DIREKTORAT
PENGEMBANGAN KAWASAN PERMUKIMAN
TAHUN 2015-2019
4 Rencana Strategis
Oleh karena itu, perlu disadari bagi seluruh pemangku kepentingan permukiman bahwa
dengan semangat berkolaborasi antar sektor secara komprehensif dan berkesinambungan
maka tanggung jawab dalam menterpadukan dan mengintegrasikan seluruh program
permukiman merupakan upaya bersama dalam kesetaraan posisi pelaku pembangunan.
Melalui buku ini, Direktorat Pengembangan Kawasan Permukiman akan berkomitmen penuh
dalam mencapai target pembangunan nasional dalam rangka pemenuhan kebutuhan
hunian dan permukiman yang layak, sehingga Rencana Strategi Direktorat Pengembangan
Kawasan Permukiman tahun 2015-2019 ini dapat dijadikan acuan bagi seluruh stakeholder
permukiman dalam melaksanakan pembangunan infrastruktur bidang pengembangan
kawasan permukiman.
BAB – III A
RAH KEBIJAKAN, STRATEGI KERANGKA REGULASI, DAN
KERANGKA KELEMBAGAAN .................................................................................................................... 43
3.1 Arah Kebijakan Nasional Penyelenggaraan Kawasan Permukiman .............................. 44
3.2 Pendekatan dalam Penyelenggaraan Infrastruktur Bidang Cipta Karya ..................... 49
3.3 Arah Kebijakan dan Strategi Penyelenggaraan Kawasan Permukiman ....................... 55
3.4 Kerangka Regulasi ...................................................................................................................................... 63
3.5 Kerangka Kelembagaan ......................................................................................................................... 63
LAMPIRAN .................................................................................................................................................................................. 97
6 Rencana Strategis
DAFTAR TABEL
Tabel 1.1 Pencapaian Kinerja Kumulatif Direktorat Pengembangan Permukiman
berdasarkan Renstra 2010-2014 .............................................................................................. 22
Tabel 1.2 Gambaran Implementasi Pembangunan dan Pengembangan Kawasan
Permukiman di Daerah dalam Konteks Pengaturan, Pembinaan, Pelaksanaan
dan Pengawasan (TurBinLakWas)............................................................................................ 24
Tabel 3.1 Target Pembangunan dan Pengembangan Kawasan Permukiman
Tahun 2015-2019........................................................................................................................... 49
Tabel 3.2 Kerangka Regulasi Penyelenggaraan Kawasan Permukiman ....................................... 61
Tabel 4.1 Sasaran dan Indikasi Kegiatan Penyelenggaraan Kawasan Permukiman................. 71
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1.1 Ilustrasi Keterpaduan Prasarana, Sarana, dan Utilitas Umum dalam
Kawasan Permukiman............................................................................................................... 12
Gambar 1.2 Domain Penyelenggaraan Kawasan Permukiman ......................................................... 13
Gambar 1.3 Ilustrasi Kawasan Permukiman Perkotaan ........................................................................ 15
Gambar 1.4 Ilustrasi Tipologi Kawasan Permukiman Perkotaan di Lingkup Administrasi
Kota dan Kabupaten ................................................................................................................. 16
Gambar 1.5 Ilustrasi Kawasan Permukiman Perdesaan ....................................................................... 17
Gambar 1.6 Ilustrasi Tipologi Kawasan Permukiman Perdesaan ...................................................... 18
Gambar 1.7 Gambaran Eksisting Permukiman Kumuh di Indonesia .............................................. 20
Gambar 1.8 Pembangunan infrastruktur perdesaan ............................................................................ 21
Gambar 1.9 Ilustrasi Gap Terhadap Pencapaian Permukiman Layak Huni dan
Berkelanjutan .............................................................................................................................. 25
Gambar 1.10 Tren Perbandingan Persentase Penduduk Perkotaan dan Perdesaan..................... 26
Gambar 1.11 Kondisi kualitas hidup dan infrastruktur permukiman di
kawasan perkotaan .................................................................................................................... 28
Gambar 1.12 Bencana Tsunami di Aceh, Desember 2004 ...................................................................... 30
Gambar 1.13 Peta Sebaran Kondisi Desa Berdasarkan Indeks Pembangunan Desa
Tahun 2014.................................................................................................................................... 31
Gambar 1.14 Kawasan Permukiman di Perbatasan Entikong, Kalimantan Barat .......................... 33
Gambar 1.15 Pengembangan Infrastruktur Permukiman Kawasan Perbatasan
Skouw, Papua .............................................................................................................................. 34
Gambar 1.16 Kawasan Relokasi Sinabung ................................................................................................... 35
Gambar 1.17 Pengembangan Kawasan Permukiman KSPN ................................................................. 36
Gambar 3.1 Arah Kebijakan Strategi Pembangunan Perkotaan dalam RPJMN 2015-2019
dan Dukungan Penyelenggaraan Kawasan Permukiman............................................ 46
Gambar 3.2 Arah Kebijakan Strategi Pembangunan Desa dan Kawasan Perdesaan dalam
RPJMN 2015-2019 dan Dukungan Penyelenggaraan Kawasan Permukiman.......... 47
Gambar 3.3 Pendekatan dalam Pembangunan dan Pengembangan Permukiman................... 50
Gambar 3.4 Perencanaan Permukiman di Daerah dan Keterkaitannya dengan Perencanaan
Tata Ruang ...................................................................................................................................... 51
8 Rencana Strategis
DIREKTORAT PENGEMBANGAN KAWASAN PERMUKIMAN TAHUN 2015-2019 9
10 Rencana Strategis
Pendahuluan
1
Pendahuluan
1.1.1 PENGERTIAN
Penyelenggaraan kawasan permukiman dilaksanakan dengan mengacu pada UU No.1 Tahun
2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman. Berdasarkan Pasal 1 Angka 3 Undang-
Undang No. 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman, yang dimaksud dengan
kawasan permukiman adalah bagian dari lingkungan hidup di luar kawasan lindung, baik
berupa kawasan perkotaan maupun perdesaan, yang berfungsi sebagai lingkungan tempat
tinggal atau lingkungan hunian dan tempat kegiatan yang mendukung perikehidupan dan
penghidupan. Menurut KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia), perikehidupan berarti hal-ihwal
(keadaan) kehidupan sementara penghidupan berarti pemeliharaan hidup; pencaharian. Hal ini
berarti bahwa kawasan permukiman tidak hanya terdiri dari unsur tempat tinggal tetapi juga
unsur kehidupan manusia lainnya.
Gambar 1.1
Ilustrasi Keterpaduan Prasarana, Sarana, dan Utilitas Umum dalam Kawasan Permukiman
12 Rencana Strategis
Gambar 1.2
Domain Penyelenggaraan Kawasan Permukiman
Dengan merujuk pada pengertian tersebut, maka kawasan permukiman dibentuk oleh
lingkungan hunian dan tempat kegiatan yang mendukung perikehidupan dan penghidupan,
dimana lingkungan hunian sendiri terdiri atas lebih dari satu satuan permukiman. Dengan
demikian fokus lingkup wilayah penyelenggaraan kawasan permukiman meliputi satu satuan
permukiman, lingkungan hunian, sampai dengan kawasan permukiman. Detail bagian dari satu
satuan permukiman yang terdiri atas satuan perumahan dan rumah tidak menjadi fokus utama
dalam penyelenggaraan kawasan permukiman, namun tetap dipertimbangkan dalam proses
perencanaanya. Hal ini dilakukan, karena dalam sudut pandang teoritis akademis, perumahan
dan kawasan permukiman merupakan suatu entitas yang tidak terpisahkan. Perumahan,
bersamaan dengan sarana, prasarana, dan utilitas, merupakan bagian dan elemen pembentuk
kawasan permukiman, yang didukung oleh tempat kegiatan pendukungnya (pemerintahan,
sosial-budaya, dan ekonomi).
Lebih lanjut dalam Pasal 56 Undang-Undang No. 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan
Permukiman disebutkan bahwa penyelenggaraan kawasan permukiman dilakukan untuk
mewujudkan wilayah yang berfungsi sebagai lingkungan hunian dan tempat kegiatan yang
mendukung perikehidupan dan penghidupan yang terencana, menyeluruh, terpadu, dan
berkelanjutan sesuai dengan rencana tata ruang.
Penyelenggaraan kawasan permukiman bertujuan untuk memenuhi hak warga negara atas
tempat tinggal yang layak dalam lingkungan yang sehat, aman, serasi, dan teratur serta menjamin
kepastian bermukim. Tahapan penyelenggaraan kawasan permukiman dimulai dari perencanaan,
pembangunan, pemanfaatan dan pengendalian kawasan permukiman. Perencanaan kawasan
permukiman dilakukan sesuai dengan rencana tata ruang wilayah untuk menghasilkan dokumen
Rencana Kawasan Permukiman (RKP) yang berfungsi sebagai pedoman bagi seluruh pemangku
kepentingan dalam pembangunan kawasan permukiman. Pembangunan kawasan permukiman
dilaksanakan melalui kegiatan pengembangan, pembangunan baru, maupun pembangunan
kembali untuk mewujudkan kawasan permukiman yang layak huni dan terpadu. Pasca
pembangunan, kawasan permukiman dimanfaatkan dan dikelola melalui pemeliharaan dan
perbaikan, dan dijamin pemanfaatannya agar sesuai dengan fungsi sebagaimana telah ditetapkan.
Untuk mewujudkan tertib pelaksanaan perencanaan, pembangunan, dan pemanfaatan kawasan
permukiman tersebut, maka dilakukan pengendalian kawasan permukiman.
Dari pengertian tersebut diketahui bahwa kawasan permukiman dapat dibagi atas kawasan
permukiman di perkotaan dan kawasan permukiman di perdesaan.
14 Rencana Strategis
Gambar 1.3
Ilustrasi Kawasan Permukiman Perkotaan
Gambar 1.4
Ilustrasi Tipologi Kawasan Permukiman Perkotaan di Lingkup Administrasi Kota dan Kabupaten
Kawasan permukiman yang berada di kawasan perkotaan umumnya berkembang cepat seiring
pesatnya perkembangan kegiatan ekonomi perkotaan. Pesatnya perkembangan yang tidak
diimbangi dengan pertambahan sarana dan prasarana seringkali menjadi salah satu faktor
pemicu munculnya permukiman yang kualitasnya rendah bahkan dapat dikategorikan kumuh.
Dengan demikian kawasan permukiman perkotaan pada satu kota atau wilayah perkotaan
dapat memiliki tingkat kualitas yang berbeda sesuai dengan kelengkapan sarana dan prasarana
pendukungnya. Secara lokasi, permukiman perkotaan dimungkinkan pula berada di kawasan
perbatasan, seperti permukiman yang menjadi bagian wilayah PKSN Sabang dan Jayapura.
16 Rencana Strategis
Gambar 1.5
Ilustrasi Kawasan Permukiman Perdesaan
alam dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman perdesaan, pelayanan jasa
pemerintahan, pelayanan sosial, dan kegiatan ekonomi. Berdasarkan pengertian tersebut, dapat
dipahami bahwa permukiman perdesaan merupakan salah satu fungsi dari kawasan perdesaan
yang memiliki kegiatan utama pertanian. Dengan demikian, kawasan permukiman perdesaan
tidak dapat dilepaskan dari kegiatan utama yang berkembang dalam kawasan perdesaan.
Kawasan permukiman perdesaan, yang dari sisi perkembangan lebih lambat dibandingkan
dengan kawasan perkotaan, berkepadatan rendah dengan letak perumahan yang biasanya
tersebar. Kawasan perdesaan, tidak selalu merujuk pada wilayah administrasi desa, namun pada
karakteristik perdesaan yang umumnya didominasi kegiatan pada sektor primer (pertanian).
Dengan karakteristik ini, penanganan kawasan permukiman perdesaan umumnya lebih
membutuhkan peningkatan penyediaan infrastruktur, baik permukiman maupun infrastruktur
wilayah pendukung kegiatan pertanian. Saat ini telah berkembang pula desa-desa dengan
sektor primer pertanian tetapi memiliki potensi daya tarik wisata sehingga menjadi destinasi
wisata. Dalam hal ini selain infrastruktur permukiman dan pendukung pertanian diperlukan pula
dukungan infrastruktur atau fasilitas pariwisata.
Secara lokasi kawasan permukiman perdesaan dapat berupa permukiman yang berada di
kawasan perbatasan (baik darat maupun pulau-pulau terluar). Dari karakteristiknya dapat pula
dibagi menjadi permukiman pesisir (pulau-pulau kecil) dan non-pesisir. Berdasarkan status
perkembangannya, kawasan perdesaan dibagi menjadi perdesaan tertinggal, perdesaan
berkembang, dan perdesaan mandiri.
Gambar 1.6
Ilustrasi Tipologi Kawasan Permukiman Perdesaan
18 Rencana Strategis
1.2 KONDISI UMUM PENYELENGGARAAN KAWASAN PERMUKIMAN
Selama 5 tahun ke depan, pembangunan di Indonesia didasarkan pada perencanaan
pembangunan jangka menengah yang tertuang dalam Peraturan Presiden No. 2 Tahun 2015
tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) tahun 2015-2019. Dokumen
tersebut menjadi acuan sesuai dengan visi dan misi dari pimpinan nasional yang terpilih dan di
dalamnya telah tertuang target-target Pemerintah yang akan diwujudkan sepanjang tahun 2015-
2019. Dalam bidang perumahan dan permukiman, target-target yang ditetapkan dalam RPJMN
2015-2019 tidak hanya sekedar target pembangunan jangka pendek tetapi diarahkan pula
pada perwujudan permukiman layak huni dan berkelanjutan. Melalui konsep pembangunan
berkelanjutan yang mengacu pada arahan kebijakan pemerintah dalam muatan RPJMN 2015-
2019, bahwa pembangunan berkelanjutan diarahkan kepada (i) pembangunan yang menjaga
keberlanjutan kehidupan sosial masyarakat, (ii) pembangunan yang menjaga peningkatan
kesejahteraan ekonomi masyarakat dan (iii) pembangunan yang menjaga kualitas lingkungan
hidup masyarakat yang didukung oleh tata kelola yang menjaga pelaksanaan pembangunan
yang akan meningkatkan kualitas kehidupan dari satu generasi ke generasi berikutnya.
Dengan kondisi permukiman saat ini, dimana terdapat variabel dan indikator pelayanan
infrastruktur dalam pemenuhan kebutuhan dasar masyarakat yang masih belum terpenuhi,
maka sangat diperlukan adanya percepatan terhadap pemenuhan standar pelayanan minimal
infrastruktur mengacu kepada arahan dan kebijakan RPJPN (Rencana Pembangunan Jangka
Panjang Nasional) dalam rangka mendukung agenda nasional termasuk meningkatkan daya
saing perekonomian nasional sesuai dengan amanat UU.No. 17 tahun 2007 tentang RPJPN.
Beberapa permasalahan pokok permukiman yang mendasari diantaranya adalah penyediaan air
minum dan sanitasi sebagai layanan dasar yang belum menjangkau seluruh penduduk Indonesia.
Pada tahun 2013, proporsi rumah tangga yang memiliki akses terhadap sumber air minum aman
sebesar 67.73% sedangkan fasilitasi sanitasi yang layak adalah 60.91% dan berdasarkan hasil
identifikasi luasan kawasan kumuh di Indonesia bahwa di dapatkan masih terdapat 38.431 Ha
kawasan kumuh yang tersebar di kota/kabupaten di seluruh Indonesia.
Gambar 1.7
Gambaran Eksisting Permukiman Kumuh di Indonesia
kapasitas SDM dan pembiayaan. Penanganan permukiman kumuh memerlukan koordinasi lintas
sektor, sehingga diperlukan SK Bupati/Walikota tentang penetapan lokasi permukiman kumuh
sebagai acuan pemangku kepentingan dalam memadukan upaya penanganan permukiman
kumuh. Hingga tahun 2014, baru 220 kabupaten/kota yang telah menerbitkan SK penetapan
lokasi permukiman kumuh.
Dalam pembangunan kawasan permukiman perdesaan, saat ini lebih banyak dihadapkan pada
kebutuhan penyediaan infrastruktur permukiman. Hingga tahun 2014, 68,85% dari 74.093 desa
di Indonesia merupakan desa berkembang yang masih membutuhkan peningkatan kualitas
kawasan permukiman melalui peningkatan pelayanan infrastruktur (Bappenas, diolah dari Potensi
Desa Tahun 2014). Bentuk–bentuk program penanganan kawasan permukiman perdesaan selama
ini diarahkan pada upaya penanggulangan kemiskinan melalui pemberdayaan masyarakat agar
mampu mewujudkan pembangunan sarana dan prasarana permukiman maupun prasarana
pendukung kegiatan sosial dan ekonomi masyarakat perdesaan.
Selain itu, dalam konteks kegiatan penyelenggaraan kawasan permukiman yang merupakan
fasilitasi aspirasi masyarakat terkait pemenuhan kebutuhan infrastruktur dasar permukiman
yang telah dilakukan salah satunya adalah melalui Program Pembangunan Infrastruktur
20 Rencana Strategis
Gambar 1.8
Pembangunan infrastruktur perdesaan
Perdesaan (PPIP). PPIP merupakan program pembangunan yang diarahkan untuk mendukung
penanggulangan kemiskinan di daerah perdesaan yang dilaksanakan oleh Kementerian Pekerjaan
Umum dan Perumahan Rakyat melalui Direktorat Jenderal Cipta Karya. Pendekatan yang
digunakan dalam PPIP adalah pemberdayaan masyarakat, keberpihakan kepada orang miskin,
otonomi dan desentralisasi, partisipatif, keswadayaan, keterpaduan program pembangunan,
penguatan kapasitas kelembagaan, serta kesetaraan dan keadilan gender.
PPIP berada dibawah payung PNPM Mandiri sehingga dalam pelaksanaan kegiatannya dapat
memfasilitasi dan memobilisasi masyarakat mulai dari menyusun dokumen perencanaan,
melaksanakan pembangunan infrastruktur dasar permukiman, hingga pengawasan,
pemeliharaan dan pemanfaatan.
Adapun capaian penyelenggaraan permukiman yang menjadi tugas dan tanggung jawab
Direktorat Pengembangan Permukiman selama tahun 2010–2014 berdasarkan Rencana Strategis
tahun 2010-2014 ditunjukkan dalam tabel berikut ini.
TARGET %
INDIKATOR KINERJA OUTCOME / RENSTRA CAPAIAN
CAPAIAN
OUTPUT KOMULATIF
2010-2014 KUMULATIF
Jumlah kawasan yang dilayani oleh 1.185 Kec 1.185 Kec 100,00
infrastruktur pendukung kegiatan
ekonomi dan sosial
Jumlah desa tertinggal yang 13.190 Desa 36.897 Desa 279,73
ditangani
22 Rencana Strategis
Penyelenggaraan permukiman yang dilaksanakan selama ini berorientasi pada aspek
pembangunan prasarana dan sarana yang memegang peranan penting dalam mendukung
fungsi ekonomi bagi kehidupan pada umumnya. Adapun pencapaian pembangunan dan
pengembangan permukiman sebagaimana yang tertuang dalam Renstra Kementerian Pekerjaan
Umum Tahun 2010-2014 adalah sebagai berikut:
1. Meningkatnya jumlah kabupaten/kota yang menerapkan NSPK pengembangan kawasan
permukiman yang sesuai rencana tata ruang wilayah/kawasan, yang tergambarkan melalui
terbitnya sejumlah 165 NSPK pengembangan kawasan permukiman serta terfasilitasinya
pembinaan dan pengawasan pengembangan permukiman di 32 provinsi di Indonesia;
2. Berkurangnya kawasan kumuh di permukiman perkotaan dilaksanakan melalui peningkatan
kualitas infrastruktur yang telah ada dan penyediaan infrastruktur baru di 1.020 kawasan
permukiman kumuh perkotaan;
3. Terlaksananya pembangunan Rusunawa yang diperuntukan bagi Masyarakat Berpenghasilan
Rendah (MBR) yang tinggal di permukiman kumuh perkotaan sejumlah 252 twinblock;
4. Penurunan kesenjangan antar wilayah yang dilakukan melalui: 1) pembangunan dan
peningkatan pelayanan infrastruktur permukiman wilayah perdesaan potensial, kawasan
rawan bencana, dan kawasan di perbatasan dan pulau kecil terluar di sejumlah 1.006 kawasan;
dan 2) pembentukan pusat pertumbuhan di sejumlah 165 kawasan; dan
5. Peningkatan kualitas infrastruktur permukiman di 36.897 desa melalui penyediaan infrastruktur
perdesaan yang partisipatif, berkualitas, berkelanjutan, dan berwawasan lingkungan.
Selain itu, kondisi umum pembangunan dan pengembangan kawasan permukiman secara riil di
daerah dapat diidentifikasi pula berdasarkan kerangka penyelenggaraan kawasan permukiman
yang terdiri atas aspek pengaturan, pembinaan, penyelenggaraan (pembangunan), dan
pengawasan, sebagaimana ditunjukkan pada tabel berikut ini.
ASPEK KONDISI
PENGATURAN • Pengaturan dalam penyelenggaraan permukiman di daerah
mengacu pada aturan dari pemerintah pusat dan sebagian
peraturan daerah
• Peraturan daerah terkait dengan permukiman umumnya berupa
peraturan bangunan dan gedung, belum dikembangkan pengaturan
lainnya
• Pengaturan khusus mengenai pembangunan dan pengembangan
permukiman perkotaan khususnya mengenai penanganan kumuh
mengacu pada pedoman dari pemerintah pusat
• tidak ada pengaturan khusus mengenai kawasan permukiman
perdesaan
• Pengaturan bagi kawasan permukiman rawan bencana sudah ada
dan diakomodir dalam rencana pengembangan permukiman
setempat: contoh: Kota Yogyakarta
• Mekanisme tanggap darurat bagi kawasan permukiman sudah
dikembangkan dengan melibatkan masyarakat
24 Rencana Strategis
1.3 POTENSI DAN PERMASALAHAN
Penyelenggaraan kawasan permukiman bertujuan untuk mencapai kondisi permukiman yang
layak huni dan berkelanjutan. Permukiman layak huni terkait dengan terpenuhinya Standar
Pelayanan Minimal permukiman yang memperhatikan prinsip pembangunan kota hijau dan kota
cerdas yang berdaya saing, untuk mencapai suatu permukiman layak huni yang berkelanjutan.
Diperlukan upaya terus menerus dari pemerintah dan masyarakat termasuk swasta dalam
mewujudkan hal tersebut. Permasalahan yang dihadapi saat ini adalah adanya ketimpangan/
gap antara kondisi yang hendak dituju dengan kondisi eksisting yang diakibatkan oleh berbagai
faktor: fisik, sosial, ekonomi, hingga tatakelola penyelenggaraan permukiman. Semua faktor
tersebut saling berkaitan sehingga penanganannya perlu dilakukan secara komprehensif. Untuk
itu, diperlukan pemahaman tugas dan fungsi masing-masing sektor dalam penyelenggaraan
kawasan permukiman.
Untuk memperkecil gap terhadap pencapaian permukiman layak huni dan berkelanjutan
hingga saat ini pembangunan infrastruktur permukiman terus dilaksanakan secara intensif dan
terencana. Di samping kemajuan yang telah banyak diraih, ke depan masih banyak persoalan
dan tantangan yang perlu dihadapi dalam pelaksanaan dan penyelenggaraan pembangunan
kawasan permukiman.
Gambar 1.9
Ilustrasi Gap Terhadap Pencapaian Permukiman Layak Huni dan Berkelanjutan
Kondisi
Kondisi Layak
Layak Huni
Huni &
& �� Layak
LayakHuni
Huni
�� Hijau
Berkelanjutan
Berkelanjutan Hijau
�� Cerdas
Cerdas&&Berdaya
BerdayaSaing
Saing
�� Berkelanjutan
Berkelanjutan
GAP:
GAP:
�� Fisik
Fisik
�� Sosial
Sosial
�� Ekonomi
Ekonomi
�� Tatakelola
Tatakelola
Kondisi
Kondisi
Eksisting
Eksisting
Tahun
Tahun
Sumber: Hasil analisis, 2015
Menurut data Price Waterhouse Cooper (2014), tingkat urbanisasi Indonesia sebesar 51,4 persen
atau tertinggi kedua setelah Malaysia dengan angka sebesar 73,4 persen. Sedangkan negara
anggota ASEAN lainnya, seperti Vietnam hanya 31,7 persen, Thailand 34,5 persen, dan Filipina
49,1 persen. Namun demikian, penambahan lahan kota di Indonesia rata-rata hanya 40 meter
persegi, sedangkan Malaysia bisa mencapai 135 meter persegi per orang. Hal ini menyebabkan
kepadatan kawasan perkotaan semakin menjadi, terutama pada kawasan permukimannya,
sehingga dampaknya pun meluas dan semakin terlihat.
Dilihat dari aspek fisik, urbanisasi di Indonesia ditandai oleh: (1) Meluasnya wilayah perkotaan
karena pesatnya perkembangan dan meluasnya daerah pinggiran terutama di kota-kota besar
dan metropolitan di Indonesia, (2) Meluasnya perkembangan fisik perkotaan di kawasan sub-
urban yang telah ’mengintegrasi’ kota-kota yang lebih kecil di sekitar kota intinya dan membentuk
konurbasi yang tak terkendali, (3) Meningkatnya jumlah desa kota (desa yang tergolong daerah
perkotaan).
Peningkatan jumlah penduduk kota tentunya akan memberikan berbagai implikasi bagi
pembangunan perkotaan, terutama terhadap meningkatnya kebutuhan terhadap kawasan
hunian. Hal ini kemudian berimplikasi pada penggunaan lahan kawasan perkotaan yang pada
akhirnya didominasi oleh pemanfaatan lahan permukiman, terlepas dari apakah kawasan
permukiman tersebut berada di lahan legal ataupun ilegal. Perkembangan permukiman
Gambar 1.10
Tren Perbandingan Persentase Penduduk Perkotaan dan Perdesaan
26 Rencana Strategis
perkotaan sebagaimana dimaksud, terutama di kota-kota metropolitan, telah membangkitkan
perkembangan fisik perkotaan pada fungsi-fungsi lainnya yang pada akhirnya ’mengintegrasi’
kota-kota yang lebih kecil di sekitar kota intinya dan membentuk konurbasi yang tak terkendali.
Hal ini menyebabkan tidak efisiennya pelayanan kota serta menurunnya kinerja kota. Pada
akhirnya, kota dan permukiman perkotaan yang terdapat di dalamnya (selain menjadi tempat
konsentrasi penduduk) juga menjadi tempat dimana terjadi perusakan lingkungan, timbulnya
polusi dan pemanfaatan sumberdaya alam yang terbesar.
Secara rinci, beberapa potensi sekaligus permasalahan terkait lingkup permukiman perkotaan
yang perlu diantisipasi dan ditangani melalui penerapan kebijakan dan strategi yang tepat
adalah:
• Kemiskinan di Perkotaan; permasalahan yang timbul akibat urbanisasi adalah meningkatnya
jumlah penduduk miskin di daerah perkotaan, sehingga masalah kemiskinan perkotaan
merupakan masalah krusial yang banyak dihadapi kota-kota di Indonesia. Yang paling mudah
dan terlihat jelas dari wajah kemiskinan perkotaan ini adalah kondisi jutaan penduduk yang
tinggal di permukiman kumuh (slum) dan liar (squatter). Kondisi kekumuhan ini menunjukkan
seriusnya permasalahan sosial-ekonomi, politik dan lingkungan yang bermuara pada kondisi
kemiskinan.
Implikasi yang paling utama dalam kaitannya dengan penanganan masalah kemiskinan ini
antara lain adalah perlunya meningkatkan akses terhadap pelayanan dasar, serta akses pada
perumahan permukiman yang layak dan terjangkau;
• Kualitas Lingkungan Hidup; masalah yang terkait dengan kualitas lingkungan hidup dan
pada akhirnya kualitas hidup masyarakat kota, meliputi aspek fisik seperti kualitas udara, air,
tanah; kondisi lingkungan permukimannya seperti kekumuhan, kepadatan yang tinggi, lokasi
yang tidak memadai serta kualitas dan keselamatan bangunannya; ketersediaan sarana dan
prasarana serta pelayanan kota lainnya; aspek sosial budaya dan ekonomi seperti kesenjangan
dan ketimpangan kondisi antar golongan atau antar warga, tidak tersedianya wahana atau
tempat untuk menyalurkan kebutuhan-kebutuhan sosial budaya, seperti untuk berinteraksi
dan mengejawantahkan aspirasi-aspirasi sosial budayanya; serta jaminan perlindungan
hukum dan keamanan dalam melaksanakan kehidupannya. Munculnya permukiman kumuh
di perkotaan disebabkan karena sumberdaya yang ada di perkotaan tersebut tidak mampu
melayani dan memenuhi kebutuhan penduduk perkotaannya. Kekumuhan dapat bersumber
dari kemiskinan, dan kemiskinan itu sendiri disebabkan karena masyarakat tidak memiliki
akses kepada mata pencaharian yang memadai untuk hidup layak, serta akses pada modal
dan informasi yang terbatas.
• Penyediaan infrastruktur permukiman; Permasalahan utama terkait penyediaan prasarana
dan sarana dasar adalah belum terpenuhinya standar pelayanan perkotaan (SPP) akibat tidak
Gambar 1.11
Kondisi kualitas hidup dan infrastruktur permukiman di kawasan perkotaan
28 Rencana Strategis
memadainya penyediaan dibandingkan dengan kebutuhan. Hal ini menyebabkan terbatasnya
kesempatan masyarakat (terutama MBR) untuk mendapatkan pelayanan infrastruktur dasar
yang layak. Selain itu, kesulitan MBR dalam mengakses hunian mereka terpaksa memanfaatkan
lahan ilegal dengan kualitas bangunan dan lingkungan yang tidak memuhi standar minimal.
Permasalahan penyediaan air bersih merupakan salah satu masalah utama dalam
penyelenggaraan permukiman perkotaan. Ketersediaan air bersih ini erat kaitannya dengan
permasalahan pemanfaatan, pemeliharaan, dan kelestarian sumber daya air yang pada
umumnya berada di wilayah sekitarnya. Pengembangan kota juga harus memperhatikan
daya dukungnya dengan mengendalikan perkembangan fisiknya dan menetapkan daerah-
daerah cadangan dan reservasi disertai dengan pelaksanaan yang ketat. Kelestarian sumber
daya alam merupakan hal yang terkait erat dengan pengembangan perkotaan sebagai suatu
kesatuan ekosistem.
• Kesenjangan sosial masyarakat; merupakan permasalahan kota yang dapat mengganggu
stabilitas keamanan dan kenyamanan kota. Dalam konteks permukiman, kesenjangan sosial
ini ditunjukkan oleh timpangnya kondisi lingkungan permukiman kelompok masyarakat
berpenghasilan rendah dan masyarakat berpenghasilan menengah ke atas di kota. Dalam hal
ini, ketimpangan terjadi dalam konteks kualitas bangunan, lingkungan, serta akses terhadap
sarana dan prasarana dasar permukiman.
• Kapasitas Daerah dalam pembangunan dan pengembangan permukiman; dengan
desentralisasi dan otonomi daerah, maka kesiapan daerah sebagai nahkoda dalam
menyelenggarakan kawasan permukiman menjadi perhatian utama. Kapasitas daerah
yang perlu dipersiapkan meliputi: kapasitas SDM; kapasitas dan struktur kelembagaannya;
peraturan perundangan pendukung serta kemampuan pengelolaan pembiayaannya. Untuk
melaksanakan hal tersebut diperlukan kapasitas sumberdaya manusia yang memadai.
Pengembangan kapasitas SDM dalam hal ini meliputi kelompok eksekutif, legislatif dan
pelaku lainnya seperti masyarakat dan dunia usaha.
Dalam hal ini, salah satu tantangan yang dihadapi oleh pemerintah daerah dalam melakukan
penyelenggaraan kawasan permukiman perkotaan adalah keterbatasan kemampuan
teknis dan profesional untuk menjaring aspirasi masyarakat. Di bidang Legislatif, banyak di
antaranya yang memiliki keterbatasan dalam pendidikan formal serta pengalaman berpolitik.
Pemahaman akan kebijakan dan kualitas perdebatan politik dapat dikatakan masih rendah.
Dengan demikian, pemerintah lokal memiliki kebutuhan yang sangat mendesak untuk
membangun kapasitas lokal dalam hal perencanaan, perancangan rekayasa (engineering
design), penganggaran, akuntansi, keuangan dan manajemen proyek. Pembangunan
kapasitas lokal perlu diutamakan sehingga daerah dapat mendayagunakan sumberdaya
yang ada untuk kebutuhan yang spesifik, termasuk dalam konteks penyelenggaraan kawasan
permukiman.
Gambar 1.12
Bencana Tsunami di Aceh, Desember 2004
Sumber: wikimedia.org
Permukiman perkotaan juga meliputi permukiman di kawasan rawan bencana. Kejadian bencana
yang pernah terjadi di Indonesia, terutama kejadian gempa dan tsunami di Aceh pada tahun
2004 memberikan pelajaran berharga bagi Indonesia. Tidak dipungkiri masih banyak ditemukan
permukiman perkotaan yang dibangun pada kawasan rawan bencana. Selain itu, pembangunan
permukiman yang tidak terkendali juga mempengaruhi kualitas lingkungan sehingga
menyebabkan terjadinya bencana pada kawasan-kawasan yang sebelumnya relatif aman dari
bencana. Masyarakat dan pemerintah harus memiliki bekal pengetahuan dan keterampilan agar
dapat melakukan upaya-upaya pengurangan risiko bencana, baik dengan cara memperkecil
ancaman kawasan, mengurangi kerentanan kawasan (secara sosial, ekonomi, fisik, dan ekologi),
serta meningkatkan kapasitas kawasan yang terancam (aturan & kelembagaan; peringatan
dini dan kajian risiko; pendidikan; kesiapsiagaan; pengurangan risiko dasar). Pembangunan
permukiman pada daerah yang beresiko tinggi dilakukan dengan mengacu pada RTRW serta
ditunjang dengan bangunan dan infrastruktur yang memenuhi standar tanggap bencana.
30 Rencana Strategis
Gambar 1.13
Peta Sebaran Kondisi Desa Berdasarkan Indeks Pembangunan Desa Tahun 2014
Sumber: Potensi Desa Tahun 2014 (diolah) & Permendagri 39/2014 (jumlah desa)
Dalam pembangunan kawasan permukiman perdesaan, saat ini lebih banyak dihadapkan pada
kebutuhan penyediaan infrastruktur permukiman terutama dalam mendukung pembangunan
kawasan perdesaan. Hingga tahun 2014, 68,85% dari 74.093 desa di Indonesia merupakan
desa berkembang yang masih membutuhkan peningkatan kualitas pelayanan infrastruktur
permukiman (Bappenas, diolah dari Potensi Desa Tahun 2014). Bentuk–bentuk program
penanganan kawasan permukiman perdesaan selama ini diarahkan pada upaya penanggulangan
kemiskinan melalui pemberdayaan masyarakat agar mampu mewujudkan pembangunan
sarana dan prasarana permukiman maupun prasarana pendukung kegiatan sosial dan ekonomi
masyarakat perdesaan.
Namun pengembangan ekonomi perdesaan juga masih belum optimal, terutama dalam
mengelola potensi sumber daya lokal. Hal ini antara lain diakibatkan kurangnya akses dan modal
dalam proses produksi, pengolahan, maupun pemasaran hasil produksi masyarakat desa. Selain
itu pembangunan kawasan perdesaan kurang terencana serta menghadapi berbagai persoalan
terkait dengan sumber daya seperti terbatasnya sumber air baku akibat potensi air permukaan
kecil dan keterbatasan pelayanan waduk dan embung untuk pertanian dan peternakan. Sebagai
tempat kegiatan yang mendukung kehidupan dan penghidupan penghuninya, maka kawasan
permukiman memiliki peran dalam mendukung pembangunan perekonomian ini. Pembangunan
permukiman tidak sekedar menyediakan infrastruktur dasar seperti air minum, sanitasi, jalan
lingkungan dan lain - lain, namun juga meliputi pembangunan sarana dan prasarana pendukung
ekonomi masyarakat misalnya irigasi untuk pertanian, jalan poros, dan jalan usaha tani. Dalam
mengatasi permasalahan ini dibutuhkan pembangunan kawasan perdesaan yang merupakan
keterpaduan pembangunan antar-desa dalam satu kabupaten/kota untuk mempercepat dan
meningkatkan kualitas pelayanan, pembangunan, serta peningkatan kapasitas masyarakat desa
di kawasan perdesaan melalui pendekatan pembangunan partisipatif.
Lemahnya kapasitas kelembagaan desa juga merupakan permasalahan yang dihadapi dalam
pembangunan dan pengembangan permukiman. Tata kelola pemerintahan yang baik diiringi
dengan kapasitas SDM yang mampu mengelola pembangunan perdesaan dibutuhkan
32 Rencana Strategis
Gambar 1.14
Kawasan Permukiman di Perbatasan Entikong, Kalimantan Barat
dalam pembangunan dan pengembangan permukiman perdesaan. Namun selama ini, masih
banyak daerah yang memiliki ketergantungan dengan pemerntah pusat. Padahal, Undang-
Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah telah menyebutkan bahwa urusan
perumahan rakyat dan kawasan permukiman merupakan urusan pemerintahan wajib berkaitan
dengan pelayanan dasar menjadi kewenangan Pemerintah Daerah. Untuk itu, belanja daerah
diprioritaskan untuk mendanai urusan pemerintahan wajib dalam rangka pemenuhan standar
pelayanan minimal. Terlebih lagi dengan adanya Undang – Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang
Desa yang mengamanatkan kewenangan pembangunan desa termasuk permukimannya
diselenggarakan oleh Pemerintah Desa. Peran Pemerintah Pusat lebih dalam pengaturan,
pembinaan dan pengawasan (TURBINWAS) serta memastikan tercapainya standar pelayanan
minimal dan target pembangunan sebagaimana yang tertuang dalam agenda pembangunan
nasional (dalam RPJP dan RPJM Nasional).
Gambar 1.15
Pengembangan Infrastruktur Permukiman Kawasan Perbatasan Skouw, Papua
34 Rencana Strategis
permukiman yang sulit dijangkau dan memiliki akses pelayanan dasar yang rendah. Kondisi ini
terjadi tidak hanya pada perbatasan di darat tetapi juga perbatasan di laut, terutama pulau-pulau
kecil terluar berpenduduk. Secara geografis pulau-pulau kecil terluar sulit dijangkau sehingga
menyulitkan pemenuhan kebutuhan masyarakat termasuk sarana dan prasarana. Oleh karena itu
kebijakan pembangunan kawasan perbatasan diubah dengan menjadikan kawasan perbatasan
sebagai beranda depan Indonesia, menggunakan 3 (tiga) pendekatan, yaitu (1) pendekatan
kesejahteraan, (2) pertahanan dan keamanan, serta (3) pendekatan lingkungan (Perka BNPP No.
1 Tahun 2015 tentang Rencana Induk Pengelolaan Perbatasan Negara (2015-2019).
Gambar 1.16
Kawasan Permukiman yang Terdampak Letusan Gunung Sinabung, Sumatera Utara
Gambar 1.17
Pengembangan Kawasan Permukiman KSPN
di Labuan Bajo, Kab. Manggarai Barat, Provinsi NTT
dapat diminimalisir. Mengacu pada Undang-Undang No. 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan
Bencana, risiko bencana adalah potensi kerugian yang ditimbulkan akibat bencana pada suatu
wilayah dan kurun waktu tertentu yang dapat berupa kematian, luka, sakit, jiwa terancam,
hilangnya rasa aman, mengungsi, kerusakan atau kehilangan harta, dan gangguan kegiatan
masyarakat. Risiko bencana semakin besar apabila kawasan yang mendapat ancaman bencana
memiliki kerentanan yang tinggi dan kapasitas yang rendah.
Tipologi lain dari permukiman perdesaan adalah permukiman yang dibutuhkan untuk mendukung
berkembangnya kegiatan di kawasan khusus tertentu, seperti kawasan khusus pengembangan
industri, pariwisata, dll. Indonesia memiliki keunggulan dalam bidang pariwisata, baik dari sisi
daya tarik wisata alam maupun budaya dan buatan. Dengan potensi ini maka pariwisata menjadi
salah satu sektor yang diunggulkan untuk dikembangkan. Pemerintah telah menetapkan 88
KSPN (Kawasan Strategis Pariwisata Nasional) serta 50 Destinasi Pariwisata Nasional (PP No.5
36 Rencana Strategis
Tahun 2011 tentang Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Nasional Tahun 2010-2025)
sebagai destinasi wisata nasional yang mempunyai pengaruh penting dalam satu atau lebih
aspek, seperti pertumbuhan ekonomi, sosial dan budaya, pemberdayaan sumber daya alam,
daya dukung lingkungan hidup, serta pertahanan dan keamanan.
Kehidupan sehari-hari masyarakat tradisional juga menjadi daya tarik bagi wisatawan sehingga
kemudian dikembangkan permukiman-permukiman yang sekaligus menjadi daya tarik wisata,
misalnya seperti desa wisata. Permasalahan yang dihadapi dalam mengembangkan desa wisata
sebagai destinasi wisata salah satunya adalah ketersediaan infrastruktur, seperti jalan akses/
poros, jalan lingkungan, air minum, dan sanitasi. Potensi sumber daya alam dan budaya pada
desa wisata seringkali belum diimbangi dengan pelayanan infrastruktur yang memadai untuk
dapat mendukung kenyamanan dan aktivitas wisatawan.
38 Rencana Strategis
2
Tujuan &
Sasaran Strategis
Direktorat Pengembangan
Kawasan Permukiman
Tujuan dan sasaran strategis Direktorat Pengembangan Kawasan Permukiman pada dasarnya
merupakan penjabaran dari tujuan dan sasaran strategis Direktorat Jenderal Cipta Karya. Fokus
perhatian Ditjen Cipta Karya mengacu pada Rencana Strategis Kementerian PUPR 2015-2019
yaitu meningkatnya kualitas dan cakupan pelayanan infrastruktur permukiman di perkotaan
dan perdesaan. Sesuai dengan fokus tersebut, ditetapkan indikator kinerja outcome bagi Ditjen
Cipta Karya yang salah satunya menjadi tujuan strategis Direktorat Pengembangan Kawasan
Permukiman, yaitu:
Pemenuhan tujuan strategis tersebut dalam periode lima tahun ke depan dilakukan dengan cara:
1. Melaksanakan fungsi pengaturan, pembinaan, dan pengawasan dalam konteks
pengembangan kawasan permukiman dengan mengedepankan prinsip keterpaduan,
inklusifitas, dan keberlanjutan.
2. Melaksanakan keterpaduan pembangunan infrastruktur dalam lingkup kawasan permukiman
berdasarkan penataan ruang di kabupaten/kota/kawasan strategis.
3. Menyediakan infrastruktur permukiman dan kawasan permukiman di perkotaan dan
perdesaan dalam rangka pemenuhan Standar Pelayanan Minimal.
4. Meningkatkan kemandirian pemerintah daerah serta mendorong kemitraan dengan
masyarakat dan dunia usaha dalam penyelenggaraan pembangunan kawasan permukiman.
5. Mewujudkan organisasi yang efisien, tata laksana yang efektif dan SDM yang profesional
dengan menerapkan prinsip good governance.
40 Rencana Strategis
e. meningkatnya kualitas permukiman khusus, yang dilakukan melalui perencanaan kawasan
permukiman serta penyediaan infrastruktur dasar dan pendukung kegiatan di kawasan
berkebutuhan khusus;
f. meningkatnya kapasitas masyarakat dalam pembangunan infrastruktur permukiman, yang
dilakukan melalui penyelenggaraan kawasan permukiman berbasis masyarakat.
Berkaitan dengan agenda pembangunan wilayah dan tata ruang, terdapat agenda pembangunan
perkotaan dan perdesaan serta kawasan strategis, perbatasan dan rawan bencana yang dalam
pelaksanaannya membutuhkan dukungan penyelenggaraan kawasan permukiman. Tujuan
utama dari Bidang Pembangunan Wilayah dan Tata Ruang adalah mempercepat pengurangan
kesenjangan pembangunan antarwilayah, khususnya kesenjangan pembangunan antara
Kawasan Barat Indonesia dan Kawasan Timur Indonesia, melalui percepatan dan pemerataan
pembangunan wilayah dengan menekankan keunggulan kompetitif perekonomian daerah
44 Rencana Strategis
berbasis SDA yang tersedia, SDM berkualitas, penyediaan infrastruktur, serta meningkatkan
kemampuan ilmu dan teknologi secara terus menerus.
Dengan demikian di dalam RPJMN 2015-2019 ditetapkan sasaran yang harus dicapai dalam
penyelenggaraan permukiman di kota/kawasan perkotaan yaitu: (1) meningkatnya kualitas
permukiman di 38.431 Ha daerah perkotaan; (2) terselenggaranya fasilitasi kota dan kawasan
perkotaan dalam pemenuhan SPP dan pengembangan Kota Layak Huni, Kota Hijau, dan Kota
Cerdas di 18 kota, 12 kawasan perkotaan metropolitan, 744 kota/kawasan perkotaan; dan (3)
terselenggaranya perintisan inkubasi di 10 kota baru.
Gambar 3.1
Arah Kebijakan Strategi Pembangunan Perkotaan dalam RPJMN 2015-2019 dan Dukungan Penyelenggaraan Kawasan Permukiman
46 Rencana Strategis
Arah kebijakan pembangunan desa dan kawasan perdesaan dalam RPJMN 2015-2019 yang
terkait dengan penyelenggaraan kawasan permukiman adalah pemenuhan Standar Pelayanan
Minimum (SPM) desa serta pengembangan ekonomi kawasan perdesaan untuk mendorong
keterkaitan desa-kota. Strategi untuk pengembangan ekonomi kawasan perdesaan diantaranya
mewujudkan dan mengembangkan sentra produksi, sentra industri pengolahan hasil pertanian
dan perikanan, serta destinasi pariwisata; dan meningkatkan akses transportasi desa dengan
pusat-pusat pertumbuhan ekonomi lokal/wilayah. Penyelenggaraan kawasan permukiman
berkontribusi dalam penyediaan hunian yang layak beserta prasarana, sarana dan utilitas
memenuhi Standar Pelayanan Minimum (SPM) desa didukung dengan penyediaan sarana
prasarana pendukung pengembangan ekonomi kawasan perdesaan sesuai dengan sektor
pengembangannya (pertanian, perikanan, pariwisata). Di dalam RPJMN 2015-2019 ditetapkan
sasaran yang harus dicapai dalam penyelenggaraan permukiman di kawasan perdesaan yaitu
meningkatkan kualitas permukiman di 78.384 Ha daerah perdesaan.
Gambar 3.2
Arah Kebijakan Strategi Pembangunan Desa dan Kawasan Perdesaan dalam RPJMN 2015-2019
dan Dukungan Penyelenggaraan Kawasan Permukiman
Merujuk kepada Agenda Pembangunan Bidang dan Agenda Pembangunan Wilayah dalam
RPJMN 2015-2019, maka penyelenggaraan kawasan permukiman perkotaan dan perdesaan
juga dilakukan dengan memperhatikan kebutuhan khusus di kawasan permukiman. Kebutuhan
khusus tersebut dikarenakan lokasi dan posisi geografis kawasan permukiman membutuhkan
penanganan yang berbeda (seperti berada di kawasan perbatasan atau kawasan rawan bencana)
atau pun merupakan kawasan permukiman yang mendukung pengembangan kawasan strategis
tertentu (seperti sektor kemaritiman, pariwisata, dll).
Selain itu mengingat hampir seluruh wilayah di Indonesia memiliki risiko tinggi terhadap
bencana maka, diperlukan penguatan kemampuan mitigasi dan penanganan daerah bencana,
terutama daerah dengan risiko kebencanaan tinggi untuk meningkatkan kewaspadaan bencana
dan mencegah risiko bencana. Penyelenggaraan kawasan permukiman yang ditujukan untuk
memenuhi hak warga negara atas tempat tinggal yang layak dalam lingkungan yang sehat, aman,
serasi, dan teratur serta menjamin kepastian bermukiman dengan demikian dilakukan dengan
pengarusutamaan pengurangan risiko bencana dalam penyelenggaraan kawasan permukiman.
Berdasarkan arah kebijakan pembangunan nasional, baik secara khusus untuk Bidang Penyediaan
Sarana dan Prasarana maupun untuk Bidang Pembangunan Wilayah dan Tata Ruang, Pemerintah
telah menetapkan target-target yang harus dicapai dalam penyelenggaraan kawasan permukiman
pada tahap jangka menengah 2015-2019. Untuk penyelenggaraan kawasan permukiman
ditetapkan target-target yang terkait dengan pemenuhan kawasan permukiman yang berkualitas
dan layak huni, baik di kawasan perkotaan dan perdesaan maupun pada kawasan permukiman
yang memiliki karakter dan kebutuhan khusus seperti perbatasan, rawan bencana, dan kawasan
strategis lainnya yang menjadi sektor prioritas. Apabila dikaitkan dengan tipologi kawasannya,
maka target pembangunan dan pengembangan kawasan permukiman untuk tahun 2015 – 2019,
secara ringkas teridentifikasi sebagaimana tabel 3.1.
48 Rencana Strategis
Tabel 3.1
Target Pembangunan dan Pengembangan Kawasan Permukiman Tahun 2015-2019
Perwujudan permukiman yang layak huni dan berkelanjutan tidak dapat dilepaskan dari upaya
pencapaian target pembangunan sebagaimana yang diamanatkan dalam RPJMN. Dalam
implementasinya dilakukan melalui 3 (tiga) pendekatan utama pembangunan dalam bidang
Cipta Karya yakni membangun sistem, memfasilitasi Pemerintah Daerah, dan membangun
kapasitas masyarakat.
Gambar 3.3
Pendekatan dalam Pembangunan dan Pengembangan Permukiman
50 Rencana Strategis
Gambar 3.4
Perencanaan Permukiman di Daerah dan Keterkaitannya dengan Perencanaan Tata Ruang
PP Penyelenggaraan
Penataan Ruang
(PP No.15/2010)
Pasal 56
Kawasan Permukiman PENATAAN RUANG
RTRWN
RENCANA KAWASAN
RTRW Provinsi Rencana Induk Sektor
PERMUKIMAN
RTRW Kab/Kota
RTBL
RPIJM
Gambar 3.5
Mekanisme Penyelenggaraan Kawasan Permukiman
52 Rencana Strategis
Gambar 3.6
Kerangka Pemikiran Implementasi Pendekatan Fasilitasi Pemerintah Daerah
• Para pemangku kepentingan antara lain adalah masyarakat, swasta, lembaga keuangan,
Pemerintah dan pemerintah daerah. Kawasan permukiman terdiri dari penghuni
dan komponen fisik lainnya yang pembangunannya dapat dilakukan oleh masyarakat,
pemerintah maupun pihak swasta, dengan didukung oleh kebijakan, peraturan dan sistem
pembiayaan yang dibangun oleh Pemerintah, pemerintah daerah dan lembaga keuangan.
Gambar 3.7
Kerangka Pemikiran Implementasi Pendekatan Peningkatan Kapasitas dan Pemberdayaan Pemangku Kepentingan
54 Rencana Strategis
• Diperlukan upaya peningkatan peran dan kapasitas masyarakat untuk keberhasilan
dan kesinambungan hasil pembangunan dan pengembangan permukiman. Masyarakat
sebagai penghuni memiliki peran dalam perencanaan, pelaksanaan, dan pengelolaan
permukiman
• Masyarakat berhak mendapatkan bimbingan, penyuluhan, bantuan teknis dan fasilitasi
pemerintah daerah lainnya untuk peningkatan kesadaran dan keterlibatan dalam
pembangunan dan pengembangan permukiman
• Untuk mendorong peran masyarakat dalam pembangunan dan pengembangan
permukiman maka dibentuk Forum Pengembangan Perumahan dan Kawasan
Permukiman, sesuai amanat Undang-Undang No 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan
Kawasan Permukiman.
56 Rencana Strategis
2. Melakukan pengawasan (pemantauan, evaluasi, pelaporan) pembangunan untuk menjamin
tercapainya target RPJMN 2015-2019;
3. Memfasilitasi daerah dalam melaksanakan pengendalian pemanfaatan hasil pembangunan.
Gambar 3.9
Strategi Penanganan Permukiman Kumuh Menuju Kota Bebas Kumuh 2019
2. Menangani permukiman kumuh (baik daratan maupun pesisir) secara reguler pada kota/
kabupaten lainnya dengan tujuan pemenuhan Standar Pelayanan Perkotaan (SPP), mengacu
pada kebutuhan yang diajukan oleh pemerintah kota/kabupaten. Penanganan secara reguler
dilakukan melalui pendampingan, pemberian bantuan teknis dan/atau bimbingan teknis
serta bantuan pendanaan dalam pelaksanaan penanganan sesuai kewenangan Pemerintah
yang berdasarkan pengajuan dari pemerintah daerah.
3. Menyediakan prasarana, sarana dan utilitas kawasan permukiman perkotaan memenuhi
Standar Pelayaan Perkotaan (SPP) yang mengacu pada Rencana Kawasan Permukiman (RKP).
58 Rencana Strategis
Upgrading and Shelter Project). Dengan demikian setidaknya terdapat 333 kota/kabupaten yang
secara reguler akan ditangani oleh Direktorat Pengembangan Kawasan Permukiman. Penurunan
luasan permukiman kumuh perkotaan dan pemeliharaan hasil penanganan secara berkelanjutan
turut mendukung terpenuhinya Standar Pelayanan Perkotaan (SPP) di seluruh kota/kawasan
perkotaan untuk mewujudkan Kota Layak Huni.
Hasil pelaksanaan perintisan Inkubasi Kota Baru Publik akan menjadi landasan bagi
pengembangan kota/kawasan perkotaan lainnya hingga mencapai target perwujudan Kota
Berkelanjutan di seluruh Indonesia.
60 Rencana Strategis
melakukan mitigasi yang diperlukan (misal, pembangunan kolam retensi untuk pengendali
banjir).
2. Mengurangi kerentanan fisik (bangunan dan PSU). Langkah yang dilakukan adalah dengan
menerapkan standar bangunan dan lingkungan serta PSU yang sesuai dengan tipe
bahaya; melakukan penataan bangunan dan lingkungan untuk memperkecil ancaman dan
meningkatkan ketahanan; atau melakukan pemindahan lokasi permukiman yang berisiko
tinggi ke kawasan yang aman dari bencana.
3. Meningkatkan kapasitas (peraturan, masyarakat, lembaga). Langkah yang dilakukan adalah
menyediakan NSPK untuk berbagai tipe bencana sesuai karakteristik ancaman bencana;
meningkatkan pengetahuan dan kemampuan pemerintah daerah mengenai pembangunan
tanggap bencana serta meningkatkan pengetahuan dan kemampuan masyarakat agar
menjadi masyarakat tangguh bencana.
4. Meningkatkan kualitas/rehabilitasi permukiman di kawasan pasca bencana. Pelaksanaan
penanganan pasca bencana dimulai dari masa tanggap darurat melalui pemulihan kondisi
serta rehabilitasi dan rekonstruksi.
Tabel 3.2
Kerangka Regulasi Penyelenggaraan Kawasan Permukiman
KEBUTUHAN REGULASI URGENSI
62 Rencana Strategis
KEBUTUHAN REGULASI URGENSI
dibutuhkannya regulasi didasarkan pada amanat UU No. 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan
Kawasan Permukiman dan peraturan perundang-undangan turunannya serta kebutuhan untuk
penyelenggaraan kawasan permukiman yang terencana, menyeluruh, terpadu dan berkelanjutan.
Gambar 3.10
Pelaku dalam Penyediaan Hunian Layak Beserta PSU
Kemen PUPR,
Kemensos,
Kemen ATR,
Fasilitasi Peningkatan Pemda
Kualitas Hunian dan
Permukiman Kumuh
Kemen PUPR,
Kemen PUPR,
Kemenkeu, Fasilitasi Penyediaan Penyediaan
Kemenkes,
Pengembang, Hunian Baru dan PSU Infrastruktur Air
Kemen PDTT,
Perumnas, Pendukung PENYEDIAAN Minum dan Sanitasi
Pemda
Pemda, HUNIAN LAYAK
SMF (Sarana BESERTA
Multigriya Finansial) PRASARANA,
SARANA, DAN
UTILITAS
Kemen PUPR,
Kemen PUPR, Peningkatan
Peningkatan Kemenkes,
Kemen LHK Manajemen Layanan
Ketersediaan Air Kemenkeu,
Pemda, Air Minum dan
Baku PDAM,
Perhutani Sanitasi
Pemda
Di tingkat provinsi, penyelenggaraan kawasan permukiman dilakukan oleh SKPD terkait bidang
perumahan dan kawasan permukiman didukung oleh Satuan Kerja di tingkat provinsi sebagai
perpanjangan tangan Pemerintah dalam pelaksanaan tugasnya di daerah. Koordinasi antarpihak
di tingkat provinsi dilakukan melalui lembaga koordinasi berupa Pokja PKP Provinsi yang
beranggotakan SKPD terkait di tingkat provinsi. Pemerintah provinsi berperan dalam menyediakan
peraturan dan kebijakan tingkat provinsi, memberikan dukungan kepada pemerintah kota/
kabupaten, serta dalam mengalokasikan dana dan program untuk penyelenggaraan permukiman
lintas kota/kabupaten atau pun di dalam lingkup wilayah administrasi kota/kabupaten tetapi
merupakan kewenangan pemerintah provinsi.
64 Rencana Strategis
tingkat kota/kabupaten, menyediakan perencanaan kawasan permukiman dan rencana aksi
tematik, mengalokasikan pendanaan dan pemrograman pembangunan permukiman, pelaksana
pembangunan, serta melakukan pembinaan kepada masyarakat.
Selain pemerintah, pelaku lainnya yang terlibat adalah masyarakat dan pihak swasta/dunia usaha.
Masyarakat sebagai subjek pembangunan kawasan permukiman terlibat dalam seluruh tahapan
penyelenggaraan, mulai dari perencanaan, pembangunan, pemanfaatan hingga pengendalian.
Keterlibatan masyarakat dilakukan melalui pendekatan partisipatif berwawasan kemasyarakatan
sehingga ada kesetaraan posisi antarpelaku pembangunan (masyarakat-pemerintah-swasta).
Masyarakat diwakili melalui BKM (Badan Keswadayaan Masyarakat) atau lembaga sejenis yang
telah dibangun. Pihak swasta/dunia usaha dapat terlibat dalam pelaksanaan pembangunan,
baik melalui pembangunan kawasan maupun pembangunan komponen kawasan permukiman
serta berperan sebagai lembaga keuangan. Selain pihak masyarakat sebagai penghuni dan pihak
swasta/dunia usaha diperlukan pula keterlibatan pihak lainnya seperti lembaga keilmuan dalam
memberikan pendampingan kepada pemerintah daerah dan masyarakat serta mengembangkan
inovasi-inovasi penyelenggaraan kawasan permukiman.
Di tingkat pusat dalam lingkungan Direktorat Jenderal Cipta Karya, Direktorat Pengembangan
Kawasan Permukiman sebagai unit yang bertanggung jawab terhadap penyelenggaraan kawasan
permukiman perkotaan, perdesaan dan khusus bekerja sama dan berkoordinasi dengan unit
teknis lainnya yang bertanggung jawab dalam pelayanan air minum, sanitasi, dan bina penataan
66 Rencana Strategis
Gambar 3.11
Struktur Organisasi Satker Penyelenggara Kegiatan Pengembangan Kawasan Permukiman
70 Rencana Strategis
Sembilan sasaran tersebut di atas dilaksanakan sampai dengan tahun 2019 melalui serangkaian
kegiatan pengaturan, pembinaan, pelaksanaan dan pengawasan penyelenggaraan kawasan
permukiman. Lingkup dan indikasi kegiatan untuk kesembilan sasaran tersebut adalah sebagai
berikut.
Tabel 4.1
Sasaran dan Indikasi Kegiatan Penyelenggaraan Kawasan Permukiman
72 Rencana Strategis
SASARAN INDIKASI KEGIATAN
Pembangunan dan Fasilitasi pelaksanaan penanganan kumuh perkotaan bidang fisik, meliputi:
Pengembangan • Penyusunan DED Penanganan Kawasan
Kawasan Perkotaan • Peningkatan kualitas PSU perumahan dan permukiman (jalan, jembatan,
dermaga, air minum, air limbah, persampahan, drainase, pencegahan
kebakaran)
• Penataan lingkungan (penyediaan ruang terbuka publik)
Fasilitasi kota dan Fasilitasi penyediaan PSU permukiman perkotaan untuk memenuhi Standar
kawasan perkotaan Pelayanan Perkotaan (SPP) mengacu pada Rencana Kawasan Permukiman
dalam pemenuhan SPP (RKP) Kota/Kabupaten
dan pengembangan
Kota Layak Huni, Kota
Hijau, dan Kota Cerdas
Perintisan inkubasi Fasilitasi penyediaan PSU permukiman perkotaan di kota baru publik
kota baru berdasarkan prinsip pemenuhan Standar Pelayanan Perkotaan (SPP),
pembangunan kota hijau dan kota cerdas
Pendampingan Edukasi massa mengenai permukiman layak huni dan berkelanjutan
Pemberdayaan Fasilitasi keterlibatan masyarakat dalam perencanaan, pembangunan,
Masyarakat pemanfaatan, dan pengendalian pembangunan kawasan permukiman
perkotaan
Pelatihan bidang permukiman untuk masyarakat, terkait perencanaan,
pelaksanaan, dan pengelolaan hasil
Pendampingan Fasilitasi pemerintah daerah dalam pembentukan lembaga komunitas/
Pemberdayaan masyarakat dalam pembangunan dan pengembangan permukiman
Masyarakat Fasilitasi pemerintah daerah dalam pembentukan Kampung Tangguh Bencana
Pembangunan dan Fasilitasi pembangunan perumahan dan PSU permukiman (jalan, air minum,
Pengembangan drainase, air limbah, persampahan, energi) sesuai SPM dengan pendekatan
Kawasan Perdesaan pemberdayaan masyarakat berdasarkan Rencana Aksi dan Memorandum
Program
Fasilitasi pembangunan sarana dan prasarana produksi, diantaranya jalan,
jembatan, terminal agro dan pasar agro (pertanian), atau dermaga, tambatan
perahu, TPI (pesisir)
Fasilitasi pembangunan sarana dan prasarana pendukung konektivitas desa –
kota : jalan lingkungan, jalan usaha tani, jalan poros desa, dermaga, terminal
dan pasar
74 Rencana Strategis
bidang pengembangan kawasan permukiman, meliputi Peraturan Pemerintah, Peraturan
Presiden, Peraturan Menteri, Keputusan Menteri dan Surat Edaran.
Dengan disusun, ditetapkan serta disosialisasikan dan dimanfaatkannya NSPK bidang
pengembangan kawasan permukiman diharapkan penyelenggaraan permukiman baik
secara nasional maupun di daerah diselenggarakan sesuai dengan kebijakan, norma, standar,
prosedur dan kriteria yang ditetapkan secara nasional.
Pembinaan dilakukan kepada pemerintah daerah provinsi dan kabupaten/kota dalam rangka
meningkatkan kapasitas pemerintah daerah, terutama pemerintah kabupaten/kota, untuk
mampu menjadi nakhoda dalam penyelenggaraan kawasan permukiman di wilayahnya.
Dengan demikian peran pembinaan dari Pemerintah sangat besar terhadap keberhasilan
pencapaian perwujudan permukiman yang layak huni bahkan berkelanjutan.
Upaya penurunan luasan permukiman kumuh perkotaan (daratan dan pesisir) merupakan
upaya bersama seluruh pelaku untuk menangani keseluruhan aspek yang menjadi gejala dan
penyebab terjadinya permukiman kumuh, yaitu aspek PSU permukiman, ancaman bencana,
legalitas lahan, kesehatan, sosial, budaya, dan ekonomi kawasan dan penghuni. Dalam jangka
4. Fasilitasi kota dan kawasan perkotaan dalam pemenuhan SPP dan pengembangan Kota
Layak Huni, Kota Hijau, dan Kota Cerdas.
Indikator kinerja yang ditetapkan untuk sasaran kegiatan ini adalah terselenggaranya fasilitasi
kota dan kawasan perkotaan dalam pemenuhan SPP dan pengembangan Kota Layak Huni,
Kota Hijau*, dan Kota Cerdas* di 18 kota otonom sedang, 12 kawasan perkotaan metropolitan,
dan 744 kota/kawasan perkotaan. Sasaran kegiatan ini merupakan kegiatan lintas direktorat
bersama Direktorat Bina Penataan Bangunan, dimana Direktorat Bina Penataan Bangunan
fokus pada pengembangan Kota Hijau dan Kota Cerdas.
Terpenuhinya Standar Pelayanan Perkotaan (SPP) dalam bentuk sarana prasarana permukiman,
transportasi publik, sarana prasarana kesehatan, sarana prasarana pendidikan, sarana prasarana
sosial budaya, sarana prasarana ekonomi, dan sarana prasarana keamanan pada kota dan
kawasan perkotaan di Indonesia merupakan target bersama seluruh pihak yang terlibat dalam
pembangunan perkotaan. Dalam lingkup Direktorat Jenderal Cipta Karya, pemenuhan Standar
Pelayanan Perkotaan (SPP) dilakukan oleh semua unit teknis terkait dengan pengembangan
kawasan permukiman, penyediaan pelayanan air minum, penyediaan pelayanan sanitasi, dan
penyelenggaraan bangunan gedung.
76 Rencana Strategis
Terlaksananya fasilitasi kota dan kawasan perkotaan oleh Direktorat Pengembangan Kawasan
Permukiman dalam pemenuhan Standar Pelayanan Perkotaan (SPP) dan Kota Layak Huni
dalam jangka menengah ini diidentifikasi melalui:
(1) tersedianya Rencana Kawasan Permukiman (RKP) kota/kabupaten sebagai acuan
penyusunan rencana pembangunan dan pengembangan perumahan serta rencana
induk masing-masing sektor. Dengan tersedianya acuan ini maka penyediaan hunian
dan PSU permukiman yang dilakukan oleh masing-masing sektor dapat dilaksanakan
secara terpadu dan berkualitas untuk berkontribusi dalam pemenuhan Standar Pelayanan
Perkotaan (SPP);
(2) terlaksananya penyediaan prasarana dan sarana permukiman perkotaan sesuai tugas dan
fungsi Direktorat Pengembangan Kawasan Permukiman, yang disediakan berdasarkan
kebutuhan pemenuhan Standar Pelayanan perkotan (SPP) pada target sasaran.
Kota baru publik adalah kota/kawasan perkotaan yang mandiri dan terpadu di sekitar kota atau
kawasan perkotaan metropolitan di luar Pulau Jawa–Bali yang diperuntukkan bagi masyarakat
berpenghasilan menengah ke bawah serta diarahkan sebagai pengendali (buffer) urbanisasi
di kota atau kawasan perkotaan metropolitan di luar Pulau Jawa-Bali. Pengembangan kota
baru publik merupakan bagian dari upaya mewujudkan sistem perkotaan untuk pengurangan
kesenjangan antarwilayah sekaligus mempercepat perwujudan Kota Masa Depan yang aman,
nyaman, layak huni, hijau dan berketahanan, serta cerdas dan berdaya saing.
Pengembangan kota baru publik dilakukan melalui kegiatan penyediaan PSU permukiman;
penyediaan ruang terbuka; pengembangan bangunan hijau; pengembangan energi hijau;
penggunaan Teknologi Informasi Komunikasi (TIK) dalam sistem transportasi, perizinan, dan
perekonomian; serta peningkatan infrastruktur sosial dan ekonomi berbasis TIK. Terlaksananya
perintisan inkubasi kota baru dalam jangka menengah diidentifikasi melalui tersedianya
dokumen DED (Detailed Engineering Design) di 10 kota baru publik dan terlaksananya
penyediaan PSU permukiman sesuai tugas dan fungsi Direktorat Pengembangan Kawasan
Permukiman.
78 Rencana Strategis
baik perbatasan darat maupun laut (pulau-pulau kecil terluar berpenduduk), perlu
mempertimbangkan interaksi antara kawasan perbatasan dengan negara tetangga. Dengan
demikian meningkatnya kualitas permukiman di kawasan ini diidentifikasi melalui tersedianya
Rencana Kawasan Permukiman (RKP) termasuk perencanaan dan pemrograman permukiman
perbatasan yang disusun bersama masyarakat hingga DED (Detailed Engineering Design);
terlaksananya penyediaan PSU permukiman serta prasarana dan sarana pengembangan
ekonomi kawasan juga perbatasan sesuai tugas dan fungsi Direktorat Pengembangan
Kawasan Permukiman.
9. Layanan Perkantoran.
Indikator kinerja yang ditetapkan untuk sasaran kegiatan ini adalah terselenggaranya 60
bulan layanan pendukung kegiatan Pengaturan, Pembinaan, Pengawasan, dan Pelaksanaan
pengembangan kawasan permukiman.
Tabel 4.2
Target Kinerja Direktorat Pengembangan Kawasan Permukiman
TARGET RENSTRA TOTAL ALOKASI
SASARAN INDIKATOR KINERJA SATUAN 2015-2019 PENDEKATAN
2015 2016 2017 2018 2019 TOTAL (RP MILIAR)
Sasaran : Meningkatnya kontribusi terhadap pemenuhan kebutuhan hunian dan permukiman yang layak
46.448
Kegiatan : Pengaturan, Pembinaan, dan Pelaksanaan Pengembangan Kawasan Permukiman
Terselenggaranya 60
bulan layanan pendukung
kegiatan pengaturan,
Fasilitasi Pemda Provinsi/
Layanan Perkantoran pembinaan, pengawasan, Bulan 12 12 12 12 12 60 456
Kab/Kota
dan pelaksanaan
pengembangan kawasan
permukiman
Tersusunnya NSPK bidang
Peraturan Pengembangan Fasilitasi Pemda Provinsi/
pengembangan kawasan NSPK 2 2 2 2 2 10 45
Kawasan Permukiman Kab/Kota
permukiman
Terselenggaranya
Pembinaan dan pembinaan, dan
Pengawasan pengawasan Fasilitasi Pemda Provinsi/
kab/kota 507 507 507 507 507 507 1.200
Pengembangan Kawasan pengembangan Kab/Kota
Permukiman permukiman di 507 kab/
kota
Pembangunan dan Meningkatnya kualitas
Membangun Sistem
Pengembangan Kawasan permukiman di 38.341 Ha Ha 2.680 9.300 9.500 8.900 8.051 38.431 36.264
Permukiman
Perkotaan daerah perkotaan
Pembangunan dan Meningkatnya kualitas
Membangun Sistem
Pengembangan Kawasan permukiman di 78.384 Ha Ha 47.530 7.683 7.501 7.835 7.835 78.384 4.500
Permukiman
Perdesaan daerah perdesaan
Pembangunan dan Meningkatnya kualitas
Membangun Sistem
Pengembangan Kawasan permukiman di 3.099 Ha Ha 266 500 667 833 833 3.099 950
Permukiman
Khusus kawasan khusus
Terselenggaranya penataan
Penataan Kawasan
kawasan permukiman Memberdayakan
Permukiman Berbasis Kelurahan 11.067 11.067 11.067 11.067 11.067 11.067 2.228
berbasis masyarakat di masyarakat
Masyarakat
11.067 kelurahan
Terselenggaranya
fasilitasi kota dan
Fasilitasi Kota dan
kawasan perkotaan dalam 6 kota, 4 kawasan 18 kota, 12 kawasan
Kawasan Perkotaan dalam 6 kota, 4 kawasan 6 kota, 4 kawasan
pemenuhan SPP dan perkotaan metropolitan, perkotaan metropolitan, Fasilitasi Pemda Provinsi/
Pemenuhan SPP dan Kab/Kota 0 0 perkotaan metropolitan, 356 perkotaan metropolitan, 194 625
pengembangan Kota Layak 194 kota/kawasan 744 kota/kawasan Kab/Kota
Pengembangan Kota Layak kota/kawasan perkotaan kota/kawasan perkotaan
Huni di 18 kota, 12 kawasan perkotaan perkotaan
Huni
Halaman Sisipan
perkotaan metropolitan, 744
kota/kawasan perkotaan
Perintisan Inkubasi Kota Terselenggaranya perintisan Fasilitasi Pemda Provinsi/
Kab/Kota 0 2 3 3 2 10 180
Baru inkubasi di 10 kota baru Kab/Kota
80 Rencana Strategis
4.2 KERANGKA PENDANAAN
Pembiayaan yang diperlukan untuk penyelenggaraan kawasan permukiman hampir seluruhnya
bersumber dari pendanaan pemerintah (pusat dan daerah) dan sisanya dapat diusahakan dari
pihak-pihak yang terkait yaitu masyarakat dan/atau swasta. Pendanaan pemerintah masih
memegang peranan sentral bagi pelaksanaan pembangunan kawasan permukiman.
A. Pendanaan Pemerintah
1. APBD
APBD merupakan sumber pendanaan pembangunan yang berasal dari daerah. Penyaluran
dana pembangunan melalui APBD Kabupaten/Kota ataupun dari APBD Provinsi seperti terlihat
pada gambar-gambar berikut ini
Gambar 4.1
Penyaluran Dana Pembangunan melalui APBD Kabupaten/kota
Gambar 4.2
Penyaluran Dana Pembangunan melalui APBD Provinsi
a. Bantuan Keuangan
Pemerintah Provinsi atau Pemerintah Kabupaten/Kota dapat menganggarkan bantuan
keuangan kepada pemerintah daerah lainnya dan kepada desa. Pemberian bantuan
keuangan dapat bersifat umum dan bersifat khusus. Bantuan keuangan yang bersifat
umum digunakan untuk mengatasi kesenjangan fiskal. Bantuan keuangan yang bersifat
khusus digunakan untuk membantu capaian kinerja program prioritas pemerintah daerah/
desa penerima bantuan keuangan sesuai dengan urusan pemerintahan yang menjadi
kewenangan penerima bantuan. Pemanfaatan bantuan keuangan yang bersifat khusus
ditetapkan terlebih dahulu oleh pemberi bantuan (Lampiran Permendagri Nomor 37 tahun
2012 tentang Pedoman Penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Tahun
2013).
b. Hibah
Hibah adalah pemberian uang/barang atau jasa dari pemerintah daerah, dan bersifat
tidak wajib dan tidak mengikat, serta tidak secara terus menerus yang bertujuan untuk
menunjang penyelenggaraan urusan pemerintah daerah. Hibah dari pemerintah daerah ke
pemerintah daerah lainnya, yaitu diberikan kepada daerah otonom baru hasil pemekaran
daerah sebagaimana diamanatkan peraturan perundang-undangan (Permendagri Nomor
32 tahun 2011 tentang Pedoman Pemberian Hibah dan Bantuan Sosial Yang Bersumber
Dari Anggaran Pendapatan Dan Belanja Daerah pasal 6 ayat 2).
c. Pinjaman Daerah
Pinjaman daerah adalah semua transaksi yang mengakibatkan Daerah menerima sejumlah
82 Rencana Strategis
uang atau menerima manfaat yang bernilai uang dari pihak lain sehingga Daerah tersebut
dibebani kewajiban untuk membayar kembali. Pinjaman daerah harus merupakan insiatif
pemerintah daerah dalam rangka melaksanakan kewenangan pemerintah daerah sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pinjaman jangka panjang dapat
bersumber dari Pemerintah, pemerintah daerah lain, lembaga keuangan bank, lembaga
keuangan bukan bank, dan masyarakat. Pinjaman jangka panjang dapat digunakan
untuk membiaya kegiatan investasi prasarana dan/atau sarana dalam rangka penyediaan
pelayanan publik yang memberikan manfaat ekonomi dan sosial. Pinjaman daerah diatur
dalam Peraturan Pemerintah No. 30 Tahun 2011 tentang Pinjaman Daerah.
Gambar 4.3
Penyaluran Dana Pembangunan melalui APBN
2. APBN
APBN merupakan sumber pendanaan pembangunan yang berasal dari pusat. Penyaluran
dana pembangunan melalui APBN seperti terlihat pada gambar 4.3.
Pendanaan urusan pemerintah yang bersumber dari APBN secara garis besar dapat dibagi
menjadi 2 (dua) bagian besar, yaitu (i) bagian anggaran yang ditransfer ke daerah (APBD
Provinsi dan APBD Kabupaten/Kota), serta (ii) bagian anggaran melalui belanja kementerian.
c. Belanja Kementerian
Pembangunan melalui dana belanja Kementerian dilaksanakan berdasarkan kebijakan,
rencana/program dan anggaran yang ditetapkan oleh masing-masing kementerian.
84 Rencana Strategis
Pendanaan yang berasal dari pinjaman atau hibah luar negeri diatur melalui Peraturan
Pemerintah Nomor 10 Tahun 2011 tentang Tata Cara Pengadaan Pinjaman Luar Negeri dan
Penerimaan Hibah, dan Peraturan Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Bappenas/
Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Nomor 4 Tahun 2011 tentang Tata
Cara Perencanaan, Pengajuan Usulan, Penilaian, Pemantauan, dan Evaluasi Kegiatan Yang
Dibiayai Dari Pinjaman Luar Negeri dan Hibah.
Khusus untuk perusahaan milik negara (BUMN), tanggung jawab sosial perusahaan
dilakukan melalui Program Kemitraan dan Bina Lingkungan (PKBL), dimana Program
Bina Lingkungan dapat membiayai pembangunan infrastruktur kawasan permukiman.
Pemanfaatan dana PKBL BUMN diatur melalui Peraturan Menteri BUMN Nomor 05/
MBU/2007 tentang Program Kemitraan Badan Usaha Milik Negara Dengan Usaha Kecil dan
Program Bina Lingkungan.
Mengacu kepada arah kebijakan, strategi serta sasaran dan target kinerja penyelenggaraan
kawasan permukiman oleh Direktorat Pengembangan Kawasan Permukiman, kegiatan
penyelenggaraan kawasan permukiman pada dasarnya dapat dibagi menjadi 3 (tiga) kelompok
kegiatan dengan pembagian peran dalam pembiayaan sebagai berikut:
(1) Penyiapan landasan operasional, meliputi kegiatan pengaturan yang menghasilkan NSPK
bidang pengembangan kawasan permukiman. Pembiayaan untuk kegiatan ini berasal dari
sumber pembiayaan (pendanaan) konvensional, yaitu APBN yang dikelola oleh Direktorat
Pengembangan Kawasan Permukiman.
(2) Penyiapan stakeholder, monitoring dan evaluasi serta pelaporan, meliputi kegiatan pembinaan,
pengawasan, dan pendampingan masyarakat. Pembiayaan untuk kegiatan pembinaan dan
pengawasan berasal dari sumber pembiayaan (pendanaan) konvensional, yaitu APBN yang
dikelola oleh Direktorat Pengembangan Kawasan Permukiman. Pendampingan kepada
masyarakat dalam pembangunan permukiman di perkotaan dapat bersumber dari APBN,
APBD bahkan CSR.
(3) Pelaksanaan atau operasionalisasi kegiatan pengembangan kawasan permukiman, meliputi
pelaksanaan pembangunan kawasan permukiman di perkotaan, perdesaan dan kawasan
yang berkebutuhan khusus.
86 Rencana Strategis
Pembiayaan (pendanaan) untuk pelaksanaan pembangunan permukiman di kawasan
perkotaan (daratan dan pesisir) yang difasilitasi oleh Direktorat Pengembangan Kawasan
Permukiman, baik untuk peningkatan kualitas permukiman kumuh maupun pemenuhan
Standar Pelayanan Perkotaan (SPP) dan Kota Layak Huni, dapat berasal dari sumber
konvensional melalui APBN Rupiah Murni dan/atau PHLN. Selain sumber tersebut kegiatan
peningkatan kualitas permukiman kumuh dan pemenuhan SPP dan Kota Layak Huni dapat
pula bersumber dari APBD provinsi dan kabupaten/kota juga Kementerian/Lembaga terkait
lainnya serta sumber inkonvensional melalui CSR, Kerjasama Pemerintah-Swasta (KPS), dan/
atau masyarakat.
Mengacu pada Undang-Undang No. 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman,
peningkatan kualitas permukiman kumuh dilakukan melalui pola-pola penanganan yaitu: a)
pemugaran, b) peremajaan, dan c) pemukiman kembali. Berdasarkan jenis-jenis penanganan
tersebut maka jenis peningkatan kualitas kawasan permukiman yang dapat dilaksanakan dengan
pola pembiayaan inkonvensional adalah penanganan berupa peremajaan kawasan permukiman.
Pra-syarat agar dapat dilaksanakannya pembiayaan tersebut adalah permukiman kumuh yang
akan ditangani di dalam RTRW diperuntukkan bagi kawasan permukiman atau diperuntukkan
bagi kawasan campuran atau mix-used antara permukiman dengan perdagangan dan jasa.
Pola pembiayaan tersebut dipengaruhi oleh aspek kepemilikan lahan pada kawasan permukiman
kumuh yang akan ditangani. Berdasarkan kepemilikan lahannya maka pola pembiayaan
penanganan permukiman kumuh perkotaan adalah sebagai berikut.
88 Rencana Strategis
konsesi dengan masa konsesi sesuai dengan peraturan dan perundang-undangan, dan
setelah berakhir seluruh asset yang dibangun diserahkan kepada pemerintah (daerah).
- Peruntukan bagi kawasan permukiman diarahkan kepada Rumah Sewa dan/atau Rumah
Susun Sewa, dimana strategi pembiayaan untuk pengembangan kawasan melalui
Kerjasama Pemerintah dengan Swasta (KPS) dengan kontrak konsesi yang menyatu dengan
kawasan perdagangan dan jasa
Lebih jelas mengenai pola pembiayaan pengembangan kawasan permukiman pada lahan
milik pemerintah ini dapat dilihat pada gambar berikut ini.
Gambar 4.4
Skema Pembiayaan Pengembangan Kawasan Permukiman melalui Pola KPS pada Lahan Milik Pemeirintah
Pada prinsipnya model land sharing ini dilakukan pada kondisi yang luas lahannya mencukupi
atau memungkinkan. Masyarakat pemegang hak atas tanah menyerahkan/merelakan
sebagian tanahnya untuk diatur, misalnya dipakai untuk fasilitas lingkungan atau fasilitas
umum untuk memenuhi kelayakan suatu kawasan.
90 Rencana Strategis
Prinsip dasar konsolidasi lahan adalah:
- Kegiatan konsolidasi lahan membiayai dirinya sendiri.
- Adanya land polling yang juga merupakan ciri khas konsolidasi lahan.
- Hak atas tanah sebelum dan sesudah konsolidasi tidak berubah menjadi lebih tinggi atau
lebih rendah.
- Melibatkan peran serta secara aktif para pemilik tanah.
- Tanah yang diberikan kembali pada pemilik mempunyai nilai yang lebih tinggi dari pada
sebelum konsolidasi tanah.
Rencana Strategis (Renstra) Direktorat Pengembangan Kawasan Permukiman Tahun 2015 – 2019
merupakan penjabaran arahan dan pelaksanaan program pengembangan kawasan permukiman
dalam mendukung tujuan dan sasaran strategis Direktorat Jenderal Cipta Karya, terutama pada
indikator sebagai tujuan strategis dari Direktorat Pengembangan Kawasan Permukiman yaitu
“Meningkatnya kontribusi terhadap pemenuhan kebutuhan hunian dan permukiman yang
layak”.
94 Rencana Strategis
Kebijakan dan strategi pada masing-masing tipologi permukiman disesuaikan dengan arahan
dan target yang ada di RPJMN 2015-2019. Pada kawasan permukiman di perkotaan, kebijakan
yang diamanatkan adalah Peningkatan kualitas permukiman dan pemenuhan Standar Pelayanan
Perkotaan (SPP) dalam rangka mengembangkan perkotaan layak huni dengan strategi untuk
penanganan permukiman kumuh di daratan dan pesisir serta penyediaan prasarana, sarana
dan utilitas kawasan permukiman perkotaan memenuhi Standar Pelayaan Perkotaan (SPP)
yang mengacu pada Rencana Kawasan Permukiman (RKP). Pada kawasan permukiman di
perdesaan, kebijakan yang diamanatkan adalah percepatan peningkatan pelayanan prasarana,
sarana dan utilitas permukiman perdesaan dengan strategi untuk memenuhi Standar Pelayanan
Minimal (SPM) serta untuk mendukung pengembangan ekonomi kawasan. Pada kawasan
permukiman dengan karakter khusus, kebijakan yang diamanatkan adalah Pembangunan
dan pengembangan kawasan permukiman yang berkualitas dengan strategi mendukung
pengembangan ekonomi dan peningkatan kualitas hidup masyarakat yang tinggal di kawasan
perbatasan, pengarusutamaan pengurangan risiko bencana, dan dukungan fasilitas pendukung
permukiman di destinasi pariwisata nasional.
Penyelenggaraan kawasan permukiman tentunya dapat berjalan dengan baik jika dilaksanakan
oleh stakeholder yang terlibat secara konsisten dan berkomitmen penuh dalam pengembangan
kawasan permukiman. Pemerintah Pusat bersama pemerintah daerah, pemerintah kab/kota,
sektor swasta, masyarakat serta stakeholder lain diharapkan dapat menjalankan koordinasi peran
dan fungsi masing-masing untuk mendukung penyelenggaraan kawasan permukiman untuk
menuju permukiman yang layak huni dan berkelanjutan.
Akhir kata, Renstra Direktorat Pengembangan Kawasan Permukiman Tahun 2015 – 2019
ini diharapkan dapat menjadi pedoman dalam melaksanakan penyelenggaraan kawasan
permukiman untuk memenuhi tujuan strategis Direktorat Pengembangan Kawasan Permukiman
yaitu “Meningkatnya kontribusi terhadap pemenuhan kebutuhan hunian dan permukiman
yang layak”.
LAMPIRAN
TARGET SASARAN PENYELENGGARAAN KAWASAN PERMUKIMAN
11 Kampung Nelayan
1. Kawasan Indah, Kota Medan
2. Kawasan Sumber Jaya, Kota Bengkulu
3. Kawasan Karangsong, Kota Indramayu
4. Kawasan Tegalsari, Kota Tegal
5. Kawasan Tambaklorok, Kota Semarang
6. Kawasan Morodemak, Kota Demak
7. Kawasan Kampung Beting, Kota Pontianak
8. Kawasan Kuin, Kota Banjarmasin
9. Kawasan Untia, Kota Makassar
10. Kawasan Lasiana, Kota Kupang
11. Kawasan Hamadi, Kota Jayapura
98 Rencana Strategis
333 Kab/Kota Penanganan Permukiman Kumuh
No Provinsi Kabupaten/Kota
Nangroe Aceh D.
1 Kota Banda Aceh
2 Kabupaten Aceh Barat
3 Kota Sabang
4 Kabupaten Aceh Besar
5 Kota Langsa
6 Kabupaten Simeulue
7 Kabupaten Aceh Tamiang
8 Kabupaten Aceh Timur
9 Kabupaten Bireuen
10 Kabupaten Aceh Tenggara
11 Kabupaten Bener Meriah
12 Kabupaten Aceh Utara
13 Kabupaten Aceh Barat Daya
14 Kabupaten Nagan Raya
15 Kabupaten Gayo Lues
16 Kabupaten Pidie Jaya
17 Kota Lhokseumawe
18 Kota Subulussalam
19 Kabupaten Aceh Tengah
20 Kabupaten Pidie
21 Kabupaten Aceh Selatan
22 Kabupaten Aceh Jaya
Sumatera Utara
1 Kota Medan
2 Kota Binjai
3 Kota Tanjung Balai
4 Kabupaten Serdang Bedagai
5 Kabupaten Batu Bara
6 Kabupaten Deli Serdang
No Provinsi Kabupaten/Kota
7 Kabupaten Dairi
8 Kota Sibolga
9 Kota Padangsidempuan
10 Kabupaten Humbang Hasundutan
SUMATERA BARAT
1 Kota Padang
2 Kabupaten Agam
3 Kabupaten Kepulauan Mentawai
4 Kabupaten Payakumbuh
5 Kabupaten Solok
6 Kota Bukittinggi
7 Kota Pariaman
8 Kabupaten Sijunjung
9 Kabupaten Dharmasraya
RIAU
1 Kota Pekanbaru
2 Kota Dumai
3 Kabupaten Rokan Hilir
4 Kabupaten Kampar
5 Kabupaten Rokan Hulu
6 Kabupaten Siak
7 Kabupaten Bengkalis
8 Kabupaten Indragiri Hulu
9 Kabupaten Indragiri Hilir
10 Kabupaten Kuantan Singingi
No Provinsi Kabupaten/Kota
KEPULAUAN RIAU
1 Kabupaten Bintan
2 Kabupaten Karimun
3 Kabupaten Lingga
4 Kabupaten Kep. Anambas
5 Kabupaten Natuna
6 Kota Tanjung Pinang
7 Kota Batam
JAMBI
1 Kabupaten Batanghari
2 Kabupaten Kerinci
3 Kota Jambi
4 Kabupaten Tanjung Jabung Barat
5 Kabupaten Sarolangun
7 Kabupaten Muaro Jambi
8 Kota Sungai Penuh
9 Kabupaten Bungo
10 Kabupaten Tanjung Jabung Timur
BENGKULU
1 Kota Bengkulu
2 Kabupaten Rejang Lebong
3 Kabupaten Bengkulu Utara
4 Kabupaten Bengkulu Selatan
5 Kabupaten Muko-Muko
6 Kabupaten Lebong
7 Kabupaten Bengkulu Tengah
8 Kabupaten Kepahiang
No Provinsi Kabupaten/Kota
SUMATERA SELATAN
1 Kota Palembang
2 Kabupaten Ogan Komering Ilir
3 Kota Lubuk Linggau
4 Kabupaten Banyuasin
5 Kabupaten Empat Lawang
6 Kota Prabumulih
7 Kabupaten Musi Banyuasin
8 Kabupaten Lahat
9 Kota Pagaralam
10 Kabupaten Ogan Komering Ulu
BANGKA BELITUNG
1 Kota Pangkal Pinang
2 Kabupaten Bangka Barat
3 Kabupaten Belitung Timur
4 Kabupaten Bangka
5 Kabupaten Belitung
6 Kabupaten Bangka Selatan
7 Kabupaten Bangka Tengah
LAMPUNG
1 Kota Bandar Lampung
2 Kota Metro
3 Kabupaten Lampung Tengah
4 Kabupaten Lampung Timur
5 Kabupaten Pringsewu
6 Kabupaten Tanggamus
7 Kabupaten Lampung Selatan
8 Kabupaten Pesawaran
9 Kabupaten Lampung Utara
10 Kabupaten Way Kanan
11 Kabupaten Lampung Barat
No Provinsi Kabupaten/Kota
No Provinsi Kabupaten/Kota
20 Kota Depok
21 Kota Banjar
22 Kabupaten Garut
23 Kabupaten Kuningan
JAWA TENGAH
1 Kota Semarang
2 Kabupaten Cilacap
3 Kota Surakarta
4 Kabupaten Kendal
5 Kabupaten Banyumas
6 Kabupaten Klaten
7 Kabupaten Sukoharjo
8 Kabupaten Grobogan
9 Kabupaten Purworejo
10 Kabupaten Boyolali
11 Kabupaten Pati
12 Kabupaten Magelang
13 Kabupaten Karanganyar
14 Kabupaten Semarang
15 Kabupaten Demak
16 Kabupaten Wonogiri
17 Kabupaten Brebes
18 Kota Pekalongan
19 Kabupaten Kebumen
20 Kota Tegal
21 Kabupaten Jepara
22 Kabupaten Blora
23 Kabupaten Wonosobo
24 Kabupaten Rembang
25 Kabupaten Pemalang
26 Kabupaten Sragen
No Provinsi Kabupaten/Kota
27 Kabupaten Pekalongan
28 Kabupaten Purbalingga
29 Kabupaten Batang
30 Kabupaten Tegal
31 Kabupaten Temanggung
32 Kabupaten Banjarnegara
DI YOGYAKARTA
1 Kabupaten Kulon Progo
2 Kota Yogyakarta
3 Kabupaten Sleman
4 Kabupaten Bantul
5 Kabupaten Gunung Kidul
JAWA TIMUR
1 Kota Pasuruan
2 Kabupaten Gresik
3 Kabupaten Sidoarjo
4 Kota Malang
5 Kabupaten Jombang
6 Kabupaten Lamongan
7 Kabupaten Pacitan
8 Kabupaten Bondowoso
9 Kota Kediri
10 Kabupaten Tuban
11 Kabupaten Lumajang
12 Kota Surabaya
13 Kota Probolinggo
14 Kabupaten Tulungagung
15 Kabupaten Ponorogo
16 Kabupaten Trenggalek
No Provinsi Kabupaten/Kota
KALIMANTAN BARAT
1 Kota Pontianak
2 Kota Singkawang
3 Kabupaten Sambas
4 Kabupaten Bengkayang
5 Kabupaten Landak
6 Kabupaten Mempawah
KALIMANTAN TENGAH
1 Kabupaten Barito Selatan
2 Kabupaten Sukamara
3 Kabupaten Kapuas
4 Kabupaten Pulang Pisau
5 Kota Palangkaraya
6 Kabupaten Kotawaringin Timur
7 Kabupaten Gunung Mas
8 Kabupaten Katingan
9 Kabupaten Lamandau
10 Kabupaten Barito Timur
11 Kabupaten Seruyan
KALIMANTAN SELATAN
1 Kota Banjarmasin
2 Kabupaten Hulu Sungai Utara
3 Kabupaten Banjar
4 Kabupaten Barito Kuala
5 Kabupaten Kotabaru
6 Kabupaten Balangan
7 Kota Banjar Baru
8 Kabupaten Hulu Sungai Selatan
9 Kabupaten Hulu Sungai Tengah
No Provinsi Kabupaten/Kota
KALIMANTAN TIMUR
1 Kota Bontang
2 Kota Samarinda
3 Kota Balikpapan
4 Kabupaten Kutai Kartanegara
5 Kabupaten Berau
6 Kabupaten Kutai Timur
KALIMANTAN UTARA
1 Kota Tarakan
2 Kabupaten Bulungan
3 Kabupaten Nunukan
SULAWESI UTARA
1 Kota Bitung
2 Kabupaten Bolang Mong Utara
3 Kabupaten Kepulauan Talaud
4 Kabupaten Kepulauan Sangihe
5 Kota Manado
6 Kota Kotamobagu
7 Kabupaten Minahasa Selatan
GORONTALO
1 Kota Gorontalo
2 Kabupaten Gorontalo
3 Kabupaten Gorontalo Utara
4 Kabupaten Pohuwato
5 Kabupaten Boalemo
SULAWESI TENGAH
1 Kota Palu
2 Kabupaten Tolitoli
3 Kabupaten Parigi Moutong
4 Kabupaten Donggala
5 Kabupaten Buol
No Provinsi Kabupaten/Kota
SULAWESI BARAT
1 Kabupaten Mamuju
2 Kabupaten Majene
3 Kabupaten Polewali Mandar
4 Kabupaten Mamuju Utara
SULAWESI SELATAN
1 Kota Palopo
2 Kabupaten Maros
3 Kabupaten Barru
4 Kabupaten Takalar
5 Kabupaten Toraja Utara
6 Kabupaten Wajo
7 Kabupaten Pinrang
8 Kabupaten Luwu Timur
9 Kabupaten Enrekang
10 Kota Pare - Pare
11 Kabupaten Sidenreng Rapang
12 Kabupaten Gowa
13 Kabupaten Luwu
14 Kabupaten Bone
15 Kota Makassar
16 Kabupaten Bulukumba
17 Kabupaten Kepulauan Selayar
18 Kabupaten Sinjai
SULAWESI TENGGARA
1 Kota Kendari
2 Kabupaten Kolaka
3 Kabupaten Konawe Utara
4 Kabupaten Wakatobi
5 Kabupaten Kolaka Utara
No Provinsi Kabupaten/Kota
6 Kabupaten Buton
7 Kabupaten Konawe
8 Kabupaten Muna
9 Kota Bau-Bau
10 Kabupaten Bombana
11 Kabupaten Buton Utara
12 Kabupaten Konawe Selatan
BALI
1 Kota Denpasar
2 Kabupaten Gianyar
3 Kabupaten Tabanan
4 Kabupaten Jembrana
5 Kabupaten Buleleng
6 Kabupaten Bangli
7 Kabupaten Klungkung
8 Kabupaten Karangasem
NUSA TENGGARA BARAT
1 Kota Mataram
2 Kota Bima
3 Kabupaten Lombok Timur
4 Kabupaten Sumbawa
5 Kabupaten Lombok Tengah
6 Kabupaten Lombok Barat
7 Kabupaten Bima
NUSA TENGGARA TIMUR
1 Kota Kupang
2 Kabupaten Belu
3 Kabupaten Sumba Timur
4 Kabupaten Ende
5 Kabupaten Ngada
No Provinsi Kabupaten/Kota
6 Kabupaten Alor
7 Kabupaten Timor Tengah Utara
8 Kabupaten Timor Tengah Selatan
9 Kabupaten Sikka
10 Kabupaten Flores Timur
11 Kabupaten Lembata
12 Kabupaten Manggarai
MALUKU UTARA
1 Kota Ternate
2 Kabupaten Halmahera Tengah
3 Kabupaten Halmahera Selatan
4 Kabupaten Pulau Morotai
MALUKU
1 Kota Ambon
2 Kabupaten Maluku Tengah
3 Kota Tual
4 Kabupaten Maluku Tenggara Barat
5 Kabupaten Seram Bagian Timur
6 Kabupaten Seram Bagian Barat
7 Kabupaten Kepulauan Aru
8 Kabupaten Maluku Tenggara
9 Kabupaten Buru
PAPUA BARAT
1 Kabupaten Manokwari
2 Kabupaten Sorong
3 Kabupaten Teluk Wondama
4 Kabupaten Teluk Bintuni
5 Kabupaten Tembrauw
No Provinsi Kabupaten/Kota
6 Kota Sorong
7 Kabupaten Fak-Fak
8 Kabupaten Maybrat
PAPUA
1 Kabupaten Mimika
2 Kabupaten Nabire
3 Kabupaten Jayawijaya
4 Kabupaten Kepulauan Yapen
5 Kota Jayapura
6 Kabupaten Merauke
7 Kabupaten Biak Numfor
8 Kabupaten Keerom
9 Kabupaten Yahukimo
DKI JAKARTA
B. Fasilitasi kota dan kawasan perkotaan dalam pemenuhan SPP dan pengembangan
Kota Layak Huni, Kota Hijau, dan Kota Cerdas
Indikator kinerja: Terselenggaranya fasilitasi kota dan kawasan perkotaan dalam pemenuhan
SPP dan pengembangan Kota Layak Huni, Kota Hijau*, dan Kota Cerdas* di 18 kota otonom
sedang, 12 kawasan perkotaan metropolitan, 744 kota/kawasan perkotaan.
No Kota Provinsi
No Kota Provinsi
1 Sorong Papua Barat
2 Jayapura (PKN) Papua
3 Manado Sulawesi Utara
4 Makassar Sulawesi Selatan
5 Pontianak Kalimantan Barat
6 Banjarbaru Kalimantan Selatan
7 Tanjung Selor Kalimantan Utara
8 Maja Banten
9 Padang Sumatera Barat
10 Palembang Sumatera Selatan
No Provinsi Kabupaten
No Provinsi Kabupaten
No Provinsi Kabupaten
No PKSN Provinsi
1. Sabang * NAD
2. Dumai Riau
3. Batam Kepulauan Riau
4. Ranai *
5. Atambua * NTT
6. Kalabahi
7. Kefamenanu
8. Paloh-Aruk * Kalimantan Barat
9. Jagoibabang
10. Nangabadau *
11. Entikong *
12. Jasa
13. Nunukan * Kalimantan Timur
14. Simanggaris
15. Long Midang
16. Long Pahangai
17. Long Nawan
18. Melonguana Sulawesi Utara
19. Tahuna *
20. Saumlaki * Maluku
21. Ilwaki
22. Dobo
23. Daruba Maluku Utara
24. Jayapura * Papua
25. Tanah Merah
26. Merauke
Papua 10 Kota Jayapura, Kota Sorong, Kota Manokwari, Kabupaten Merauke, Sarmi,
Yapen, Nabire, Raja Ampat, Teluk Bintuni, & Biak Numfor
Maluku 12 Kota Ambon, Ternate, Kabupaten Seram Bagian Barat, Seram Bagian Timur,
Maluku Tengah, Maluku Tenggara, Buru, Halmahera Utara, Halmahera
Timur, Kota Tidore Kepulauan, Pulau Morotai dan Sula
Nusa Tenggara 15 Kota Mataram, Kota Kupang, Kota Bima, Kabupaten Lombok Barat,
Lombok Timur, Lombok Tengah, Lombok Utara, Dompu, Bima, Ngada,
Ende, Sikka, Manggarai, Alor dan Belu
Sulawesi 24 Kota Manado, Kota Bitung, Kota Gorontalo, Kota Makasar, Kota Palu,
Kota Kendari, Kabupaten Gorontalo, Mamuju, Polewali Mandar, Maros,
Takalar, Gowa, Luwu Timur, Bantaeng, Sigi, Donggala, Poso,
Parigi Moutong, Morowali, Kolaka, Konawe, Minahasa Utara,
Minahasa Selatan, dan Kepulauan Sangihe
Kalimantan 18 Kota Pontianak, Kota Singkawang, Kota Palangka Raya, Kota Samarinda,
Kota Balikpapan, Kota Tarakan, Kabupaten Bengkayang, Sambas, Sintang,
Kapuas Hulu, Ketapang, Landak, Kotabaru, Barito Kuala, Tanah Laut,
Kapuas, Kutai Kertanegara, Nunukan
Jawa Bali 36 Kota Denpasar, Tangerang, Cilegon, Kota Yogyakarta, DKI Jakarta,
Kota Bogor, Kota Depok, Kota Bandung, Kota Semarang, Kota Surabaya
Kabupaten Badung, Tabanan, Buleleng, Sleman, Bekasi, Cianjur, Bandung
Barat, Cirebon, Sukabumi, Tasikmalaya, Ciamis, Pangandaran, Kendal,
Demak, Cilacap, Kebumen, Magelang, Malang, Gresik, Bangkalan, Sidoarjo,
Lamongan, Bojonegoro, Pacitan, Banyuwangi, Jember
Sumatera 21 Kota Lhokseumawe, Kota Banda Aceh, Kota Bengkulu, Kota Jambi,
Kota Bandar Lampung, Kota Medan, Kota Padang, Kabupaten Mukomu
ko, Rejang Lebong, Sarolangun, Kerinci, Lampung Barat, Tanggamus,
Padang Pariaman, Kepulauan Mentawai, Banyuasin, Lahat, Langkat, Deli
Serdang, Karo, dan Simalungun
Kawasan perkotaan dan kota prioritas penanganan permukiman di kawasan rawan bencana