Pemahaman yang benar terhadap Islam dan aspek yang ada padanya
terkadang salah dipahami orang. Pada mula penyebarannya agama ini dipandang
sebagai sesuatu yang aneh, radikal, dan tampak terbelakang sekali. Maka dalam
memberikan pemahaman ini terhadap orang lain diperlukan dua buah proses yang
sangat penting yaitu:
1. Warisan umat Islam yang berharga tidak dipergunakan dengan sebaik- baiknya.
Pendapat ini beralasan sekali kalau bercermin kepada pecahnya umat Islam
untuk mempertahankan keyakinannya yang terkadang hanya untuk membela
kepentingannya belaka. Khawarij, Murji’ah, Mu’ta-zilah, Syi’ah, dan ASWAJA adalah
bukti sejarah kalau memang telah terjadi kemerosotan-kemerosotan dalam kalangan
Muslim. Pembahasan yang mereka kedepankan pun tidak hanya mengenai ekonomi,
sosial, dan politik saja tetapi juga menyangkut masalah-masalah pokok yang
mengacaukan pemikiran dunia Islam saat itu. Goncangan berat yang terjadi akhirnya
membawa ummat Islam pada masa suram yang tak berkesudahan. Apalagi masa suram
ini dihiasi denga pendapat yang sangat merugikan dunia Islam “tertutupnya pintu
ijtihad”.
Pada akhirnya umat Islam kehilangan arah, sumber, dan panutan, kemana
mereka harus melangkah, kemana tujuan akhirnya, dan siapa yang menjadi tempat
bertanya atas tindakan- tindakan yang akan mereka lakukan. Akibatnya terjadilah
penjiplakan secara buta terhadap setiap sesuatu yang mereka anggap baru dan
menguntungkan. Ketidaktahuan ini pun menyebabkan mereka miskin kreasi dan
selalu tertinggal atas bangsa-bangsa lainnya. Atau bahkan terkadang umat Islam
menjadi bulan-bulanan kelompok lain dengan kejahatan ekonomi, sosial, dan politik.
Inipun tidak hanya pada aspek-aspek ini saja, tetapi juga pada pendangkalan akidah
umat Islam. Kemurnian tauhid semakin terancam keberadaannya.
Islam hanya dijadikan sebuah agama mistis yang hanya berfungsi sebagai
tempat mereka menenangkan diri belaka. Islam tidak lagi dipandang sebagai sistem
sosial yang mampu menawarkan berbagai perpecahan masalah kemasyarakatan,
atau sebagai sistem politik, yang berfungsi untuk menentukan arah kebijakan
pemerintah. Gencarnya gerakan kapitalis dan liberalis dan disokong oleh kalangan
Kristen, menjadikan Ummat Islam semakin jauh dari ajaran Islam dan berakhir dengan
ketidakberdayaan atas apa yang akan mereka perbuat. Maka lahirlah dari kalangan
tersebut orang yang mencoba meluruskan dan melakukan perubahan kondisi yang
ada. Namun dalam perjalanannya pula terkadang terjadi kesalahan- kesalahan yang
sangat fatal.
Para guru, pemimpin spiritual, dan tokoh-tokoh tersebut dikultuskan oleh para
penganutnya sebagai orang yang mampu melepaskan penderitaan batin manusia
dan sarana mencapai kebahagiaan saja. Ini adalah gejala awal pencaharian yang
salah karena memang kalangan Muslim saat itu ada pada kondisi tertekan oleh
gerakan-gerakan penindasan dari kalangan non Islam, ditambah lagi dengan
kemerosotan kemerdekaan berpikir yang menyebabkan penjiplakan Muslimin pada
budaya Eropa secara besar-besaran.
Usaha pada kalangan awam hanya pada tingkat pelepasan diri dari kondisi
yang menekan saja. Mereka tidak tergugah untuk mencoba kembali pada ajaran
Islam yang sesungguhnya. Mereka sangat terpengaruh sekali oleh slogan “ dunia
adalah penjara orang- orang mukmin dan surga orang-orang kafir, dan orang yang
mencari kehidupan dunia adalah ibarat seekor anjing”.
Demikianlah kondisi yang terjadi saat itu. Mereka tidak mampu lagi
menggunakan Al-Quran sebagai sumber kehidupan, dan akal sebagai sarana
menjawab tantangan zaman. Sehingga pada akhirnya TBC (Takhayul, Bid’ah, dan
Churafat ) menjangkit setiap jiwa Muslim. Akhlak masyarakat menjadi rusak dan
pondasi akidah pun akhirnya rapuh. Kebenaran dan kebathilan saat itu bercampur
aduk antara amalan agama Islam, kebudayaan yang salah dan agama lain. Ini
disebabkan umat Islam hidup dalam fanatisme yang sempit. Umat Islam saat itu
masih diwarnai oleh formalisme, ta’asub, dan sektarianisme. Inilah beberapa sebab
yang mendorong banyak kalangan pada generasi-generasi berikutnya melakukan
perubahan dalam wacana ajaran Islam.
Ketika kondisi mansyarakat yang rapuh dan terjebak dalam kondisi yang serba
lemah tersebut, lahirlah sebuah angin pembaharuan yang memberi perubahan besar
dalam tubuh Islam hingga akhir sekarang ini.
Muhammad bin Abdul wahab (115 H/1703-1972M) menggemakan suara
pembaharuannya di daerah Najad, sebuah negeri yang masih murni dalam
menjalankan syariat agama Islam. Melihat kondisi umat Islam yang ada pada waktu
itu mendesak dirinya untuk berusaha mengeluarkan mereka dari nuansa yang serba
gelap tanpa petunjuk. Muslim saat itu terkena penyakit yang sangat parah dan harus
segera diobati sebelum ajal menimpa mereka. Maka dengan semangat juang
Islamnya ia pun menggerakan semua pemuda untuk memperbaiki dan
membangkitkan kembali kemegahan dan kebesaran Umat Islam seperti masa-masa
silam, membersihkan tauhid dari penyakit TBC, dan meluruskan amalan-amalan yang
tidak bersumber dari Nabi Muhammad SAW dan Al-Quran.
Dalam melakukan aksinya, Abdul Wahab memang terlalu keras dan tidak
pandang bulu. Ajakan amar ma’ruf nahi munkar yang ia lakukan pada kalangan lain
seperti yang pernah terjadi pada kalangan Mu’tazilah. Pada awal dakwahnya gerakan
pembaharuan ini banyak mengalami hambatan dari pihak lain. Sebab sebagaimana
telah dibahas di atas, umat Islam memang telah ada dalam kondisi yang
memprihatinkan sekali. Bashrah yang menjadi sasaran dakwahnya menjadikan
dirinya semakin kuat untuk menyampaikan ajaran Islam yang sebenarnya. Mereka
yang ada pada negeri tersebut tersinggung dengan berbagai kebudayaan yang Abdul
Wahab anggap salah dan sesat serta telah keluar dari ajaran Islam. Kemarahan
tersebut membuat mereka mengusirnya dari daerah tersebut.
Dalam kondisi pemikiran yang belum sempurna atas pemahaman Islam yang
ia sampaikan terhadap mereka, marahlah masyarakat dan mengancam Abdul Wahab
untuk mempertanggungjawabkan semuanya. Melihat kondisi yang tak
menguntungkan ini akhirnya ia pun mengungsi ke Dahriah dan meminta perlindungan
pada Muhammad bin Su’ud yang pada waktu itu menjabat sebagai Gubernur.
Mengetahui bagusnya niat Abdul Wahab dalam melakukan dakwah maka ia
menyampaikan dukungannya untuk menyebarkan pembaharuan itu di negeri yang ia
pimpin. Tidak hanya itu ia pun menberikan wewenang penuh untuk megadakan
perubahan secara total.
Maka dari situlah semua ajarannya diterapkan dan menjadi aliran resmi pada
kekuasan Su’ud. Penerapan hukum secara konsekwen dan murni diberlakukan
sehingga walaupun pemerintahan ini keras namun keadilan dan kebijaksanaan dapat
diterapkan di negeri ini. Ketentraman, kedamaian, dan keamanan pada akhirnya dapat
dicapai dengan baik. Kejahatan tindak pidana hampir tak terdapat dalam negeri ini. Di
sini pula seluruh kekuatan yang ada di sekitar Hijaz yang masih mempercayai
Tahayul, Bidah, Khurafat mulai diruntuhkan. Dan bagi mereka yang
mencampuradukan antara yang hak dan yang batil akan diperangi. Demikianlah
Abdul Wahab menyebarkan benih-benih pembaharuan yang ada dalam ajaran Islam.
Mereka yang datang memandang bahwa kedatangan Abdul Wahab memang untuk
memperbaiki kepincangan-kepincangan sosial dan menghapuskan segala perbuatan
yang menjerumuskan pada kemusyrikan.
C. Aspek-aspek Pembaharuan
Dan dalam menerapkan ajaran Islam, umat perlu selektif dalam menerapkan
ajaran- ajarannya. Artinya, Abduh menyerukan agar umat Islam kembali dan
berpegang kepada Al- Qur’an yang sudah pasti menggambarkan semua syariat Allah
atas kehidupan manusia. Sebab Al-Quran secara gamblang menerangkan siklus
kemunduran, kehancuran, kejayaan, dan kebinasaan suatu bangsa.
Dengan gambaran yang ada tersebut maka umat Islam diharapkan mampu
melihat keadaan dan kejadian yang telah silam sebagai cerminan yang akan ia
lakukan dikemudian hari. Di samping itu umat Islam juga berpegang teguh pada ajaran
Nabi yang telah Beliau sampaikan kepada umatnya. Maka disinilah tugas para
pembaharu untuk selalu mengedepankan pembaharuannya dan memotivasi umat
agar bangkit dari keterpurukannya yang sudah begitu lama.
Ini perlu sekali diperhatikan oleh mereka sebab hingga saat ini kaum Muslim di
berbagai dunia telah kehilangan kemerdekaan dan kemampuan untuk menentukan
atau merancang nasib mereka sendiri. Oleh karena itu perlu sekali ditekanan kepada
Al-Mujadid untuk berani tampil di pentas dunia dan membangun dengan gagasan-
gagasan Qurani-nya sebagai sebuah sumbangan nyata terhadap peradaban Islam
yang besar. Maka dari situlah Ummat Islam akan mampu kembali bangkit dan meraih
posisi unggul yang pernah dicapai oleh generasi- generasi sebelumnya pada masa
Rasulullah dan para sahabatnya.
Ada beberapa aspek khusus yang perlu diperhatikan oleh setiap mujadid dalam
usaha seruan pembaharuannya, Al-Maududi menerangkan aspek-aspek tersebut
sebagai berikut:
3. Mujadid mampu melakukan penafsiran yang teliti atas segala fenomena yang
terjadi dalam masyarakat.
Ini pun sebagai tuntutan agama Islam yang selalu menghadapi benturan dari
masyarakat lain terutama Eropa dan masyarakat Kristiani. Agama Kristen dan budaya
Eropa adalah ancaman yang yang sangat serius bagi kehidupan Muslim saat ini.
Maka seorang Mujadid yang bernama Abduh berusaha mengimbangi serangan
mereka dengan memberikan petujuk kembali pada ajaran Islam dan prinsip-
prinsipnya yang komprehensip.
D. Prinsip-prinsip Islam
7. Menciptakan solideritas Muslim yang kuat antar negara Muslim yang satu
dengan negeri lainnya di belahan dunia yang berlandaskan cinta dan kasih
sayang.
Adapun secara rinci dapat dilihat bahwa jatuh bangunnya muslim tampak
pada pembagian masa tersebut baik jaya atau pun tumbangnya dengan
periodisasi tersebut dibawah ini:
Setelah umat Islam mengalami kejayaan yang luar biasa, mereka lupa
untuk terus menata diri agar Islam mampu memberikan eksistensinya pada
kalangan luas. Kelupaan yang mendasar demikianlah yang membawa umat
Islam terjerembab dalam jurang kebodohan dan kegelapan peradaban.
Ditambah lagi dengan pengaruh asing terutama kalangan Kristiani dan Yahudi
untuk menekan semua kegiatan muslim dalam bergerak dan berdakwah
sebagai ciri agama ini semakin menjadikan muslim semakin terkubur dalam
liang yang sangat gelap dan dalam. Kalau pada masa Nabi mereka adalah
umat yang berbudaya tinggi, dengan etos kerja yang sangat luar biasa dan
kretivitas yang tiada taranya maka pada abad ini mereka adalah penonton-
penonton yang hanya bisa mengekor dan menjadi korban kebudayaan.
Hampir sekitar empat abad lebih mereka ada pada masa kegelapan ilmu
dan peradaban. Penjajahan umat lain terhadap umat Islam menambah mereka
akhirnya semakin sulit untuk keluar dari nilai-nilai spirit of Islam. Selama kurun
waktu itu pula kaum Muslim benar-benar tidak memiliki ruh jihad lagi untuk
keluar dari kondisi seperti itu. Mereka hanya menunggu nasib dan
kehancurannya tanpa ada usaha untuk keluar dari belenggu kebodohan. Dan
kemunduran itu tidak hanya pada bidang pengetahuan saja, melainkan pula
merebak pada hampir seluruh bidang sampai bentuk sosial, budaya, politik
bahkan akidah. Pada masa ini pula nilai-nilai Islam mulai pudar, dan sebagai
penggantinya kemusyrikan merajalela ke seluruh segi kehidupan.
Dari periodisasi yang telah disebutkan diatas maka tampaklah bahwa kini
umat Islam mulai melakukan suatu siasat untuk kembali pada masa keemasan
yang telah diraih sebelumnya. Pembaharuan-pembaharuan yang
dikumandangkan adalah bukti bahwa memang telah lahir benih-benih untuk
kembali pada masa keemasan yang telah direbut bangsa Eropa. Islam dengan
segala bentuk sistemnya mulai menampakkan kekuatan dan keunggulannya
dalam menjawab segala aspek kehidupan sosial yang ada.
Apalagi setelah meletus perang dunia I dan II posisi Eropa semakin terjepit
untuk terus menghujamkan kuku penjajahannya di seluruh dunia Muslim.
Persengketaan dan perpecahan yang terjadi dalam kalangan mereka sendiri
makin membuat Muslim leluasa mencapai apa yang dinamakan kemerdekaan.
Pembebasan secara serentak dan menyeluruh membawa hasil yang gemilang
dan terbebas dari cengkraman bangsa Eropa. Negara Muslim yang
memproklamirkan diri sebagai bangsa yang bebas antra lain:
6. Libya (1952)
7. Sudan (1955)
8. Maroko (1956)
1. Kesadaran berideologi
2. Kesadaran Berpolitik
Atas kritikan yang tajam itulah maka umat Islam bahu membahu
membenahi kekuragannya untuk merangkul seluruh kalangan
sebagai usaha menuju bentuk masyarakat yang berkeadilan dan
berkemanusiaan. Maka pada tahun 1945 berdirilah sebuah organisasi
kenegaraan pertama yang terdiri dari bangsa Arab sebagai usaha
menggalang solidaritas Muslim internasional dan usaha
mengembangkan kebudayan serta peradaban Islam yaitu:
a. Al-jazair
b. Bahrain
c. Mesir
d. Iraq
e. Yordania
f. Aman
g. Kuwait
h. Libanon
i. Lybia
j. Mauritania
k. Maroko
l. Qatar
m. Saudi Arabia
n. Somalia
o. Sudan
p. Syiria
q. Tunisia
r. Serikat Emirat Arab
s. Repulblik Yaman
a. Aspek Akidah
b. Aspek Ibadah
Aspek ibadah yang mempunyai pengertian umum yang
mencakup seluruh prilaku manusia yang dilakukan semata-mata
untuk mencapai ridha Tuhan dan pengertian khusus yang
diwujudkan dalam bentuk amalan-amalan yang secara langsung
menyangkut ketaatan kepada Allah SWT. Misalnya, shalat,
puasa, dan zakat.
c. Aspek Hukum
d. Aspek Tasawuf
e. Aspek filsafat
f. Aspek Politik
1) Rabbani
2) Akhlaqiyah
3) Waqi’iy
4) Insaniyah
5) Tasanuq
6) Syumul
Rabani (Ketuhanan)
Akhlaqiyyah (Moralitas)
Waqi’iy ( Realitas )
Insaniyyah ( Manusiawi )
Tanaasuq ( Keteraturan)
Syumul (Universal)