Penyusun
1
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.......................................................................................................1
DAFTAR ISI......................................................................................................................2
BAB I.................................................................................................................................3
PENDAHULUAN.............................................................................................................3
1.1 Latar Belakang...................................................................................................3
1.2 Rumusan Masalah..............................................................................................3
1.3 Tujuan................................................................................................................3
BAB II...............................................................................................................................4
PEMBAHASAN................................................................................................................4
2.1 Definisi Gangguan Psikofisiologis (Psikosomatis)...................................................4
2.2 Macam-Macam Gangguan Psikosomatis..................................................................5
2.3 Penanganan atau Terapi gangguan Psikosomatik.....................................................9
BAB III............................................................................................................................13
PENUTUP.......................................................................................................................13
3.1 Kesimpulan......................................................................................................13
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................14
2
BAB I
PENDAHULUAN
1.3 Tujuan
Tujuan pembuatan makalah agar penulis dan pembaca mampu :
1. Mengetahui definisi dari gangguan psikofisiologis atau psikosomatis
2. Mengetahui dan memahami macam-macam gangguan psikofisiologis atau
psikosomatis
3. Mengetahui cara penanganan gangguan psikosomatis
3
BAB II
PEMBAHASAN
4
langsung dan mempengaruhi sistem saraf otonom yang mengakibatkan
terganggunya fungsi tubuh (Hasan, 2008).
5
bahwa ketakutan-ketakutan dan kemarahan-kemarahan itu selalu
cenderung untuk meninggikan tekanan darah dan mempercepat detak
jantung yang normal.
Jika kejadian ketegangan emosionil ini berlangsung dalam waktu
yang lama dan kronis sifatnya, dan tidak dapat diredusir dengan jalan
mekanisme yang efektif, maka akan menyebabkan timbulnya penyakit
hypertension atau tekanan darah tinggi. Dan hypertension ini
merupakan salah satu penyakit jasmaniah yang sangat berbahaya.
Banyak orang yang pergi ke dokter dengan keluhan-keluhan sakit
jantungnya, yang sebenarnya tidak mempunyai basis suatu penyakit
yang organis dari gangguan jantung itu sendiri. Tapi merupakan
simptom fisiologis hasil daripada ketakutan-ketakutan yang tidak bisa
diformulasikan dengan jelas dan juga tidak bisa dikompensir dan
diredusir.
2.2.2 Peptic Ulcer
Peptic ulcer ialah borok bernanah atau etterende zweer pada alat
pencernaan; terkenal pula dengan nama maagzweer. Peptic ulcer itu
asal mulanya berupa peradangan, yang disebabkan terlampau
banyaknya asam lambung di dalam usus 12 jari (deodenum). Karena
terlalu banyaknya asam lambung ini, terjadilah penggerogotan terhadap
usus-usus. Terjadinya demikian, bekerjanya perut yang normal itu
selalu dibantu dengan sekresi-sekresi lendir, yang bisa menetralisir atau
melawan bekerjanya asam lambung.
Jika bekerjanya lendir itu terganggu, asam lambung jadi terlalu
banyak dan konsentrasinya jadi terlalu kuat. Konsentrasi yang kuat ini
bisa merusak lambung dan usus serta menimbulkan luka-luka, yang
kemudian jadi borok-borok. Borok dalam lambung ini bervariasi. Yaitu
dari tingkat tingkat yang paling ringan berupa peradangan pada tempat-
tempat tertentu, terpencar-pencar di sana-sini yang menimbulkan rasa
sakit dan nyeri; sampai dengan borok bernanah yang besar menganga,
sifatnya berat dan disertai pendarahan. Malahan sering pula borok
bernanah tersebut menembus dinding-dinding dari lambung usus.
6
Sebab-sebab peptic ulcer antara lain konstitusi organis yang lemah,
infeksi, pernah menderita suatu penyakit, dan lain-lain. Tapi sebab lain
yang terutama ialah reaksi-reaksi emosionil yang kuat dan lama,
sebagai akibat dari konflik psikologis. Konflik-konflik yang kuat dan
terus-menerus berlangsung dalam waktu yang lama itu menimbulkan
respons-respons emosionil yang kronis. Biasanya berbentuk sikap
permusuhan atau sikap ketakutan-ketakutan.
Peptic ulcer bisa juga timbul oleh cara hidup dan cara makan yang
sering kurang teratur. Oleh karena banyak terjadi konflik-konflik dalam
diri sendiri, sering berbenturan dengan norma-norma sosial sehingga
terjadi konflik-konflik ekstern juga, maka tidak jarang orang-orang ini
mempergunakan mekanisme pertahanan diri yang lain. Sehingga
timbullah pola-pola kebiasaan hidup yang salah, misalnya anxiety dan
psikhosomatisme.
Teori lain yang menyebutkan sebab-sebab dari timbulnya penyakit
peptic ulcer ini antara lain ialah :
1. Faktor konstitusinya, berupa lambung yang lemah; disebabkan oleh
kerusakan-kerusakan, atau dahulunya pernah sakit. Sehingga sangat
peka untuk jadi sakit. Bagian yang lemah ini kalah terhadap
tekanan-tekanan dan ekses-ekses yang disebabkan oleh ketegangan-
ketegangan emosionil.
2. Theori kedua menyebutkan peptic ulcer terutama ditentukan oleh
bentuk dan banyaknya konflik-konflik psikologis atau konflik-
konflik batin, dan bukan oleh konstitusi jasmaniahnya. Bukti-bukti
case study menunjukkan, bahwa penyakit peptic ulcer ini banyak
diderita oleh orang-orang yang sifatnya antara lain : terlalu
bergantung pada orang lain, bertemperamen agresif, sering bersikap
bermusuhan atau koleris, yang suka mengingkari kebutuhan
biologisnya, dan selalu berusaha menekan agresifitasnya. Jadi, ada
konflik-konflik yang ditekan kuat-kuat, diantara sikap bermusuhan
dengan sikap ketergantungan.
7
2.2.3 Asma Bronkialis
Asma bronkialis adalah penyakit obstruktif kronis rekuren pada
jalan nafas bronkial, yang cenderung berespon terhadap berbagai
stimuli dengan konstrisi bronkial, edema, dan sekresi yang berlebihan.
Faktor genetika, faktor alergik, infeksi, stres akut, dan kronis-
semuanya berkombinasi. Mengingat kecepatan dan kedalaman orang
yang sehat dapat diubah secara volunter untuk menyesuaikan dengan
berbagai keadaan emosional, perubahan tersebut diperberat dan
diperpanjang pada orang dengan asma.
Teori yang menjadi penyebab timbulnya asma bronkialis:
1. Faktor psikologis
Pasien asmatik memiliki karakteristik kebutuhan akan
ketergantungan yang berlebihan, tidak ada tipe kepribadian spesifik
yang telah diidentifikasi. Ale Xander mengajukan faktor
psikodinamika, karena ia menemukan pada banyak pasien asmatik
adanya harapan yang tidak disadari akan perlindungan dan untuk
diselubungi oleh ibu atau pengganti ibu. Seperti, tokoh ibu
cenderung bersifat melindungi dan cemas secara berlebihan,
perfeksionisti, berkuasa, dan menolong. Jika proteksi dicari tapi
tidak didapatkan, serangan asmatik akan terjadi.
2.2.4 Obesitas
Obesitas adalah suatu kondisi yang ditandai oleh akumulasi
lemak berlebihan di mana berat badan melibihi 20 persen berat
badan standart yang dituliskan adalam tabel tinggi badan dan berat
badan biasanya.
Pertimbangan psikosomatik. Terdapat predisposisi familial
genetik pada obesitas, dan faktor perkembangan awal ditemukan
pada obesitas masa anak-anak. Faktor-faktor tersebut menyatakan
bahwa anak-anak yang gemuk meningkatkan jumlah sel lemaknya
(obesitas hiperplastik), yang mempredisposisikan mereka kepada
obesitas dewasa. Jika obesitas terjadi pertama kali pada kehidupan
dewasa, biasanya adalah obesitas hipertrofik (peningkatan ukuran
8
sel lemak), bukannya peningkatan jumlah sel lemak. Obesitas juga
cenderung membatasi aktifitas fisik, yang selanjutnya memperberat
kondisi. faktor psikologis adalah bagian penting dari penyebab
obesitas hiperfagik (makan berlebihan), khususnya makan pest
pora. Di antara faktor psikodinamika yang diajukan adalah fiksasi
oral, regresi oral, dan penilaian berlebihan terhadap makanan.
Bulimia-biasanya berhubungan dengan pesta makan-mungkin
ditemukan. Di samping itu, pasien sering memilki riwayat
penghindaan citra tubuh dan pembiasan awal yang buruk dalam
asupan makanan.
2.2.5 Atritis Rematoid
Artitis rematoid adlah suatu penyakit yang ditandai oleh nyeri
muskuloskeletal kronis yang disebabkan oleh penyakit herediter,
alergik, imunologi, dan psikologis. Stres psikologis mungkin
mempredisposisikan pasien pada artritis rematoid dan penyakit
autoimun lain melalui supresi kekebalan. Orang atritik biasanya
merasa terkekang, terikat, dan terbatas. Karena banyak orang atritik
memiliki riwayat aktivitas fisik(sebagai contohnya, penari), mereka
seringkali memiliki rasa marah yang terepresi tentang pembatasan
fungsi otot-otot mereka, yang memperberat kelakuan dan imobilitas
mereka.
9
Akupungtur: Menggunakan jarum untuk menstimulasi daerah yang
diduga memiliki hubungan saraf dengan organ dan fungsi tubuh
spesifik.
Akupresur, Refleksologi: Mirip dengan akupungtur dalam
konsepnya kecuali menggunakan tekanan jari; refleksologi hanya
melibatkan tangan dan kaki.
Chiropractic: Manipulasi atau subluksasi vertebra spinalis untuk
menghilangkan masalah tulang punggung dan penyakit ringan
lainnya.
2. Perubahan keadaan mental
Respon relaksasi, visualisasi, pengkhayalan yang dibimbing:
Menggunakan keadaan rileks- sebgai contohnya, melalui meditasi –
untuk mengubah respon tubuh.
3. Medikasi
Terapi antineoplastik: Menggunakan senyawa dari urin manusia,
sekarang disintesis, yang tampaknya menghalangi pembelahan
beberapa sel kanker.
Tepung sari lebah (bee pollen): Digunakan sebagai kemungkinan
terapi untuk asma, sklerosis multipel, dan alergi.
Jamu-jamuan: Menggunakan zat tanaman alami untuk mwngobati
penyakit, didasarkan pada pengobatan tradisional dan riset modern.
Homeopati: Medikasi yang didasarkan pada keyakinan bahwa
dengan dosis kecil encer berbagai zat, sistem imun dapat melawan
penyakit.
Terapi ozon: Memasukkan zat ozon kedalam pembuluh darah
sebagai kemungkinan cara untuk melawan penyakit.
Tulang rawan ikan hiu: Digunakan sebagai kemungkinan terapi
kanker karena resistensi alami ikan hiu terhadap kanker.
2.3.2 Terapi Kombinasi
Terapi ini menggunakan pendekatan, dimana para dokter psikiatrik
menangani aspek psikiatrik dari kasus dan dokter ahli penyakit dalam
atau dokter spesialis lain mengobati aspek somatik, memerlukan
10
kerjasama yang paling erat antara kedua dokter. Tujuan terapi medis
adalah untuk membangun keadaan fisik pasien sehingga pasien dapat
dengan berhasil berperan serta dalam psikoterapi untuk kesembuhan
totalnya.
Gangguan seperti asma bronkialis, dimana proses psikologis
memainkan peranan yang jelas dalam perkembangan dan perjalanan
penyakit, dapat berespon baik terhadap pendekatan terapi kombinasi.
Walaupun serangan asmatik sendiri dapat diobati oleh dokter ahli
penyakit dalam, terapi psikiatrik sangat berguna untuk jangka pendek
dengan membantu pasien menghilangkan kecemasan yang berhubungan
dengan serangan dan untuk jangka panjang dengan membantu pasien
mengungkapkan penyebab saling ketergantungan (interdependence)
yang terlibat di dalam gangguan.
1. Indikasi untuk Terapi Kombinsai
Jika selama serangan akut gangguan psikosomatik pasien
berespon terhadap terapi medis akut berhubungan dengn tindakan
suportif superfisial, pengungkapan, penenteraman, dan manipulasi
lingkungan yang dilakukan oleh dokter ahli penyakit dalam,
psikoterapi tambahan oleh dokter psikiatrik mungkin tidak
diperlukan. Penyakit psikosomatik yang tidak berespon terhadap
terapis medis atau yang kronis harus mendapatkan pemeriksaan
psikosomatik oleh dokter psikiatrik dan terapi kombinasi sesuai
indikasi.
2. Tujuan terapi kombinasi
Terapi ini berguna untuk menentukan spektrum tujuan terapik
yang sementara dan fleksibel dalam pengobatan gangguan
psikosomatik. Tujuan akhir yang diinginkan adalah kesembuhan,
yang berarti resolusi gangguan struktural dan reorganisasi
kepribadian, sehingga kebutuhan tersebut dan ketegangan tidak lagi
menyebabkan hasil patopsikologis. Terapi harus ditujukan pada
peneyesuaian kehidupan umum yang matur, peningkatan kapasistas
untuk aktifitas fisik dan peekerjaan, menghilangkan perkembangan
11
penyakit, membalikan patologi, menghindari komplikasi proses
penyakit dasar, menurunkan pemakaian tujuan sekunder yang
berhubungan dengan penyakit, dan meningkatkan kapasitas untuk
menyesuaikan adanya penyakit.
2.3.3 Psikoterapi kelompok dan Terapi keluarga
Karena kepentingan psikopatalogis dari hubungan ibu-anak dalam
perkembangan gangguan psikosomatik, modifikasi hubungan tersebut
telah diajukan sebgai kemungkinan fokus penekanan dalam
psikoterapi untuk gangguan psikosomatik. Toksoz Byram Karasu
menulis bahwa pendekatan kelompok harus juga menawarkan kontak
interpersonal yang lebih besar, meberikan dukungan ego yang lebuh
tinggi bagi ego pasien psikosomatik yang lemah dyang merasa takut
akan ancaman isolasi dan perpisahan parental. Tetapi keluarga
menawarkan harapan suatu perubahan dalam hubungan antara
keluarga dan anak. Kedua terapi memiliki hasil klinis awal yang
sangat baik.
Penilaian jangka panjang terhadap hasil berbgai psikoterapi,
individual atau kelompok, untuk gangguan psikosomatik masih
dilakukan. Kurasu menyimpulkan setelah melakukan penelitian yang
melelahkan pada terapi psikoterapi psikoterapik bahwa beberapa
pasien dengan gangguan medis dapat berespon secara positif terhadap
terapi psikologis, baik secara fisik atau psikologis. Beberapa gangguan
medis tampak lebih muda psikoterapi dibandingkan yang lainnya.
Beberapa modalitas terapetik tampaknya lebih efektif dibandingkan
yang lain, khususnya dalam hubungn dengan sifat psikopatologinya,
bukan patologi fisiknya.
12
hipertensi dapat termasuk penggunaan teknik relaksasi. Hasil telah
diterbitkan tentang pengobatan penyalahgunaan alkohol dan zat lain
dengan menggunakan meditasi transsendental. Peneliti juga telah
menggunakan meditasi dalam ppengobatan nyeri kepala.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
13
DAFTAR PUSTAKA
14