Bahan Ajar Kemuhammadiyahan III Universi
Bahan Ajar Kemuhammadiyahan III Universi
pembaharuan di
dunia muslim
PEMURNIAN DAN PEMBAHARUAN DI DUNIA MUSLIM
Pemahaman yang benar terhadap Islam dan aspek yang ada pada-nya terkadang salah
dipahami orang. Pada mula penyebarannya agama ini dipandang sebagai sesuatu yang aneh,
radikal, dan tampak terbelakang sekali. Maka dalam memberikan pemahaman ini terhadap
orang lain diperlukan dua buah proses yang sangat penting yaitu:
1. Memberikan informasi tentang pokok-pokok ajaran Islam yang univer-sal sehingga tidak
ada anggapan atas bentuk persoalan keIslaman yang hanya dikuasai oleh segelintir
manusia saja (mono Islam)
2. Menunjukkan universalitas gerakan-gerakan Muslim dan berbagai kebijakan yang lahir
didalamnya seperti perbedaan pemikiran tentang wacana sosial, ekonomi, politik, dan
penetapan hukum yang berbeda yang bertentangan antara aliran yang satu dengan aliran
yang lainnya.
Maka dalam perjalanan sejarah peradaban Islam itu sendiri, umat banyak sekali mengalami
kelemahan-kelemahan dalam berbagai bidang. Sejak abad 11 Masehi mulailah Islam dan
semua gerakannya mengalami kemunduran. Muhammad Abduh menggambarkan kemerosotan
tersebut terjadi karena warisan umat Islam yang berharga tidak dipergunakan dengan sebaik-
baiknya. Kelemahan kaum Muslim menurutnya disebabkan oleh perpecahan umat Islam
menjadi bangsa-bangsa kecil yang beragam sekte, keyakinan, dan saling bertikai demi
kesetiaan pada pemimpinnya. Katanya pula, ajaran Islam menunjukkan bahwa nasib yang
menimpa kaum Muslim merupakan cobaan dari Allah, sebagai hukuman atas ketidaktaatan
mereka. Kemunduran masyarakat Muslim juga merupakan hukuman yang digambarkan
dalam Al-Quran. Menurutnya pula inipun disebabkan oleh kebodohan umat Islam dan
kesalahan dalam memahami hakekat iman, banyaknya perpecahan sektarian, adanya
anggapan tentang tertutupnya pintu ijtihad, serta kesalahan pemimpin dalam mengambil arah
kebijakan.
Dan pendapat ini beralasan sekali kalau bercermin kepada pecah-nya umat Islam untuk
mempertahankan keyakinannya yang terka-dang hanya untuk membela kepentingannya
belaka. Khawarij, Murji’ah, Mu’ta-zilah, Syi’ah, dan ASWAJA adalah bukti sejarah kalau
memang telah terjadi kemerosotan-kemerosotan dalam kalangan Muslim. Pembahasan yang
mereka kedepankan pun tidak hanya mengenai ekonomi, sosial, dan politik saja tetapi juga
menyangkut masalah-masalah pokok yang menga-caukan pemikiran dunia Islam saat itu.
Goncangan berat yang terjadi akhirnya membawa Muslim pada masa suram yang tak berkesu-
dahan. Apalagi masa suram ini dihiasi denga pendapat yang sangat merugikan dunia Islam
“tertutupnya pintu ijtihad”.
Pada akhirnya umat Islam kehilangan arah, sumber, dan panutan, kemana mereka harus
melangkah, kemana tujuan akhirnya, dan siapa yang menjadi tempat bertanya atas tindakan-
tindakan yang akan mereka lakukan. Akibatnya pula terjadilah penjiplakan secara buta
terhadap setiap sesuatu yang mereka anggap baru dan menguntungkan. Ketidaktahuan ini pun
menyebabkan mereka miskin kreasi dan selalu tertnggal atas bangsa-bangsa lainnya. Atau
bahkan terkadang umat Islam menjadi bulan-bulanan kalangan lain dengan kejahatan
ekonomi, sosial, dan politik. Inipun tidak hanya pada aspek-aspek demikian saja, tetapi juga
pada pendangkalan-pendangkalan akidah umat Islam. Kemurnian tauhid semakin terancam
keberadaannya. Islam hanya dijadikan sebuah agama mistis yang hanya berfungsi sebagai
tempat mereka menenangkan diri belaka. Islam tidak lagi dipandang sebagai sistem sosial
yang mampu menawarkan berbagai perpecahan masalah kemasyarakatan, atau sebagai sistem
politik, yang berfungsi untuk menentukan arah kebijakan pemerintah. Gencarnya gerakan
kapitalis dan liberalis dan disokong oleh kalangan Kristen, menja-dikan Muslim semakin jauh
pada ajaran Islam dan berakhir dengan keti-dakberdayaan atas apa yang akan mereka perbuat.
Maka lahirlah dari kalangan tersebut orang yang mencoba meluruskan dan melakukan
perubahan kondisi yang ada. Namun dalam perjalanannya pula terkadang terjadi kesalahan-
kesalahan yang sangat fatal.
Para guru, pemimpin spiritual, dan tokoh-tokoh tersebut dikultus-kan oleh para penganutnya
sebagai orang yang mampu melepaskan penderitaan batin manusia dan sarana mencapai
kebahagiaan saja. Ini adalah gejala awal pencaharian yang salah karena memang kalangan
Muslim saat itu ada pada kondisi tertekan oleh gerakan-gerakan penin-dasan dari kalangan
non Islam, ditambah lagi dengan kemerosotan kemerdekaan berpikir yang menyebabkan
penjiplakan Muslimin pada budaya Eropa secara besar-besaran.
Usaha pada kalangan awam hanya pada tingkat pelepasan diri dari kondisi yang
menekan saja. Mereka tidak tergugah untuk mencoba kembali pada ajaran Islam yang
sesungguhnya. Mereka sangat terpenga-ruh sekali oleh slogan “ dunia adalah penjara orang-
orang mukmin dan surga orang-orang kafir, dan orang yang mencari kehidupan dunia
adalah ibarat seekor anjing”.
Demikianlah kondisi yang terjadi saat itu. Mereka tidak mampu lagi menggunakan
Al-Quran sebagai sumber kehidupan, dan akal sebagai sarana menjawab tantangan zaman.
Sehingga pada akhirnya TBC (Takhayul, Bid’ah, dan Churafat ) menjangkit setiap jiwa
Muslim. Akhlak masyarakat menjadi rusak dan pondasi akidah pun akhirnya rapuh.
Kebenaran dan kebathilan saat itu bercampur aduk antara amalan agama Islam, kebudayaan
yang salah dan agama lain. Ini disebabkan umat Islam hidup dalam fanatisme yang sempit.
Umat Islam saat itu masih diwarnai oleh formalisme, ta’asub, dan sektarianisme. Inilah
beberapa sebab yang mendorng banyak kalangan pada generasi-generasi berikutnya
melakukan perubahan dalam wacana ajaran Islam.
Ketika kondisi mansyarakat yang rapuh dan terjebak dalam kondisi yang serba lemah
tersebut, lahirlah sebuah angin pembaharuan yang memberi perubahan besar dalam tubuh
Islam hingga akhir sekarang ini.
Muhammad bin Abdul wahab (115 H/1703-1972M) menggemakan suara
pembaharuannya di daerah Najad, sebuah negri yang masih murni dalam menjalankan syariat
agama Islam. Melihat kondisi umat Islam yang ada pada waktu itu mendesak dirinya untuk
berusaha mengeluarkan mereka dari nuansa yang serba gelap tanpa petunjuk. Muslim saat itu
terkena penyakit yang sangat parah dan harus segera diobati sebelum ajal menimpa mereka.
Maka dengan semangat juang Islamnya ia pun menggerakan semua pemuda untuk
memperbaiki dan membangkitkan kembali kemegahan dan kebesaran Umat Islam seperti
masa-masa silam, membersihkan tauhid dari penyakit TBC, dan meluruskan amalan-amalan
yang tidak bersumber dari Nabi Muhammad SAW dan Al-Quran.
Dalam melakukan aksinya, Abdul Wahab memang terlalu keras dan tidak pandang
bulu. Ajakan amar ma’ruf nahi munkar yang ia lakukan pada kalangan lain seperti yang
pernah terjadi pada kalangan Mu’tazilah. Pada awal dakwahnya gerakan pembaharuan ini
banyak mengalami hambatan dari fihak lain. Sebab sebagaimana telah dibahas di atas umat
Islam memang telah ada dalam kondisi yang memprihatinkan sekali. Bashrah yang menjadi
sasaran dakwahnya menjadikan dirinya semakin kuat untuk menyampaikan ajaran Islam yang
sebenarnya. Mereka yang ada pada negri tersebut tersinggung dengan berbagai kebudayaan
yang Abdul Wahab anggap salah dan sesat serta telah keluar dari ajaran Islam. Kemarahan
tersebut membuat mereka mengusirnya dari daerah tersebut.
Namun Abdul Wahab tetap bertahan dengan kebenaran yang ia sampaikan pada
mereka, maka pengusiran pada dirinya pun tak dapat dihindari lagi. Mereka mengancam
kepada Abdul Wahab untuk membu-nuhnya. Maka demi menyelamatkan perjuangannya
yang belum selesai ia pun mengalah dan menyingkir pergi ke Al-Zabir untuk meminta suaka
padanya sekaligus dukungan dalam gerakan pemurnian yang akan ia
sampaikan.permintaannya ternyata tak sia-sia. Dengan sepenuh hati Al-Zabir memberikan
dukungannya. Dukungan moral tersebut yang ia sampaikan kepadanya untuk sama-sama
kembali pada Al-Quran dan Al-Hadis membuat Abdul Wahab kembali berkobar semangatnya
untuk terus menyampaikan gagasannya. Ditambah lagi dukungan penuh pengeran Umar bin
Muamar padanya semakin menambah wibawa dirinya di mata masyarakat saat itu.
Penghancuran tempat-tempat yang membawa kepada penyakit akidah dan bentuk
sarana fisik pun mulai ia lancarkan dengan tanpa pandang bulu lagi. Pohon yang dianggap
keramat, kuburan yang dianggap suci, dan semua benda yang dianggap memiliki tuah dan
keramat ia han-curkan. Dan gerakan itu banyak sekali mendapat rintangan dari para ma-
syarakat yang masih percaya pada tahayul, bid’ah dan churafat. Namun perjuangannya yang
tak mengenal lelah mulai menampakkan hasilnya. sedikit demi sedikit umat Islam menyadari
rapuhnya akidah yang mereka pegang saat itu. Maka berangsur-angsur mereka pun kembali
kepada pada ajaran Islam dan berusaha memahami kebenaran Islam secara baik. Namun
belum pulih mereka dalam memahami ajaran Islam, dan tunduk pada apa yang Abdul Wahab
sampaikan terjadilah kehebohan yang luar biasa dengan dirajamnya seorang wanita yang
melakukan perzinahan oleh Abdul Wahab.
Dalam kondisi pemikiran yang belum sempurna atas pemahaman Islam yang ia
sampaikan terhadap mereka, marahlah masyarakat dan mengancam Abdul Wahab untuk
mempertanggungjawabkan semuanya. Melihat kondisi yang tak menguntungkan ini akhirnya
ia pun mengungsi ke Dahriah dan meminta perlindungan pada Muhammad bin Su’ud yang
pada waktu itu menjabat sebagai Gubernur. Mengetahui bagusnya niat Abdul Wahab dalam
melakukan dakwah maka ia menyampaikan dukungannya untuk menyebarkan pembaharuan
itu di negri yang ia pimpin. Tidak hanya itu ia pun menberikan wewenang penuh untuk
megadakan perubahan secara total.
Di sinilah pengaruh Abdul Wahab mulai diterima orang. Kerjasama antara Abdul
Wahab dan keluarga Su’ud pada saat itu mulai menampakan hasilnya. Banyak pemuda dan
masyarakat yang datang untuk belajar kepadanya. Usaha ini semakin luas setelah Najad dan
Hajaz disatukan oleh Abdul Wahab.
Setelah pengaruhnya kuat di Najad ia pun pergi ke Hajaz dan melakukan pemurnian-
pemurnian Mekkah yang pada saat itu pun terancuni akidah dan syariahnya. Di bawah
pimpinannya ia melakukan pemberangusan besar-besaran dan membuahkan hasil dengan
jatuhnya Hajaz yang ada pada kepemimpinan Syarif Hussain.
Maka dari situlah semua ajarannya diterapkan dan menjadi aliran resmi pada kekuasan
Su’ud. Penerapan hukum secara konsekwen dan murni diberlakukan sehingga walaupun
pemerintahan ini keras namun keadilan dan kebijaksanaan dapat diterapkan di negri ini.
Ketentraman, kedamaian, dan keamanan pada akhirnya dapat dicapai dengan baik. Kejahatan
tindak pidana hampir tak terdapat dalam negri ini. Di sini pula seluruh kekuatan yang ada di
sekitar Hajaz yang masih mempercayai Tahayul, Bidah, Khurafat mulai diruntuhkan. Dan
bagi mereka yang mencampuradukan antara yang hak dan yang batil akan diperangi.
Demikianlah Abdul Wahab menyebarkan benih-benih pembaharuan yang ada dalam ajaran
Islam. Mereka yang datang memandang bahwa keda-tangan Abdul Wahab memang untuk
memperbaiki kepincangan-kepin-cangan sosial dan menghapuskan segala perbuatan yang
menjerumuskan pada kemusyrikan.
Aspek-aspek Pembaharuan
Setelah kedatangan Abdul Wahab yang menghembuskan angin pembaharuan, maka mulailah
lahir para tokoh pembaharuan lainnya yang gencar melakukan pembaharuan pula. Dalam
menyampaikan angin ini mereka tidak hanya membawa aspek teologi saja melainkan pula
hampir menyentuh ke segala bidang yang ada. Sebab memang pembenahan ini perlu
dilakukan seluruhnya akibat rapuhnya kalangan Muslim dalam untuk menentukan masa
depannya.
Abduh berpendapat bahwa untuk memulai pembaharuan dalam kalangan umat Islam, harus
mengembalikan pada pokok-pokok keimanan yang dipandang sebagai Islam yang
sebenarnya. Abduh juga menguman-dangkan agar tidak mengimitasi buta segala bentuk
kebudayaan Eropa yang telah mewabah ke segala sektor.
Dan dalam menerapkan ajaran Islam, umat perlu selektif dalam menerapkan ajaran-
ajarannya. Artinya, Abduh menyerukan agar umat Islam kembali dan berpegang kepada Al-
Qur’an yang sudah pasti menggambarkan semua syariat Allah atas kehidupan manusia.
Sebab Al-Quran secara gamblang menerangkan siklus kemunduran, kehancuran, kejayaan,
dan kebinasaan suatu bangsa.
Dengan gambaran yang ada tersebut maka umat Islam diharapkan mampu melihat keadaan
dan kejadian yang telah silam sebagai cerminan yang akan ia lakukan dikemudian hari. Di
samping itu umat Islam juga berpegang teguh pada ajaran Nabi yang telah Beliau sampaikan
kepada umatnya. Maka disinilah tugas para pembaharu untuk selalu mengedepan-kan
pembaharuannya dan memotivasi umat agar bangkit dari keterpuru-kannya yang sudah
begitu lama.
Ini perlu sekali diperhatikan oleh mereka sebab hingga saat ini kaum Muslim di berbagai
dunia telah kehilangan kemerdekaan dan kemampuan untuk menentukan atau merancang
nasib mereka sendiri. Oleh karena itu perlu sekali ditekanan kepada Al-Mujadid untuk berani
tampil di pentas dunia dan membangun dengan gagasan-gagasan Qurani-nya sebagai
sebuah sumbangan nyata terhadap peradaban Islam yang besar. Maka dari situlah Muslim
akan mampu kembali bangkit dan meraih posisi unggul yang pernah dicapai oleh generasi-
generasi sebelumnya pada masa Rasulullah dan para sahabatnya.
Ada beberapa aspek khusus yang perlu diperhatikan oleh setiap mujadid dalam usaha seruan
pembaharuannya Al-Maududi menerangkan aspek-aspek tersebut sebagai berikut:
• Setiap Mujadid harus selalu melakukan pengamatan-pengamatan atas kekeliruan yang ada
dan memperbaiki dengan cepat setiap macam penyimpangan-penyimpangan yang
dilakukan kaum Muslimin.
• Seorang Mujadid harus mampu merencanakan dan merumuskan program yang tepat untuk
kebangkitan peradaban Islam
• Mujadid mampu melakukan penafsiran yang teliti atas segala fenomena yang terjadi dalam
masyarakat.
• Berusaha membangkitkan revolusi intelektual Muslim. Sebab corak kemajuan dunia
diilhami dengan buah fikiran kaum cendikiawan.
• Memberikan bentuk ide praktis pembaharuan yang dapat dipahami oleh masyarakat luas.
• Selalu melakukan ijtihad yang menyeluruh yang berlandaskan ajaran-ajaran agama, pada
bidang hukum, kebudayaan, dan perubahan sosial yang terjadi.
• Mampu membela dan mempertahankan Islam dari permasalahan kebudayan dan ancaman
berbagai pihak yang ingin menghancurkan eksistensi agama Islam.
• Menyuburkan kembali pola-pola hidup Islami pada seluruh aspek kehidupan. Sebab sistem
yang dipakai Islam terbukti telah mampu menjawab semua tantangan dari masa ke masa.
• Mujadid mampu menciptakan perubahan secara mendunia. Seorang pembaharu tidak boleh
lekas puas dengan keberhasilan hanya terbatas pada daerahnya saja, sebab keberhasilan
pembaharuan belumlah selesai sebelum seluruh pelosok negeri merasakan pembaharuan
tersebut. Sebab pembaharauan Islam pada hakekatnya adalah rahmatan lil amain yang
mampu memberikan kesejahteraan pada seluruh jagad raya.
Adapun daam pelaksaaannya ada bebarapa target yang harus diperhatikan oleh
Mujadid Muslim agar dapat menjadi acuannya dalam keberhasilan pembaharuan tersebut.
Bidang itu antara lain:
• Kehidupan beragama, meliputi:
a. Penyuburan akidah umat Islam secara berkesinambungan
b. Menegakan tasamuh (toleransi) agama Islam yang tinggi
c. Menyelaraskan Akidah dan kemasyarakatan
d. Menjadikan agama sebagai usaha memperbaiki diri
e. Memberikan kebebasan pada semua orang kebebasan berakidah
• Akhlak, mencakup di dalamnya:
a. Pembentukan masyarakat yang Humanis
b. Tata sosial masyarakat yang Islami (solideritas Muslim)
• Ilmu pengetahuan dan pengembangan wawasan keIslaman
• Kebudayaan dan Kesenian
• Ekonomi, Sosial, Politik.
Berhasilnya gerakan dakwah yang gemilang dalam aliran Waha-biyah adalah sebagai
titik awal untuk terus kembali melakukan pemurnian-pemurnian akidah dan syariat pada
kalangan Muslim di seluruh pelosok negri muslim. Di samping aspek-aspek di atas, ada
beberapa prinsip yang harus disampaikan kepada kalangan luas sebagai usaha memberikan
informasi yang jelas tentang ajaran Islam. Sebab tidak mungkin pembaharuan akan berjalan
dengan baik kalau seandainya suara pembaharuan didengungkan kepada setiap Muslim
namun tidak dapat dicerna apa lagi dikenal dengan baik.
Ini pun sebagai tuntutan agama Islam yang selalu menghadapi benturan dari
masyarakat lain terutama Eropa dan masyarakat Kristiani. Agama Kristen dan budaya Eropa
adalah ancaman yang yang sangat serius bagi kehidupan Muslim di saat saat sekarang ini.
Maka seorang Mujadid yang bernama Abduh berusaha mengimbangi serangan mereka
dengan memberikan petujuk kembali pada ajaran Islam dan prinsip-prinsipnya yang
komprehensip.
Prinsip-prinsip Islam
1. Selalu melandaskan kepada dua sumber yang menunjukan manusia kepada keyakinan yang
benar dan mampu menjawab segala bentuk masalah serta perubahannya yaitu Al-Qur’an
dan Al-Sunah
2. Mempotensikan akal yang sehat dalam memahami wahyu dan menerapkannya di
kehidupan masyarakat.
3. Membuktikan kebenaran Islam dengan keterbukaannya atas berbagai macam interpretasi
agama
4. Segala bentuk kebenaran harus dibuktikan dengan bukti-bukti yang nyata. Sebab
kebenaran tanpa fakta terkadang melunturkan keyakinan masyarakat atas kebenaran
tersebut
5. Islam memerintahkan untu menumbangkan otoritas agamawan, karena yang berhak
menjadi otoriter adalan Allah Allah SWT atas manusia.
6. Melindungi dakwah dan menghentikan fitnah, perselisihan dan perpecahan.
7. Menciptakan solideritas Muslim yang kuat antar negara Muslim yang satu dengan negri
lainnya di belahan dunia yang berlandaskan cinta dan kasih sayang.
Secara operasional, kebangkitan Islam tidak lain adalah bahwa Islam-lah yang akan
memimpin manusia sehingga tercapai kondisi rahmah bagi seluruh alam atau kondisi
sejahtera bagi manusia dan lingkungannya. Bagaimana Islam mampu memimpin manusia?
Jawabannya adalah tentu melalui prilaku manusia yang memiliki kemampuan menggerakan
arah kehidupan bermasyarakat itu. Manusia tersebut dalam proses kepemimpinannya dengan
tegas menerapkan nilai-nilai Ilahiyah yang memang bersumber dari Allah SWT sehingga
dinamika kehidupan sosial menjadi kehidupan yang alami. Oleh sebab itu, kebangkitan Islam
secara lebih operasioanal diartikan sebagai era/masa dimana pemimpin suatu sistem sosial
mengarahkan kehidupan masyarakatnya menuju suasana yang sesuai dengan tuntutan Allah
SWT.
Dalam menentukan kebangkitan Islam ada beberapa periode yang dalam perjalanan
sejarahnya, umat Islam harus mengetahui dengan baik sehingga menjadi cerminan di masa
yang akan datang bahwa mereka (muslim) pernah mengalami jatuh bangun dalam
mempertahankan atau kembali merebut masa keemasan yang telah terampas oleh kaum
penjajah.
Rasulullah yang telah berhasil menjalin begitu bunga rampai gemi-lang masa kejayaan Islam,
serta para Khalifah Al-Rasyidun dengan para sa-habat-sahabat setelahnya telah menjadikan
umat Islam terlena dan hanya membanggakan cerita-cerita kejayaan tersebut dan lupa untuk
terus mengadakan dan mencapai masa yang gemilang lagi dari para pendahu-lunya.
Akibat pembanggaan buta yang tidak diiringi dengan perbuatan nyata tampaklah betapa
Muslim jatuh bangun dalam mewujudkan cita-cita tersebut. Maka fenomena tersebut jelas
dalam periodisasi kebangkitan dan keruntuhan perjuangan Islam, serta cita-cita untuk kembali
mewujudkan impian revival of Islam.
Adapun secara rinci dapat dilihat bahwa jatuh bangunnya muslim tampak pada pembagian
masa tersebut baik jaya atau pun tumbangnya dengan periodisasi tersebut dibawah ini:
Pertama : Abad ke 7-10
Dekatnya mereka dengan pola hidup dan gaya pemerintahan Nabi Muhamad SAW dan
para Khalifah Ar-Rasidun, menjadi-kan umat Islam pada periode ini mampu mewujudkan
berbagai macam perubahan di segala bidang. Mereka mencontoh dan melihat dengan jelas
sekali bagaimana Nabi dan para sahabatnya membina ketatanegaraan yang begitu kuat dan
rapih dengan dukungan umat Islam yang sebenar0benarnya dukungan. Tata sosial yang rapih,
kehidupan yang humanis pendidikan yang teratur, arsitektur yang megah dengan hiasan kota
di segala sudut yang luar biasa, di tambah masjid yang besar dan megah membuktikan bahwa
memang pada saat itu tidak ada yang menandingi dalam sejarah peradaban dunia. Ini adalah
masa di mana Islam benar-benar telah menjadi sistem hidup masyarakat dan menjadi landasan
hukum ketatanegaraan, konsekwensi kalangan Muslim dalam menjalankan syariat Islam
membuat mereka mampu bertahan hingga 300 tahun lamanya. Dan inilah contoh ideal bentuk
masyarakat madani yang pernah ada dalam peradaban manusia. Kebebasan beragama,
bekerja, dan menca-pai apa yang diinginkan adalah bukti nyata sebuah masyarakat yang telah
berperadaban tinggi.
Kesadaran berideologi
Pembenahan yang dilakukan oleh para pembaharu Islam adalah seruan untuk kembali
pada ajaran Islam yang sesungguhnya. Seruan ini berupa anjuran untuk menjadikan Islam
sebagai way of life Muslim. Muslim yang selama ini ada dalam kungkungan bangsa Eropa
menyebabkan mereka melakukan imitasi atas segala kebudayaan yang ada pada bangsa Eropa
tersebut. Ditambah lagi Liberalisme dan Kapitalisme semakin menjauhkan umat Islam dari
syariat-syariat Islam. Berangkat dari sini pula dan solideritas yang tinggi untuk kembali pada
kalimat sama yaitu Pengakuan Terhadap Allah Yang Esa berhasil menumbuhkan
kesadaran dan keyakinan yang paripurna.
Kesadaran tersebutlah yang ada akhirnya melepaska manusia dari kerakusan-
kerakusan yang telah ditawarkan oleh bangsa Eropa. Dan kesadaran itu pulalah yang
melahirkan pola-pola hidup yang Humanis, Dinamis, dan Agamis. Setiap sistem yang Islam
didalamnya maka ia akan memberikan solusi tepat dalam masalah yang sedang dihadapi. Itu
karena Islam sebagai ideologi mampu memberikan jawaban yang baik terhadap berbagai
persoalan yang ada. Kebangkitan ini pun semakin meluas dan menjadi kuat setelah ideologi
yang ada di dunia seperti Kapitalisme, Liberalisme, Sosialisme komunis, dan aliran-aliran
lainnya mulai pudar dan runtuh satu persatu.
Kesadaran Berpolitik
Politik sebagai kendaraan Muslim untuk mencapai cita-cita Islam adalah salah satu
usaha untuk merealisasikan keinginan tersebut. Tekanan yang kini terbebas dari kalangan
Eropa membuat kaum Muslimin berani untuk kembali meluruskan apa yang sebenarnya telah
terjadi berupa penyimpangan-pemnyimpangan dalam tubuh pemerintah. Abduh salah seorang
pembaharu Islam mengatakan bahwa bukan kondisi pemerintah yang kejam saja dan tak
berprikemanusiaan, tetapi juga para pemuka agama yang sudah masuk dalam tubuh
pemerintah. Para pemuka agama tersebut tidak lagi berani untuk menegur penguasa yang
salah dalam menetapkan kebijakan-kebijakan politik yang diputuskan oleh penguasa.
Di samping itu pula ini adalah kemunduran dalam agama Islam yang tidak mau terjun
ke dalam dunia politik. Anggapan yang salah tentang itu terlahir karena dalam politik
terkadang mencampuradukan yang hak dan yang bathil. Sebab tak ada teman yang abadi
dalam politik, atau pun lawan yang abadi, tetapi kepentingan abadilah yang ada di dalamnya.
Abduh mengatakan bahwa sangat penting dalam kehidupan umat adalah persatuan politik dan
keadilan. Maka perpecahan yang terjadi dalam Islam adalah karena hilangnya kesadaran
pemimpin akan cita-cita Islam yang luhur.
Atas kritikan yang tajam itulah maka umat Islam bahu menbahu membenahi
kekuragannya untuk merangkul seluruh kalangan sebagai usaha menuju bentuk masyarakat
yang berkeadilan dn berkemanusiaan.
Maka pada tahun 1945 berdirilah sebuah organisasi kenegaraan pertama yang terdiri
dari bangsa Arab sebagai usaha menggalang solideritas Muslim internasioanl dan usaha
mengembangkan kebudayan serta peradaban Islam yaitu:
• Al-jazair
• Bahrain
• Mesir
• Iraq
• Yordania
• Aman
• Kuwait
• Libanon
• Lybia
• Mauritania
• Maroko
• Qatar
• Saudi Arabia
• Somalia
• Sudan
• Syiria
• Tunisia
• Serikat Emirat Arab
• Repulblik Yaman
• Republik Demokrasi Rakyat Yaman
Semua negara tersebut bergabung dan membentuk diri sebagai Liga Arab yang
menyokong seluruh negara-negara Islam di dunia untuk melepaskan diri dari kolonialisme
dan imperialime. Di samping itu Liga ini juga berfungsi untuk memajukan Politik, Budaya,
Ekonomi, Sosial, Militer, Kesehatan, HAM, dan sebagainya terhadap negeri Islam yang masih
terbelakang.
Pada perkembangan selanjutnya mulailah bermunculan berbagai organisasi di dunia
Islam yang semuanya bertujuan untuk menciptakan kemajuan-kemajuan Islam. Antara lain
a. World Moslem League yang memfokuskan semua aktifitasnya pada bidang pendidikan
sosial dan dakwah. Organisasi ini didirikan pada tahun 1962.
b. Pada tahun 1970 berdiri pula organisasi penggalangan dana solideritas Muslim untuk
membantu meringankan beban negri Muslim yang dilanda krisis. Organisasi ini bernama
Islamic Soliderity Funds.
Dalam memahami masalah ini umat Islam mampu untuk membe-dakan mana sebuah
syariat atau kebudayaan. Hingga pada akhirnya Muslim mampu menjawab segala bentuk
dimensi Islam dari berbagai sisi. Mereka memahami bahwa syariat Islam diturunkan Allah
untuk manusia agar mereka dapat mencapai kemaslahatan. Tujuan-tujuan tersebut adalah
yang disebut Al-Maqasid As-syariyah. Menurut Imam Al-Ghazali, kemas-lahatan bagi
manusia akan dapat tercapai apabila terjaga dan terpelihara lima hal yaitu: agama, jiwa, akal,
keturunan, dan harta. Kelima hak tersebutlah yang menjadi pokok tujuan syariat berupa:
perintah, larangan, dan kebolehan mengerjakan sesuatu yang datang dari Allah dan selalu
mengacu pada usaha agar kelima hal tersebut syariat-syariat Islam mem-punyai ciri-ciri
khusus, diantaranya adalah sebagai berikut:
a. Hukum-hukum yang diterapkan bersifat umum, sehingga terbuka kemungkinan berijtihad
terhadap suatu hukum yang disesuaikan dengan perkembangan zaman dan dinamika
masyarakat.
b. Hukum-hukum yang ditetapkan didasarkan atas pertimbangan-pertim-bangan keagamaan
dan akhlak
c. Adanya balasan rangkap yang diperoleh karena melaksanakan hukum itu, yaitu balsan di
dunia dan di akhirat.
d. Hukum-hukumnya bersifat kolektif, ditetapkan untuk kepentingan dan kemaslahatan
umum.
Syariat Islam pada dasarnya tidak memberatkan manusia. Karena, penetapannya
ditempuh melalui pertimbangan yang mendasar, diantaranya adalah:
a. Segala hukum yang ditetapkan tidak memberatkan
b. Penetapan suatu hukum yang ditujukan untuk mengubah suatu kebiasaan buruk dalam
masyarakat dilakukan secara berangsur-angsur.
c. Penetapan suatu hukum sejalan dengan kebutuhan dan kebaikan orang banyak
d. Hukum ditetapkan berdasarkan persaman hak dan keadilan yang merata bagi semua orang.
Selain itu Muslim dalam memandang ajaran ini tidak hanya terpatok pada sebuah
bentuk yang ada. Hingga tidak ada kesan bahwa yang dinamakan Islam adalah Shalat saja,
atau zakat, atau haji, atau puasa di bulan ramadhan.
Wawasan Muslim sekarang sudah semakin mapan dengan banyaknya kajian-kajian
ilmiah yang menerangkan apek-apek Islam seba-gai agama yang mampu memberikan solusi
pada setiap perubahan zaman. Sebab dalam Islam ada beberapa aspek yang yang menjadikan
agama ini akan selalu sesuai dalam kondisi yang bagaimana pun. Aspek itu adalah:
Aspek Akidah
Akidah dalam Islam ada yang membahas masalah-masalah doktrin yang berisi tentang
keimanan terhadap sesuatu yang ghaib dan masalah-masalah yang berada di luar kemampuan
pikiran manusia untuk meme-cahkannya. Maka aspek inilah yang menurunkan agama sebagai
jawaban atas apa-apa yang tak terjangkau oleh pikiran dan akal manusia. Sebab permasalahan
akidah adalah masalah supranatural yang tak dapat dibuktikan dengan empiris. Manusia
hanya di tuntut ketaatannya terhadap apa yang Allah berikan pada para Nabinya berupa
risalah kenabian dan kerasulan agar manusia mencari jawaban dari apa yang mereka bawa.
Maka diberikanlah agama untuk mengatur semua itu.
Aspek Ibadah
Aspek ibadah yang mempunyai pengertian umum yang mencakup seluruh prilaku
manusia yang dilakukan semata-mata untuk mencapai ridha Tuhan dan pengertian khusus
yang diwujudkan dalam bentuk amalan-amalan yang secara langsung menyangkut ketaatan
kepada Allah SWT. Misalnya, shalat, puasa, dan zakat.
Ibadah dalam Islam bertujuan untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT. Dalam aspek
ibadah terdapat banyak madzhab. Di antara mazhab tersebut, ada empat madzhab yang
terkenal, yaitu mazhab Maliki, Hanbali, Hanafi, dan Syafi’i. Mazdhab maliki bercorak
teradisional dengan mengambil pemikiran imam Malik. Mazhab Hanafi bercorak rasional
dengan mengambil pemikiran Abu Hanifah atau Imam Hanafi. Mazhab Hanbali bercorak
tradisional dengan mengambil pemikiran Ahmad bin Hanbal atau Imam Hanbali. Mazhan
syafi’i menggabungkan pendekatan rasional Imam Hanafi dengan pendekatan tradisional
imam Malik.
Timbulnya perbedaan pendapat antara satu mazhab dan mazhab lain disebabkan
adanya perbedan pemahaman atau penafsiran terhadap ajaran-ajaran dasar yang terdapat
dalam Al-Quran dan Al-Sunah.
Aspek Hukum
Dalam Islam hukum datang dalam bentuk global. Hal ini dimaksudkan agar hukum-
hukum itu tidak terlalu kaku dalam mengatur masyarakat. Dengan demikian, hukum Islam
lebih fleksibel, tidak keting-galan zaman, dan dapat diaplikasikan di segala tempat dan aman.
Menurut Abdul Wahab Khallaf (guru besar hukum Islam Universitas cairo), ada 368 ayat
hukum dari seluruh ayat yang terkandung dalam Al-Quran. Aspek hukum itu mencakup
ajaran-ajaran: Hidup, Kekeluargaan, Perkawinan, Perceraian, Hak Waris, Perdagangan, Jual
Beli, Sewa-Menyewa, Pinja-Meminjam, Gadai, Perseroan, dan lain-lain.
Aspek Tasawuf
Ajaran-ajaran tasawuf yang membawa manusia lebih mendekatkan diri pada tuhan
bertujuan untuk memperoleh hubungan langsung dengan Tuhan, sehingga disadari benar
bahwa seseorang berada di hadirat tuhan. Ini dipraktekan oleh orang Islam yang belum
merasa puas hanya dengan mendekatkan diri kepada Tuhan melalui ibadah-ibadah seperti
shalat, dan puasa. Mereka ingin lebih dekat lagi kepada Tuhan, bahkan bersatu de-ngan
Tuhan.
Aspek filsafat
Filsafat Islam muncul setelah umat Islam berkenalan dengan kebudayaan dan
peradaban Yunani, Persia, Mesir, terutama setelah dila-kukan penerjemahan buku-buku
filsafat ke dalam bahasa Arab pada masa khalifahan Abbasiyah. Pemikiran-pemikiran filsafat
dalam Islam kebanya-kan membahas masalah-masalah yang berkaitan dengan hakikat pencip-
taan manusia. Hakikat roh, jiwa, hari akhir, penciptaan alam, dan sebagai-nya. Pemikiran-
pemikiran ini terbagi dalam dua aliran, yaitu aliran yang bersifat tradisional dan aliran yang
bersifat liberal.
Aspek Politik
Dalam hal ini Islam selalu mengikuti zaman dan selalu memberikan sumbangan yang
nyata dalam memberikan bentuk kebudayaan Islami. Al-Quran yang hampir seluruhnya
menceritakan masalah sejarah dan kisah-kisah masa Islam adalah bukti bahwa memang setiap
orang harus berkaca pada apa yang telah lalu untuk menjadi pedoman baginya dalam mela-
kukan tindakan di masa yang akan datang. Sebab Al-Quran memberikan contoh kebangkitan
suatu bangsa dan kehancurannya, dan lain sebagai-nya.
Pergolakan pemikiran yang ada sekarang adalah menunjukan bahwa Muslim mampu
memberikan kontribusi yang besar dalam memba-ngun sejarah peradaban dunia. Bahkan
Eropa yang pada saat itu ada dalam masa kegelapan mampu keluar karena tergugah dengan
semangat Islam dan kehebatan pola-polanya sebagai agama dan sistem.
Selain itu Islam dengan kesempurnaannya mempunyai karak-teristik yang sangat luar
biasa hingga ia tidak lapuk dimakan oleh masa dan kondisi. Ia akan selalu sesuai dengan
perubahan zaman dari generasi ke generasi. Aturan dan pandangan hidup yang didalamnya
tidak akan basi karena perubahan global yang ada. Karakteristik itulah yang dipan-dang oleh
Dr. Yusuf Qardhawi sebagai bukti keotetikan agama Islam dibandingkan dengan agama-
agama samawi lainnya yang telah banyak mengalami perubahan. Karakter itu adalah:
a. Rabbani
b. Akhlaqiyah
c. Waqi’iy
d. Insaniyah
e. Tasanuq
f. Syumul
Rabani (Ketuhanan)
Akhlaqiyyah (Moralitas)
Syariat juga mempunyai keistimewaan membentuk akhlak dan moral dalam seluruh
aspeknya, sebagai buah dari sifat rabaniyahnya. Dengan demikian syariat lebih
mengutamakan akhlak dengan seluruh apa yang tercakup didalamnya. Ini sesuai dengan
firman Allah yang mengata-kan “Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnkan Akhlak”.
Disini jelas perbedaan antara syariat dan Qonun dari sisi kandungan dan tujuannya.
Kandungan Qonun adalah serangkaian hak-hak pribadi dan perorangan sementara syariat dan
fiqih mencakup sekumpulan Taklif ( tugas ).
Bagi Qonun, isi pokoknya adalah memandang manusia dari segi hak-haknya
sedangkan syariat memandangnya dari segi tugas kewajiban dan hal-hal yang harus diataati.
Maka ia harus menjaganya sesuai dengan dengan penjagaanya terhadap hak-haknya atas
orang lain. Selain itu, manusia dalam pandangan sebagai penuntut, sedang dalam pandangan
syariat ia dituntut dan dimintai tanggungjawab.
Adapun dari segi tujuan, Qonun punya tujuan yang bermanfa’at, yaitu langgengnya
dan teraturnya muammalah dengan rapih, juga tertatanya hubungan antar sesamanya. Adapun
syariat, disamping memelihara kelanggengan masyarakat dan keteraturan hubungan sesama-
nya, juga merealisasikan nilai-nilai luhur dalam kehidupan umat manusia, mengangkat ke
derajat manusia yang luhur serta memelihara nilai-nilai akhlaq dan rohani yang tinggi. Maka
syariat memberikan kepada si mukallaf berbagi sanksi dan hukuman dengan terlebih dahulu
menitikbe-ratkan kepada hati nurani (kesadaran). Sanksi-sanksi tersebut mengandung makna
ibadah atau ibadah mengandung sanksi dimana tanggungjawab si mukallaf adalah
tanggungjawab moralitas. Oleh karena itu, Islam sama sekali dan selamanya tidak mengakui
pemisahan pengundang-undangan dari akhlaq sebagaimana tidak menerima pemisahan dari
politik dan ekonomi.
Waqi’iy ( Realitas )
Ciri-ciri lain dari sifat Islam adalah realitas dimana perhatian terhadap nilai-nilai luhur
akhlaq tidak menghalanginya untuk menaruh perhatian terhadap kenyataan yang ada,
mengamati dan mengobati penderita sekaligus memberikan jalan keluarnya. Islam diturunkan
Allah untuk manusia sesuai dengan kejadiannya, yang Allah cipatakan dengan fisik dari bumi
dan ruh dari langit, dengan rasa cinta yang melambung dan insting yang merendah.
Kerealistisan syariat Islam antara lain adalah tidak hanya cukup dengan nasehat keagamaan
atau bimbingan akhlaq dalam memelihara hak-hak manusia, tetapi ia juga menetapkan
undang-undang kriminal. Karena kenyataannya ada sebagian manusia yang tidak cukup
dicegah dengan nasehat dan taujihat saja tetapi harus dengan hukuman dan tindakan
kekerasan sesuai dengan tindakan kejahatannya.
Sifat Waqi’iy syariat Islam lainnya mengakui dan membolehkan berbagai
kedhorurotan yang menimpa kehidupan manusia baik kehidupan individu maupun
masyarakat. Terhadap hal-hal yang darurat ini Islam memberikan rukhshoh kepada
pemeluknya.
Selain itu pula perubahan yang terjadi pada umat manusia baik lantaran rusaknya
zaman sebagaimana dinyatakan oleh para Fukaha atau karena perkembangan masyrakat
maupun karena keadaan darurat ( keterpaksaan ). Sehingga para Fukaha tersebut
membolehkan diubahnya fatwa sesuai dengan perubahan zaman dan kondisi dan tempat.
Insaniyyah ( Manusiawi )
Karakter syariat Islam lainnya adalah tanaasuq. Maksudnya adalah semua bagian-
bagiannya masing-masing bekerja teratur, kompak dan seimbang dalam rangka mencapai satu
hadaf bersama. Yakni antara yang satu dengan yang lainnya tidak berbenturan tapi sejalan dan
seirama, teratur dan rapih. Ini juga dapat dinamakan takamul (konprehensif).
Syumul (Universal)
Di antara karakteristik syariat Islam lainnya adalah Syumul, yaitu menyentuh segala
aspek kehidupan. Adapaun kesyumulan tersebut tam-pak dalam :
a. Ibadah yang mengatur hubungan hamba dengan Rabbnya. Permasa-lahan ini dapat
dipahami dengan baik manakala seorang Muslim menghayati dengan baik pada
pemahaman ilmu fiqhnya.
b. Kerumahtanggaan, seperti menikah, talak, nafkah, wasiat, waris, dan lain sebagainya
yang berhubungan dengan kerumahtanggaan.
c. Muamalah berupa transaksi jual-beli, gadai, hibah, utang piutang, pinjam meminjam, dan
lain sebagainya.
d. Bidang ekonomi seperti pemasalahan yang berkaitan dengan pengem-bangan kekayaan
ataupun pemakaiannya, pengeluaran zakat, harta ghanimah. Juga tentang perkara riba,
penimbunan harta dan memakan harta orang lain.
e. Tindak pidana dan hukuman yang berhubungan dengan hudud seperti pencurian, minum
minuman keras, menuduh berzina orang baik-baik dan lain sebagainya.
f. Hukum dan kaitannya dengan keputusan, dakwaan, persaksian, ikrar, sumpah dan lainnya
yang berfungsi untuk menegakkan keadilan antara sesama individu.
g. Masalah kepemimpinan yakni yang berkaitan dengan peraturan undang-undang dan
dasar-dasarnya seperti kewajiban mengangkat pemimpin, dengan mempertimbangkan
syarat-syarat yang harus dipenuhi, hubungannya dengan rakyat, hukum mentaatinya serta
bagaimana menghadapi pembangkang (oposisi) dan sejenisnya yang mengatur hubungan
antara pemimpin dan yang dipimpin.
h. Di dalamnya juga membahas hubungan antara negara Islam dengan negara non Islam,
baik perang maupun damai, dan masalah kerjasa-manya.
Oleh kerena itu Al-Quran berisi tentang hukum-hukum yang memiliki satu nada
menyeluruh, untuk semua umat, baik yang menyang-kut masalah ibadah maupun muamalah.
(Bagaimana Memahami Syariat Islam, Dr. Yusuf Qaradhawi : hal.113-193).
Dakwah Islam di Nusantara
dan asal-usul
Muhammadiyah
SEJARAH DAKWAH ISLAM DI INDONESIA
Masuknya agama Islam ke Indonesia dapat diketahui dari beberapa sumber yang dapat
memberitakannya. Sumber sejarah itu dapat digolongkan menjadi sumber ekstern (dari luar
negeri) dan sumber intern (dari dalam negeri).
a. Sumber Eksternal
1) Berita dari Arab
Pada abad ke-7 ketika Kerajaan Sriwijaya sedang berkembang telah banyak pedagang
Arab yang mengadakan hubungan dengan masyarakat Kerajaan Zabag/Sriwijaya.
2) Berita dari Eropa
Pada tahun 1292 Marco Polo (Italia) adalah orang Eropa pertama yang menginjakkan kaki
di Indonesia ketika kembali dari Cina untuk menuju Eropa melalui jalan laut. Ketika ia
singgah di Perlak (Peureulak) penduduknya telah memeluk agama Islam dan telah terdapat
kerajaan bercorak Islam, yakni Kerajaan Samudra Pasai.
3) Berita dari India
Para pedagang Gujarat dari India di samping berdagang juga menyebarkan agama Islam di
pesisir pantai.
4) Berita dari Cina
Dikatakan oleh Ma Huan (sekretaris Laksamana Cheng Ho) bahwa pada tahun 1400 telah
ada pedagang-pedagang Islam yang tinggal di pantai utara Jawa.
b. Sumber Internal
Sumber intern yang menjadi bukti masuknya Islam di Indonesia, antara lain sebagai
berikut.
1) Batu Nisan Fatimah binti Maimun (1028) yang bertuliskan Arab di Leran (Gresik).
2) Makam Sultan Malik Al Saleh (1297) di Sumatra.
3) Makam Syeh Maulana Malik Ibrahim (1419) di Gresik.
Islam masuk ke Indonesia pada abad ke-7 dan terus berkembang serta prosesnya lebih
demokratis dari pada agama Hindu. Itulah sebabnya pada abad ke-16 telah dapat menggeser
kekuasaan Hindu (Kerajaan Majapahit). Adapun proses islamisasi di Indonesia dilakukan
dengan berbagai bentuk, antara lain sebagai berikut.
a. Melalui Perdagangan
Para pedagang dari Arab, Persia, dan Gujarat memegang peranan penting sebab di
samping berdagang, mereka juga menyebarkan agama Islam. Mereka mendirikan
perkampungan sendiri (perkampungan pedagang muslim di negeri asing ) yang disebut
Pekojan. Melalui perdagangan inilah Islam berkembang pesat. Hal ini didukung oleh situasi
politik saat itu, ketika para bupati pesisir berusaha untuk melepaskan diri dari kekuasaan pusat
yang sedang mengalami kekacauan atau perpecahan.
b. Melalui Perkawinan
Perkawinan putri bangsawan dengan pedagang muslim dilakukan secara Islam dengan
mengucapkan kalimat syahadat (perkawinan antara pihak Islam dengan pihak yang belum
Islam). Perkawinan merupakan saluran islamisasi yang paling mudah. Dari perkawinan itu
pula akan membentuk ikatan kekerabatan antara pihak keluarga laki-laki dan perempuan.
Saluran lewat perkawinan antara pedagang, ulama, ataupun golongan lain dengan anak
bangsawan, bupati ataupun raja akan lebih menguntungkan. Status sosial ekonomi ataupun
politik para bangsawan, bupati, atau raja akan mempercepat proses islamisasi. Banyak contoh
yang dapat dikemukakan mengenai proses islamisasi melalui perkawinan, antara lain sebagai
berikut.
1) Perkawinan Putri Campa dengan Raja Brawijaya yang melahirkan Raden Patah.
2) Perkawinan Rara Santang (putri Prabu Siliwangi) dengan Syarif Abdullah melahirkan
Syarif Hidayatullah (Sunan Gunung Jati).
3) Perkawinan Putri Blambangan dengan Maulana Ishak mempunyai seorang putra
bernama Raden Paku (Sunan Giri).
4) Perkawinan Raden Rahmat (Sunan Ampel) dengan Nyai Gede Manila melahirkan
Sunan Bonang (Makdum Ibrahim) dan Sunan Drajat (Syarifudin).
c. Melalui Tasawuf
Ajaran tasawuf adalah ajaran ketuhanan yang telah bercampur dengan mistis atau
unsur-unsur magis. Ajaran tasawuf masuk ke Indonesia pada abad ke-13. Di Aceh muncul
ahli tasawuf yang terkenal, seperti Hamzah Fansuri, Syamsuddin as Samatrani, dan Nuruddin
ar Raniri. Di Jawa di antara Wali Sanga juga ada yang mengajarkan tasawuf ialah Sunan
Bonang dan Sunan Kudus.
d. Melalui Pendidikan
Lewat pendidikan terutama dalam pesantre yang diselenggarakan oleh guru-guru
agama, kiai-kiai, dan ulama-ulama. Pesantren merupakan lembaga yang penting dalam
penyebaran agama Islam karena merupakan tempat pembinaan calon guru-guru agama, kiai-
kiai, dan ulama-ulama. Pada masa pertumbuhan Islam di Jawa, kita mengenal beberapa
pesantren, di antaranya Pesantren Ampel Denta di Surabaya dan Pesantren Giri di Gresik.
e. Melalui Dakwah
Proses islamisasi di Jawa melalui dakwah dilakukan oleh kelompok para wali yang
dikenal dengan sebutan Wali Sanga (songo). Wali artinya wakil atau utusan. Mereka di
samping memiliki pengetahuan agama Islam juga memiliki kelebihan yang disebut karomah.
Oleh karena itu, mereka diberi gelar sunan artinya yang dihormati. Kesembilan wali tersebut
adalah sebagai berikut:
Untuk dapat lebih mengetahui dan memahami lokasi daerah-daerah di Indonesia yang
telah mendapat pengaruh Islam dapat dilihat pada peta berikut ini
Perlak adalah nama kerajaan di wilayah Aceh Timur yang pusat pemerintahannya
dekat muara Sungai Peuleula dan merupakan kerajaan Islam pertama di Indonesia. Adapun
faktor-faktor yang dapat mendorong Perlak menjadi pusat kerajaan dan perdagangan, antara
lain sebagai berikut.
Kapan pastinya Kerajaan Perlak muncul tidak banyak diketahui. Hanya saja sejarah
telah mencatat bahwa Raja Perlak yang pertama ialah Sultan Alauddin Syaid Maulana Abdul
Aziz Syah atau singkatnya Sultan Alaudin Syah (1161–1186), seorang penganut Islam aliran
Syi'ah (golongan dan merupakan sebutan yang dipergunakan oleh pengikut Ali, yaitu suami
putri Nabi Muhammad saw bernama Fatimah).
Pelabuhan Perlak dicatat dalam sejarah karena mendapat kunjungan musafir bernama
Marco Polo. Ia singgah dalam perjalanan kembali dari Negeri Cina ke Venesia (1292). Dalam
beritanya, Marco Polo menceritakan bahwa penduduk di ibu kota kerajaan telah menganut
agama Islam. Sebaliknya, penduduk di luar kota masih menganut kepercayaan animisme dan
dinamisme.
Dinasti Syaid Aziz memerintah kurang lebih seabad lamanya. Dalam bagian akhir
abad ke-13 terjadi perebutan kekuasaan antara Dinasti Syaid Aziz keturunan Arab dan Dinasti
Marah yang merupakan keturunan asli. Akibatnya kerajaan terpecah menjadi dua, yakni
Perlak Baroh (selatan) di bawah Dinasti Marah dan Perlak Tunong ( utara) di bawahDinasti
Syaid Azizi. Akibat perebutan kekuasaan pada akhir abad ke-13 Perlak mengalami
keruntuhan sebab dikuasai oleh Samudra Pasai.
SEJARAH BERDIRINYA MUHAMMADIYAH
Pendidikan barat yang diperkenalkan kepada penduduk pribumi sejak paruh kedua
abad XIX sebagai upaya penguasa kolonial untuk mendapatkan tenaga kerja, misalnya,
sampai akhir abad XIX pada satu sisi mampu menimbulkan restratifikasi masyarakat melalui
mobilitas sosial kelompok intelektual, priyayi, dan profesional. Pada sisi lain, hal ini
menimbulkan sikap antipati terhadap pendidikan Barat itu sendiri, yang diidentifikasi sebagai
produk kolonial sekaligus produk orang kafir.
Sememara itu, adanya pengenalan agama Kristen dan perluasan kristenisasi yang
terjadi bersamaan dengan perluasan kekuasaan kolonial ke dalam masyarakat pribumi yang
telah terlebih dahulu terpengaruh oleh agama Islam, mengaburkan identitas politik yang
melekat pada penguasa kolonial dan identitas sosial -keagamaan pada usaha kristenisasi di
mata masyarakat umum.
Bagi sebagian besar penduduk pribumi, tekanan politis, ekonomis, sosial, maupun
kultural yang dialami oleh masyarakat secara umum sebagai sesuatu yang identik dengan
kemunculan orang Islam dan kekuasaan kolonial yang menjadi penyebab kondisi tersebut
tidak dapat dipisahkan dari agama Kristen itu sendiri. Hal ini semakin diperburuk oleh
struktur yuridis formal masyarakat kolonial, yang secara tegas membedakan kelompok
masyarakat berdasarkan suku bangsa. Dalam stratifikasi masyarakat kolonial; penduduk
pribumi menempati posisi yang paling rendah, sedangkan lapisan atas diduduki orang Eropa,
kemudian orang Timur Asing, seperti: orang Cina, Jepang, Arab, dan India.
Tidak mengherankan jika kebijakan pemerintah kolonial ini tetap dianggap sebagai
upaya untuk menempatkan orang Islam pada posisi sosial yang paling rendah walaupun dalam
lapisan sosial yang lebih tinggi terdapat juga orang Arab yang beragama Islam. Di samping
itu, akhir abad XIX juga ditandai oleh terjadinya proses peng-urbanan yang cepat sebagai
akibat dari perkemhangan ekonomi, politik, dan sosial.
Kota-kota baru yang memiliki ciri masing-masing sesuai dengan faktor pendukungnya
muncul di banyak wilayah. Perluasan komunikasi dan ransportasi mempermudah mobilitas
penduduk. Sementara itu pembukaan suatu wilayah sebagai pusat pemerintahan, pendidikan,
industri, dan perdagangan telah menarik banyak orang untuk datang ke tempat tersebut.
Sementara itu pula, tekanan ekonomi, politik, maupun sosial yang terjadi di daerah pedesaan
telah mendorong mereka datang ke kota-kota tersebut.
Memasuki awal abad XX sebagian besar kondisi yang telah terbentuk sepanjang abad
XIX terus berlangsung. Dalam konteks ekonomi, perluasan aktivitas ekonomi sebagai dampak
perluasan penanaman modal swasta asing maupun perluasan pertanian rakyat belum mampu
menimbulkan perubahan ekonomi secara struktural sehingga kondisi hidup sebagian besar
penduduk masih tetap rendah. Di beberapa tempat penduduk pribumi memang berhasil
mengembangkan pertanian tanaman ekspor dlan mendapat keuntungan yang besar, akan tetapi
ekonomi mereka masih sangat labil terhadap perubahan pasar.
Sementara itu, kebijakan Politik Balas Budi atau Politik Etis yang difokuskan pada
bidang edukasi, irigasi, dan kolonisasi yang dilaksanakan sejak dekade pertama abad XX,
telah memberikan kesempatan yang lebih luas kepada penduduk pribumi mengikuti
pendidikan Barat dibandingkan dengan masa sebelumnya melalui pembentukan beberapa
lembaga pendidikan khusus bagi penduduk pribumi sampai tingkat desa. Akan tetapi,
kesempatan ini tetap saja masih sangat terbatas jika dibandingkan dengan jumlah penduduk
pribumi secara keseluruhan.
Kesempatan itu masih tetap diprioritaskan bagi kelompok elit penduduk pribumi, atau
kesempatan yang ada hanya terbuka untuk pendidikan rendah, sedangkan kesempatan untuk
mengikuti pendidikan menengah dan tinggi masih sangat terbatas. Seperti pada masa
sebelumnya, kondisi seperti ini terbentuk selain disebabkan oleh kebijakan pemerintah
kolonial, juga dilatarbelakangi sikap antipati dari kelompok Islam, yang menjadi pendukung
utama masyarakat pribumi terhadap pendidikan Barat itu sendiri.
Secara umum mereka lebih suka mengirimkan anak-anak mereka ke pesantren, atau
hanya sekedar ke lembaga pendidikan informal lain yang mengajarkan pengetahuan dasar
agama Islam. Akan tetapi, sebenarnya ada dualisme cara memandang pendidikan Barat ini. Di
samping dianggap sebagai perwujudan dari pengaruh Barat atau Kristen terhadap lingkungan
sosial dan budaya lokal maupun Islam, pendidikan Barat juga dilihat secara objektif sebagai
faktor penting untuk mendinamisasi masyarakat pribumi yang mayoritas beragama Islam.
Pendidikan Barat yang telah diperkenalkan kepada penduduk pribumi secara terbatas
ini ternyata telah menciptakan kelompok intelektual dan profesional yang mampu melakukan
perubahan-perubahan maupun memunculkan ide-ide baru di dalam masyarakat maupun sikap
terhadap kekuasaan kolonial. Perubahan dan pencetusan ide-ide baru itu pada masa awal
hanya terbatas pada bidang sosial, kultural, dan ekonomi, akan tetapi kemudian mencakup
juga permasalahan politik. Walaupun feodalisme dalam sikap maupun struktur yang lebih
makro di dalam masyarakat, khususnya di Jawa masih tetap berlangsung, pembentukan
"organisasi modern" merupakan salah satu realisasi yang penting dari upaya perubahan
dengan ide-ide baru tersebut.
Pada tahun 1908 organisasi Budi Utomo didirikan oleh para mahasiswa sekolah
kedokteran di Jakarta. Walaupun dasar, tujuan, dan aktivitas Budi Utomo sebagai suatu
organisasi masih terikat pada unsur-unsur primordial dan terbatas, keberadaan Budi Utomo
secara langsung maupun tidak berpengaruh terhadap bentuk baru dari perjuangan kebangsaan
melawan kondisi yang diciptakan oleh kolonialisme Belanda. Berbagai organisasi baru
kemudian didirikan, dan perjuangan perlawanan terhadap kekuasaan kolonial yang dulu
terkosentrasi di kawasan pedesaan mulai beralih terpusat di daerah perkotaan.
Dunia Islam dan Masyarakat Muslim Indonesia Secara makro perkembangan dunia
Islam pada akhir abad XIX dan awal abad XX ditandai oleh usaha untuk melawan dominasi
Barat setelah sebagian besar negara yang penduduknya beragama Islam secara politik, sosial,
ekonomi, maupun budaya telah kehilangan kemerdekaan dan berada di bawah kekuasaan
kolonialisme dan imprialisme Barat sejak beberapa abad sebelumnya. Dalam masyarakat
Muslim sendiri muncul usaha untuk mengatasi krisis internal dalam proses sosialisasi ajaran
Islam, akidah, maupun pemikiran pada sebagian besar masyarakat, baik yang disebabkan oleh
dominasi kolonialisme dan imperialisme Barat, maupun sebab-sebab lain yang ada dalam
masyarakat Muslim itu sendiri.
Dalam kehidupan beragama ini terjadi kemerosotan ruhul Ishmi, jika dilihat dari
ajaran Islam yang bersumber pada Quran dan Sunnah Rasulullah. Pengamalan ajaran Islam
bercampur dengan bid'ah, khurafat, dan syi'ah. Di samping itu, pemikiran umat Islam juga
terbelenggu oleh otoritas mazhab dan taqlid kepada para ulama sehingga ijtihad tidak
dilakukan lagi. Dalam pengajaran agama Islam, secara umum Qur'an yang menjadi sumber
ajaran hanya
diajarkan pada tingkat bacaan, sedangkan terjamahan dan tafsir hanya boleh dipelajari oleh
orang-orang tertentu saja. Sementara itu, pertentangan yang bersumber pada masalah
khilafiyah dan firu'iyah sering muncul dalam masyarakat Muslim, akibatnya muncul berbagai
firqah dan pertentangan yang bersifat laten.
Sementara itu, Muhammad Abduh dan muridnya, Rasyid Ridha, berusaha memerangi
kestatisan, syirik, bid'ah, khurafat, taqlid, dan membuka pintu ijtihad di kalangan umat Islam.
Restrukturisasi lembaga pendidikan Islam dan mewujudkan ide-ide ke dalam berbagai
penerbitan merupakan wujud usaha pemurnian dan pembaharuan yang dilakukan oleh dua
orang ulama dari Mesir ini. Rasyid Ridha, misalnya, menerbitkan majalah Al-Manar di Mesir,
yang kemudian disebarkan dan dikenal secara luas di seluruh dunia Islam. Sementara itu, ide-
ide pembaharuan yang dikembangkan oleh pendukung Muhammad bin Abdlul Wahab dalam
gerakan Al Muwahhidin telah mendapat dukungan politis dari penguasa Arab Saudi sehingga
gerakan yang dikenal oleh para orientalis sebagai Wahabiyah itu berkembang menjadi besar
dan kuat.
Seperti yang terjadi di dalam dunia Islam secara umum, Islam di Indonesia pada abad
XIX juga mengalami krisis kemurnian ajaran, kestatisan pemikiran maupun aktivitas, dan
pertentangan internal. Perjalanan historis penyebaran agama Islam di Indonesia sejak masa
awal melalui proses akulturasi dan sinkretisme, pada satu sisi telah berhasil meningkatkan
kuantitas umat Islam. Akan tetapi secara kualitas muncul kristalisasi ajaran Islam yang
menyimpang dari ajaran Islam yang murni.
Di Pulau Jawa, misalnya, persoalan kemurnian ajaran Islam ini sangat terasa karena
unsur-unsur lokal sangat berpengaruh dalam proses sosialisasi ajaran di dalam masyarakat
seperti yang terlihat pada: sekaten, kenduri, tahlilan, dan wayang. Kondisi seperti ini dapat
dilihat pada laporan T.S. Raffles tentang Islam di Jawa pada awal abad XIX, yang
menyatakan bahwa orang Jawa yang berpengetahuan cukup tentang Islam dan berprilaku
sesuai dengan ajaran Islam hanya beberapa orang saja.
Selain itu, K.H. Ahmad Rifa'i, salah seorang ulama di Jawa yang sangat disegani oleh
pemerintah kolonial, pada pertengahan abad XIX menyatakan bahwa pengamalan agama
Islam orang Jawa banyak menyimpang dari aqidah Islalamiyah dan harus diluruskan.
Interaksi reguler antara sekelompok masyarakat Muslim Indonesia dengan dunia Islam
memberi kesempatan kepada mereka untuk mempelajari dan memahami lebih dalam ajaran
Islam sehingga tidak mengherankan kemudian muncul ide-ide atau wawasan baru dalam
kehidupan beragama di dalam masyarakat Indonesia. Mereka mulai mempertanyakan
kemurnian dan implementasi ajaran Islam di dalam masyarakat. Oleh sebab itu, di samping
unsur-unsur lama yang terus bertahan seperti pemahaman dan pengamalan ajar-an Islam yang
sinkretik dan sikap taqlid terhadap ulama, di dalam masyarakat Muslim Indonesia pada akhir
abad XIX dan awal abad XX juga berkembang kesadaran yang sangat kuat untuk melakukan
pembaharuan dalam banyak hal yang berhubungan dengan agama Islam yang telah
berkembang di tengah-tengah masyarakat.
Hal ini tentu saja menimbulkan konflik antarkelompok, yang terpolarisasi dalam
bentuk gerakan yang dikenal sebagai "kaum tua" berhadapan dengan "kaum muda" atau
antara kelompok "pembaharuan" berhadapan dengan "antipembaharuan". Sementara itu, krisis
yang terjadi di dalam Islam di Indonesia, selain disebabkan oleh dinamika internal juga tidak
dapat dipisahkan dengan perluasan kekuasaan pemerintah kolonial Belanda. Islam sejak awal
muncul sebagai kekuatan di balik perlawanan terhadap kolonialisme, baik dalam pengertian
idiologis maupun peran langsung para ulama dan umat Islam secara keseluruhan. Hal ini
dapat dilihat berbagai perlawanan yang terjadi sepanjang abad XIX dan awal abad XX,
seperti: Perang Diponegoro, Perang Bonjol, Perang Aceh, dan protes-protes petani, yang
semuanya diwarnai oleh unsur Islam yang sangat kental.
Hal ini semakin diperburuk oleh munculnya sikap taqlid kepada para ulama tertentu
pada sebagian besar umat Islam di Indonesia pada waktu itu. Pemerintah kolonial juga
berusaha mengeksploitasi perbedaan yang ada dalam masyarakat yang berhubungan dengan
Islam, seperti perbedaan sosio-antropologis antara kelompok santri dan abangan yang menjadi
konflik sosial berkepanjangan. Selain itu, aktivitas kristenisasi yang dilakukan oleh missi
Katholik maupun zending Protestan terhadap penduduk pribumi yang telah beragama Islam
terus berlangsung tanpa halangan dari penguasa kolonial. Lembaga pendidikan dari tingkat
dasar sampai menengah, panti asuhan, dan rumah sakit yang didirikan oleh missi dan zending
sebagai pendukung utama dalam proses kristenisasi, secara reguler mendapat bantuan dana
yang besar dari pemerintah.
Sebagai anak keempat dari keluarga K.H. Abubakar, Muhammad Darwis mempunyai
5 orang saudara perempuan dan I orang saudara laki-laki. Seperti layaknya anak-anak di
Kampung Kauman pada waktu itu yang diarahkan pada pendidikan informal agama Islam,
sejak kecil Muhammad Darwis sudah belajar membaca Quran di kampung sendiri atau di
tempat lain. Ia belajar membaca Quran dan pengetahuan agama Islam pertama kali dari
ayahnya sendiri dan pada usia delapan tahun ia sudah lancar dan tamat membaca Quran.
Menurut cerita, sejak kecil Muhammad Darwis sudah menunjukkan beberapa kelebihan
dalam penguasaan ilmu, sikap, dan pergaulan sehari-hari dibandingkan teman-temannya yang
sebaya.
Muhammad Darwis yang sudah dewasa terus belajar ilmu agama Islam maupun ilmu
yang lain dari guru-guru yang lain, termasuk para ulama di Arab Saudi ketika ia sedang
menunaikan ibadah haji. Ia pernah belajar ilmu hadist kepada Kyai Mahfudh Termas dan
Syekh Khayat, belajar ilmu qiraah kepada Syekh Amien dan Sayid Bakri Syatha, belajar ilmu
falaq pada K.H. Dahlan Semarang, dan ia juga pernah belajar pada Syekh Hasan tentang
mengatasi racun binatang. Menurut beberapa catatan, kemampuan intelektual Muhammad
Darwis ini semakin berkembang cepat dia menunaikan ibadah haji pertama pada tahun 1890,
beberapa bulan setelah perkawinannya dengan Siti Walidah pada tahun 1889.
Proses sosialisasi dengan berbagai ulama yang berasal dari Indonesia seperti: Kyai
Mahfudh dari Termas, Syekh Akhmad Khatib dan Syekh Jamil Jambek dari Minangkabau,
Kyai Najrowi dari Banyumas, dan Kyai Nawawi dari Banten, maupun para ulama dari Arab,
serta pemikiran baru yang ia pelajari selama bermukim di Mekah kurang lebih delapan bulan,
telah membuka cakrawala baru dalam diri Muhammad Darwis, yang telah berganti nama
menjadi Ahmad Dahlan. Perkembangan ini dapat dilihat dari semakin, luas dan bervariasinya
jenis kitab yang dibaca Ahmad Dahlan. Sebelum menunaikan ibadah haji, Ahmad Dahlan
lebih banyak mempelajari kitab-kitab, dari Ahlussunnah waljamaah dalam ilmu aqaid, dari
madzab Syafii dalam ilmu Fiqh dari Imam Ghozali dan ilmu tasawuf.
Sesudah pulang dari menunaikan ibadah haji, Ahmad Dahlan mulai membaca kitah-
kitab lain yang belum pernah dilakukan sebelumnya. Semangat membaca Ahmad Dahlan
yang besar ini dapat dilihat pada kejadian ketika ia membeli buku menggunakan sebagian dari
modal sebesar 1500 setelah ia pulang dari menunaikan ibadah haji yang pertama, yang
sebenarnya diberikan oleh keluarganya untuk berdagang. Sementara itu, keinginan untuk
memperdalam ilmu agama Islam terus muncul pada diri Ahmad Dahlan. Dalam upaya untuk
mewujudkan cita-citanya itu, ia menunaikan ibadah haji kedua pada tahun 1903, dan
bermukim di Mekah selama hampir dua tahun. Kesempatan ini digunakan Ahmad Dahlan
untuk belajar ilmu agama Islam baik dari para guru ketika ia menunaikan ibadah haji pertama
maupun dari guru-guru yang lain.
Ia belajar fiqh pada Syekh Saleh Bafadal, Syekh Sa'id Yamani, dan Syekh Sa' id
Babusyel. Ahmad Dahlan belajar ilmu hadist pada Mufti Syafi'i, sementara itu ilmu falaq
dipelajari pada Kyai Asy'ari Bawean. Dalam bidang ilmu qiruat, Ahmad Dahlan belajar dari
Syekh Ali Misri Makkah. Selain itu, selama bermukim di Mekah ini Ahmad Dahlan juga
secara reguler mengadakan hubungan dan membicarakan berbagai masalah sosial-keagamaan,
termasuk masalah yang terjadi di Indonesia dengan para Ulama Indonesia yang telah lama
bermukim di Arab Saudi, seperti: Syekh Ahmad Khatib dari Minangkabau, Kyai Nawawi dari
Banten, Kyai Mas Abdullah dari Surabaya, dan Kyai Fakih dari Maskumambang.
Sebagai Khatib Amin, Ahmad Dahlan sangat dipengaruhi oleh pengetahuan agama Islam
yang dimiliki, pengalaman berinteraksi dengan berbagai kelompok dalam dunia Islam, serta
pengalamannya memberi pelajaran agama Islam selama ini sehingga sering muncul ide dan
aktivitas baru. Berbeda dengan para khatib lain yang cenderung menghabiskan waktu begitu
saja ketika sedang bertugas piket di serambi masjid besar Kauman, Ahmad Dahlan secara
rutin memberikan pelajaran agama Islam kepada orang-orang yang datang ke masjid besar
ketika ia sedang melakukan piket.
Ahmad Dahlan juga mulai menyampaikan ide-ide baru yang lebih mendasar, seperti
persoalan arah kiblat salat yang sebenarnya. Akan tetapi, ide baru ini tidak begitu saja bisa
dilaksanakan seperti yang diajarkan di serambi masjid besar karena mempersoalkan arah
kiblat salat merupakan suatu hal yang sangat peka pada waktu itu. Ahmad Dahlan
memerlukan waktu hampir satu tahun untuk menyampaikan masalah ini. Itu pun hanya
terbatas pada para ulama yang sudah dikenal dan dianggap sepaham di sekitar Kampung
Kauman. Pada satu malam pada tahun 1898, Ahmad Dahlan mengundang 17 orang ulama
yang ada di sekitar kota Yogyakarta untuk melakukan musyawarah tentang arah kiblat di
surau milik keluarganya di Kauman.
Diskusi antara para ulama yang telah mempersiapkan diri dengan berbagai kitab acuan
ini berlangsung sampai waktu subuh, tanpa menghasilkan kesepakatan. Akan tetapi, dua
orang yang secara diam-diam mendengar pembicaraan itu beberapa hari kemudian membuat
tiga garis putih setebal 5 cm di depan pengimaman masjid besar Kauman untuk mengubah
arah kiblat sehingga mengejutkan para jemaah salat dzuhur waktu itu. Akibatnya, Kanjeng
Kyai
Penghulu H.M. Kholil Kamaludiningrat memerintahkan untuk menghapus tanda tersebut dan
mencari orang yang melakukan itu.
Sebagai realisasi dari ide pembenahan arah kiblat tersebut, Ahmad Dahlan yang
merenovasi surau milik keluarganya pada tahun 1899 mengarahkan surau tersebut ke arah
kiblat yang sebenarnya, yang tentu saja secara arsitektural berbeda dengan arah masjid besar
Kauman. Setelah dipergunakan beberapa hari untuk kegiatan Ramadhan, Ahmad Dahlan
mendapat perintah dari Kanjeng Penghulu untuk membongkar surau tersebut, yang tentu saja
ditolak. Akhirnya, surau tersebut dibongkar secara paksa pada malam hari itu juga. Walaupun
diliputi perasaan kecewa, Ahmad Dahlan membangun kembali surau tersebut sesuai dengan
arah masjid besar Kauman setelah berhasil dibujuk oleh saudaranya, sementara arah kiblat
yang sebenarnya ditandai dengan membuat garis petunjuk di bagian dalam masjid.
Setelah pulang dari menunaikan ibadah haji kedua, aktivitas sosial-keagamaan Ahmad
Dahlan di dalam masyarakat di samping sebagai Khatib Amin semakin berkembang. Ia
membangun pondok untuk menampung para murid yang ingin belajar ilmu agama Islam
secara umum maupun ilmu lain seperti: ilmu falaq, tauhid, dan tafsir. Para murid itu tidak
hanya berasal dari wilayah Residensi Yogyakarta, melainkan juga dari daerah lain di Jawa
Tengah. Walaupun begitu, pengajaran agama Islam melalui pengajian kelompok bagi anak-
anak, remaja, dan orang tua yang telah lama berlangsung masih terus dilaksanakan. Di
samping itu, di rumahnya Ahmad Dahlan mengadakan pengajian rutin satu minggu atau satu
bulan sekali bagi kelompok-kelompok tertentu, seperti pengajian untuk para guru dan pamong
praja yang berlangsung setiap malam Jum`at.
ide-ide dan aktivitas baru pada diri Ahmad Dahlan tidak dapat dipisahkan dari proses
sosialisasi dirinya sebagai pedagang dan ulama serta dengan alur pergerakan sosial-
keagamaan, kultural, dan kebangsaan yang sedang berlangsung di Indonesia pada awal abad
XX. Sebagai seorang pedagang sekaligus ulama, Ahmad Dahlan sering melakukan perjalanan
ke berbagai tempat di Residensi Yogyakarta maupun daerah lain seperti: Periangan, Jakarta,
Jombang, Banyuwangi, Pasuruan, Surabaya, Gresik, Rembang, Semarang, Kudus,
Pekalongan, Purwokerto, dan Surakarta. Di tempat-tempat itu ia bertemu dengan para ulama,
pemimpin lokal, maupun kaum cerdik cendekia lain, yang sama-sama menjadi pedagang atau
bukan.
Dalam perkembangan selanjutnya, Ahmad Dahlan tidak hanya menjadi anggota biasa,
melainkan ia menjadi pengurus kring Kauman dan salah seorang komisaris dalam
kepengurusan Budi Utomo Cabang Yogyakarta. Sementara itu, pada sekitar tahun 1910
Ahmad Dahlan juga menjadi anggota Jamiat Khair, organisasi Islam yang banyak bergerak
dalam bidang pendidikan dan mayoritas anggotanya adalah orang-orang Arab. Keterlibatan
secara langsung di dalam Budi Utomo memberi pengetahuan yang banyak kepada Ahmad
Dahlan tentang cara berorganisasi dan mengatur organisasi secara modern.
Sementara itu, walaupun Ahmad Dahlan tidak terlibat secara aktif di dalam Jamiat
Khair, selain belajar berorganisasi secara modern di kalangan orang Islam, ia juga mendapat
pengetahuan tentang kegiatan sosial, terutama yang berhubungan dengan pendirian dan
pengelolaan lembaga pendidikan model sekolah. Semua ini tentu saja merupakan suatu hal
yang baru dan sangat berpengaruh bagi langkah-langkah yang dilakukan Ahmad Dahlan pada
masa selanjutnya, seperti pendirian sekolah model Barat maupun pembentukan satu
organisasi.
Sebagai pengurus Budi Utomo, aktivitas Ahmad Dahlan tidak hanya terbatas pada hal-hal
yang berhubungan langsung dengan masalah organisasi. Ia sering memanfaatkan forum
pertemuan pengurus maupun anggota Budi Utomo sebagai tempat untuk menyampaikan
informasi tentang agama Islam, bidang yang sangat ia kuasai. Kegiatan ini biasanya dilakukan
setelah acara resmi selesai. Kepiawaian Ahmad Dahlan dalam menyampaikan informasi
tentang agama Islam dalam berbagai pertemuan informal itu telah menarik perhatian para
pengurus maupun anggota Budi Utomo yang sebagian besar terdiri dari pegawai pemerintah
dan guru sehingga sering terjadi diskusi yang menarik di antara mereka tentang agama Islam.
Di antara pengurus dan anggota Budi Utomo yang tertarik pada masalah agama Islam
adalah R. Budiharjo dan R. Sosrosugondo, yang pada saat itu menjabat sebagai guru di
Kweekschool Jetis. Melalui jalur dua orang guru ini Ahmad Dahlan mendapat kesempatan
mengajar agama Islam kepada para siswa Kweekschool Jetis, setelah kepala sekolah setuju
dan memberikan izin. Pelajaran agama Islam di sekolah guru milik pemerintah itu diberikan
di luar jam pelajaran resmi, yang biasanya dilakukan pada setiap hari Sabtu sore.
Akibatnya, para santri yang selama ini belajar kepada Ahmad Dahlan satu per-satu
berhenti. Walaupun belum mendapat dukungan dari masyarakat sekitarnya, Ahmad Dahlan
tetap berkeinginan untuk mendirikan lembaga pendidikan yang menerapkan model sekolah
yang mengajarkan ilmu agama Islam maupun ilmu pengetahuan umum. Sekolah tersebut
dimulai dengan 8 orang siswa, yang belajar di ruang tamu rumah Ahmad Dahlan yang
berukuran 2,5 m x 6 m dan ia bertindak sendiri sebagai guru. Keperluan belajar dipersiapkan
sendiri oleh Ahmad Dahlan dengan memanfaatkan dua buah meja miliknya sendiri.
Sementara itu, dua buah bangku tempat duduk para siswa dibuat sendiri oleh Ahmad Dahlan
dari papan bekas kotak kain mori dan papan tulis dibuat dari kayu suren.
Delapan orang siswa pertama itu merupakan santrinya yang masih setia, serta anak-
anak yang masih mempunyai hubungan keluarga dengan Ahmad Dahlan. Pendirian sekolah
tersebut ternyata tidak mendapat sambutan yang baik dari masyarakat sekitarnya kecuali
beberapa orang pemuda. Pada tahap awal proses belajar mengajar belum berjalan dengan
lancar. Selain ada penolakan dan pemboikotan masyarakat sekitarnya, para siswa yang hanya
berjumlah 8 orang itu juga sering tidak masuk sekolah. Untuk mengatasi hal tersebut, Ahmad
Dahlan tidak segan-segan datang ke rumah para siswanya dan meminta mereka masuk
sekolah kembali, di samping ia terus mencari siswa baru. Seiring dengan pertambahan jumlah
siswa, Ahmad Dahlan juga menambah meja dan bangku satu per satu sehingga setelah
berlangsung enam bulan jumlah siswa menjadi 20 orang.
Ketika pendirian sekolah tersebut dibicarakan dengan anggota dan pengurus Budi
Utomo serta para siswa dan guru Kweekschool Jetis, Ahmad Dahlan mendapat dukungan
yang besar. Di antara para pendukung itu adalah : Mas Raji yang menjadi siswa, R. Sosro
Sugondo, dan R. Budiarjo yang menjadi guru di Kweekschool Jetis sangat membantu Ahmad
Dahlan mengembangkan sekolah tersebut sejak awal.
Akhirnya setelah proses belajar mengajar semakin teratur, sekolah yang didirikan oleh
Ahmad Dahlan itu diresmikan pada tanggal 1 Desember 1911 dan diberi nama Madrasah
Ibtidaiyah Diniyah Islamiyah. Ketika diresmikan, sekolah itu mempunyai 29 orang siswa dan
enam bulan kemudian dilaporkan bahwa terdapat 62 orang siswa yang belajar di sekolah itu.
Sebagai lembaga pendidikan yang baru saja terbentuk, sekolah yang didirikan oleh Ahmad
Dahlan memerlukan perhatian lebih lanjut agar dapat terus dikembangkan. Dalam kondisi
seperti itu, pengalaman Ahmad Dahlan berorganisasi dalam Budi Utomo dan Jamiat Khair
menjadi suatu hal yang sangat penting bagi munculnya ide dan pembentukan satu organisasi
untuk mengelola sekolah tersebut, di samping kondisi makro pada saat itu yang telah
menimbulkan kesadaran akan arti penting suatu organisasi modern maupun masukan yang
didapat dari para pendukung, termasuk dari para murid Kweekschool Jetis.
Seorang siswa kweekschool yang biasa datang ke rumah Ahmad Dahlan pada hari
Ahad, misalnya, menyarankan agar sekolah tersebut tidak hanya diurus oleh Ahmad Dahlan
sendiri melainkan dilakukan oleh suatu organisasi supaya sekolah itu dapat terus berlangsung
walaupun Ahmad Dahlan tidak lagi terlibat di dalamnya atau setelah ia meninggal. Ide
pembentukan organisasi itu kemudian didiskusikan lebih lanjut dengan orang-orang yang
selama ini telah mendukung pembentukan dan pelaksanaan sekolah di Kauman, terutama para
anggota dan pengurus Budi Utomo serta guru dan murid Kweekschool Jetis.
Dalam satu kesempatan untuk mendapatkan dukungan dalam rangka merealisasi ide
pembentukan sebuah organisasi, Ahmad Dahlan melakukan pembicaraan dengan Budiharjo
yang menjadi kepala sekolah di Kweekschool Jetis dan R. Dwijosewoyo, seorang aktivis Budi
utomo yang sangat berpengaruh pada masa itu. Pembicaraan tersebut tidak hanya terbatas
pada upaya mencari dukungan, melainkan juga sudah difokuskan pada persoalan nama,
tujuan, tempat kedudukan, dan pengurus organisasi yang akan dibentuk. Berdasarkan
pembicaraan-pembicaraan yang dilakukan didapatkan beberapa ha1 yang berhubungan secara
langsung dengan rencana pembentukan sebuah organisasi.
Pertama, perlu didirikan sebuah organisasi baru di Yogyakarta. Kedua, para siswa
Kweekschool tetap akan mendukung Ahmad Dahlan, akan tetapi mereka tidak akan menjadi
pengurus organisasi yang akan didirikan karena adanya larangan dari inspektur kepala dan
anjuran agar pengurus supaya diambil dari orang-orang yang sudah dewasa. Ketiga, Budi
Utomo akan membantu pendirian perkumpulan baru tersebut. Pada bulan-bulan akhir tahun
1912 persiapan pembentukan sebuah perkumpulan baru itu dilakukan dengan lebih intensif,
melalui pertemuan-pertemuan yang secara ekplisit membicarakan dan merumuskan masalah
seperti nama dan tujuan perkumpulan, serta peran Budi Utomo dalam proses formalitas yang
berhubungan dengan pemerintah Hindia Belanda.
Walaupun secara praktis organisasi yang akan dibentuk bertujuan untuk mengelola sekolah
yang telah dibentuk lebih dahulu, akan tetapi dalam pembicaraan-pembicaraan yang
dilakukan selanjutnya tujuan pembentukan organisasi itu berkembang lebih luas, mencakup
penyebaran dan pengajaran agama Islam secara umum serta aktivitas sosial lainnya. Anggaran
dasar organisasi ini dirumuskan dalam bahasa Belanda dan bahasa Melayu, yang dalam
penyusunannya mendapat bantuan dari R. Sosrosugondo, guru bahasa Melayu di
Kweekscbool Jetis.
Organisasi yang akan dibentuk itu diberi nama "Muhammadiyah", nama yang
berhubungan dengan nama nabi terakhir Muhammad SAW."' Berdasarkan nama itu
diharapkan bahwa setiap anggota Muhammadiyah dalam kehidupan beragama dan
bermasyarakat dapat menyesuaikan diri dengan pribadi Nabi Muhammad SAW dan
Muhammadiyah menjadi organisasi akhir zaman. Sementara itu, Ahmad Dahlan berhasil
mengumpulkan 6 orang dari Kampung Kauman, yaitu: Sarkawi, Abdulgani, Syuja, M.
Hisyam, M. Fakhruddin, dan M. Tamim untuk menjadi anggota Budi Utomo dalam rangka
mendapat dukungan formal Budi Utomo dalam proses permohonan pengakuan dari
Pemerintah Hindia Belanda terhadap pembentukan Muhammadiyah.
Pada saat yang sama, Muhammadiyah yang dibantu oleh Budi Utomo secara resmi
mengajukan permohonan kepada Pemerintah Hindia Belanda untuk mengakui
Muhammadiyah sebagai suatu badan hukum. Menurut anggaran dasar yang diajukan kepada
pemerintah pada waktu pendirian, Muhammadiyah merupakan organisasi yang bertujuan
menyebarkan pengajaran agama Nabi Muhammad SAW kepada penduduk bumiputra di Jawa
dan Madura serta memajukan pengetahuan agama para anggotanya. Pada waktu itu terdapat 9
orang pengurus inti, yaitu: Ahmad Dahlan sebagai kctua, Abdullah Sirat sebagai sekretaris,
Ahmad, Abdul Rahman, Sarkawi, Muhammad, Jaelani, Akis, dan Mohammad Fakih sebagai
anggota. Sementara itu, para anggota hanya dibatasi pada penduduk Jawa dan Madura yang
beragama Islam.
Matan keyakinan dan
cita-cita hidup
Muhammadiyah
MATAN KAYAKINAN DAN CITA-CITA HIDUP MUHAMMADIYYAH (MKCH)
Catatan: Rumusan matan tersebut telah mendapat perubahan dan perbaikan oleh Pimpinan
Pusat Muhammadiyah atas kuasa tanwir tahun 1970 di Yogyakarta.
SISTEMATIKA DAN PEDOMAN
Bismillahirrahmanirrahim
Sistematika:
1. Rumusan “Matan Keyakinan dan Cita-cita Hidup Muhammadiyah” terdiri dari lima
(5) angka.
2. 5 (Lima) angka tersebut dapat dibagi menjadi tiga kelompok:
Kelompok kesatu :Mengandung pokok-pokok persoalan yang bersifat idiologis, ialah angka 1
dan 2 yang berbunyi:
1. Muhammadiyah adalah Gerakan berasas Islam, bercita-cita dan bekerja untuk
mewujudkan masyarakat Islam yang sebenar-benarnya, untuk melaksanakan fungsi dan misi
manusia sebagai hamba dan khalifah Allah dimuka bumi.
2. Muhammadiyah berkeyakinan bahwa Islam adalah agama Allah yang diwahyukan
kepada para Rasul-Nya. Sejak Nabi Adam, Nuh, Ibrahim, Musa, Isa dan seterusnya sampai
kepada Nabi Muhammad saw, sebagai hidayah dan rahmat Allah kepada umat manusia
sepanjang masa dan menjamin kesejahteraan hidup material dan spiritual, dunia dan ukhrawi.
Kelompok kedua :Mengandung persoalan mengenai faham agama menurut Muhammadiyah,
ialah angka 3 dan 4 yang berbunyi:
3. Muhammdiyah dalam mengamalkan Islam berdasarkan:
a. Al-Qur'an : Kitab Allah yang diwahyukan kepada Nabi Muhammad saw.
b. Sunnah Rasul : Penjelasan dan pelaksanaan ajaran-ajaran al-Qur'an yang diberikan
oleh Nabi Muhammad saw.
dengan menggunakan akal fikiran sesuai dengan jiwa ajaran Islam.
4. Muhammadiyah bekerja untuk terlaksananya ajaran-ajaran Islam yang meliputi
bidang-bidang: a) Aqidah, b) Akhlak, c) Ibadah, d) Mu'amalat Duniawiyat.
4.1. Muhammdiyah bekerja untuk tegaknya aqidah Islam yang murni, bersih dari gejala-
gejala kemusyrikan, bid'ah dan khurafat, tanpa mengabaikan prinsip toleransi menurut ajaran
Islam.
4.2. Muhammdiyah bekerja untuk tegaknya nilai-nilai akhlak mulia dengan berpedoman
kepada ajaran-ajaran al-Qur'an dan sunah Rasul, tidak bersendi kepada nilai-nilai ciptaan
manusia.
4.3. Muhammdiyah bekerja untuk tegaknya ibadah yang dituntunkan oleh Rasulullah saw.
tanpa tambahan dan perubahan manusia.
4.4. Muhammdiyah bekerja untuk terlaksanya mu'amalat duniawiyat (pengolahan dunia
dan pembinaan masyarakat) dengan berdasarkan ajaran agama serta menjadikan semua
kegiatan dalam bidang ini sebagai ibadah kepada Allah swt.
Kelompok ketiga :mengandung persoalan mengenai fungsi dan misi Muhammadiyah
dalam masyarakat Negara Republik Indonesia, ialah angka 5 yang berbunyi :
5. Muhammadiyah mengajak segenap lapisan bangsa Indonesia yang telah mendapat
karunia Allah berupa tanah air yang mempunyai sumber-sumber kekayaan, kemerdekaan
bangsa dan Negara Republik Indonesia yang berfalsafah Pancasila, untuk berusaha bersama-
sama menjadikan suatu Negara yang adil, makmur dan di ridloi Allah swt. “BALDATUN
THAYYIBATUN WA RABBUN GHAFUR”
Pedoman untuk memahami:
Uraian singkat mengenai : “Matan Keyakinan dan Cita-cita Hidup Muhammadiyah”
(3) Pokok-pokok persoalan yang bersifat idiologis yang terkandung dalam angka 1 dan 2
dari Matan Keyakinan dan Cita-cita Hidup Muhammadiyah adalah:
a. a. Asas : Muhammadiyah adalah Gerakan yang berasas Islam.
b. Cita-cita/Tujuan : Bercita-cita dan bekerja untuk terwujudnya masyarakat Islam yang
sebenar-benarnya.
c. Ajaran yang digunakan : Agama Islam ialah agama Allah sebagai Hidayah
untuk melaksanankan dan Rahmat Allah kepada umat manusia sepanjang
“asas” dalam mencapai masa, dan menjamin kesejahteraan hidup material
Cita-cita/tujuan tersebut dan spiritual, duniawi dan ukhrawi.
(4) Fungsi “asas” dalam persoalan keyakinan dan cita-cita hidup adalah sebagai sumber yang
menentukan bentuk keyakinan dan cita-cita hiduip itu sendiri. Berdasarkan Islam artinya ialah
Islam sebagai sumber ajaran yang menentukan keyakinan dan cita-cita hidupnya.
Ajaran Islam, yang ini ajarannya berupa kepercayaan “TAUHID” membentuk keyakinan dan
cita-cita hidup, bahwa beribadah kepada Allah demi untuk kebahagiaan dunia dan akhirat.
Hidup beribadah menurut ajaran Islam, ialah hidup ber-taqarub kepada Allah swt. dengan
menunaikan amanahnya guna mendapatkan keridloan-Nya.
Amanah Allah yang menentukan fungsi dan misi manusia dalam hidupnya didunia, ialah
manusia sebagai hamba Allah dan khalifah (penggantinya), yang bertugas mengatur dan
membangun dunia serta menciptakan dan memelihara keamanan dan ketertibannya untuk
memakmurkannya.
(5) Fungsi “cita-cita/tujuan” dalam persoalan Keyakinan dan Cita-cita Hidup ialah sebagai
kelanjutan/konsekuensi daripada “asas”.
Hidup yang berasaskan Islam seperti yang disimpulkan pada ad. 4 di atas, tidak bisa lain
kecuali menimbulkan kesadaran pendirian bahwa cita-cita, tujuan yang akan di capai dalam
hidupnya didunia ini ialah terwujudnya tata kehidupan masyarakat yang baik guna
mewujudkan kemakmuran dunia dalam rangka ibadahnya kepada Allah swt.
Dalam hubungan ini Muhammadiyah adalah menegaskan cita-cita/tujuan perjuangannya
dengan “….. sehingga terwujudnya masyarakat Islam yang sebenar-benarnya”. (AD Pasal 3).
Bagaimana bentuk/wujud masyarakat Islam yang sebenar-benarnya yang dimaksud itu harus
dirumuskan dalam suatu konsepsi yang jelas gamblang dan menyeluruh.
(6) Berdasarkan Keyakinan dan Cita-cita Hidup yang berasas Islam dan dikuatkan dengan
hasil penyidikan secara ilmiah, historis dan sosiologis Muhammadiyah berkeyakinan bahwa
ajaran yang dapat untuk melaksanakan hidup yang sesuai dengan asasnya dalam mencapai
“cita-cita/tujuan” hidup dan perjuangannya sebagaimana yang dimaksud, hanyalah ajaran
Islam.
Sangat perlu adanya rumusan secara kongkrit, sistimatis dan menyelurah tentang konsepsi
ajaran Islam yang meliputi seluruh aspek hidup dan kehidupan manusia/masyarakat, sebagai
isi daripada masyarakat Islam yang sebenar-benarnya.
(7) Keyakinan dan Cita-cita Hidup Muhammadiyah yang persoalan-persoalan pokoknya
sebagaimana telah diuraikan dengan singkat di atas adalah di bentuk, ditentukan, oleh
pengertian dan fahamnya mengenai agama Islam.
Agama Islam adalah sumber Keyakinan dan Cita-cita Hidup Muhammadiyah. Maka dari itu,
faham agama bagi Muhammadiyah adalah merupakan persoalan yang essensial bagi adanya
Keyakinan dan Cita-cita Hidup Muhammadiyah.
(8) Paham agama.
8.1. Agama Islam ialah agama Allah yang diturunkan kepada Rasul-Nya, sejak Nabi Adam
sehingga Nabi terakhir, ialah Nabi Muhammad saw.
Nabi Muhammad saw sebagai Nabi terakhir, diutus dengan membawa syari'at agama yang
sempurna untuk seluruh umat manusia sepanjang masa.
Maka dari itu, agama yang diturunkan kepada Nabi Muhammad itulah yang tetap berlaku
sampai sekarang dan untuk masa-masa selanjutnya.
&َِاه,َّ وَا$ِ ِ َ ُ ِ َ اْ َوَا.ْ ِ َّ ن َو َ َ َءتْ ِ ِ ا ُّ َّ ُ ا ِ #ْ$%ُ ْ( 'ِ& اُ َ أَ* َ)َ ُ ا,َ ي( ُه
ُّ ِ َّ َ ُ ى ا ِّ ْ َ اْ ِ ْ َ ِ ُّ ا
ِ َا ِّ ْ ُ )َا
(8. $9 ا:;< ار$=) .ْ/َا ُه$0 ْ ْ َوُأ/ ُه.َ *ْ ِد ُد2َ 3ِ ْ ح ا
ِ َ َ ِت
ِ دَا5َ َْواْ ِر
“Agama yakni Agama Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad saw. ialah apa yang
diturunkan Allah di dalam Qur'an dan yang tersebut dalam Sunnah yang shahih berupa
perintah-perintah dan larangan-larangan setiap petunjuk-petunjuk untuk kebaikan manusia
dunia dan akhirat”. (Putusan Majelis Tarjih).
“Agama adalah apa yang disyari'atkan Allah, dengan peraturan Nabi-Nabi-Nya berupa
perintah-perintah dan larangan-larangan serta petunjuk-petunjuk untuk kebaikan manusia
didunia dan akhirat”. (Putusan Majelis Tarjih).
8.2. Dasar Agama Islam
a. Al-Qur'an :Kitab Allah yang diwahyukan kepada Nabi Muhammad saw.
b. Sunnah Rasul :Penjelasan dan pelaksanaan ajaran-ajaran al-Qur'an yang diberikan
oleh Nabi Muhammad saw.
dengan menggunakan akal fikiran sesuai dengan jiwa ajaran Islam. (nukilan dari Matan)
8.3. Al Qur'an dan Sunnah Rasul sebagai penjelasannya adalah pokok dasar hukum/ajaran
Islam yang mengandung ajaran yang benar.
Akal pikiran/ar Ra'yu adalah alat untuk:
a. Mengungkap dan mengetahui kebenaran yang terkandung dalam al Qur'an dan Sunnah
Rasul;
b. Mengetahui maksud-maksud yang tercakup dalam pengertian al Qur'an dan Sunnah
Rasul
Sedang untuk mencari cara dan jalan melaksanakan ajaran al Qur'an dan Sunnah Rasul dalam
mengatur dunia guna kemakmurannya, akal pikiran yang dinamis dan progresif mempunyai
peranan yang penting dan lapangan yang luas.
Begitu pula akal pikiran bisa mempertimbangkan seberapa jauh pengaruh keadaan dan waktu
terhadap penerapan suatu ketentuan hukum dalam batas maksud-maksud pokok ajaran agama.
8.4. Muhammadiyah berpendirian bahwa pintu ijtihad senantiasa terbuka.
8.5. Muhammadiyah berpendirian bahwa orang dalam beragama hendaklah berdasarkan
pengertian yang benar, dengan ijtihad atau ittiba'.
8.6. Muhammadiyah dalam menetapkan tuntunan yang berhubungan dengan masalah agama,
baik bagi kehidupan perseorangan ataupun bagi kehidupan Gerakan, adalah dengan dasar-
dasar seperti tersebut di atas, dilakukan dalam musyawarah oleh para ahlinya, dengan cara
yang sudah lazim disebut “Tarjih”, ialah membanding-banding pendapat-pendapat dalam
musyawarah dan kemudian mengambil mana yang mempunuai alasan yang lebih kuat.
8.7. Dengan dasar dan cara memahami agama seperti tersebut di atas, Muhammadiyah
berpendirian bahwa ajaran Islam merupakan “kesatuan ajaran” yang tidak boleh dipisah-pisah
dan meliputi:
a. Aqidah : ajaran yang berhubungan dengan kepercayaan
b. Akhlak : ajaran yang berhubungan dengan pembentukan sikap mental
c. Ibadah (mahdlah) : ajaran yang berhubungan dengan peraturan dan tatacara hubungan
manusia dengan Tuhan
d. Khalifah mu'amalah-duniawiat: ajaran yang berhubungan dengan pengolahan dunia
dan pembinaan masyarakat.
dimana semuanya itu bertumpu dan untuk mencerminkan kepercayaan “Tauhid” dalam hidup
dan kehidupan manusia, dalam ujud dan bentuk hidup dan kehidupan yang semata-mata untuk
beribadah kepada Allah swt. dalam arti yang luas dan penuh, seperti arti ibadah yang
dirumuskan Majelis Tarjih:
A
ٍ َ?
َ A
ُّ َّ ُ ُآ3َ ْ 'َ ٌ ﺹ
َّ 0
َ ? َّ ُ َو
َ َ ِع َوهُ ِرL َّ ن ِ ِ ا َ ِ َ َأ ِذA ِ َ 3َ ْ ِ وَا.ْ َا ِه,*َ بِ َ 9ِ ْ وَاCِ $ِ ِ ل َأوَا
ِ Eَ 9ِ ْ ِ ( ِ ب ِاَ ا ُ $ُّ %َ 9َّ َد ُة ِه َ ا2َ 3ِ ْ َا
(8. $9 ا:;< ار$=) ٍ ﺹ َ ْ,ُ O َْ ت ٍ .َّ ِ .ْ ت َو َآ
ٍ Pَ .َ ت َو ْه
ٍ .َّ >ِ ْ)<
ُ ِ Mَ .ْ 'ِ ع ُ ِرL َّ اCُ ﺡ َّ َد
َ َ ُﺹ َّ O َ ْ ع وَا ُ ِرLَّ ن ِ ِ ا
َ َأ ِذ
Ibadah ialah bertaqarrub (mendekatkan diri) kepada Allah, dengan mentaati segala perintah
perintah-perintah-Nya, menjauhi larangan-larangan-Nya dan mengamalkan segala yang
diizinkan Allah. Ibadah itu ada yang umum dan ada yang khusus:
a. Yang umum ialah segala amalan yang diizinkan Allah.
b. Yang khusus ialah apa yang telah ditetapkan Allah akan perincian-perinciannya,
tingkah dan cara-caranya yang tertentu.
(9) Fungsi dan Misi Muhammadiyah
9.1. Berdasarkan Keyakinan dan Cita-cita Hidup yang bersumberkan ajaran Islam yang
murni seperti tersebut di atas, Muhammadiyah menyadari kewajibannya berjuang dan
mengajak segenap golongan dan lapisan bangsa Indonesia untuk mengatur dan membangun
tanah air dan Negara Republik Indonesia, sehingga merupakan masyarakat dan negara adil
makmur, sejahtera bahagia, material dan spiritual yang diridlai Allah swt.
9.2. Mengingat perkembangan sejarah dan kenyataan Bangsa Indonesia sampai dewasa ini,
semua yang ingin dilaksanakan dan dicapai Muhammadiyah dari pada keyakinan dan cita-cita
hidupnya, bukanlah hal yang baru, dan hakekatnya adalah sesuatu yang wajar.
9.3. Sedang pola perjuangan Muhammadiyah dalam melaksanakan dan mencapai
keyakinan dan cita-cita hidupnya dalam masyarakat negara Republik Indonesia,
Muhammadiyah menggunakan dakwah Islam dan amar ma'ruf nahi munkar dalam arti dan
proporsi yang sebenar-benarnya, sebagai jalan satu-satunya. Lebih lanjut mengenai soal ini
dapat diketahui dan dipahami dalam “Khittah Perjuangan Muhammadiyah”.
Selanjutnya untuk memahami secara luas dan mendalam mengenai Keyakinan dan Cita-cita
Hidup Muhammadiyah, perlu dibuat penjelasan-penjelesan lebih lanjut.
KEPRIBADIAN
MUHAMMADIYAH
KEPRIBADIAN MUHAMMADIYAH
“Dengan nama Allah Yang Maha Pemurah dan Penyayang. Segala puji bagi Allah yang
mengasuh semua alam, yang Maha Pemurah dan Maha Penyayang, Yang memegang
pengadilan pada hari kemudian. Hanya kepada Engkau hamba menyembah, dan hanya
kepada Engkau, kami mohon pertolongan. Berilah petunjuk kepada hamba akan jalan yang
lempang, jalan orang-orang yang telah Engkau beri kenikmatan, yang tidak dimurkai dan
tidak tersesat” (QS. Al-Fatihah: 1-7).
“Saya ridla: Ber-Tuhan kepada ALLAH, ber-Agama ISLAM dan ber-Nabi kepada
MUHAMMAD SAW.
‘Amma ba’du, bahwa sesungguhnya ke-Tuhanan itu adalah hak Allah semata-mata. Ber-
Tuhan dan ber’ibadah serta tunduk dan tha’at kepada Allah adalah satu-satunya ketentuan
yang wajib atas tiap-tiap makhluk, terutama manusia.
Hidup bermasyarakat itu adalah sunnah (hukum qudrat iradat) Allah atas kehidupan manusia
di dunia ini.
Masyarakat yang sejahtera, aman damai, makmur dan bahagia hanyalah dapat diwujudkan di
atas keadilan, kejujuran, persaudaraan dan gotong royong, bertolong-tolongan dengan
bersendikan hukum Allah yang sebenar-benarnya, lepas dari pengaruh syaitan dan hawa
nafsu.
Agama Allah yang dibawa dan diajarkan oleh sekalian Nabi yang bijaksana dan berjiwa suci,
adalah satu-satunya pokok hukum dalam masyarakat yang utama dan sebaik-baiknya.
Menjunjung tinggi hukum Allah lebih daripada hukum yang manapun juga, adalah kewajiban
mutlak bagi tiap-tiap orang yang mengaku ber-Tuhan kepada Allah.
Agama Islam adalah Agama Allah yang dibawa oleh sekalian Nabi, sejak Nabi Adam sampai
Nabi Muhammad saw, dan diajarkan kepada umatnya masing-masing untuk mendapatkan
hidup bahagia Dunia dan Akhirat.
Syahdan, untuk menciptakan masyarakat yang bahagia dan sentausa sebagai yang tersebut di
atas itu, tiap-tiap orang, terutama umat Islam, umat yang percaya akan Allah dan Hari
Kemudian, wajiblah mengikuti jejak sekalian Nabi yang suci: beribadah kepada Allah dan
berusaha segiat-giatnya mengumpulkan segala kekuatan dan menggunakannya untuk
menjelmakan masyarakat itu di Dunia ini, dengan niat yang murni-tulus dan ikhlas karena
Allah semata-mata dan hanya mengharapkan karunia Allah dan ridha-Nya belaka, serta
mempunyai rasa tanggung jawab di hadirat Allah atas segala perbuatannya, lagi pula harus
sabar dan tawakal bertabah hati menghadapi segala kesukaran atau kesulitan yang menimpa
dirinya, atau rintangan yang menghalangi pekerjaannya, dengan penuh pengharapan
perlindungan dan pertolongan Allah Yang Maha Kuasa.
Untuk melaksanakan terwujudnya masyarakat yang demikian itu, maka dengan berkat dan
rahmat Allah didorong oleh firman Allah dalam Al-Qur’an:
ن
َ ْ,ُ ;ِ[ْ ُ ْ ا/ُ ُهV
َ Pِ َواُو$ِ Wَ ْ ُ ْ ? ِ ا
َ ن
َ ْ,Mَ ْ َ ف َو
ِ ُو$3ْ َ ْ ِ ن
َ ْو$ُ ُ ْYَ َو$ِ .ْ O
َ ْ ن ِإَ& ا
َ ْ,?
ُ ْ َّ ٌ َّ ْ ُأ/Wُ ِّ Wُ 9َ ْ َو
“Adakanlah dari kamu sekalian, golongan yang mengajak ke-Islaman, menyuruh kepada
kebaikan dan mencegah daripada keburukan. Mereka itulah golongan yang beruntung
berbahagia”. (QS Ali-Imran: 104)
Pada tanggal 8 Dzulhijah 1330 Hijriyah atau 18 Nopember 1912 Miladiyah, oleh almarhum
KH. Ahmad Dahlan didirikanlah suatu persyarikatan sebagai “gerakan Islam” dengan nama
“MUHAMMADIYAH” yang disusun dengan Majelis-Majelis (Bagian-bagian)-nya,
mengikuti peredaran zaman serta berdasarkan “syura” yang dipimpin oleh hikmah
kebijaksanaan dalam permusyawaratan atau Muktamar.
Kesemuanya itu, perlu untuk menunaikan kewajiban mengamalkan perintah-perintah Allah
dan mengikuti sunnah Rasul-Nya, Nabi Muhammad saw., guna mendapat karunia dan ridla-
Nya di dunia dan akhirat, dan untuk mencapai masyarakat yang sentausa dan bahagia, disertai
nikmat dan rahmat Allah yang melimpah-limpah, sehingga merupakan:
ٌْر,[ُ \
َ ٌب
ّ ٌ َو َر2َ .ِّ ]
َ ٌَ ْ; َة
“Suatu negara yang indah, bersih suci dan makmur di bawah perlindungan Tuhan Yang Maha
Pengampun”.
Pendahuluan
Muhammadiyah adalah suatu organisasi, merupakan alat perjuangan untuk mencapai suatu
cita.
Muhammadiyah didirikan diatas (berlandaskan) dan untuk mewujudkan pokok pikiran-pokok
pikiran yang merupakan prinsip-prinsip/pendirian bagi kehidupan dan perjuangannya.
Pokok pikiran-pokok pikiran/prinsip-prinsip/pendirian yang dimaksud itu merupakan asas-
asas KEPRIBADIANNYA.
Diatas Pokok pikiran-pokok pikiran/prinsip-prinsip/pendirian yang dimaksud adalah hak dan
nilai hidup Muhammadiyah secara idiologis.
Pokok pikiran-pokok pikiran/prinsip-prinsip/pendirian yang dimaksud itu telah diuraikan
dalam muqaddimah anggaran dasar muhammadiyah.
( 25 : ء.2* ن )ا
ِ ْ ُو2ُ ?
ْ 'َ *َ ِ َأ َّ* ُ َ ِا َ ِا َّ َا.ْ َِﺡ ا
ِ ْ,*ُ َّ ل ِا
ٍ ْ,ُ ِ ْ َرV
َ ;ِ2ْ =َ ْ ِ َ ;َْ َْو َ َأر
“Tiadalah Kami mengutus seorang utusanpun dari sebelum (Muhammad) kecuali senantiasa
Kami wahyukan kepadanya: bahwa sesungguhnya tiada Tuhan kecuali Kami. Maka
menghambalah kamu sekalian kepada-Ku”. (Surat al Anbiya: 25)
Seluruh ajaran Islam bertumpu dan memanifestasikan kepercayaan Tauhid berdasarkan
Tauhid sepenuh-penuhnya dalam arti dan proporsi yang sebenar-benarnya, berarti
berdasarkan Islam.
2. Kepercayaan Tauhid mempunyai 3 (tiga) aspek:
2.1. Kepercayaan dan keyakinan bahwa hanya Allah-lah yang kuasa mencipta,
memelihara, mengatur dan menguasai alam semesta.
2.2. Kepercayaan dan keyakinan bahwa hanya Allah-lah Tuhan yang Haq.
2.3. Kepercayaan dan keyakinan bahwa hanya Allah-lah yang berhak dan wajib dihambai
(disembah).
(54 :اف$? ض )ا
َ ْت َواْ َر
ِ َا, َّ اb
َ ;َ0
َ ِيcَّ( ا
ُ ا/ُ Wُ ََّن ر
َّ ِا
Sesungguhnya Tuhan yang memeliharamu ialah Allah yang telah menciptakan langit-langit
dan bumi (al a'raf: 54)
(19 : )(ُ ْ َاَّ* ُ َ ِا َ ِا َّ ا/;َ?
ْ 'َ
Maka ketahuilah bahwasannya tiada Tuhan yang berhak disembah kecuali hanya Allah-lah
(Muhammad: 19)
(23 :اء$ )اCُ َّ ُوا ِا َّ ِا2ُ3ْ َا َّ َﺕV
َ ُّ َرh
َ =َ َو
Tuhan telah memutuskan agar kamu sekalian tidak menghambakan diri kecuali hanya
kepadaNya (al Isra' : 23)
3. Kepercayaan Tauhid membentuk 2 (dua) kepercayaan/ kesadaran:
3.1. Percaya akan adanya Hari Akhir, dimana manusia akan mempertanggungjawabkan
hidupnya di dunia ini.
3.2. Sadar bahwa hidup manusia di dunia ini semata-mata untuk amal shaleh.
4. Dengan melaksanakan dasar tersebut dalam hidup dan kehidupannya, manusia akan
dapat menempatkan dirinya pada kedudukan sebenarnya, sesuai dengan sengaja Allah
menciptakan manusia.
5. Dengan melaksanakan dasar tersebut dalam hidup dan kehidupannya, manusia akan
dapat mempertahankan kemuliaan dirinya, tetap menjadi makhluk yang termulia, demikian
juga sebaliknya.
-1 : .9 ن )ا
َ ْ,ُ ْ َ $ُ .ْ \
َ ٌ$ْ ْ َأ/Mُ ;َ'َ ت
ِ َ ِ َّ اA
ُ ِ?
َ ا َو,ُ َ ْ َ َأcِ َّ ِا َّ ا،َ .ْ ;ِ'ِ َ A
َ [َ ْ َأCُ *َ ْ َر َدد/َّ ُﺙ،ِ/ْ ,ِ %ْ ﺡ َ ِ َﺕ
ْ ن ِ' َأ
َ َ *ْ ِ ْ َ ا%ْ ;َ0
َ ْ %َ َ
(4
Dan tiadalah Kami ciptakan Jin dan Manusai itu kecuali agar mereka beribadah
(menghambakan diri) kepadaKu (adz Dzariyat : 56)
7. Apakah ibadah itu?
A
ٍ َ?
َ A
ُّ َّ ُ ُآ3َ ْ 'َ .ٌ ﺹ
َّ 0
َ ? َّ ٌ َو
َ َ َو ِه.ع
ُ ِرL َّ ن ِ ِ ا
َ ِ َ َأ ِذAِ َ 3َ ْ ِ وَا.ْ َا ِه,َ* ب
ِ َ 9ِ ْ وَاCِ $ِ ِ ل َاوَا
ِ Eَ 9ِ ْ ِ ِ (
ِ ب ِاَ ا
ُ $ُّ %َ 9َّ َد ُة ِه َ ا2َ 3ِ ْ َا
.ٍ ﺹَ ,ُ O َْ ت ٍ .َّ[ِ .ْ ت َو َآ
ٍ Pَ .ْ ت َو َه
ٍ .َّ >ِ ْ)<
ُِع
ُ ِرL َّ ُ اCﺡ َّ َد
َ َ ُﺹ َّ O
َ وَا.ع ُ ِرL َّ ن ِ ِ ا َ َأ ِذ
Ibadah ialah taqarrub (mendekatkan diri) kepada Allah dengan mentaati segala perintahnya,
menjauhi larangannya dan mengamalkan yang diizinkannya. Ibadah itu ada yang umum dan
ada yang khusus.
a. yang umum ialah segala amal yang diizinkan Allah
b. yang khusus ialah apa yang telah ditetapkan Allah perinciannya, tingkah dan tata caranya
yang tertentu. (Putusan Majelis Tarjih)
Jadi hidup beribadah ialah hidup untuk mendekatkan diri kepada Allah Yang Maha Esa
dengan melaksanakan ketentuan-ketentuan yang menjadi peraturannya guna mendapatkan
keridlaannya.
8. Ujud hidup beribadah
Manusia hidup di dunia ini telah dengan kesanggupan untuk mengemban amanah Allah
ً ,ُMَ ً ,ُ;n
َ ن
َ ْ* َ ُ ِإ َّ* ُ َآS
ِ ْ اMَ ;ََ َ َوﺡMَ ْ ِ َ %ْ [َ 5
ْ َوَأMَ َ ;ْ ِ ْ َ ْ َ َان.ْ َ Yَ'َ ل
ِ 2َ <
ِ ْ ض وَا
ِ ْرm
َ ْت َوا
ِ َا, َّ ?َ; ا
َ َ *َ َ َ ْ َ اU
ْ $َ ?
َ *َّ ِإ
(72 )ا ﺡ)اب
“Sungguh Kami telah menawarkan kepada para penghuni lagit-langit, bumi dan gunung-
gunung akan suatu amanah (kepercayaan); mereka sama enggan memikul amanah itu dan
merasa takut; dan akhirnya manusailah yang menerimanya. Sungguh manusia itu sangat
dlalim (tidak dapat mengukur diri) lagi sangat bodoh”. (S. Ahzab: 72)
Amanah Allah yang menjadi tanggungan dan kewajiban manusai dalam hidupnya di dunia ini
ialah menjadi KHALIFAH (pengganti) Allah di bumi, yang tugasnya:
a. mengatur, membangun dan memakmurkan dunia
b. menciptakan, menjaga dan memelihara keamanan dan ketertiban di dalamnya
ك
َ ِْ َ ِ 8
ُ 2ِّ َ *ُ ُ ْ *َ َء َوqَ ِّ اVُ [ِ ْ َ َ وMَ .ْ 'ِ ُ ِ [ْ ُ ْ َ Mَ .ْ 'ِ A
ُ 3َ <
ْ ا َأ َﺕ,ُ =َ ،ً [َ .ْ ;ِ0
َ ض
ِ ْرm
َ ٌْ ِ' اA?
ِ َ *ِّ ِ ِإWَ >ِ َ َ ;ْ ِ V
َ ُّ ل َر
َ =َ َْوِإذ
(30 ة$%2 ن )ا َ ,ُ ;َ3ْ َ َ َﺕ/ُ ;َ?ْ ل ِإ ِّ* َأ
َ =َ V َ َس ُ ِّ %َ *ُ َو
“Dan ingatlah ketika Tuhanmu bersabda kepada para malaikat (ketika telah siap
menciptakan manusia): "sungguh Aku akan membuat khalifah di bumi". Para malaikat
bersembah: "benarkah Tuhan akan menjadikan khalifah di bumi orang yang akan berbuat
rusak di dalamnya dan menumpahkan darah? Padahal kami para malaikat senantiasa
bertasbih dengan pujianMu dan mensucikan-Mu. Allah berfirman: "Aku lebih mengetahui
apa yang kamu tidak ketahui”. (S. Al Baqarah: 30)
ر,[w * ب وإ%3 اu $ V إن ر/ءاﺕ آ ' /آ,;2. در تx3 ق,' /Wh3 u'رض ورm اv> 0 /W;3 يc ا,وه
( 165 م3* )ا/.رﺡ
“Dan Dialah yang menjadikan kamu penguasa-penguasa di bumi dan Dia meninggikan
sebahagian kamu atas sebahagian (yang lain) beberapa derajat, untuk mengujimu tentang
apa yang diberikan-Nya kepadamu. Sesungguhnya Tuhanmu amat cepat siksaan-Nya, dan
sesungguhnya Dia Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”. (Al An'am: 165)
/ ﺙCو$[w9 ' M.' /آ$ 39 رض واmا /آYL* أ, هC$.\ إ /W ( وا ا2?م ا,= = ل ﺹ/ ه0د أ, وإ & ﺙ
(61 د, )هy.< y $= إن ر. ا إ, ,ﺕ
“Dan kepada Tsamud (Kami utus) saudara mereka Shaleh. Shaleh berkata: "Hai kaumku,
sembahlah Allah, sekali-kali tidak ada bagimu Tuhan selain Dia. Dia telah menciptakan
kamu dari bumi (tanah) dan menjadikan kamu pemakmurnya, karena itu mohonlah ampunan-
Nya, kemudian bertobatlah kepada-Nya. Sesungguhnya Tuhanku amat dekat (rahmat-Nya)
lagi memperkenankan (do`a hamba-Nya)”. (hud: 61)
9. Amal ‘ibadah yang wajib ditunaikan itu tidak saja yang bersifat hubungan langsung antara
manusai dengan Tuhan seperti shalat, puasa, hajji, menderas al-Qur’an dan lain-lainnya yang
seperti itu. Tetapi wajib ditunaikan pula amal ibadah yang sifatnya berbuat islah kepada
manusai dan masyarakat, ialah berjuang untuk kebahagiaan dan kesejahteraan manusia/
masyarakat.
10. Bagi dan alam Muhamadiyah, amal ‘ibadah yang bersifat kemasyarakatan, ialah berjuang
untuk kebaikan, kebahagiaan dan kesejahteraan manusia/masyarakat inilah yang
dilaksanakan, sebagai kelengkapan amal ‘ibadah pribadi yang langsung kepada Allah.
11. Faham/pandangan hidup yang berasaskan ajaran Islam yang murni, yang pokoknya adalah
ajaran Tauhid seperti yang diterangkan di atas, tidak bisa lain daripada membentuk tujuan
hidupnya di dunia ini untuk mewujudkan masyarakat yang baik, yang di dalam
Muhammadiyah tujuan tersebut dirumuskan: MEWUJUDKAN ISLAM YANG SEBENAR-
BENARNYA; ialah sebagai ‘ibadah dalam rangka menunaikan amanah Allah.
Keterangan:
1.Bagi Muhammadiyah, manusia dengan kehidupannya adalah merupakan obyek pokok
dalam hidup pengabdiannya kepada Allah Tuhan Yang Maha Esa.
2.Manusia adalah mahkluk Allah yang berpribadi. Dengan mempelajari sifat dan susunan
hidup manusia di muka bumi nyatalah bahwa manusia itu bagaimanapun sempurna
pribadinya, tidaklah akan mempunyai arti dan nilai hidupnya, kalau sifat kehidupannya secara
perseorangan (sendiri-sendiri).
3.Hidup bermasyarakat adalah satu ketentuan, dan adalah untuk memberi nilai yang sebenar-
benarnya bagi kehidupan manusia.
4.Maka pribadi manusia dan ketertiban hidup bersama adalah merupakan unsur pokok dalam
membentuk dan mewujudakan masyarakat yang baik, bahagia dan sejahtera.
“pada hari ini telah akku sempurnakan bagi kamu agamamu, dan telah aku cukupakan pula
ni'matku atasmu seerta aku telah rela Islam menjadi agamamu”. (al maidah: 3)
“Dan tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam”.
(al anbiya 107)
“Agama (agama Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad saw) ialah apa yang diturunkan
Allah di dalam al-Qur’an dan yang tersebut dalam sunnah yang shahih, berupa perintah-
perintah dan larangan-larangan serta petunjuk-petunjuk untuk kebaikan hambanya di dunia
dan di akhirat”. (Putusan Majelis Tarjih)
د23 ح ا دات5اه& وا ر,ّ و ا$ ا وا . ّ ا ّّ ا ءت ان و$% أ*) ا( '& ا,& ه ّ اا ّ ا
(8. $9 ا:;< ار$=) ./اه$0 وأ/ ه.*د
“Agama adalah apa yang telah disyari'atkan Allah dengan perantaraan nabi-nabi-Nya,
berupa perintah-perintah dan larangan-larangan serta petunjuk-petunjuk untuk kebaikan
hamba-hamba-Nya di dunia dan akhirat”. (Putusan Majelis Tarjih)
a.Dasar mutlak di dalam menentukan hukum/peraturan Islam ialah al-Qur'an dan Hadits.
b. Dalam menghadapi soal-soal yang telah terjadi dan diperlukan mengetahui hukumnya
karena akan diamalkan, serta soal itu tidak bersangkutan dengan ibadah mahdhah. Sedang
untuk alasan atasnya tidak terdapat nash shahih yang mantuq di dalam al-Qur'an atau Hadits
shahih, maka jalan untuk mengetahui hukumnya, dipergunakan ijtihad dan istinbath dari nash-
nash yang ada dengan persamaan melalui illat, sebagaimana yang telah dilakukan oleh ulama
salaf dan khalaf. (Putusan Majelis Tarjih)
5. Muhammadiyah dalam memahami atau istimbath hukum agama ialah kembali kepada
al-Qur'an dan atau Sunnah shahih dengan memakai cara yang menurut istilahnya
dinamakan TARJIH, ialah dalam suatu permusyawaratan dengan memperbandingkan
pendapat-pendapat dari ulama-ulama (baik dari dalam maupun dari luar
Muhammadiyah, termasuk pendapat Imam-imam) untuk kemudian mengambil mana
yang dianggap mempunyai dasar dan alasan yang lebih kuat.
Dengan demikian maka faham Muhammadiyah tentang agama adalah dinamis,
berkembang maju dan dapat menerima perubahan/pembaharuan asal dengan hujjah
dan alasan yang lebih kuat.
6. Dengan ta'rif agama seperti tersebut di atas pula, Muhammadiyah mempunyai faham
bahwa ajaran Islam tidak hanya mengenai soal-soal perseorangan seperti soal-soal
I’tiqad, ibadah dan akhlaq, tetapi mencakup seluruh aspek kehidupan manusia, baik
aspek kehidupan perseorangan maupun kehidupan kolektip, seperti I’tiqad, ibadat,
akhlaq, kebudayaan, pendidikan-pengajaran, ilmu pengetahuan, sosial, ekonomi, juga
soal politik kenegaraan dan lain sebagainya. Ajaran agama adalah untuk kebahagiaan
hidup manusia baik di dunia dan di akhirat.
Keterangan:
1. Usaha menegakkan dan menjunjung tinggi agama Islam untuk merealisir ajaran-
ajarannya guna mendapatkan keridlaan Allah adalah dinamakan Sabilillah.
:.;< ار$=). W أﺡc.[ وﺕ9 ;? ء آS ( أذن اA ? Aآ ( اC U$ & اAﺹ, اb $€ ا, ا( هA.2
(8. $9 ا
“Sabilillah ialah jalan (media) yang menyampaikan kepada apa yang diridlai Allah dari
semua yang diidzinkannya, untuk memuliakan agama-Nya dan melaksanakan hukum-hukum-
Nya”. (Putusan Majelis Tarjih).
2. Berjuang menegakkan dan menjunjung tinggi agama Islam untuk mewujudkan
masyarakat Islam yang sebenar-benarnya (jihad fi sabilillah) adalah menjadi ciri keimanan
seseorang.
&' /M [* وأ/M ا, Y ا و ه وا, ﺕ$ / /ّ ﺙ, ا ( ور, أc ن ا, „ ا* ا
(15:ات$< ن )ا,= ا د/ هVP أو,( اA.2
“Orang-orang mukmin itu hanyalah orang-orang yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya,
kemudian tidak ragu-ragu dan mereka berjihad (berjuang) dengan harta benda dan diri
mereka didalam sabilillah. Orang itu adalah orang-orang yang benar”. (S. Al-Hujurat: 15)
3. Pendirian tersebut merupakan kerangka dan sifat perjuangan Muhammadiyah secara
keseluruhan. Tidak boleh ada satu kegiatanpun dalam Muhammadiyah yang keluar/
menyimpang dari kerangka dan sifat yang sedemikian itu.
4. Perjuangan demikian dicetuskan oleh 2 (dua) faktor:
a. Faktor Subyektif:
1. Kesadaran akan kewajiban beribadah kepada Allah, berbuat ihsan dan islah kepada
manusia/ masyarakat.
2. Faham akan ajaran-ajaran Islam yang sebenar-benarnya dengan keyakinan akan
keutamaan dan tepatnya untuk sendi dan mengatur hidup dan kehidupan manusia/
masyarakat.
b. Faktor Obyektif:
Rusaknya masyarakat Islam khususnya dan masyarakat umumnya sebab meninggalkan atau
menyeleweng dari ajaran-ajaran Islam, baik karena tidak mengetahui, salah atau kurang
memahami ajaran-ajaran yang benar, ataupun karena adanya usaha dari luar yang berusaha
mengalahkan Islam, dengan ajaran lain.
5. Ajaran Islam menurut faham Muhammadiyah adalah mencakup seluruh aspek
kehidupan manusia. Maka untuk melaksanakan maksud perjuangan: “Menegakkan dan
menjunjung tinggi Agama Islam”, agar manusia/masyarakat pada umumnya dapat mengerti
dan memahami serta kemudian mau menerima dan melaksanakan ajaran-ajaran Islam, adalah
menjadi kewajiban Muhammadiyah untuk dapat menyiapkan/menyusun konsepsi yang
lengkap, jelas dan ilmiah mengenai soal-soal yang menyangkut seluruh aspek kehidupan
manusia, seperti soal-soal: I'tiqad, ibadah, akhlaq, kebudayaan, pendidikan, pengajaran, ilmu
pengetahuan, sosial, ekonomi, juga soal politik kenegaraan dan lain sebagainya berdasarkan
ajaran Islam yang asli murni, baik mengenai teorinya sampai juga mengenai tuntunan
pelaksanaannya, yang kesemuanya itu adalah dalam rangka mencapai tujuan perjuangannya,
ialah “terwujudnya masyarakat Islam yang sebenar-benarnya”.
Dengan konsepsi itu, barulah Muhammadiyah akan dapat melakukan perjuangan di
tengah-tengah gelanggang dan arena dengan penuh keyakinan, semangat, secara positif dan
terarah serta akan sanggup menghadapi segala tantangan.
6. Orang yang diperkenankan oleh Tuhan dapat menunaikan amanahnya sebagai
khalifah-Nya di bumi, ialah orang-orang yang beriman akan kebenaran ajaran agama-Nya
serta mereka mampu untuk mengamalkan/merealisasikannya.
“Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kamu dan
mengerjakan amal-amal yang saleh bahwa Dia sungguh-sungguh akan menjadikan mereka
berkuasa di bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang yang sebelum mereka
berkuasa, dan sungguh Dia akan meneguhkan bagi mereka agama yang telah diridhai-Nya
untuk mereka, dan Dia benar-benar akan menukar (keadaan) mereka, sesudah mereka
berada dalam ketakutan menjadi aman sentausa. Mereka tetap menyembah-Ku dengan tiada
mempersekutukan sesuatu apapun dengan Aku. Dan barangsiapa yang (tetap) kafir sesudah
(janji) itu, maka mereka itulah orang-orang yang fasik”. (QS. An Nuur: 55)
Dari pada ayat tersebut jelaslah bahwa sarat yang diperlukan untuk dapat melaksanakan
amanah Allah sebagai khalifah-Nya, ialah keahlian dalam soal Agama (tenaga ulama) dan
keahlian dalam ilmu dunia/umum (tenaga cendekiawan/sarjana). Maka Muhammadiyah harus
memiliki dua golongan tersebut, ialah 'ulama dan sarjana, dan mereka harus integrasi dalam
melaksanakan tugas perjuangan.
7. Muhammadiyah dibuktikan dari sejarahnya, adalah merupakan gerakan (agama) Islam
yang mempunyai kesadaran dan rasa tanggung jawab penuh terhadap Negara, bangsa dan
kenasionalan Indonesia.
Dalam menegakkan dan menjunjung tinggi agama Islam sehingga terwujud
masyarakat Islam yang sebenar-benarnya, Muhammadiyah berkeyakinan akan dapat
menyumbangkan darma bakti sebanyak-banyaknya kepada negara dan bangsa Indonesia yang
berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang 1945, menuju terbentuknya masyarakat adil
makmur, sejahtera-bahagia lahir batin.
Bahkan Muhammadiyah berkeyakinan, bahwa dengan ajaran-ajaran Islam,
Muhammadiyah sanggup mengisi dan mewujudkan Pancasila dan Undang-Undang 1945 itu
secara konkret dan sempurna serta akan lebih membawa dan memberi manfaat yang
sebanyak-banyaknya. Dalam pengertian yang sedemikian itu, Muhammadiyah berjuang
membantu pemerintah dalam perjuangan Nasional dalam membangun dan memelihara negara
untuk mencapai masyarakat yang adil dan makmur yang diridhai Allah.
Kesimpulan:
Pokok pikiran pertama, kedua, ketiga dan keempat tersebut di atas pada pokonya menyangkut
bidang idiil. Hal tersebut merupakan persoalan-persoalan pokok dari idiologi muhammadiyah.
Dalam Anggaran Dasar Muhammadiyah pokok-pokok pikiran tersebut dirumuskan secara
kongkrit dalam pasal 4 ayat 2 dan 6, ialah mengenai asas serta maksud dan tujuan, sebagai
berikut :
Pasal 4 (2) : Asas
Muhammadiyah ini berasas Islam
Pasal 6 : Maksud Dan Tujuan
Maksud dan tujuan Muhammadiyah ialah menegakkan dan menjungjung tinggi agama Islam
sehingga terwujud masyarakat Islam yang sebenar-benarnya.
Sedang pokok pikiran-pikiran selanjutnya, ialah : kelima dan keenam, merupakan persoalan
pokok dalam memperjuangkan idelogi tersebut.
“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu)
bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak
menyebut Allah”. (al ahzab: 21)
2. Tiap-tiap pejuang untuk menegakkan dan menjunjung tinggi agama Islam haruslah
mempelajari sejarah perjuangan nabi terutama sejarah Rasulullah Muhammad saw. sehingga
dapat mengetahui rahasia-rahasia yang menjadi faktor kemenangan dan kemudian mencontoh
mengikutinya.
3. Sifat-sifat pokok perjuangan para Nabi dan terutama perjuangan Rasulullah saw yang
wajib kita ikuti ialah, selain merupakan ibadah kepada Allah, adalah dilakukan dengan jihad
(dengan sungguh-sunguh, menggunakan segala kekuatan dan kemampuannya serta
pengorbanan secukup-cukupnya), ikhlas (semata-mata mengharap keridhaan Allah), penuh
rasa tanggung jawab, penuh kesabaran dan tawakal.
4. Dan karena itu pulalah kiranya peryarikatan kita ini oleh pendirinya ialah KH. A.
Dahlan diberi nama "MUHAMMADIYAH" untuk bertafaul (pengharapan baik) dapat
mencontoh perjuangan Muhammad Rasulullah saw.
ن
َ ْ,ُ ;ِ[ْ ُ ْ ا/ُ ُهV
َ Pِ َواُو$ِ Wَ ْ ُ ْ ? ِ ا
َ ن
َ ْ,Mَ ْ َ ف َو
ِ ُو$3ْ َ ْ ِ ن
َ ْو$ُ ُ ْYَ َو$ِ .ْ O
َ ْ ن ِإَ& ا
َ ْ,?
ُ ْ َّ ٌ َّ ْ ُأ/Wُ ِّ Wُ 9َ ْ َو
“Adakanlah dari kamu sekalian, golongan yang mengajak ke-Islaman, menyuruh kepada
kebaikan dan mencegah daripada keburukan. Mereka itulah golongan yang beruntung
berbahagia”. (QS Ali-Imran: 104)
Pada tanggal 8 Dzulhijah 1330 Hijriyah atau 18 Nopember 1912 Miladiyah, oleh almarhum
KH. A. Dahlan didirikan suatu persyarikatan sebagai “gerakan Islam” dengan nama
“MUHAMMADIYAH” yang disusun dengan Majelis-Majelis (Bahagian-bahagian)-nya,
mengikuti pereran zaman serta berdasarkan “syura” yang dipimpin oleh hikmah
kebijaksanaan dalam permusyawaratan atau Muktamar.
Keterangan:
1. Organisasi/persyarikatan ialah ikatan secara permanen antara dua oknum atau lebih
karena mempunyai tujuan sama dan masin-masing bersedia bekerja sama dalam
melaksanakan usaha-usaha guana mencapai tujuan tersebut dengan peraturan dan pembagian
pekerjaan yang teratur dan tertib. Atau organisasi ialah sekelompok orang yang mempunyai
ikatan ideal, strukturil dan konstitusionil.
2. Organisasi adalah merupakan alat perjuangan.
3. Hukum berorganisasi untuk melaksanakan kewajiban (perintah agama) berdasarkan
kaidah umum, adalah wajib.
( %[ ل ا,ٌ )أﺹyِ وَا,َ Mُ 'َ ِ ِ َّ ِاy
ُ ِ َا, ا/ُّ 9ِ ُ َ َ
“Suatu kewajiban tidak selesai kecuali dengan adanya suatu barang, maka barang itu
hukumnya wajib”. (Ushul Fiqih)
4. Berdasarkan ayat 104 surat Ali Imron tersebut diatas, nyatalah bahwa Muhammadiyah
adalah satu organisasi yang bersifat sebagai GERAKAN, ialah yang mempunyai ciri-ciri
tertentu yang antara lain ialah:
a. Muhammadiyah sebagai subjek/pemimpin, dan maasyarakat semuanya adalah
objek/yang dipimpinnya untuk itu Muhammadiyah haruslah :
b. Lincah (dinamis), maju (progressif) selalu di muka dan militan.
c. Revolusioner.
d. Mempunyai pimpinan yang kuat, cakap, tegas dan berwibawa.
e. Mempunyai organisasi yang susunannya lengkap dan selalu tepat/up to date.
5. Sesuai dengan prinsip ajaran Islam, Muhammadiyah menjadikan "syura" dan
"musyawarah" sebagai dasar dalam mengambil keputusan dan menentukan tindakan
(demokratis).
ن
َ ,ُ%[ِ ْ ُ ْ/ْ َو ِ َّ َر َز ْ= َ ُه/Mُ َ .ْ َ رَى,ُ5 ْ/ ُه$ُ ْ ا ا ََّ; َة َوَأ,ُ =َ ْ َوَأ/Mِ ِّ $َ ِ ا,ُ <
َ 9َ ْ َ اcِ َّوَا
“Dan (bagi) orang-orang yang menerima (mematuhi) seruan Tuhannya dan mendirikan
shalat, sedang urusan mereka (diputuskan) dengan musyawarat antara mereka; dan mereka
menafkahkan sebagian dari rezki yang Kami berikan kepada mereka”. (asy Syura; 38)
“Muhammad, bermusyawarahlah kamu dengan para sahabatmu dalam perkara itu. Apabila
kamu telah menetapkan pendirian, maka tawakkalah kamu kepada Allah”. (QS. Ali Imron:
59)
6. Berdasarkan ayat 104 surat Ali Imron pula, jelaslah bahwa tugas pokok
Muhammadiyah adalah :
a. Da'wah Islam
b. Amar Ma'ruf
c. Nahyi Munkar
Da’wah Islam ialah menyeru/mengajak manusia/masyarakat kepada ajaran Islam, dengan
memberikan pengertian dan kesadaran akan kebenaran ajaran agama Islam, sehingga
manusia/masyarakat dapat menginsyafi akan kebaikan, kelebihan dan keutamaan ajaran Islam
untuk membentuk pribadi manusia dan mengatur ketertiban hidup bersama manusia/
masyarakat.
Amar Ma'ruf ialah menyuruh orang/masyarakat mengerjakan apa saja yang ma'ruf (dikenal
baik) oleh ajaran Islam, dalam seluruh aspek kehidupan.
Nahyi Munkar ialah mencegah orang/masyarakat dari apa saja yang munkar (diingkari) oleh
ajaran Islam, dalam seluruh aspek kehidupan.
Amar ma'ruf Nahi Munkar adalah menjadi kelanjutan dan realisasi/isi dari pada da'wah Islam.
Da'wah Islam diikuti dengan amar ma'ruf nahi munkar itu hakikatnya adalah merupakan
penggarapan/pengolahan masyarakat.
7. Teori Perjuangan Muhammadiyah
Untuk mencapai maksud dan tujuan perjuangan Muhammadiyah (Islam) tersebut dimuka,
ialah: “menegakkan dan menjunjung tinggi agama Islam sehingga terwujud masyarakat Islam
yang sebenar-benarnya”, segala saluran/media yang akan langsung mempengaruhi bentuk dan
sifat kehidupan masyarakat haruslah diperjuangkan.
Saluran/media yang akan dapat mempengaruhi bentuk dan sifat kehidupan masyarakat ada
dua yaitu:
a. Bidang politik kenegaraan, yang maksudnya untuk memegang pemerintahan (yang
dalam negara demokrasi ialah dengan melalui lembaga kenegaraan) gunanya untuk dapat
membuat undang-undang dan peraturan-peraturan yang berdasarkan ajaran Islam,
melaksanakan dan mengawasi pelaksanaannya.
b. Bidang masyarakat yang maksudnya untuk menggarap/mengolah secara langsung
akan masyarakat berdasarkan ajaran-ajaran Islam.
Untuk kepentingan dan kemenangan perjuangan Islam, kedua bidang perjuangan tersebut
harus diisi dan dihadapinya, agar kedua-duanya dapat dikuasai untuk dapat melaksanakan
maksud dalam mencapai tujuan yang menjadi cita-citanya.
8. Menurut Muhammadiyah sejak dahulu, untuk melaksanakan perjuangan idiologinya,
membagi perjuangan umat Islam menjadi dua front, satu front untuk menghadapi perjuangan
politik kenegaraan dan satu front untuk menghadapi perjuangan dalam bidang masyarakat.
Masing-masing dengan alatnya sendiri-sendiri dengan caranya sendiri-sendiri, tetapi tetap
dengan saling pengertian dan dalam tujuan yang sama.
“Yang dimaksud dengan kata-kata “urusan duniamu” dalam sabda Rasulullah Saw. : “Kamu
lebih tahu tentang urusan duniamu”, ialah segala perkara yang tidak menjadi tugas
diutusnya para Nabi”. (Putusan Majelis Tarjih)
10. Dalam berjuang menghadapi bidang masyarakat Muhammadiyah membagi
manusia/masyarakat menjadi dua bagian, yaitu :
a. Yang belum mau menerima ajaran Islam, disebut ummat da'wah.
b. Yang sudah mau menerima ajaran Islam, disebut ummat ijabah.
Terhadap ummat da'wah, kewajiban Muhammadiyah ialah berusaha sampai mereka mau
menerima kebenaran ajaran Islam, setidak-tidaknya mereka mau mengerti dan tidak
memusuhi.
Sedang terhadap ummat ijabah, kewajiban Muhammadiyah ialah menjaga dan memelihara
agama mereka, serta berusaha memurnikan dan menyempurnakan dalam ilmu dan amalnya.
Semuanya itu dilakukan dengan da'wah Islam dan amar ma'ruf nahi munkar yang sifatnya:
tabsyir (menggembirakan), tajdid (pembaharuan) dan islah (membangun).
11. Muhammadiyah dengan masalah politik
Muhammadiyah tidak mengerjakan praktek politik. Muhammadiyah bukan dan tidak akan
menjadi partai politik. Muhammadiyah pada dasarnya tidak memasuki lembaga-lembaga
karya politik.
Semuanya itu bukan karena sebab sikap/pandangan yang negatif terhadap perjuangan politik,
tetapi semata-mata karena teori dan strategi (khittah) perjuangannya serta menyadari sepenuh-
penuhnya bahwa tugasnya menghadapi perjuangan dalam bidang masyarakat adalah sudah
cukup berat dan mulia, tidak kalah penting dari pada perjuangan dalam bidang politik secara
keseluruhan.
Sedang mengenai masalah prinsip politik ataupun teori politik terutama yang menjadi
kepentingan agama dan ummat Islam umumnya atau kepentingan Muhammadiyah khususnya,
Muhammadiyah dapat bahkan wajib menghadapinya secara organisatoris, hanya caranya
adalah menurut cara Muhammadiyah yang khas, antara lain ialah dengan tanpa ambisi politik;
semata-mata adalah sebagai da'wah Islam dan amar ma'ruf nahi munkar.
12. Muhammadiyah adalah sudah menjadi sifatnya selalu mengindahkan segala hukum,
undang-undang, peraturan-peraturan serta dasar falsafah negara yang sah.
Kalau ada hukum, undang-undang atau peraturan negara yang dianggap menyalahi prinsip
Islam atau merugikan kepentingan Muhammadiyah, Muhammadiyah merasa berkewajiban
untuk membetulkannya, sebagai dawah Islam dan amar ma'ruf nahi munkar.
13. Tugas melaksanakan Da'wah Islam dan amar ma'ruf nahi munkar adalah menjadi
kewajiban tiap-tiap anggota Muhammadiyah (pria dan wanita) dan Muhammadiyah secara
keseluruhan. Maka dari itu anggota Muhammadiyah bahkan sampai aparatnya sekalipun
haruslah mempunyai sifat sebagai “shalihul muslih” ialah sebagai orang yang pribadinya
shaleh dan mau serta sanggup berjuang untuk menshalehkan orang lain.
14. Untuk mengatur agar kehidupan dan jalan organisasi Muhammadiyah dapat:
a. tepat : sesuai dan selalu pada prinsip-prinsipnya.
b. benar : sesuai dengan teori perjuangannya dan lurus menuju maksud dan tujuannya.
c. tertib : sesuai dan tidak simpang siur.
d. lancar : maju terus untuk cepat sampai kepada tujuannya.
Perlu diadakan peraturan-peraturan yang berupa:
a. Anggaran Dasar
b. Anggaran Rumah Tangga
c. Qa'idah-qa’idah
d. Dan peraturan-peraturan lain yang diperlukan.
Keterangan :
1. Yang menjadi tujuan dan cita-cita perjuangan persyarikatan Muhammadiyah secara
mutlak ialah terwujudnya suatu masyarakat dimana kesejahteraan, kebahagiaan dan
keutamaan luas merata (kepribadian Muhammadiyah); masyarakat yang sejahtera, aman
damai, makmur dan bahagia, yang diujudkan di atas dasar keadilan kejujuran, persaudaraan
dan gotong royong yang bertolongan dengan bersendikan hukum Allah yang sebenar-
benarnya, lepas dari pengaruh syaitan dan hawa nafsu (Muqaddimah Anggaran Dasar).
2. Masyarakat yang demikian itulah yang diformulir dengan singkat: “MASYARAKAT
YANG SEBENAR-BENARNYA”.
3. Masyarakat Islam yang sebenar-benarnya itu, adalah merupakan rahmat Allah bagi
seluruh alam, yang akan menjamin sepenuh-penuhnya: keadilan, persamaan, keamanan,
keselamatan dan kebebasan bagi semua anggotanya
4. Masyarakat Islam yang sebenar-benarnya itu selain merupakan kebahagiaan di dunia
bagi seluruh manusia, akan juga menjadi tangga bagi ummat Islam memasuki pintu gerbang
sorga "Jannatun Na'im", untuk mendapatkan keridlaan Allah yang abadi.
TAJDID
Dengan melihat sejarah pertumbuhan dan perkembangan persyarikatan Muhammadiyah
sejak kelahirannya, memperhatikan faktor-faktor yang melatarbelakangi berdirinya, aspirasi,
motif, dan cita-citanya serta amal usaha dan gerakannya, nyata sekali bahwa didalammya
terdapat ciri-ciri khusus yang menjadi identitas dari hakikat atau jati diri Persyarikatan
Muhammadiyah. Secara jelas dapat diamati dengan mudah oleh siapapun yang secara sepintas
mau memperhatikan ciri-ciri perjuangan Muhammdiyah itu adalah sebagai berikut.
1. Muhammadiyah adalah gerakan Islam
2. Muhammadiyah adalah gerakan dakwah Islam amar ma’ruf nahi munkar
3. Muhammadiyah adalah gerakan tajdid
Dalam arti “pemurnian” tajdid dimaksudkan sebagai pemeliharaan matan ajaran Islam
yang berdasarkan dan bersumber kepada al-Qur'an dan As-Sunnah Ash-Shohihah. Dalam arti
“peningkatan, pengembangan, modernisasi dan yang semakna dengannya”, tajdid
dimaksudkan sebagai penafsiran, pengamalan, dan perwujudan ajaran Islam dengan tetap
berpegang teguh kepada al-Qur'an dan As-Sunnah Ash-Shahihah.
Secara garis besar, kecenderungan untuk memehami ajaran dasar Islam dapat
dikelompokan menjadi dua kelompok besar, pertama kelompok salafi dan kedua kelompok
‘ashrani. Kelompok pertama biasa disebut sebagian pengamat sebagai kelompok
fundamentalis, sedangkan Kelompok yang terakhir dapat disamakan dengan kelompok Islam
Liberalis Kemudian, berdasarkan pembagian itu, para ahli dan pengamat keislaman
mengklasifikasikan aliran pemikiran di kalangan umat Islam menjadi tiga kelompok, yakni
fundamentalis, liberalis dan moderat.
1. Fundamentalis
Istilah Fundamentalis yang dihubungkan dengan penganut ajaran Islam garis keras,
sering kita dengar dari sumber informasiNegara barat. Hal itu terasa lebih popular ketika telah
terjadinya serangan 11 september di New York. Rizizq Shihab, semakin memperkuat dugaan,
bahwa Islam atau muslim fundamentalis itu identik dengan muslim yang mempunyai faham
“garis keras” itu. Apakah memang benar demikian? Tentu persepsi seperti itu perlu ditelusuri
kebenarannya.
Dalam tradisi kajian Islam, istilah lain dari fundamentalis adala salfiy. Ke;ompok
salafi, dari segi bahasa berarti kelompok yang berorientasi kepada masa lampau atau orang-
orang yang terdahulu.
Tentu, kita sebagai umat Islam harus memberikan apresiasi terhadap sikap mereka yang
konsisten atau istiqamah dalam menjalankan apa yang tertulis dalam Al-Qur’an dan Hadis.
Namun dalam waktu yang sama kita juga harus memperhatikan dan mencermati sumber
ajaran Islam dengan menggunakan penalaran dan analisis yangtidak bertentangan dengan misi
Al-Qur’an sebagai agama yang menjadi rahmat bagi semua umat manusia, di mana pun dan
kapan pun mereka berada
2. Liberalis
Istilah Islam Liberal merupakan salah satu wacana dialektis Islam dalam konteks
menghadapi kemoderrnan. Wacana ini menjadi penting dan menonjol akhir-akhir ini, ketika
dunia Islam terkepung oleh peradaban dan sains modern yang datang dari barat. Kemunculan
Islam liberal berbeda secara kontras dengan Islam fundamentalis yang menekankan pada
tradisi salaf. Dalam faham liberal, faham fundamentalis hanya akan membawa
keterbelakangan yang akan membawa dunia islam menikmati buah modernitas, berupa
kemajuan ekonomi, demokrasi, hak asasi manusia.
Lebih dari itu, faham ini meyakini bahwa apabila Islam difahami dengan pendekatan
liberal akan menjadi perintis jalan bagi liberalisme di dunia barat.
Dalam memahami sumber ajaran islam, Al-Qur’an dan Al-Sunnah, kelompok ini berusaha
untuk menangkap ajaran moral dan bukan aturan-aturan normatif yang terkandung di
dalamnya. Karena itu, ayat-ayat Al-Qur’an yang berkaitan dengan norma hukum tidak harus
difahami apa adanya, melainkan harus dibawa kepada konteks manusia modern.
3. Moderat
Sebagaimana telah dijelaskan, bahwa kecenderungan pemahaman umat Islam terhadap
Al-Qur’an dan Al-Sunnah dibedakan menjadi muslim liberal di satu sisi dan muslim
fundamentalis di sisi yang lain. Diantara kedua aliran dan kecenderungan ini ada kelompok
umat Islam yang memahami kedua sumber itu secara moderat Artinya, tidak terlalu bebas,
seperti kelompok Islam liberal dan tidak juga kaku, seperti kelompok Islam fundamentalis.
Kelompok ini melihat persoalan yang muncul saat ini sebagai sebuah keniscayaan,
karena sumber ajaran Islam yang utama, Al-Qur’an dan Al-Sunnah , turun dalam situasi yang
berbeda dengan apa yang ada saat ini. Diakui, bahwa kedua sumber itu mempunyai ajaran
yang bersifat permanent dan konstan,, tidak berubah dan tidak dapat diubah. Ajaran yang
masuk kategori ini umumnya menyangkut masalah akidah (keimanan) dan ibadah ritual
(ibadah mahdlah).
c Jamaluddin Al-Afghani
Pada periode selanjutnya, gerakan pembaruan atau kebangkitan Islam memperoleh
sentuhan politik yang kuat dan meluas melalui tokoh pembaru lainnya, Jamaluddin Al-
Afghani (1838-1797 M). Ia merupakan sosok pembaru yang memiliki karakter kuat dan
dinamis. Al-Afghani hijrah dari satu negara ke negara lain, dan di setiap wilayah yang
dikunjunginya selalu menimbulkan keguncangan politik. Antara lain di Afghanistan, India,
Mesir, Turki, Makkah, Inggris, dan Prancis.
Kyai Haji Ahmad Dahlan dengan Muhammadiyah yang didirikannya terpanggil untuk
mengubah keadaan dengan melakukan gerakan pembaruan. Untuk memberikan gambaran
lebih lengkap mengenai latarbelakang dan dampak dari kelahiran gerakan Muhammadiyah di
Indonesia, dan sejak itulah Muhammadiyah adalah satu-satunya yang berani mengadakan
pembaharuan Islam yang kuat dan tangguh. di asia tenggara.
Dengan beratus-ratus cabang di seluruh kepulauan dan berjuta-juta anggota yang
tersebar di seluruh negeri, Muhammadiyah memang merupakan pergerakan Islam yang
terkuat yang pernah ada di Asia Tenggara. Sebagai pergerakan yang memajukan ajaran Islam
yang murni, Muhammadiyah juga telah memberikan sumbangan yang besar di bidang
kemasyarakatan dan pendidikan. Klinik-klinik perawatan kesehatan, rumah-rumah piatu, panti
asuhan, di samping beberapa ribu sekolah menjadikan Muhammadiyah sebagai lembaga non-
Kristen dalam bidang kemasyarakatan, pendidikan dan keagamaan swasta yang utama di
Indonesia. ‘Aisyiah, organisasi wanitanya, mungkin merupakan pergerakan wanita Islam yang
terbesar di dunia. Pendek kata Muhammadiyah merupakan suatu organisasi yang utama dan
terkuat di negara terbesar kelima di dunia.”
Kelahiran Muhammadiyah secara teologis memang melekat dan memiliki inspirasi
pada Islam yang bersifat tajdid, namun secara sosiologis sekaligus memiliki konteks dengan
keadaan hidup umat Islam dan masyarakat Indonesia yang berada dalam keterbelakangan.
Kyai Dahlan melalui Muhammadiyah sungguh telah memelopori kehadiran Islam yang
otentik (murni) dan berorientasi pada kemajuan dalam pembaruannya, yang mengarahkan
hidup umat Islam untuk beragama secara benar dan melahirkan rahmat bagi kehidupan. Islam
tidak hanya ditampilkan secara otentik dengan jalan kembali kepada sumber ajaran yang aseli
yakni Al-Qur‘an dan Sunnah Nabi yang sahih, tetapi juga menjadi kekuatan untuk mengubah
kehidupan manusia dari serba ketertinggalan menuju pada dunia kemajuan.
Fenomena baru yang juga tampak menonjol dari kehadiran Muhammadiyah ialah,
bahwa gerakan Islam yang murni dan berkemajuan itu dihadirkan bukan lewat jalur
perorangan, tetapi melalui sebuah sistem organisasi. Menghadirkan gerakan Islam melalui
organisasi merupakan terobosan waktu itu, ketika umat Islam masih dibingkai oleh kultur
tradisional yang lebih mengandalkan kelompok-kelompok lokal seperti lembaga pesantren
dengan peran kyai yang sangat dominan selaku pemimpin informal. Organisasi jelas
merupakan fenomena modern abad ke-20, yang secara cerdas dan adaptif telah diambil oleh
Kyai Dahlan sebagai “washilah” (alat, instrumen) untuk mewujudkan cita-cita Islam.
Mem-format gerakan Islam melalui organisasi dalam konteks kelahiran
Muhammadiyah, juga bukan semata-mata teknis tetapi juga didasarkan pada rujukan
keagmaan yang selama ini melekat dalam alam pikiran para ulama mengenai qaidah “mâ lâ
yatimm al-wâjib illâ bihi fa huwâ wâjib”, bahwa jika suatu urusan tidak akan sempurna
manakala tanpa alat, maka alat itu menjadi wajib adanya. Lebih mendasar lagi, kelahiran
Muhammadiyah sebagai gerakan Islam melalui sistem organisasi, juga memperoleh rujukan
teologis sebagaimana tercermin dalam pemaknaan /penafsiran Surat Ali Imran ayat ke-104,
yang memerintahkan adanya “sekelompok orang untuk mengajak kepada Islam, menyuruh
pada yang ma‘ruf, dan mencegah dari yang munkar”. Ayat Al-Qur‘an tersebut di kemudian
hari bahkan dikenal sebagai ”ayat” Muhammadiyah.
Muhammadiyah dengan inspirasi Al-Qur‘an Surat Ali Imran 104 tersebut ingin
menghadirkan Islam bukan sekadar sebagai ajaran “transendensi” yang mengajak pada
kesadaran iman dalam bingkai tauhid semata. Bukan sekadar Islam yang murni, tetapi tidak
hirau terhadap kehidup. Apalagi Islam yang murni itu sekadar dipahami secara parsial.
Namun, lebih jauh lagi Islam ditampilkan sebagai kekuatan dinamis untuk transformasi sosial
dalam dunia nyata kemanusiaan melalui gerakan “humanisasi” (mengajak pada serba
kebaikan) dan “emanisipasi” atau “liberasi” (pembebasan dari segala kemunkaran), sehingga
Islam diaktualisasikan sebagai agama Langit yang Membumi, yang menandai terbitnya fajar
baru Reformisme atau Modernisme Islam di Indonesia.Diantara pengaruh pergerakan
pembaharuan Muhammadiyah dalam Islam, diwujudkan dalam bentuk amal usaha
Persyarikatan Muhammadiyah, yang meliputi:
1. Bidang Keagamaan.
Muhammadiyah dalam pergerakan pembaharuan Islam, mempunyai andil cukup besar
dibidang keagamaan. Seperti:
a) Majlis Tabligh Muhammadiyah senantiasa menekankan agar tegaknya Islam yang benar
sesuai yang dicontohkan nabi Muhammad SAW, , tidak dirusak oleh berbagai macam bid’ah,
khurafat, dan tahayul yang dapat mengkikis nilai-nilai Islam itu sendiri.
b) Majlis Tarjih, suatu lembaga yang menghimpun ulama-ulamak Muhammadiyah dari
berbagai disiplin ilmu, yang selalu bermusyawarah dan memberikan fatwa terhadap hal-hal
yang acktual ditengah-tengah masyarakat. Seperti tuntunan hidup keluarga sejahtera, dan
memberikan tuntunan untuk dipedomani dibidang ubudiyah, mu’amalah dan persoalan yang
menyangkut kemasyarakatan lainnya.
c) Terbentuknya Departemen Agama, tidak terlepas dari kepeloporan Pimpinan
Muhammadiyah, dan Menteri Agama Pertama kali dari Kalangan Pimpinan Muhammadiyah
Yakni. Prof. Dr. H.M. Rosyidi. Dan sekarang bangsa Indonesia menikmatinya.
2. Bidang Pendidikan
Salah satu sebab Muhammadiyah didirikan karena lembaga pendidikan di Indonesia
sudah tidak memenuhi kebutuhan dan tuntutan zaman, tidak saja isi dan metode
pengajarannya yang tidak sesuai, bahkan sitem pendidikannya harus dirombak secara
mendasar. Sehingga tidak ada pemisahan antara pelajaran umum dengan pelajaran agama.
Dan baru saja tokoh besar Muhammadiyah Prof. Dr. Amin Rais, Tokoh Muhammadiyah yang
memberikan sumbangsih besar terhadap lahirnya Undang-undang tentang Guru dan Dosen.
Tidak itu saja terdapat ribuan Sekolah-sekolah Muhammadiyah yang ada diseluruh pelaosok
tanah air, sejak dari tingkat TK sampai Perguruan Tinggi.
2. Bidang Kemasyarakatan
Bidang Kemasyarakatan, sumbangsih dan pengaruhnya cukup besar bagi negara
Indonesia yang nota bone mayoritas beragama Islam, yakni dengan banyak berdiri Rumah-
rumah sakit modern, lengkap dengan peralatan canggih dan tenaga ahli serta apoteknya.
Mendirikan panti asuhan yatim, panti jompo, pondok pesantren, mendirikan perusahaan,
percetakan buku, majalah, dll
3. Bidang Politik Kenegaraan
Muhammadiyah menentang penjajahan, penjajah kolonial belanda, jepang hengkang
dari Nagara republik Indonesia, tidak terlepas dari perjuangan Tokoh-tokoh Muhammadiyah,
seperti Jenderal Besar Sudirman, Ir. Soekarno (presiden RI pertama) dan masih banyak lagi,
dan Muhammadiyah bukan organisasi politik, namun tidak buta politik, ahli-ahli atau tokoh-
tokoh politik Muhammadiyah yang menyebar di semua Partai Politik sebatas hanyalah
penyampai aspirasi rakyat amar ma’ruf nahi mungkar.
1. Pendekatan Bayani
Paradigma bayani (penerapan analisius tekstual), diharapkan dapat menggali
landasan normative al-Qur’an dan sunnah serta dapat mengungkapkan kandungan makna teks
normative tersebut, sehingga memberikan relevansi hukum (Hendar Riyadi 2003: PR 24
Februari). Formulasi ideologis dari nalar bayani adalah teks-teks kitab suci yaitu Al-Qur’an
dan Sunnah, sebab untuk menguasai pesan agama tentunya harus menguasai bahasa Arab
(Ahmad Baso 2009: 79), sebagai bahasa yang digunakan dalam kitab suci (al-Qur’an dan
sunnah).
Pendekatan bayani ini lebih banyak digunakan oleh para puqaha; mutakalimin dan
Ushuliyin. Bayani adalah pendekatan untuk: pertama, memahami dan menganalisa teks guna
menemukan tau mendapatkan makna yang dikandung dalam atau (dikehendaki) lafdz, Kedua,
istinbath hukum-hukum dari Al-nusus diniyah dan Al-Qur’an pada khususnya.
Dalam pendekatan bayani, pendekatan teks demikian kuat, maka peran akal hanya
bebas sebagai alat pembenaran atau justifikasi atas teks difahami atau diinterpretasikan.
2. Pendekatan Burhani
Burhani adalah pengetahuan yang diperoleh dari indera, perabaan dan hukum-hukum
logika. Burhani atau pendekatan rasional argumentatif adalah pendekatan yang mendasarkan
diri pada kekuatan rasio melalui instrument logika, (induksi, deduksi, abduksi, simbolik,
proses dan lain-lain) dan metode diskursif (bathiniyah) (Ahmad Baso 2009: 79). Pendekatan
ini menjadikan realitas maupun teks dan hubungan antara keduanya sebagai sumber kajian.
Dalam pendekatan burhani ini, teks dan realitas berada dalam satu wilayah yang
mempengaruhi. Teks tidak berdiri sendiri, ia selalu terkait dengan realitas yang mengelilingi
dan mengadakannya, sekaligus darimana teks itu dibaca dan ditafsirkan. Karena burhani
menjadikan realitas dan teks sebagai sumber kajian, maka dengan pendekatan ini, ada dua
ilmu penting yaitu ilmu al-lisan dan ilmu al-mantiq. Yang pertama membicarakan lafz-lafz,
kafiyah, susunan, dan rangkaiannya dalam ibarat-ibarat yang dapat digunakan untuk
menyampaikan makna serta cara merangkainya dalam diri manusia. Kedua, ilmu al-mantiq
membahas tentang mufradhat dan susunan yang dengan itu dapat disampaikan segala sesuatu
yang bersifat inderawi dan hubungan yang tetap diantara segala sesuatu tersebut, atau apa
yang mungkin mengeluarkan gambaran-gambaran dan hukum-hukum dirinya. Tujuannya
adalah untuk menetapkan aturan-aturan yang digunakan untuk menentukan cara kerja akal,
atau cara menacapai kebenaran yang mungkin diperoleh darinya.
Oleh karena itu, untuk memahami realitas kehidupan keagamaan dan sosial ke-
Islaman, menjadi lebih memadai bila dipergunakan pendekatan-pendekatan sosiologi
(sosiulujiyyah), seperti yang menjadi ketetpan Munas Tarjih dan Pengembangan Pemikiran
Islam XXIV di Malang (BRM 2002).
Pendekatan sosiologi digunakan dalam pemikiran Islam digunakan untuk memahami
realitas sosial-keagamaan dari sudut pandang interaksi antar anggota masyarakat. dengan
metode ini, konteks sosial suatu perilaku keberaagamaan dapat didekati secara lebih tepat
dengan metode ini pula dapat dilakukan reka cipta masyarakat utama.
Pendekatan antropologi bermanfaat untuk mendekati masalah-masalah kemanusiaan
dalam rangka melakukan reka cipta budaya Islam. Tentu saja untuk melakukan reka cipta
budaya Islam juga dibutuhkan pendekatan kebudayaan (thaqafiyyah) yang erata kaitannya
dengan dimensi pemikiran, ajaran-ajaran, konsep-konsep, nilai-nilai dan pandangan-
pandangan dunia Islam yang hidup dan berkembang dalam masyarakat muslim. Agar upaya
reka cipta masyarakat muslim dapat mendekati idealitas masyarakat utama dalam
Muhammadiyah, strategi ini pula membutuhkan kesinambungan sejarah (histories). Untuk itu,
dibutuhkan juga pendekatan sejarah (tarikhiyyah). Hal ini agar konteks sejarah masa lalu, kini
dan yang akan dating berada dalam satu kaitan yang dalam satu kesatuan gerak yang uth
(kontinutas dan perubahan). Kesatuan gerak ini berguna agar pembaharuan pemikiran Islam
di Muhammadiyah tidak kehilangan jejak historis. Ada jejak kesinambungan historis antara
pemikiran Islam lama yang baik dengan lahirnya pemikiran keIslaman yang baru yang lebih
memadai dan up to date.
Oleh karena itu, dalam pendekatan burhani, empat pendekatan—tarikhiyyah,
sosiulujiyyah, thaqafiyyah, dan antrufulujiyah—berada dalam satu posisi yang saling
berhubungan secara dialektika dan saling membentuk jaringan keilmuan.
Yang menjadi titik tekan dalam nalar burhani adalah korespondensi; yakni
kesesuaian antara rumusan-rumusan yang diciptakan akal manusia dengan hukum-hukum
alam (al-mutabaqah baina al-‘aql wa nizam al-ta’biah) (Amin Abdullah 2001). Disamping
itu juga ada aspek koherensi yaitu keruntutan dan keteraturan berpikir logis dan upaya yang
terus-menerus dilakukan untuk memperbaiki dan menyempurnakan rumusan-rumusan dan
teori-teori yang telah dibangun dan disusun akal manusia.
3. Pendekatan ‘Irfani
Sementara itu, melalui pendekatan ‘irfani (perenialis-ersoteris-intuitif) diharapkan
mampu mengungkap hakikat atau makna terdalam dibalik teks dan konteks (Hendar Riyadi
2003: PR 24 Februari). ‘Irfan mencoba untuk mencari makna hakikat dibalik sebuah teks. Dan
ini tidak dapat dilakukan oleh paradigm bayani dan burhani tadi. ‘Irfan mengandung beberapa
pengertian antara lain: ‘ilmu atau ma’rifah, metode ilham dan kashf yang telah dikenal jauh
sebelum Islam, para ahli al-‘irfan mempermudah masalah ini melalui pembeciraannya
mengenai, al-naql dan al-tawzif; upaya menyingkap wacana Qur’ani dan memperluas ibrah-
nya untuk memperbanyak makna. Jadi, pendekatan ‘irfan adalah salah satu pendekatan yang
digunakan dalam kajian pemikiran Islam oleh para mutasawwifin dan ’arifin untuk
mengeluarkan makna batin dari lafz dan ibrah; ‘irfan juga merupakan istinbath al-ma’rifah
al-qalbiyah dari Al-Qur’an (Hendar Riyadi 2003).
Pendekatan ‘irfan adalah pendekatan pemahaman yang bertumpu pada instrument
pengenalan batin, dhawq, qalb, wijdan, basirah, dan intuisi. Sedangkan metode yang
digunakan meliputi manhaj kashfi, dan manhaj ikhtisafi. manhaj kashfi disebut juga manhaj
ma’rifah yang tidak menggunakan inder atau akal, tetapi kashf dengan riyadh dan
mujahadah. Manhaj ikhtisafi disebut juga al-mumathilah (analogi) yaitu metode untuk
menyikap dan menemukan rahasia pengetahuan melalui analogi-analogi. Analogi dalam
manhaj ini mencakup: pertama, analogi berdasarkan angka atau jumlah seperti ½ = 2/4 = 4/8,
dan seterusnya. Kedua, tamthil yang meliptui silogisme dan induksi. Dan Ketiga, surah dan
askhal.
Pendekatan ‘irfani juga menolak atau menghindar dari mitologi. Kaum ‘irfaniyyun
tidak berusan dengan mitologi, bahkan justru membersihkannnya dari persoalan-persoalan
agama dan dengan ‘irfani pula irfaniyyun lebih mengupayakan menangkap hakikat yang
terletak dibalik sya’riah, dan yang batin (al-dalalah al-isharah, wa al-ramziyah). Dengan
memperhatikan dua metode diatas, dapat diketahui bahwa sumber pengetahuan dalam ‘irfan
mencakup ilham/ intuisi dan teks (yang dicari makna batinnya melalui ta’wil) (Amin
Abdullah 2002).
Contoh kongkrit dari pendekatan ‘irfani lainnya adalah falsafah ishraqi yang
memandang pengetahuan diskursif (al-hikmah al-bathiniyah) harus dipadu secara kreatif,
harmonis dengan pengetahuan intuitif (al-hikmah aldhawuqiyyah). Dengan perpaduan
tersebut, pengetahuan yang diperoleh menjadi pengetahuan yang mencerahkan, bahkan akan
mencapai al-hikmah al-haqiqah. Pengalaman batin Rasul SAW. dalam menerima wahyu Al-
Qur’an merupakan contoh kongkrit dari pengetahuan ‘irfan. Namun dengan keyakinan yang
dipegang selama ini, ‘irfan dikembangkan dalam kerangka ittiba’al-rasul.
Implikasi ‘irfan dalam konteks pemikiran Islam, adalah menghampiri agama-agama
pada tataran subtantif dan esensi spiritualitasnya dan menggabungkannya dengan penuh
kesadaran akan adanya pengalaman keagamaan orang lain (the ortheness) yang berbeda
aksidensi dan ekspresinya, namun memiliki substansi dan esensi yang kurang lebih sama.
Kedekatan pada Tuhan yang trans-historis, trans-historis, dan trans religious dibagi dengan
rasa empati dan simpati kepada orang lain secara elegan dan setara. Termasuk di dalamnya
kepekaan terhadap problem-problem kemanusiaan, pengembangan budaya dan peradaban
yang disinari oleh pancaran fitrah illahiyah.
Ketiga pendekatan itu, dirumuskan Muhammadiyah guna lebih mengembangkan
pola gerakan tajdid yang lebih dinamis dan peka zaman. Ketiga pendekatan di atas memiliki
hubungan yang erat, sehingga tidak bisa digunakan salah satunya dengan tidak yang lainnya.
Hubungan ini bisa membentuk lingkaran dialogis yang melingkar (sirkular-dialektika).
Memahami teks (bayani) tidak terlepas dari pemahaman konteks, tidak terlepas dari
pemahaman teks itu sendiri. Sementara pemahaman makna terdalam (‘irfani) memerlukan
pemahaman terhadap teks dan konteks sekaligus.
Muhammadiyah sebagai
Gerakan Sosial
A. Riwayat Hidup K.H. Ahmad Dahlan
Ahmad Dahlan dilahirkan di daerah Kauman kota Yogyakarta dengan nama
Muhammad Darwis pada tahun 1869, sumber lain mengatakan tahun 1868. Memang
kelahiran Ahmad Dahlan agak gelap tanggal pastinyapun tidak terlacak. Okelah kita tidak
mempermasalahkan kelahirannya melainkan karyanya. Organisasi yang dia dirikan yaitu
Muhammadiyah sekarang menjadi maju dan menjadi organisasi massa Islam terbesar di
Indonesia bahkan di dunia dari segi anggotanya. Ahmad Dahlan adalah anak seorang kyai
tradisional yaitu K.H. Abu Bakar bin Kyai Sulaiman, seorang khatib di Masjid Sultan di kota
itu. Ibunya Siti Aminah adalah anak Haji Ibrahim, seorang penghulu. Ahmad Dahlan adalah
anak keempat dari tujuh bersaudara.
Sebagaimana anak seorang kyai pada masa itu pemuda Darwis juga menimba ilmu ke
banyak kyai. Ia belajar ilmu fikih kepada KH Muhammad Shaleh, ilmu Nahwu-Sharaf (tata
bahasa) kepada KH Muhsin, ilmu falak (astronomi) kepada KH Raden Dahlan, ilmu hadis
kepada kyai Mahfud dan Syekh KH Ayyat, ilmu Al Qur-an kepada Syekh Amin dan Sayid
Bakri Satock, dan ilmu pengobatan dan racun binatang kepada Syekh Hasan. Ketika berumur
21 tahun (1890), KH Ahmad Dahlan pergi ke tanah suci Mekkah untuk naik haji dan
menuntut ilmu di sana. Ia belajar selama setahun. Salah seorang gurunya adalah Syekh
Ahmad Khatib Al Minangkabawi.
Dahlan satu guru satu ilmu lagi dengan KH Hasyim Asy’ari (pendiri NU). Ia juga satu
guru dengan Haji Abdul Karim Amrullah (ayah Buya Hamka) dan Syekh Muhammad Djamil
Djambek. Seluruh gerakan Islam di Indonesia yang menjadi mainstream sumbernya satu yaitu
Syekh Ahmad Khatib Al Minangkabawi yang menjadi Imam Masjidil Haram di Mekkah. Dari
Ahmad Khatib inilah Dahlan berkenalan dengan pemikiran trio pembaharu dan Reformis
Islam dari Timur Tengah yaitu Sayid Jamaluddin Al Afghani, Syekh Muhammad Abduh, dan
Syekh Muhammad Rasyid Ridha.
Akhirnya Dahlan membawa gerakan Reformasi ini ke Indonesia. Dahlan mulai
mengintrodusir cita-cita reformasinya itu mulanya dengan mencoba mengubah arah kiblat di
Masjid Sultan di Keraton Yogyakarta ke arah yang sebenarnya yaitu Barat Laut (sebelumnya
ke Barat).
Perubahan-perubahan ini, walaupun bagi kita sekarang sangat kecil artinya,
memperlihatkan kesadaran Dahlan tentang perlunya membuang kebiasaan-kebiasaan yang
tidak baik dan yang menurut pendapatnya memang tidak sesuai dengan ajaran Islam. Jadi ia
ingin membersihkan Islam dan umat Islam baik secara fisik (dengan membuat higienis
kampungnya) maupun mental spiritual (dengan memberantas tradisi yang bercampur dengan
ajaran Hindu, Budha, Animisme, Dinamisme, dan kebatinan).
K.H. Ahmad Dahlan di samping mempunyai sifat dzakak (cerdas akalnya) untuk
memahami kitab yang sukar, beliau mempunyai maziyah atau keistimewaan dalam khauf atau
rasa takut terhadap بن#( ميظعلا ءKabar bahaya yang besar) yang tersebut dalam Al Qur’an
surat An–Naba’, sehingga nampak dalam kata–katanya, pelajaran yang diberikan dan
nasehat–nasehat serta wejangan–wejangan beliau.
Pada akhir usianya, ketika beliau sakit nampak sedang dakam sifat raja’ yaitu
mengharap–harap rahmat tuhan. K.H.Ahmad Dahlan seperti salah satunya tentara yang tahu
mempergunakan bermacam–macam senjata menurut mestinya. Sehingga K.H. Ahmad Dahlan
itu mendapat berkah dari Allah SWT. Berguna bagi umat Islam Indonesia dan perkumpulan
Muhammadiyah yang didirikan oleh K.H. Ahmad Dahlan yang maksudnya untuk patuh
mengikuti jejak Nabi Muhammad SAW mendapat karunia dan dapat hidup dengan suburnya.
2. Pelajaran Kedua
Kebanyakan diantara manusia berwatak angkuh, dan takabur, mereka mengambil
keputusan sendiri – sendiri. Sebagaimana orang Yahudi yang menganggap bahwa dirinya
akan bahagia, selain orang Yahudi akan sengsara. Begitu juga orang Kristen menganggap
bahwa hanya golongannya yang akan bahagia mendapat surga, lainnya akan sengsara.
Sekarang bagaimana orang yang tidak beragama ? Adapun Golongan mereka yang
tidak berdasar agama ditetapkan oleh golongan – golongan beragama baik golongan Islam,
Yahudi, Kristen, Majusi ataupun golongan agama lain – lainnya bahwa golongan yang tidak
beragama itu semuanya akan celaka dan sengsara. Golongan yang tidak beragama mempunyai
anggapan bahwa manusia itu sesudah mati tidak akan celaka dan tidak akan disiksa. Disini
teranglah bahwa tiap – tiap golongan melemparkan kecelakaan kepada lainnya. Pernyataan
fatwa K.H. Ahmad Dahlan : “Manusia satu sama lain selalu melemparkan pisau cukur,
mempunyai anggapan pasti tepat dia melemparkan celaka kepada orang lain”.
K.H. Ahmad Dahlan heran, mengapa pemimpin – pemimpin agama dan tidak
beragama selalu hanya beranggap, mengambil keputusan sendiri tanpa mengadakan
pertemuan antara mereka, tidak mau bertukar fikiran memperbincangkan mana yang benar
dan mana yang salah? Hanya anggapan-anggapan, disepakatkan dengan isterinya,
disepakatkan dengan muridnya, disepakatkan dengan teman gurunya sendiri. Tentu saja
dibenarkan. Tetapi marilah mengadakan permusyawaratan dengan golongan lain di luar
golongan
masing – masing untuk membicarakan manakah sesungguhnya yang benar itu?
“Semua golongan bersukaria dengan barang yang ada dalam golongannya” mereka
merasa sudah benar tidak memerlukan lagi untuk mengetahui keadaan golongan lain,
tidak memerlukan bermusyawarah dengan golongan lain dan mengabaikan terhadap hujjah
atau alasan golongan lain. Sudah teguh pendiriannya sengaja tidak mau membanding –
banding atau menimbang. Tetapi kenyataanya satu sama lain selalu bertengkar, berselisih dan
bermusuhan. Padahal sudah menjadi kepastian bahwa barang yang diperselisihkan itu kalau
sudah diselidiki, tentu akan terdapat mana yang benar
dan mana yang salah. Hanya satu yang benar diantara yang banyak itu.
Tersebut dalam Al Qur’an : “Maka tidak ada sesudahnya yang benar, kecuali yang
salah”. Hanya sekali hidup di bumi untuk bertaruh. K.H. Ahmad Dahlan membacakan surat
Al ‘araf : 99 :
“Tidaklah khawatir akan siksa Allah, kecuali mereka golongan yang rugi”.
3. Pelajaran Ketiga
Manusia itu kalau mengerjakan pekerjaan apapun, sekali, dua kali, berulang – ulang
maka kemudian jadi biasa. Kalau sudah menjadi kesenangan yang dicintai, maka kebiasaan
yang dicintai itu sukar untuk di robah. Sudah menjadi tabi’at, bahwa kebanyakan manusia
membela adat kebiasaan yang telah diterima, baik pun dari sudut keyakinan atau I’tiqad,
perasaan kehendak mau pun amal perbuatan. Kalau ada yang akan merobah, sanggup
membela dengan mengorbankan jiwa raga. Demikian itu karena anggapan bahwa apa yang
dimiliki adalah benar.
Hati atau nafsu manusia itulah ada ibarat sebuah botol yang tidak berisi. Mula – mula
lahir di dunia suci-bersih, kemudian orang tuanya diberi tuntunan, dari pergaulannya
mendapat pendidikan dan pelajaran, baikpun dari teman, guru atau pun dari orang – orang tua
di kampong halamannya. Dengan demikian masuklah beberapa pengetahuan yang
mempengaruhi kepada akal fikiran, perasaan, kehendak dan perbuatannya, tercetak dalam
nafsunya hingga menjadi kesenangan dan kepuasan dan menjadi keteguhan kemudian
menganggap hanya itu yang benar. Bilamana apa berbeda dengan dirinya dianggapnya itu
salah. “Manusia itu semua benci kepada yang yang tidak diketahui.”
4. Pelajaran Keempat
Manusia perlu digolongkan menjadi satu dalam kebenaran, harus bersama – sama
mempergunakan akal fikirannya untuk berfikir, bagaimana sebenarnya hakikat dan tujuan
manusia hidup di dunia. Apakah perlunya? hidup di dunia harus mengerjakan apa? dan
mencari apa? dan apa yang dituju?
Manusia harus mempergunakan akal fikirannya untuk mengoreksi soal I’tikad dan
kepercayaannya, tujuan hidup dan tingkah lakunya, mencari kebenaran yang sejati, karena
kalau hidup di dunia hanya sekali ini sampai sesat, akibatnya akan celaka dan sengsara selama
– lamanya. “Adakah engkau menyangka, bahwasannya kebanyakan manusia, suka
mendengarkan atau memikir– mikir? Mau mencari ilmu yang benar?
5. Pelajaran Kelima
Setelah manusia mendengarkan pelajaran–pelajaran fatwa yang bermacam–macam
membaca beberapa tumpuk buku dan sesudah memperbincangkan, memikir–mikir,
menimbang, membanding– banding kesana kemari, barulah mereka itu dapat memperoleh
keputusan, memperoleh
barang yang benar yang sesungguh–sungguhnya.
Fatwa K.H. Ahmad Dahlan: “Mula–mula agama islam itu cemerlang,
kemudian kelihatan makin suram. Tetapi sesungguhnya yang suram itu adalah
manusianya bukanlah agamanya.” Agama adalah bukan barang yang kasar, yang harus
dimasukan kedalam telinga, akan tetapi agama Islam adalah agama fitrah. Artinya ajaran yang
mencocoki kesucian manusia. Sesungguhnya agama bukanlah amal lahir yang dapat dilihat.
Amal yang kelihatan itu hanyalah manifestasi dan daya dari ruh agama. Sesungguhnya agama
itu ialah:
“ Condongnya nafsu ruhani naik kepada kesempurnaan tertinggi yang suci dan luhur, bersih
dari pengaruh kebendaan.” Jadi orang menetapi agama ialah orang yang condong kepda
kesucian iman kepada Allah bersih dari pengaruh yang bermacam– macam.
Keterangan :
1. Manusia asal mulanya suci
2. Kemudian manusia kemasukan adat atau kebiasaan kotor lalu hatinya
mengandung penyakit
3. Kemudian menolak ajaran – ajaran yang baik yang suci dan yang benar
4. Manusia harus mengadakan kebersihan diri dari kotoran – kotoran yang ada dalam
hati. Setelah hatinya jernih, baru dapat menerima ajaran – ajaran para rasul,
kemudian baru dapat meningkat naik ke alam kesucian
6. Pelajaran Keenam
Kebanyakan pemimpin–pemimpin rakyat, belum berani mengorbankan harta benda
dan jiwanya untuk berusaha tergolongnya umat manusia dalam kebenaran. Malah pemimpin–
pemimpin itu biasanya hanya mempermainkan, memperalat manusia yang bodoh– bodoh dan
lemah.
7. Pelajaran Ketujuh
Pelajaran terbagi kepada dua bagian :
1. Belajar Ilmu (pengetahuan dan teori)
2. Belajar amal (mengerjakan, memperaktekan)
Semua pelajaran harus dengan cara sedikit demi sedikit, setingkat demi setingkat.
Misalnya : seorang anak akan mempelajari huruf a, b, c, d kalau belum faham benar – benar
tentang 4 huruf a, b, c, d itu, tidak perlu ditambah pelajarannya dengan e, f, g, h. Demikian
juga belajar beramal, harus dengan cara bertingkat. Kalau setingkat saja belum dapat
mengerjakan tidak perlu ditambah.
1
Ibid, hal 46-47
KH A. Dahlan yang dilaksanakan di rumah beliau. Kelahiran ‘Aisyiyah bersamaan dengan
Isra Mi’raj Nabi Muhammd Tanggal 27 Rajab 1335 H bertepatan dengan tanggal 19 Mei
1917 dilaksanakan rapat Hoofdbestuur (HB) Muhammadiyah. SAW, yang waktu itu
merupakan perayaan pertama oleh Muhammadiyah, dengan diketuai untuk pertama kali oleh
Siti Bariyah.
Identitas ‘Aisyiyah dapat dilihat dalam Anggaran Dasar Organisasi perempuan
Muhammadiyah ini, yaitu ‘Aisyiyah adalah organisasi perempuan Persyarikatan
Muhammadiyah merupakan gerakan Islam, dakwah amar makruf nahi munkar dan tajdid,
yang berasas Islam serta bersumber kepada Al-Qur’an dan As-Sunah. Status ‘Aisyiyah tertera
pada bab yang sama, yaitu
1. ‘Aisyiyah adalah organisasi otonom Khusus Persyarikatan Muhammadiyah.
2. Organisasi otonom khusus adalah organisasi Otonom yang seluruh anggotanya anggota
Muhammadiyah dan diberi wewenanang menyelenggarakan amal usaha yang ditetapkan
oleh pimpinan Muhammadiyah dalam koordinasi Unsur Pembantu Pimpinan yan
membidangi sesuai denan ketentuan yang berlaku tentang amal usaha tersebut2.
Tujuan ‘Aisyiyah
Tujuannya dapat dilihat dari Anggaran Dasar nya, yaitu tegaknya agama Islam
sehingga terwujudnya masyarakat Islam yang sebenar-benarnya (AD BAB III Pasal 7). Visi
pengembangan dari organisasi perempuan persyarikatan Muhammadiyah ini adalah
tercapainya usaha-usaha ‘Aisyiyah yang mengarah pada penguatan dan pengembangan
dakwah amar makruf nahi munkar secara lebih berkualitas munuju masyarakat madani, yakni
masyarakat Islam yang sebenar-benarnya.
Misi ‘Aisyiyah
Misi tersebut diwujudkan dalam kegiatan :Menanamkan keyakinan, memperdalam dan
memperluas pemahaman, meningkatkan pengalaman serta menyebarluaskan ajaran Islam
dalam segala aspek kehidupan.
1. Meningkatkan harkat dan martabat kaum wanita sesuai dengan ajaran Islam.
2. Meningkatkan kualitas dan kuantitas pengkajian terhadap ajaran Islam.
3. Memperteguh iman, memperkuat dan menggembirakan ibadah, serta mempertinggi
akhlak.
4. Meningkatakn semangat ibadah, jihad, zakat, infaq, shodaqoh, wakaf, hibah, serta
membangun dan memelihara tempat ibadah, dan amal usaha lain.
5. Membina AMM Puteri untuk menjadi pelopor, pelangsung, dan penyempurna gerakan
‘Aisyiyah.
6. Meningkatkan pendidikan, mengembangkan kebudayaan, memperluas ilmu pengetahuan
dan teknologi, serta mengairahkan penelitian.
7. Memajukan perekonomian dan kewirausahaan kearah perbaikan hidup yan berkualitas.
8. Meningkatkan dan mengembangkan kegiatan dalam bidang-bidang sosial, kesejahteraan
masyarakat, kesehatan, dan lingkungan hidup.
9. Meninggkatkan dan mengupayakan penegakan hukum, keadilan dan kebenaran serta
memupuk semangat kesatuan dan persatuan bangsa.
10. Meningkatkan komunikasi, ukhuwah, kerjasama, di berbagai bidang dan kalangan
masyarakat dalam negeri.
11. Usaha-usaha lain yang sesuai dengan maksud dan tujuan organisasi.
2
Anggaran Dasar ‘Aisyiyah BAB II, Pasal 4 dan 5
‘Aisyiyah dalam Gerakan Gender Modern
Mengutif perkataan KH A. Dahlan mengenai “ berhati-hatilah dengan urusan
‘Aisyiyah, kalau saudara-saudara memimpin dan membimbing mereka insyaallah mereka
akan menjadi pembantu dan teman yang setia dalam melancarkan persyarikatan kita menuju
cita-citanya,”
Kepada para wanita beliau berpesan: “ urusan dapur janganlah dijadikan halangan
untuk menjalankan tugas dalam menghadapi masyarakat.”
Rupanya beliau mengetahui bahwa tak mungkin pekerjaan besar akan berhasil tanpa
bantuan kaum wanita. Dalam melaksanakan cita-cita beliau, bantuan dari kaum hawa yang
berbadan halus itu diperlukan, dan ini sebetulnya ikut menentukan berhasil tidaknya usaha
beliau. Karenanya, mereka oleh beliau dihimpun dan diajak serta melaksanakan tugas
kewajiban yang berat, tetapi luhur itu. Oleh karena itu wanita atau perempuan itu memegang
peranan penting pula, tidak hanya laki-laki yang memiliki peran penting dalam
kemuhammadiyahan.
Gender dipahami juga sebagai suatu konsep budaya yang menghasilkan pembedaan
dalam peran, sikap, tingkah laku mentalitas dan karakteristik emosional antara laki-laki dan
perempuan yang hidup dan berkembang dalam masyarakat. Gender sering juga disebut
dengan istilah “jenis kelamin sosial.
Perbedaan gender sesunguhnya tidaklah menjadi masalah sepanjang tidak melahirkan
ketidakadilan gender. Ketidakadilan gender termanifestasi dalam berbagai bentuk
ketidakadilan, yaitu marjinalisasi (peminggiran), subordinasi (penomorduaan atau anggapan
tidak penting), stereotipe (pelabelan negatif biasanya dlam bentuk pencitraan yang negatif),
violence ( kekerasan), double burden (beban kerja ganda atau lebih), dan sosialisasi ideologi
peran gender. Perbedaan gender ini hanya dapat mempersulit baik laki-laki maupun
perempuan.
Masyarakat Islam yang sebenar-benarnya yang hendak diwujudkan Muhammadiyah
dan ‘Aisyiyah adalah masyarakat yang rahmatan lil’alamin, masyarakat yang sejahtera lahir
batin dunia dan akhirat, baldatun thoyyibatun warabbun ghafur, masyarakat utama,
masyarakat madani, masyarakat berkesetaraan dan berkeadilan jender.
‘Aisyiyah sebagai komponen perempuan Muhammadiyah dalam mewujudkan
masyarakat yang berkeseteraan dan berkeadilan jender, berkiprah dengan merespon isu-isu
perempuan (seperti KDRT, kemiskinan, pengangguran, trafficking, pornografi dan aksi,
pendidikan, kesehatan, dan kesejahteraan) dan sekaligus memberdayakannya secara
terorganisir, terprogram, dengan menggunakan dan memanfaatkan seluruh potensi.
Model gerakannya ‘Aisyiyah dalam bentuk keluarga sakinah atau Qaryah Tayyibah
merupakan arus utama strategi gerakan ‘Aisyiyah dalam membangun kehidupan umat yang
lebih baik. Dalam rangka menyesuaikan dengan perkembangan dan perubahan sosial, agar
lebih dekat dengan pertumbuhan dan perkembangan kondisi masyarakat modern, maka
dilakukan pengkayaan, seperti model gerakan ‘Aisyiyah berbasis jamaah karena jamaah
merupakan bagian paling nyata yang hidup dalam masyarakat.
Muhammadiyah dan ‘Aisyiyah sampai sekarang tetap berkomitmen dalam
pemberdayaan perempuan untuk kesetaraan dan keadila jender, hal ini dapat dilihat dari hasil
Muktamar Muhammadiyah ke-46 tahun 2010 di Yogyakarta mengenai Program Bidang
Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak yang terdiri dari Visi Pengembangan dan
Program Pengembangan.
a. Visi Pengembangan, yaitu berkembangnya relasi dan budaya yang menghargai perempuan
berbasis ajaran Islam yang berkeadilan gender dan terlidunginya anak-anak dari berbagai
ancaman menuju kehidupan yang berkeadaban utama.
b. Program Pengembangan, yaitu:
1. Meningkatkan usaha-usaha advokasi terhadap kekerasan terhadap anak dan
perempuan serta human trafficking yang merusak kehidupan keluarga dan masa depan
bangsa.
2. Meningkatakan usaha dan kerjasama dengan berbagai pihak dalam mencegah dan
mengadvokasi kejahatan human trafficking (penjualan manusia) yang pada umunya
menimpa anak-anak dan perempuan.
3. Meningkatakan usaha dan kerjasama dengan berbagai pihak dalam melakukan
perlindungan terhadap tenaga kerja perempuan dan anak-anak dari berbagai bentuk
eksploitasi dan pelanggaran hak asasi manusia.
4. Menyusun dan menyebarluaskan pandangan Islam yang berpihak pada keadilan
gender disertai tuntunan-tuntunan produk Majelis Tarjih dan sosialisasinya yang
bersifat luas dan praktis.
5. Mengembangkan model advokasi berbasis dakwah dalam menghadapi berbagai
bentuk eksploitasi terhadap perempuan dan anak di ruang publik yang tidak kondusif
seperti di penjara, pabrik, dan di tempat-tempat yang dipandang rawan lainnya.
6. Mengembangkan pendidikan informal dan non formal selain pendidikan formal yang
berbasis pada pendidikan anti kekerasan dan pendidikan perdamaian yang pro-
perlindungan terhadap perempuan dan anak-anak.
Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Linda Amalia Sari
Gumelar menyatakan dengan tegas bahwa ‘Aisyiyah telah membantu percepatan kesetaraan,
persamaan dan keadilan gender terutama dan langsung dirasakan melalui Lembaga
Pendidikan dan Kesehatan yang dikelola ‘Aisyiyah. Hal ini disampaikan pada acara Rapat
Kerja Nasional Pimpinan Pusat ‘Aisyiyah, di Wisma Makara UI Depok, 3 Juni 2011.