ruang wilayah, alih-alih
dijadikan sebagai kawasan budidaya. Apabila tidak bisa dihindari
sebagai kawasan budidaya, maka perlu didukung dengan adanya
peningkatan upaya adaptasi dan pengurangan risiko bencana untuk
mengurangi kerugian akibat bencana.
F. Ketersediaan Air
Kerusakan tutupan hutan diperkirakan akan memicu
terjadinya kelangkaan air baku khususnya pada pulau-pulau yang
memiliki tutupan hutan sangat rendah seperti Pulau Jawa, Bali dan
Nusa Tenggara. Kelangkaan air baku juga mulai terjadi pada
beberapa wilayah lainnya dikarenakan dampak dari perubahan iklim
global yang menerpa sebagian besar wilayah Indonesia.
Saat ini ketersediaan air sudah tergolong langka hingga kritis
di sebagian besar wilayah Pulau Jawa dan Bali. Diperkirakan luas
wilayah kritis air meningkat dari 6 persen di tahun 2000 menjadi
9,6 persen di tahun 2045, yang mencakup wilayah Sumatera bagian
selatan, Nusa Tenggara Barat, dan Sulawesi bagian selatan.
Agar kelangkaan air tidak sampai menghambat pembangunan
maka wilayah aman air secara nasional perlu dipertahankan seluas
minimal 175,5 juta ha (93 persen dari luas wilayah Indonesia);
sedangkan ketersediaan air pada setiap pulau harus dipertahankan
di atas 1.000 m3/kapita/tahun. Khusus untuk Pulau Jawa, mengingat
ancaman krisis air sudah sangat mengkhawatirkan maka proporsi
wilayah aman air perlu ditingkatkan secara signifikan.
G. Ketersediaan Energi
Tantangan pemenuhan kebutuhan energi ke depan
diperkirakan akan semakin berat. Cadangan sumber energi fosil (non-
terbarukan) seperti minyak dan gas bumi semakin menipis,

16
sementara pengembangan sumber energi terbarukan juga masih
belum signifikan untuk dapat mencukupi kebutuhan energi dalam
negeri.
Suplai energi dari dalam negeri pada tahun 2018 hanya mampu
memenuhi sekitar 75 persen dari permintaan energi nasional dan
diperkirakan akan terus menurun hingga 28 persen di tahun 2045.
Berkurangnya kemampuan produksi energi domestik diperkirakan
dapat mempengaruhi keseimbangan antara suplai dan kebutuhan
energi nasional di masa yang akan datang. Bila kebutuhan energi
jauh melampaui suplai dalam negeri, hal ini diprediksi akan
mengganggu defisit transaksi berjalan (Current Account Deficit)
pemerintah yang dapat berdampak pada kestabilan kurs Rupiah dan
pertumbuhan ekonomi.
Guna memenuhi kebutuhan energi nasional, maka pada tahun
2024 porsi energi baru terbarukan harus ditingkatkan hingga
minimal 19,5 persen dari bauran energi nasional. Selain itu,
diperlukan peningkatan upaya penemuan sumber-sumber energi
baru untuk mengantisipasi laju penurunan cadangan sumber daya
energi fosil di masa mendatang. Tingkat Emisi dan Intensitas Emisi
GRK Emisi GRK semakin meningkat pada kondisi baseline, sedangkan
intensitas emisi meskipun cenderung menurun namun belum mampu
mendukung upaya penurunan emisi secara keseluruhan. Melalui
Perpres 61/2011 tentang RAN GRK. Pemerintah Indonesia secara
sukarela telah memiliki komitmen untuk menurunkan emisi GRK 26
persen dengan usaha sendiri, dan 41 persen di bawah baseline
dengan dukungan internasional pada tahun 2020. Dalam pertemuan
UNFCCC COP 21 tahun 2015 di Paris komitmen ini ditingkatkan
sehingga target penurunan emisi menjadi minimal 29 persen dibawah
baseline pada tahun 2030. Untuk menuju pencapaian target
penurunan emisi 29 persen (skenario fair) maka emisi GRK harus
dipertahankan di bawah 1,56 Gton CO2e/tahun pada tahun 2024
(penurunan 27,3% dari baseline). Adapun intesitas emisi GRK harus
dipertahankan di bawah 340,2 ton CO2e/milyarRp pada tahun 2024
(penurunan 29,4% dari baseline).

Keterbatasan daya dukung sumber daya alam dan degradasi


daya tampung lingkungan hidup merupakan tantangan nyata yang
dapat menghambat pencapaian target-target pembangunan.
Diperlukan upaya yang holistik dan terintegrasi dari berbagai sektor
untuk mengatasi tantangan tersebut. Perencanaan pembangunan
perlu memperhatikan keseimbangan antara pemanfaatan sumber
daya alam dan pencapaian target-target pembangunan serta
memperhatikan arahan fungsi dan struktur ruang dalam
pembangunan kewilayahan.

17
2. Kapasitas Fiskal dan Pendanaan Pembangunan
Sesuai dengan RPJPN 2005-2025, sasaran pembangunan jangka
menengah 2020-2024 adalah mewujudkan masyarakat Indonesia yang
mandiri, maju, adil, dan makmur melalui percepatan pembangunan di
berbagai bidang dengan menekankan terbangunnya struktur
perekonomian yang kokoh berlandaskan keunggulan kompetitif di
berbagai wilayah yang didukung oleh sumber daya manusia yang
berkualitas dan berdaya saing.
Sasaran tersebut dapat dicapai melalui investasi publik yang
berkualitas yaitu: 1) tepat sasaran dan waktu; 2) memberikan dampak
positif yang signifikan dan berkelanjutan; 3) konsisten dengan arah
kebijakan, program, dan rencana pembangunan; serta 4) penggunaan
sumber daya dan dana yang efisien.
Dalam lima tahun terakhir, penerimaan perpajakan terhadap
PDB (tax ratio) Indonesia masih rendah, bahkan lebih rendah
dibandingkan dengan tax ratio negara yang berpendapatan
setara. Akar permasalahan utama dari rendahnya tax ratio tesebut
adalah kebijakan perpajakan yang belum cukup memadai untuk
mewujudkan sistem perpajakan yang mampu memobilisasi
penerimaan perpajakan secara optimal. Selain itu, sistem administrasi
perpajakan, kepatuhan individu dalam kewajiban perpajakan, serta
peran kelembagaan perpajakan turut mempengaruhi terhadap
belum optimalnya kinerja perpajakan. Berbagai permasalahan
perpajakan tersebut menyebabkan terbatasnya ruang fiskal untuk
mendanai kebutuhan pembangunan.
Dengan keterbatasan kapasitas fiskal dalam membiayai
kebutuhan pembangunan yang besar dan semakin beragam,
diperlukan sebuah strategi pendanaan yang dapat mengoptimalkan
pemanfaatan seluruh kapasitas pendanaan yang ada untuk mencapai
sasaran pembangunan.
Pemanfaatan pendanaan pembangunan diutamakan untuk
memenuhi kebutuhan dasar masyarakat dengan mempertimbangkan
Standar Pelayanan Minimal (SPM) serta kegiatan investasi yang
memberikan daya ungkit (leverage) yang tinggi bagi pembangunan
nasional. Untuk itu, perlu mendorong dan mensinergikan partisipasi
berbagai pemangku kepentingan untuk memperkuat pemanfaatan
pendanaan pembangunan. Untuk pemerintah pusat dan daerah
diarahkan penyediaan pelayanan dasar kepada masyarakat,
sedangkan untuk badan usaha (BUMN dan Swasta) difokuskan untuk
memperkuat pertumbuhan ekonomi dan pencapaian sasaran
pembangunan.
Untuk mengoptimalkan pemanfaatan pendanaan perlu
dilakukan integrasi pendanaan pembangunan pada sumber
pemerintah (K/L, Non K/L, Transfer Ke Daerah dan Dana Desa) serta
pembiayaan yang berasal dari BUMN, kerjasama pemerintah dan
badan usaha, maupun masyarakat yang selaras dengan implementasi
prinsip Money Follow Program. Selain itu, pemerintah perlu lebih

18
mendorong pemanfaatan sumber-sumber pendanaan yang berasal dari
masyarakat dan swasta melalui skema-skema pembiayaan yang
inovatif termasuk melalui pengembangan skema Kerjasama
Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU)maupun bentuk pendanaan
inovatif (innovative financing) lainnya.

V. Kaidah Pembangunan Nasional 2020-2024

1. MEMBANGUN KEMANDIRIAN
Melaksanakan pembangunan berdasarkan kemampuan
dalam negeri sesuai dengan kondisi masyarakat, pranata sosial
yang ada dan memanfaatkan kelebihan dan kekuatan bangsa
indonesia.
• Memiliki Kemampuan Ilmu Pengetahuan yang mumpuni dalam
pembangunan baik pengelolaan sumberdaya alam, tata kelola
pemerintahan dan pengambilan keputusan.
• Memiliki kecukupan sumberdaya manusia yang memiliki skill
dan kecakapan dalam memenuhi kebutuhan pembangunan.
• Mampu mendorong tumbuhnya iptek berkualitas dan tidak lagi
pada prinsip asimetris terhadap bangsa lain dan bernilai
budaya bangsa.
• Memiliki kemampuan mendorong tumbuhnya kreativitas,
tanggung jawab, dan pelayanan kepada bangsa sendiri.
• Menjadi negara yang selalu aktif, terbuka dalam bekerjasama
dalam memberikan pengaruh terhadap kemajuan bangsa dan
negara Indonesia.
2. MENJAMIN KEADILAN
keadilan adalah pembangunan dilaksanakan untuk
memberikan manfaat yang sesuai dengan apa yang menjadi hak
warganegara, bersifat proporsional dan tidak melanggar hukum
dalam menciptakan masyarakat yang adil dan makmur.
• Mengembangkan pola distribusi yang berimbang antara input
dengan output dalam mempertahankan keseimbangan dalam
berbangsa dan bernegara.
• Keseimbangan dan konsistensi dalam upaya penetrasi
pembangunan untuk sampai kepada masyarakat pada level
minimum yang diharapkan.
• Memberikan share yang seimbang dalam pencapaian
pembangunan untuk mengurangi kesenjangan wilayah secara
bertanggung jawab.
• Bersikap inclusive atas setiap pencapaian dan evaluasi
pembangunan untuk melakukan koreksi serta perbaikan yang
menjunjung tinggi pemerataan.
• Kepercayaan dan tanggung jawab atas keputusan rencana
pembangunan untuk menciptakan tatanan kehidupan yang
berkualitas.
• Kesetaraan akses dalam setiap perencanaan, program dan

19
implementasi sehinga setiap orang paham tentang hak dan
kemampuannya dalam berpartisipasi terhadap pembangunan.
3. MENJAGA KEBERLANJUTAN
keberlanjutan adalah memastikan bahwa upaya
pembangunan untuk memenuhi kebutuhan saat ini tanpa
mengkompromikan kemampuan generasi mendatang untuk
memenuhi kebutuhan mereka sendiri pada saatnya nanti.
• Melakukan penguatan, percepatan dan pengelolaan
pembangunan dengan mempertimbangkan kemampuan dasar
bangsa atas kecukupan dan ketersediaan fondasi ekonomi,
• Menciptakan sebuah kerangka pembangunan untuk
menumbuhan sistem ekonomi pembangunan yang sehat antara
input, proses dan output pembangunan sehingga tidak
menyebabkan terjadinya defisiensi.
• Mempertimbangkan keberadaan dan pola sosial budaya dan
nilai-nilai dalam masyarakat untuk menumbuhkan tatanan
pengelolaan pembangunan inclusive dan interaksi sosial sebagai
sebuah supporting system dalam koherensi pembangunan.
• Terpatrinya orientasi sikap (attitude) yang bertanggung jawab
sebaai basis nilai dan etika universal untuk mengikat
keberagaman bangsa dalam menciptakan tata pembangunan
yang maju.
• Penguatan komitment dalam menjamin terciptanya
keseimbangan antara tujuan pembangunan manusia dengan
kemampuan alam dan lingkungan.
• Bersifat inclusive dalam mengadaptasikan berbagai dinamika
pembangunan dengan pendekatan dan keilmuan yang mampu
menumbuhkan sistem tata nilai yang bertanggung jawab secara
integrative.

VI. Pengarusutamaan dalam RPJMN IV 2020-2024

Untuk mempercepat pencapaian target pembangunan nasional,


RPJMN IV tahun 2020 - 2024 telah ditetapkan 6 (enam) pengarusutamaan
(mainstreaming) sebagai bentuk pendekatan inovatif yang akan menjadi
katalis pembangunan nasional yang berkeadilan dan adaptif. Keenam
pengarusutamaan (mainstreaming) memiliki peran yang vital dalam
pembangunan nasional dengan tetap memperhatikan kelestarian
lingkungan serta partisipasi dari masyarakat. Selain mempercepat dalam
mencapai target-target dari fokus pembangunan, mainstreaming juga
bertujuan untuk memberikan akses pembangunan yang merata dan adil
dengan meningkatkan efisiensi tata kelola dan juga adaptif terhadap faktor
eksternal lingkungan. Hal ini perlu dilakukan oleh Indonesia untuk
mencapai tujuan global.

20
1. Gender
Pengarusutamaan gender (PUG) merupakan strategi untuk
mengintegrasikan perspektif gender di dalam pembangunan.PUG
ditujukan untuk mewujudkan kesetaraan gender dalam
pembangunan, yaitu pembangunan yang lebih adil dan merata
bagi seluruh penduduk Indonesia baik laki-laki maupun
perempuan. Indikator:
a. Indeks Pembangunan Gender (IPG)
b. Indeks Pemberdayaan Gender (IDG)
c. Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) Perempuan

2. Tata Kelola Pemerintahan yang Baik


Tata kelola pemerintahan yang efektif, efisien, dan akuntabel
dalam mendukung peningkatan kinerja seluruh dimensi
pembangunan Indikator, antara lain:
a. Persentase instansi pemerintah yang menyusun rencana
kebutuhan ASN jangka menengah, rencana pengembangan
kompetensi ASN, dan pola karir instansi
b. Persentase instansi pemerintah yang telah menyusun proses bisnis
instansional
c. Jumlah instansi pemerintah yang menyusun arsitektur SPBE
instansional
d. Persentase instansi pemerintah yang menerapkan manajemen
risiko dalam pengelolaan kinerja instansi
e. Persentase instansi pemerintah yang menerapkan Zona Integritas
untuk birokrasi yang bersih dan akuntabel
f. Persentase instansi pemerintah yang menegakkan nilai dasar, kode
etik, dan kode prilaku ASN
g. Jumlah instansi pemerintah yang menerapkan standar pelayanan
publik
h. Persentase instansi pemerintah yang menerapkan Inovasi
pelayanan

3. Pembangunan Berkelanjutan
Pembangunan yang berkelanjutan harus dapat menjaga
keberlanjutan kehidupan ekonomi dan sosial masyarakat, menjaga
kualitas lingkungan hidup, serta meningkatkan pembangunan
yang inklusif dan pelaksanaan tata kelola yang mampu menjaga
peningkatan kualitas kehidupan dari satu generasi ke generasi
berikutnya Indikator:
a. Pertumbuhan PDB
b. Indeks Pembangunan Manusia
c. Indeks Kualitas Lingkungan Hidup
d. Indeks Anti Korupsi
e. Indeks Pelayanan Publik (K/L)

21
f. Indeks Akuntabilitas
g. Indeks Resiko Bencana Indonesia

4. Kerentanan Bencana dan Perubahan Iklim


Pengarusutamaan Kerentanan Bencana dan Perubahan Iklim
menitikberatkan pada upaya penanganan dan pengurangan
kerentanan bencana, peningkatan ketahanan terhadap risiko
perubahan iklim, serta upaya peningkatan mitigasi perubahan
iklim melalui pelaksanaan pembangunan rendah karbon.
Indikator:
a. Persentase Peningkatan Indeks Ketahanan Bencana Daerah
b. Persentase penurunan potensi kehilangan PDB akibat dampak
perubahan iklim
c. Persentase penurunan emisi gas rumah kaca
d. Persentase penurunan intensitas emisi gas rumah kaca

5. Modal Sosial dan Budaya


Pengarusutamaan modal sosial budaya dimaksudkan sebagai
strategi internalisasi nilai dan pendayagunaan kekayaan budaya
sebagai kekuatan penggerak dan modal dasar pembangunan
Indikator:
Meningkatnya peran kebudayaan dalam pembangunan yang ditandai
dengan Indeks Pembangunan Kebudayaan meliputi antara lain:
1) Dimensi ekonomi budaya
2) Dimensi ketahanan sosial budaya
3) Dimensi ekspresi budaya
4) Dimensi warisan budaya
6. Transformasi Digital
Perkembangan pesat teknologi khususnya teknologi digital
telah mempengaruhi berbagai aspek kehidupan. Sehingga perlu
untuk menyelaraskannya dengan pembangunan nasional.
Indikator:
a. Meningkatnya NRI (Network Readiness Index) untuk mengukur
bagaimana teknologi khususnya teknologi komunikasi dan
informasi (TIK) dapat memberikan dampak terhadap suatu negara.
b. Memperkuat IDI (ICT Development Index) untuk melihat
bagaimana pengembangan TIK suatu negara dari sisi
infrastrukturnya.

VII. Proyek Prioritas Strategis (Major Project) RPJMN 2020-2024

Di dalam melaksanakan agenda pembangunan (prioritas nasional)


RPJMN 2020-2024 disusun Proyek Prioritas Strategis (Major Project).
Proyek ini disusun untuk membuat RPJM lebih konkrit dalam
menyelesaikan isu-isu pembangunan, terukur dan manfaatnya langsung
dapat dipahami dan dirasakan masyarakat. Proyek-proyek ini merupakan
proyek yang memiliki nilai strategis dan daya ungkit tinggi untuk

22
mencapai sasaran prioritas pembangunan.
Pada RPJMN 2020-2024 direncanakan 41 Proyek Prioritas Strategis
(Major Project) yang dirinci hingga proyek dengan target, lokasi dan
instansi pelaksana yang jelas. Dalam penyusunan dan pelaksanaannya,
Proyek Prioritas Strategis (Major Project) melibatkan Kementerian/Lembaga
(K/L), Pemerintah Daerah, Badan Usaha Milik Negara (BUMN) serta
Masyarakat/Badan Usaha.
Proyek Prioritas Strategis (Major Project) menjadi acuan penekanan
kebijakan dan pendanaan dalam RPJM, RKP dan APBN tahunannya.
Di dalam pendanaannya dilakukan langkah-langkah integrasi antar
sumber pendanaan melalui Belanja K/L serta sumber-sumber pendanaan
lainnya seperti Subsidi, Transfer Ke Daerah, Daerah, Masyarakat, BUMN
serta sumber pendanaan lainnya. Selain itu juga diupayakan langkah-
langkah mendorong inovasi skema pendanaan (creative financing) antara
lain seperti KPBU, Blended Finance, Green Finance serta Output Based
Transfer/Hibah ke daerah.
Di dalam pelaksanaannya, Proyek Prioritas Strategis (Major Project)
dapat dimutakhirkan melalui RKP dengan mempertimbangkan kesiapan
pelaksanaan, pemutakhiran sumber pendanaan serta keputusan Kabinet.
Hal ini untuk memastikan Proyek Prioritas Strategis (Major Project) dapat
terlaksana secara lebih efektif dan efisien sesuai dengan perkembangan
pembangunan.
Selain itu, Proyek Prioritas Strategis (Major Project) dapat menjadi alat
kendali pembangunan sehingga sasaran dan target Pembangunan dalam
RPJMN 2020-2024 dapat terus dipantau dan dkendalikan.
Daftar Proyek Prioritas Strategis (Major Project) RPJMN 2020-2024
Indikasi
No Major Project Manfaat Proyek Pendanaan Pelaksana
(Triliun)
1 Industri 4.0 di Meningkatnya Rp 103,2 a.l Kemenperin,
5 Sub Sektor kontribusi • APBN: Rp 19,7 Kemendag,
Prioritas: industri dalam • KPBU Rp 0,9 KPPU, Badan
Makanan dan PDB menjadi • Swasta: Rp Usaha (BUMN/
Minuman, 19,9%-21,1% 82,6 Swasta)
Tekstil dan
Pakaian Jadi,
Otomotif,
Elektronik,
Kimia dan
Farmasi
2 2 8 Destinasi Meningkatnya Rp 138,9 a.l
Pariwisata devisa sektor • APBN: Rp Kemenparekraf,
Unggulan: pariwisata 44,25 KemenPUPR,
Danau Toba, menjadi 32 miliar » PLHN: Rp 7,25 Pemda, Badan
Borobudur USD (2024) • KPBU Rp 0,43 Usaha (BUMN/

23
Dskt, Lombok, Meningkatnya • Swasta: Rp Swasta)
Labuan Bajo, jumlah 94,21
Bromo- wisatawan
Tengger- nusantara 350-
Semeru, 400 juta
Wakatobi, perjalanan dan
Likupang, dan wisatawan
Revitalisasi Bali mancanegara 24
juta kedatangan
(2024)
3 8 Kawasan Industrialisasi Rp 149,4 a.l KemenESDM,
industri di luar diluar Pulau • APBN: Rp 7,6 Kemenperin,
Jawa dan 31 Jawa, mampu • KPBU: Rp 0,8 Pemda, Badan
smelter mencapai target • Swasta: Rp Usaha (BUMN/
pertumbuhan 141 Swasta)
ekonomi diluar
Pulau Jawa
sebesar:
Sumatera 5,6%;
Nusa Tenggara
7,9%; Kalimantan
8,9%; Sulawesi
8,8%; Maluku
7,0%; Papua
8,1% (Tahun
2024)
4 Penguatan Meningkatnya Rp 251 a.l Kementan,
Jaminan Usaha pendapatan • APBN: Rp 237 KKP,
Serta 350 petani rata-rata • Swasta: Rp 14 KemenKUKM,
Korporasi 5,8% per tahun Kemenperin,
Petani dan dan pendapatan Badan Usaha
Nelayan nelayan rata-rata (BUMN/ Swasta)
10% per tahun
(target SDGs).
5 Pembangunan Meningkatnya Rp 100,53 a.l Kementan
Energi porsi energi baru • APBN: Rp 0,53 KemenESDM,
Terbarukan terbarukan • BPDPKS: Rp BPDPKS, Badan
B100 Berbasis dalam bauran 75 Usaha (BUMN/
Kelapa Sawit energi nasional • Swasta : Rp 25 Swasta)
menjadi 19,5%
6 Be Creative Mendukung Rp 100,3 a.l
District di peningkatan • APBN: Rp 0,3 Kemenparekraf,
Maja, investasi sebesar • K/L, PINA, KemenPUPR,
Rangkasbitung, Rp 90 Triliun KPBU: Rp 10 BUMN/Swasta,
dan Karawang Penciptaan 2 • Swasta dan Badan Usaha
Juta lapangan BUMN Rp 90 (BUMN/ Swasta)
kerja baru

24
dibidang ekonomi
kreatif
7 Revitalisasi Meningkatnya Rp 25 a.l KKP,
Tambak di produksi • APBN: Rp 2,5 KemenPUPR,
Kawasan perikanan • Swasta: Rp Kemendag,
Sentra budidaya (ikan 22,5 Pemda, Badan
Produksi Udang menjadi 10,32 Usaha (BUMN/
dan Bandeng Juta ton) Swasta)
meningkatnya
pertumbuhan
ekspor udang 8%
per tahun
8 Integrasi Meningkatkan Rp 50 a.l KKP,
Pelabuhan produksi • APBN: Rp 10 KemenPUPR,
Perikanan dan perikanan • KPBU dan Kemenperin,
Fish Market tangkap bernilai Swasta: Rp 40 Pemda, Badan
Bertaraf ekonomi tinggi Usaha (BUMN/
Internasional menjadi 10,10 Swasta)
Juta ton pada
tahun 2024
Meningkatnya
nilai ekspor hasil
perikanan
menjadi USD 8,2
miliar pada
tahun 2024
9 Integrasi Mendorong Rp 28,04 a.l BP Batam,
Pembangunan pertumbuhan • APBN: Rp 0,04 KemenPUPR,
Wilayah Batam industri dan • KPBU: Rp 18,5 Pemda, Badan
– Bintan pariwisata • Swasta: Rp 5,4 Usaha (BUMN/
Batam-Bintan • BUMN: Rp 4,1 Swasta)
10 Pengembangan Meningkatnya Rp 274,5 KemenPUPR,
Wilayah share PDRB (APBN, KPBU & Kemenhub,
Metropolitan: wilayah Swasta) Kominfo, Kemen
Palembang, Metropolitan luar ESDM,
Banjarmasin, Jawa terhadap Kemendagri,
Makassar, Nasional BPS, Badan
Denpasar Menigkatkan Usaha (BUMN/
Indeks Kota Swasta)
Berkelanjutan
(IKB) untuk
kabupaten/kota
didalam wilayah
metropolitan
11 Ibu Kota Mendorong Rp 466 a.l Bappenas,
Negara (IKN) pembangunan (APBN, KPBU & KemenATR/BPN,

25
KTI untuk Swasta) KemenPUPR,
pemerataan Badan Usaha
wilayah (BUMN/ Swasta)
12 Pengembangan Meningkatnya Rp 3,6 a.l KemenPUPR,
Kota Baru: Indeks Kota (APBN, Badan Kemenhub,
Maja, Tanjung Berkelanjutan Usaha & Badan Usaha
Selor, Sofifi, untuk Kab. Swasta) (BUMN/ Swasta)
dan Sorong Lebak (Maja),
Kab. Bulungan
(Tanjung Selor),
Kota Tidore
Kepulauan
(Sofifi), Kota
Sorong (Sorong)
13 Wilayah Adat Meningkatkan Rp 27,5 a.l KemenPUPR,
Papua: Wilayah pertumbuhan (APBN) Kemen ESDM,
Adat Laa Pago ekonomi, Kemendes,
dan Wilayah pemerataan Kementan,
Adat Domberay pembangunan, Kementerian
dan Desa PDTT,
kesejahteraan Kemenhub,
masyarakat pada Pemda
10 Kabupaten di
Wilayah Adat Laa
Pago dan 11
Kabupaten di
Wilayah Adat
Domberay
14 Pemulihan Meningkatnya Rp 50,7 a.l BNPB,
Pasca Bencana: infrastruktur • APBN: Rp 40,4 Kemensos,
(Kota Palu dan berketahanan • APBD: Rp 1,9 KemenPUPR,
Sekitarnya, bencana dan • Hibah RR: Rp Masyarakat,
Pulau Lombok pelayanan dasar 3,2 Badan Usaha
dan Sekitarnya, di Kota Palu dan • Masyarakat (BUMN/ Swasta)
Serta Kawasan Sekitarnya, Pulau dan Badan
Pesisir Selat Lombok dan Usaha: Rp 5,2
Sunda) Sekitarnya, Serta
Kawasan Pesisir
Selat Sunda
15 15 Pusat Pusat perkotaan Rp 7,8 a.l KemenPUPR,
Kegiatan sebagai pusat • APBN: Rp 7,4 Kemenhub,
Strategis pertumbuhan • KPBU: Rp 0,4 Kemendag,
Nasional: ekonomi untuk Badan Usaha
PKSN Paloh- mendorong (BUMN/ Swasta)
Aruk, PKSN perkembangan
Nunukan, kawasan di
PKSN Atambua, sekitarnya

26
PKSN
Kefamenanu,
PKSN
Jayapura, &
PKSN Merauke
16 Percepatan Menurunkan Rp 229,5 a.l Kemenkes,
Penurunan angka kematian • APBN: Rp BKKBN,
Kematian Ibu lbu hingga 183 229,5 KemenPUPR,
dan Stunting per 100.000 » DAK: Rp 21 Pemda
kelahiran hidup
Menurunnya
prevalensi
stunting
hingga 19%
17 Pembangunan Meningkatnya Rp 2,3 a.l
Science Techno kapabilitas (APBN) Kemristekdikti &
Park penciptaan Perguruan
(Optimalisasi inovasi dan Tinggi Negeri
Triple Helix di 4 produk inovasi (UGM, IPB, ITB
Major nasional dan UI)
Universitas)
18 Pendidikan dan Meningkatnya Rp 332,5 a.l Kemenaker,
Pelatihan pekerja (APBN dan Kemdikbud,
Vokasi untuk berkeahlian Swasta) Kemristekdikti
Industri 4.0 menengah dan
tinggi menjadi
50% (2024)
Meningkatnya
lulusan
pendidikan dan
pelatihan vokasi
bersertifikat
kompetensi
menjadi 2 juta
orang (2024)
19 Integrasi Meningkatkan Rp 1.210 a.l Kemensos,
Bantuan Sosial ketepatan (APBN) Kemen Kominfo,
Menuju Skema sasaran dan BPS
Perlindungan efektifitas
Sosial program bantuan
Menyeluruh sosial non tunai
(5T) Mendorong
cakupan layanan
keuangan formal
terutama
masyarakat
miskin dan

27
rentan

20 Jalan Tol Trans Menurunkan Rp 309 a.l KemenPUPR,


Sumatera waktu tempuh • APBN: Rp Badan Usaha
Aceh-Lampung Lampung – Aceh 140,9 (BUMN/ Swasta)
dari 48 jam • Badan Usaha:
menjadi 30 jam Rp 168
21 KA Kecepatan Berkurangnya Rp 100 a.l Kemenhub,
Tinggi Pulau waktu tempuh: • APBN: Rp 58 PUPR, Badan
Jawa • Jakarta – • Badan Usaha: Usaha (BUMN/
(Jakarta – Semarang dari 5 Rp 42 Swasta)
Semarang dan jam menjadi 3,5
Jakarta – jam
Bandung) • Jakarta –
Bandung dari 3
jam menjadi 40
menit
22 Kereta Api Terhubungnya Rp 13,1 a.l Kemenhub,
Makassar-Pare Kawasan Industri • APBN: Rp.10,8 KemenBUMN,
Pare dengan • Badan Usaha: Badan Usaha
Pelabuhan Rp.2,3 (BUMN/ Swasta)
Garongkong dan
Makassar New
Port
Mengurangi
beban angkutan
barang di Jalan
Nasional Lintas
Barat Sulawesi
20-30% pada
tahun 2045
(target 1,5 juta
ton/tahun)
23 Jaringan Meningkatkan Rp 113 a.l Kemenhub,
Pelabuhan kinerja • APBN: Rp 2 Badan Usaha
Utama Terpadu pelabuhan • BUMN: Rp 34 (BUMN/ Swasta)
dengan • KPBU dan
standardisasi Swasta : Rp 77
pelabuhan utama
(nilai turn round
time maksimum
24 jam)
Meningkatkan
efisiensi rute
pelayaran
domestik dengan

28
membentuk loop
secara teratur
menjadi 27%
Menurunkan
biaya operasional
pelabuhan
sebesar 15%,
menurunkan
defisit neraca
jasa sebesar 10%
& biaya logistik
sebesar 1,6%
terhadap PDB
(Rp 765 T selama
5 tahun)
24 Sistem Meningkatkan Rp 147,05 a.l Kemenhub,
Angkutan pangsa pasar • APBN: Rp KemenPUPR,
Umum Massal pengguna 63,08 Pemda, Badan
Perkotaan di 6 angkutan umum • Badan Usaha: Usaha (BUMN/
Wilayah setiap kota 30% Rp 32,83 Swasta)
Metropolitan: • APBD: Rp
Jakarta, 51,14
Surabaya,
Bandung,
Medan,
Semarang, dan
Makassar
25 Pembangunan Menambah Rp 637 a.l Pertamina,
dan kapasitas (Badan Usaha) Badan Usaha,
Pengembangan produksi minyak Kementerian
Kilang Minyak menjadi 1,9Juta ESDM,
Barrel Per Hari di Kemenkeu,
tahun 2026 BUMN
Memperbaiki
neraca
perdagangan di
sektor migas
26 Pembangkit Mendukung Rp 463 a.l KemenPUPR,
Listrik 20.000 target EBT pada (Badan Usaha) Kementan,
MW, Transmisi bauran energi Kemen ESDM,
19.000 KMS primer pada Badan Usaha
dan Gardu akhir tahun 2024 (BUMN/ Swasta)
Induk 38.000 sebesar 19,5%
MVA Menyediakan
pasokan listrik
untuk target
penggunaan

29
listrik 1.300 kWh
per kapita di
2024
Penurunan Emisi
CO2 Pembangkit
sebesar 3,5 juta
ton CO2 pada
2024
Menurunkan
tingkat
pemadaman
listrik (SAIDI)
menjadi 1 jam/
pelanggan di
2024
Memenuhi
kebutuhan listrik
di kawasan
prioritas nasional
27 Infrastruktur Mengurangi Rp 478 a.l Kominfo,
TIK untuk kesenjangan • KPBU: Rp 3 Kemenkes,
Mendukung digital • APBN: Rp 37 Badan Usaha
Transformasi Menyediakan • Swasta: Rp (BUMN/
Digital layanan internet 438 Swasta), K/L
cepat untuk terkait
mendukung
digitalisasi sektor
ekonomi, sosial,
dan
pemerintahan
28 Pengamanan Mengatasi Rp 50,8 a.l KemenPUPR,
Pesisir 5 bencana banjir • APBN: Rp 40,4 KemenESDM,
Perkotaan rob di DKI » DAK: Rp 2,8 KemenLHK,
Pantura Jawa Jakarta, • KPBU: Rp 10,4 Pemda, Badan
Semarang, Usaha (BUMN/
Pekalongan, Swasta)
Demak, dan
Cirebon
Menurunkan
waktu tempuh
Semarang –
Demak (1 jam
menjadi 25
menit)
29 18 Waduk Tersedianya Rp 142,7 a.l KemenPUPR,
Multiguna pasokan air baku • APBN: Rp 18,5 Kemen ESDM,

30
dari waduk 23,5 • KPBU: Rp 28,2 Kemen LHK,
m3/detik dan • Swasta : Rp 96 Badan Usaha
pasokan listrik (BUMN/ Swasta)
2.438 MW
Tersedianya
pasokan air di 51
daerah irigasi
premium sebesar
20% guna
mendukung
ketahanan
pangan
Peningkatan
efisiensi dan
kinerja irigasi di
atas 70% yang
didukung oleh
pemanfaatan
teknologi di 9 DI
30 35 Rute Menurunkan Rp 10,2 a.l Kemenhub
Jembatan disparitas harga (APBN)
Udara di Papua bahan pokok di
Wilayah Papua
mencapai rata-
rata sebesar
57,21%
31 Jalan Trans Meningkatkan Rp 12 a.L KemenPUPR,
pada 18 Pulau konektivitas dan • APBN: Rp 12 Pemda
Tertinggal, mobilitas barang » DAK: Rp 8,4
Terluar, dan dan penumpang
Terdepan untuk
menurunkan
harga komoditas
32 Jalan Trans Meningkatkan Rp 15,3 a.L KemenPUPR,
Papua Merauke konektivitas dan (APBN) Pemda,
- Sorong aksesibilitas bagi
wilayah
perdalaman,
terutama wilayah
Pegunungan
Tengah Papua
Mengurangi biaya
logistik angkutan
bahan pokok
mencapai 50%

31
33 Akses Sanitasi Meningkatnya Rp 188,9 a.l KemenPUPR,
(Air Limbah rumah tangga • APBN: Rp 123 Kemenkes,
Domestik) yang memiliki » DAK: Rp 22,3 Kemendagri,
Layak dan akses sanitasi • APBD: Rp 7,5 Pemda, Badan
Aman (90% layak menjadi • Masyarakat: Usaha (BUMN/
Rumah Tangga) 90% Rp 55,5 Swasta)
• Swasta: Rp 2,9
34 Akses Air Meningkatnya Rp 162 a.l KemenPUPR,
Minum akses air minum • APBN: Rp 93,3 Pemda, Badan
Perpipaan (10 layak pada tahun » DAK: Rp 35,6 Usaha (BUMN/
Juta 2024 menjadi » Hibah: Rp 14,6 BUMD/Swasta)
Sambungan 100% • APBD: Rp 34,7
Rumah) • KPBU: Rp 33,9
35 Rumah Susun Meningkatnya Rp 350 a.l Kemen PUPR,
Perkotaan (1 akses • APBN, APBD & Pemda, Badan
Juta) masyarakat KPBU: Rp 175 Usaha (BUMN/
terhadap • Swasta)
perumahan layak BUMN/Swasta:
dan aman yang Rp 175
terjangkau untuk
sejuta rumah
tangga perkotaan
dan menangani
permukiman
kumuh
36 Infrastruktur Penghematan Rp 39,55 a.l KemenESDM,
Jaringan Gas subsidi LPG • Badan Usaha: Badan Usaha
Kota untuk 4 sebesar Rp. 297,6 Rp 6,71 (BUMN/ Swasta)
Juta M per tahun • APBN: Rp
Sambungan Mengurangi 39,55
Rumah import LPG • KPBU: Rp
sebesar 603,720 28,62
Ribu ton per
tahun
37 Pemulihan Penurunan erosi Rp 30,4 a.l. KemenPUPR,
Empat Daerah di wilayah DAS • APBN: Rp 30,4 Kemen LHK,
Aliran Sungai kritis dengan » DAK: Rp 3,2
Kritis penghijauan
lahan kritis
150.000 Ha
Reduksi dampak
bencana banjir di
Provinsi Banten,
DKI Jakarta,
Jawa Barat dan
Sumatera Utara

32
38 Pipa Gas Bumi Menyambungkan Rp 36,4 a.l. Kementerian
Trans jaringan pipa gas (Badan Usaha) ESDM, Badan
Kalimantan bumi wilayah Usaha (BUMN/
(2.219 KM) Kalimantan Swasta)
(Trans
Kalimantan)
Memenuhi
kebutuhan gas
bumi di sektor
industri,
pembangkit
listrik, hingga
kebutuhan
jaringan gas
rumah tangga
dan komersial di
Kalimantan
Mendukung
penyediaan
energi untuk
calon ibukota
negara
Mendorong
pemanfaatan
potensi gas bumi
di wilayah
Natuna
39 Pembangunan Meningkatnya Rp 4,6 a.l KLHK,
Fasilitas kapasitas jumlah • APBN: Rp 0,6 KemenkesBadan
Pengolahan limbah B3 yang • KPBU: Rp 3 Usaha (BUMN/
Limbah B3 terolah hingga • Swasta Murni: Swasta)
26.880 Rp 1
ton/tahun
Mengurangi 30%
biaya
transportasi
pengelolahan
limbah B3
40 Penguatan Meningkatnya Rp 9,5 a.l BMKG,
Sistem kecepatan (APBN) BNPB, KLHK,
Peringatan Dini penyampaian KESDM, BIG
Bencana peringatan dini
bencana dari 5
menit menjadi 3
menit
41 Penguatan NSOC Menurunnya Rp7,78 a.l BSSN, Polri,
- SOC dan insiden serangan Kemenhan/TNI,

33
pembentukan siber; BIN
121 CSIRT Meningkatnya
integrasi dan
sharing data
informasi antar
stakeholder terkait
(baik pemerintah,
swasta, dan
komunitas siber
lainnya)

Latihan Soal
1. Major Project RPJMN IV Tahun 2020-2024 dalam rangka
mengembangkan wilayah untuk mengurangi kesenjangan dan
menjamin pemerataan, Kecuali?
a. Pembangunan Batam-Bintan
b. Pembangunan Kota Baru: (Maja, Tanjung Selor, Sofifi, Sorong)
c. Pembangunan ibu kota negara baru di Provinsi Kalimantan
Timur
d. Pemulihan Pasca Bencana Daerah Terdampak di Kota Palu dan
sekitarnya, Pulau Lombok dan sekitarnya, serta Kawasan Pesisir
Selat Sunda
e. Pusat Kegiatan Strategis Nasional (PKSN Paloh Aruk, PKSN
Nunukan, PKSN Atambua, PKSN Kafemenanu, PKSN Jayapura,
PKSN Merauke)
2. Pembangunan Indonesia 2020-2024 ditujukan untuk membentuk
sumber daya manusia yang berkualitas dan berdaya saing, yaitu
sumber daya manusia yang sehat dan cerdas, adaptif, inovatif,
terampil, dan berkarakter. Untuk mencapai tujuan tersebut,
kebijakan pembangunan manusia diarahkan pada
a. Pengendalian penduduk dan penguatan tata kelola
kependudukan
b. Percepatan perluasan administrasi kependudukan dan
penggunaan mobile positioning data (MPD)
c. Pengendalian kuantitas, peningkatan kualitas dan pengarahan
mobilitas penduduk
d. Pendekatan siklus hidup mencakup 1000 Hari Pertama
Kehidupan Memaksimalkan bonus demografi
e. Percapatan Tranformasi Digital untuk pelayanan publik
3. Pembangunan kewilayahan merupakan salah satu prioritas
nasional dalam RPJMN 2020-2024 yang diarahkan untuk
menyelesaikan isu strategis utama yaitu ketimpangan antar wilayah
antara lain...
a. Penataan hubungan pusat dan daerah yang lebih sinergis
b. Menata kembali kebijakan pemekaran wilayah guna
memperkuat kedaulatan dan integritas Negara Kesatuan
Republik Indonesia (NKRI), serta meningkatkan kapasitas daerah
otonom hasil pemekaran, termasuk kecamatan
c. Melindungi hak-hak masyarakat di bidang pertanahan
d. Meningkatnya kualitas dan akses pelayanan dasar, daya saing
serta kemandirian daerah
e. Memperbaiki pelayanan dasar bagi warga desa, seperti air
bersih, sanitasi, dan listrik desa

34
BAB II
RENCANA STRATEGIS/RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA
MENENGAH KEMENTERIAN AGRARIA DAN TATA RUANG/BADAN
PERTANAHAN NASIONAL TAHUN 2020-2024

A. 1.1. Kondisi Umum


Indonesia merupakan negara dengan sumber daya alam yang sangat
beragam dan potensial dibanding negara-negara lain di wilayah Asia
khususnya Asia Tenggara. Luas wilayah daratan Indonesia 1.922.570 km2
dari total seluas 5.180.053 km2 (total daratan dan perairan)1 Dari total
luas daratan, sekitar 124 juta hektare (64,93%) masih berupa kawasan
hutan dan seluas 67 juta hektare (35,07%) telah dibudidayakan melalui
berbagai kegiatan2. Secara geo-politik Indonesia memiliki peran yang
sangat strategis antara Samudera Pasifik dan Samudera Hindia,
sehingga menempatkan Indonesia sebagai salah satu poros perdagangan
global
Posisi strategis serta luas wilayah daratan Indonesia merupakan
suatu potensi yang dapat menjadi kekuatan dalam mewujudkan
kesejahteraandan kemakmuran rakyat Indonesia. Seiring dengan
pertambahan jumlah penduduk serta pergeseran sektor perekonomian
ke arah industri telahmenyebabkan semakin strategis dan
semakinrumitnya pengelolaan agraria,tata ruang, dan pertanahan di
Indonesia. Berbagai permasalahan dapat timbul dalam proses pengelolaan
agraria akibat keterkaitan bidang agraria dengan berbagai aspek lainnya
seperti aspek ekonomi, sosial, budaya dan hukum.
Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional
merupakan lembaga negara yang mempunyai tugas menyelenggarakan
urusan pemerintahan di bidang agraria/pertanahan dan tata ruang secara
nasional. Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan
Nasional memiliki sejarah yang panjang dalam menangani urusan
pemerintah bidang pertanahan dan penataan ruang. Sejarah terbentuknya
Kementerian Agraria dan Tata Ruang/ Badan Pertanahan Nasional.
Institusionalisasi pertanahan dan tata ruang sudah dijalankan
sejak pra kemerdekaan Republik Indonesia. Pada tahun 1870 dikenal
dengan Domain VerkLaring, dan mengalami dinamika antara agraria
dengan penatan ruang hingga tahun 2015 urusan pertanahan dan
penataan ruang disatukan dalam Kementerian Agraria dan Tata
Ruang/Badan Pertanahan Nasional sebagaimana diatur dalam Peraturan
Presiden Nomor 17 Tahun 2015 tentang Kementerian Agraria dan Tata
Ruang. Berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 47 Tahun 2020 tentang
Kementerian Agraria dan Tata Ruang, kementerian memiliki tugas
untuk menyelenggarakan urusanpemerintahan di bidang
agraria/pertanahan dan tata ruang untuk membantu Presiden dalam
menyelenggarakan pemerintahan Negara.
Dalam mendukung tugas dan fungsi yang menjadi mandat
Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional,

35
disusun perencanaan sebagai pedoman kinerja dan penganggaran
dokumen perencanaan strategis. Perencanaan strategis dalam
Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional
merupakan dasar utama penyelenggaraan Kementerian selama 5 (lima)
tahun ke depan. Rencana Strategis (Renstra) berpedoman pada
Peraturan Presiden Nomor 18 Tahun 2020 tentang RPJMN 2020-2024,
akan dijabarkan dalam Rencana Kerja (Renja) yang disertai dengan
penganggaran dan penetapan kinerjanya setiap tahun, sehingga Rencana
Strategis menjadi dokumen penting yang disusun secara komprehensif,
holistik dan integratif melalui pendekatan teknokratik, politik, partisipatif
serta bottom up dan top down.

1.2 Potensi, Permasalahan dan Isu Strategis

1.2.1 Potensi
1) Potensi Ruang
Ruang adalah wadah yang meliputi ruang darat, ruang laut,
dan ruang udara, termasuk ruang di dalam bumi sebagai satu
kesatuan wilayah, tempat manusia dan makhluk lain hidup,
melakukan kegiatan, dan memelihara kelangsungan hidupnya. Ruang
sebagai potensi membutuhkan penataan ruang yang di dalamnya
merupakan suatu proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang,
dan pengendalian pemanfaatan ruang. Dalam hal ini aspek
perencanaan dan pemanfaatan tidak dapat lepas dari proses
pengendalian pemanfaatan ruang yang bertujuan untuk menjamin
tertib tata ruang dan keberlanjutan ruang.
Pengelolaan ruang darat hanya meliputi kurang dari 30% total
luasIndonesia, yang mana di masa mendatang peran tata ruang laut
menjadisalah satu tantangan yang harus diakomodir secara
optimal. Kebutuhan aksesibilitas antar wilayah dengan adanya
pengadaan infrastruktur penghubung, tentunya membutuhkan
kajian tata ruang yang komprehensif, dan dalam implementasinya
kinerja lintas sektor perlu ditingkatkan guna mendorong kualitas tata
ruang di Indonesia.
Kondisi Indonesia sebagai negara kepulauan, terdiri atas
17.504 pulau yang terbagi menjadi 34 provinsi, 416 kabupaten, 98
kotamadya,7.094 kecamatan, 8.480 kelurahan dan 74.957 desa6.
Jumlah pulau terbanyak dimiliki oleh Kepulauan Riau yang mencapai
2.408 pulau dan Papua Barat dengan 1.945 pulau serta Maluku Utara
dengan 1.474 pulau. Indonesia sebagai negara kepulauan memiliki
ruang darat seluas 1.922.570 km2, ruang laut seluas 3.25 juta km2
dan 2.55 juta km 2 adalah Zona Ekonomi Eksklusif (74.3% luas
total)Di masa mendatang, tata ruang perlu untuk
mensinergikanpengembangan pulau-pulau yang terbagi dalam
wilayah administratifuntuk menjadi kawasan yang aman dan
nyaman bagi pengembangan dan perlindungan kawasan pulau-pulau

36
kecil seperti yang diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 27
Tahun 2007 tentang Pengelolaan Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil.
Konsep membangun dari pinggiran, sesuai prioritas pembangunan
tahun 2015-2019 telah memunculkan istilah kawasan 3T
(Terdepan, Terluar dan Tertinggal) sebagai Kawasan yang harus
dilengkapi dengan tata ruang yang berkualitas untuk dipromosikan
dalam pembangunan nasional.
Pada tahun 2015, 25 dari 34 Provinsi telah menetapkan Perda
RTRW,329 kabupaten dan 84 kota telah menetapkan Perda RTRW.
Sampai dengan Oktober 2019, Pemerintah telah menetapkan 34 RTRW
Provinsi dari 34 provinsi (100%), 399 RTRW Kabupaten dari 415
kabupaten (96,15%), dan 90 RTRW Kota dari 93 kota (96,70%).
Progress capaian Peraturan Daerah RDTR per Bulan Oktober mencapai
54 RDTR Kabupaten/Kota (2,93%) dari target total 1.838 RDTR.
Potensi tata ruang di Indonesia diharapkan mengakomodasi kondisi
wilayah Indonesia yang rawan bencana. Potensi tata ruang yang lain
tentunya diharapkan mampu melindungi jumlah penduduk Indonesia
yang beraglomerasi di perkotaan yang sarat dengan investasi
pembangunan. Salah satu Standar Nasional Indonesia (SNI 1726:2012)
tentang Tata Cara Perencanaan Ketahanan Gempa untuk Struktur
Bangunan Gedung dan Non-Gedung, merupakan dokumen yang
mengatur secara mikro kriteria pembangunan gedung tahan gempa.
Sementara itu, Rencana Detail Tata Ruang, berpotensi secara
makro menentukan site and Location yang sekiranya berpotensi
terancam oleh ancaman gempa.
Berdasarkan Undang-Undang sistem perencanaan pembangunan
nasional (SPPN) nomor 25 Tahun 2004, penyusunan tata ruang perlu
memperhatikan ketersediaan data pendukung yang berlaku horizontal
yaitu Rencana Pembangunan Jangka Panjang, Jangka Menengah dan
Rencana Kerja Pemerintah. Dokumen lain yang diperlukan yang
memuat data untuk perencanaan ruang meliputi Ketersediaan
informasi kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS), Kajian Kawasan
Rawan Bencana (KRB), dan Rencana Penanggulangan Bencana,
Rencana Induk Kawasan Wisata Geo-Heritage.
Selain itu Tata Ruang yang memiliki input data/informasi
yangterstandardisasi diharapkan mendorong proses "Ease Of Doing
Business" (EoDB) yang terbuka dan terpercaya, baik dalam hal proses
maupun substansinya. Dalam lima tahun ke depan ditetapkan
Peningkatan kemudahan investasi (Registering Property) dalam
EoDB dengan target peringkat 40 dengan score sebesar 78 dapat
tercapai apabila rencana tata ruang yang berkualitas dapat dipenuhi
pada Tahun 2024. Kemudahan proses penyusunan tata ruang
tentunya diikuti dengan pemanfaatan Decision Support System
berbasis E-PLanning System dan Geo PortaL, yang sudah melembaga di
setiap provinsi dan kabupaten/kota.
Dukungan penataan ruang dan pertanahan akan sangat diperlukan

37
pada konsentrasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN)
untuk Pembangunan, Khususnya pada pembangunan insfrastruktur
yang mendukung pertumbuhan ekonomi dan layanan sosial secara
berkelanjutan sampai dengan akhir tahun 2019. Fokus
pembangunan infrastruktur telah digunakan untuk pembangunan
konstruksi/pelebaran jalan sepanjang 2.007 kilometer, pembangunan
bandara baru mencapai 4 unit, jaringan irigasi kilometer,
pembangunan bandara baru mencapai 4 unit, jaringan irigasi
mencapai kilometer, pembangunan bandara baru mencapai 4 unit,
jaringan irigasi masa mendatang, tuntutan terhadap ketersediaan
ruang tentunya tidak hanya merambah permukaan ruang, namun
hingga pada bagian bawah permukaan (sub-surface), seperti yang
telah dilakukan di Jakarta, dengan adanya pembangunan Light Rail
Transit (LRT) dan Mass Rapid Transit (MRT) yang melibatkan eksplorasi
di bawah permukaan tanah.
2) Potensi Pertanahan
Luas daratan di Indonesia adalah 1.922.570 km 2, dari total
seluas5.180.053 km2 (total daratan dan perairan). Indonesia
merupakan negara yang cukup unik di dunia dikarenakan adanya dua
sistem pengelolaan tanah yaitu tanah di luar kawasan hutan dan
tanah di dalam kawasan hutan. Daratan Indonesia didominasi oleh
tanah hutan (kawasan hutan) yang mencapai 67% dan 33% sisanya
merupakan tanah nonhutan yang tersebar dalam 5 gugusan
pulau/kepulauan besar yaitu Sumatera, Kalimantan Sulawesi, Papua
dan Jawa. Konsentrasi jumlah penduduk terbesar sebesar 57% atau
populasi 145,1 juta orang terdapat di Pulau Jawa Berdasarkan Hasil
Survei Pertanian Antar Sensus (SUTAS) apabila dihitung rata-rata
ketimpangan penguasaan tanah perkapita secara nasional angkanya
adalah 0,5 ha/kapita. Begitu pula dengan data Kementerian
Koordinator Bidang Perekonomian dalam Rapat Kerja Nasional KLHK
2017 rata-rata kepemilikan lahan per kapita yaitu 0,6 ha/kapita,
memberikan indikasi bahwa ada ketimpangan penguasaan tanah di
Indonesia.
Di sisi lain kebutuhan tanah untuk tanah pertanian untuk
ketahanan pangan dan tanah perkebunan memerlukan penambahan
tanah yang harus dihitung secara seksama daengan
mempertimbangkan prinsip kelestarian. Luas tanah pangan saat
ini sekitar 15,35 juta hektare. Angka ini jika pangan dan tanah
perkebunan memerlukan penambahan tanah yang harus dihitung
secara seksama dengan mempertimbangkan prinsip kelestarian. Luas
tanah pangan saat ini sekitar 15,35 juta hektare. Angka ini jika
kawasan hutan dengan tanah nonkawasan hutan, dimana
penekanan fungsi/jasa lahan lebih ditekankan sebagai dampak kelola
lahan.
Berdasarkan paradigma pengelolaan pertanahan global,
setiap negara akan berurusan dengan tata kelola yang mencakup

38
proses-proses yang terkait dengan penguasaan tanah (land tenure), nilai
tanah (land value), penggunaan tanah (land use) dan pengembangan
tanah (land development). Salah satu prasyarat penting adalah
organisasi dan tata kelola informasi pertanahan berbasis bidang tanah
(persil) yang handal. Inovasi pengelolaan informasi pertanahan yang
dilakukan di Lithuania, Korea Selatan, Rwanda dan Kerajaan
Inggris telah berhasil meningkatkan secara dramatis keberhasilan
reformasi pertanahan dan peningkatan kemudahan berusaha.
Terciptanya empat fungsi administrasi pertanahan tersebut akan
menjamin terwujudnya pengelolaan pertanahan yang berkelanjutan.
Berbagai bentuk pembangunan fisik dan infrastruktur yang
telah dan sedang dilaksanakan saat ini, seringkali berkaitan dengan
masalah ketersediaan tanah. Hal tersebut menimbulkan dinamika
terkait pengunaan tanag yang kemudian menyadarkan kembali
tentang pentingnya memahami nilai tanah. Tanah memiliki dua
karakter utama yaitu sebagai komoditas dan sebagai objek yang tidak
bergerak, sedangkan nilai dalam ekonomi, adalah suatu ukuran
penghargaan atas seseuatu yang dapat disimpan atau dipertukarkan
melalui mekanisme pasar. Isu lain yang menyebabkan harga tanah
berada di atas harga keekonomian adalah isu ketidaksempurnaan
informasi. Dalam hal ini, transparansi terhadap informasi nilai tanah
menjadi salah satu isu penting yang direkomendasikan untuk
meningkatkan indeks kualitas administrasi pertanahan dama
pemeringkatan Ease Doing Business (EoDB) oleh Bank Dunia.
Transparansi terhadap informasi nilai tanah dapat menekan terjadinya
praktik spekulasi harga tanah. Dalam hal ini pemerintah dapat
mengintervensi pasar dengan cara menyediakan informasi terlait nilai
tanah.
1.2.2. Permasalahan dan Isu Strategis
1) Permasalahan Berdasarkan Evaluasi Evaluasi Rencana Strategis
Pelaksana pembangunan nasional mengharuskan adanya
pengaturan dan pengeloaan bidang agraria/pertanahan dan tata ruang
yang bertujuan meningkatkan kesejahteraan masyarakat dengan
prinsip pembangunan berkelanjutan. Hasil evaluasi Rencana Strategis
Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional
Tahun 2015-2019 digunakan sebagai acuan dalam penyusunan
Rencana Strategis dan perbaikan kinerja Tahun 2020-2024. Kinerja
periode Tahun 2020-2024 akan diselenggarakan dengan
mengoptimalkan mandat pengelolaan bidang agraria/pertanahan
dan tata ruang sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan
masyarakat, sebagaimana amanat Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 33 dan Undang-Undang
Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria
(UUPA) serta Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan
Ruang.
Berdasarkan Evaluasi Renstra Kementerian Agraria dan Tata
Ruang/Badan Pertanahan Nasional Tahun 2014-2019 beberapa

39
permasalahan yang harus direspon dan diselesaikan dalam lima tahun
ke depan.
1. Lemahnya jaminan kepastian hukum hak masyarakat atas tanah,
rendahnya cakupan peta dasar pertanahan (45.93%);
2. Rendahnya cakupan bidang tanah bersertifikat yang terdelegasi dan
berkualitas baik (13.22%);
3. Rendahnya kepastian batas kawasan hutan dan nonhutan dalam
skala kadastral;
4. Belum adanya bahan sosialisasi peraturan perundang-undangan
penetapan tanah adat/ulayat yang disepakati oleh K/L terkait;
5. Masih tingginya ketimpangan pemilikan, penguasaan, pengunaan,
dan pemanfaatan tanah dan masih rendahnya kesejahteraan
masyarakat yang disebabkan reforma agaria yang belum optimal;
6. Ketersediaan (RDTR) yang masih minim (kurang dari 54 RDTR yang
telah masuk menjadi Perda, atau dua persen dari total 1.838 RDTR
di seluruh Indonesia);
7. Kewenangan penanganan RDTR berada pada pemerintah daerah,
dengan kondisi kuantitas dan kualitas sumber daya manusia
penyusunan RDTR yang terbatas, dan lamanya mekanisme
persetujuan subtansi dengan pemerintah daerah;
8. Terkendalanya peninjsusn krmbsli Rencana Tata Ruang (RTR)
pulau/Kepulauan dan Penyusunan RTRWPK yang disebabkan oleh
kesulitan penetapan lahan pertanian pangan Berkelanjutan (LP2B)
secara spasial;
9. Belum tersusunnya whitepaper bidang tata ruang yang
memuat road map penataan ruang dan didalamnya belum
adanya Norma, Standar,Prosedur dan Kriteria (NSPK) yang
mempereepat pereneanaan penataan ruang yang berbasis
sektoral antara lain: Review Pedoman Penyusunan RTRW
Provinsi/Kab/Kota, Review Pedoman Penyusunan RDTR dan
Peraturan Zonasi (PZ), Pedoman Perpetaan RDTR,mekanisme
insentif dan disinsentif.
10. Lambatnya kinerja Reformasi Birokrasi (RB).Kondisi pada tahun
2014,nilai RB berada pada angka 52,41.Selang 5 tahun berjalan,
capaian Tahun 2019 adalah 73,32.Sehingga untuk mewujudkan
visi menjadi institusi berstandar dunia, nilai RBperlu
ditingkatkan;
11. Kettidaksesuaian pemanfaatan ruang dan tanah memicu
peningkatan pengendalian dan penertiban tanah dan ruang di
berbagai skala pengamanan;
12. Masih rendahnya kinerja pertanahan yang ditandai kurangnya SDM
bidang pertanahan khususnya juru ukur pertanahan dan
ketersediaan prasarana dan fasilitas yang belum memadai di
beberapa kantor pertanahan;
13. Tanah bagi pembangunan kepentingan umum, belum sepenuhnya
tersedia.

40
Permasalahan berdasarkan Evaluasi Renstra Kementerian Agraria dan
Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional
Tahun 2014-2019

1. Permasalahan dan Isu Strategis Tata Ruang


Ruang dan tanah merupakan dua objek yang saling berkaitan
dalam konteks penyelenggaraan penataan ruang dan pertanahan.
Isu strategis yang muncul terkait "backloq" tata ruang, juga
bertautan dengan isu sinkronisasi antara perencanaan, pemanfaatan
dan pengendalian tata ruang dan tanah. Pada 2019, capaian Peraturan
Daerah tentang Rencana Rinci Tata Ruang dan Rencana Detail
Tata Ruang hanya mencapai 2.93% (54 Kabupaten/Kota) dari
total 1838 dokumen yang ditargetkan. Sementara itu Rencana Tata
Ruang Wilayah Provinsi tercapai 100% (10 RTRW Provinsi) dan 91.67%
(110 RTRW Kabupaten), dan 91.18% (34 RTRW Kota). Permasalahan
"backloq" tata ruang detail ini tentunya menjadi prioritas Kementerian
Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional, dengan
berbagai pendekatan, mulai dari percepatan bisnis proses Tata
Ruang, peningkatan kualitas sumber daya manusia pendukung di
daerah, serta program pendampingan/asistensi tata ruang yang lebih
intensif disesuaikan dengan norma, standar, prosedur dan kriteria
(NSPK) yang ditentukan.
Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan
Ruang, menyebutkan bahwa tata ruang meliputi proses perencanaan,
pemanfaatan dan pengendaliannya. Data mengindikasikan bahwa
dijumpai 6.621 lokasiyang perlu penertiban, serta 1.742 Program
Penertiban Pemanfaatan Ruang Sistematis Lengkap (P3RSL). Jumlah
P3RSL merupakan salah satu contoh dari sekian program
pengendalian terhadap pemanfaatan ruang yang perlu senantiasa
ditingkatkan. Contoh lainnya permasalahan dan isu strategis tata
ruang yang tidak sesuai telah menurunkan jumlah lahan
pertanian, digantikan dengan lahan terbangun. Akibatnya perlu
dievaluasi kembali ruang yang tidak sesuai telah menurunkan
jumlah lahan pertanian, efisiensi dan efektifitas pelaksanaan
perencanaan, pemanfaatan dan pengendalian di tataran strategis
hingga teknis.
Faludi (2000), menegaskan bahwa agar tata ruang tercapai,
maka diperlukan mekanisme evaluasi oleh lembaga yang memiliki
peran di bidang ruang dan pertanahan, serta lembaga tersebut
memiliki kemampuan untuk mengkoordinasikan secara horizontal
maupun vertikal kebutuhan pengendaliannya.
Sinkronisasi yang dimaksud mengacu pada kualitas
substantif, skala dan lokus dalam perencanaan, pemanfaatan dan
pengendaliannya. Kualitas tata ruang menurut Albrechts (2004)
adalah mengupayakan integrasi antar ruang, agar pemilihan lokasi,
intensitas, pola, struktur, volume serta fungsi berjalan secara

41
harmoni dan berkelanjutan. Kegagalan teori (theoreticaL pitfaLL)
yang sering terjadi adalah, proses perencanaan tata ruang tidak
berjalan transparan, disesuaikan dengan kepentingan yang
dinamis, sehingga proses bisnisnya terganggu dan akibatnya
substansi tata ruang tidak "value free".
Sementara itu, Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007
mengamanatkan adanya integrasi kerangka pengurangan risiko
bencana, yang menuntut pembaharuan capaian kuantitas dan
kualitas tata ruang di setiap skala cakupan perencanaan. Hingga
saat ini, upaya peningkatan kuantitas dan kualitas tata ruang,
baik dalam skala rencana proyek pembangunan ataupun skala
rencana ruang strategis, telah dilengkapi sistem basis data, seperti
GISTARU, meskipun sistem ini belum dirancang sepenuhnya untuk
saling mengoreksi validitas dan akurasi implementasinya, sebagai
contoh : jumlah kabupaten/kota hingga zona khusus yang dilengkapi
oleh tata ruang berbasis informasi resiko bencana belum dapat dilacak
dengan baik.
Oleh karena itu permasalahan rendahnya pemenuhan
kuantitas dan kualitas ruang dan pertanahan berikut
mekanisme sinkronisasi pemanfaatan dan pengendaliannya perlu
digarisbawahi dalam peningkatan kinerja lembaga Kementerian Agraria
danTata Ruang/Badan Pertanahan Nasional. Guna mencapai tata
ruang yang terukur keberhasilannya, diperlukan suatu media
keterukuran yang dapat disepakati oleh semua pihak. Media
keterukuran ini terkait dengan akumulasi capaian dalam hal
perencanaan, Pemanfaatan, hingga pengendaliaanya dalam konteks
sinkronisasi kuantitas, kualitas serta lokus dan skala yang akan
ditargetkan. Kuantitas perencanaan diharapkan mencapai 100%
agar mengindikasikan jumlah ketercukupan kelengkapan dokumen
rencana di semua kabupaten/kota hingga nasional. Pemanfaatan
ruang dan tanah yang mencapai 100% mengindikasikan kesesuaian
pemanfaatan yang diacu suatu dokumen rencana terhadap dokumen
rencana lainnya, dan pemanfaatan eksisting.
Pemanfaatan membutuhkan detail capaian presentase
kesesuaian terhadap rencana, dan kesesuaian terhadap hak, tanggung
jawab, serta batasan yang melekat pada sertipikat yang diterbitkan.
Sementara itu, pengendalian, dalam hal ini mengacu pada
ketercapaian 100% dari seluruh total ruang atau tanah yang perlu
dikendalikan terhadap total luas ruang atau tanah yang terindikasi
perlu pengendalian hak atas tanah, misal: indikasi total tanah
terlantar, tanah dengan hak guna usaha habis, hak atas pelepasan
sebagian tanah dan indikasi pengendalian pemanfaatan lahan baku
sawah guna mendukung Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B)
dan masih banyak lagi.
Sementara itu, dengan adanya capaian terhadap kuantitas,
perlu adanya sinergi dalam hal lokus. Lokus perencanaan yang saat ini

42
diterapkan terbagi menjadi lokus rencana berskala nasional dan
lokus rencana yang berskala lokal (daerah). Perencanaan dengan
objek kajian berskala nasional perlu dievaluasi pemanfaatan dan
pengendaliannya dalam batasan lokus yang sama, begitu pula
dengan lokus lokal (daerah). Turunan data yang terbagi menjadi
lokus rencana berskala nasional dan lokus rencana yang berskala
lokal (daerah). Perencanaan dengan objek kajian berskala nasional
perlu dievaluasi pemanfaatan dan pengendaliannya dalam batasan
lokus yang sama, begitu pula dengan lokus lokal (daerah). Turunan
data yang ruang dan pertanahan secara utuh/komperehensif dan
tidak secara parsial tematik tertentu. Berdasarkan pemetaan evaluasi
dan data eksisting, isu strategis bidang tata ruang saat ini adalah
“Rendahnya Kepastian & Ketaatan dalam Penataan Ruang”

Gambar 7 : Isu strategis penataan ruang yang bersumber dari rendahnya


kepastian dan ketaatan dalam penataan ruang

Berdasarkan aspek perencanaan, pemanfaatan dan pengendalian


tata ruang, rendahnya kepastian dan ketaatan terhadap tata ruang
disebabkan oleh beberapa faktor berikut:
1. Tumpang tindih regulasi tata ruang
Cakupan objek penataan ruang di Kementerian Agraria dan Tata
Ruang/Badan Pertanahan Nasional melibatkan dua aspek, yaitu
tanah/lahan sebagai satuan unit mandiri, dan tanah/lahan sebagai
satuan yang saling terkait dan melibatkan berbagai sektor yang
disebut dengan ruang. Tata ruang dalam hal ini dituntut untuk
dapat mengakomodir penggunaan tanah/lahan (Land Use) di
tingkat detil di seluruh Indonesia yang akan mendukung
pembangunan tanah/lahan (Land DeveLopment). Konflik kepentingan
yang tinggi bertemu dengan peraturan atau regulasi tata ruang yang
belum berimbas atau berdampak pada proses pemanfaatan ruang
untuk semua pihak. Salah satu konflik yang rutin muncul

43
adalah arah perencanaan yang mengacu pada dukungan kemudahan
investasi dan berusaha, namun belum optimal memberi dukungan
perlindungan sosial dan lingkungan.
2. Kewenangan tata ruang yang terbagi.
Kewenangan penyusunan rencana tata ruang tidak hanya berada di
Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional,
namun juga di Pemerintah Daerah (RTRW Provinsi/Kab/Kota dan
RDTR). Artinya, seluruh proses dari penyusunan hingga menjadi
Peraturan Daerah menjadi tanggung jawab beberapa pihak. Upaya
yang perlu dilakukan untuk meningkatkan komitmen dan
pencapaian proses oleh semua pihak, diperlukan detil panduan,
contoh: NSPK Penataan Ruang agar lengkap memberikan dampingan
bagi semua pihak dalam perencanaan hingga pengendalian ruang dan
tanah.
3. Kompleksitas sistem tata ruang
Kompleksitas sistem tata ruang ditengarai bermula dari proses
penyusunan perencanaan. Perumusan perencanaan masih
menghadapi tantangan konsistensi rencana tata ruang terhadap
dokumen rencana lainnya, sehingga kualitas output perencanaan
masih perlu pendampingan quality assurance yang kontinyu.
Seiring dengan dinamika ruang, pemanfaatannya pun tidak selalu
selaras dengan perencanaan, sehingga konflik pemanfaatan ruang
membutuhkan pengendalian. Permasalahan pemanfaatan ruang yang
tidak sesuai rencana menyisakan permasalahan yang perlu ditangani di
lapangan.
4. Rendahnya kualitas subtansi tata ruang
Rendahnya jumlah produk tata ruang detail (RDTR) sebesar 2,93% dari
total 1.838 dokumen target tata ruang detail selama kurun waktu 5
tahun, telah coba ditangani dengan strategi pendampingan,
dukungan data dan infrastruktur, asistensi bantuan teknis kepada
institusi di daerah agar mempercepat proses penyusunan tata ruang
detil. Namun demikian selain rendahnya capaian (compLeteness),
terdapat permasalahan dalam hal kualitas (quaLity), misalnya saja
kepatuhan dalam menggabungkan informasi pola ruang terkait area
kawasan dan budidaya serta tematik (misalnya lindung,
bahaya/berbasis mitigasi risiko bencana, dan kekumuhan).
5. Belum tersedianya sistem terpadu untuk mendukung pelaksanaan
pengendalian pemanfaatan tata ruang
Pengendalian tata ruang memegang amanah yang penting dalam era
perencanaan pembangunan “by proses” saat ini. Ketegasan dalam
pemberian "stickand carrot" (insentif disinsentif) dalam pengendalian tata
pemanfaatan tanah dan ruang terhadap pola ruang sudah menjadi hal
yang layak untuk dilakukan. Kendala terbesar dalam pengendalian
pemanfaatan ruang meliputi: kurangnya transparansi dan sharing
mechanism produk tata ruang, perijinan dan administrasi pertanahan.
Sumber dari kendala ini antara lain belum terciptanya interoperabilitas
data ruang dan data pertanahan. Interoperabilitis menjadi prasyarat

44
penting untuk menerapkan standar gloal terkait digitalisasi informasi,
transformational governance, dan dukungan terhadap tujuan
pembangunan berkelanjutan (sustainable development goals).
Menanggapi isu strategis tersebut, Kementerian Agraria dan Tata
Ruang/Badan Pertanahan Nasional segera menjamin terwujudnya
kepastian dan ketaatan pemanfaatan ruang secara menyeluruh di
Indonesia. Di samping itu, pelaksanaan penatagunaan tanah (PGT) yang
selama ini dilakukan belum terintegrasi dengan pelaksanaan
penyelenggaraan tata ruang. Integrasi penatagunaan tanah (PGT) dan
penataan ruang berpotensi mendukung percepatan pemenuhan
kelengkapan (completeness) dan kualitas (quality) penataan ruang,
khususnya penyusunan Rencana Detail Tata Ruang di daerah. Aspek
pengendalian pemanfaatan tanah dan ruang juga berpotensi untuk
dapat dilaksanakan secara efisien guna merepresentasikan salah satu
peran Kementerian Agraria dan Tata Ruang secara nyata dalam
penataan tanah dan ruang.

2. Permasalahan dan Isu Strategis Pertanahan


Dengan lahirnya Undang-Undang Kehutanan (Undang-Undang
Nomor 5 Tahun 1967 yang diganti dengan Undang-Undang Nomor 41
Tahun 1999) setelah adanya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960
tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, maka terdapat dua
rezim pengaturan terkait penguasaan (tenurial) dan pemanfaatan
sumber daya lahan atau pertanahan di Indonesia. Di dalam kawasan
hutan legalitas pemanfaatan tanah adalah melalui izin dari Kementerian
Lingkungan Hidup dan Kehutanan, sedangkan di luar kawasan
kehutanan, atau yang disebut dengan Area Penggunaan Lain
(APL/nonkawasan hutan) administrasi pertanahan merupakan
kewenangan Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan
Nasional. Sekalipun terdapat dual sistem namun peraturan perundang-
undangan masih memungkinkan swap (saling tukar – menukar :
kawasan menjadi nonkawasan dan sebaliknya). Kawasan hutan beralih
menjadi APL dengan mekanisme pelepasan kawasan, sedangkan APL
dapat menjadi kawasan hutan lewat mekanisme tukar menukar
kawasan atau penetapan.
Fakta dual system di atas berimplikasi pada peliknya
penyelesaian persoalan tenurial di Indonesia karena ketidakpastian
hukum terkait pengakuan penguasaan lahan/tanah oleh pihak yang
memerlukan penguasaan lahan (sementara) dan atau masyarakat.
Setidaknya sampai dengan tahun 2018, terdapat 9,2 juta rumah tangga
atau 37,2 juta orang yang bermukim di sekitar kawasan hutan dengan
lebih dari 25.800 desa yang berbatasan/di dalam kawasan hutan24.
Sebanyak 1,7 juta tergolong sebagai rumah tangga miskin. Hal ini yang
membuat angka ketimpangan penguasaan tanah menjadi besar.

45
Gambar 8 : Domain Model Penguasaan Lahan di Indonesia (Undang- Undang
Kehutanan dan Undang-Undang Pokok Agraria)

Sampai dengan saat ini isu ketimpangan masih menjadi isu


besar. Sebagai contoh, data kepemilikan tanah dengan sertipikat Hak
Guna Usaha. Diketahui bahwa penguasaan 7,5 juta hektare dari total
sekitar 9 juta hektare tanah HGU hanya dimiliki oleh sekitar 2.750 dari
13.450 perorangan dan badan yang tercatat sebagai pemilik tanah Hak
Guna Usaha25. Isu peralihan alih fungsi lahan dari pertanian menjadi
non pertanian belum juga dapat dipecahkan secara kolaboratif
(misalnya antara Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan
Pertanahan Nasional, Kementerian Pertanian, serta Pemerintah Daerah)
sehingga 67 juta hektare luas tanah di luar kawasan, luas lahan
pertanian hanya berkisar 8 juta hektare26 dan memiliki kecenderungan
terus menurun dari tahun ke tahun sementara jumlah penduduk
Indonesia terus bertambah.
Salah satu agenda untuk mengurangi ketimpangan penguasaan
tanah adalah melalui reforma agraria. Reforma Agraria memiliki dua
bentuk yaitu legalisasi aset dan redistribusi tanah. Capaian reforma
agraria yang diimplementasikan dalam Rencana Pembangunan Jangka
Menengah Nasional (RPJMN) Tahun 2015-2019, hingga akhir tahun
2019,27 antara lain adalah :
1. realisasi penerbitan sertipikat tanah transmigrasi sebanyak 56.941
bidang atau seluas 57.169 hektare;
2. legalisasi tanah masyarakat melalui PRONA & Pendaftaran Tanah
Sistematis Lengkap (PTSL) dengan realisasi sertipikat sebanyak
17.670.963 bidang atau seluas 4.476.692 hektare;
3. redistribusi tanah yang berasal dari Hak Guna Usaha (HGU) habis
dan tidak diperpanjang atau diperharui, tanah terlantar dan Tanah
Negara lainnya dengan realisasi sebesar 1.666.349 bidang atau
seluas 795.458 hektare;
4. redistribusi tanah dari pelepasan kawasan hutan dengan realisasi
penerbitan sertipikat 47.116 bidang atau seluas 32.753 hektare.
Redistribusi yang sudah dilakukan belum mencapai target yang
ditetapkan. Redistribusi terhadap tanah eks tanah HGU sebesar 400
ribu hektare dan redistribusi yang berasal dari pelepasan hutan itu
sebesar 4,1 juta hektare masih cukup sulit dilaksanakan karena konflik
batas dan konflik kepentingan. Beberapa permasalahan yang mendasar
adalah :

46
• Pada saat ini tanah-tanah yang penguasaannya belum didasarkan
pada bukti kepemilikan formal seperti sertipikat dan bukti-bukti
dasar penguasaan, rentan menjadi objek konflik atau sengketa
karena adanya klaim dari pihak-pihak lain. Tanah-tanah berkonflik
akibat belum jelasnya status kepemilikan tidak dikelola untuk
menghindarkan risiko sehingga menjadi tidak produktif.
• Absennya kepastian kepemilikan tanah mendatangkan biaya
tambahan untuk mendapatkan keamanan dalam pemanfaatannya,
sehingga penguasaan dan pemilikan tanah dengan dasar hukum adat
memerlukan kepastian formal agar memiliki kekuatan sebagaimana
ketentuan yang berlaku.
Terkait penguasaan tanah oleh masyarakat, menurut hasil
penelitian yang dirilis oleh Puslitbang Kementerian Agraria dan Tata
Ruang/ Badan Pertanahan Nasional serta Sekolah Tinggi Pertanahan
Nasional pada tahun 2019, saat ini ketimpangan penguasaan dan
pemilikan tanah pertanian di Indonesia berada pada angka 0,49 yang
berada pada kategori merata sedang.
Secara agregat, berdasarkan capaian tersebut penerbitan
sertipikat tanah transmigrasi dan redistribusi tanah dari pelepasan
kawasan hutan masih memerlukan perhatian lebih karena capaiannya
masih rendah. Pencapaian paling rendah terjadi pada tanah objek
reforma agraria (TORA) yang berasal dari kawasan hutan.
Belum lagi, persoalan mendasar yang telah dihadapi sejak
berlakunya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan
Dasar Pokok- Pokok Agraria adalah belum jelasnya regulasi dan
rendahnya implementasi penatausahaan tanah-tanah ulayat. Dalam
periode renstra sebelumnya (2015-2019), Kementerian Agraria dan Tata
Ruang/Badan Pertanahan Nasional mengeluarkan regulasi terkait hak
ulayat yang menghasilkan ketidakjelasan hukum. Ketidakjelasan
berasal dari penyamaan antara hak komunal dengan hak ulayat/tanah
ulayat. Karena alasan itu, pada tahun 2019 regulasi tersebut dicabut
dan digantikan. Sekalipun demikian, sampai tahun 2020, Kementerian
Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional menetapkan hak
komunal seluas 19.468,47 hektare kepada 6 komunitas dengan rincian
4 dari Papua Barat dan 2 dari Jawa Barat. Masyarakat yang tinggal di
wilayah adat sebagian besar masih bertumpu pada hasil kebun, ladang,
dan hutan sebagai mata pencaharian.
Konflik dan potensi sengketa pertanahan masih sering muncul
dan belum terantisipasi dengan baik. Sengketa tanah yang tercatat di
Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional
sampai saat ini terdapat 8.959 kasus: 56% sengketa antar masyarakat
dan 15% sengketa antara badan hukum dengan Perseroan Terbatas (PT)
dan BUMN.
Ketiadaan sertipikat kepemilikan tanah tidak hanya membuat
masyarakat sulit memperoleh akses ke lembaga keuangan formal,
namun juga dapat menimbulkan ketidakpastian hukum dan memicu
sengketa serta konflik. Sampai dengan saat ini, menghadirkan jaminan

47
kepastian dan perlindungan hukum hak atas tanah masih menjadi
tugas besar yang harus segera diselesaikan oleh pemerintah. Oleh
sebab itu, pemerintah perlu mempercepat penuntasan pendaftaran
bidang tanah di wilayah Indonesia, termasuk bidang-bidang tanah yang
dikuasai dengan hak ulayat. Saat ini, pemerintah memiliki target untuk
menuntaskan pendaftaran seluruh bidang tanah yang ada di Indonesia
sampai dengan tahun 2025. Dalam konteks kesetaraan gender dalam
penguasaan tanah sesuai dengan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan
(TPB) atau Sustainable Development Goals (SDGs), khususnya Goal ke
5 yaitu equal tenure rights for women, dari data yang dikelola oleh
Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional
sampai dengan tahun 2019 terdapat 40.932.246 orang yang terdaftar di
sertipikat dengan proporsi laki-laki sebesar 54% dan perempuan 46%.
Pada tahun 2019, terdapat sekitar tujuh puluh juta bidang tanah yang
belum terdaftar atau sekitar 55 persen dari seluruh bidang tanah di
Indonesia. Selain itu, mempercepat penuntasan pendaftaran bidang
tanah, penanganan sengketa, konflik dan perkara tanah dan ruang
perlu diperkuat untuk memperkuat tanggung jawab pemerintah dalam
menghadirkan kepastian dan perlindungan hukum hak atas tanah.
Penelantaran tanah yang terjadi di pedesaan dan perkotaan dapat
menghilangkan manfaat ekonomi dan pelanggaran terhadap kewajiban
yang harus dipenuhi para pemegang hak atau pihak yang memperoleh
hak maupun dasar penguasaan tanah. Ketidaktersediaan tanah-tanah
yang siap dikembangkan merupakan salah satu akar masalah cukup
rumit di bidang pertanahan. Hal tersebut berdampak pada
terhambatnya pencapaian berbagai program pembangunan, rentannya
ketahanan pangan dan ketahanan ekonomi sosial. Masalah lain yang
muncul adalah tertutupnya akses sosial-ekonomi masyarakat,
khususnya akses petani pada tanah pertanian. Meskipun indikasi
adanya tanah terlantar tinggi namun penanganan dan penetapan tanah
terlantar tidaklah mudah. Selama kurun waktu 2015-2018 Kementerian
Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional menerbitkan 24
SK tanah terlantar (seluas 7.072,57 ha), dengan 3 SK (seluas 4.814,26
ha) digugat di pengadilan.
Selain hasil dan penetapan penanganan tanah terlantar,
ketersediaan tanah yang dapat dibagikan kepada buruh tani dan petani
gurem, juga disebabkan oleh penertiban atas tanah-tanah bekas hak,
tanah absentee, dan tanah kelebihan maksimum. Tanah-tanah bekas
hak memunculkan masalah karena bekas pemegang haknya meng-
claim masih berhak untuk memanfaatkan atau menggunakan tanah
tersebut dengan alasan masih memiliki hak keperdataan. Sementara
itu, peraturan perundang-undangan mengenai tanah absentee dan
kelebihan maksimum hampir tidak dilaksanakan.
Dampak redistribusi tanah dapat dirasakan langsung oleh
masyarakat khususnya petani dalam bentuk tambahan skala ekonomi
atas tanah yang dapat diolah untuk meningkatkan hasil pertanian,
selain tentunya masyarakat petani mendapatkan jaminan kepastian

48
hukum kepemilikan tanahnya. Di sisi lain, peningkatan efisiensi,
produktivitas dan kualitas lingkungan juga dapat dilakukan melalui
kegiatan konsolidasi tanah. Manfaat yang dapat dirasakan langsung
oleh masyarakat peserta konsolidasi tanah adalah meningkatnya
kualitas lingkungan tempat tinggalnya, terbukanya akses tanah pada
jalan, tersedianya tanah bagi pembangunan fasilitas umum/fasilitas
sosial, serta peningkatan harga tanah pada lokasi tersebut.
Meskipun pertanahan bukan merupakan sektor dari Produk
Domestik Bruto (PDB), pengelolaan pertanahan sangat penting dalam
mendukung seluruh sektor ekonomi yang ada di dalam sebuah
perekonomian. Sektor pertanian, manufaktur, hingga jasa memerlukan
input produksi berupa lahan, sehingga pengelolaan administrasi
pertanahan yang efisien dan berkualitas sangat penting untuk
memastikan bahwa proses produksi di seluruh sektor ekonomi dapat
terjadi dengan efisien. Kondisi tersebut menjadikan administrasi
pertanahan berfungsi sebagai enabler, sehingga secara teoretis dan
empiris, kualitas administrasi pertanahan akan berpengaruh positif
pada besaran investasi. Negara- negara dengan kualitas administrasi
pertanahan yang lebih tinggi, ceteris paribus, akan memiliki tingkat
investasi yang lebih baik, sebagaimana ditunjukkan oleh pemeringkatan
Ease of Doing Business dimana negara- negara yang memiliki nilai
indeks Administrasi Pertanahan di atas Indonesia (misalnya Malaysia
yang memiliki skor kualitas pendaftaran tanah 26,5 berada di peringkat
12 kemudahan berusaha, sementara Indonesia mendapatkan skor 15,5
berada di peringkat 73 dalam kemudahan berusaha). Investasi inilah
yang diharapkan akan mendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia.
Potensi pemanfaatan lahan sebagai sumber daya ekonomi belum
digali secara optimal. Lahan adalah sumber daya ekonomi yang
dimanfaatkan sebagai input produksi. Banyaknya tanah terlantar
mengindikasikan lahan yang ada di Indonesia belum dimanfaatkan
secara optimal. Pada tahun 2019 jumlah tanah yang terindikasi
terlantar adalah sebanyak 4.042 bidang dengan luas mencapai
2.927.809 hektare (ATR/BPN, 2019). Selain itu, kepastian hukum dan
nilai juga masih menjadi tantangan yang harus diselesaikan. Lahan
yang memiliki kepastian hukum dan nilai menjadi salah satu
pendukung untuk terciptanya investasi. Dengan didaftarkan dan
memiliki sertipikat, masyarakat dapat menjaminkan tanahnya untuk
mendapatkan pinjaman atau kredit untuk produksi. Tambahan
aktivitas produksi ini diharapkan dapat menciptakan setidaknya tiga
manfaat ekonomi: peningkatan pendapatan, penyerapan tenaga kerja,
dan kenaikan output produksi yang berkontribusi pada pertumbuhan
ekonomi.

Pasar tanah yang efisien dapat memberikan manfaat yang


optimum pada kesejahteraan masyarakat. Saat ini, nilai tanah per
meter persegi di Indonesia lebih rendah dibandingkan negara-negara
lain di Asia, di bawah Filipina dan bahkan Cambodia. Meskipun

49
demikian isu spekulasi tanah masih menjadi masalah di Indonesia.
Keberadaan spekulasi menyebabkan masalah inefisiensi. Spekulasi
menyebabkan harga transaksi lebih tinggi dari nilai keekonomian lahan
yang bersangkutan. Salah satu cara untuk mengatasi hal ini dengan
menyediakan nilai tanah secara transparan dengan mempertimbangkan
nilai ekonomi maupun nilai sosial dan budaya yang melekat pada
masyarakat setempat. Keterbukaan informasi ini akan menurunkan
searching costs (biaya untuk mencari informasi) dan menciptakan
kepastian dan transparansi dalam administrasi pertanahan yang
sekaligus memperkecil peluang terjadinya korupsi di dalam pengelolaan
dan pemanfaatan tanah dan ruang.
2) Permasalahan dan Isu Tata Kelola dan Daya Saing
Atensi dan komitmen dalam meningkatkan kinerja pelayanan
publik sudah menjadi tuntutan yang wajar di era demokrasi dan
keterbukaan infromasi publik. Kinerja institusi tidak hanya diukur oleh
internal kementerian/lembaga, tetapi juga diukur oleh institusi
independen baik nasional maupun global. Gambaran umum kinerja
tersebut dapat diukur melalui indikator Ease of Doing Business
tahunan yang dirilis oleh Bank Dunia. Indeks Ease of Doing Business
Indonesia berada di peringkat ke-73 di antara 190 ekonomi global
dalam kemudahan melakukan bisnis dengan skor 67,96 (Gambar 9).
Peringkat Indonesia berada di peringkat ke-73 di tahun 2019.
Kemudahan berbisnis di Indonesia rata-rata 109,45 sepanjang periode
2008 hingga 2018, mencapai rekor terburuk di peringkat ke-129 di
tahun 2008 dan rekor terbaik peringkat ke-72 di 2017.

Gambar 9 : Peringkat Indonesia berdasarkan EoDB dan GCI di lingkup Asia


Tenggara

Di tingkat ASEAN, posisi Indonesia berada di peringkat ke-6


dengan skor 67,96, jauh di bawah Singapura, Malaysia, Thailand,
Brunei dan Vietnam. Selain itu, dari Global Competitive Index,
Indonesia berada di peringkat ke-4 dengan skor 64,9, tertinggal
dibanding Singapura (83,5), Malaysia (74,4) dan Thailand (67,5). Terkait
dengan pendaftaran properti, skor di Jakarta dan Surabaya masing-
masing 61,81 dan 61,19. Terdapat setidaknya 5 prosedur dan 25 hari
kerja yang diperlukan. Biaya pengurusan properti mencapai 8,4% dari
nilai properti, membuatnya lebih tinggi daripada rata-rata di kawasan

50
regional yang hanya 4,5%. Secara umum, skor Indonesia juga masih
tertinggal dari Malaysia (peringkat ke-29) maupun China (peringkat ke-
27).

Gambar 10 : Tren peringkat EoDB terkait registering property Indonesia dari tahun
2009 s.d. 2018

Peringkat EoDB yang dicapai Indonesia pada lima tahun terakhir


harus ditingkatkan, khususnya melalui simplifikasi pendaftaran tanah
atau properti (Gambar 10). Pada lima tahun mendatang integrasi sistem
pertanahan dan penataan ruang melalui skema digital menjadi agenda
penting yang akan dipacu untuk mendukung pelayanan publik sektor
pertanahan dan tata ruang yang mendukung naiknya skor EoDB.
Diperkirakan integrasi sistem digital ini dapat meningkatkan skor EoDB
menjadi 78 di Tahun 2024.
Nilai ekonomi pertanahan dan registering property dalam EoDB
sangat terkait dengan peningkatan cakupan dan kualitas data dan
sistem informasi pertanahan, yang hingga saat ini Kementerian Agraria
dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional masih memiliki kendala
utama. Untuk menuju ke digitalisasi layanan, masih banyak tantangan
yang harus diselesaikan. Rendahnya cakupan peta dasar pertanahan
(45,93%)34 merupakan salah satu kendala utama. Untuk menghasilkan
peta dasar pendaftaran diperlukan peta dasar dari akusisi dengan foto
udara dan citra satelit resolusi tinggi yang masif. Untuk mengejar
kebutuhan pemenuhan peta dasar tidak dapat lagi dilakukan dengan
cara biasa, terlebih kewenangan pembelian citra satelit dan pengadaan
data geospasial dasar berada di luar kewenangan Kementerian Agraria
dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional.
Kendala lain adalah masih adanya data silo, basis data yang
belum terpadu di lingkungan kementerian maupun pemerintah daerah.
Berdasarkan data dari Sistem Informasi Pertanahan Kementerian
Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional yaitu GeoKKP,
belum seluruh bidang tanah tervalidasi baik secara fisik maupun

51
yuridis. Saat ini masih terdapat lebih dari 30% sertipikat yang perlu
divalidasi dan dilengkapi informasi untuk tujuan multiguna. Prasyarat
utama untuk mencapai tata kelola pertanahan yang unggul adalah
tersedianya kadaster (data mengenai representasi bidang tanah atau
ruang berikut informasi terkait penguasaan dan penggunaannya) dan
infrastruktur informasi pertanahan. Tata kelola pertanahan yang baik
mensyaratkan tersedianya informasi geospasial tematik pertanahan dan
ruang multiguna, yang siap untuk mendukung fungsi administrasi
pertanahan dan penataan ruanguntuk mendukung tata kelola
pertanahan yang baik dan tujuan pembangunan berkelanjutan.
Dukungan manajemen internal juga memiliki pengaruh kuat
dalam peningkatan kinerja pelayanan publik. Institusi yang agile
(tangkas) dan responsif perlu diwujudkan dalam 5 (lima) tahun
mendatang. Sampai pada tahun 2019, Kementerian Agraria dan Tata
Ruang/Badan Pertanahan Nasional memiliki 513 satuan kerja (satker),
yang terdiri dari 10 satuan kerja di level kementerian (pusat dan STPN),
33 Kantor Wilayah (Kanwil) pada level provinsi, dan 470 Kantor
Pertanahan (Kantah) pada level kabupaten/kota, yang didukung oleh
18.507 ASN. Capaian kinerja Kementerian Agraria dan Tata
Ruang/Badan Pertanahan Nasional dalam pengelolaan keuangan
selama 5 tahun terakhir sudah cukup baik dengan penilaian WTP dari
hasil audit oleh BPK, tetapi pada sisi yang lain berdasarkan
performance management perlu ditingkatkan. Mengingat sampai pada
tahun 2014-2019 nilai Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi
Pemerintah (SAKIP) masih berkisar 60-66, dan masih perlu dukungan
semua lini untuk mendapatkan nilai di atas 80 (A atau AA). Indikator
yang mewakili manajemen tata kelola pemerintahan Kementerian
Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional juga dapat dilihat
dari capaian Indeks Reformasi Birokrasi (RB), yang mencakup 8 area
perubahan, dimana sampai pada tahun 2019 capaian Indeks RB baru
mencapai 72,32.
Pengembangan sumber daya manusia (SDM) di bidang agraria
dan tata kelola memiliki aspek strategis dalam mendukung pencapaian
pengelolaan tanah. Keberadaan sumber daya manusia yang berkualitas,
tentunya dengan tata kelola kelembagaan yang kompetitif dan
berstandar kepemerintahan yang baik (good governance) dapat tercapai
baik dari aspek manajemen operasi maupun aspek pengendalian
internal. Seiring dengan besarnya target yang diharapkan dalam
pengelolaan tanah dan tata ruang, peningkatan kualitas aparatur serta
masyarakat yang dilibatkan seperti juru ukur berlisensi menjadi sangat
penting. Sampai dengan tahun 2019, Aparatur Sipil Negara (ASN)
menjadi Pejabat Juru Ukur di Kementerian Agraria dan Tata
Ruang/Badan Pertanahan Nasional berjumlah 1.691 orang.
Berdasarkan Analsis Beban Kerja (ABK) yang dilaksanakan, dibutuhkan
sebanyak 5.939 sampai dengan tahun 2024 untuk mendukungan tugas
dan fungsi Kementerian dalam bidang survei dan pemetaan bidang
tanah.

52
Latihan Soal
1. Berdasarkan Evaluasi Renstra Kementerian Agraria dan Tata
Ruang/Badan Pertanahan Nasional Tahun 2014-2019 berikut ini
adalah beberapa permasalahan yang harus direspon dan
diselesaikan dalam lima tahun ke depan, kecuali :

a. Lemahnya jaminan kepastian hukum hak masyarakat atas tanah,


rendahnya cakupan peta dasar pertanahan (45.93%)
b. Rendahnya cakupan bidang tanah bersertifikat yang terdelegasi
dan berkualitas baik (13.22%)
c. Rendahnya kepastian batas kawasan hutan dan nonhutan dalam
skala kadastral
d. Belum adanya peningkatkan Indeks Pembangunan Manusia (IPM)
melalui pemenuhan pelayanan dasar secara merata
e. Ketersediaan (RDTR) yang masih minim (kurang dari 54 RDTR
yang telah masuk menjadi Perda, atau dua persen dari total 1.838
RDTR di seluruh Indonesia

2. Pembangunan kewilayahan merupakan salah satu prioritas


nasional dalam RPJMN 2020-2024 yang diarahkan untuk
menyelesaikan isu strategis utama. Prioritas Nasional (PN) bidang
kewilayahan bertujuan mengembangkan wilayah untuk mengurangi
kesenjangan dan menjamin pemerataan. Ada Berapakah Program
Prioritas Pembangunan Kewilayahan dalam RPJMN 2020-2024?
a. 4 Prioritas Nasional
b. 5 Prioritas Nasional
c. 6 Prioritas Nasional
d. 7 Prioritas Nasional
e. 8 Prioritas Nasional

3. Sebagai supporting kebijakan nasional, Kementerian Agraria dan


Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional juga berkewajiban
mewujudkan agenda Program Prioritas Nasional Tahun 2020-2024,
berikut ini adalah Program Prioritas Nasional Tahun 2020-2024,
kecuali :
e. Pembangunan Sumber Daya Manusia
b. Penyedarhanaan segala bentuk kendala regulasi
c. Penyederhanaan birokrasi
d. Pembangunan ruas jalan tol di daerah terpencil
e. Tranfromasi digital

53
BAB III

VISI, MISI KEMENTERIAN AGRARIA DAN TATA


RUANG BADAN PERTANAHAN NASIONAL
1.1 Visi Kementerian
Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional
menetapkan Visi dan Misi untuk mendukung pencapaian Visi dan Misi
Presiden yang tertuang dalam RPJMN. Visi Kementerian Agraria dan
Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional selama lima tahun ke depan
adalah :

“Terwujudnya Penataan Ruang dan Pengelolaan


Pertanahan yang Terpercaya dan Berstandar Dunia dalam
Melayani Masyarakat untuk Mendukung Tercapainya :
“Indonesia Maju yang Berdaulat, Mandiri dan
Berkepribadian Berlandaskan Gotong Royong.”
Visi tersebut akan menjadi guidance, motivasi dan target kinerja
yang ingin dicapai dalam lima tahun yang akan datang dengan
mewujudkan pengelolaan ruang dan pertanahan dan yang terpercaya
dan berstandar dunia guna mendukung Visi dan Misi Presiden dan
Wakil Presiden dalam melayani masyarakat menuju “Terwujudnya
Indonesia Maju yang Berdaulat, Mandiri dan Berkepribadian
Berlandaskan Gotong Royong”. Visi ini secara langsung sangat relevan
dengan 7 Agenda RPJMN 2020-2024 seperti agenda: “Memperkuat
Ketahanan Ekonomi untuk Pertumbuhan yang Berkualitas” yang akan
dioperasionalisasikan melalui penataan ruang serta pengelolaan dan
pelayanan pertanahan. Agenda “Infrastruktur untuk Mendukung
Pengembangan Ekonomi dan Pelayanan Dasar” sangat bergantung pada
kualitas dan reliabilitas administrasi pertanahan dan tata ruang. Begitu
juga guna memenuhi agenda “Mengembangkan Wilayah untuk
Mengurangi Kesenjangan” dan “Membangun Lingkungan Hidup,
Meningkatkan Ketahanan Bencana dan Perubahan Iklim”, kebijakan
pertanahan dan penataan ruang yang kuat dan berkeadilan sangat
menentukan. Agenda “Meningkatkan Sumber daya Manusia yang
Berkualitas dan Berdaya Saing”, akan didukung dengan Sasaran
Strategis, Sasaran Program dan kegiatan yang terkait dengan Reforma
Agraria dan pemberdayaan, yang diharapkan mampu meningkatkan
pendapatan perkapita masyarakat penerima program, sehingga
berkontribusi dalam upaya penanggulangan kemiskinan yang akan ber
impact pada peningkatan kualitas sumber daya manusia.
Frasa “berstandar dunia” dimaknai sebagai penerapan
international best practices dalam upaya-upaya: meningkatkan
efektivitas manajemen dan mutu pelayanan tanah dan ruang secara
berkesinambungan; meningkatkan kepercayaan dan kepuasan
masyarakat yang berdampak pada peningkatan manfaat dan kualitas
(output to impact) layanan pertanahan dan penataan ruang serta

54
pemeringkatan Ease Of Doing Business (kemudahan berusaha)
khususnya dari aspek Registering Property.

1.2 Misi Kementerian


Untuk mencapai visi tersebut, berdasarkan mandat Kementerian
Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional dijalankan melalui
2 Misi dengan uraian sebagai berikut :

1. Menyelanggarakan Penataan Ruang dan Pengelolaan Pertanahan


yang Produktif, Berkelanjutan, dan Berkeadilan
Misi Pertama: Menyelenggarakan Penataan Ruang dan
Pengelolaan Pertanahan yang Produktif, Berkelanjutan, dan Berkeadilan
dioperasionalisasikan dengan berorientasi terhadap pembangunan yang
berkelanjutan yang mencakup aspek- aspek: (1) aspek ekonomi: dengan
penyelenggaraan penataan ruang dan pertanahan yang produktif; (2)
aspek lingkungan: yaitu penyelenggaraan penataan ruang dan
pertanahan yang berkelanjutan; dan (3) aspek sosial: yaitu
penyelenggaraan penataan ruang dan pertanahan yang berkeadilan.

2. Menyelenggarkan Pelayanan Pertanahan dan Penataan Ruang yang


Berstandar Dunia
Sedangkan Misi Kedua ini diemban oleh Kementerian Agraria dan
Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional untuk mewujudkan visi
kementerian sehingga disamping penyelenggaraan pelayanan
pertanahan dan penataan ruang yang dilakukan oleh kementerian
adalah berstandar dunia agar mampu bersaing dengan negara lain
dalam lingkup regional maupun global, tetapi juga mendorong
terwujudnya masyarakat yang semakin sejahtera dan maju.

3. Tujuan dan Sasaran Kementerian


Tujuan disusun sebagai implementasi atau penjabaran Misi,
dengan target yang spesifik dan terukur dalam suatu sasaran. Tujuan
dan Sasaran menjadi penting untuk dirumuskan dengan
memperhatikan berbagai aspek secara komprehensif. Penjabaran
Tujuan ke dalam Sasaran Strategis disusun dengan memperhatikan
Paradigma Manajemen Ruang dan Pertanahan (Land Management
Paradigm).
Dilandasi prinsip-prinsip tersebut, Misi Pertama yaitu:
“Menyelenggarakan Penataan Ruang dan Pengelolaan Pertanahan yang
Produktif, Berkelanjutan, dan Berkeadilan” dilaksanakan untuk
mencapai tujuan, yaitu :
1) Menyelenggarakan Pengelolaan Pertanahan untuk Mewujudkan
Kesejahteraan Rakyat;
2) Menyelenggaraan Penataan Ruang yang Adil, Aman, Nyaman,
Produktif dan Lingkungan Hidup yang Berkelanjutan;
Sedangkan Misi Kedua yaitu: “Menyelenggarakan Pelayanan
Pertanahan dan Penataan Ruang yang Berstandar Dunia” dilaksanakan

55
untuk mencapai Tujuan :
3) Menyelenggarakan Pelayanan Publik dan Tata Kelola
Kepemerintahan yang Berkualitas dan Berdaya Saing (disebut
Tujuan 3)
Visi, Misi, dan Tujuan tersebut, dalam 5 tahun ke depan
diarahkan pada Sasaran Strategis sebagaimana dituangkan dalam
diagram berikut:

Gambar 11 : Visi dan Misi Tujuan dan Sasaran Strategis Pertanahan dan Ruang
Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional 2020-2024
(Bagian1)

56
Gambar 11 : Visi dan Misi Tujuan dan Sasaran Strategis Pertanahan dan Ruang
Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional 2020-2024
(Lanjutan)

Sasaran Strategis beserta Indikator Kinerjanya dalam bagan


(Gambar 11 dan12) merupakan Indikator Kinerja Utama (IKU)
Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional yang
menjadi tanggung jawab Menteri dan Wakil Menteri. Perencanaan
kinerja sebagai bagian dari manajemen kinerja (performance
Management) yang mengalirkan (cascade) visi dan misi pada tujuan dan
sasaran yang disertai indikator kinerjanya, akan dikelola berdasarkan 4
(empat) perspektif untuk memudahkan pengendalian dan evaluasi.
Keempat perspektif adalah perspektif consumer dan stakeholders serta
perspetif internal dan manajemen.
Perspektif stakeholder dan customer akan menjadi alat ukur
kinerja bagi Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan
Nasional, agar kebijakan, program dan kegiatan yang dilaksanakan
mampu menghasilkan dan memberikan impact yang positif bagi
masyarakat. Dukungan manajemen dan perspektif internal yang akan
selalu dikembangkan melalui institutional building dan capacity
building merupakan agenda yang tidak dapat dipisahkan untuk
mewujudkan impact dari kinerja Kementerian Agraria dan Tata
Ruang/Badan Pertanahan Nasional.

ARAH KEBIJAKAN, STRATEGI, KERANGKA REGULASI DAN


KERANGKA KELEMBAGAAN

1. Arah Kebijkan dan Strategi Nasional


Rencana Strategis Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan
Pertanahan Nasional disusun dengan mengacu pada RPJMN Tahun
2020- 2024, untuk mendukung capaian Visi dan Misi Presiden dan
Wakil Presiden Tahun 2020-2024. Visi Presiden dan Wakil Presiden
tahun 2020-2024 adalah

Visi tersebut dipertajam dengan 9 (sembilan) Misi, yaitu:

57
Gambar 14 : Misi RPJMN Tahun 2020-2024

Misi RPJMN Tahun 2020-2024 berfokus pada


peningkatankualitas SDM, keberlanjutan kelestarian lingkungan
dan kemajuan kebudayaan, penegakan hukum yang berkeadilan
serta sinergitas tata kelola pemerintahan diakselerasi dengan 7
(tujuh) agenda pembangunan berikut :

Sumber : Kementerian PPN/Bappenas, RPJMN 2020-2024


Gambar 15 : 7 (Tujuh) Agenda dalam RPJMN ke IV

Penekanan pembangunan lima tahun kedepan diarahkan untuk


mendukung prioritas pembangunan nasional sebagaimana disebutkan
dalam pidato pelantikan Presiden pada 20 Oktober 2019 di hadapan
MPR, yang digambarkan sebagai berikut:

58
Gambar 16 : Lima Program Prioritas Nasional Tahun 2020-2024

Sebagai supporting kebijakan nasional, Kementerian Agraria dan


Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional juga berkewajiban
mewujudkan agenda “Meningkatkan sumber daya manusia yang
berkualitas dan berdaya saing”, “Membangun lingkungan hidup,
meningkatkan ketahanan bencana dan perubahan iklim”, serta
“Membangun kebudayaan dan karakter bangsa” yang terintegrasi dalam
penyelenggaraan pemerintahan bidang pertanahan dan penataan ruang
selama lima tahun mendatang. Dengan demikian proyek prioritas
nasional diterjemahkan kedalam program prioritas Kementerian Agraria
dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional sebagai berikut (Gambar
17) :

Gambar 17 : Penyelerasaan Proyek K/L Prioritas Nasional, Arahan Menteri


ATR/BPN dengan Program Prioritas dan Sasaran Akhir 2024 di Kementerian
ATR/BPN

Salah satu isu strategis yang muncul terkait “backlog” tata ruang,
bertautan dengan isu sinkronisasi antara perencanaan, pemanfaatan
dan pengendalian tata ruang dan tanah. Gambar 15 menunjukkan
tujuh Agenda Nasional, salah satunya menyebutkan “Mengembangkan
wilayah untuk mengurangi kesenjangan dan menjamin pemerataan”.

59
Agenda tersebut akan diselaraskan dengan program prioritas
Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional
melalui program reforma agraria, program PTSL, program pengadaan
tanah dan transformasi digital. Sasaran yang ingin dicapai ialah
terwujudnya ketersediaan lahan dalam rangka pengurangan tuna lanah
dan meningkatnya P4T, terwujudnya aset dan akses reform dalam
reforma agraria, peningkatan pendaftaran tanah dalam menjamin
kepastian hak atas tanah dan ruang, mengurangi jumlah kasus baru
terkait sengketa, konflik dan perkara pertanahan serta optimalisasi
pemanfaatan nilai tanah. Dengan demikian pelaksanaan program
tersebut diharapkan dapat mewujudkan penguasaan, pemilikan,
penggunaan dan pemanfaatan tanah yang berkeastian hukum dan
produktif sehingga mengurangi kesenjangan dan menjamin
pemerataan.
Ketersediaan dan kualitas data terkait kondisi tata ruang menjadi
concern Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan
Nasional dalam upaya menghadapi perubahan iklim, meningkatkan
ketahanan bencana dan membangun lingkungan hidup yang
sustainable, melalui program strategis pemanfaatan pengendalian ruang
dan penyusunan RDRT Sasaran program pemanfaatan pengendalian
ruang, salah satu sasarannya merujuk pada terwujudnya implementasi
pemanfaatan ruang yang terkendali dan tertib. Keseriusan menjamin
keberlangsungan lingkungan tersebut diukur melalui indikator indeks
kepatuhan pemanfaatan ruang yang optimal dengan
mempertimbangkan rasio pengendalian pemanfaatn ruang dan rasio
penyelesaiaan pelenggaran di bidang penataan ruang.
Kesiapan untuk menciptakan Sumber Daya Manusia yang
berkualitas dan berdaya saing juga diperlukan untuk membangun
sistem kerja yang agile. Dalam hal tersebut Kementerian Agraria dan
Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional melalui arahan Menteri,
bertekad untuk membangun profesionalisme aparatur. Peningkatan
kualitas dan kapasitas aparatur, didorong melalui pelaksanaan program
prioritas terkait dukungan manajemen. Adapun beberapa kegiatan yang
dilakukan meliputi pengembangan SDM yang berbasis kompetensi
manajerial, teknis dan sosio-kultural serta penyelenggaraan pendidikan
vokasi STPN.

1. Arah Kebijakan dan Strategi Kementerian Agraria dan Tata


Ruang/Badan Pertanahan Nasional
Cakupan objek kajian dalam Kementerian Agraria dan Tata
Ruang/Badan Pertanahan Nasional meliputi dua hal, yaitu: 1)
tanah/lahan yang bersifat individu (piece of land as it is) yang
mencakup di dalamnya nilai dan kepemilikan (value, tenure) dan segala
hak yang melekat padanya, dan 2) tanah/lahan yang saling berkaitan
dalam konteks kewilayahan karena di dalamnya mencakup faktor
penggunaan dan pembangunan (use and development, or land with its
connectiveness, as space), sehingga kajian multi sektor menjadi penting

60
untuk dilekatkan dalam kinerja. Secara garis besar, kedua hal tersebut
menjadi main core pengelolaan organisasi di masa mendatang. Basis
pengelolaan organisasi yang mengakomodir kedua komponen objek
kajian tersebut adalah Land Management Paradigm.
Paradigma berdasarkan teori dan praktik yang mengakomodir
objek kajian tersebut di atas senantiasa mengalami perkembangan dan
tantangan yang dinamis. Pada era E-Governance (Electronic
Governance) misalnya, tantangan untuk pengelolaan institusi yang
berbasis data digital yang diharapkan mampu meningkatkan efisiensi,
efektivitas, reliabilitas dan akuntabilitas sistem yang berjalan.
Sementara itu, di era T-Governance (Transformational Governance),
potensi untuk meningkatkan keterlibatan dan keterhubungan semua
pihak menjadi penting untuk membangun sistem pengelolaan
organisasi. Tak luput, dengan munculnya A-Governance (Adaptive
Governance), menuntut pola pengelolaan sistem menjadi lebih resilient
terhadap adanya gangguan baik terduga maupun tak terduga, sehingga
pengelolaan sistem menjadi siap dalam segala kondisi.
Arah kebijakan yang dipilih Kementerian Agraria dan Tata
Ruang/Badan Pertanahan Nasional pada Tahun 2020-2024 adalah
dengan menerapkan paradigma manajemen pertanahan (Land
Management Paradigm/LMP) yang terdiri dari Land Tenure, Land Value,
Land Use, Land Development dan Cadastre and Land Infrastructure
Information sebagai landasan untuk mencapai tujuan. Paradigma
manajemen pertanahan diformulasikan sebagai kebijakan untuk
mengelola urusan tanah dan ruang, dalam hal ini perencanaan dan
penataan ruang merepresentasikan fungsi Land Use. Pengaturan
penguasaan dan kepemilikan tanah merepresentasikan fungsi Land
Tenure, serta penilaian dan pengembangan pertanahan masing-masing
merepresentasikan Land Value dan Land Development.
Secara diagramatik, perspektif manajemen global yang dikaitkan
dengan Pembangunan Berkelanjutan dapat disajikan dalam Gambar 18
(Enemark dkk., 2010)

Gambar 18 : Perspektif Global Pengelolaan Pertanahan (dan Ruang) dalam


Pembangunan Berkelanjutan

Dalam diagram tersebut komponen operasional dalam


manajemen pertanahan pada dasarnya berupa operasionalisasi fungsi
administrasi. Fungsi administrasi pertanahan akan sangat tergantung

61
pada kondisi dan kapasitas di suatu negara yang mencakup (1)
Kebijakan Pertanahan, (2) Ketersediaan dan kualitas informasi
pertanahan, dan (3) Kerangka institusional yang berlaku. Terkait
dengan hal tersebut, dipandang relevan untuk menggarisbawahi
komponen kebijakan pertanahan mencakup aneka hal, sebagian
diantaranya adalah kebijakan tanah untuk kelompok miskin,
pencegahan spekulasi atas tanah, pencegahan konflik atas tanah, serta
manajemen keberlanjutan dan kontrol atas pemanfaatan tanah.
Sehingga kegiatan penyediaan tanah menjadi relevan untuk
mendukung poin terakhir. Kegiatan tersebut telah dan masih dilakukan
oleh perangkat Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan
Pertanahan Nasional sembari menunggu kehadiran Bank Tanah yang
sedang dalam proses inisasi regulasi dan kelembagaan.
Kesemuanya ini penting untuk memastikan kontrol dan
pengelolaan obyek tanah dan ruang fisik berikut outcome ekonomi,
sosial dan lingkungannya. Hal tersebut untuk menjamin bahwa Tujuan
Kementerian yang mengacu pada LMP sejalan dengan target pemerintah
dalam mewujudkan tercapainya Tujuan Pembangunan Berkelanjutan.
Strategi yang diterapkan dalam rangka mewujudkan tujuan
Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional
berbasis LMP adalah penguatan aspek spasial (data bidang tanah
terkait kepentingan hak, batasan dan tanggung jawab yang ditimbulkan
dari penguasaan, pemilikan, pemanfaatan tanah dan ruang), aspek
institusional (mekanisme, prosedur dan proses melibatkan para pihak
terkait urusan tanah dan ruang), aspek legal (kebijakan dan peraturan
yang diperlukan untuk memastikan tercapainya tujuan Kementerian)
yang berbasis data dengan cakupan yang lengkap, memiliki reliabilitas
tinggi, dan transparan.
Salah satu ciri menonjol dalam penerapan LMP adalah kepastian
informasi terkait bidang tanah. Dalam hal ini proses penyusunan
output produk kadaster dan informasi pertanahan perlu disusun secara
efisien dan efektif, meniadakan proses redundansi yang tidak perlu dan
menutup celah yang ada. Dalam hal ini, peran teknologi informasi dan
komunikasi dalam mendukung pencapaian misi pertama dan kedua
melalui digitalisasi proses dan layanan sangat krusial untuk
mendukung implementasi kebijakan pertanahan. Arah Kebijakan dan
Strategi digambarkan pada Tabel berikut :

62
Berdasarkan strategi dan arah kebijakan di atas maka tema
tahunan selama 5 (lima) tahun periode rencana strategis dijelaskan
sebagai berikut. Fokus perencanaan di dua tahun pertama diawali
dengan peningkatan kualitas pada tahun 2020-2021. Kementerian

63
Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional berupaya
melakukan percepatan dan peningkatan kapasitas dari segi
kelengkapan data, infrastruktur fisik, metode layanan serta kompetensi
sumberdaya manusia untuk siap memasuki transformasi digital di
tahun 2021. Diperlukan strategi, komitmen serta perspektif baru dalam
menyikapi peralihan media layanan sehingga pada tahun 2022 dan
2023 layanan pertanahan dan tata ruang semakin mudah diakses dan
transparan berbasis elektronik.
Setelah 4 tahun membangun pondasi layanan pertanahan dan
tata ruang berkualitas serta berbasis elektronik, di tahun 2024
diharapkan memberikan dampak pada kepastian hak atas tanah yang
selanjutnya mendukung tercapainya visi Kementerian Agraria dan Tata
Ruang/Badan Pertanahan Nasional pada tahun 2024 menjadi insititusi
berstandar dunia.

Gambar 19 : Tematik Tahunan Pembangunan Pertanahan dan Tata Ruang

1.1 Kerangka Regulasi


Dalam rangka melaksanakan kebijakan Kementerian Agraria dan
Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional untuk periode Tahun 2020-
2024 diperlukan sejumlah rancangan produk legislasi, yaitu:

64
65
Selain itu, perlu adanya pengusulan revisi Undang-Undang
Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Restribusi Daerah.
Hal ini disebabkan karena Peraturan Presiden tidak bisa menganulir
Undang- Undang. Untuk itu diusulkan agar dalam pendaftaran tanah
pertama kali tidak dikenakan pajak terhutang terkait pengenaan Bea
Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) dan Pajak
Penghasilan (PPh), melainkan diberikan tarif Rp. 0,- (nol rupiah). Hal ini
dikarenakan proses pendaftaran tanah pertama kali oleh masyarakat
seringkali terkendala. Dalam pengusulan revisi Undang-Undang
tersebut perlu koordinasi terlebih dahulu antar kementerian terkait
instansi mana yang bertanggung jawab dalam penyusunan revisi
Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009.

1.2 Kerangka Kelembagaan


Penataan kelembagaan didasarkan pada ketepatan fungsi
(berdasarkan mandat), ketepatan proses bisnis dan ketepatan ukuran
sesuai beban kerjanya. Penataan kelembagaan didasarkan pada
paradigma manajemen pertanahan dan penataan ruang (Land
Management Paradigm) untuk mewujudkan tercapainya Tujuan,
Sasaran, Program dan Kegiatan Kementerian Agraria dan Tata
Ruang/Badan Pertanahan Nasional pada Tahun 2024, yang
digambarkan sebagai berikut:

Gambar 20 : Proses Kinerja Kementerian Agraria Tata Ruang/Badan Pertanahan


Nasional

Alur (flow) dalam LMP merupakan alur proses yang menjadi dasar
dalam memetakan alur fungsi dari masing-masing struktur yang akan
dibentuk, agar mampu meningkatkan efektifitas dan efisiensi kinerja
untuk menghindari redundancy dan pengulangan (double) kinerja.
Sebagai gambaran, proses inti adalah proses yang terkait penerapan
fungsi administrasi pertanahan dan tata ruang yang meliputi Land Use,
Land Tenure, Land Value dan Land Development. Adapun proses
pendukung atau proses prasyarat adalah ketersediaan kadaster dan

66
informasi pertanahan yang lengkap, dapat dipercaya, transparan serta
dapat dijangkau. Ciri informasi pertanahan ini merupakan syarat
hadirnya administrasi pertanahan yang prima. Tidak kalah penting
adalah adanya proses manajemen untuk memastikan tujuan kedua dari
Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional
dapat dicapai yaitu adanya dukungan manajemen yang andal dari
aspek operasional dan dari aspek penjaminan mutu.
Struktur organisasi untuk pengelolaan tanah untuk setiap negara
berbeda-beda, tergantung dari sejarah, budaya dan setting tatanan
kelembagaan yang diberlakukan dalam penerapan kebijakan
pengelolaan tanah dan tata kelola. Namun secara umum aktivitas
pengelolaan tanah akan mencakup tiga hal yaitu: Kebijakan,
Infrastruktur dan Administrasi tanah (pertanahan). Kerangka
kelembagaan Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan
Nasional sesuai dengan mandat yang dimiliki dan menyelaraskan goals
yang ingin dicapai, maka perlu dirumuskan perekayasaan kelembagaan
(Re-engineering) dengan menyesuaikan proses bisnis dan visi-misi
institusi (Goal Based Organization-Performance Based Organization)
yang adaptif dan transformatif terhadap isu strategis yang harus
diselesaikan dan meningkatkan daya saing institusi.
Sementara untuk mendukung operasional akan mencakup fungsi
administrasi pertanahan dalam rangka memastikan mengenai Rights,
Role, Responsibility and Risk terkait dengan pemanfaatan tanah.
Dengan demikian fungsi administrasi pertanahan diperlukan untuk
membangun infrastruktur informasi terkait lahan (tanah) termasuk
kadastral dan kelengkapan atributnya terkini. Semua hal ini akan
dijalankan oleh mekanisme kelembagaan yang ditentukan. Adapun
kerangka lengkap organisasi dapat dilihat pada Gambar 21 dan Gambar
22 berikut:

67
68
Latihan Soal
1. Visi Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan
Nasional selama lima tahun ke depan adalah :
a. Terwujudnya penataan ruang dan pengelolaan pertanahan yang
terpercaya dan berstandar dunia dalam melayani masyarakat
untuk mendukung tercapainya indonesia maju yang berdaulat,
mandiri dan berkepribadian berlandaskan gotong royong.
b. Terjaminnya pengelolaan redistribusi tanah dan pengelolaan
tata ruang demi keadilan dan kepentingan masyarakat indonesia
c. Terlaksananya reforma agraria yang mendukung indonesia
maju, berdaulat dan mandiri.
d. Mengembangkan tata kelola ruang dan pertanahan untuk
mengurangi kesenjangan di negara indonesia
e. Meningkatkan pengelolaan pertanahan yang berdaya saing dan
bermanfat bagi masyarakat Indonesia

2. Salah satu misi Kementerian Agraria dan tata Ruang/Badan


Pertanahan Nasional adalah :
a. Menyelenggarkan Pelayanan Pertanahan dan Penataan Ruang
yang Berdaya saing tinggi
b. Menyelenggarkan Pelayanan Pertanahan dan Penataan Ruang
yang Berstandar Dunia
c. Memperkuat transparansi dan akuntabilitas pelayanan
pertanahan
d. Memperkuat pengelolaan pertanahan yang prodoktuif dan
transparaan
e. Menyelanggarakan perbaikan sistem informasi layanan
pertanahan dan tata ruang

3. Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional


melaksanakan dua program utama untuk mengurangi ketimpangan
pemilikan tanah, yaitu redistribusi tanah dan pemberian hak atas
tanah negara. Program tersebut dilaksanakan oleh beberapa ditjen
diantaranya adalah :
a. Ditjen Penataan Agraria, melalui redistribusi tanah
b. Ditjen Jenderal Penetapan Hak dan Pendaftaran Tanah, melalui
penetapan dan pendaftaran hak
c. Ditjen Survei dan Pemetaan Pertanahan dan Ruang, melalui
penyediaan infrastruktur dasar geospasial tematik pertanahan
dan ruang, sistem informasi geospasial tematik pertanahan dan
ruang, dan Infrastruktur bidang tanah dan ruang
d. Ditjen Pengendalian dan Penertiban Tanah dan Ruang, melalui
terkendalinya pengendalian dan pemantauan pertanahan
e. Semua jawaban benar

69
BAB IV

TARGET KINERJA DAN KERANGKA PENDANAAN

1. Target Kinerja
Pada bab ini dijelaskan mengenai hasil dan satuan hasil yang
akan dicapai dari setiap indikator kinerja, baik itu Indikator Kinerja
Sasaran Strategis, Indikator Kinerja Program, dan Indikator Kinerja
Kegiatan.
1.1 Sasaran Strategis dan Indikator Kinerja Sasaran Strategis
Sasaran Strategis beserta indikator kinerjanya pada Rencana
Strategis Tahun 2020-2024 menjadi Indikator Kinerja Utama dalam
rangka mencapai Visi dan Misi Kementerian Agraria dan Tata
Ruang/Badan Pertanahan Nasional. Sasaran Strategis digambarkan
dalam suatu aliran kinerja (performance flow) dan terkait dalam suatu
rangkaian proses bisnis dengan program dan kegiatan.

A. Tujuan 1

Pada Tujuan 1 : Menyelenggarakan pengelolaan pertanahan


untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat, dengan Sasaran Strategis:
Penguasaan, pemilikan, penggunaan dan pemanfaatan yang yang
berkepastian hukum dan produktif, ketercapaian sasaran strategis ini
diukur dengan beberapa indikator (IKSS) sebagai berikut :
1. Indeks Gini Ketimpangan Pemilikan Tanah, sebagaimana
digambarkan dalam diagram berikut:

Gambar 23 : IKSS 1 Indeks Gini Ketimpangan Pemilikan Tanah


Formula yang digunakan dalam indikator ini adalah Indeks Gini
Ketimpangan Pemilikan Tanah. Ketimpangan pemilikan tanah terjadi
akibat sebagan besar masyarakat memiliki total luas tanah yang

70
proporsinya kecil dibandingkan dengan sebagian kecil masyarakat yang
memiliki total luas tanah yang proporsinya besar. Untuk mengurangi
ketimpangan ini dilakukan redistribusi tanah maupun pemberian hak
atas tanah Negara kepada masyarakat, baik masyarakat pemilik tanah
dengan luasan kecil maupun masyarakat yang sama sekali tidak
memiliki tanah (landless). Sedangkan tanah yang diredistribusikan
maupun diberikan (Tanah Obyek Reforma Agraria-TORA) adalah tanah-
tanah yang berasal dari pelepasankawasan hutan, tanah di kawasan
area penggunaan lain yang berupa : tanah Negara bekas hak, tanah
Negara yang sebelumnya telah dikuasai dengan tanpa hak, tanah
terlantar, tanah absentee dan tanah kelebihan maksimum serta tanah
yang berasal dari kewajiban penerima hak guna usaha untuk diberikan
sebagian (20%) kepada masyarakat petani plasma.
Ketimpangan kepemilikan tanah di Indonesia masih menjadi isu
yang perlu diselesaikan di Indonesia. Kementerian Agraria dan Tata
Ruang/Badan Pertanahan Nasional berperan penting dalam
menurunkan ketimpangan penguasaan tanah yang dianggap masih
relatif tinggi dengan Indeks Gini Lahan 0,49 di tahun 2019 dan 15,8
juta rumah tangga tani (58 persen dari total rumah tangga tani) hanya
menguasai lahan kurang dari 0,5 hektare/keluarga37. Penurunan
ketimpangan penguasaan tanah diharapkan dapat berdampak pada
penurunan ketimpangan pendapatan dan dalam jangka panjang akan
menurunkan potensi biaya sosial dan ekonomi. Picket dan Wilkinson
(2011) menyimpulkan bahwa ketimpangan pendapatan yang tinggi akan
menyebabkan tingginya permasalahan sosial dan kesehatan. Temuan
ini sejalan dengan Daly38 dan Fajnzylber39 yang menemukan bahwa
ketimpangan berkorelasi positif dengan tingkat kriminalitas, termasuk
di dalamnya korupsi40 IKSS ini diharapkan dapat mendukung sasaran
makro pembangunan dalam RPJMN 2020-2024 untuk menurunkan
Rasio Gini Pendapatan menjadi 0,360-0,374 di tahun 2024.
Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional
melaksanakan dua program utama untuk mengurangi ketimpangan
pemilikan tanah, yaitu redistribusi tanah dan pemberian hak atas
tanah negara. Program tersebut dilaksanakan oleh:
1. Ditjen Penataan Agraria, melalui redistribusi tanah;
2. Ditjen Jenderal Penetapan Hak dan Pendaftaran Tanah, melalui
penetapan dan pendaftaran hak;
3. Ditjen Survei dan Pemetaan Pertanahan dan Ruang, melalui
penyediaan infrastruktur dasar geospasial tematik pertanahan dan
ruang, sistem informasi geospasial tematik pertanahan dan ruang,
dan Infrastruktur bidang tanah dan ruang;
4. Ditjen Pengendalian dan Penertiban Tanah dan Ruang, melalui
terkendalinya pengendalian dan pemantauan pertanahan
Orientasi penyelenggaraan pengelolaan pertanahan dalam
pengurangan ketimpangan pemilikan tanah ini berkontribusi dalam
mewujudkan sasaran pembangunan berkelanjutan, khususnya pada
aspek sosial.

71
2. Peningkatan Pendapatan Perkapita Penerima Reforma Agraria,
sebagaimana digambarkan dalam diagram berikut:

Gambar 24 : IKSS 2 Peningkatan Pendapatan Perkapita Penerima


Reforma Agraria
Dua dari 12 sasaran makro pembangunan di dalam RPJMN 2020-
2024 adalah penurunan tingkat kemiskinan menjadi 6-7 persen dan
penurunan Rasio Gini Pendapatan menjadi 0,360-0,374 di Tahun 2024.
Dalam konteks pembangunan ekonomi, kedua sasaran tersebut saling
terkait. Peningkatan pendapatan per kapita golongan berpenghasilan
rendah akan menurunkan tingkat kemiskinan dan sekaligus menurunkan
ketimpangan, cet. par. Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan
Pertanahan Nasional berperan dalam keberhasilan pencapaian sasaran
makro tersebut melalui peningkatan pendapatan per kapita penerima
reforma agraria.
Reforma Agraria menurut TAP MPR No. IX Tahun 2001 dan
Peraturan Presiden No.86 Tahun 2018 adalah kegiatan yang meliputi
penataan aset dan penataan akses yang ditujukan untuk menata kembali
penguasaan, pemilikan, penggunaan, dan pemanfaatan sumber daya
agraria dengan tujuan mencapai kepastian dan perlindungan hukum serta
keadilan dan kemakmuran bagi rakyat Indonesia. Reforma Agraria
diselenggarakan dengan berpedoman pada prinsip menghormati dan
menjunjung tinggi HAM, meningkatkan keterpaduan dan koordinasi antar
sektor pembangunan, mengupayakan keseimbangan hak dan kewajiban
negara, pemerintah, masyarakat dan individu, serta melaksanakan fungsi
sosial, kelestarian dan fungsi ekologis sesuai dengan kondisi sosial budaya
setempat. Penyelenggaraan Reforma Agraria yang optimal akan didukung
oleh ketersediaan regulasi yang memadai, pendataan pertanahan yang
baik, dan kelembagaan dengan kewenangan yang kuat.

72
Penerima program reforma agraria mendapatkan tambahan aset
berupa kepemilikan atas tanah yang bersertipikat. Kepemilikan atas
sumber daya tanah tersebut akan meningkatkan kemampuan penerima
program untuk berproduksi dan mendapatkan tambahan pendapatan.
Selain itu, sertipikat yang dimiliki menyebabkan individu ataupun rumah
tangga menjadi bankable.Dengan kata lain, sertipikat yang diterima oleh
penerima program dapat meningkatkan akses penerima program terhadap
modal dan alat produksi untuk meningkatkan pendapatannya. Kenaikan
pendapatan penerima program reforma agraria ini didukung oleh:

1. Ditjen Penataan Agraria, melalui redistribusi tanah;

2. Ditjen Jenderal Penetapan Hak dan Pendaftaran Tanah,


melalui penetapan dan pendaftaran hak;
Ditjen Pengadaan Tanah dan Pengembangan Pertanahan, melalui
tersedianya tanah bagi pembangunan, konsolidasi tanah dan
pengembangan pertanahan, dan informasi nilai tanah.
Secara khusus, Ditjen Pengadaan Tanah juga berkontribusi di dalam
pencapaian pertumbuhan ekonomi dalam RPJMN 2020-2024 (rata-rata
5,7- 6 persen) dan kenaikan pendapatan per kapita (USD5810-6000 di
tahun 2024) dengan memastikan ketersediaan lahan untuk pembangunan
infrastruktur yang akan berdampak pada penurunan biaya akses dan
distribusi. Penurunan biaya akses dan distribusi akan berpengaruh pada
inflasi yang ditargetkan dalam RPJMN 2020-2024 menurun menjadi 2,7
persen di Tahun 2024.
Indikator yang digunakan untuk mengukur keberhasilan sasaran
strategis ini adalah persentase peningkatan pendapatan per kapita
penerima program reforma agraria. Formula yang digunakan dalam
indikator ini adalah Indeks Peningkatan Pendapatan per Kapita Penerima
Reforma Agraria. Masyarakat penerima program reforma agraria akan
mendapatkan tambahan aset kepemilikan tanah ataupun kepemilikan aset
tanah yang sebelumnya tidak dimiliki sama sekali. Kepemilikan aset tanah
tersebut dilegalisasi melalui kegiatan penerbitan sertipikat tanah sehingga
masyarakat penerima program reforma agraria memiliki tanah dan bukti
kepemilikan tanah berupa sertipikat.
Dalam penyelenggaraan pengelolaan pertanahan, termasuk program
reforma agraria, kepemilikan aset tanah masyarakat, termasuk bukti
kepemilikannya (sertipikat) diberdayakan untuk mendapatkan akses
produksi, permodalan dan keuangan (akses reform) sehingga menghasilkan
keuntungan atau pendapatan bagi masyarakat penerima program reforma
agraria tersebut. Berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 86 Tahun 2018
tentang Reforma Agraria, Penataan akses adalah pemberian kesempatan
akses permodalan maupun bantuan lain kepada Subjek Reforma Agraria
dalam rangka meningkatkan kesejahteraan yang berbasis pada
pemanfaatan tanah, yang disebut juga pemberdayaan masyarakat.
Penataan akses tersebut akan dilaksanakan oleh lembaga terkait yang

73
dikoordinasikan oleh Gugus Tugas Reforma Agraria (GTRA). Kegiatan
penyediaan access reform secara garis besar terdiri dari identifikasi
penerima manfaat, peningkatan kapasitas, dan pendampingan.
Kepemilikan aset tanah dan pendapatan masyarakat dari hasil akses
reform inilah yang ditargetkan untuk berkontribusi dalam peningkatan
pendapatan per kapita penerima program Reforma Agraria dan
pengurangan angka kemiskinan.
Indikator ini juga dimaksudkan untuk menunjukkan orientasi
penyelenggaraan pertanahan dalam berkontribusi mewujudkan sasaran
pembangunan berkelanjutan, khususnya pada aspek ekonomi.
3. Indeks Kepastian dan Perlindungan Hak Atas Tanah,
sebagaimana digambarkan dalam diagram berikut :

Gambar 25 : IKSS 3 Indeks Kepastian dan Perlindungan Hak Atas


Tanah
Formula yang digunakan dalam indikator ini adalah Indeks
Kepastian dan Perlindungan Hukum Hak Atas Tanah. Kepastian hukum
dan perlindungan hukum hak atas tanah diwujudkan melalui pendaftaran
tanah dan penanganan kasus pertanahan, termasuk pencegahan
timbulnya kasus baru. Pendaftaran tanah dihasilkan dari kegiatan teknis,
yuridis dan administratif atas data yuridis (bukti penguasaan atau
kepemilikan tanah) dan data fisik, yaitu data yang menunjukan kepastian
obyek yang dihasilkan oleh kegiatan pengukuran dan pemetaan bidang
tanah. Sedangkan penanganan kasus pertanahan dilakukan melalui
penanganan sengketa, konflik dan perkara pertanahan. Kepastian hukum
juga termasuk aspek kepastian hak, pembatasan penggunaan haknya dan
tanggung jawab atas hak yang dimilikinya yang didasarkan atas informasi
rencana tata ruang (Right, Restriction dan Responsibility). Kemudian
pencegahan timbulnya kasus baru yang muncul dilakukan, antara lain

74
dengan upaya deteksi dini atas potensi kasus yang dapat terjadi dan
berkolaborasi dengan berbagai pihak, baik internal maupun eksternal
sebagai upaya preventif untuk mencegah timbulnya kasus pertanahan.
Indikator ini juga dimaksudkan untuk menunjukkan orientasi
penyelenggaraan pengelolaan pertanahan dalam berkontribusi
mewujudkan sasaran pembangunan berkelanjutan, khususnya pada aspek
sosial. Indikator ini dilaksanakan oleh :

1. Ditjen Penetapan Hak dan Pendaftaran Tanah;


2. Ditjen Penanganan Sengketa dan Konflik Pertanahan.

4. Peningkatan Kemudahan Investasi, sebagaimana digambarkan


dalam diagram berikut:

Gambar 26 : IKSS 4 Peningkatan Kemudahan Investasi


Formula yang digunakan dalam indikator ini adalah skor EODB
Registering Property. Kemudahan investasi antara lain disebabkan oleh
faktor-faktor : penyediaan tanah, kemudahan dan kejelasan prosedur,
persyaratan dan biaya pengurusan hak atas tanah, kepastian hukum atas
rencana tata ruang dan pemanfaatannya, kepastian dan perlindungan
hukum hak atas tanah serta kelengkapan informasi spatial pertanahan dan
transparansi informasi nilai tanah. Kepastian informasi tata ruang dapat
mempercepat proses penerbitan perijinan pemanfaatan ruang. Kegiatan-
kegiatan yang berkontribusi pada faktor-faktor terjadinya peningkatan
kemudahan investasi merupakan unsur penting bagi tercapainya sasaran.
strategis yang diindasikan dengan indikator EODB Registering
Property ini. Indikator ini juga dimaksudkan untuk menunjukkan orientasi
penyelenggaraan pertanahan dalam berkontribusi mewujudkan sasaran
pembangunan berkelanjutan, khususnya pada aspek ekonomi.

75
Penataan ruang meski tidak secara langsung namun memiliki
kontribusi dalam penilaian EoDB khususnya terkait kepastian zonasi
ruang. Hal ini akan mempercepat waktu pemrosesan kepastian ijin
berinvestasi yang menjadi penilaian dalam EODB. Sesuai instrumen
penilaian Indeks Peningkatan Kemudahan Investasi (Registering Property
dalam EoDB) yang meliputi Registering Property dengan Skor (0-100),
penilaian terdiri dari:
A = Jumlah Prosedur : banyaknya prosedur

yang dilewati

B = Waktu (Hari) : lamanya prosedur tersebut

dilalui

C = Biaya (% dari Nilai Property)

D = Indeks Kualitas Administrasi Pertanahan.


Ini menunjukkan bahwa secara cascading ke bawah lebih disupport
oleh program pengelolaan dan pelayanan pertanahan dengan beberapa
kegiatan Penilaian Tanah dan Ekonomi Pertanahan serta Kegiatan Survei
dan Pemetaan Tematik, dan kegiatan lainnya dalam satu program.
B. Tujuan 2

Pada Tujuan 2 : Menyelenggarakan Penataan Ruang yang Adil, Aman,


Nyaman, Produktif dan Lingkungan Hidup Yang Berkelanjutan.
Sasaran Strategis : Peningkatan Kualitas dan Pemenuhan Rencana
Tata Ruang serta Pewujudan Tertib Tata Ruang, ketercapaian sasaran
strategis ini diukur dengan indikator (IKSS) Indeks Penyelenggaraan
Penataan Ruang

Gambar 27 : IKSS 5 Indeks Penyelenggaraan Penataan Ruang


Keberhasilan untuk mencapai sasaran strategis ini dipengaruhi oleh
faktor-faktor (1) Rencana Tata Ruang; (2) Sinkronisasi dan (3) Pengendalian
Pemanfaatan Ruang, termasuk terkendalinya luasan lahan pertanian
berkelanjutan. Hal ini sebagaimana telah tertuang dalam rencana tata

76
ruang maupun yang telah ditetapkan dalam Peraturan Presiden Nomor 59
Tahun 2019, tentang Pengendalian Alih Fungsi Lahan Sawah, dalam
rangka mewujudkan kedaulatan pangan.
Indikator ini juga menunjukkan orientasi penyelenggaraan penataan
ruang yang berkontribusi mewujudkan sasaran pembangunan
berkelanjutan, khususnya pada aspek lingkungan. Indikator ini
dilaksanakan oleh :
1. Ditjen Tata Ruang;
2. Ditjen Pengendalian Pemanfaatan Ruang dan Penguasaan Tanah.

C. Tujuan 3

Pada Tujuan 3: Menyelenggarakan Pelayanan Publik dan Tata Kelola


Kepemerintahan yang Berkualitas dan Berdaya Saing, dengan Sasaran
Strategis : Terwujudnya Tata Kelola Kelembagaan yang Komprehensif dan
Berstandar Kepemerintahan yang Baik.

Gambar 28 : IKSS 6 Terwujudnya Tata Kelola Kelembagaan yang


Komprehensif dan Berstandar Kepemerintahan yang Baik.
Max Weber sebagai salah satu pakar ilmu sosial telah mulai
memperkenalkan birokrasi kepada publik. Terinspirasi oleh keunggulan
mesin-mesin industri dan manajemen organisasi, Weber mendefinisikan
birokrasi adalah sebuah organisasi yang memiliki prosedur, tanggung
jawab, hirarki, dan impersonal. Dengan mengadopsi cara kerja mesin dan
manajemen organisasi, birokrasi yang diklaim sebagai organisasi
penyelenggara kepentingan publik, dapat melaksanakan tugasnya secara
efektif dan efisien.
Indikator yang digunakan dalam Sasaran Strategis ini adalah Indeks
Reformasi Birokrasi untuk menunjukkan sudah berkinerjanya Good
Governance, melalui perubahan Mind Set dan Culture Set yang meliputi 8

77
(delapan) area perubahan yang terdiri dari : 1) Manajemen Perubahan, 2)
Penataan Peraturan Perundang-Undangan, 3) Penataan dan Penguatan
Organisasi, 4) Penataan Tata Laksana, 5) Penataan Sumber Daya Manusia,
6) Penguatan Akuntabilitas Kinerja, 7) Penguatan Pengawasan dan 8)
Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik, yang kesemuanya diukur setiap
tahun dan terangkum dalam Indeks Reformasi Birokrasi.
Sasaran Strategis (SS) tersebut di atas sebagai goals dari 3 Tujuan
yang telah ditetapkan memiliki Indikator Kinerja Sasaran Strategis (IKSS)
sebagaimana diuraikan targetnya setiap tahun dalam tabel berikut:
Tabel 3 : Target Kinerja Sasaran Strategis

Indikator
Ukuran 2020 2021 2022 2023 2024
Kinerja
Sasaran
Strategis
IKSS 1: Indeks
Gini Indeks - - - - -
(akumulasi) 0,008 0,015 0,028 0,042 0,053
Ketimpangan
Pemilikan
Tanah
IKSS 2:
Peningkatan Persentase 5 10 15 20 25
Pendapatan (akumulasi)
per Kapita
Penerima
Reforma Agraria

IKSS 3:
Indeks Persentase 70 75 80 85 90
Kepastian (akumulasi)
dan
Perlindungan
Hak
atas Tanah
IKSS 4:
Peningkatan Peringkat,
60 68 72 76 78
Kemudahan Skor (0-
Investasi 100)
(Registering
Property
dalam EoDB)
IKSS 5: Indeks
Penyelenggar Indeks 0,12 0,24 0,21 0,22 0,20
aan Penataan
Ruang

IKKS 6: Indeks 75 78 82 86 90
Indeks
Reformasi
Birokrasi

78
4.1.2 Indikator Kinerja Program
Program yang dilaksanakan dalam rencana strategis ini dipertajam
dengan sasaran program beserta indikator kinerja program, yang akan
diaktualisasikan melalui kegiatan (activity) dengan indikator kinerja
kegiatannya. Terdapat 3 program yang dilaksanakan oleh Kementerian
Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional terdiri dari Program
Pengelolaan dan Pelayanan Pertanahan, Program Penyelenggaraan
Penataan Ruang dan Program Dukungan Manajemen. Adapun rincian
jumlah sasaran dan indikator masing- masing program sebagai berikut :
1. Program Pengelolaan dan Pelayanan Pertanahan memiliki 8
sasaran program dengan 10 indikator kinerja program dan
diturunkan kedalam 20 kegiatan.

Gambar 29 : Jumlah Sasaran Program dan IKP Program Pengelolaan


dan Pelayanan Pertanahan
2. Program Penyelenggaraan Penataan Ruang terdiri dari 2 sasaran
program dan 2 indikator kinerja program.

Gambar 30 : Jumlah Sasaran Program dan IKP Program


Penyelenggaraan Penataan Ruang
3. Program Dukungan Manajemen terdiri dari 2 sasaran program
dengan 6 indikator kinerja.

Gambar 31 : Jumlah Sasaran Program dan IKP Program Dukungan


Manajemen

79
4.1.3 Indikator kinerja kegiatan
Terkait indikator kinerja kegiatan terlampir di Gambar 33 dan 34
Cascading Renstra Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan
Pertanahan Nasional Tahun 2020-2024.
1. 20 kegiatan untuk mendukung terlaksanakanya
Program Pengelolaan dan Pelayanan Pertanahan
dengan 48 Indikator Kinerja Kegiatan.
2. 5 kegiatan dalam Program Penyelenggaraan Penataan
Ruang dilengkapi 6 Indikator Kinerja Kegiatan.
3. 21 kegiatan menunjang Program Dukungan
Manajemen, disertai 107 Indikator Kinerja Kegiatan.

Gambar 32 : Total Jumlah Kegiatan dan IKK Kementerian


ATR/BPN
Keterkaitan program dan kegiatan beserta indikator kinerjanya
digambarkan dalam diagram berikut :

80
Gambar 33 : Cascading Program dan Kegiatan Beserta Indikator
Kinerja (Program 1 dan 2)

Gambar 34 : Cascading Program dan Kegiatan Beserta Indikator


Kinerja (Program 3)

81
4.2 Kerangka Pendanaan
Sub-bab ini menjelaskan mengenai kebutuhan pendanaan secara
keseluruhan dari Kementrian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan
Nasional untuk mencapai target Sasaran Strategis Kementerian, Sasaran
Program, dan Sasaran Kegiatan. Selain itu, dijabarkan juga pemenuhan
kebutuhan pendanaan yang bersumber dari APBN baik yang bersumber
dari Rupiah Murni, Pendapatan Nasional Bukan Pajak (PNBP), Pinjaman
dan/atau Hibah Luar Negeri (PHLN) serta sumber/skema lainnya seperti
Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU) dan Corporate Social
Responsibility (CSR). Informasi lebih lengkap terhadap kerangka
pendanaan terdapat pada Lampiran 3 Matrik Kinerja dan Pendanaan
Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional.

82
Latihan Soal :

1. Salah satu isu strategis kewilayahan pada RPJMN 2020-2024 :


a. Wabah COvid-19 ditetapkan sebagai pandemi
b. Terjadinya bencana alam dengan intensitas tinggi
c. Rendahnya kepastian hukum hak atas tanah
d. Tingginya angka kematian ibu dan anak
e. Meningkatnya angka pengangguran

2. Yang bukan termasuk dalam agenda pembangunan RPJMN IV Tahun


2020-2024, adalah :
a. Revolusi Mental dan Pembangunan Kebudayaan
b. Meningkatkan nilai kurs rupiah terhadap mata uang asing
c. Meningkatkan Sumber Daya Manusia yang Berkualitas dan Berdaya
Saing
d. Membangun Lingkungan Hidup, Meningkatkan Ketahanan Bencana
dan Perubahan Iklim
e. Memperkuat Ketahanan Ekonomi untuk Pertumbuhan yang
Berkualitas dan Berkeadilan

3. Dibawah ini yang bukan termasuk dalam Rencana Program


Redistribusi Aset demi Pembangunan Berkeadilan, adalah :
a. PTSL
b. Redistribusi Tanah
c. Reforma Agraria
d. Pemberdayaan Masyarakat
e. SDM Unggul

83
Kunci Jawaban Contoh Soal Tiap Bab

BAB 1 BAB2 BAB 3 BAB 4

No. No. No. No.


1 C 1 D 1 A 1 C
2 A 2 D 2 B 2 B
3 D 3 D 3 E 3 E

84
Penutup

Modul materi Ujian Dinas ini disusun untuk dijadikan acuan dan
petunjuk bagi para Pegawai Negeri Sipil (PNS) dalam menjalankan tugas
dan kegiatan sesuai dengan peraturan yang telah ditetapkan, Selain hal
tersebut, materi yang terkandung dalam modul ini disusun juga dengan
tujuan untuk memfasilitasi terselenggaranya Ujian Dinas dalam rangka
kenaikan golongan.
Selanjutnya, kami sangat menyadari bahwa materi dalam modul ini
masih jauh dari kata sempurna, sehingga ketika terdapat perbedaan
antara teori dengan kondisi lingkungan kerja terkini, maka dapat
berkoordinasi dengan penanggungjawab dalam hal ini adalah Subbagian
Karir Jabatan Pegawai, Biro Organisasi dan Kepegawaian untuk dilakukan
perbaikan atau pembaharuan modul.

85

Anda mungkin juga menyukai