Anda di halaman 1dari 14

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah hirobbil ‘alamin, segala puji bagi Allah SWT Tuhan


semesta alam atas segala rahmat, taufik serta hidayah-Nya sehingga penulis dapat
menyusun makalah ini dengan sebaik-baiknya, dengan judul “Gangguan
Psikofisiologis (Psikosomatis)”. Makalah ini disusun untuk memenuhi salah satu
tugas mata pelajaran Kesehatan Mental.

Shalawat serta salam semoga tetap tercurahkan kepada Nabi Muhammad


SAW. yang telah membawa umatnya dari jalan kegelapan menuju jalan
kebenaran. Semoga syafa’atnya dapat kita terima di hari akhir kelak. Aamiin.

Kami mengucapkan terima kasih kepada dosen mata kuliah kesehatan


mental yang telah membimbing dan membantu penyelesaian makalah ini sehingga
dapat terselesaikan dengan baik.

Kami sebagai penyusun sangat berharap makalah ini dapat bermanfaat


bagi siapapun yang membacanya. Kami menyadari bahwa makalah yang kami
susun masih terdapat kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu,
kami berharap adanya kritik dan saran dari pembaca yang bersifat membangun.
Terima kasih.

Gresik, 22 Oktober 2019

Penyusun

1
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.......................................................................................................1
DAFTAR ISI......................................................................................................................2
BAB I.................................................................................................................................3
PENDAHULUAN.............................................................................................................3
1.1 Latar Belakang...................................................................................................3
1.2 Rumusan Masalah..............................................................................................3
1.3 Tujuan................................................................................................................3
BAB II...............................................................................................................................4
PEMBAHASAN................................................................................................................4
2.1 Definisi Gangguan Psikofisiologis (Psikosomatis)...................................................4
2.2 Macam-Macam Gangguan Psikosomatis..................................................................5
2.3 Penanganan atau Terapi gangguan Psikosomatik.....................................................9
BAB III............................................................................................................................13
PENUTUP.......................................................................................................................13
3.1 Kesimpulan......................................................................................................13
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................14

2
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kesehatan merupakan hal yang berharga bagi kehidupan manusia, oleh
karenanya setiap orang hendaknya menjaga kesehatan dari berbagai macam
penyakit. Tidak hanya kesehatan fisik, kesehatan mental haruslah mendapat
perhatian yang sama. Bahkan gangguan fisik yang disebabkan oleh gangguan
emosi atau psikologis yang dapat menimbulkan penyakit psikofisiologis juga
harus mendapat perhatian.
Psikofisiologis (gangguan psikosomatik) merupakan gangguan pada
perkembangan yang disebabkan oleh dua hal, yaitu gangguan yang disebabkan
oleh keadaan fisik dan gangguan yang disebabkan oleh emosi.
Kurangnya pengetahuan tentang penyakit psikofisiologis itu sendiri
menyebabkan kebanyakan masyarakat terkadang menyepelekan gangguan
fisik yang dialami, sehingga terjadi keterlambatan diagnosis dan penanganan
secara medis tentang penyakit tersebut, hal ini dapat menyebabkan
peningkatan jumlah penderita dari tahun-tahun.

1.2 Rumusan Masalah


Rumusan Masalah tersebut sebagai berikut :
1. Apa definisi dari gangguan psikofisiologis atau psikosomatis?
2. Apa saja macam-macam gangguannya?
3. Bagaimana cara menangani gangguan psikosomatis?

1.3 Tujuan
Tujuan pembuatan makalah agar penulis dan pembaca mampu :
1. Mengetahui definisi dari gangguan psikofisiologis atau psikosomatis
2. Mengetahui dan memahami macam-macam gangguan psikofisiologis atau
psikosomatis
3. Mengetahui cara penanganan gangguan psikosomatis

3
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Definisi Gangguan Psikofisiologis (Psikosomatis)


Definisi psikosomatis ialah adanya kaitan antara tubuh dan jiwa; seperti
pada perasaan atau emosi-emosi yang mempunyai latar belakang komponen-
komponen mental dan komponen jasmaniah. “No shade of emotional shuld
be without a bodly reverberation (tidak ada bayangan emosi tanpa gema
tubuh)” kata filsuf Amerka, William james 1898. Jadi, ada interpendensi
(saling ketergantungan) di antara proses-proses mental dengan fungsi somatis
atau fisik. Dalam hal ini ada kegagalan pada sistem saraf dan sistem fisik
untuk memperingan kecemasan dan gangguan-gangguan mental. Berikut
merupakan definisi menurut para ahli :
1. Fausiah dan Widury (2005)
Gangguan psikofisiologis seperti asma, tekanan darah tinggi, atau sakit
kepala menunjukkan bahwa ada masalah pada kondisi fisik seseorang.
Namun, juga dapat disebabkan atau diperparah oleh faktor-faktor
emosional termasuk stres.
2. Gratton dan Fabiani (2003)
Psikofisiologis adalah divisi biopsikologi yang mengkaji hubungan
antara aktivitas fisiologis dan proses - proses psikologis pada subjek
manusia.(John P J Pinel)
3. Neale, Davison dan Haaga (1960)
Seluruh penyakit, tidak hanya beberapa saja, dapat disebabkan oleh
faktor-faktor psikologis (salah satunya adalah stres) (Fausiah dan Widury,
2005).
4. Alexander (1950)
Adanya hubungan antara kondisi psikis dan fisiologis, ia mengajukan
teori konflik inti (nuclear conflict theory), teori ini menganggap bahwa
gangguan fisiologis tertentu berhubungan dengan konflik emosional
khusus yang tidak disadari, teori ini beranggapan bahwa individu
melakukan represi terhadap energi psikis yang dapat dipindahkan secara

4
langsung dan mempengaruhi sistem saraf otonom yang mengakibatkan
terganggunya fungsi tubuh (Hasan, 2008).

Konflik-konflik psikis atau psikologis dan kecemasan itu bisa menjadi


sebab dari timbulnya bermacam-macam penyakit jasmani atau juga bisa
membuat semakin beratnya suatu penyakit jasmani yang telah ada. Kejadian
tersebut dikenal sebagai gangguan psikosomatis. Ini berarti kondisi psikis
atau jiwa menentukan timbulnya penyakit soma atau badan. Sebagai contoh,
oleh rasa ketakutan yang hebat, detak jantung jadi sangat cepat dan ada
kelelahan yang ekstrim dari reaksi kelemahan pada badan yang lemah; kedua-
duanya adalah benar-benar gejala fisiologis atau jasmaniah, yang
diidentifikasikan sebagai akibat dari konflik-konflik emosionil yang sifatnya
psikologis.
Didalam penjelasan secara ilmiah dalam sistem saraf, psikofisiologis
berfokus pada pheriperal nervous sistem menuju ke autonomic nervous sistem
atau sistem saraf otonomik yang mengendalikan aktivitas didalam tubuh di
luar kesadaran dan memunculkan dua kemungkinan proses, yaitu proses
simpatik(stress) dan parasimpatik(rileks). Sehingga pada gangguan
psikofisiologis, kondisi simpatik(stres) berpotensi besar terhadap gangguan
pada tubuh atau fisik.

2.2 Macam-Macam Gangguan Psikosomatis


Reaksi somatisasi ini bisa mengenai semua fungsi dan sistim-sistim
organis yang penting yang penting dari badan manusia. Misalnya mengenai
alat pencernaan dan lambung perut, sistem peredaran darah, alat pernapasan,
sistim-sistim kelenjar, alat kelamin, sistem persendian, kulit, limpa, jantung
dan lain-lain.
2.2.1 Hypertension
Hypertension dikenal pula sebagai tekanan darah tinggi. Ada kalanya
emosi-emosi yang kuat itu menjadi reaksi somatisme, yang langsung
mengenai sistem peredaan darah, sehingga sangat berpengaruh terhadap
detak jantung dan tekanan darah. Eksperimen-eksperimen menunjukkan

5
bahwa ketakutan-ketakutan dan kemarahan-kemarahan itu selalu
cenderung untuk meninggikan tekanan darah dan mempercepat detak
jantung yang normal.
Jika kejadian ketegangan emosionil ini berlangsung dalam waktu
yang lama dan kronis sifatnya, dan tidak dapat diredusir dengan jalan
mekanisme yang efektif, maka akan menyebabkan timbulnya penyakit
hypertension atau tekanan darah tinggi. Dan hypertension ini
merupakan salah satu penyakit jasmaniah yang sangat berbahaya.
Banyak orang yang pergi ke dokter dengan keluhan-keluhan sakit
jantungnya, yang sebenarnya tidak mempunyai basis suatu penyakit
yang organis dari gangguan jantung itu sendiri. Tapi merupakan
simptom fisiologis hasil daripada ketakutan-ketakutan yang tidak bisa
diformulasikan dengan jelas dan juga tidak bisa dikompensir dan
diredusir.
2.2.2 Peptic Ulcer
Peptic ulcer ialah borok bernanah atau etterende zweer pada alat
pencernaan; terkenal pula dengan nama maagzweer. Peptic ulcer itu
asal mulanya berupa peradangan, yang disebabkan terlampau
banyaknya asam lambung di dalam usus 12 jari (deodenum). Karena
terlalu banyaknya asam lambung ini, terjadilah penggerogotan terhadap
usus-usus. Terjadinya demikian, bekerjanya perut yang normal itu
selalu dibantu dengan sekresi-sekresi lendir, yang bisa menetralisir atau
melawan bekerjanya asam lambung.
Jika bekerjanya lendir itu terganggu, asam lambung jadi terlalu
banyak dan konsentrasinya jadi terlalu kuat. Konsentrasi yang kuat ini
bisa merusak lambung dan usus serta menimbulkan luka-luka, yang
kemudian jadi borok-borok. Borok dalam lambung ini bervariasi. Yaitu
dari tingkat tingkat yang paling ringan berupa peradangan pada tempat-
tempat tertentu, terpencar-pencar di sana-sini yang menimbulkan rasa
sakit dan nyeri; sampai dengan borok bernanah yang besar menganga,
sifatnya berat dan disertai pendarahan. Malahan sering pula borok
bernanah tersebut menembus dinding-dinding dari lambung usus.

6
Sebab-sebab peptic ulcer antara lain konstitusi organis yang lemah,
infeksi, pernah menderita suatu penyakit, dan lain-lain. Tapi sebab lain
yang terutama ialah reaksi-reaksi emosionil yang kuat dan lama,
sebagai akibat dari konflik psikologis. Konflik-konflik yang kuat dan
terus-menerus berlangsung dalam waktu yang lama itu menimbulkan
respons-respons emosionil yang kronis. Biasanya berbentuk sikap
permusuhan atau sikap ketakutan-ketakutan.
Peptic ulcer bisa juga timbul oleh cara hidup dan cara makan yang
sering kurang teratur. Oleh karena banyak terjadi konflik-konflik dalam
diri sendiri, sering berbenturan dengan norma-norma sosial sehingga
terjadi konflik-konflik ekstern juga, maka tidak jarang orang-orang ini
mempergunakan mekanisme pertahanan diri yang lain. Sehingga
timbullah pola-pola kebiasaan hidup yang salah, misalnya anxiety dan
psikhosomatisme.
Teori lain yang menyebutkan sebab-sebab dari timbulnya penyakit
peptic ulcer ini antara lain ialah :
1. Faktor konstitusinya, berupa lambung yang lemah; disebabkan oleh
kerusakan-kerusakan, atau dahulunya pernah sakit. Sehingga sangat
peka untuk jadi sakit. Bagian yang lemah ini kalah terhadap
tekanan-tekanan dan ekses-ekses yang disebabkan oleh ketegangan-
ketegangan emosionil.
2. Theori kedua menyebutkan peptic ulcer terutama ditentukan oleh
bentuk dan banyaknya konflik-konflik psikologis atau konflik-
konflik batin, dan bukan oleh konstitusi jasmaniahnya. Bukti-bukti
case study menunjukkan, bahwa penyakit peptic ulcer ini banyak
diderita oleh orang-orang yang sifatnya antara lain : terlalu
bergantung pada orang lain, bertemperamen agresif, sering bersikap
bermusuhan atau koleris, yang suka mengingkari kebutuhan
biologisnya, dan selalu berusaha menekan agresifitasnya. Jadi, ada
konflik-konflik yang ditekan kuat-kuat, diantara sikap bermusuhan
dengan sikap ketergantungan.

7
2.2.3 Asma Bronkialis
Asma bronkialis adalah penyakit obstruktif kronis rekuren pada
jalan nafas bronkial, yang cenderung berespon terhadap berbagai
stimuli dengan konstrisi bronkial, edema, dan sekresi yang berlebihan.
Faktor genetika, faktor alergik, infeksi, stres akut, dan kronis-
semuanya berkombinasi. Mengingat kecepatan dan kedalaman orang
yang sehat dapat diubah secara volunter untuk menyesuaikan dengan
berbagai keadaan emosional, perubahan tersebut diperberat dan
diperpanjang pada orang dengan asma.
Teori yang menjadi penyebab timbulnya asma bronkialis:
1. Faktor psikologis
Pasien asmatik memiliki karakteristik kebutuhan akan
ketergantungan yang berlebihan, tidak ada tipe kepribadian spesifik
yang telah diidentifikasi. Ale Xander mengajukan faktor
psikodinamika, karena ia menemukan pada banyak pasien asmatik
adanya harapan yang tidak disadari akan perlindungan dan untuk
diselubungi oleh ibu atau pengganti ibu. Seperti, tokoh ibu
cenderung bersifat melindungi dan cemas secara berlebihan,
perfeksionisti, berkuasa, dan menolong. Jika proteksi dicari tapi
tidak didapatkan, serangan asmatik akan terjadi.
2.2.4 Obesitas
Obesitas adalah suatu kondisi yang ditandai oleh akumulasi
lemak berlebihan di mana berat badan melibihi 20 persen berat
badan standart yang dituliskan adalam tabel tinggi badan dan berat
badan biasanya.
Pertimbangan psikosomatik. Terdapat predisposisi familial
genetik pada obesitas, dan faktor perkembangan awal ditemukan
pada obesitas masa anak-anak. Faktor-faktor tersebut menyatakan
bahwa anak-anak yang gemuk meningkatkan jumlah sel lemaknya
(obesitas hiperplastik), yang mempredisposisikan mereka kepada
obesitas dewasa. Jika obesitas terjadi pertama kali pada kehidupan
dewasa, biasanya adalah obesitas hipertrofik (peningkatan ukuran

8
sel lemak), bukannya peningkatan jumlah sel lemak. Obesitas juga
cenderung membatasi aktifitas fisik, yang selanjutnya memperberat
kondisi. faktor psikologis adalah bagian penting dari penyebab
obesitas hiperfagik (makan berlebihan), khususnya makan pest
pora. Di antara faktor psikodinamika yang diajukan adalah fiksasi
oral, regresi oral, dan penilaian berlebihan terhadap makanan.
Bulimia-biasanya berhubungan dengan pesta makan-mungkin
ditemukan. Di samping itu, pasien sering memilki riwayat
penghindaan citra tubuh dan pembiasan awal yang buruk dalam
asupan makanan.
2.2.5 Atritis Rematoid
Artitis rematoid adlah suatu penyakit yang ditandai oleh nyeri
muskuloskeletal kronis yang disebabkan oleh penyakit herediter,
alergik, imunologi, dan psikologis. Stres psikologis mungkin
mempredisposisikan pasien pada artritis rematoid dan penyakit
autoimun lain melalui supresi kekebalan. Orang atritik biasanya
merasa terkekang, terikat, dan terbatas. Karena banyak orang atritik
memiliki riwayat aktivitas fisik(sebagai contohnya, penari), mereka
seringkali memiliki rasa marah yang terepresi tentang pembatasan
fungsi otot-otot mereka, yang memperberat kelakuan dan imobilitas
mereka.

2.3 Penanganan atau Terapi gangguan Psikosomatik


2.3.1 Terapi Alternatif
Terapi medis alternatif atau tidak konvensional sekarang semakin
banyak digunakan, dengan beberapa pendekatan alternatif yang telah
diteliti oleh NIH Ofiice of Alternative Medicine dibawah pimpinan
Joseph J. Jacobs. Beberapa pendekatan telah memperoleh pengenalan
medis; yang lain hanya dukungan anekdot.
1. Manipulasi

9
Akupungtur: Menggunakan jarum untuk menstimulasi daerah yang
diduga memiliki hubungan saraf dengan organ dan fungsi tubuh
spesifik.
Akupresur, Refleksologi: Mirip dengan akupungtur dalam
konsepnya kecuali menggunakan tekanan jari; refleksologi hanya
melibatkan tangan dan kaki.
Chiropractic: Manipulasi atau subluksasi vertebra spinalis untuk
menghilangkan masalah tulang punggung dan penyakit ringan
lainnya.
2. Perubahan keadaan mental
Respon relaksasi, visualisasi, pengkhayalan yang dibimbing:
Menggunakan keadaan rileks- sebgai contohnya, melalui meditasi –
untuk mengubah respon tubuh.
3. Medikasi
Terapi antineoplastik: Menggunakan senyawa dari urin manusia,
sekarang disintesis, yang tampaknya menghalangi pembelahan
beberapa sel kanker.
Tepung sari lebah (bee pollen): Digunakan sebagai kemungkinan
terapi untuk asma, sklerosis multipel, dan alergi.
Jamu-jamuan: Menggunakan zat tanaman alami untuk mwngobati
penyakit, didasarkan pada pengobatan tradisional dan riset modern.
Homeopati: Medikasi yang didasarkan pada keyakinan bahwa
dengan dosis kecil encer berbagai zat, sistem imun dapat melawan
penyakit.
Terapi ozon: Memasukkan zat ozon kedalam pembuluh darah
sebagai kemungkinan cara untuk melawan penyakit.
Tulang rawan ikan hiu: Digunakan sebagai kemungkinan terapi
kanker karena resistensi alami ikan hiu terhadap kanker.
2.3.2 Terapi Kombinasi
Terapi ini menggunakan pendekatan, dimana para dokter psikiatrik
menangani aspek psikiatrik dari kasus dan dokter ahli penyakit dalam
atau dokter spesialis lain mengobati aspek somatik, memerlukan

10
kerjasama yang paling erat antara kedua dokter. Tujuan terapi medis
adalah untuk membangun keadaan fisik pasien sehingga pasien dapat
dengan berhasil berperan serta dalam psikoterapi untuk kesembuhan
totalnya.
Gangguan seperti asma bronkialis, dimana proses psikologis
memainkan peranan yang jelas dalam perkembangan dan perjalanan
penyakit, dapat berespon baik terhadap pendekatan terapi kombinasi.
Walaupun serangan asmatik sendiri dapat diobati oleh dokter ahli
penyakit dalam, terapi psikiatrik sangat berguna untuk jangka pendek
dengan membantu pasien menghilangkan kecemasan yang berhubungan
dengan serangan dan untuk jangka panjang dengan membantu pasien
mengungkapkan penyebab saling ketergantungan (interdependence)
yang terlibat di dalam gangguan.
1. Indikasi untuk Terapi Kombinsai
Jika selama serangan akut gangguan psikosomatik pasien
berespon terhadap terapi medis akut berhubungan dengn tindakan
suportif superfisial, pengungkapan, penenteraman, dan manipulasi
lingkungan yang dilakukan oleh dokter ahli penyakit dalam,
psikoterapi tambahan oleh dokter psikiatrik mungkin tidak
diperlukan. Penyakit psikosomatik yang tidak berespon terhadap
terapis medis atau yang kronis harus mendapatkan pemeriksaan
psikosomatik oleh dokter psikiatrik dan terapi kombinasi sesuai
indikasi.
2. Tujuan terapi kombinasi
Terapi ini berguna untuk menentukan spektrum tujuan terapik
yang sementara dan fleksibel dalam pengobatan gangguan
psikosomatik. Tujuan akhir yang diinginkan adalah kesembuhan,
yang berarti resolusi gangguan struktural dan reorganisasi
kepribadian, sehingga kebutuhan tersebut dan ketegangan tidak lagi
menyebabkan hasil patopsikologis. Terapi harus ditujukan pada
peneyesuaian kehidupan umum yang matur, peningkatan kapasistas
untuk aktifitas fisik dan peekerjaan, menghilangkan perkembangan

11
penyakit, membalikan patologi, menghindari komplikasi proses
penyakit dasar, menurunkan pemakaian tujuan sekunder yang
berhubungan dengan penyakit, dan meningkatkan kapasitas untuk
menyesuaikan adanya penyakit.
2.3.3 Psikoterapi kelompok dan Terapi keluarga
Karena kepentingan psikopatalogis dari hubungan ibu-anak dalam
perkembangan gangguan psikosomatik, modifikasi hubungan tersebut
telah diajukan sebgai kemungkinan fokus penekanan dalam
psikoterapi untuk gangguan psikosomatik. Toksoz Byram Karasu
menulis bahwa pendekatan kelompok harus juga menawarkan kontak
interpersonal yang lebih besar, meberikan dukungan ego yang lebuh
tinggi bagi ego pasien psikosomatik yang lemah dyang merasa takut
akan ancaman isolasi dan perpisahan parental. Tetapi keluarga
menawarkan harapan suatu perubahan dalam hubungan antara
keluarga dan anak. Kedua terapi memiliki hasil klinis awal yang
sangat baik.
Penilaian jangka panjang terhadap hasil berbgai psikoterapi,
individual atau kelompok, untuk gangguan psikosomatik masih
dilakukan. Kurasu menyimpulkan setelah melakukan penelitian yang
melelahkan pada terapi psikoterapi psikoterapik bahwa beberapa
pasien dengan gangguan medis dapat berespon secara positif terhadap
terapi psikologis, baik secara fisik atau psikologis. Beberapa gangguan
medis tampak lebih muda psikoterapi dibandingkan yang lainnya.
Beberapa modalitas terapetik tampaknya lebih efektif dibandingkan
yang lain, khususnya dalam hubungn dengan sifat psikopatologinya,
bukan patologi fisiknya.

2.3.4 Terapi Perilaku


Biofeedback. Penerapan teknik biofeedback pada pasien dengan
hipertensi, aritmia jantung, epilepsi, dan nyeri kepala tegangan telah
memberikan hasil terapetik yang emebesarkan hati terapi tidak
meyakinkan. Terapi ini menggunakan Teknik relaksasi. Terapi

12
hipertensi dapat termasuk penggunaan teknik relaksasi. Hasil telah
diterbitkan tentang pengobatan penyalahgunaan alkohol dan zat lain
dengan menggunakan meditasi transsendental. Peneliti juga telah
menggunakan meditasi dalam ppengobatan nyeri kepala.

BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Setelah mempelajari definisi dari gangguan psikofisiologis atau yang


disbut dengan psikosomatik, perlu disadari dulu bahwa kerteria sehat
bukanlah hanya sehat secara raga atau fisik saja, namun juga perlu mental
atau psikis yang sehat pula. Karena definisi dari gangguan psikofisiologis
merupakan gangguan pada perkembangan yang disebabkan oleh dua hal
yaitu gangguan yang disebabkan oleh keadaan fisik dan gangguan yang
disebabkan oleh emosi atau keadaan psikologis.
Sehinnga kedua faktor jiwa dan raga atai jasmani dan rohani sangat
bergantung satu sama lain, dan jenis - jenis sakit fisik yang telah dijelaskan
pada bembahasan tersebut adalah dampak dari kondisi psikologis yang
buruk, khususunya ketegangan emosi.

13
DAFTAR PUSTAKA

Youtube : Human Emotion 7.1: Psychophysiology (Introduction)


https://youtu.be/dR_DtzMafx0
Pinel, John P J. 2009. Biopsikologi Edisi 7. Yogyakarta Pustaka Pelajar
Kartono, Kartini. 1981. Psikologi Abnormal & Pathologi Seks. Bandung : Alumni
Kaplan, I. Harold, dkk. 1997. Sinopsis Psikiatri. Jakarta : Binarupa Aksara

14

Anda mungkin juga menyukai