ISLAM
Oleh:
Ketentuan Pidana
Pasal 72:
1. Barang siapa dengan sengaja dan tanpa hak melakukkan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam
pasal 2 ayat (1) atau pasal 49 ayat (1) dan ayat (2) dipidana penjara masing-masing paling singkat
1 (satu) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp. 1.000.000,- (satu juta rupiah) atau pidana penjara
paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 5.000.000.000,00- (lima milyar
rupiah)
2. Barang siapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan, mengedarkan, atau menjual kepada umum
suatu ciptaan atau barang hasil pelanggaran Hak Cipta atau Hak Terkait sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1), dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling
banyak Rp. 500.000.000,- (lima ratus juta rupiah).
FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
Penulis : Dr. Samsul Bahri, MA
v
Indonesia. Karena itu buku ini layak tampil dalam upaya lebih
memperkenalkan, menghargai dan memasyarakatkan bagaimana
peran tokoh-tokoh pendidikan dalam Islam. Namun disadari
bahwa betapapun kesungguhan dan upaya telah dilakukan
penulis, tapi diyakini tulisan ini masih banyak mengandung
kelemahan baik dari segi isi, analisis, bahasa serta teknik
penulisan. Untuk itu, saran dan kritik dari pembaca yang budiman
guna menyempurnakan buku ini amat penulis harapkan.
Akhirnya, mengucapkan terimah kasih pada keluarga besar
saya yang memberikan motivasi khususnya pada orang tua, isteri
Dr. Ummi Kalsum, MA, dan ketiga anak Ajwah Hikmil Bahri,
Ahmad Rafif el-Bahri serta si kecil Aflah Zakira el-Bahri sehingga
buku ini dapat disajikan kepada para mahasiswa UIN/ IAIN/STAIN
dan masyarakat pada umumnya, sembari mengharapkan saran
dan kritik yang bersifat membangun demi perbaikan di masa
mendatang.
Wassalamu’alaikum Wr.Wb.
KATA PENGANTAR...............................................................v
DAFTAR ISI......................................................................... vii
BAB I
FILSAFAT DALAM PERSPEKTIF ISLAM............................... 1
A. Pengantar..............................................................................1
B. Filsafat dalam padangan Islam...........................................2
C. Epistimologi Islam..............................................................9
D. Penutup...............................................................................18
BAB II
PENDIDIKAN ISLAM TELAAH EPISTIMOLOGI ILMU.........19
A. Pengantar............................................................................19
B. Ontologi Filsafat Pendidikan Islam.................................20
C. Urgensi, Tujuan dan Fungsi Mempelajarinya................22
D. Metode Filsafat Pendidikan Islam...................................24
E. Tipologi Filsafat Pendidikan Islam..................................26
BAB III
EPISITMOLOGI SISTEM PENDIDIKAN ISLAMI................. 29
A. Pengantar............................................................................29
B. Sistem Pendidikan Islami .................................................30
C. Teori tentang Tujuan Pendidikan...................................47
D. Teori Tentang Program Pendidikan................................59
vii
Dr. Samsul Bahri, MA.
BAB IV
DISKURSUS FILOSOFIS PENDIDIKAN ISLAM
DALAM PEMIKIRAN PARA TOKOH KLASIK DAN
KONTEMPORER............................................................ 73
A. Pengantar............................................................................73
B. Modernisasi Pendidikan Perspektif Fazlur Rahman....74
C. Pendidikan Non Dikotomik Perspektif Hasan
Langgulung..........................................................................79
D. Menata Ulang Sistem Pendidikan Islam Persfektif Abu
Al-Maududi.......................................................................111
E. Pendidikan Emansipasi Perempuan persfektif Qasim
Amin...................................................................................152
BAB V
DISKURSUS FILOSOFIS PENDIDIKAN ISLAM DALAM
PEMIKIRAN PARA TOKOH DI INDONESIA.................161
A. Pengantar..........................................................................161
B. Integrasi Pendidikan perspektif Mohammad Natsir.162
C. Pemikiran Pendidikan Ahmad Dahlan........................168
D. Pemikiran Pendidikan K.H. Hasyim asy’ari.................171
E. Modernisasi Pendidikan Pesantren Perspektif KH.
Abdurrahman Wahid......................................................185
F. Gagasan Harun Nasution Di Bidang Pendidikan........221
Daftar Pustaka................................................................ 226
Profil Penulis................................................................... 247
viii
BAB I
FILSAFAT DALAM PERSPEKTIF
ISLAM
A. Pengantar
Filsafat bagi manusia adalah kegiatan olah otak yang mampu
menemukan pemahaman yang mencerahkan dalam setiap
problematika yang kita hadapi. Bahkan aktivitas pemikiran mampu
memperkuat dan memperkokoh akidah seorang, hanya saja ketika
filsafat melepaskan dari pengetahuan agama, maka alat ukur
rasional menjadi kebenaran dalam ilmu pengetahuan, dan agama
tidak menjadi alat ukur kebenaran. Dengan demikian kelompok
rasionalis seperti Descartes telah mematikan pengelaman dan agama
sebagai teori kebenaran, yang ada adalah rasio menjadi dewa yang
menghasilkan pengetahuan yang benar. Bahkan Sejak 650 SM sampai
masa Descarte dengan teorinya cagito ergo sum-nya mantiq akal sangat
mendominasi.(Tafsir:2010:82) selanjutnya pada tahun 1784 mulai
Spinoza sampai Lessing kedigdayaan akal telah Berjaya(lihat Durant,
1959, 255). Bagi David Hume (1711-1776)tidak begitu senang dengan
kondisi ini. Ia mengatakan bila akal menantang manusia, maka akan
datang waktunya manusia menantang akalnya. (Tafsir, 2010, 84).
Dengan demikian,perdebatan akal fikiran telah banyak melahirkan
beragama pendapat, hal ini tidak bisa dipungkiri bahwa bahwa akal
diperdebatkan oleh ahli akal dan orang-orang yang secara intesif
menggunakan akalnya. Kerja akal yaitu berfikir mendalam sehingga
melahirkan pengetahuan filsafat, sebagai produk akal. Demikian
1
Dr. Samsul Bahri, MA.
2
FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
1 Lihat Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan Islam, Bandung, Remaja rosdakarya, 2012, h. 307.
2 Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan Islam, h. 307
3 Lihat A. Khudori Soleh, Wacana Baru Filsafat Islam, Yogyakarta, Pustaka Pelajar, 2004, h. vii
4 A. Khudori Soleh, Filsafat Islam Dari Masa Klasik Hingga Kontemporer, Yogyakarta, Ar-Ruzz
Media, 2016,h. 7
5 Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru, h. 99
3
Dr. Samsul Bahri, MA.
yang pertama turun secara sistemik, dalam konteks wahyu ini, surat
Al Alaq perintah tentang membaca justru paling pertama dan utama
diwahyukan Allah SWT. Kian menakjubkan lagi, karena surat Al Qalam
perintah menulis menjadi skala prioritas wahyu kedua yang turun
dari langit. Dengan demikian, berarti proses pembelajaran harus
dimulai dengan metode membaca dan menulis. Jika kedua program
awal ini dapat berlangsung maksimal, maka sudah pasti fakultas
otak dapat terbangun dengan produk kecerdasan intelektual yang
mampu membaca dengan kerangka “Isme Rabbika”. Allah berfirman
َ ُّ َ َ ْ َ ْ َ َ ْ َ َٰ ْ ََ َ َ َ َ ْ َّ َ ّ َ ْ ْ َ ْ
ٱقرأ وربك2ٱلنسن مِن عل ٍق ِ خلق1 ۚ ا ِقرأ بِاس ِم ربِك الِي خلق
َْ ْ َ ْ َ َ َ ٰ َ ْ َ َّ َ َ َ ْ َ َّ َ َّ ْ َْ
ُ ك َر
5ٱلنسن ما لم يعلم ِ م ل ع 5مِ ل ق ٱلِ ب م ل ع ِى
ٱل 4م ٱل
Artinya: Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang
Menciptakan, Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah..
Bacalah, dan Tuhanmulah yang Maha pemurah, yang mengajar
(manusia) dengan perantaran kalam. Dia mengajar kepada manusia
apa yang tidak diketahuinya.
Bagi Hasan Langgulung, perintah membaca melibatkan proses
mental yang tinggi, melibatkan proses pengenalan (cognition),
ingatan (memory) pengmatan (pereception), pengucapan (verbalzation),
pemikiran (reasoning), daya kerasi(creatyvity), di samping proses
psikologi.6 Lebih lanjut, mengatakan dengan membaca juga
mengandung aspek sosial, yaitu proses yang menghubungkan
perasaan, pemikiran dan tingkah laku seorang manusia dengan
manusia lain, pembecaan menghendaki adanya simbol yang dapat di
baca yaitu tulisan.7 Dengan perantaraan tulisan pembacaan manusia
tidak perlu behadapan. Dengan kata lain bacaan merupakan alat
sistem penhubung.
6 Hasan Langgulung, Pendidikan dan Peradaban Islam, Jakarta, Pustaka al-Husna, 1985, h. 9.
7 Hasan Langgulung, Pendidikan dan Peradaban Islam, h.9
4
FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
8 Kata al-af’ida adalah bentuk jamak dari kata fuad yang artinya akal. Makna ini dapat
diterima jika yang dimaksud adanya gabungan daya fikir dan daya kalbu, yang menjadikan
seorang terikat sehingga tidak terjerumus dalam kesalahan dan kedurhakaan. Lihat
M.Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah, Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur’an, Volume 7, Jakarta,
Lentera Hati, 2002, h. 307.
9 Lihat tafsir Ibnu Katsir Juz II, h. 580.
5
Dr. Samsul Bahri, MA.
oleh Allah SWT, maka penguasa kerajaan langit dan bumi yang
Maha segala-Nya ini mewahyukan kerangka lanjutan metodologis,
yakni menurunkan surat Al-Muzammil sebagai resep jitu untuk
menumbuhkembangkan kecerdasan emosional dan spritual dalam
sebuah lembaga pendidikan yang disebut Fakultas Rohani.
Tentu saja dengan menyadari panorama kehidupan moderen
dengan segala dampaknya dalam konteks paradigma pendidikan
kapitalistis yang menindas. Maka, selain pentingnya keberadaan
fakultas otak dalam kerangka Isme Rabbika tersebut, juga sangat
dibutuhkan proses pengembangan fakultas rohani yang mampu
memproses kecerdasan emosional dan sekaligus peletakan
dasar kecerdasan spiritual. Atas dasar inilah, sehingga Allah SWT
menurunkan Surat ketiga Al Muzammil sebagai upaya pendakian
rohani menuju kebangkitan spiritual melalui upaya bangun malam
untuk bertahajjud ketika semua orang terlena di bantal balutan.
Potensi Rohani hanya bisa digapai dengan metode qiyamul lail, bukan
dengan cara mendatangi dukun atau paranormal yang nota-bene
sakti mandera-guna yang sekaligus mungkin palsu.
Pada gilirannya, seorang muslim sejati yang telah memperoleh
potensi fakultas otak dan rohani melalui proses pembelajaran dari
ketiga surat yang diturunkan terdahulu. Maka seterusnya, diuji-
coba pola pikir, sikap dan prilaku serta nuraninya secara lebih ulet,
tanguh dan tajam dengan amanah dakwah melalui perintah surat
keempat Al Mudatsir. Dalam tataran pergumulan dan pergulatan
inilah, seabrek simbol pejuang dan sejenisnya mungkin berguguran.
Namun bagi mereka yang telah menyatukan langkah dengan
perintah Al Mudatsir, besar peluang untuk berhasil melewati medan
jihad dan akan menelorkan life university dan kampus peradaban
Islam yang bernuansa Rahman dan Rahim sebagai refleksi dari surat
kelima Al Fatihah.
Dengan demikian, ranah penggunaan pemikiran dalam
sangat ditekankan, karena itu menurut Ibnu Ruysd filsafat tidaklah
6
FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
10 Lihat Muhaimin, Kawasan dan Wawasan Studi Islam, Jakarta, Kencana, 2005, h. 303
11 Lihat Harun Nasution, Filsafat dan Mistisme dalam Islam, Jakarta, Bulan Bintang,1999, h. 43.
12 Lias Hasibuan, Berfikir Reflekti Qur’ani, Jambi, SAPA Project, 2004, h. 92.
13 Bayt al-Hikmah Baghdad merupakan salah satu pusat kegiatan penterjemahan ilmu-ilmu
dari Yunani ke dalam Bahasa Arab. Pimpinannya adalah Hunayn Ibn Ishaq. Philip K. Hitti,
History of Arabs, London, The Macmillan Press, 1974, h. 312.
7
Dr. Samsul Bahri, MA.
8
FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
C. Epistimologi Islam
Epistimologi adalah suatu cabang filsafat yang bersangkut paut
dengan teori pengetahuan. Istilah epistimologi berasal dari bahasa
yunani yang terdiri dari dua kata episteme (pengetahuan) dan logos
(kata, pikiran, percakapan atau ilmu). Jadi epistimologi adalah kata,
pikiran, percakapan tentang pengetahuan atau ilmu pengetahuan
yang berurusan dengan hakikat dan lingkup pengetahuan,
pengandaian- pengandaian dan dasar-dasarnya serta pertanggung
jawaban atas pernyataan mengenai pengetahuan yang dimiliki.4
Dalam bidang ini, terdapat tiga masalah pokok, yaitu: pertama,
mengenai sumber-sumber pengetahuan, dan metode atau cara
bagaimana proses mengetahui. Kedua, tentang watak pengetahuan,
adanya dunia yang benar-benar ada di luar pikiran kita, dan
bagaimana kita mengetahuinya. Ketiga, mengenai kebenaran (Titus,
1984). Dari hal itu, terhadap sumber dan perwatakan kebenaran
pengetahuan, menegaskan sejauh mana manusia dengan segala
keterbatasan potensinya mampu mengetahuinya.
9
Dr. Samsul Bahri, MA.
10
FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
11
Dr. Samsul Bahri, MA.
12
FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
13
Dr. Samsul Bahri, MA.
14
FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
15
Dr. Samsul Bahri, MA.
21 Lihat Wira Hadi Kusuma, “ Epistimologi Bayani, Irfani, dan Burhani”, dalam Jurnal Syi’ar Vol.
18 No. 1 Januari-Juni 2018, IAIN Bengkulu, h. 7-8.
16
FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
17
Dr. Samsul Bahri, MA.
D. Penutup
Ketiga epistimologi Islam tersebut adalah pergolakan
dipentas pemikiran keilmuan Islam yang memberikan konstribusi
perkembangan pemikiran Islam, karena itu, nalar-nalar tersebut
menjadi bukti bahwa filsafat dalam Islam bukan berasal dari Yunani,
bahkan epistimologi dalam Islam lebih dulu mapan dari filsafat
Yunani. Karena itu, menurut Soleh ada tiga hal:pertama, pemikiran
rasional Islam tidak merupakan jiplakan atau plagiasi dari filsafat
Yunani sebagaimana dituduhkan sebagian kalangan, meski diakui
bahwa filsafat Yunani telah memberikan konstribusi sangat besar
bagi perkembangan pemikiran filsafat dalam Islam. Kedua, system
pemikiran rasional Islam tersebut lahir atau muncul analisis dan
perkembangan bahasa (nahw), lewat berbagai mazhab bahasa yang
ada. Berawal dari analisis dan rasionalisasi bahasa ini kemudian
berkembang menjadi rasionalisasi dalam bidang hokum (fiqh) dan
teologi Islam, karena adanya kebutuhan untuk menjelaskan secara
rasional-filosofis atas makna dan maksud teks suci dan menjawab
problem-problem yang muncul saat itu secara rasional. Ketiga, filsafat
Yunani masuk ke dalam khazanah pemikiran Islam kali pada masa
Khalifah al-Makmun (811-833M) dari Dinasti Bani Abbas (750-1258 M),
lewat proses terjemahan. Proses penterjemahan dilakukan karena
telah berkembang dan mapanya tradisi berpikir rasional-filosofis di
kalangan masyarakat Islam.
18
BAB II
PENDIDIKAN ISLAM TELAAH
EPISTIMOLOGI ILMU
A. Pengantar
Dunia pendidikan Islam secara sosial dan historis pada 8-12
M merupakan puncak keemasan pendidikan Islam yang banyak
melahirkan pemikir-pemikir pendidikan dan epitimologi. Salah
satu rahasia kesuksesan puncak keemasan pendidikan Islam
pada saat itu terletak kepada kebebasan mimbar akademik,
demokratisasi serta berpengang teguh pada etika akademik atau
akhlak sangat dijujung tinggi, dengan menjadikan Al-qur’an
dan hadis sebagai motivator pengembangan ilmu, akan tetapi
pasca abad ke-12 dunia pendidikan Islam mengalami kemunduran
yang nyaris memasuki periode kejumudan dimana ijtihad telah
tertutup, atau menurut istilah Harun Nasution, bukan ijithad
telah tertutup, tetapi karena tidak ada yang berani berijtihad.
Sehingga kemuduran terjadi dalam berbagai bidang termasuk
bidang pendidikan.
Usaha-usaha para pemikir untuk membenahi atau
mengadakan pembaharuan system pendidikan Islam terus
dilakukan, karena salah satu esensi dari pembaharuan adalah
upaya terus menerus menganalisis keadaan dan mencermati
peluang-peluang perbaikan yang mesti dilakukan. Hal ini diakui
Fazlur Rahman bahwa usaha pembaharuan pendidikan adalah
19
Dr. Samsul Bahri, MA.
20
FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
21
Dr. Samsul Bahri, MA.
22
FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
23
Dr. Samsul Bahri, MA.
24
FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
25
Dr. Samsul Bahri, MA.
26
FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
27
Dr. Samsul Bahri, MA.
28
BAB III
EPISITMOLOGI SISTEM
PENDIDIKAN ISLAMI
A. Pengantar
Pada bab ini, dikemukakan konsep sejumlah kata kunci yang
tertera dalam kajian ini yaitu sistem dan pendidikan Islami. Menurut
Irwan Abdullah pendefinisian kata kunci sangat urgen dilakukan,
karena dapat memberikan makna dalam memahami, menafsirkan,
menganalisis dan menjelaskan fakta yang sedang diteliti.35
Pendefinisian kata kunci juga mempunyai fungsi menghindari
terjadinya perbedaan pengertian terhadap kata kunci antara peneliti
dan pembaca.36
Dalam bab ini menjelaskan tentang kerangka teori yang
digunakan dalam penelitian ini, untuk menganalisis data dan
temuan penelitian, sehingga dapat digunakan sebagai acuan dalam
menjabarkan masalah penelitian dari berbagai unsur yang perlu
digali datanya. Untuk itu, yang menjadi fokus pembahasan yakni
teori sistem pendidikan Islami, yang terdiri dari tujuan, program
pendidikan, proses pendidikan, serta evaluasi.
29
Dr. Samsul Bahri, MA.
37 Menurut istilah sistem berasal dari bahasa Yunani “sistema” yang artinya suatu keseluruhan
yang tersusun dari banyak bagian (whole compounded of several parts). Di antara bagian-
bagian itu terdapat hubungan yang berlangsung secara teratur. Lihat Tatang Amirin,
Pengantar Sistem (Jakarta: Rajawali Press, 1999), hlm. 11. Definisi sistem yang lain
dikemukakan Anas Sudjana adalah sistem adalah suatu kebulatan/keseluruhan yang
kompleks atau terorganisir; suatu himpunan atau perpaduan hal-hal atau bagian-bagian
yang membentuk suatu kebulatan/keseluruhan yang kompleks. Anas Sudjana, Pengantar
Administrasi Pendidikan Sebagai suatu Sistem (Bandung: Rosda Karya, 1997), hlm. 21-26
38 Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai
Pustaka, 1997), hlm. 232
30
FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
39 Samsul Nizar, Filsafat Pendidikan Islam; Pendekatan Historis, Teoritis dan Praktis, (Jakarta:
Ciputat Press, 2002), hlm. 26
40 Abddurrahman An-Nahlawi, Prinsip-Prinsip dan Metode Pendidikan Islam, (Bandung: CV.
Diponegoro, 1992), hlm. 31
41 Ayat di atas, menjelaskan kewajiban seorang anak untuk mendoakan orang tua, sambil
mengingat jasa-jasa mereka, lebih-lebih waktu sang anak masih kecil dan tidak berdaya.
Kini kalau orang tua pun telah mencapai usia lanjut dan tidak berdaya, maka sang anak pun
berkewajiban untuk memperhatikannya. M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Mis{bah, Pesan, Kesan,
dan Keserasian Al-Qur’an, Vol. 7, (Jakarta: Lentera Hati, 2002), hlm. 453-457.
31
Dr. Samsul Bahri, MA.
42 Atiyah al-Abrasyi, al-Tarbiyah al-Islamiyah wa Falasifatuha, cet. III, (Mesir, Isa al-Baby al-halaby
tt), hlm. 22.
43 Dengan menyetir pendapat pakar, yang antara lain mengungkapkan pendapat Fuad ‘Abd
al-Baqy dalam bukunya, al-Mu’jam al-Mufahras li Alfadh al-Qur’anul Karim, bahwa di dalam
al-Qur’an kata tarbiyah dengan berbagai kata yang serumpun dengannya dan diulang
sebanyak lebih dari 872 kali. Abuddin Nata, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Logos Wacana
Ilmu, 1997), Cet III, hlm. 6.
44 Al-Maududi memberikan penjelasan bahwa tarbiyah tidak hanya dibatasi dalam makna
memelihara dan membimbing, tetapi lebih luas terutama yakni: (1) memelihara dan
menjamin atau memenuhi kebutuhan yang terpelihara, (2) membimbing dan mengawasi
serta memperbaikinya dalam segala hal, (3) pemimpin yang menjadi penggerak utamanya
secara keseluruhan, (4) pemimpin yang diakui kekuasaanya. Abu al-A’la al-Maududi,
Manhaj al-Islamiah al-Jadid li al-Tarbiyah wa al-Ta’lim, (Damsyik: al-Maktabah al-Islami, 1985),
hlm. 26-27.
45 Najib Khalid al-Amir, Tarbiyah Rasulullah, (Jakarta: Gema Insani Press, 1992), hlm. 82.
46 M. Quraish Shihab, Tafsir al-Quranul Karim, (Bandung: Pustaka Hidayah, 1997), hlm. 21-22.
47 (1) Tarbiyah adalah menyampaikan sesuatu untuk mencapai kesempurnaan bentuk
penyampaian satu dengan yang lain berbeda, sesuai cara pembentukannya. (2) Tarbiyah
adalah menentukan tujuan melalui persiapan sesuai dengan batas kemampuan untuk
mencapai kesempurnaan. (3) Tarbiyah adalah sesuatu yang dilakukan secara bertahap
dan sedikit demi sedikit oleh seorang pendidik (murabbi). (4) Tarbiyah dilakukan secara
berkesinambungan. Artinya bertahap sejalan dengan kehidupan. (5)Tarbiyah adalah
tujuan terpenting dalam kehidupan baik secara individu maupun secara keseluruhan.
32
FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
33
Dr. Samsul Bahri, MA.
34
FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
35
Dr. Samsul Bahri, MA.
ُ ّ ُ َ ُْ ُ ْ ً ُ ْ َ َ
ك َما أ ْر َسل َنا فِيك ْم َر ُسول مِنك ْم َيتلو َعليْك ْم آيَات َِنا َو ُي َزك ِيك ْم
َ َ َ ُ ُ َ َ ُ ّ َ ْ ْ َ ك ُم الْك َِتُ ََُُّ
اب َوال ِك َمة َو ُي َعل ُِمك ْم َما ل ْم تكونوا ت ْعل ُمون ويعل ِم
Artinya: Sebagaimana (kami telah menyempurnakan nikmat Kami
kepadamu) Kami telah mengutus kepadamu Rasul diantara kamu
yang membacakan ayat-ayat Kami kepada kamu dan mensucikan
kamu dan mengajarkan kepadamu Al kitab dan Al-Hikmah, serta
mengajarkan kepada kamu apa yang belum kamu ketahui. ( QS.Al-
Baqarah: 2:151)
36
FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
60 Abdul Fattah Jalal, Azaz-Azaz Pendidikan Islam, Terj. Harry Noer Ali, (Bandung: CV.
Diponegoro, 1988), hlm. 29-30.
61 Ismail dkk, Paradigma Pendidikan Islam, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2001), hlm. 60.
37
Dr. Samsul Bahri, MA.
38
FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
39
Dr. Samsul Bahri, MA.
ْ ُ َ ْ ّ َّ ْ ْ ُ َ َّ َ ُ َ ُ ُ َ َ ُ َ ْ ُ َ ْ ُ َ َ ْ
الش َك لظل ٌم ِ شك بِاهللِ إِن ِ ِإَوذ قال لقمان الِبنِهِ وهو يعِظه يابن ال ت
ُ ُ حلَتْ ُه أُ ُّم ُه َو ْه ًنا َع َو ْهن َوف َِص
ال
َ َ َ ِاليْه َ ِ ان ب َو َ َ ْ َ ْ َّ َ َ
س نااإل ني ص و و 13 ٌ َع ِظ
يم
ٍ ِ ِ
ۡ َ ٰٓ َ َ ٰ َ َ ۡ َ ْالمصي
ُ َ َّ َ َ َْ َ َ ْ ُ ْ َ َْ َ
وا ِن جاهدك ع ان14 ِ ي أ ِن اشكر ِل ول ِو ِاليك إِل ِ ِف عم
ۡ ُّ ُ َ َ ۡ َ َ َ ۡ ت ُ ۡش َك
ادلن َيا ب َما ل ۡي َس لك بِهٖ عِل ٌم ۙ فل ت ِط ۡع ُه َما َو َصاح ِۡب ُه َما ِف ِ ِ
ۡ ُ ُ ّ َ ُ َ ۡ ُ ُ َ َ ُ َ َ َ َ ۡ َ َ ۡ َ ۡ َّ َّ ًَُۡۡ
جعكم فانبِئكم ب ِ َما ۡ َّ
ِ معروف ۖا واتبِع سبِيل من اناب ا َِّل ۚ ثم ا َِّل مر
ُ َ َ َ َ َ ۡ ُ َ ۡ َّ َّ َ ُ ٰ َ ُ َ ُ
ن ا ِن َهاۤ ا ِن تك مِثقال َح َّب ٍة ّم ِۡن خ ۡرد ٍل ف َتك ۡن يب15 ك ۡن ُت ۡم ت ۡع َمل ۡون
ٌ َ َ ّٰ َّ ُ ۡ َۡ َ ٰ ٰ َّ َ ۡ َ ۡ
الل ل ِط ۡيف ت ب ِ َها اهلل ا ِن ِ ۡرض يَا ِ ت ا ۡو ِف ال ِ ف صخ َر ٍة ا ۡو ِف السمو ِ
ۡ اص ۡ َ َ ُۡ ۡ َ َ ۡ َ ۡ ُ ۡ َ ۡ ُ َ َ َّ ۡ ۡ ٰ َ َّ َ ُ يٰب16 ي ٌ ۡ َخب
ب ِ ن اق ِ ِم الصلوة وامر بِالمعرو ِف وانه ع ِن المنك ِر و ِ
َ ُ َ ُ ۡ َ ٰ َّ َ َ َٰ
اس ِ َول ت َص ّ ِع ۡر خ َّد َك ل َِّلن17 ِۚع َما ا َصابَك ا ِن ذل ِك م ِۡن َع ۡز ِم ال ُم ۡو ر
ُ َ َ ۡ ُ َّ ُ ُّ ُ َ َ ّٰ َّ ً َ َ َۡ َ َ
18 ۚ ال فخ ۡو ٍر ٍ ت م ك ِب ي ل الل ِن ا ا ح ر م ۡرض ِ ال َول ت ۡم ِش ِف
Artinya: Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya,
di waktu ia memberi pelajaran kepadanya: "Hai anakku, janganlah
kamu mempersekutukan Allah, Sesungguhnya mempersekutukan
(Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar".14. dan Kami
perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu-
bapaknya; ibunya telah mengandungnya dalam Keadaan lemah
yang bertambah- tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun.
Bersyukurlah kepadaku dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya
kepada-Kulah kembalimu.15. dan jika keduanya memaksamu
untuk mempersekutukan dengan aku sesuatu yang tidak ada
pengetahuanmu tentang itu, Maka janganlah kamu mengikuti
keduanya, dan pergaulilah keduanya di dunia dengan baik, dan ikutilah
jalan orang yang kembali kepada-Ku, kemudian hanya kepada-Kulah
kembalimu, Maka Kuberitakan kepadamu apa yang telah kamu
kerjakan.16. (Luqman berkata): "Hai anakku, Sesungguhnya jika ada
(sesuatu perbuatan) seberat biji sawi, dan berada dalam batu atau
di langit atau di dalam bumi, niscaya Allah akan mendatangkannya
40
FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
41
Dr. Samsul Bahri, MA.
73 H.M. Irsyad Djuwaeli, Pembaharuan Kembali Pendidikan Islam, (Jakarta: Yayasan Karsa Utama
Mandiri, 1998, Cet I), hlm. 4.
74 Jalaluddin, Teologi Pendidikan, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2001), hlm.71.
42
FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
43
Dr. Samsul Bahri, MA.
44
FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
45
Dr. Samsul Bahri, MA.
mana titik beratnya terletak pada internaliasi nilai iman, lisan dalam
pribadi peserta didik yang berilmu pengetahuan luas.88 Mastuhu
mengartikan pendidikan Islam adalah mengembangkan kemampuan
belajar peserta didik sehingga mempunyai pemikiran kreatif agar
mampu membuat pilihan dan keputusan yang benar, tepat dan akurat
dalam bingkai ajaran Islam.89 Selanjutnya Abdul Munir Mulkhan
mengartikan pendidikan Islam sebagai suatu kegiatan insaniyah,
memberi atau menciptakan peluang untuk teraktualkannya akal
potensial menjadi akal aktual, atau diperolehnya pengetahuan baru.90
Seirama dengan pemahaman tersebut, Azyumardi Azra
mengartikan pendidikan Islam adalah suatu proses pembentukan
individu berdasarkan ajaran-ajaran Islam yang diwahyukan Allah
SWT. Kepada Muhammad Saw, agar dapat mencapai derajat yang
tinggi, dan supaya mampu menunaikan fungsinya sebagai khalifah
di muka bumi, serta berhasil mewujudkan kebahagiaan di dunia dan
akhirat.91
Batasan pengertian yang dikemukakan oleh para ilmuan
pendidikan di atas, memberikan pengertian bahwa pendidikan
Islam adalah suatu proses yang sangat komprehensif, disusun secara
sistematis, terencana, dalam upaya mengembangkan potensi yang
ada pada diri anak didik secara optimal, untuk menjalankan tugas
di muka bumi ini dengan sebaik-baiknya, sesuai dengan nilai-nilai
Ilahiyah yang didasarkan dengan bingkai ajaran Islam pada semua
aspek kehidupan. Dengan kata lain proses penyiapan generasi
muda atau peserta didik untuk mengisi peranan, memindahkan
pengetahuan dan nilai-nilai Islam yang diselaraskan dengan fungsi
manusia untuk beramal di dunia dan memetik hasilnya di akhirat.92
88 H.M. Arifin, Kapita Selekta Pendidikan Islam dan Umum, (Jakarta: Bumi Aksara, 2000), hlm. 4
89 Mastuhu, Memberdayakan Sistem Pendidikan Islam, hlm. 16-17.
90 Abdul Munir Mulkhan, Paradigma Intelektual Muslim, (Yogyakarta: Sipress, 1993), hlm. 136.
91 Azyumardi Azra, Esei-esei Intelektual Muslim Pendidikan Islam, hlm. 5-6.
92 Hasan Langgulung, Beberapa Pemikiran Tentang Pendidikan Islam, (Bandung: al-Ma’arif, 1980),
hlm. 94.
46
FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
47
Dr. Samsul Bahri, MA.
48
FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
pandai, dan hatinya penuh iman kepada Allah.100 Dari konsep ciri- ciri
manusia inilah menjadi basis tujuan pendidikan Islami.
Menurut Naquib Al-Attas tujuan pendidikan Islami yakni
menghasilkan manusia yang baik dan beradab yang meliputi
kehidupan material dan spritual.101 maka konsep pendidikan akhlak
menjadi tujuan pendidikan Islami. Bahkan tujuan pendidikan Islam
tidak lepas kaitannya dengan ekstensi hidup manusia sebagai
wakil-Nya (khalifah Allah) di muka bumi ini. Sejalan dengan itu,
Abu Ahmadi berpendapat bahwa tujuan pendidikan Islam adalah
terbentuknya anak didik menjadi hamba Allah yang bertaqwa dan
bertanggung jawab melaksanakan pekerjaan duniawi dan ukhrowi.102
Hery Noer Aly dan H. Munzier, menilai tujuan pendidikan Islami
bagaimana mendidik individu yang soleh dengan memperhatikan
segenap dimensi perkembangan potensi anak didik agar berjiwa
suci dan bersih, sehingga dengan jiwa yang demikian, individu akan
hidup dalam ketenangan bersama Allah, serta umat manusia di
seruluh dunia.103
100 Pertama, jasmani yang sehat dan kuat artinya muslim perlu memiliki jasmani yang kuat
dan sehat, terutama berhubungan dengan keperluan penyiaran dan pembelaan serta
penegakan ajaran Islam. Pentingnya kekuatan jasmani dan kesehatan ini terlihat dalam
firman Allah Q.S. al-Anfal ayat 60:
َ َ ْ ُ َّ ُ َ َ َّ َّ ُ َ َ ُ ْ ُ ْ َْ ُ ْ ْ َوأَع ُِّدوا ل َ ُه ْم َما
ين م ِْن
َ آخر
َِ اط الي ِل ترهِبون بِهِ عدو اللِ وعدوكم َو ِ اس َت َطع ُت ْم م ِْن ق َّو ٍة َوم ِْن رِ َب
َ َ ُْ ْ ُ َ َّ َّ ْ َ ْ ُ ْ ُ َ َ ْ ُ ُ َ ْ َ ُ َّ ُ ُ َ ُ َ ْ َ َ ْ ُ
يل اللِ يُ َوف إِلْك ْم َوأن ُت ْم ل تظل ُمون َ
ِ ِ دون ِ ِهم ل تعلمونهم الل يعلمهم ۚ وما تنفِقوا مِن ش ٍء ِف سب
Artinya: Dan siapkanlah untuk (menghadapi) mereka apa yang kamu mampu dari kekuatan
dan dari kuda-kuda yang ditambat. (dengan persiapan itu) kamu menggentarkan musuh Allah,
musuh kamu dan orang-orang selain mereka yang kamu tidan mengetahui siapa mereka;Allah
mengetahui mereka. Apa saja yang kamu nafkahkan pada jalan Allah niscaya Allah akan dibalas
dengan sempurna kepada kamu dan kamu tidak akan dianiaya.
Kedua, cerdas serta pandai, Islam menginginkan pemeluknya cerdas dan pandai sebagai
ciri akal yang berkembang dan adanya kemampuan menyelesaikan masalah dengan cepat
dan tepat serta banyak memiliki pengetahuan. Ketiga, ruhani yang berkualitas tinggi
adalah kalbu yang penuh berisi iman kepada Allah atau dengan ungkapan lain kalbu yang
bertaqwa. Lihat Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan Islam, hlm. 57- 63.
101 Syed Muhammad Naquib Al-Attas, The Concept of Education in Islam, A. Framework forAn
Philosophy of Education, (Kuala Lumpur: Muslim Youth Movement of Malaysia, ABIM, 1980),
hlm. 54.
102 H. Abu Ahmadi, Nur Uhbiyati, Ilmu Pendidikan, (Jakarta: Rineka Cipta, 2001), Cet II, hlm. 115.
103 Hery Noer Aly, H. Munzier S., Watak Pendidikan Islam, (Jakarta: Friska Agung Insani, 2000),
49
Dr. Samsul Bahri, MA.
hlm. 144.
104 Zuhairini dkk, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 1995), Cet II, hlm. 166.
105 Ismail (ed), Paradigma Pendidikan Islam, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2001), hlm. 44.
106 Fadhil al-Djamali, Menerebas Krisis Pendidikan Dunia Islam, (Jakarta: Golden Terayon Press,
1988), hlm. 133.
107 Hunbungan antara Iman dan ilmu pengatahuan Ibnu Sina pernah menggambarkan dengan
sebuah syairnya yang artinya: Sesungguhnya jiwa itu bagaikan kaca, dan akal bagaikan
lampunya dan hikma Allah bagaikan minyaknya. Maka ketika ia bersinar, sesungguhnya
engkau hidup, dan ketika ia padam maka engkau menjadi Mati. Bait-bait syair tersebut
di atas, hendaknya menjadi syairnya para murid dan guru dalam pendidikan Islam secara
menyeluruh. Namun demikian bait tersebut menginformasikan bagaimana sesungguhnya
ilmu pengetahuan yang benar pada saat diterima oleh akal fikiran yang sehat, bersinar
terang, yang menunjukkan kepada kita secara menyeluruh dan menperkuat iman kepada
Yang Maha Pencipta keseluruhannya.
50
FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
108 Hasan Ibrahim Abdu Al’, Min Alami Tarbiyyah Arabiya Islamiyah, (Maktab: Tarbiyah al-Arabi
Lidduali khalic, 1988), hlm. 290.
109 Al-Qabisi memiliki nama lengkap Abu al-Hasan ibn Muhammad Khallaf al-Ma’rifi al-
Qabisi, lahir di Kairawan, Tunisia pada Bulan Rajab tahun 224 H, bertepatan dengan tanggal
13 Mei 936 M dan meninggal dunia tanggal 3 Rabiul awal 403 H (23 Oktober 1012 M). Ia salah
seorang ulama fiqhi, corak pemikirannya normatif dengan mengacuh kepada al-Qur’an
dan Hadis, sehingga dalam konsep tujuan pendidikan Islam bercorak fiqih. Secara jelas
lihat Abuddin Nata, Pemikiran Para Tokoh-Tokoh Pendidikan Islam, (Jakarta: Raja Grafindo
Persada, 2000), Cet I, hlm. 25-26.
110 Untuk lebih jelasnya juga baca Herwina Bahar, Dalam Jurnal Pemikiran Islam Kontemporer,
Miskatul Anwar, Tujuan Pendidikan Dalam Persfektif Al-Qabisi, Volume 7, 1 Juni 2001, hlm. 111-
121.
111 H.M. Arifin, Kapita Selekta Pendidikan Islam dan Umum, hlm. 4
112 Hasan Langgulung, Peralihan Paradigma Dalam Pendidikan Islam dan Sains Sosial, (Jakarta:
51
Dr. Samsul Bahri, MA.
52
FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
53
Dr. Samsul Bahri, MA.
117 Bahtiar Effendy, Teologi Baru Politik Islam, Pertautan Agama, Negara, dan Demokrasi,
(Yogyakarta: Galang Press, 2001), hlm. 3.
118 Abdurrahman, An Nahlawi, Pendidikan Islam di Rumah, Sekolah, dan Masyarakat, (Jakarta:
Gema Insani Press, 1995), hlm. 123.
54
FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
119 Bejamin S. Bloom, (ed), Taxnomy of Education Obfectives Handbook 1, Cognitive Domain, (New
York: Longman Inc, 1956), hlm. 7.
120 Ahamd Tafsir, Filsafat Pendidikan Islam; Integrasi Jasmani, Rohani, Kalbu Memanusiakan
Manusia, hlm. 127.
121 Hafidhuddin, Didin, Konsep Pendidikan Karakter Berbasis Pendidikan Agama, dalam jurnal
Pendidikan Islam, Ta’dibuna, Vol 1/No. 1/ Juni 2011, hlm. 28.
55
Dr. Samsul Bahri, MA.
56
FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
yang dalam tradisi jawa disebut waskhita, dan dalam tradisi sufi
dikenal sebagai kemampuan makrifat.
Kutipan di atas, nampak teori pendidikan Islami memiliki dua
tujuan, yaitu bahwa pendidikan Islami yaitu tujuan antara dan tujuan
akhir. Kedua tujuan ini disebut oleh Abdurrahman Shalih Abdullah
dengan istilah dengan objectives dan aims atau dalam istilah Arabnya
abdaf dan ghayab.126 Objectives merupakan tujuan antara yang dapat
mengantarkan kepada tujuan akhir, dalam pandangan Azra tujuan
antara adalah tujuan yang pertama-tama hendak dicapai dalam
proses pendidikan Islami. Tujuan ini menyangkut perubahan-
perubahan yang dikehendaki dalam proses pendidikan Islami,
baik berkenaan dengan pribadi anak didik, masyarakat, maupun
lingkungan. Tujuan antara itu perlu jelas kebeadaanya sehingga
pendidikan Islam dapat diukur keberhasilannya tahap demi tahap127
Sejalan dengan itu, Omar Mohammad Al-Toumy Al-Syaibany
memperjelas tujuan “antara” dalam pendidikan Islam ini dengan
membagi dalam tiga jenis yaitu:
1. Tujuan individual, yaitu tujuan yang berkaitan dengan
kepribadian individu dan pelajaran-pelajaran yang dipelajarinya.
Tujuan ini menyangkut perubahan-perubahan yang diinginkan
pada tingkahlaku mereka, aktivitas dan pencapaiannya,
pertumbuhan ke pribadiaanya dan persiapan mereka di dalam
menjalani kehidupannya di dunia dan akhirat.
2. Tujuan sosial yaitu tujuan yang berkaitan dengan kehidupan
sosial anak didik secara keseluruhan. Tujuan ini menyangkut
perubahan-perubahan yang dikehendaki bagi pertumbuhan
serta memperkaya pengalaman dan kemajuan mereka di dalam
menjalani kehidupan bermasyarakat.
3. Tujuan profesional yaitu tujuan yang berkaitan dengan
126 Abdurrahman Saleh Abdullah, Teori-teori Pendidikan Berdasarkan Al-Qur’an, (Jakarta: Rineka
Cipta, 2007), hlm. 130-132.
127 Azyumardi Azra, Esai-esai Intelektual, hlm. 6-7.
57
Dr. Samsul Bahri, MA.
128 Omar Mohammad Al-Syaibany, Filsafat Pendidikan Islam, terj. Hasan Langgulung, (Jakarta:
Bulang Bintang, 1979), hlm. 399.
129 M. Arifin, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Bina Aksara, 1998), hlm. 126-128.
130 Toto Suharto, Filsafat Pendidikan Islam, (Yogyakarta: Ar-Ruzz, 2006), hlm. 116.
58
FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
59
Dr. Samsul Bahri, MA.
60
FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
61
Dr. Samsul Bahri, MA.
62
FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
63
Dr. Samsul Bahri, MA.
143 Hasan Langgulung, Pendidikan dan Peradaban Islam, (Jakarta: Pustaka al-Husana, 1985), hlm.
79.
144 Omar Mohammad Al-Syaibany, Filsafat Pendidikan Islam, hlm. 583-584.
64
FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
65
Dr. Samsul Bahri, MA.
146 Abdurrahman Al-Nahlawi, Prinsip-Prinsip dan Metode Pendidikan Islam dalam Keluarga,
Sekolah, dan Masyarakat, terj. Herry Noer Aly, ( Bandung: Diponegoro, 1989), hlm.283-284
147 Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan Islam, hlm. 219-226.
148 Omar Mohammad Al-Syaibany, Filsafat Pendidikan Islam, hlm. 560-581.
149 Toto Suharto, Filsafat Pendidikan Islam, hlm. 143.
66
FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
150 Abdurrahman Saleh Abdullah, Teori-Teori Pendidikan Berdasarkan Al-Qur’an, hlm. 205.
151 Kata evaluasi berasal dari bahasa Inggirs (to evaluate-value-evaluaation), secara harfiah
dapat diartikan sebagai penilaian.
152 Hamsah B. Uno, Assessment Pembelajaran, (Jakarta: Bumi Aksara, 2012), hlm. 3.
67
Dr. Samsul Bahri, MA.
68
FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
69
Dr. Samsul Bahri, MA.
70
FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
َ َٰ ُ ْ ْ َ ْ
ُ َ ك َّال
ۖ ِين َص َدقوا َّ َّ ين ف ْالَأ َساءِ َو
الضاءِ َوح
ِني الَأ ِس ۗ أول ِئ َ َّ َ
ِ والصاب ِ ِر
َ ُ ْ ُ َ َ ُ
َوأولٰئِك ه ُم ال ُم َّتقون
Artinya: Bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat
itu suatu kebajikan, akan tetapi sesungguhnya kebajikan itu ialah
beriman kepada Allah, hari kemudian, malaikat-malaikat, kitab-
kitab, nabi-nabi dan memberikan harta yang dicintainya kepada
kerabatnya, anak-anak yatim, orang-orang miskin, musafir (yang
memerlukan pertolongan) dan orang-orang yang meminta-minta; dan
(memerdekakan) hamba sahaya, mendirikan shalat, dan menunaikan
zakat; dan orang-orang yang menepati janjinya apabila ia berjanji, dan
orang-orang yang sabar dalam kesempitan, penderitaan dan dalam
peperangan. Mereka itulah orang-orang yang benar (imannya); dan
mereka itulah orang-orang yang bertakwa. (QS. Al-Baqarah: 177)
Ayat di atas, menjelaskan konsep kepribadian seorang muslim
sebagai manusia paripurna adalah aktualisasi dari kualitas keimanan,
keilmuan, dan amal shalihnya. Karena itu, sistem evaluasi dalam
pendidikan Islami sangat komprehensif yang tidak memisahkan ilmu
pengetahuan, prilaku serta tindakan.
Adapun tujuan evaluasi menurut Anas Sudijono, adalah, pertama,
untuk mencari informasi atau bukti-bukti tentang sejauhmana
kegiatan-kegiatan yang dilakukan telah mencapai tujuan, atau
sejauhmana batas kemampuan yang telah dicapai oleh seseorang
atau sebuah lembaga. Kedua, untuk mengetahui sejauhmana
efektifitas cara dan proses yang ditempuh untuk mencapai tujuan
tersebut.159 Menurut Abudin Nata tujuan evaluasi adalah: (1)
Mengetahui tercapai tidaknya tujuan. (2) Memberi umpan balik bagi
guru dalam melakukan proses pembelajaran. (3) Untuk menentukan
kemajuan belajar. (4) Untuk mengenal peserta didik yang mengalami
kesulitan. (5) Untuk menempatkan murid dalam situasi belajar yang
tepat. (6) Bagi pendidik, untuk mengatur proses pembelajaran. Bagi
159 Anas Sudijono, Pengantar Evaluasi Pendidikan, (Raja Grafindo: Jakarta, 2006), hlm. 18.
71
Dr. Samsul Bahri, MA.
72
BAB IV
DISKURSUS FILOSOFIS
PENDIDIKAN ISLAM DALAM
PEMIKIRAN PARA TOKOH KLASIK
DAN KONTEMPORER
A. Pengantar
Dunia pendidikan Islam mempunyai banyak tokoh-tokoh
pendidikan yang mempunyai banyak konsep mengenai pendidikan,
hanya saja para praktisi pendidikan Islam masih sedikit yang mau
menggali teori-teori pendidikan yang digagas para ahli pendidikan
Islam baik klasik maupun kontemporer. Dalam rangka mencari
konsep yang sesuai dengan perkembangan zaman untuk dijadikan
bahan pembelajaran dalam merekontruksi system pendidikan
Islam. melihat kenyataan ini, tampaknya menjadi sangat urgen
untuk dilakukan kajian mengenai pendidikan Islam. terutama yang
berkaitan dengan khazana pemikiran pendidikan Islam. Melalui
pengkajian konsep yang dihasilkan tokoh-tokoh pendidikan akan
menghasilkan tawaran-tawaran konsep pendidikan alternatif untuk
pengembangan pendidikan dewasa ini. atau paling tidak, khazana
pendidikan itu dapat diapresiasikan dengan baik.
73
Dr. Samsul Bahri, MA.
161 Anak benua ini memang terkenal dengan deretan pemikir liberalnya seperti Syah Waliullah
Sir Sayyid, Amir Ali dan Muhammad Iqbal. Dengan latar belakang semacam inilah tidak
mengherankan jika Fazrur Rahman banyak yang kemudian mengklaim sebagai seorang
pemikir liberar dan redikal. Baca Abu A’la, Dari Neomodernisme ke Islam Liberal, Jakarta,
Paramadina, 2003, h. 39.
162 Fazlur Rahman, An Autobiographical Note, dalam Journal Of Islamic Reseach Vol. 4, No. 4,
Oktober 1990, h. 227.
163 Fazlur Rahman, Cita-Cita Islam, Terj, Yogyakarta, Pustaka Pelajar, 2000, h. 6.
74
FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
An-Najt karya Ibnu Sina, seorang filosof ternama pada abad ke-7.4
164
Karena itu, pada tahun 1952 Fazlur Rahman berhasil meraih gelar
Doktoral, namun ia tidak langsung pulang ke Pakistan, yang baru
merdeka beberapa tahun dan tentunya amat membutuhkan
tenaga. Kecemasanya karena latar belakang pendidikan berasal
dari Barat , masih menghantui alam pemikirannya, sehingga ia
memilih untuk menetap di Barat. Akhirnya ia mengajar beberapa
tahun di Durham University, Inggris dari tahun 1950-1958. Kemudian
ia meninggalkan Inggris untuk menjadi Associate Profesor pada kajian
keislaman di Institut of Islamic Studi. Mc.Gill University Kanada di
Montreal. Setelah tiga tahun di Kanada, persisnya awal tahun 1960,
Fazlur Rahman meningalkan Kanada karena di minta kembali ke
Pakistan oleh Ayyub Khan sebagai presiden ketika itu, agar ia ikut
serta berpartisipasi dalam membangun masyarakat dan negara
Pakistan.
2. Gagasan Modernisasi Fazlur Rahman di Bidang
Pendidikan
Ketika pendidikan di dunia Islam mengalami kemunduran dan
menjangkiti virus-virus dikotomi pengetahuan, bahkan pandangan
terhadap ilmu sekuler adalah ilmu yang membawah umat Islam
kepada kekafiran. Membuat pendidikan di dunia
Islam dalam realitas lebih mengedepankan supermasi pada
ilmu-ilmu agama sebagai jalan tol menuju Tuhan. Sementara ilmu-
ilmu umum atau ilmu duniawi tidak menjadikan umat Islam tertarik.
Fenomena tersebut mengakibatkan seluruh komponen
pendidikan di dunia Islam berorientasi kepada kehidupan akhirat
saja dan bersifat depensif. Dalam kondisi seperti inilah sosok Fazlur
Rahman telah memberikan gagasan-gagasan pembaharuan pada
seluruh komponen pendidikan. Gagasan-gagasan pembaharuan
antara lain:
164 Fazlur Rahman, Gelombang Perubahan Dalam Islam, Studi Tentang Fundamentalisme Islam,
Jakarta, Rajawali Press, 2000, h. 2.
75
Dr. Samsul Bahri, MA.
a. Tujuan Pendidikan
Menurut Fazlur Rahman strategi pendidikan di dunia Islam
yang ada sekarang ini tidaklah benar-benar di arahkan kepada
tujuan positif, tetapi lebih cenderung bersifat depensif. Yaitu untuk
menyelamatkan pikiran kaum muslimin dari pencemaran atau
kerusakan yang ditimbulkan oleh dampak gagasa-gagasan Barat
yang datang melalui berbagai disiplin ilmu, terutama gagasan-
gagasan yang akan meledakkan standar moralitas Islam.165
Dalam kondisi demikian, tujuan pendidikan yang dikembangkan
di seluruh dunia secara universal bersifat mekanis.166 Akibatnya
muncullah golongan yang menolak segala apa yang berbauh Barat,
bahkan ada pula yang mengharamkan pengambil alihan ilmu dan
teknologinya.167 Sehingga apabila kondisi ini terus berlanjut akan
dapat menyebabkan umat Islam tidak akan bangkit dari kemunduran
dalam bidang kependidikan.
Oleh karena itu, kekeliruan pembaharuan pendidikan Islam
tersebut menurut Fazlur Rahman adanya ketidak singkronan dalam
menghubungkan antara tujuan- tujuan yaitu antara orientasi
ideologi, ilmu pengetahuan dan agama itu sendiri. Seolah- olah
peserta didik dikejar dengan salah satu tujuan saja atau tanpa
tujuan, sehingga tidak terinspirasi untuk belajar secara aktif.
Karena itu, secepat mungkin perlu dibangun hubungan signifikansi
antara tujuan pengetahuan, ideologi dan etika moral dalam sebuah
rumusan tujuan pendidikan Islam termasuk rill negara.168
Bagi Fazlur Rahman kemunduran yang dialami umat Islam
adalah lemahnya dan rendahnya intelektualisme Islam,169 untuk
165 5 Fazlur Rahman, Islam and Modernity Transformation of Intellectual Tradition, h. 86.
166 6 Fazlur Rahman, Islam and Modernity Transformation of Intellectual Tradition, h. 86.
167 7 A. Syafi’I Ma’arif, Peta Bumi Intelektual Islam di Indonesia, Bandung, Mizan, 1993, h. 145.
168 8 Fazlur Rahman, “The Qur’anic Solution of Pakistan’s Education Problem”, dalam Islamic
Studies, Vol, IV, No. 4. 1967, h. 320-321.
169 9 Inteletualisme Islam adalah pertumbuhan suatu pemikiran yang asli dan memadai,
yang harus memberikan kriteria untuk menilai keberhasilan dan kegagalan sebuah sistem
pendidikan Islam.
76
FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
170 10 Fazlur Rahman, “The Qur’anic Solution of Pakistan’s Education Problem”, dalam Islamic
Studies, h. 315.
171 11 A. Syafi’I Ma’arif, Islam Kekuasaan Doktrin dan Keagamaan Umat, Yogyakarta, Pustaka Pelajar,
1991, h. 50.
172 12 Kajian Islam secara menyeluruh secara historis dan sistematis tentang perkembangan
disiplin ilmu- ilmu Islam, di samping dapat menghilangkan beban psikologi umat Islam
menghadapi Barat, juga berfungsi
77
Dr. Samsul Bahri, MA.
78
FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
177 Langgulung, Peralihan Paradigma dalam Pendidikan Islam dan Sains Sosial h. 299. 19Hasan
Langgulung, Peralihan Paradigma dalam Pendidikan Islam dan Sains Sosial, h. 299. 20 Hasan
Langgulung, Peralihan Paradigma dalam Pendidikan Islam dan Sains Sosial, h. 299.
79
Dr. Samsul Bahri, MA.
80
FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
180 23Hasan Langgulung, Asas-asas Pendidikan Islam,h.400, Lihat juga dalam Peralihan Paradigma
Dalam Pendidikan Islam dan Sains Sosial, h. 299.
181 24 Hasan Langgulung, Pendidikan dan Peradaban Islam; Suatu Analisa Sosio-Psikologi, Jakarta,
Pustaka Al-Husna, 1985, h. 3.
81
Dr. Samsul Bahri, MA.
182 25 Hasan Langgulung, Pendidikan Islam dalam Abad 21, Jakarta, Al-Husna Zikra, 2001, h. 51.
183 26 Hasan Langgulung, Pendidikan Islam dalam Abad 21, h. 51.
184 27 Hasan Langgulung, Pendidikan Islam dalam Abad 21, h. 52-58.
185 28 Hasan Langgulung, Asas-asas Pendidikan Islam, h. 3
82
FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
186 29 Lihat Zakiah Daradjat, Pendidikan Islam dalam Keluarga dan Sekolah, Jakarta, YPI Ruhama,
1996, h. 35.
187 30 Lihat, Muhammad Abd al-Qadir Ahmad, Thuruq Ta’lim al-Tarbiyah al-Islamiyah, Kairo,
Maktabah al-Nahdlah, 1981, h. 35-40.
83
Dr. Samsul Bahri, MA.
84
FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
dan kepribadian.34191
Dari definisi tersebut, dapat dipahami bahwa manusia yang
dinginkan oleh pendidikan Islam adalah manusia yang mengenal
dirinya (kemampuan, bakat, minat dan sebagainya) dan tempat-
tempat segala sesuatu dalam tatanan wujud, serta mengadakan
pengakuan atau mewujudkan kemampuan, bakat, dan minatnya
dalam kehidupannya. Dengan kata lain bahwa pendidikan Islam
bagaimana mengembankan potensi anak didik seoptimal mungkin
untuk mewujudkan dalam memecahkan problema kehidupan
dan sekaligus pengembangan pemahaman akan kekuasaan dan
keangungan-Nya dalam tatanan wujud.
Dari beberapa definisi pendidikan Islam tersebut dapat dipahami
bahwa proses pendidikan merupakan rangkaian usaha membimbing,
mengarahkan potensi hidup manusia, berupa kemampuan dasar
(fitrah) dan kemampuan belajar, sehingga terjadilah perubahan
di dalam kehidupan pribadinya sebagai makhluk individual, sosial
serta dalam hubungannya dengan alam sekitarnya di mana ia hidup.
Proses tersebut senantiasa dilandasi oleh nilai-nilai ideal Islam yang
melahirkan norma-norma syariah dan akhlakul karimah untuk
mempersiapkan kehidupan dunia dan akhirat yang hasanah.
Namun demikian, dilihat dari konsep dasar dan operasionalnya
serta praktek penyelenggaraannya, maka pendidikan Islam pada
dasarnya mengandung tiga pengertian, yaitu:
1. Pendidikan Islam adalah pendidikan yang dipahami dan
kembangkan dari ajaran dan nilai-nilai fundamental yang
terkandung dalam sumber dasar, yaitu al-Qur’an dan as-
Sunnah. Dalam pengertian pertama ini, pendidikan Islam dapat
berwujud pemikiran dan teori pendidikan yang mendasarkan
diri atau dibangun dan dikembangkan dari sumber-sumber
dasar tersebut atau bertolak dari spirit Islam.
191 34 Muhaimin, Wacana Pengembangan Pendidikan Islam, Yogyakarta, Pustaka Pelajar, 2003,
h. 3.
85
Dr. Samsul Bahri, MA.
86
FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
87
Dr. Samsul Bahri, MA.
serta ijtihad. Hal ini berbedah dengan Abdul Fattah Jalal yang
membagi sumber pendidikan Islam ke dalam dua yaitu: pertama,
sumber Ilahi yang meliputi al-Qur’an, Hadits dan alam semesta
sebagai ayat kauniyah yang perlu ditafsirkan kembali. Kedua, sumber
insaniyah, yaitu lewat proses ijtihad manusia dari fenomena yang
muncul dan dari kajian lebih lanjut terhadap sumber Ilahi yang masih
bersifat global.39 Secara ekspilisit, ketiga sumber tersebut dapat
196
196 39 Samsul Nizar, Pengantar Dasar-Dasar Pemikiran Pendidikan Islam, Jakarta, Gaya Media
Pratama, 2000, h. 95.
197 40 Lihat Ramayulis, Ilmu pendidikan Islam, Jakarta, Kalam Mulia, 1994, h. 13-14.
198 41 Muhammad Rasyid Ridha, Tafsir al-Manar, Mesir, Dar al-Manar, IV/1373, Juz I, h. 262.
88
FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
89
Dr. Samsul Bahri, MA.
200 43 Lihat H. M. Arifin, Ilmu Pendidikan Islam, Suatu Tinjauan Teoritis dan Praktis Berdasarkan
Interdisipliner, Jakarta, Bumi Aksara, 1993, h. 48.
90
FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
91
Dr. Samsul Bahri, MA.
203 46 Lihat Jalaluddin dan Usman Said, Filsafat Pendidikan Islam; Konsep dan Perkembangan
Pemikirannya, Jakarta, Raja Grafindo, 1994, h. 37.
204 47 Robert L. Gullick, dalam Jalaluddin Rahmat, Islam Alternatif, Bandung, Mizan, 1991, h. 115.
92
FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
93
Dr. Samsul Bahri, MA.
207 50 Zuhairini, Sejarah Pendidikan Islam, Jakarta, Bumi Aksara, 1992, h. 26-27.
208 51 Nouzzaman Shiddiq, Jeram-Jeram Peradaban Muslim, Yogyakarta, Pustaka Pelajar, 1996,
h. 102-105.
94
FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
95
Dr. Samsul Bahri, MA.
96
FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
217 60Setidaknya ada empat prinsip pokok yang perlu dipertimbangkan, yaitu pertama,
mencegah dari segala yang melaratkan umat manusia. Kedua, mempergunakan semua
yang bermanfaat. Ketiga, mewajibkan segala yang diharamkan nash, bila keadaan
memaksa. Keempat, melaksanakan seluruh aktivitas bagi kemaslahatan umat manusia.
Lihat T.M. Hasbi Ash-Shiddieqy, Pengantar Hukum Islam, Jilid II, Jakarta, Bulan Bintang,
1981, h. 282.
218 61 Lihat, QS. 52:56.
219 62 T.M. Hasbi Ash-Shiddieqy, Pengantar Hukum Islam, Jilid II, h. 283.
97
Dr. Samsul Bahri, MA.
98
FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
99
Dr. Samsul Bahri, MA.
223 Zakiah Daradjat, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta, Bumi Aksara, h. 35.
224 ecara etimologi, kata khalifah ini berasal dari kata khalafa yang berarti mengganti atau
mengikuti. Dari segi ini tampaknya tidak ada perbedaan pendapat. Perbedaan pendapat
yang terjadi tentang permasalahan siapa menggantikan siapa. Menurut Hasan Langgulung,
dalam hal ini ada tiga pendapat. Pertama, manusia sebagai makhluk menggantikan makhluk
lain yang pernah wujud di bumi, seperti jin. Kedua, manusia menggantikan manusia lain,
bukan makhluk lain. Ketiga, term khalifah dipahami sebagai proses penggantian peranan
yang lebih penting. Khalifah bukan hanya seseorang mengikuti yang lain, tetapi ia adalah
khalifah Allah. Baca Hasan Langgulung, Manusia dan Pendidikan, h. 48.
100
FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
225 68 Keempat potensi itu misalnya dapat dilihat masing-masing pada Q.S. al-Rum (30):30,
al-Hijr (15):29, al-kahfi (18):29 dan al-Baqarah (2): 73.
226 69 Abdul Munir Mulkhan, Paradigma Intelektual Muslim, Yogyakarta, Sip Press, 1993, h. 137.
227 70 M. Arifin, Kapita Selekta Pendidikan; Islam dan Umum, Jakarta, Bina Aksara, 1991, h. 44.
101
Dr. Samsul Bahri, MA.
102
FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
Kurikulum
Kurikulum menurut Hasan Langgulung adalah sejumlah
pengalaman, pendidikan, kebudayaan, sosial, keolahragaan dan
kesenian yang disediakan oleh sekolah bagi murid di dalam dan di luar
sekolah dengan maksud menolong mereka untuk berkembang dan
235
mengubah tingkah laku mereka sesuai dengan tujuan pendidikan.
Dari definsi di atas, dapat disimpulkan bahwa kurikulum itu
mempunyai empat unsur atau aspek utama:
• Tujuan dan obyektif yang ingin dicapai oleh pendidikan.
• Pengetahuan dan informasi, data, aktivitas, dan pengalaman
yang membentuk kurikulum itu.
103
Dr. Samsul Bahri, MA.
236 79 Hasan Langgulung, Peralihan Paradigma dalam Pendidikan Islam dan Sains Sosial, h. 241.
237 80 Hasan Langgulung, Asas-Asas pendidikan Islam, h. 303.
238 81 Muhaimin, Wacana Pengembangan Pendidikan Islam, h. 182-183.
104
FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
105
Dr. Samsul Bahri, MA.
241 84 Subandijah, Pengembangan dan Inovasi Kurikulum, Jakarta, Raja Grafindo Persada, 1993,
h. 7.
242 85 Efektif maksudnya adalah dalam mengambil keputusan praktis kurikulum maupun
pendidikan harus didasarkan pada penggabungan beberapa teori kurikulum dari berbagai
aliran (misalnya humanisme, subyek akademik, rekonstruksi sosial, teknologi dan lain
sebagainya) untuk mewujudkan suatu keputusan yang sesuai dengan di mana kurikulum
itu akan diberlakukan. Subandijah, Pengembangan dan Inovasi Kurikulum, h. 7.
243 86 Baca Manzoor Alam, Peranan Pemuda Muslim Menata Dunia Masa Kini, Terj, Bandung,
Gema Risalah Press, 1989, h. 60-61.
106
FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
107
Dr. Samsul Bahri, MA.
d. Pendidik
Menurut Hasan Langgulung guru bukan hanya sebagai pengajar,
tetapi sebagai motivator dan fasilitator proses belajar.92 Yang
249
108
FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
Bidang Psikologi
Pemikiran Hasan Langgulung dalam bidang psikologi
dipengaruhi oleh kedua kutub. Kutub pertama adalah pemikir
Islam dan kutub kedua pemikiran Barat. Kutub pertama adalah
pemikiran-pemikiran para filosof klasik seperti al-Farabi, Ibnu
Sina, al- Ghazali, al-Mawardi, Ibnu Tufail, Ibnu Khaldun, dan Ibnu
Rushd. Argumen Hasan Langgulung tentang alasan mereka tertarik
terhadap pemikiran psikologi adalah karena persoalan jiwa (nafs)
yang berkaitan erat dengan akidah seorang muslim.97 Pengaruh
254
252 95 Yang dimaksud dengan Insan Kamil di sini bukanlah seperti pengertian golongan
sufi, akan tetapi dalam pengertian bahwa potensi manusia diaktualisasikan sepenuhnya
di mana peranan guru-guru sangat urgen. Peranan guru dalam pengertian tradisional,
sebagai pengajar dan pembimbing sudah tentu tidak akan diabaikan. Hasan Langgulung,
Pendidikan Islam Abad 21, h. 78.
253 96Analisa sejarah adalah kajian tentang individualitas manusia dan perkembangannya
untuk menemukan faktor-faktor dominan baik internal atau eksternal yang menjadi kuasa
prima proses terssebut. Analisa ini memiliki dua unsur, pertama konsep periodesasi atau
derivasi dan kedua rekosntruksi proses genesis. Kedua perubahan dan perkembangan,
sehingga dengan cara ini manusia dapat dipahami secara kesejarahan.
254 97 Hasan Langgulung, Beberapa Pemikiran tentang Pandidikan, h. 19.
109
Dr. Samsul Bahri, MA.
yang diartikan sebagai ibadah dalam arti luas dan harus disertai
amanah, begitu pula ibadah dalam arti sebagai pengembangan
potensi. Sedangkan amanah merupakan bimbingan perkembangan
tersebut sesuai dengan perintah dan petunjuk Allah.99256
Demikian halnya pada kutub kedua adalah pemikiran Barat.
Nama yang sering disebut adalah Torrance, terutama dalam
pembahasan kreatifitas (daya cipta), yang hasil penelitiannya
sering dijadikan rujukan dan argumentasi bagi pentingnya
penerapan kreatifitas ini. Bahkan Hasan Langgulung sendiri
dua kali melakukan penelitian dalam subyek yang sama dengan
Torannce, yaitu di Mexico, India, dan West Samoa.100
257
110
FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
ilmu.105
262
Sedangkan pengaruh pemikiran Barat (John Dewey)
nampak pada pemikiran Hasan Langgulung dalam hal sekolah
kerja dan tuntutan perkembangan IPTEK.106 Sedangkan dalam
263
111
Dr. Samsul Bahri, MA.
112
FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
113
Dr. Samsul Bahri, MA.
270 113 Beliau melukiskan masa ini dengan ungkapan, ‘Hari-hari berlalu dengan pelan,
dengan membawa secercah cahaya lilin harapan, melangkah setapak demi setapak.
Mulailah realita kehidupan yang pahit membuka selubung kepahitannya. Pengalaman
satu tahun setengah katanya memberikan pelajaran berharga bahwa tidak aaada jalan bagi
manusia selain bekerja keras, berjuang demi sesuai nasi. Allah Swt telah mengaruniakan
kepandaian menulis padaku melalui bacaan dan telaah. Dan berbekalkan inilah aku
memutuskan untuk mencari rezki melalui pena”, katanya. Muhammad Mustafa Thahhan,
Model Kepemimpinan dalam Amal Islam; Studi Tokoh Pergerakan Islam Kontemporer, h. 171.
114
FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
271 114 Ia juga kemudian ikut terlibat dalam kegiatan penyadaran hak-hak umat Islam,
sebab ketika itu kondisi politik negara sangat tidak stabil sehingga umat Islam sangat
terbelakang dan sengsara. Negara Turki Usmani yang mewakili kepemimpinan kaum
Muslimin di seluruh dunia telah bergesar setelah jatuhnya kepemimpinan Sultan Abdul
Hamid tahun 1909, gelar Sultan hanya sekedar gelar atau simbolis saja tanpa makna.
Tetapi lebih ironisnya lagi tahun 1924 gelar itupun dihapus oleh Musthafa Kamal Attaturk.
Sementara India telah jatuh ke tangan Inggris sehingga kekayaan negeri itu habis dikuras
dan kaum muslimin dan orang-orang Hindu diperangi dan diadu domba dengan
memecah belah dan menjadikan mereka seperti boneka mainan.
272 115 Departemen Agama RI, Ensiklopedi Islam, h. 732 dan H.A. Mukti Ali, Alam Pikiran Islam
Modern di India dan Pakistan, Bandung, Mizan, 1998, Cet. IV, 239.
115
Dr. Samsul Bahri, MA.
116
FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
117
Dr. Samsul Bahri, MA.
277 120 Ali Rahmena, (Ed), Para Perintis Zaman Baru Islam, h. 107.
278 121 H.A. Mukti Ali, Alam Pikiran Islam Modern di India dan Pakistan, h. 240.
118
FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
119
Dr. Samsul Bahri, MA.
120
FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
121
Dr. Samsul Bahri, MA.
281 124 Al-Qur’an memakai tiga kata untuk menunjukkan makna manusia , yaitu al-basyar,
al-insan dan al-nas. Al-basyar digunakan untuk seluruh manusia tanpa kecuali. Seperti
al-basyar digunakan untuk menjelaskan eksistensi Nabi dan Rasul. Q.S. 11:27, 17:93,
18:110 daan 23:33-34. Al-basyar digunakan juga untuk menjawab anggapan orang Yahudi
dan Nasrani yang mengkalim diri mereka adalah kekasih Tuhan, QS. al-Maidah 18 dan
al-Qur’an juga menggunakannya untuk menjelaskan proses kejadian nabi Adam A.S. Kata
al-insan digunakan untuk menunjukkan totalitas manusia sebagai makhluk jasmani dan
rohani, untuk menjelaskan sifat umum serta sisi-sisi kelebihan dan kelemahan manusia
dan untuk menjelaskan proses kejadian manusia sesudah Nabi Adam A.S. Konkritnya al-
insan mengandung makna kesempurnaan sesuai dengan tujuan diciptakannya manusia
dan keunikannya sebagai makhluk Allah yang telah ditinggikan Allah derajatnya, QS. 17:11,
21:37, 33:72, 18:54 daaan 36:77. Sedangkan al- nas digunakan untuk manusia secara umum
tanpa dibedakan statusnya keimanan atau kekafirannya, QS. 2:24 dan 10:11.
Menurut Harun Nasution ada tiga unsur: tubuh, hayat, dan jiwa. Tubuh yang bersifat
materi, tidak kekal dan akan hancur. Hayat berarti hidup dan jika tubuh mati maka
kehidupan pun berakhir. Sedangkan jiwa bersifat kekal. Menurut filosof Islam, pada
binatang dan tumbuh-tumbuhan juga ada jiwa, tetapi eksistensi jiwa di sini terikat dengan
tubuh yang bersifat materi. Oleh karena itu, jika makhluk yang bersangkutan mati, jiwa
pun ikut hancur. Harun Nasution, “Manusia Menurut Konsep Islam”, dalam Islam dan
122
FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
123
Dr. Samsul Bahri, MA.
285 128 Artinya bahwa pendidikan merupakan sistem dan cara meningkatkan kualitas hidup
manusia dalam segala aspek kehidupan manusia. Dalam sejarah manusia, hampir
tidak ada kelompok manusia yang tidak menggunakan pendidikan sebagai alat
pemberdayaan dan peningkatan kualitas. Karena itu, pendidikan sebagai usaha sadar
yang dibutuhkan untuk menyiapkan anak manusia demi menunjang perannya di masa
mendatang. Ahmad Syafi’i Maarif, “Pendidikan Islam dan Proses Pemberdayaan Umat”,
dalam Jurnal Pendidikan Islam, No.2, Fakultas Tarbiyah UII, 1 Oktober 1973, h. 6.
286 129 Abu al-A’la al-Maududi, Prinsip-prinsip dalam Islam, Terj., Bandung, al-Ma’arif, 1988, h.
105-107.
124
FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
125
Dr. Samsul Bahri, MA.
126
FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
127
Dr. Samsul Bahri, MA.
128
FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
129
Dr. Samsul Bahri, MA.
292 135 Dalam hubungan masalah Tauhid Isma’il Raji al-Faruqi menyatakan bahwa
keberadaan prinsip tauhid menjadikan esensi peradaban Islam. prinsip tauhid merupakan
pandangan umum tentang realitas. Artinya konsep ketuhanan yang merupakan sumber
nilai, motivasi dan pemikiran telah mampu membentuk suatu peradaban manusia. Baik
dalam bidang sejarah, politik, pendidikan, ekonomi, etika, metafisika, sosial, estetika dan
bahkan prinsip dunia. Dengan demikian amat penting mengembangkan sumber nilai,
motivasi dan ideologi yang bersumber dari petunjuk Allah ke dalamÿÿehidupan realitas
dewasa ini. ÿÿÿÿ’il Al-Raji Al-Faruqi, Tauhid, Bandung, Pustaka, 1995, h. 10-200.
293 136Abdurrahman al-Nahlawy, Prinsip-Prinsip Dasar Metode Pendidikan Islam, Terj. Bandung,
Ponegoro, 1989, h. 118-119
294 Abu al-A’la al-Maududi, Islam Sebagai Pandangan Hidup, Terj. Bandung, Sinar Baru, 1983, h.
130
FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
131
Dr. Samsul Bahri, MA.
132
FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
133
Dr. Samsul Bahri, MA.
134
FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
baik.152308
Selaras dengan itu, tujuan pendidikan yang digagas pada
konferensi pendidikan Islam I di Jeddah (1977) yaitu untuk
menciptakan kepribadian manusia secara total dan memenuhi
pertumbuhan dalam segala aspeknya sesuai dengan yang idamkan
Islam.153 Hal ini sejalan tujuan pendidikan yang diinginkan
309
305 149 Ahmad D. Marimba, Pengantar Filsafat Pendidikan Islam, Bandung, al-Ma’arif, 1964, h. 39.
306 150 Muhammad Munir Mursi, al-Tarbiyah al-Islamiyah Ushuluha wa Tatawwuruha fi al-Bilad
al- Arabiyah, Qahirah, Dar-al- Maarif, 1986, h. 53.
307 151 Muhammad ‘Athiyah al-Abrasyi, Dasar-Dasar Pokok Pendidikan Islam, Tej., Jakarta,
Bulan Bintang, 1993, h. 10.
308 Syed Muhammad al-Naquib al-Attas (ed), Aims and Objectives of Islamic Education, Jeddah,
King Abdul Aziz University, 1979, h. 1.
309 Muslih Usa (ed), Pendidikan Islam di Indonesia Antara Cita dan Fakta, h. 55.
310 Suwito, Filsafat Pendidikan Akhlak Ibnu Miskawaih, Yogyakarta, Belukar, 2004, h. 119.
135
Dr. Samsul Bahri, MA.
insan yang saleh dan beriman kepada Allah dan agamanya serta
membentuk masyarakat yang saleh yang mengikuti ajaran
Islam dalam segala urusannya.158
314
Atau dengan bahasa lain
terwujudnya insan saleh dan masyarakat saleh.159315
311 Sayyid Husein dan Ali Ashraf, Horizon Pendidikan Islam, Jakarta, Pustaka Firdaus, 1989, h.
61.
312 M. Quraish Shihab, Membumikan al-Qur’an, Bandung, Mizan, 1994, h. 173.
313 Departemen Agama RI, Ilmu Pendidikan Islam; Buku Daras Pendidikan Islam Pada Perguruan
Tinggi Umum, Jakarta, DEPAG, 2000, h. 133
314 Hasan Langgulung, Peralihan Paradigma dalam Pendidikan Islam, h. 25.
315 Yang dimaksud dengan pembentukan insan saleh ialah manusia yang mendekati
kesempurnaan, yang penuh keimanan, taqwa kepada Allah serta memelihara dan
menghadap kepada- Nya dalam segala perbuatan yang dikerjakan dan segala tingka
laku yang dilakukannya, segala pikiran yang tergores di hatinya dan segala perasaan yang
berdetak di jantungnya. Itulah manusia jejak langkah Rasulullah baik pikiran maupun
perbuatannya. Hal ini menurut beliau sangat sejalan dengan firman Allah:
Artinya: “Tidaklah Aku ciptakan jin dan manusia kecuali agar mereka menyembah kepada-Ku”. (
QS.51.56)
Sedangkan insan saleh beriman dengan mendalam bahwa ia adalah khalifah di bumi
ini (QS/2.30). Ia mempunyai risalah ketuhanan yang harus mampu dilaksanakan. Oleh
sebab itu, ia selalu menuju kesempurnaan walaupun kesempurnaan hanya untuk Allah
saja.
Sedangkan masyarakat saleh adalah masyarakat yang percaya bahwa masyarakat itu
mempunyai risalah untuk umat manusia mengenai keadilan, kebenaran dan kebaikan.
Suatu risalah yang akan kekal selama-lamanya tidak terpengaruh oleh faktor waktu dan
tempat Firman Allah:
136
FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
137
Dr. Samsul Bahri, MA.
138
FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
ini diakui oleh Suwito bahwa kritik sangat diperlukan, karena sikap
ini akan dapat melahirkan keputusan-keputusan atau aksi-aksi baru
yang dinilai dapat mengatasi permasalahan yang muncul.165321
Menurut al-Maududi merupakan pensucian diri dari noda-noda
jahiliyah sehingga dapat melahirkan ide baru.166322
Berdasarkan hal tersebut di atas, dapat dipahami bahwa sikap
kritik ke arah perubahan terhadap sistem yang ada, termasuk sistem
pendidikan merupakan yang sangat penting dan perlu dikembangkan
dalam berbagai bidang.
320 164 Pada lembaga-lembaga pendidikan ini kita belajar filsafat, pengetahuan umum,
ekonomi, hukum, politik dan sejarah serra ilmu lainnya sesuai dengan kebutuhan pasar,
sementara sengaja menjauhkan studi filsafat Islam, prinsip-prinsip Islam, sejarah Islam,
dan sosiologi, maka apa yang diharapkan dari ini semua? Dalam pikiran akan tergores
peta kehidupan yang tidak Islami; berpikir dengan cara yang tidak Islami; memandang
segala permasalahan hidup dengan pandangan yang tidak Islami sebab sudut pandang
Islami tidak terlintas sama sekali di depan mata, wawasan yang didapat tidak tidak saling
terkait dengan hal-hal yang berhubungan dengan Islam. Pengetahuan-pengetahuan ini
tidak akan memberi manfaat yang diharapkan, melainkan sebaliknya akan menjauhkan
pikiran dari Islam. Mustafa Muhammad Thahhan, Model Kepemimpinan dalam Amal Islam, h.
217.
321 165 Suwito, Pendidikan Yang Memberdayakan, h. 24.
322 166 Abu al-A’la al-Maududi, , Mujaz Tarikh Tajdid ad-Diin wa Ihya’ih, h. 5.
139
Dr. Samsul Bahri, MA.
323 167 Mustafa Muhammad Thahhan, Model Kepemimpinan dalam Amal Islam, h. 216.
324 168 Abu al-A’la al-Maududi, Manhaj al-Islamiah al-Jadid li al-Tarbiyah wa al-Ta’lim, h. 16.
325 169 Abu al-A’la al-Maududi, Manhaj al-Islamiah al-Jadid li al-Tarbiyah wa al-Ta’lim, h. 16.
326 170 Mucthar Buchori, Pendidikan Antisipatoris, Yogyakarta, Kanisius, 2001, h. 41.
327 171 Muhammad Abduh adalah seorang cendekiawan Ulama, Maha Guru Universitas
Al-Azhar, lebih mengedepankan kemampuan rasional dalam proses pemahaman ajaran
Islam melalui pendidikan sehingga cara-cara belajar verbalistik dipandang tak bermakna.
H.M. Arifin, Kapita SelektaPendidikan Islam dan Umum, Jakarta, Bumi Aksara, 2000, h. 29.
140
FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
328 172Abu al-A’la al-Maududi, Nahnu wa al-Hadharah al-Gharbiyyah h. 320. Manhaj al-Islamiah
al-Jadid li al-Tarbiyah wa al-Ta’lim, h. 16.
329 173Abu al-A’la al-Maududi, Manhaj al-Islamiah al-Jadid li al-Tarbiyah wa al-Ta’lim, h. 10.
330 174 Abu al-A’la al-Maududi, Manhaj al-Islamiah al-Jadid li al-Tarbiyah wa al-Ta’lim, h. 34.
331 175 Mustafa Muhammad Thahhan, Model Kepemimpinan dalam Amal Islam, h. 217.
141
Dr. Samsul Bahri, MA.
dikemukakan oleh para tokoh Islam178 juga telah digagas oleh al-
334
Maududi.
332 176 Abu al-A’la al-Maududi, Manhaj al-Islamiah al- Jadid li al-Tarbiyah wa al-Ta’lim, h. 22.
333 177 Islamisasi ilmu pengetahuan pada dasarnya adalah suatu respon terhadap krisis
masyarakat modern yang disebabkan karena pendidikan Barat yang bertumpu pada suatu
pandangan dunia yang lebih bersifat materialistis dan relativis; yang menganggap bahwa
pendidikan bukan untuk membuat manusia bijak yakni mengenali dan mengakui
posisi masing-masing dalam tertib realitas tapi memandang realitas sebagai sesuatu
yang bermakna secara material bagi manusia, dan karena itu hubungan manusia
dengan tertib realitas bersifat eksploitatif bukan harmonis.
334 178 Penyebutan Islamisasi Pengetahuan langsung terkait dengan nama Ismail al-Faruqi,
seorang sarjana kelahiran Palestina yang kini bermukim di Amerika Serikat. Ia dianggap
sebagai pencetus utama gagasan ini, yang diikuti dengan pendirian sebuah lembaga
penelitian “Internasional Institute of Islamic Thought” (atau lebih dikenal dengan singkatan
III-T), yang berkantor pusat, mula- mula di Philadelphia, tapi kemudian pindah ke Herndon,
Virginia. Namun demikian orang Malaysia tidak menganggapnya demikian. Mereka
mengatakan bahwa pencetus ide Islamisasi Ilmu pengetahuan itu adalah seorang
sarjana ahli budaya Melayu berkebangsaan Malaysia, Naquib Alatas dengan dukungan
Perdana Menteri Malaysia Anwar Ibrahim, membentuk lembaga sendiri dengan nama
Internasional Institute of Islamic Thought and Civilization (ISTAC), yang berbasis di Kuala
Lumpur, dengan gedung dan kompleksnya yang megah dan di atas sebuah bukit. Walaupun
gagasan Isalamisasi Pengetahuan dikaitkan dengan Ismail Faruqi dan Naquib Alatas
yang muncul pada tahun 70-an, namun substansi pemikiran di sekitar pendekatan
baru terhadap pengetahuan dan realitas kaum Muslimin itu sendiri dapat dilacak sejak
Shah Wali Allah dan Sir Sayyid Ahmad Khan pada abad 18 dan 19. Moeflich Hasbullah (ed),
Gagasan dan Perdebatan Islamisas Ilmu Pengetahuan, Jakarta, Pustaka Cidessindo, 2000, h. xii-
xiii.
Ismail al-Faruqi yang dilahirkan di Jaffa, Palestina, pada tanggal 1 Januari 1921. Ayahnya,
‘Abd al-Huda al-Faruqi, adalah seorang hakim (qadi) sekaligus seorang tokoh agama yang
cukup dikenal di kalangan sarjana Islam. Keluarganya merupakan keluarga kaya dan
terkenal di Palestina. Setelah adanya kolonialisme Israel ke negaranya, ia bersama sebagian
besar kerabatnya, mencari perlindungan ke Beirut, Lebanon. Beliau meninggal pada
tanggal 27 Mei 1986, bertepatan dengan 18 Ramadhan 1406, yang dibunuh secara sadis
bersama isterinya Lois Lamya al-Faruqi di rumah di Wynocote, Pensylvania. Muhammad
Shafiq, Mendidik Generasi Baru Muslim, Yogyakarta, Pustaka Pelajar, 2000, h. 13-14.
142
FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
143
Dr. Samsul Bahri, MA.
339 183 Abu A’la al-Maududi, Hukum dan Konstitusi Sistem Politik Islam, Bandung, Mizan, Cet VI,
1998, h. 231.
340 184 Abu al-A’la al-Maududi, , Nahnu wa al-Hadharah al-Gharbiyyah, h. 308.
341 185 Abu al-A’la al-Maududi, Manhaj Jadid al-Tarbiyah wa al-Ta’alim, Terj. h. 43.
342 186 Abu al-A’la al-Maududi, , Nahnu wa al-Hadharah al-Gharbiyyah, h. 305.
144
FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
145
Dr. Samsul Bahri, MA.
345 Dalam materi ini yang dikemukakan tidak saja sekedar teori-teori etika, melainkan
peristiwa-peristiwa yang mencakup sejarah perjuangan Rasulullah Saw, sepak terjang
Nabi, sahabat dan para tabi’in yang dari situ para siswa mengerahui sejarah perjuangan-
perjuangan pribadi-pribadi tertentu, dan bagaimana pula corak kehidupan mereka yang
islamis.
346 Materi ini hendaknya tidak hanya sekedar mencakup perincian pandangan-pandangan ilmu
Kalam tentang aqidah, melainkan harus memakai teknik yang halus guna menanamkan
ajaran-ajaran akidah dalam hati nurani secara wajar dan dapat diterima akal dengan
baik. Selain itu, hendaknya diajarkan pula kepada siswa ajaran-jaran aqidah Islam yang
sesungguhnya merupakan hakikat paling mendasar dalam alam semesta ini, yang sekaligus
juga memiliki kaitan amat erat dengan kehidupan.
347 Adapun materi yang disajikan dalam hukum-hukum Islam adalah hal yang paling
mendasar dari hukum Islam yakni berkaitan dengan hak Allah, kewajiban makhluk,
tingkah laku perorangan seorang muslim. Tetapi hendaknya tidak dikemukakan hal-hal
yang bersifat juz’iyah (parsial) yang lazimnya ada dalam kitab-kitab fiqh konu yang
hanya mengakibatnya keruhnya suasana. Sebagai gantinya diajarkan kepada siswa inti
sari dan hikmah ibadah, ruh dan dan kemaslahatannya. Serta diajarkan kepada mereka
bahwa Islam telah menggariskan program hidup, baik untuk perorangan maupun
masyarakat.
348 Materi yang diajarkan adalah sejarah perjuangan Rasulullah Saw dan para sahabat. Tujuan
pembelajaran ini adalah agar para mahasiswa mengetahi asal usul agama dan
ummatnya, serta menanamkan kesadaran yang benar tentang sejarah masa lalu Islam.
Sedangkan materi bahasa Arab sebagai mata pelajaran wajib yang bisa membuat para
siswa sedikit banyak lebih akrab dengan sastra Arab. Kemudian materi al-Qur’an diajarkan
agar memiliki kemampuan membaca al-Qur’an denga benar dan menghafal serta
memahaminya. Abu al-A’la al-Maududi, Nahnu wa al-Hadharah al-Gharbiyyah,, h. 313-314.
349 193 Abu al-A’la al-Maududi, , Nahnu wa al-Hadharah al-Gharbiyyah, h. 313-315.
146
FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
147
Dr. Samsul Bahri, MA.
148
FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
356 200 Abu al-A’la al-Maududi, Manhaj al-Islamiah al-Jadid al-Tarbiyah wa al-Ta’lim, h. 34-35.
357 201 Abu al-A’la al-Maududi, , Nahnu wa al-Hadharah al-Gharbiyyah, h. 347.
358 202 Abu al-A’la al-Maududi, , Nahnu wa al-Hadharah al-Gharbiyyah, h. 309.
359 203 Saiful Muzani (ed), Islam Rasional; Gagasan dan Pemikiran Prof. Dr. Harun Nasution,
Bandung, Mizan, 1995, h. 146.
149
Dr. Samsul Bahri, MA.
150
FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
151
Dr. Samsul Bahri, MA.
366 1Harun Nasution, Pembaharuan Dalam Islam, Sejarah Pemikiran dan Gerakan, (Cet.
IX;Jakarta:Bulan Bintang,1982)h.28.
367 2 Ibid, h.79.
152
FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
153
Dr. Samsul Bahri, MA.
374 9Abdur Rasul Abdul Hassan Al Ghaffar, Al-Mar’ah Al- Mu’ashirah ( Wanita Islam dan gaya
Hidup Modern, (Cet. II. Bandung, Pustaka Hidayah, 1995) h. 132-158
154
FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
375 ) 10Lies M. Marcoes dan johan hendrik Meuleman, Wanita Islam Indonesia Dalam kajian
Tekstual dan Kontekstual, Jakarta : inis, 1993, h.3.
376 11Harun Nasution, op.cit., h. 786
377 12 Harun Nasution, op. cit. h.79.
155
Dr. Samsul Bahri, MA.
156
FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
157
Dr. Samsul Bahri, MA.
158
FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
c. Perkawinan
Kenyataan yang berlaku dalam masyarakat mengenai
perkawinan pada waktu itu, oleh Qasim Amin dianggap sebagai
suatu aturan yang pincang. Pria dapat mengawini wanita dengan
pilihan sepihak, juga dapat menceraikan wanita (istrinya) tanpa
sebab yang jelas. Hal ini adalah kebebasan seorang pria dalam
berpoligami tanpa menghiraukan hukum-hukum atau ketentuan-
ketentuan yang berlaku dalam Al- Qur’an.232387
Qasim Amin sangat menentang pilihan sepihak dalam
perkawinan yaitu kebebasan memilih hanya diperuntukan bagi
pihak pria saja. Menurutnya, wanita juga harus diberi hak dalam
memilih dan menentukan jodohnya. Setiap orang yang memiliki
pikiran yang sehat pasti akan dibenarkan bagi seorang wanita untuk
memilih suaminya sendiri.233388
Poligami yang dipahami dari Al-Qur’an surah An- Nisa’a ayat 4
adalah poligami yang halal apabila itu aman untuk dilaksanakan.
Apabila yang terjadi diantara para istri adalah kejelekan yang lebih
banyak sebagai yang sering terlihat, atau timbul permusuhan
diantara anggota keluarga satu dengan keluarga lainnya sebagai
akibat dari poligami, maka seorang hakim demi kemaslahatan
umat harus melarang poligami. Jadi meski pada dasarnya poligami
diperbolehkan dalam Al-Qur’an tapi menurut Qasim Amin pada
hakekatnya Islam menganjurkan Monogami.234
389
Jadi, Poligami
tanpa alasan merupakan salah satu bentuk penghinaan terhadap
wanita dan itu hanyalah kebiasaan dari jahiliyah.
Menyangkut thalaq, ia berpendapat bahwa thalaq esensinya
adalah suatu hal yang mahzhur, tapi boleh secara darurat. Pernyataan
ini berdasarkan pada ayat Al- Qur’an seperti dalam surat An-Nisa’a
ayat 4 ayat 35 :
159
Dr. Samsul Bahri, MA.
160
BAB V
DISKURSUS FILOSOFIS
PENDIDIKAN ISLAM DALAM
PEMIKIRAN PARA TOKOH DI
INDONESIA
A. Pengantar
Sejarah pemikiran pendidikan Islam di Indonesia banyak
melahirkan putra- putra terbaik dalam berbagai bidang, khususnya
dalam bidang pendidikan. Oleh karena itu, adanya penulisan tokoh-
tokoh pendidikan Islam di Indonesia dimaksudkan: pertama, untuk
mendokumentasikan pemikiran para tokoh-tokoh pendidikan Islam
di Indonesia secara utuh, lengkap, komprehensif dan sistematis,
untuk selanjutnya digunakan sebagai bahan masukan, pembanding
dan perenungan bagi penyusunan konsep pendidikan Islam di masa
depan.
Kedua, menunjukkan adanya konsep-konsep dari para tokoh
pendidikan Islam Indonesia di masa lalu yang perlu diteladani
karena keberhasilan. Ketiga, memberikan aspirasi (penghargaan)
intelektual kepada para tokoh pendidikan Islam masa lalu dalam
rangka memberikan kesadaran bagi para tokoh pendidikan Islam,
selanjutnya mengupayakan karya konstruktif dalam bidang
pendidikan sesuai dengan zamannya.
161
Dr. Samsul Bahri, MA.
393 1 Solichin Salam, Wajah-Wajah Nasional, Pusat studi Islam dan Penelitian Islam, Jakarta,
1990, h. 131.
394 2 Lihat Ajip Rosyidi, M. Natsir Sebuah Biografi, Jakarta, Giri Mukti Pasaka, 1990, h. 146.
162
FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
163
Dr. Samsul Bahri, MA.
164
FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
397 5 Mohammad Natsir, Kapita Selekta, Jakarta, Bulan Bintang, 1923, h. 48.
165
Dr. Samsul Bahri, MA.
398 6 Abuddin Nata, Tokoh-Tokoh Pembaharuan Pendidikan Islam di Indonesia, Jakarta, Grafindo
Persada, 2005, h. 81.
399 7 Lihat Yusuf A. Puar, Mohammat Natsir 70 Tahun;Kenang-kenangan Kehidupan dan
Perjuangan, Pustaka Antara, Jakarta, 1978, h. 34.
400 8 Mohammad Natsir, Kapita Selekta, h. 82.
401 9 Mohammad Natsir, Pendidikan dan Pengorbanan, h. 4.
166
FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
167
Dr. Samsul Bahri, MA.
168
FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
2002, h. 253.
408 16 Deliar Noer, Gerakan Modern dalam Islam di Indonesia, h. 86.
169
Dr. Samsul Bahri, MA.
409 17 Ruslan Thiyib dkk, Pemikiran Pendidikan Islam; Kajian Tokoh Klasik dan Kontemporer,
Yogyakarta, Pustaka Pelajar, 1999, h. 203.
410 18 Suja'i, Muhammadiyah dan Pendidikannya, Yogyakarta, Pustaka, 1989, h.17.
411 19 Bahtiar Effedy dan Fahri Ali, Merambah Jalan Baru Islam, Bandung , Mizan, 1986, h. 76.
412 20 Bahtiar Effedy dan Fahri Ali, Merambah Jalan Baru Islam, h.76 .
413 21 Abuddin Nata, h. 102.
170
FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
171
Dr. Samsul Bahri, MA.
172
FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
2. Karya-karyanya
Tidak banyak para ulama dari kalangan tradisional yang menulis
buku, akan tetapi tidak demikian dengan K.H. Hasyim Asy’ari. Tidak
kurang dari sepuluh kitab disusunnya, antara lain:
1. Adab al-Alim wa al-Muta’allim fima Yahtaj Ilah al-Muta’alim fi
Ahuwal Ta’allum wa ma Yataqaff al-Mu’allim fi Maqamat Ta’limih.
2. Ziyadat Ta’liqat, Radda fiha Mandhumat al-Syaikh ‘Abd Allah bin
Yasin al- Fasurani Allati Bihujubiha ‘Ala Ahl Jam’iyyah Nahdlatul
Ulama
3. Al-Tanbihat al-Wajibat liman Yashna al-Maulid al-Munkarat
4. Al-Risalat al-Jami’at, Sharh fiha Ahwaal al-Mauta wa Asyirath al-
Sa’at ma’ Bayan Mafhum al-Sunnah wa al-Bid’ah
5. Al-Nur al-Mubin fi Mahabbah Sayyid al-Mursalin, bain fihi Ma’na
al-Mahabbah Lirasul Allah wa ma Yata’allaq biha Man Ittaba’iha
wa Ihya’ al-Sunnatih
6. Hasyiyah ‘ala Fath al-Rahman bi Syarth Risalat al-Wali Ruslan li
Syaikh al-Islam Zakariya al-Anshari
7. Al-Dur al-Muntasirah fi Masail al-Tis’i Asyrat, Sharh fiha Masalat
al-Thariqah wa al-Wilayah wa ma Yata’allaq bihima min al-Umur
al-Muhimmah li Ahl al- Thariqah
8. Al-Tibyan fi al-Nahy ‘an Muqathi’ah al-Ikhwan, bain fih
Ahammiyyat Shillat al- Rahim wa Dhurar Qath’iha
9. Al-Risalat al-Tauhidiyah, wahiya Risalah Shaghirat fi Bayan
‘Aqidah Ahl Sunnah wa al-Jamaah
10. Al-Qalaid fi Bayan ma Yajib min al-‘aqaid.2 7
419
173
Dr. Samsul Bahri, MA.
174
FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
terdiri dari delapan bab, yaitu: keutamaan ilmu dan ilmuwan serta
keutamaan belajar mengajar; etika yang harus diperhatikan dalam
belajar mengajar; etika seorang murid terhadap guru; etika murid
terhadap pelajaran dan hal-hal yang dipedomani bersama guru;
etika yang harus dipedomani seorang guru; etika guru ketika dan
akan mengajar; etika guru terhadap murid- muridnya; dan etika
terhadap buku, alat untuk memperoleh pelajaran dan hal-hal
yang berkaitannya dengannya. Dari delapan bab tersebut dapat
dikelompokkan dalam tiga kelompok, yaitu: signifikansi pendidikan,
tugas dan tanggung jawab seorang murid, dan tugas dan tanggung
jawab seorang guru.
Signifikansi Pendidikan
Tujuan utama ilmu pengetahuan adalah pada pengamalannya.
Hal yang demikian dimaksudkan agar ilmu yang dimiliki menghasilkan
manfaat sebagai bekal untuk kehidupan di akhirat kelak. Syariat juga
mewajibkan untuk menuntutnya dengan memberikan pahala yang
besar.
Dalam tulisan selanjutnya ia mengemukakan bahwa bertauhid
itu mengharuskan adanya keimanan. Maka barangsiapa beriman
maka ia harus bertauhid. Dan keimanan mewajibkan adanya syariat,
sehingga orang yang tidak menjalankan syariat maka ia berarti tidak
beriman dan bertauhid. Sementara orang yang bersyariat harus
beradab. Dengan demikian, orang yang beradab berarti ia juga
bertuhid, beriman dan bersyariat.
Terdapat dua hal yang harus diperhatikan dalam menuntut
ilmu, yaitu: pertama, bagi murid hendaknya berniat suci untuk
menuntut ilmu, jangan sekali-kali berniat untuk hal-hal duniawi dan
jangan melecehkan atau menyepelekannya. Kedua, bagi guru dalam
mengajarkan ilmu harus meluruskan niatnya terlebih dahulu, tidak
mengharapkan materi semata-mata. Disamping itu, yang diajarkan
disesuaikan dengan tindakan-tindakan yang diperbuat.
175
Dr. Samsul Bahri, MA.
176
FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
177
Dr. Samsul Bahri, MA.
178
FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
179
Dr. Samsul Bahri, MA.
hidup dalam dunia sufi yang jauh dari kehidupan pada umumnya,
akan tetapi kehidupannya justru menyatu dengan masyarakat dan
berusaha memberikan jawaban terhadap tasawuf dan hadis, maka
kedua ilmu itu pula yang mewarnai gagasan dan pemikirannya,
khususnya dalam bidang pendidikan. Meskipun demikian, ia tidak
hidup dalam dunia sufi yang jauh dari kehidupan pada umumnya,
akan tetapi kehidupannya justru menyatu dengan masyarakat
dan berusaha memberikan jawaban terhadap permasalahan yang
muncul.
Catatan menarik yang perlu dikedepankan adalah guru harus
membiasakan untuk menulis, mengarang dan meringkas, dan ini
masih jarang dijumpai. Ini pula yang dapat dijadikan sebagai salah
satu faktor mengapa sulit dijumpai tulisan-tulisan berupa karya-
karya ilmiah. Sejak awal, ia memandang perlu adanya tulisan dan
karangan, sebab lewat tulisan itulah ilmu yang dimiliki seseorang
akan terabadikan dan akan banyak memberikan manfaat bagi
generasi selanjutnya, di samping itu juga akan terkenang sepanjang
masa. Namun, tradisi menulis ini belum membudaya di pesantren.
Ia sebenarnya sudah memulai dan membuktikan dengan beberapa
karya sebagaimana tersebut di atas.
Sebenarnya menarik untuk dikupas, mengapa budaya menulis
kurang mendapatkan tempat di lingkungan pendidikan tradisonal?.
Jawaban dari permasalahan ini adalah bahwa ilmu-ilmu yang dikaji
dan dipelajari di lingkungan pesantren adalah ilmu-ilmu agama, di
mana materi dan metodenya hampir telah mencapai final, sehingga
pengembangan terhadap ilmu-ilmu tersebut bisa dikatakan
telah tertutup. Disamping itu, tuntutan masyarakat atau keadaan
masyarakat kurang memberikan motivasi, sebab budaya yang
berkembang masih pada tataran budaya mendengarkan dari pada
budaya membaca. Namun yang jelas, untuk saat sekarang, budaya
menulis telah pula merambah dunia pesantren, meskipun tulisan
yang dihasilkan bukan berupa kitab-kitab yang dikaji pada pesantren,
180
FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
181
Dr. Samsul Bahri, MA.
182
FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
183
Dr. Samsul Bahri, MA.
184
FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
428 36 Pendapat Laode Ida dan Thantowi Jauhari, mereka yang simpati atau setuju secara
tidak langsung mulai larut dalam pemikiran cucu pendiri NU ini dan bahkan ada yang
secara tidak sadar sudah terjebak dalam fanatisme buta terhadap Abdurrahman Wahid.
Mereka yang bersifat netral menyikapinya dengan sangat berhati-hati atau tidak tergesa-
gesa dalam menanggapi setiap pemikiran dan tindakan Abdurrahman Wahid, bersikap
wait and see. Sementara yang berhadapan dengan pemikiran dan tindakannya, ia lebih
cenderung menunjukkan posisi berhadapan dengannya. Gusr Dur, Diantara Keberhasilan
dan Kenestapaan, Jakarta, Raja Grafindo Persada, 1999, h. 60-62.
429 37 “Gus” adalah sebutan bagi seorang anak kiai, di Jawa Timur dan Jawa tengah “Gus”
itu sebetulnya kependekan dari ucapan “Bagus”, sebuah harapan seorang ayah kepada
anaknya agar menjadi bagus. Panggilan ini umumnya ditujukan sebelum si anak menjadi
kiai. Tetapi, dalam kenyataannya tidak sedikit orang yang sudah layak disebut kiai atau
memang sudah menjadi kiai, masih dipanggil “Gus”, K.H. Abdurahman Wahid adalah
salah satu contoh yang paling populer. Panggilan “Gus” juga biasanya tetap dilekatkan bagi
mereka yang anak kiai yang nyeleneh dan nakal, seperti Gus Miek, Gus Mus, Gus Ma’shum
dan sebagainya. Panggilan Gus Dur memang terasa lebih dominan dan lebih menyatu
ketimbang sebutan Kiai Haji Abdurrahman Wahid atau Kiai Abdurrahman. Karena itu,
tanpa pretensi apapun kecuali alasan keumuman dan merasa lebih familiar. Selain itu
sebutan Gus Dur agaknya telah menjadi sebuah fenomena tersendiri di Indonesia dan
di dunia Intenasional, terutama karena perjuangannya yang gigih dan konsisten dalam
menegakkan demokrasi, toleransi umat beragama dan penghargaan terhadap pluralisme
di negara Pancasila ini. Perjuangan ini dilakukan baik saat berada di luar maupun di dalam
pemerintahan Gus Dur seorang menjadi simbol bagi semua itu.
430 38 Abdurrahman ad-Dakhil dalam bahasa Indonesia berarti hamba Allah (Penyayang)
185
Dr. Samsul Bahri, MA.
bersaudara.40
432
Ayahnya bernama, K.H. Abdul Wahid Hasyim,
adalah putra K.H. Hasyim Asy’ari, pendiri pondok pesantren
Tebuireng dan pendiri Jam’iyah Nahdatul Ulama (NU), organisasi
Islam terbesar di Indonesia. Ibunya Hj Solehah, juga putri tokoh
besar NU, K.H. Bisri Syamsuri, pendiri pondok pesantren Denanyar
Jombang dan Rois’Aam Syuriah PBNU setelah K.H. Abdul Wahab.41433
Secara genetik Abdurrahman Wahid memiliki keturunan
darah biru dan menurut Clifford Geertz, ia termasuk golongan santri
dan priyayi sekaligus.42 Baik dari garis keturunan ayah maupun
434
186
FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
436 44 Menurut sebagian kalangan, antara lain Greg Barton, beliau meninggal dalam usia yang
ke-40, tetapi bila merujuk pada buku Menteri-menteri Agama RI; Biografi Sosial Politik,
INIS, PPIM dan Litbang Depag disebutkan bahwa masa hidup K.H. Wahid Hasyim antara
1914-1953, h. 82.
437 45 Majalah Gamma No. 36 tahun pertama, 31 Oktober 1999.
438 46Menurut informasi Greg Barton dari hasil wawancaranya dengan Abdurrahman
Wahid pada bulan Desember 1999, ia menceritakan bagaimana ia sangat mencintai
almarhum ayahnya itu. Diingatnya bagaimana ia berusaha memecahkan arti semua
ini untuk berpikir “apa yang mungkin dilakukan oleh seorang manusia sehingga rakyat
sangat mencintainya?“. Apakah ada prestasi yang lebih baik daripada hal ini dalam hidup,
kenangan yang pahit namun manis ini tetap tak terlupakan oleh Abdurrahman Wahid.
Greg Barton, Biografi Abdurrahman Wahid, 43-44.
187
Dr. Samsul Bahri, MA.
439 47 Sejak masa kanak-kanak, ibu Abdurrahman Wahid telah diberi berbagai isyarat
bahwa Abdurrahman Wahid akan mengalami garis hidup yang berbeda dan memiliki
kesadaran penuh akan tanggung jawab terhadap organisasi NU. Menjelang remaja rasa
tanggung jawab tersebut ternyata secara dramatis meningkat terutama setelah kematian
ayahnya. Baca Greg Barton, Gagasan Islam Liberal Indonesia , Jakarta, Paramadina, 1999, h.
326.
440 48 Abdurrahman Wahid bercita-cita menjadi tentara. Ia ingin sekali masuk AKABRI
(Akademi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia). Namun, cita-cita kandas, ketika pada
usia 14 tahun, ia harus memakai kaca mata minus. Kandasnya cita-cita itu, membuatnya
sangat cinta terhadap buku, bola, catur, musik dan film. Akhirnya ia merumuskan kembali
cita-citanya dengan sangat sederhana ingin menjadi guru. Ahmad Bahar, Biografi Kiai Politik
Abdurrahman Wahid; Gagasan dan Pemikiran, h. 4.
441 49 Tim INCReS, Beyond The Symbols; Jejak Antropologis Pemikiran dan Gerakan Gus Dur, h. 9.
442 50 Selain buku-buku tersebut, ibu Rufi’ah juga banyak memperkenalkan Abdurrahman
Wahid pada pengarang besar Andre Gide yang mengarang novel La Porte Etroite. Novel
inilah yang beberapa tahun kemudian menjadi inspirasi Abdurrahman Wahid untuk
memberi nama pada anak pertamanya, Alissa. Novel yang bernapaskan keagamaan
ini, “Kristen nggak Kristen, soal keimanan, problemnya sama saja, yaitu bagaimana
menghadapi kenyataan dunia yang berbeda dengan idealismenya”. Alissa dalam novel itu
188
FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
adalah seorang gadis yang tak mampu menyelesaikan cintanya karena faktor agama. Lalu,
karena dilandasi faktor cinta inilah yang mengetuk hatinya, sehingga ia menjadi biarawati.
Kemudian karya Mikhail Sholokov yang berjudul And Quiet Flows the Don merupakan salah
satu bacaan favoritnya. Bahkan juga melahap habis karya Will Durant yang berjudul The
Story of Civilzation. Tim INCReS, Beyond the Symbols; Jejak Antropologis Pemikiran dan Gerakan
Gusdur, h.10-11.
443 51 Ahmad Bahar, Biografi Kiai Politik Abdurrahman Wahid; Gagasan dan Pemikiran, h. 4.
444 52 Greg Fealy menceritakan bahwa ia mengunjungi pesantren Denanyar pada awal tahun
1990-an dan kepadanya diperlihatkan sebuah barang berharga oleh penduduk Denanyar
yang merasa bangga dengan barang itu, yang merupakan lemari tua Abdurrahman
Wahid yang penuh dengan buku-buku asing yang dibacanya ketika tinggal di pesantren
ini selama 20 tahun. Hal ini dikutip oleh Greg Barton, Biografi Abdurrahman Wahid, h. 50.
445 53 Implisit Abdurrahman Wahid mengakui kekagumannya pada Hasan Hanafi sejak
tahun 1960- an ketika masih belajar di Mesir ketika itu pengaruh Sosialisme-Marxisme,
Nasionalisme, Sekuler dan populisme terhadap intelektual Muslim dominan. Di antara
mereka seperti Hasan Hanafi, melakukan sintesa kreatif-inovatif antara Islam dan
Marxisme. Karena itu ideologi sekuler menpengaruhi perkembangan Gusdur ketika itu.
189
Dr. Samsul Bahri, MA.
190
FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
191
Dr. Samsul Bahri, MA.
453 61 Tim INCReS, Beyond The Symbols; Jejak Antropologis Pemikiran dan Gerakan Gus Dur, h.
454 62 Greg Barton, Gagasan Islam Liberal Indonesia , h. 328.
192
FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
193
Dr. Samsul Bahri, MA.
455 63 Narasi-narasi kecil ini dihimpun dari berbagai sumber, di antaranya: Tempo, 16 Mei
1981; Majalah Amanah, Edisi 8 s.d. 21 Mei 1987; Majalah Aula No. 20 Oktober1987; Majalah
Editor No. 15 tahun IV/22 Desember 1990; Kompas 10 Agustus 1996; Dedy Djamaluddin
Malik dan Idi Subandy Ibrahim, Zaman Baru Islam Indonesia; Pemikiran dan Aksi Politik
Abdurrahman Wahid, M. Amien Rais, Nurcholish Madjid, Jalaluddin Rakhmat, Bandung, Zaman
Wacana Mulai, 1989; Al-Zartrouw Ng, Gus Dur Siapa Sih Sampeyan? Tafsir Politik atas Tindakan
194
FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
dan Pernyataan Gus Dur, Jakarta, Erlangga, 1999; Tabloid Detak Edisi Khusus, Tahun ke-2, 21-25
Oktober 1999; Kompas, Sabtu 8 April 2000; Media Indonesia, Jumat, 11 Februari 2000. Narasi
ini dikutip oleh Tim INCReS, Beyond The Symbols; Jejak Antropologis Pemikiran dan Gerakan Gus
Dur, h. 23-25.
456 64 John El-Esposito, John. O Vall, Tokoh-Tokoh Kunci Gerakan Islam Kontemporer, h. 259.
457 65 Untuk lebih jelas John El-Esposito, John. O Vall, Tokoh-Tokoh Kunci Gerakan Islam
Kontemporer, h. 255-279.
458 66 Greg Barton, “Liberalisme; Dasar-dasar Progresifitas Pemikir Abdurrahman Wahid”,
dalam Feal dan Greg Barton (ed), Tradisionalisme Radikal; Persingggungan Nahdatul
Ulama-Negara, Yogyakarta, LkiS, 1997, h. 167.
195
Dr. Samsul Bahri, MA.
459 67 Abdurrahman Wahid, Bunga Rampai Pesantren, Jakarta, Darma Bhakti, 1978.
460 68 Abdurrahman Wahid, Muslim di Tengah Pergumulan, Jakarta, Lappenas, 1983.
461 69 kumpulan kolom Abdurrahman Wahid, Melawan Melalui Lelucon, Mustafa Ismail
(ed), Jakarta, Tempo 1980. Buku ini mengumpulkan tulisan di tahun 1970-an-1990.
196
FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
197
Dr. Samsul Bahri, MA.
198
FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
199
Dr. Samsul Bahri, MA.
200
FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
pergulatan pemikiran dan sikap cukup alot. Apalagi bagi seorang kiai yang nota bene
sikap kehati-hatiannya sangat tinggi dalam memberikan tanggapan atau respon terhadap
berbagai gejolak sosial yang ada dalam masyarakat. Merekalah yang bertanggung jawab
terhadap kesejahteraan dan keselamatan masyarakat pedesaan khususnya baik di dunia
dan di akhirat. Abuddin Nata (ed), Sejarah Pertumbuhan dan Perkembangan Lembaga-Lembaga
Pendidikan Islam di Indonesia, h. 154.
475 83Abdurrahman Wahid, Menggerakkan Tradisi Esai-Esai Pesantren, Yogyakarta, LKiS, 2001.
476 84 Pengantar LKiS dalam Martin Van Bruinenssen, NU; Tradisi Relasi-relasi Kuasa, Pencarian
Wacana Baru, Yogyakarta, LKiS , 1994, h. vi.
477 85 Abdurrahman Wahid, Menggerakkan Tradisi Esai-Esai Pesantren, h. 38.
201
Dr. Samsul Bahri, MA.
202
FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
482 90 Yang dimaksud dengan regenerasi pimpinan yang berlangsung dengan sehat adalah
pergantian pemimpin secara bertahap dan teratur, yang memungkinkan penumbuhan
nilai-nilai baru dalam pesantren secara konstan. Pimpinan muda di pesantren bilamana
disertakan dalam proses memimpin secara berangsur-angsur akan mampu menciptakan
perpaduan antara kebutuhan praktis akan kemajuan (terutama material) dan antara tradisi
keagamaan yang mereka warisi dari generasi sebelumnya. Yang menjadi persoalan penting
sekarang ini adalah bagaimana menyertakan pemimpin-pemimpin muda pesantren
dalam forum-forum semacam ini secara tetap.
483 91 Abdurrahman Wahid, Menggerakkan Tradisi Esai-Esai Pesantren, h. 46-47.
203
Dr. Samsul Bahri, MA.
204
FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
205
Dr. Samsul Bahri, MA.
berbasis masyarakat.99
488
Dengan demikian terciptalah suatu
masyarakat belajar yang turut urun rembug dalam proses pendidikan
yang berlangsung.
Di samping itu, pesantren dalam merespon modernisasi,
menyediakan pedoman spritual pada masyarakat yaitu: pendidikan
pesantren menegakkan relevansi agama dengan modernisasi,
artinya agama tidak cukup hanya dimanifestasikan dalam
rangkaian upacara-upacara keagamaan, akan tetapi pesantren
akan merumuskan kembali kerja-kerja keagamaan yang patut
dilakukan.100489
485 95 Abdurrahman Wahid, Menggerakkan Tradisi Esai-Esai Pesantren, h. 132.
486 97Azyumardi Azra, Esei-Esei Intelektual Muslim dan Pendidikan Islam, Jakarta, Logos Wacana
Ilmu, 1998, h. 107.
487 98 Azyumardi Azra, Esei-Esei Intelektual Muslim dan Pendidikan Islam, h. 108.
488 99 Abuddin Nata, “Pendidikan Berbasis Masyarakat dalam Persfektif Islam”, dalam Jurnal
Jauhar, Jurnal Pemikiran Islam Kontekstual, Jakarta, UIN Syarif Hidayatullah, 2001, Vol. 2 No.
2.
489 100 Greg Barton, Gagasan Islam Liberal di Indonesia, h. 350.
206
FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
hanya mencetak para ulama atau kiai yang ahli agama belaka tetapi
juga mampu melahirkan ahli agama yang tidak miskin dengan ilmu
umum.
Abdurrahman Wahid menjelaskan bahwa ada dua keuntungan
jika pesantren mendirikan sekolah umum103 : Pertama, mayoritas
492
490 101 Amin Abdullah, Dinamika Islam Kultural, Bandung, Mizan, 2000, h. 27-29.
491 102 Abdurrahman Wahid, Menggerakkan Tradisi Esai-Esai Pesantren, h. 50.
492 103 Ada dua alasan utama yang sering diajukan untuk membenarkan sikap menolak
sekolah umum. Alasan pertama, sekolah umum tidak sesuai dengan tujuan keagamaan
yang dimiliki pesantren. Sedangkan alasan kedua, adalah ketidak mampuan pesantren
mengelola sekolah umum. Karena itu menurut Abdurrahman Wahid kedua sebab ini
ditunjang pula oleh ekskluvitas Departemn agama sebagai klien pssantren ini, selain
hampir-hampir tidak adanya hubungan dengan Depertemen P&K dari jenjang teratas
hingga ke aparat terbawah.
207
Dr. Samsul Bahri, MA.
208
FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
494 105 Makalah seminar sambutan atas nama Rektor UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta, pada
acara Workshop, “Kurikulum berbasis kompetensi”, pada Program Studi Agribisnis
Fakultas Sains dan Teknologi, Jakarta, 17 April 2003, h. 1
495 106 Moeflich Hasbullah (ed), Gagasan dan Perdebatan Islamisasi Ilmu Pengetahuan, Jakarta,
Cidesindo, 2000, h. xl.
209
Dr. Samsul Bahri, MA.
210
FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
211
Dr. Samsul Bahri, MA.
212
FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
213
Dr. Samsul Bahri, MA.
214
FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
215
Dr. Samsul Bahri, MA.
216
FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
217
Dr. Samsul Bahri, MA.
218
FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
219
Dr. Samsul Bahri, MA.
220
FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
221
Dr. Samsul Bahri, MA.
222
FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
525 137 Syaiful Muzani, Islam Rasional, Gagasan dan Pemikiran Prof. DR. Harun Nasution, h. 6.
526 138 Syaiful Muzani, Islam Rasional, Gagasan dan Pemikiran Prof. DR. Harun Nasution, h. h.36.
527 133 Baca Refleksi Pembaharuan Pemikiran Islam 70 Tahun Harun Nasution, Jakarta, LSAF, 1989,
223
Dr. Samsul Bahri, MA.
224
FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
528 139 Abuddin Nata, Tokoh-Tokoh Pembaharuan Pendidikan Islam di Indonesia, Jakarta, Raja
Grafindo Persada, 2005, h. 276-279.
225
Daftar Pustaka
226
FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
227
Dr. Samsul Bahri, MA.
228
FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
229
Dr. Samsul Bahri, MA.
230
FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
231
Dr. Samsul Bahri, MA.
232
FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
233
Dr. Samsul Bahri, MA.
234
FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
235
Dr. Samsul Bahri, MA.
236
FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
237
Dr. Samsul Bahri, MA.
238
FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
239
Dr. Samsul Bahri, MA.
َ ُ َّ ُ ُ َ ُ َ ْ َ َ ْ ُ ْ َ َ َ ْ ُ َّ ُ َ َ َّ
الل َي ْعل ُم ُه ْم ۚ َو َما اللِ وعدوكم وآخ ِرين مِن دون ِ ِهم ل تعلمونهم
َ َ ْ ُ َ ْ َ ُ َ َّ َّ ْ َ ْ ُ ُْ
يل اللِ يُ َوف إِلْك ْم َوأن ُت ْم ل تظل ُمون َ
ِ ِ تنفِقوا مِن ش ٍء ِف سب
Artinya: Dan siapkanlah untuk (menghadapi) mereka apa yang kamu
mampu dari kekuatan dan dari kuda-kuda yang ditambat. (dengan
persiapan itu) kamu menggentarkan musuh Allah, musuh kamu
dan orang-orang selain mereka yang kamu tidan mengetahui siapa
mereka;Allah mengetahui mereka. Apa saja yang kamu nafkahkan
pada jalan Allah niscaya Allah akan dibalas dengan sempurna kepada
kamu dan kamu tidak akan dianiaya.
Kedua, cerdas serta pandai, Islam menginginkan pemeluknya
cerdas dan pandai sebagai ciri akal yang berkembang dan adanya
kemampuan menyelesaikan masalah dengan cepat dan tepat serta
banyak memiliki pengetahuan. Ketiga, ruhani yang berkualitas
tinggi adalah kalbu yang penuh berisi iman kepada Allah atau
dengan ungkapan lain kalbu yang bertaqwa. Lihat Ahmad Tafsir, Ilmu
Pendidikan Islam, hlm. 57- 63.
Syed Muhammad Naquib Al-Attas, The Concept of Education in
Islam, A. Framework forAn Philosophy of Education, (Kuala Lumpur:
Muslim Youth Movement of Malaysia, ABIM, 1980), hlm. 54.
H. Abu Ahmadi, Nur Uhbiyati, Ilmu Pendidikan, (Jakarta: Rineka
Cipta, 2001), Cet II, hlm. 115.
Hery Noer Aly, H. Munzier S., Watak Pendidikan Islam, (Jakarta:
Friska Agung Insani, 2000), hlm. 144.
Zuhairini dkk, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara,
1995), Cet II, hlm. 166.
Ismail (ed), Paradigma Pendidikan Islam, (Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 2001), hlm. 44.
Fadhil al-Djamali, Menerebas Krisis Pendidikan Dunia Islam,
(Jakarta: Golden Terayon Press, 1988), hlm. 133.
240
FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
241
Dr. Samsul Bahri, MA.
242
FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
243
Dr. Samsul Bahri, MA.
244
FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
245
Dr. Samsul Bahri, MA.
246
Profil Penulis
247