Anda di halaman 1dari 32

Pemurnian Dan Pembaharuan Di Dunia Islam

A. Sebab-sebab Pemurnian dan Pembaharuan

Pemahaman yang benar terhadap Islam dan aspek yang ada padanya
terkadang salah dipahami orang. Pada mula penyebarannya agama ini dipandang
sebagai sesuatu yang aneh, radikal, dan tampak terbelakang sekali. Maka dalam
memberikan pemahaman ini terhadap orang lain diperlukan dua buah proses yang
sangat penting yaitu:

1. Memberikan informasi tentang pokok-pokok ajaran Islam yang universal sehingga


tidak ada anggapan atas bentuk persoalan keIslaman yang hanya dikuasai oleh
segelintir manusia saja (mono Islam)

2. Menunjukkan universalitas gerakan-gerakan Muslim dan berbagai kebijakan yang


lahir didalamnya seperti perbedaan pemikiran tentang wacana sosial, ekonomi,
politik, dan penetapan hukum yang berbeda yang bertentangan antara aliran yang
satu dengan aliran yang lain.

Maka dalam perjalanan sejarah peradaban Islam, banyak sekali ditemukan


kelemahan-kelemahan dalam berbagai bidang. Sejak abad 11 Masehi mulailah Islam
dan semua gerakannya mengalami kemunduran. Muhammad Abduh menggambarkan
kemerosotan tersebut terjadi karena beberapa hal :

1. Warisan umat Islam yang berharga tidak dipergunakan dengan sebaik- baiknya.

2. Perpecahan umat Islam menjadi bangsa-bangsa kecil yang beragam sekte,


keyakinan, dan saling bertikai demi kesetiaan pada pemimpinnya.

3. Cobaan dari Allah, sebagai hukuman atas ketidaktaatan mereka.

4. Kebodohan umat Islam dan kesalahan dalam memahami hakekat iman.


5. Adanya anggapan tentang tertutupnya pintu ijtihad.

6. Kesalahan pemimpin dalam mengambil arah kebijakan.

Pendapat ini beralasan sekali kalau bercermin kepada pecahnya umat Islam
untuk mempertahankan keyakinannya yang terkadang hanya untuk membela
kepentingannya belaka. Khawarij, Murji’ah, Mu’ta-zilah, Syi’ah, dan ASWAJA adalah
bukti sejarah kalau memang telah terjadi kemerosotan-kemerosotan dalam kalangan
Muslim. Pembahasan yang mereka kedepankan pun tidak hanya mengenai ekonomi,
sosial, dan politik saja tetapi juga menyangkut masalah-masalah pokok yang
mengacaukan pemikiran dunia Islam saat itu. Goncangan berat yang terjadi akhirnya
membawa ummat Islam pada masa suram yang tak berkesudahan. Apalagi masa suram
ini dihiasi denga pendapat yang sangat merugikan dunia Islam “tertutupnya pintu
ijtihad”.

Pada akhirnya umat Islam kehilangan arah, sumber, dan panutan, kemana
mereka harus melangkah, kemana tujuan akhirnya, dan siapa yang menjadi tempat
bertanya atas tindakan- tindakan yang akan mereka lakukan. Akibatnya terjadilah
penjiplakan secara buta terhadap setiap sesuatu yang mereka anggap baru dan
menguntungkan. Ketidaktahuan ini pun menyebabkan mereka miskin kreasi dan
selalu tertinggal atas bangsa-bangsa lainnya. Atau bahkan terkadang umat Islam
menjadi bulan-bulanan kelompok lain dengan kejahatan ekonomi, sosial, dan politik.
Inipun tidak hanya pada aspek-aspek ini saja, tetapi juga pada pendangkalan akidah
umat Islam. Kemurnian tauhid semakin terancam keberadaannya.

Islam hanya dijadikan sebuah agama mistis yang hanya berfungsi sebagai
tempat mereka menenangkan diri belaka. Islam tidak lagi dipandang sebagai sistem
sosial yang mampu menawarkan berbagai perpecahan masalah kemasyarakatan,
atau sebagai sistem politik, yang berfungsi untuk menentukan arah kebijakan
pemerintah. Gencarnya gerakan kapitalis dan liberalis dan disokong oleh kalangan
Kristen, menjadikan Ummat Islam semakin jauh dari ajaran Islam dan berakhir dengan
ketidakberdayaan atas apa yang akan mereka perbuat. Maka lahirlah dari kalangan
tersebut orang yang mencoba meluruskan dan melakukan perubahan kondisi yang
ada. Namun dalam perjalanannya pula terkadang terjadi kesalahan- kesalahan yang
sangat fatal.

Para guru, pemimpin spiritual, dan tokoh-tokoh tersebut dikultuskan oleh para
penganutnya sebagai orang yang mampu melepaskan penderitaan batin manusia
dan sarana mencapai kebahagiaan saja. Ini adalah gejala awal pencaharian yang
salah karena memang kalangan Muslim saat itu ada pada kondisi tertekan oleh
gerakan-gerakan penindasan dari kalangan non Islam, ditambah lagi dengan
kemerosotan kemerdekaan berpikir yang menyebabkan penjiplakan Muslimin pada
budaya Eropa secara besar-besaran.

Usaha pada kalangan awam hanya pada tingkat pelepasan diri dari kondisi
yang menekan saja. Mereka tidak tergugah untuk mencoba kembali pada ajaran
Islam yang sesungguhnya. Mereka sangat terpengaruh sekali oleh slogan “ dunia
adalah penjara orang- orang mukmin dan surga orang-orang kafir, dan orang yang
mencari kehidupan dunia adalah ibarat seekor anjing”.

Demikianlah kondisi yang terjadi saat itu. Mereka tidak mampu lagi
menggunakan Al-Quran sebagai sumber kehidupan, dan akal sebagai sarana
menjawab tantangan zaman. Sehingga pada akhirnya TBC (Takhayul, Bid’ah, dan
Churafat ) menjangkit setiap jiwa Muslim. Akhlak masyarakat menjadi rusak dan
pondasi akidah pun akhirnya rapuh. Kebenaran dan kebathilan saat itu bercampur
aduk antara amalan agama Islam, kebudayaan yang salah dan agama lain. Ini
disebabkan umat Islam hidup dalam fanatisme yang sempit. Umat Islam saat itu
masih diwarnai oleh formalisme, ta’asub, dan sektarianisme. Inilah beberapa sebab
yang mendorong banyak kalangan pada generasi-generasi berikutnya melakukan
perubahan dalam wacana ajaran Islam.

B. Benih-benih Pemurnian dan Pembaharuan

Ketika kondisi mansyarakat yang rapuh dan terjebak dalam kondisi yang serba
lemah tersebut, lahirlah sebuah angin pembaharuan yang memberi perubahan besar
dalam tubuh Islam hingga akhir sekarang ini.
Muhammad bin Abdul wahab (115 H/1703-1972M) menggemakan suara
pembaharuannya di daerah Najad, sebuah negeri yang masih murni dalam
menjalankan syariat agama Islam. Melihat kondisi umat Islam yang ada pada waktu
itu mendesak dirinya untuk berusaha mengeluarkan mereka dari nuansa yang serba
gelap tanpa petunjuk. Muslim saat itu terkena penyakit yang sangat parah dan harus
segera diobati sebelum ajal menimpa mereka. Maka dengan semangat juang
Islamnya ia pun menggerakan semua pemuda untuk memperbaiki dan
membangkitkan kembali kemegahan dan kebesaran Umat Islam seperti masa-masa
silam, membersihkan tauhid dari penyakit TBC, dan meluruskan amalan-amalan yang
tidak bersumber dari Nabi Muhammad SAW dan Al-Quran.

Dalam melakukan aksinya, Abdul Wahab memang terlalu keras dan tidak
pandang bulu. Ajakan amar ma’ruf nahi munkar yang ia lakukan pada kalangan lain
seperti yang pernah terjadi pada kalangan Mu’tazilah. Pada awal dakwahnya gerakan
pembaharuan ini banyak mengalami hambatan dari pihak lain. Sebab sebagaimana
telah dibahas di atas, umat Islam memang telah ada dalam kondisi yang
memprihatinkan sekali. Bashrah yang menjadi sasaran dakwahnya menjadikan
dirinya semakin kuat untuk menyampaikan ajaran Islam yang sebenarnya. Mereka
yang ada pada negeri tersebut tersinggung dengan berbagai kebudayaan yang Abdul
Wahab anggap salah dan sesat serta telah keluar dari ajaran Islam. Kemarahan
tersebut membuat mereka mengusirnya dari daerah tersebut.

Namun Abdul Wahab tetap bertahan dengan kebenaran yang ia sampaikan


pada mereka, maka pengusiran pada dirinya pun tak dapat dihindari lagi. Mereka
mengancam kepada Abdul Wahab untuk membunuhnya. Maka demi menyelamatkan
perjuangannya yang belum selesai ia pun mengalah dan menyingkir pergi ke Al-Zabir
untuk meminta suaka padanya sekaligus dukungan dalam gerakan pemurnian yang
akan ia sampaikan, permintaannya ternyata tak sia-sia. Dengan sepenuh hati Al-Zabir
memberikan dukungannya. Dukungan moral tersebut yang ia sampaikan kepadanya
untuk sama-sama kembali pada Al-Quran dan Al-Hadis membuat Abdul Wahab
kembali berkobar semangatnya untuk terus menyampaikan gagasannya. Ditambah
lagi dukungan penuh pengeran Umar bin Muamar padanya semakin menambah
wibawa dirinya di mata masyarakat saat itu.
Penghancuran tempat-tempat yang membawa kepada penyakit akidah dan
bentuk sarana fisik pun mulai ia lancarkan dengan tanpa pandang bulu lagi. Pohon
yang dianggap keramat, kuburan yang dianggap suci, dan semua benda yang
dianggap memiliki tuah dan keramat ia hancurkan. Dan gerakan itu banyak sekali
mendapat rintangan dari para masyarakat yang masih percaya pada tahayul, bid’ah
dan khurafat. Namun perjuangannya yang tak mengenal lelah mulai menampakkan
hasilnya. sedikit demi sedikit umat Islam menyadari rapuhnya akidah yang mereka
pegang saat itu. Maka berangsur-angsur mereka pun kembali kepada pada ajaran
Islam dan berusaha memahami kebenaran Islam secara baik. Namun belum pulih
mereka dalam memahami ajaran Islam, dan tunduk pada apa yang Abdul Wahab
sampaikan terjadilah kehebohan yang luar biasa dengan dirajamnya seorang wanita
yang melakukan perzinahan oleh Abdul Wahab.

Dalam kondisi pemikiran yang belum sempurna atas pemahaman Islam yang
ia sampaikan terhadap mereka, marahlah masyarakat dan mengancam Abdul Wahab
untuk mempertanggungjawabkan semuanya. Melihat kondisi yang tak
menguntungkan ini akhirnya ia pun mengungsi ke Dahriah dan meminta perlindungan
pada Muhammad bin Su’ud yang pada waktu itu menjabat sebagai Gubernur.
Mengetahui bagusnya niat Abdul Wahab dalam melakukan dakwah maka ia
menyampaikan dukungannya untuk menyebarkan pembaharuan itu di negeri yang ia
pimpin. Tidak hanya itu ia pun menberikan wewenang penuh untuk megadakan
perubahan secara total.

Di sinilah pengaruh Abdul Wahab mulai diterima orang. Kerjasama antara


Abdul Wahab dan keluarga Su’ud pada saat itu mulai menampakan hasilnya. Banyak
pemuda dan masyarakat yang datang untuk belajar kepadanya. Usaha ini semakin
luas setelah Najad dan Hijaz disatukan oleh Abdul Wahab. Setelah pengaruhnya kuat
di Najad ia pun pergi ke Hijaz dan melakukan pemurnian- pemurnian di Mekkah yang
pada saat itu pun terancuni akidah dan syariahnya. Di bawah pimpinannya ia
melakukan pemberangusan besar-besaran dan membuahkan hasil dengan jatuhnya
Hijaz yang ada pada kepemimpinan Syarif Hussain.

Maka dari situlah semua ajarannya diterapkan dan menjadi aliran resmi pada
kekuasan Su’ud. Penerapan hukum secara konsekwen dan murni diberlakukan
sehingga walaupun pemerintahan ini keras namun keadilan dan kebijaksanaan dapat
diterapkan di negeri ini. Ketentraman, kedamaian, dan keamanan pada akhirnya dapat
dicapai dengan baik. Kejahatan tindak pidana hampir tak terdapat dalam negeri ini. Di
sini pula seluruh kekuatan yang ada di sekitar Hijaz yang masih mempercayai
Tahayul, Bidah, Khurafat mulai diruntuhkan. Dan bagi mereka yang
mencampuradukan antara yang hak dan yang batil akan diperangi. Demikianlah
Abdul Wahab menyebarkan benih-benih pembaharuan yang ada dalam ajaran Islam.
Mereka yang datang memandang bahwa kedatangan Abdul Wahab memang untuk
memperbaiki kepincangan-kepincangan sosial dan menghapuskan segala perbuatan
yang menjerumuskan pada kemusyrikan.

C. Aspek-aspek Pembaharuan

Setelah kedatangan Abdul Wahab yang menghembuskan angin pembaharuan,


maka mulailah lahir para tokoh pembaharuan lainnya yang gencar melakukan
pembaharuan pula. Dalam menyampaikan angin ini mereka tidak hanya membawa
aspek teologi saja melainkan pula hampir menyentuh ke segala bidang yang ada.
Sebab memang pembenahan ini perlu dilakukan seluruhnya akibat rapuhnya
kalangan Muslim dalam untuk menentukan masa depannya.

Abduh berpendapat bahwa untuk memulai pembaharuan dalam kalangan umat


Islam, harus mengembalikan pada pokok-pokok keimanan yang dipandang sebagai
Islam yang sebenarnya. Abduh juga mengumandangkan agar tidak mengimitasi buta
segala bentuk kebudayaan Eropa yang telah mewabah ke segala sektor.

Dan dalam menerapkan ajaran Islam, umat perlu selektif dalam menerapkan
ajaran- ajarannya. Artinya, Abduh menyerukan agar umat Islam kembali dan
berpegang kepada Al- Qur’an yang sudah pasti menggambarkan semua syariat Allah
atas kehidupan manusia. Sebab Al-Quran secara gamblang menerangkan siklus
kemunduran, kehancuran, kejayaan, dan kebinasaan suatu bangsa.

Dengan gambaran yang ada tersebut maka umat Islam diharapkan mampu
melihat keadaan dan kejadian yang telah silam sebagai cerminan yang akan ia
lakukan dikemudian hari. Di samping itu umat Islam juga berpegang teguh pada ajaran
Nabi yang telah Beliau sampaikan kepada umatnya. Maka disinilah tugas para
pembaharu untuk selalu mengedepankan pembaharuannya dan memotivasi umat
agar bangkit dari keterpurukannya yang sudah begitu lama.

Ini perlu sekali diperhatikan oleh mereka sebab hingga saat ini kaum Muslim di
berbagai dunia telah kehilangan kemerdekaan dan kemampuan untuk menentukan
atau merancang nasib mereka sendiri. Oleh karena itu perlu sekali ditekanan kepada
Al-Mujadid untuk berani tampil di pentas dunia dan membangun dengan gagasan-
gagasan Qurani-nya sebagai sebuah sumbangan nyata terhadap peradaban Islam
yang besar. Maka dari situlah Ummat Islam akan mampu kembali bangkit dan meraih
posisi unggul yang pernah dicapai oleh generasi- generasi sebelumnya pada masa
Rasulullah dan para sahabatnya.

Ada beberapa aspek khusus yang perlu diperhatikan oleh setiap mujadid dalam
usaha seruan pembaharuannya, Al-Maududi menerangkan aspek-aspek tersebut
sebagai berikut:

1. Setiap Mujadid harus selalu melakukan pengamatan-pengamatan atas kekeliruan


yang ada dan memperbaiki dengan cepat setiap macam penyimpangan-
penyimpangan yang dilakukan kaum Muslimin.

2. Seorang Mujadid harus mampu merencanakan dan merumuskan program yang


tepat untuk kebangkitan peradaban Islam

3. Mujadid mampu melakukan penafsiran yang teliti atas segala fenomena yang
terjadi dalam masyarakat.

4. Berusaha membangkitkan revolusi intelektual Muslim. Sebab corak kemajuan


dunia diilhami dengan buah pikiran kaum cendikiawan.
5. Memberikan bentuk ide praktis pembaharuan yang dapat dipahami oleh
masyarakat luas.

6. Selalu melakukan ijtihad yang menyeluruh yang berlandaskan ajaran-ajaran


agama, pada bidang hukum, kebudayaan, dan perubahan sosial yang terjadi.

7. Mampu membela dan mempertahankan Islam dari permasalahan kebudayan dan


ancaman berbagai pihak yang ingin menghancurkan eksistensi agama Islam.

8. Menyuburkan kembali pola-pola hidup Islami pada seluruh aspek kehidupan.


Sebab sistem yang dipakai Islam terbukti telah mampu menjawab semua
tantangan dari masa ke masa.

9. Mujadid mampu menciptakan perubahan secara mendunia. Seorang pembaharu


tidak boleh lekas puas dengan keberhasilan hanya terbatas pada daerahnya saja,
sebab keberhasilan pembaharuan belumlah selesai sebelum seluruh pelosok
negeri merasakan pembaharuan tersebut. Sebab pembaharauan Islam pada
hakekatnya adalah rahmatan lil amain yang mampu memberikan kesejahteraan
pada seluruh jagad raya.

Adapun dalam pelaksaaannya ada bebarapa target yang harus diperhatikan


oleh Mujadid Muslim agar dapat menjadi acuannya dalam keberhasilan pembaharuan
tersebut. Bidang itu antara lain:

1. Kehidupan beragama, meliputi:

a. Penyuburan akidah umat Islam secara berkesinambungan

b. Menegakan tasamuh (toleransi) agama Islam yang tinggi

c. Menyelaraskan Akidah dan kemasyarakatan

d. Menjadikan agama sebagai usaha memperbaiki diri

e. Memberikan kebebasan pada semua orang kebebasan berakidah

2. Akhlak, mencakup di dalamnya:


a. Pembentukan masyarakat yang Humanis

b. Tata sosial masyarakat yang Islami (solideritas Muslim)

3. Ilmu pengetahuan dan pengembangan wawasan keIslaman

4. Kebudayaan dan Kesenian

5. Ekonomi, Sosial, Politik.

Berhasilnya gerakan dakwah yang gemilang dalam aliran Wahabiyah adalah


sebagai titik awal untuk terus kembali melakukan pemurnian-pemurnian akidah dan
syariat pada kalangan Muslim di seluruh pelosok negeri muslim. Di samping aspek-
aspek di atas, ada beberapa prinsip yang harus disampaikan kepada kalangan luas
sebagai usaha memberikan informasi yang jelas tentang ajaran Islam. Sebab tidak
mungkin pembaharuan akan berjalan dengan baik kalau seandainya suara
pembaharuan didengungkan kepada setiap Muslim namun tidak dapat dicerna apa
lagi dikenal dengan baik.

Ini pun sebagai tuntutan agama Islam yang selalu menghadapi benturan dari
masyarakat lain terutama Eropa dan masyarakat Kristiani. Agama Kristen dan budaya
Eropa adalah ancaman yang yang sangat serius bagi kehidupan Muslim saat ini.
Maka seorang Mujadid yang bernama Abduh berusaha mengimbangi serangan
mereka dengan memberikan petujuk kembali pada ajaran Islam dan prinsip-
prinsipnya yang komprehensip.

D. Prinsip-prinsip Islam

1. Selalu melandaskan kepada dua sumber yang menunjukan manusia kepada


keyakinan yang benar dan mampu menjawab segala bentuk masalah serta
perubahannya yaitu Al-Qur’an dan Al-Sunah

2. Mempotensikan akal yang sehat dalam memahami wahyu dan menerapkannya di


kehidupan masyarakat.
3. Membuktikan kebenaran Islam dengan keterbukaannya atas berbagai
macam interpretasi agama

4. Segala bentuk kebenaran harus dibuktikan dengan bukti-bukti yang nyata.


Sebab kebenaran tanpa fakta terkadang melunturkan keyakinan masyarakat
atas kebenaran tersebut

5. Islam memerintahkan untuk menumbangkan otoritas agamawan, karena


yang berhak menjadi otoriter adalan Allah Allah SWT atas manusia.

6. Melindungi dakwah dan menghentikan fitnah, perselisihan dan perpecahan.

7. Menciptakan solideritas Muslim yang kuat antar negara Muslim yang satu
dengan negeri lainnya di belahan dunia yang berlandaskan cinta dan kasih
sayang.

E. Kebangkitan Dunia Islam

Secara operasional, kebangkitan Islam tidak lain adalah bahwa Islam-lah


yang akan memimpin manusia sehingga tercapai kondisi rahmah bagi seluruh
alam atau kondisi sejahtera bagi manusia dan lingkungannya. Bagaimana Islam
mampu memimpin manusia? Jawabannya adalah tentu melalui prilaku manusia
yang memiliki kemampuan menggerakan arah kehidupan bermasyarakat itu.
Manusia tersebut dalam proses kepemimpinannya dengan tegas menerapkan
nilai-nilai Ilahiyah yang memang bersumber dari Allah SWT sehingga dinamika
kehidupan sosial menjadi kehidupan yang alami. Oleh sebab itu, kebangkitan
Islam secara lebih operasioanal diartikan sebagai era/masa dimana pemimpin
suatu sistem sosial mengarahkan kehidupan masyarakatnya menuju suasana
yang sesuai dengan tuntutan Allah SWT.

Dalam menentukan kebangkitan Islam ada beberapa periode yang dalam


perjalanan sejarahnya, umat Islam harus mengetahui dengan baik sehingga
menjadi cerminan di masa yang akan datang bahwa mereka (muslim) pernah
mengalami jatuh bangun dalam mempertahankan atau kembali merebut masa
keemasan yang telah terampas oleh kaum penjajah.

Rasulullah yang telah berhasil menjalin begitu bunga rampai gemilang


masa kejayaan Islam, serta para Khalifah Al-Rasyidun dengan para sahabat-
sahabat setelahnya telah menjadikan umat Islam terlena dan hanya
membanggakan cerita-cerita kejayaan tersebut dan lupa untuk terus
mengadakan dan mencapai masa yang gemilang lagi dari para pendahu-lunya.

Akibat pembanggaan buta yang tidak diiringi dengan perbuatan nyata


tampaklah betapa Muslim jatuh bangun dalam mewujudkan cita-cita tersebut.
Maka fenomena tersebut jelas dalam periodisasi kebangkitan dan keruntuhan
perjuangan Islam, serta cita-cita untuk kembali mewujudkan impian revival of
Islam.

Adapun secara rinci dapat dilihat bahwa jatuh bangunnya muslim tampak
pada pembagian masa tersebut baik jaya atau pun tumbangnya dengan
periodisasi tersebut dibawah ini:

Pertama : Abad ke 7-10

Dekatnya mereka dengan pola hidup dan gaya pemerintahan Nabi


Muhamad SAW dan para Khalifah Ar-Rasidun, menjadikan umat Islam pada
periode ini mampu mewujudkan berbagai macam perubahan di segala bidang.
Mereka mencontoh dan melihat dengan jelas sekali bagaimana Nabi dan para
sahabatnya membina ketatanegaraan yang begitu kuat dan rapih dengan
dukungan umat Islam yang sebenar-benarnya. Tata sosial yang rapi, kehidupan
yang humanis pendidikan yang teratur, arsitektur yang megah dengan hiasan
kota di segala sudut yang luar biasa, di tambah masjid yang besar dan megah
membuktikan bahwa memang pada saat itu tidak ada yang menandingi dalam
sejarah peradaban dunia. Ini adalah masa di mana Islam benar-benar telah
menjadi sistem hidup masyarakat dan menjadi landasan hukum ketatanegaraan,
konsekwensi kalangan Muslim dalam menjalankan syariat Islam membuat
mereka mampu bertahan hingga 300 tahun lamanya. Dan inilah contoh ideal
bentuk masyarakat madani yang pernah ada dalam peradaban manusia.
Kebebasan beragama, bekerja, dan menca-pai apa yang diinginkan adalah bukti
nyata sebuah masyarakat yang telah berperadaban tinggi.

Kedua : Abad 10-11

Gerakan kaum salib yang mengadakan perubahan besar-besaran pada


setiap bentuk kebudayaan dan tata sosial masyarakat sangat mempengaruhi
sekali pada pola-pola kehidupan Muslim yang telah ada pada saat itu. Contoh
masyarakat ideal yang pernah digambarkan Nabi saat itu dan periode setelah
beliau membuat umat Islam lupa pada niat kalangan munafik yang ada dalam
tubuh Islam yang hanya sekedar mencari keuntungan dan kemegahan dalam
agama tersebut. Penyalahgunaan sistem, hukum, wewenang, dan pemahaman
secara sepihak semakin menjauhkan kalangan Muslim untuk menemukan
hakekat Islam yang sebenarnya. Dari merekalah terlahir gagasan-gagasan
yang sangat merugikan umat Islam. Mereka menyebarkan isu tertutupnya pintu
ijtihad dan pengaruh bidah, tahayul, serta khurafat hingga pada akhirnya Muslim
terjebak dalam masa kegelapan yang diikuti dengan taklid buta atas
penjiplakan budaya-budaya Eropa yang sesat.

Ketiga : Abad 11-15

Setelah umat Islam mengalami kejayaan yang luar biasa, mereka lupa
untuk terus menata diri agar Islam mampu memberikan eksistensinya pada
kalangan luas. Kelupaan yang mendasar demikianlah yang membawa umat
Islam terjerembab dalam jurang kebodohan dan kegelapan peradaban.
Ditambah lagi dengan pengaruh asing terutama kalangan Kristiani dan Yahudi
untuk menekan semua kegiatan muslim dalam bergerak dan berdakwah
sebagai ciri agama ini semakin menjadikan muslim semakin terkubur dalam
liang yang sangat gelap dan dalam. Kalau pada masa Nabi mereka adalah
umat yang berbudaya tinggi, dengan etos kerja yang sangat luar biasa dan
kretivitas yang tiada taranya maka pada abad ini mereka adalah penonton-
penonton yang hanya bisa mengekor dan menjadi korban kebudayaan.

Hampir sekitar empat abad lebih mereka ada pada masa kegelapan ilmu
dan peradaban. Penjajahan umat lain terhadap umat Islam menambah mereka
akhirnya semakin sulit untuk keluar dari nilai-nilai spirit of Islam. Selama kurun
waktu itu pula kaum Muslim benar-benar tidak memiliki ruh jihad lagi untuk
keluar dari kondisi seperti itu. Mereka hanya menunggu nasib dan
kehancurannya tanpa ada usaha untuk keluar dari belenggu kebodohan. Dan
kemunduran itu tidak hanya pada bidang pengetahuan saja, melainkan pula
merebak pada hampir seluruh bidang sampai bentuk sosial, budaya, politik
bahkan akidah. Pada masa ini pula nilai-nilai Islam mulai pudar, dan sebagai
penggantinya kemusyrikan merajalela ke seluruh segi kehidupan.

Keempat : Abad 15-19

Di saat Islam mulai tenggelam dalam masa kegelapan itulah, Eropa


memanfaatkan pola- pola masyarakat Madani yang pernah ada pada masa
Nabi dan Khalifah serta para sahabat tabiin dengan segala peradabannya
untuk mengadakan perubahan-perubahan dan revolusi secara besar-besaran
di peradaban negeri-negeri Eropa tersebut. Dan usaha mereka berhasil dengan
gemilang sekali. Keberhasilan yang telah dicapai oleh masa awal peradaban
Islam mereka gunakan sebagai pelajaran dan landasan untuk lebih maju lagi.
Tata sosial, ekonomi, kebudayaan, dan wacana keilmuan benar-benar telah
merubah Eropa menjadi bangsa yang besar dan luas sekali pengaruhnya. Atas
dasar itu pulalah mereka melakukan kolonialisme dan imperialisme pada dunia-
dunia Muslim lainnya di semua belahan negeri. Maka semakin terpuruklah
umat Islam pada abad-abad tersebut. Ditambah lagi kemampuan Eropa yang
berhasil mengembangkan kemampuan militer semakin sempurna untuk
mengubur umat Islam pada jurang kehancuran. Serta teknologi yang handal
dengan berhasilnya dibuat mesin- mesin yang mampu mendorong kerja
manusia untuk lebih baik lagi.

Kelima : abad 19 hingga sekarang

Tepat pada akhir-akhir abad 19, ketika penjajahan semakin merajalela,


penjarahan terhadap negeri Islam yang semakin membabi buta, dan
penindasan-penindasan di luar kemanusiaan yang dilakukan oleh bangsa-
bangsa Barat dan eropa melahirkan berbagai kalangan kalangan yang ingin
keluar dari kondisi demikian. Diawali oleh Jamaluddin Al- Afghani, ia merintis
moderenisme Islam dan mengobarkan semangat anti penindasan dan
penjajahan mampu memberikan angin segar pada kalangan Arab dan non Arab
pada saat itu yang ada dalam cengkeraman kaum penjajah. Semangatnya
untuk membebaskan diri dengan semboyan solideritas Muslim internasional
melahirkan berbagai gerakan kemerdekaan di seluruh penjuru dunia. Ia pun
menyeru Muslim untuk bersatu bahu membahu untuk melawan dan
melepaskan diri dari penindasan.

Maka mulailah dari situ muncul dan menjamur ide-ide pembaharuan di


segala pelosok negeri muslim yang terjajah. Mereka yang tercerahkan
pemikiran Al-Afghani terus mengumandangakan ide-idenya. Dari situ pula satu
persatu semua negeri Muslim bangkit dan berhasil dalam melakukan
perlawanan-perlawanan terhadap kalangan kolonialis. Apalagi Abu A‘la Al-
Maududi berhasil merumuskan gagasan-gagasan revival of Islamnya secara
internasional. Semakin memberikan kesempatan pada daerah Muslim yang
terjajah untuk lepas dari kungkungan kekejaman dan kebiadaban mereka.

Dari periodisasi yang telah disebutkan diatas maka tampaklah bahwa kini
umat Islam mulai melakukan suatu siasat untuk kembali pada masa keemasan
yang telah diraih sebelumnya. Pembaharuan-pembaharuan yang
dikumandangkan adalah bukti bahwa memang telah lahir benih-benih untuk
kembali pada masa keemasan yang telah direbut bangsa Eropa. Islam dengan
segala bentuk sistemnya mulai menampakkan kekuatan dan keunggulannya
dalam menjawab segala aspek kehidupan sosial yang ada.

Keuniversalannya dalam menjawab tantangan hidup adalah bukti


bahwasanya memang sistem di luar Islam lemah dan tak mampu bertahan
kalau tidak disokong oleh kekuasaan yang ada.

Alasan ini bukanlah hanya sebagai usaha memberikan harapan kepada


Muslim belaka, tetapi lahir dari musuh-musuh Islam yang secara jujur mengakui
keunggulan Islam bila dibandingkan dengan ideologi lainnya di dunia.

Seorang orientalis barat bernama Lothrop Stoddrad mengatakan


bahwa Islam memiliki tiga sumber yang mampu menghasilkan tenaga yang luar
biasa untuk merubah dunia Islam yaitu pertama: watak bangsa Arab yang tak
mau ditindas, dihina, apalagi dijajah kehormatannya. Kedua, ketertekanan
bangsa Arab dan non Arab yang menciptakan sebuah solideritas internasional
serta tujuan yang sama untuk menentang imperialisme dan kolonialisme.
Ketiga, inti hakekat ajaran Nabi Muhammad yang telah mengakar pada setiap
jiwa kaum Muslim dalam membela dan mempertahanakan ajaran Islam sampai
titik darah penghabisan.

Angin pembaharuan yang dibawakan tokoh-tokoh pembaharuan benar-


benar menghasilkan kekuatan yang luar biasa. Di seluruh benua, Muslim
mengadakan perubahan tersebut dan berusa kembali menemukan identitas
pribadinya yang telah lama tercemar oleh budaya Barat yang kering dan
kosong.

Apalagi setelah meletus perang dunia I dan II posisi Eropa semakin terjepit
untuk terus menghujamkan kuku penjajahannya di seluruh dunia Muslim.
Persengketaan dan perpecahan yang terjadi dalam kalangan mereka sendiri
makin membuat Muslim leluasa mencapai apa yang dinamakan kemerdekaan.
Pembebasan secara serentak dan menyeluruh membawa hasil yang gemilang
dan terbebas dari cengkraman bangsa Eropa. Negara Muslim yang
memproklamirkan diri sebagai bangsa yang bebas antra lain:

1. Indonesia (1945) dari Belanda

2. Iraq (1945) dari Inggris

3. Syiria (1946) dari Perancis

4. Republik India (1947)

5. Republik Pakistan (1947)

6. Libya (1952)

7. Sudan (1955)

8. Maroko (1956)

9. Malaya & Tuniasia (1957)

10. Guinea & Mauritania (1958)

11. Cameroon di Afrika Tengah

12. Chad , Senegal, Dahomey,

13. Pantai Gading, Mali, Teger, Nigeria,

14. Togo, Volta Hulu dan Somalia

15. Al-Zajair (1962)

16. Malaya (1963)

17. Gambia (1965)

18. Bahrun (1971)


19. Serawak (1984)

Kemerdekaan bangsa Muslim itulah yang pada akhirnya menumbuhkan


solidaritas Muslim internasional untuk saling bahu membahu melawan setiap
bentuk imperalisme dan kolonialisme bangsa Eropa. Maka mulailah terbuka
kalangan Muslim untuk menemukan kembali masa yang telah terampas oleh
kalangan penjajah. Ditambah lagi dalam kalangan Muslim mulai tumbuh
beberapa kesadaran yang semakin membawa mereka ke arah perubahan yang
baik. Lahirnya kesadaran di berbagai bidang adalah landasan dari kemajuan
tersebut.

Adapun kesadaran yang lahir pada saat itu antara lain:

1. Kesadaran berideologi

Pembenahan yang dilakukan oleh para pembaharu Islam


adalah seruan untuk kembali pada ajaran Islam yang sesungguhnya.
Seruan ini berupa anjuran untuk menjadikan Islam sebagai way of life
Muslim. Muslim yang selama ini ada dalam kungkungan bangsa
Eropa menyebabkan mereka melakukan imitasi atas segala
kebudayaan yang ada pada bangsa Eropa tersebut. Ditambah lagi
Liberalisme dan Kapitalisme semakin menjauhkan umat Islam dari
syariat-syariat Islam. Berangkat dari sini pula dan solideritas yang
tinggi untuk kembali pada kalimat sama yaitu Pengakuan Terhadap
Allah Yang Esa berhasil menumbuhkan kesadaran dan keyakinan
yang paripurna.

Kesadaran tersebutlah yang ada akhirnya melepaskan manusia


dari kerakusan-kerakusan yang telah ditawarkan oleh bangsa Eropa.
Dan kesadaran itu pulalah yang melahirkan pola-pola hidup yang
Humanis, Dinamis, dan Agamis. Setiap sistem yang Islam didalamnya
maka ia akan memberikan solusi tepat dalam masalah yang sedang
dihadapi. Itu karena Islam sebagai ideologi mampu memberikan
jawaban yang baik terhadap berbagai persoalan yang ada.
Kebangkitan ini pun semakin meluas dan menjadi kuat setelah
ideologi yang ada di dunia seperti Kapitalisme, Liberalisme,
Sosialisme komunis, dan aliran-aliran lainnya mulai pudar dan runtuh
satu persatu.

2. Kesadaran Berpolitik

Politik sebagai kendaraan Muslim untuk mencapai cita-cita


Islam adalah salah satu usaha untuk merealisasikan keinginan
tersebut. Tekanan yang kini terbebas dari kalangan Eropa membuat
kaum Muslimin berani untuk kembali meluruskan apa yang
sebenarnya telah terjadi berupa penyimpangan-pemnyimpangan
dalam tubuh pemerintah. Abduh salah seorang pembaharu Islam
mengatakan bahwa bukan kondisi pemerintah yang kejam saja dan
tak berprikemanusiaan, tetapi juga para pemuka agama yang sudah
masuk dalam tubuh pemerintah. Para pemuka agama tersebut tidak
lagi berani untuk menegur penguasa yang salah dalam menetapkan
kebijakan-kebijakan politik yang diputuskan oleh penguasa.

Di samping itu pula ini adalah kemunduran dalam agama Islam


yang tidak mau terjun ke dalam dunia politik. Anggapan yang salah
tentang itu terlahir karena dalam politik terkadang mencampuradukan
yang hak dan yang bathil. Sebab tak ada teman yang abadi dalam
politik, atau pun lawan yang abadi, tetapi kepentingan abadilah yang
ada di dalamnya. Abduh mengatakan bahwa sangat penting dalam
kehidupan umat adalah persatuan politik dan keadilan. Maka
perpecahan yang terjadi dalam Islam adalah karena hilangnya
kesadaran pemimpin akan cita-cita Islam yang luhur.

Atas kritikan yang tajam itulah maka umat Islam bahu membahu
membenahi kekuragannya untuk merangkul seluruh kalangan
sebagai usaha menuju bentuk masyarakat yang berkeadilan dan
berkemanusiaan. Maka pada tahun 1945 berdirilah sebuah organisasi
kenegaraan pertama yang terdiri dari bangsa Arab sebagai usaha
menggalang solidaritas Muslim internasional dan usaha
mengembangkan kebudayan serta peradaban Islam yaitu:

a. Al-jazair

b. Bahrain

c. Mesir

d. Iraq

e. Yordania

f. Aman

g. Kuwait

h. Libanon

i. Lybia

j. Mauritania

k. Maroko

l. Qatar

m. Saudi Arabia

n. Somalia

o. Sudan

p. Syiria

q. Tunisia
r. Serikat Emirat Arab

s. Repulblik Yaman

t. Republik Demokrasi Rakyat Yaman

Semua negara tersebut bergabung dan membentuk diri


sebagai Liga Arab yang menyokong seluruh negara-negara Islam di
dunia untuk melepaskan diri dari kolonialisme dan imperialime. Di
samping itu Liga ini juga berfungsi untuk memajukan Politik, Budaya,
Ekonomi, Sosial, Militer, Kesehatan, HAM, dan sebagainya terhadap
negeri Islam yang masih terbelakang.

Pada perkembangan selanjutnya mulailah bermunculan


berbagai organisasi di dunia Islam yang semuanya bertujuan untuk
menciptakan kemajuan-kemajuan Islam. Antara lain

a. World Moslem League yang memfokuskan semua aktifitasnya


pada bidang pendidikan sosial dan dakwah. Organisasi ini
didirikan pada tahun 1962.

b. Pada tahun 1970 berdiri pula organisasi penggalangan dana


solideritas Muslim untuk membantu meringankan beban negeri
Muslim yang dilanda krisis. Organisasi ini bernama Islamic
Soliderity Funds.

3. Kesadaran dalam memahami ajaran Islam dan Aspek-aspeknya

Dalam memahami masalah ini umat Islam mampu untuk


membedakan mana sebuah syariat atau kebudayaan. Hingga pada
akhirnya Muslim mampu menjawab segala bentuk dimensi Islam dari
berbagai sisi. Mereka memahami bahwa syariat Islam diturunkan
Allah untuk manusia agar mereka dapat mencapai kemaslahatan.
Tujuan-tujuan tersebut adalah yang disebut Al-Maqasid As-syariyah.
Menurut Imam Al-Ghazali, kemaslahatan bagi manusia akan dapat
tercapai apabila terjaga dan terpelihara lima hal yaitu: agama, jiwa,
akal, keturunan, dan harta. Kelima hak tersebutlah yang menjadi
pokok tujuan syariat berupa: perintah, larangan, dan kebolehan
mengerjakan sesuatu yang datang dari Allah dan selalu mengacu
pada usaha agar kelima hal tersebut syariat-syariat Islam mempunyai
ciri-ciri khusus, diantaranya adalah sebagai berikut:

a. Hukum-hukum yang diterapkan bersifat umum, sehingga terbuka


kemungkinan berijtihad terhadap suatu hukum yang disesuaikan
dengan perkembangan zaman dan dinamika masyarakat.

b. Hukum-hukum yang ditetapkan didasarkan atas pertimbangan-


pertimbangan keagamaan dan akhlak

c. Adanya balasan rangkap yang diperoleh karena melaksanakan


hukum itu, yaitu balasan di dunia dan di akhirat.

d. Hukum-hukumnya bersifat kolektif, ditetapkan untuk kepentingan


dan kemaslahatan umum.

Syariat Islam pada dasarnya tidak memberatkan manusia.


Karena, penetapannya ditempuh melalui pertimbangan yang
mendasar, diantaranya adalah:

a. Segala hukum yang ditetapkan tidak memberatkan

b. Penetapan suatu hukum yang ditujukan untuk mengubah suatu


kebiasaan buruk dalam masyarakat dilakukan secara berangsur-
angsur.

c. Penetapan suatu hukum sejalan dengan kebutuhan dan kebaikan


orang banyak
d. Hukum ditetapkan berdasarkan persaman hak dan keadilan yang
merata bagi semua orang.

Selain itu Muslim dalam memandang ajaran ini tidak hanya


terpatok pada sebuah bentuk yang ada. Hingga tidak ada kesan
bahwa yang dinamakan Islam adalah Shalat saja, atau zakat, atau
haji, atau puasa di bulan ramadhan.

Wawasan Muslim sekarang sudah semakin mapan dengan


banyaknya kajian-kajian ilmiah yang menerangkan apek-apek Islam
sebagai agama yang mampu memberikan solusi pada setiap
perubahan zaman. Sebab dalam Islam ada beberapa aspek yang
yang menjadikan agama ini akan selalu sesuai dalam kondisi yang
bagaimana pun. Aspek itu adalah:

a. Aspek Akidah

Akidah dalam Islam ada yang membahas masalah-masalah


doktrin yang berisi tentang keimanan terhadap sesuatu yang ghaib
dan masalah-masalah yang berada di luar kemampuan pikiran
manusia untuk memecahkannya. Maka aspek inilah yang
menurunkan agama sebagai jawaban atas apa-apa yang tak
terjangkau oleh pikiran dan akal manusia. Sebab permasalahan
akidah adalah masalah supranatural yang tak dapat dibuktikan
dengan empiris. Manusia hanya di tuntut ketaatannya terhadap
apa yang Allah berikan pada para Nabinya berupa risalah
kenabian dan kerasulan agar manusia mencari jawaban dari apa
yang mereka bawa. Maka diberikanlah agama untuk mengatur
semua itu.

b. Aspek Ibadah
Aspek ibadah yang mempunyai pengertian umum yang
mencakup seluruh prilaku manusia yang dilakukan semata-mata
untuk mencapai ridha Tuhan dan pengertian khusus yang
diwujudkan dalam bentuk amalan-amalan yang secara langsung
menyangkut ketaatan kepada Allah SWT. Misalnya, shalat,
puasa, dan zakat.

Ibadah dalam Islam bertujuan untuk mendekatkan diri


kepada Allah SWT. Dalam aspek ibadah terdapat banyak
madzhab. Di antara mazhab tersebut, ada empat madzhab yang
terkenal, yaitu mazhab Maliki, Hanbali, Hanafi, dan Syafi’i.
Mazdhab maliki bercorak teradisional dengan mengambil
pemikiran imam Malik. Mazhab Hanafi bercorak rasional dengan
mengambil pemikiran Abu Hanifah atau Imam Hanafi. Mazhab
Hanbali bercorak tradisional dengan mengambil pemikiran Ahmad
bin Hanbal atau Imam Hanbali. Mazhan syafi’i menggabungkan
pendekatan rasional Imam Hanafi dengan pendekatan tradisional
imam Malik.

Timbulnya perbedaan pendapat antara satu mazhab dan


mazhab lain disebabkan adanya perbedan pemahaman atau
penafsiran terhadap ajaran-ajaran dasar yang terdapat dalam Al-
Quran dan Al-Sunah.

c. Aspek Hukum

Dalam Islam hukum datang dalam bentuk global. Hal ini


dimaksudkan agar hukum-hukum itu tidak terlalu kaku dalam
mengatur masyarakat. Dengan demikian, hukum Islam lebih
fleksibel, tidak keting-galan zaman, dan dapat diaplikasikan di
segala tempat dan aman. Menurut Abdul Wahab Khallaf (guru
besar hukum Islam Universitas cairo), ada 368 ayat hukum dari
seluruh ayat yang terkandung dalam Al-Quran. Aspek hukum itu
mencakup ajaran-ajaran: Hidup, Kekeluargaan, Perkawinan,
Perceraian, Hak Waris, Perdagangan, Jual Beli, Sewa-Menyewa,
Pinja-Meminjam, Gadai, Perseroan, dan lain-lain.

d. Aspek Tasawuf

Ajaran-ajaran tasawuf yang membawa manusia lebih


mendekatkan diri pada tuhan bertujuan untuk memperoleh
hubungan langsung dengan Tuhan, sehingga disadari benar
bahwa seseorang berada di hadirat tuhan. Ini dipraktekan oleh
orang Islam yang belum merasa puas hanya dengan
mendekatkan diri kepada Tuhan melalui ibadah-ibadah seperti
shalat, dan puasa. Mereka ingin lebih dekat lagi kepada Tuhan,
bahkan bersatu de-ngan Tuhan.

e. Aspek filsafat

Filsafat Islam muncul setelah umat Islam berkenalan


dengan kebudayaan dan peradaban Yunani, Persia, Mesir,
terutama setelah dila-kukan penerjemahan buku-buku filsafat ke
dalam bahasa Arab pada masa khalifahan Abbasiyah. Pemikiran-
pemikiran filsafat dalam Islam kebanya-kan membahas masalah-
masalah yang berkaitan dengan hakikat penciptaan manusia.
Hakikat roh, jiwa, hari akhir, penciptaan alam, dan sebagainya.
Pemikiran-pemikiran ini terbagi dalam dua aliran, yaitu aliran yang
bersifat tradisional dan aliran yang bersifat liberal.

f. Aspek Politik

Masalah-masalah politik dalam Islam pada mulanya


berpangkal dari masalah penentuan pengganti Nabi Muhammad
SAW dalam urusan agama dan negara. Dalam hal ini muncul
beberapa aliran politik dalam Islam, yaitu Khawariz, Sunni, dan
Syiah. Aliran khwariz berpendirian bah-wa Islam adalah agama
yang serba legkap dan mengatur segala aspek kehidupan
manusia, termasuk kehidupan bernegara. Menurut aliran ini
sistem kenegaraan yang harus dikembangkan Islam adalah
sistem yang telah dilaksanakan oleh Nabi Muhammad SAW dan
Khulafa Rasyidun.

Sementara itu, aliran sunni berpendirian bahwa Islam tidak


ada hubu-ngannya dengan negara; Nabi Muhammad SAW,
sebagai mana rasul- rasul sebelumnya, hanya berfungsi sebagai
rasul, tidak sebagai kepala negara. Adapun aliran Syiah disatu sisi
menolak pendapat yang mengatakan bahwa Islam adalah agama
yang serba lengkap dan di sisi lain menolak pendapat yang
mengatakan bahwa Islam tidak ada hubungannya dengan
kehidupan bernegara.

g. Aspek Sejarah dan Kebudayaan

Dalam hal ini Islam selalu mengikuti zaman dan selalu


memberikan sumbangan yang nyata dalam memberikan bentuk
kebudayaan Islami. Al-Quran yang hampir seluruhnya
menceritakan masalah sejarah dan kisah-kisah masa Islam adalah
bukti bahwa memang setiap orang harus berkaca pada apa yang
telah lalu untuk menjadi pedoman baginya dalam mela- kukan
tindakan di masa yang akan datang. Sebab Al-Quran memberikan
contoh kebangkitan suatu bangsa dan kehancurannya, dan lain
sebagai-nya.

h. Aspek pembaharuan dan pemikiran

Pergolakan pemikiran yang ada sekarang adalah


menunjukan bahwa Muslim mampu memberikan kontribusi yang
besar dalam membangun sejarah peradaban dunia. Bahkan
Eropa yang pada saat itu ada dalam masa kegelapan mampu
keluar karena tergugah dengan semangat Islam dan kehebatan
pola-polanya sebagai agama dan sistem.

i. Aspek Syariat Dan Perundang-Undangan

Selain itu Islam dengan kesempurnaannya mempunyai


karak-teristik yang sangat luar biasa hingga ia tidak lapuk dimakan
oleh masa dan kondisi. Ia akan selalu sesuai dengan perubahan
zaman dari generasi ke generasi. Aturan dan pandangan hidup
yang didalamnya tidak akan basi karena perubahan global yang
ada. Karakteristik itulah yang dipandang oleh Dr. Yusuf Qardhawi
sebagai bukti keotetikan agama Islam dibandingkan dengan
agama- agama samawi lainnya yang telah banyak mengalami
perubahan. Karakter itu adalah:

1) Rabbani

2) Akhlaqiyah

3) Waqi’iy

4) Insaniyah

5) Tasanuq

6) Syumul

Rabani (Ketuhanan)

Syariat Islam punya keistimewaan yang membedakannya


dari syariat (undang- undang) buatan manusia, yaitu ia bersifat
Rabbaniyah yang bercelupkan diniyah (keagamaan) dimana
pengundang-undangannya terbungkus oleh kesucian yang tiada
taranya dan menanamkan kepada para penganutnya rasa cinta
dan hormat yang bersumber dari mata air keimanan dengan
kesempurnaan, keluhuran dan kelanggengannya, bukan
bersumber dari rasa takut terhadap kekuasaan para aparat. Karena
pembuat undang-undang dan hukum ini bukanlah orang atau
manusia yang kemampuannya terbatas dan terpengaruh oleh
kondisi, tempat dan waktu dan terpengaruh oleh hawa nafsu,
perasaan, dan pertimbangan kemanu- siaan.

Pembuat undang-undang ini adalah Zat yang mencipta dan


memiliki makhluk, pengatur semesta alam ini, yang menciptakan
umat manusia, Maha Mengetahui apa yang bermanfaat dan apa-
apa yang mashlahat serta yang dapat memperbaiki. Oleh karena
itu sifat rabani yang terdapat dalam agama inilah maka tampak
pada penganutnya sebagai sebuah ketaatan yang luar biasa.
Mereka menghormati undang-undang tersebut dengan
penghormatan yang sangat hebat, bahkan sampai mengorbankan
nyawa mereka.

Ini adalah hal yang tidak didapatkan dalam hukum dan


undang-undang yang sengaja dibuat manusia atau hasil gubahan.
Sebab dalam pandangan Muslim kepatuhan dalam menjalankan
undang-undangan ini adalah ibadah kepada Allah SWT dan
merupakan taqarrub kepada-Nya yang merupakan tuntutan Iman
dan Islam. “Maka tidak demi Rabbmu mereka beriman sehingga
mereka menjadikanmu sebagai hakim pemutus atas apa-apa yang
mereka perselisihkan kemudian mereka tidak mendapatkan rasa
sempit dada pada diri mereka dari apa yang kau putuskan itu serta
pasrah sepasrah-pasrahnya (Q.S Annisa 65).

Sikap seperti ini dapat dilihat dalam sejarah pada zaman


Rasul SAW. Seseorang yang telah lalai dengan Allah dan
melakukan perbuatan zina secara sembunyi-sembunyi datang
sendiri menghadap Rasul dan mengadukan semua perbuatannya
dan rela atas keputusan yang ia dapatkan dari Rasul. Betapa hebat
jiwa Rabbani yang mengikat pada dirinya hingga sesuatu yang tidak
tampak pada perbuatannya terhadap pandangan manusia ia
adukan. Bahkan dengan keimanan yang sangat luar biasa meminta
dihukum atas perbuatan itu agar pada hari kiamat nanti ia
menghadap Allah dalam keadaan suci.

Begitulah umat Islam hidup di sepanjang masa-masa


kejayaan dan kemerdekaannya di bumi mereka, menerima dan
mengamalkan syariat ini pada umumnya, khususnya hukum-
hukum hudud.

Akhlaqiyyah (Moralitas)

Syariat juga mempunyai keistimewaan membentuk akhlak


dan moral dalam seluruh aspeknya, sebagai buah dari sifat
rabaniyahnya. Dengan demikian syariat lebih mengutamakan
akhlak dengan seluruh apa yang tercakup didalamnya. Ini sesuai
dengan firman Allah yang mengata-kan “Sesungguhnya aku diutus
untuk menyempurnkan Akhlak”. Disini jelas perbedaan antara
syariat dan Qonun dari sisi kandungan dan tujuannya. Kandungan
Qonun adalah serangkaian hak-hak pribadi dan perorangan
sementara syariat dan fiqih mencakup sekumpulan Taklif ( tugas ).

Bagi Qonun, isi pokoknya adalah memandang manusia dari


segi hak-haknya sedangkan syariat memandangnya dari segi
tugas kewajiban dan hal-hal yang harus diataati. Maka ia harus
menjaganya sesuai dengan dengan penjagaanya terhadap hak-
haknya atas orang lain. Selain itu, manusia dalam pandangan
sebagai penuntut, sedang dalam pandangan syariat ia dituntut dan
dimintai tanggung jawab.

Adapun dari segi tujuan, Qonun punya tujuan yang


bermanfa’at, yaitu langgengnya dan teraturnya mu’amalah dengan
rapi, juga tertatanya hubungan antar sesamanya. Adapun syariat,
disamping memelihara kelanggengan masyarakat dan keteraturan
hubungan sesama- nya, juga merealisasikan nilai-nilai luhur dalam
kehidupan umat manusia, mengangkat ke derajat manusia yang
luhur serta memelihara nilai-nilai akhlaq dan rohani yang tinggi.
Maka syariat memberikan kepada si mukallaf berbagi sanksi dan
hukuman dengan terlebih dahulu menitikbe-ratkan kepada hati
nurani (kesadaran). Sanksi-sanksi tersebut mengandung makna
ibadah atau ibadah mengandung sanksi dimana tanggungjawab si
mukallaf adalah tanggungjawab moralitas. Oleh karena itu, Islam
sama sekali dan selamanya tidak mengakui pemisahan
pengundang-undangan dari akhlaq sebagaimana tidak menerima
pemisahan dari politik dan ekonomi.

Waqi’iy ( Realitas )

Ciri-ciri lain dari sifat Islam adalah realitas dimana perhatian


terhadap nilai-nilai luhur akhlaq tidak menghalanginya untuk
menaruh perhatian terhadap kenyataan yang ada, mengamati dan
mengobati penderita sekaligus memberikan jalan keluarnya. Islam
diturunkan Allah untuk manusia sesuai dengan kejadiannya, yang
Allah cipatakan dengan fisik dari bumi dan ruh dari langit, dengan
rasa cinta yang melambung dan insting yang merendah.
Kerealistisan syariat Islam antara lain adalah tidak hanya cukup
dengan nasehat keagamaan atau bimbingan akhlaq dalam
memelihara hak-hak manusia, tetapi ia juga menetapkan undang-
undang kriminal. Karena kenyataannya ada sebagian manusia
yang tidak cukup dicegah dengan nasehat dan taujihat saja tetapi
harus dengan hukuman dan tindakan kekerasan sesuai dengan
tindakan kejahatannya.
Sifat Waqi’iy syariat Islam lainnya mengakui dan
membolehkan berbagai kedhorurotan yang menimpa kehidupan
manusia baik kehidupan individu maupun masyarakat. Terhadap
hal-hal yang darurat ini Islam memberikan rukhshoh kepada
pemeluknya.

Selain itu pula perubahan yang terjadi pada umat manusia


baik lantaran rusaknya zaman sebagaimana dinyatakan oleh para
Fukaha atau karena perkembangan masyrakat maupun karena
keadaan darurat ( keterpaksaan ). Sehingga para Fukaha tersebut
membolehkan diubahnya fatwa sesuai dengan perubahan zaman
dan kondisi dan tempat.

Insaniyyah ( Manusiawi )

Di antara karakteristik syariat Islam bersifat insaniyyah


alamiyyah. Makna bersifat insaniyah ini ialah ia diturunkan untuk
meningkatkan tarap hidup manusia, membimbing, dan memelihara
sifat-sifat humanistiknya serta menjaga dari kedurjanaan sifat
hewani agar tidak mengalahkan sifat kemanusiannya. Untuk itu,
maka disyariatkanlah semua bentuk ibadah bagi manusia dalam
rangka memenuhi kebutuhan rohaninya. Dengan demikian,
manusia bukan semata-mata raga yang terdiri dari unsur tanah
yang membutuhkan makan dan minum saja, tetapi juga yang luhur
yang menempati raga tersebut.

Syariat ini juga memelihara kemuliaan manusia dalam semua


hukum yang dibawanya sejak manusia itu lahir sampai mati bahkan
sebelum lahir dan setelah mati. Syariat ini diturunkan untuk
kepentingan manusia dari segi dirinya sebagai manusia, terlepas
dari jenis, ras, kasta, maupun bangsanya. Ini berarti ia juga bersifat
alamiah ( menyeluruh ). Jadi ia merupakan syariat yang manusiawi
dan mendunia.
Oleh karena itu, ia tidak membeda-bedakan satu orang
dengan orang lain dalam satu tanah air atau satu masyarakat
kecuali dengan taqwa, ibadah, dan amal sholeh.

Tanaasuq ( Keteraturan)

Karakter syariat Islam lainnya adalah tanaasuq. Maksudnya


adalah semua bagian- bagiannya masing-masing bekerja teratur,
kompak dan seimbang dalam rangka mencapai satu hadaf
bersama. Yakni antara yang satu dengan yang lainnya tidak
berbenturan tapi sejalan dan seirama, teratur dan rapih. Ini juga
dapat dinamakan takamul (konprehensif).

Syumul (Universal)

Di antara karakteristik syariat Islam lainnya adalah Syumul,


yaitu menyentuh segala aspek kehidupan. Adapaun kesyumulan
tersebut tampak dalam :

1) Ibadah yang mengatur hubungan hamba dengan Rabbnya.


Permasa-lahan ini dapat dipahami dengan baik manakala
seorang Muslim menghayati dengan baik pada pemahaman
ilmu fiqhnya.

2) Kerumah tanggaan, seperti menikah, talak, nafkah, wasiat,


waris, dan lain sebagainya yang berhubungan dengan
kerumahtanggaan.

3) Muamalah berupa transaksi jual-beli, gadai, hibah, utang


piutang, pinjam meminjam, dan lain sebagainya.

4) Bidang ekonomi seperti pemasalahan yang berkaitan dengan


pengem-bangan kekayaan ataupun pemakaiannya,
pengeluaran zakat, harta ghanimah. Juga tentang perkara riba,
penimbunan harta dan memakan harta orang lain.
5) Tindak pidana dan hukuman yang berhubungan dengan hudud
seperti pencurian, minum minuman keras, menuduh berzina
orang baik-baik dan lain sebagainya.

6) Hukum dan kaitannya dengan keputusan, dakwaan, persaksian,


ikrar, sumpah dan lainnya yang berfungsi untuk menegakkan
keadilan antara sesama individu.

7) Masalah kepemimpinan yakni yang berkaitan dengan peraturan


undang-undang dan dasar-dasarnya seperti kewajiban
mengangkat pemimpin, dengan mempertimbangkan syarat-
syarat yang harus dipenuhi, hubungannya dengan rakyat,
hukum mentaatinya serta bagaimana menghadapi
pembangkang (oposisi) dan sejenisnya yang mengatur
hubungan antara pemimpin dan yang dipimpin.

8) Di dalamnya juga membahas hubungan antara negara Islam


dengan negara non Islam, baik perang maupun damai, dan
masalah kerjasa-manya.

Oleh kerena itu Al-Quran berisi tentang hukum-hukum yang


memiliki satu nada menyeluruh, untuk semua umat, baik yang
menyang-kut masalah ibadah maupun muamalah. (Bagaimana
Memahami Syariat Islam, Dr. Yusuf Qaradhawi : hal.113-193).

Anda mungkin juga menyukai