Anda di halaman 1dari 8

See discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.

net/publication/337151432

ENSEFALOPATI PADA ANAK DENGAN SEPSIS

Conference Paper · December 2011

CITATIONS READS

0 2,497

1 author:

Dewi Sutriani Mahalini


Fakultas Kedokteran Universitas Udayana
22 PUBLICATIONS   4 CITATIONS   

SEE PROFILE

Some of the authors of this publication are also working on these related projects:

Neonatal meningitis in Sanglah hospital View project

Recognition & diagnosis stroke in children View project

All content following this page was uploaded by Dewi Sutriani Mahalini on 10 November 2019.

The user has requested enhancement of the downloaded file.


ENSEFALOPATI PADA ANAK DENGAN SEPSIS
Dewi Sutriani Mahalini
Sub Bagian Neurologi Anak, Bagian Ilmu Kesehatan Anak
Fakultas Kedokteran Universitas Udayana/ RSUP Sanglah

PENDAHULUAN

Ensefalopati adalah penurunan status mental atau tingkat kesadaran sebagai akibat proses penyakit di
luar otak. Kata ensefalopati berasal dari bahasa yunani „En =inside”, “kefahl= head” dan pauos=
suffering”.1 Ensefalopati adalah suatu gangguan metabolisme yang menyeluruh pada sel neuron atau
sel glia sehingga menimbulkan gangguan kesadaran, kemampuan kognitif atau prilaku. Ensefalopati
dapat disebabkan oleh beberapa faktor antara lain infeksi, toksin, kelainan metabolik dan iskemik.
Ensefalopati akut adalah suatu keadaan dimana gangguan fungsi otak terjadi secara mendadak akibat
gangguan homeostasis metabolik atau akibat zat zat yang bersifat toksik.2 Sepsis adalah suatu proses
inflamasi yang dicetuskan oleh infeksi. Sepsis menurut beratnya merupakan spektrum penyakit dari
SIRS (systemic inflammatory response syndrome) sampai MODS (multiple organ dysfunction
syndrome). Keterlibatan SSP (susunan saraf pusat) pada sepsis menimbulkan ensefalopati dan
nuropati perifer. Sepsis asscociated ensephalopathy (SAE) adalah istilah yang menggambarkan
disfungsi otak yang berhubungan dengan sepsis. Dahulu SAE dikenal dengan istilah ensefalopati
sepsis (ES). Beberapa terminologi yang juga mengacu pada keadaan yang sama adalah septic-
encephalitis, sepsis induced encephalopathy, sepsis associated delirium. SAE merupakan bentuk
ensefalopati yang paling sering terjadi di perawatan intensif dengan angka kejadian sekitar 50-70%
dari penderita sepsis.3 SAE merupakan kondisi yang sering terjadi yang secara bermakna
mempengaruhi luaran pada sepsis. SAE dihubungkan dengan prognosis yang buruk dengan angka
mortalitas mencapai 16-63%.1
Diagnosis SAE pada anak tidaklah mudah. SAE merupakan diagnosis eksklusi, karena gejalanya
hampir sama dengan gejala ensefalitis, meningitis, ensefalopati ataupun penurunan kesadaran akibat
penyebab yang lain sedangkan prinsip tatalaksananya berbeda. Berikut akan dibahas tentang
patogenesis, diagnosis serta tatalaksana SAE pada anak.
DEFINISI SAE
SAE merupakan suatu sindrom gejala yang terdiri atas gangguan fungsi otak yang menyeluruh/diffus
yang terjadi dalam hubungannya dengan infeksi tetapi terbukti tidak ada infeksi langsung pada SSP
baik secara klinis maupun laboratoris.
ETIOPATOGENESIS
Etiologi ensefalopati pada sepsis masih belum sepenuhnya diketahui. SAE merupakan sekumpulan
gejala ensefalopati pada penderita sepsis, yang penyebabnya tidak dapat dijelaskan hanya sebagai
akibat disfungsi organ paru, hepar, ginjal maupun jantung, tetapi pada penderita ditemukan adanya
bukti infeksi atau inflamasi ekstrakranial. Pada awalnya ensefalopati pada sepsis didefinisikan sebagai
gangguan fungsi otak yang terjadi akibat adanya mikroorganisme dan toksinnya di dalam darah,
namun definisi ini menjadi tidak akurat karena seringkali tidak ditemukan adanya mikroorganisme
atau produknya di dalam darah pada penderita ensefalopati sepsis.3 Patogenesis ensefalopati pada
sepsis sepertinya multifaktor dan hipotesis-hipotesis yang mendukung untuk menjelaskan patogenesis
ensefalopati pada sepsis belum konklusif. Ensefalopati pada sepsis nampaknya melibatkan kerusakan
otak tingkat seluler, mitokondrial dan disfungsi endotel, gangguan neurotransmisi, maupun gangguan

Disampaikan pada SINAS “Sepsis Pada Anak Dan Neonatus” 10 Desember 2011
pengaturan homeostasis kalsium di dalam jaringan otak.5 SAE mungkin terjadi akibat mekanisme
mediator inflamasi pada otak atau akibat respon sitotoksik pada sel sel otak terhadap mediator
tersebut. Patogenesis ensefalopati pada sepsis dari berbagai hasil penelitian dapat di rangkum pada
gambar 1. Beberapa kemungkinan mekanisme yang mendasari terjadinya disfungsi otak pada sepsis
dapat dirangkum sebagai berikut :4-10
 Infestasi langsung oleh organisme; dibuktikan dengan adanya mikroabses yang diffus pada
penderita sepsis, juga pada pasien dimana isolasi kuman dalam darah negatif.6
 Endotoksin dan toksin bakteri lainnya: toksin bakteri telah lama diketahi sebagai penyebab
disfungsi otak, walaupun endotoksin tidak dapat melewati sawar darah otak.6
 Disfungsi sawar darah otak (blood brain barrier); dalam keadaan sepsis, sawar darah otak
mengalami kerusakan sehingga mudah dilalui oleh faktor faktor neurotoksik. Inflamasi
berhubungan dengan peningkatan permeabilitas sawar darah otak terhadap sitokin dan
ekspresi dari adhesion molecules.5-8
 Beberapa neurotransmiter yang tampaknya berhubungan dengan SAE adalah: jalur
kolinergik, dan ekspresi reseptor -aminobutyric acid, norepinefrin, serotonin dan dopamin.
Ketidak seimbangan sistem noradrenergik dan serotoninergik diduga juga berperan model
eksperimen sepsis.4,7,10
 Sirkulasi abnormal dan metabolisme oksigen; gangguan serebrovaskuler dapat terjadi pada
sepsis berat dan dihubungkan dengan penggunaan katekolamin eksogen. Pada penderita
sepsis ensefalopati dan gagal multiorgan, menunjukkan Cerebral Blood Flow (CBF) dan
kecepatan metabolisme oksigen otak lebih rendah sedangkan resistensi pembuluh darah otak
meningkat secara bermakna dibandingkan dengan kontrol. Pada otopsi pasien syok sepsis
yang meninggal ditemukan adanya iskemia otak sebagai akibat hipotensi dan rendahnya
cardiac output.5,6,10
 Sitokin dan inflamasi; Lesi yang tipikal ditemukan dari pasien dengan syok sepsis adalah
multifocal necrotizing leukoencephalopathy yang diduga berhubungan dengan sitokin
proinflamasi seperti TNF- dan IL-6, IL-1 dan yang mungkin terlibat dalam patogenesis
sepsis ensefalopati. Selain sitokin, prostaglandin, nitric oxide (NO), dan berbagai mediator
lain juga terlibat dalam respon otak terhadap sepsis meliputi chemokines, angiotensin II,
endotelin 1, macrophage migrating inhibitory factor, platelet activating factor (PAF),
superoxide radicals dan carbon monoxide (CO). Sitokin dan berbagai mediator proinflamasi
lain menginduksi infiltrasi netrophil ke jaringan otak, menyebabkan gangguan fungsi sel
neuron dan apoptosis sel neuron dan edema otak. Apoptosis merupakan program kematian sel
yang diinduksi oleh TNF- dari reseptor neuronal. Sel neuron, endotel kapiler pada otak juga
mengalami hal yang sama akibat induksi oleh TNF- dan sitokin yang lain.7-10
 Homeostasis kalsium; peningkatan kadar kalsium intraseluler dihubungkan dengan sepsis-
induced brain injury. Perubahan kadar kalsium berhubungan dengan iskemia dan terjadinya
eksitasi asam amino atau efek langsung sitokin. Perubahan kadar kalsium dapat
mempengaruhi kadar neurotransmiter dan mengganggu fungsi memori dan kognitif pada
penderita sepsis.5
 Gangguan metabolik; proteolisis otot pada sepsis dapat menghasilkan tumpukan asam amino
yang mengandung sulfur dan asam amino aromatik. Kerusakan sawar darah otak
memudahkan masuknya asam amino toksik ke otak.5-6

Disampaikan pada SINAS “Sepsis Pada Anak Dan Neonatus” 10 Desember 2011
Gambar 1. Mekanisme SAE dikutip dari Siami.7

GAMBARAN KLINIS
Pada SAE gambaran klinis yang tampak terdiri atas gambaran penyakit yang mendasari yaitu sepsis
dan gambaran klinis ensefalopati. Gambaran sepsis dapat berupa SIRS, sepsis, sepsis berat, syok
sepsis maupun gagal multi organ. SAE merupakan gambaran gangguan yang menyeluruh/diffus pada
fungsi serebri. Disfungsi otak pada SAE dapat berupa deteorisasi fungsi kortikal yang cepat seperti
disorientasi, delirium, confusion, gangguan kognitif, gangguan memori dan koma. Gejala ensefalopati
pada sepsis bukan merupakan gejala yang terjadi akibat demam yang tinggi karena ensefalopati tidak
membaik hanya dengan obat antipiretik.3-5
Berdasarkan perjalanan penyakit dan patofisiologi ensefalopati pada sepsis dapat diklasifikasikan
menjadi 2 yaitu:1
a. Early septic enchephalopathy: gejala ensefalopati yang timbul sebelum terjadinya gagal multi
organ
b. Late septic enchephalopathy (ensefalopati yang timbul bersamaan dengan gagal multiorgan,
hipotensi dan phenomena sistemik yang lainnya).
Konsep early dan late ini dibuat karena tidak semua ensefalopati pada sepsis dapat dijelaskan akibat
adanya disfungsi hati atau ginjal, hipotensi ataupun hipoksia. Gambar 2 dikutip dari Zampiere5
menunjukkan perjalanan klinis SAE dari saat terjadi infeksi dengan gejala dari ringan sampai berat.
Meskipun SAE dapat terjadi sebelum gejala sepsis muncul, namun diagnosis SAE sering terabaikan
sampai muncul gejala ensefalopati campuran. Gambar ini juga menunjukkan outcome yang bervariasi
dan berhubungan dengan derajat ensefalopati dan kejadian sebelum terjadi gangguan neurologi.

Secara klinis SAE menunjukkan gambaran gejala ensefalopati yang pada prinsipnya terdiri atas: (1)
disfungsi otak menyeluruh atau multifokal, (2) defisit neurologi tidak terlokalisasi: temuan gejala
neurologis pada umumnya simetris; multifokal mioklonus, tremor, (3) gangguan kesadaran/penurunan
kesadaran: respon yang melambat, disorientasi, delirium, koma. (4) gambaran lain yang dapat
bervariasi yaitu hiperrefleksia, kejang umum atau fokal.3 Pada sekitar 70% penderita dengan

Disampaikan pada SINAS “Sepsis Pada Anak Dan Neonatus” 10 Desember 2011
ensefalopati pada sepsis menunjukkan gejala berupa disfungsi saraf perifer yang disebut sebagai “
critical illness polyneuropati”. Gejala ini lebih lambat pulih dibandingkan gejala ensefalopati.4

Gambar 2.
Gambar
Perjalanan
2. Perjalanan
alamiah SAE.
alamiah SAE.5 2011)
(Zampiere,

Tidak ada tes untuk diagnosis SAE yang spesifik, bahkan dengan pemeriksaan histopatologi sekalipun
tidak ada yang patognomonik untuk SAE. Oleh karena itu SAE merupakan diagnosis eksklusi, dalam
arti harus dibuktikan baik secara klinis maupun laboratorium, tidak ada infeksi langsung pada SSP
(seperti meningitis, abses intrakranial atau empyema), dibuktikan tidak ada trauma kepala, embolisme
maupun reaksi/intoksikasi obat. Beberapa kondisi medis harus disingkirkan sebelum diagnosis SAE
ditegakkan antara lain: penggunaan obat obatan, infeksi SSP, gangguan elektrolit, kelainan SSP.3

PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. EEG
EEG merupakan penunjang yang paling sensitif untuk menegakkan diagnosis SAE. Gambaran EEG
pada penderita SAE dapat normal atau menunjukkan abnormalitas yang ringan, reversibel dan diffus
seperti perlambatan (slowing) yang ringan. Hampir 50% pasien sepsis yang tidak menunjukkan gejala
klinis perubahan kesadaran, namun menunjukkan gambaran EEG yang abnormal.4,6,7
Gambaran EEG pada SAE dapat diurut berdasarkan beratnya ensefalopati sebagai berikut:
1. Normal
2. Excessive theta (gelombang theta 4-8Hz)
3. Predominantly delta (gelombang delta <4 Hz yang diffuse)
4. generalized triphasic wave
5. Suppression atau burst suppression patern.
Derajat abnormalitas dari EEG paralel dengan beratnya derajat klinis ensefalopati. Theta wave
tampak pada ensefalopati ringan, TW dan supression hanya tampak pada penderita dengan penyakit
yang sangat berat.3,4,6

Disampaikan pada SINAS “Sepsis Pada Anak Dan Neonatus” 10 Desember 2011
Pada studi terhadap penderita bakterimia di rumah sakit ditemukan sebesar 87% menunjukkan
gambaran EEG abnormal dan sebesar 70% terdiagnosis secara klinis dengan gejala neurologi berupa
lethargi sampai koma. Dilaporkan pada penderita bakterimia, mortalitas berhubungan secara langsung
dengan beratnya abnormalitas pada gambaran EEG yaitu 0% pada EEG normal, 19% dengan
gelombang theta pada EEG, 36% dengan gelombang delta dan 67% dengan supression atau burst
supression.4 Walaupun gambaran EEG dihubungkan dengan mortalitas, namun tidak ada gambaran
EEG yang patognomonik untuk SAE. Pemeriksaan EEG dapat digunakan untuk membantu
menegakkan diagnosis SAE karena untuk menyingkirkan status epileptikus non konvulsif.5
b. Punksi Lumbal
Lumbal punksi harus dilakukan pada penderita dengan sistemic inflammatory response syndrome
(SIRS) untuk menyingkirkan meningitis. Hasil analisa cairan serebrospinal (CSS) pada SAE biasanya
normal tetapi kadang kadang dapat menunjukkan peningkatan protein yang ringan. Hitung sel dan
kadar glukosa CSS normal walaupun pada pasien yang otopsinya menunjukkan mikroabses pada
otak.3-5
c. Brain imaging
Pada SAE gambaran CT-scan biasanya normal dan gambaran MRI juga sering tidak khas. Pada MRI
seringkali menunjukkan adanya edema vasogenik. Sharshar et al, melakukan MRI kepala pada 9
penderita sepsis. Lima dari pasien tersebut menunjukkan adanya lesi pada substansia alba
(leukoencephalopathy) yang khas ditandai dengan hiperintensitas pada MRI dengan peningkatan
perivascular space disekitarnya. Gambaran ini berhubungan dengan kerusakan BBB. Beratnya lesi
leukoencephalopathy berhubungan dengan prognosis neurologi yang dievaluasi dengan GCS. Brain
imaging dapat membantu mendiagnosis SAE dan dapat menyingkirkan kelainan neurologi yang
lain.5,10 Bozza FA, pada penelitiannya dengan tehnik MRI untuk menilai morfologi dan metabolisme
otak pada model murine sepsis, membuktikan bahwa pada model murine sepsis ditemukan adanya
edema vasogenik maupun sitotoksik, dan kerusakan neuronal.11

Tatalaksana

Tidak ada terapi spesifik terhadap ensepalopati pada sepsis (SAE). Tatalaksana SAE pada prinsipnya
adalah mengendalikan penyakit infeksi yang mendasari (underlying infectious illness), mengendalikan
gagal multi organ dan menjaga homeostasis metabolisme serta pada saat yang sama menghindarkan
penggunaan obat obatan yang bersifat neurotoksik. Pasien meninggal lebih sering akibat beratnya
masalah sistemik atau gagal organ lain dibandingkan dengan masalah pada otak. Oleh karena itu
sangatlah penting mencegah proses infeksi berlanjut dan mencegah terjadinya gagal multiorgan.7,13

1. Terapi utama ensefalopati pada sepsis adalah pemberian antibiotika yang adekuat sesuai
dengan hasil kultur dan tes sensitivitas. Kalau belum ada hasil kultur penggunaan antibiotika
disesuaikan dengan pengetahuan lokal tentang resistensi bakteri. Antibiotika mungkin gagal
pada beberapa keadaan; pertama mungkin karena resistensi, kedua mungkin karena
antibiotika bekerja terlalu lambat sehingga proses inflamasi berlanjut, ketiga bakteri yang
mati dapat memicu pelepasan sitokin inflamasi.4,7,13
2. Pertahankan tekanan darah agar tetap optimal untuk mempertahankan cerebral blood flow
tetap optimal. Apabila terjadi syok septik segera harus diatasi. Monitoring yang
berkesinambungan terhadap tanda vital, Sp O2 (pulse oxymetry) dan balans cairan.4,13
3. Gangguan metabolik yang terjadi juga harus diatasi seperti dehidrasi, gangguan
keseimbangan elektrolit, dan gangguan metabolik yang lain (asidosis, alkalosis).13

Disampaikan pada SINAS “Sepsis Pada Anak Dan Neonatus” 10 Desember 2011
4. Mencegah terjadinya hipoksia dengan hiperventilasi.
Hiperventilasi terkontrol dapat membantu dalam menurunkan tekanan intrakranial yang
meningkat. Pembuluh darah cerebral paling sensitif terhadap perubahan tekanan CO2 arterial.
Tekanan intrakranial akan turun dalam hitungan menit dari saat onset hiperventilasi meskipun
mekanisme buffer di dalam CSS dan cairan ekstraseluler akan kembali normal sebagai efek
hiperventilasi baru terjadi dalam beberapa jam.13
5. Kejang harus diterapi dengan obat antiepilepsi sesuai dengan alur tatalaksana kejang dan
status epileptikus yang disepakati.4 Obat anti epilepsi yang dapat digunakan untuk
menghentikan kejang akut adalah:
a. Diazepam/lorazepam/midazolam: pemberian bisa melalui rektal atau intravena
b. Phenobarbital secara intravena
c. Phenythoin secara intravena
6. Pemberian kortikosteroid.
Pemberian kortikosteroid masih merupakan hal yang kontroversi. Adanya defisiensi produksi
steroid oleh kelenjar adrenal pada sepsis dapat dijelaskan sebagai akibat nekrosis hemorragic
pada kelenjar adrenal yang memicu krisis Addison dan dapat menimbulkan kematian.
Pemberian kortikosteroid dosis tinggi pada saat awal sepsis berat sebagai antiinflamasi
dikatakan tidak ada manfaatnya. Perhatian diberikan apabila terdapat defisisensi adrenal pada
sepsis berat. Pemberian kortikosteroid tidak dihubungkan dengan meningkatnya komplikasi
infeksi, perdarahan gastrointestinal maupun perubahan status mental. Dua meta-analisis
mendukung bahwa hidrokortison dosis rendah selama 5-11 hari pada penderita sepsis berat
atau syok sepsis secara bermakna menurunkan durasi syok dan menurunkan angka kematian.
Kortikosteroid menurunkan tekanan intrakranial terutama pada edema vasogenik karena
efeknya bermanfaat pada pembuluh darah. Kortikosteroid kurang bermanfaat pada edema
sitotoksik.13
7. Osmoterapi
Osmotic agent meliputi manitol, urea, sorbitol, glicerol dan larutan saline hipertonik. Larutan
saline hipertonik tampaknya lebih baik dalam menurunkan tekanan intrakranial pada
ensefalopati akut dibandingkan dengan osmotic agent yang lain. Larutan saline hipertonik
berhubungan dengan rendahnya mortalitas dan sekuele neurologis dibandingkan dengan
manitol pada anak dengan ensefalopati nontraumatik. Namun belum cukup bukti untuk
menjadikan hal ini sebagai protap.14
8. Restriksi cairan.
Efek restriksi cairan sangat minimal pada edema serebri dan dikhawatirkan jika restriksi yang
dilakukan berlebihan dapat menimbulkan hipotensi yang lebih memperburuk outcome
neurologis.
9. Untuk mencegah dan mengatasi peningkatan tekanan intrakranial akibat edema serebri,
dianjurkan pasien diposisikan tidur terlentang dengan elevasi kepala 15-30o untuk membantu
drainage vena dan mencegah kompresi vena leher.

PROGNOSIS

Mortalitas meningkat seiring dengan beratnya gambaran abnormal pada EEG. Mortalitas yang
dihubungkan dengan SAE berkisar antara 16-63% jika GCS menurun dari 15 sampai 8.16 Ensefalopati
dapat reversibel seiring dengan sembuhnya penderita dari sepsis namun dalam jangka panjang
dilaporkan dapat menimbulkan gejala sisa berupa gangguan kognitif.7

Disampaikan pada SINAS “Sepsis Pada Anak Dan Neonatus” 10 Desember 2011
KESIMPULAN

Sepsis seringkali menimbulkan komplikasi berupa disfungsi otak dengan manifestasi penurunan
kesadaran, kejang dan gangguan neurologis lainnya. Ensefalopati dapat meningkatkan morbiditas
maupun mortalitas pada sepsis. Mekanisme SAE sangat kompeks, melibatkan proses inflamasi dan
non inflamasi yang berefek terhadap sel sel endotelial, sel glia, sel neuron dan menginduksi kerusakan
sawar darah otak, mengganggu metabolisme intraseluler dan menimbulkan kematian sel neuron.
Pengertian terhadap mekanisme terjadinya ensefalopati pada sepsis dapat membantu dalam
memberikan tatalaksana pada SAE. Sampai saat ini prinsip utama penanganan SAE adalah tatalaksana
terhadap sepsis itu sendiri.

DAFTAR PUSTAKA
1. Papadopoulos MC, Davies C, Moss RF, Tighe D, Bennett ED. Pathophysiology of septic
encephalopathy. Crit Care Med. 2000; 28(8): 3019-24.
2. David RB, Bodensteiner JB, Mandelbaum DE, Olson B, editor. Clinical Pediatric Neurology. 3rd ed.
USA : Demos Medical Publishing; 2009: p.117-27.
3. Davies NW, Sharief MK, Howard RS. Infection-associated encephalopathies- their investigation,
diagnosis and treatment. J Neurol, 2006; 253: 833-45.
4. Wilson JX, Young GB. Sepsis –associated encephalopathy: evolving concepts. Neurol J Southest Asia.
2003; 8: 65-76.
5. Zampiere FG, Park M, Machado FS, Azevedo LCS. Sepsis-associated encephalopathy: not just
delirium. Clinics. 2011; 66(10): 1825-31
6. Orlikowski D, Sharshar T, Annane D. The brain in sepsis. Advances in sepsis. 2003; 3(1).
7. Siami S, Annane D, Sharshar T. The encephalopathy in sepsis. Crit Care Clin. 2008; 24: 67-82.
8. Burkhart CS, Siegemund M, Steiner LA. Cerebral perfusion in sepsis. Critical Care. 2010;14: 215.
9. Kafa IM, Uysal M, Bakirci S, Kurt MA. Sepsis induces apoptotic cell death in different regions of the
brain in a rat model sepsis. Acta Neurobiol Exp. 2010;70: 246-60.
10. Sharshar T, Hopkinson NS, Orlikowski D, Annane D. Science review: the brain in sepsis-culvrit and
victim. Critical care. 2005;9: 37-44. Available from: http://ccforum.com/content/9/1/37
11. Flierl MA, Rittirsch D, Huber-Lang MS, Stahel PF. Pathophysiology of septic encephalopathy: an
unsolved puzzle. Critical Care. 2010; 14:165.
12. Bozza FA, Garteiser P, Oliveira MF. Doblas S, Cranford R, Saunders D, et al. Sepsis-associated
encephalopathy: a magnetic resonance imaging and spectroscopy study. Journal of cerebral Blood Flow
& Metabolism. 2010; 30: 440-8.
13. Nguyen HB, River EP, Abrahamian FM, Moran GJ, Abraham B, Trzeciak S, et al. Severe sepsis and
septic shock: review of the literature and Emergency Department management guidelines. Annals of
Emergency Medicine. 2006;48(1): 28-52.
14. Gwer S, Gatakaa H, Mwai L, Idro R, Newton CR. The role for osmotic agents in children with acute
ancephalopathies: a systematic review. BMC Pediatrics. 2010; 10 (23).
15. Eidelman LA, Putterman D, Putterman C, et al. The spectrum of septic encephalopathy, definitions,
etiologies, and mortalities. JAMA 1996;275(6): 470-3.

Disampaikan pada SINAS “Sepsis Pada Anak Dan Neonatus” 10 Desember 2011

View publication stats

Anda mungkin juga menyukai