Anda di halaman 1dari 16

PERBEDAAN FAHAM DIKALANGAN UMAT ISLAM

Al Hafid (08020422038)
Millah Adilah (08020422053)
Nabila Rizqi Fadllillah (08020422057)

Prodi Ekonomi Syariah Fakultas Ekonomi dan Bisnis islam UIN Sunan Ampel Surabaya
Abstrak
Pada zaman Rasulullah saw., perbedaan paham di kalangan umat islam belum muncul.
Setelah Rasulullah wafat, terjadi kebingungan dikalangan umat islam karena tidak ada tempat
bertanya ketika terdapat masalah-masalah baru muncul. Puncaknya terjadi pada saat zaman
khalifah Ali bin Abi Thalib, yakni peristiwa tahkim atau arbitrase. Hal ini memicu munculnya
berbagai kelompok teologi, seperti Syiah, Khawarij, dan Muktazilah. Seiring berkembangnya
zaman dan meluasnya pengikut islam, mulai muncul banyak perbedaan dikalangan umat islam,
seperti perbedaan ilmu kalam, ilmu tasawuf, dan ilmu fikih. Banyak media seperti media sosial
maupun televisi yang memberitakan kasus intoleran terutama karena perbedaan paham.
Mungkin, kita juga bisa menemui kasus intoleran tersebut disekitar kita. Arfan & Fahmi (2011,
hal. 102) mengemukakan pada tahun 2010 sempat terjadi kasus konflik perseteruan antar
madzhab Sunni dan Syiah. Konflik yang berlatar belakang agama pada dasarnya bukan dipicu
oleh ajaran agamanya, tetapi dipicu oleh umat beragama yang tidak memahami konteks dan
maksud baik dari ajarannya, sehingga ketidakpahaman mereka memunculkan perbuatan-
perbuatan yang memicu konflik. Masih adanya perbedan paham madzhab dan intoleran
keagamaan merupakan ancaman bagi Indonesia. Hal ini bisa menjadikan munculnya radikalisme.
Tujuan dari pembahasan ini adalah untuk menjelaskan dan memaparkan perbedaan faham
dikalangan umat islam seperti perbedaan ilmu kalam, ilmu fiqih, dan ilmu tasawuf serta asal
mula munculnya perbedaan ini.
Kata kunci : madzhab; kalam; fiqih; tasawuf
Pendahuluan
Agama islam adalah agama mayoritas yang dianut oleh masyarakat Indonesia. Namun,
ternyata agama islam yang menjadi agama mayoritas di Indonesia memiliki berbagai macam
keberagaman dalam hal prinsip, mazhab, ataupun aliran yang dibungkus dengan nama organisasi
masyarakat (ormas) islam1. Sementara, data yang disebutkan oleh MUI dalam website resmi
CNN Indonesia yang ditulis oleh Rahadian (2016) terdapat 300 lebih aliran sesat yang ada di
Indonesia, namun tidak disebutkan secara detail nama-nama aliran atau ormas yang dimaksud2.
Berdasarkan data-data diatas menunjukkan bahwa ternyata fenomena perbedaan prinsip, aliran,
1
Grenada Tri Kardiana dan Ahmad Arif Widianto, ”Perbedaan Aliran dalam Islam Sebagai Konflik Hubungan
Pernikahan dalam Perspektif Lewis A.Coser”, Jurnal Integrasi dan Harmoni Inovatif Ilmu-Ilmu Sosial, Vol. 1 No 5
(2021), 582.
2
Ibid., 583
ataupun mazhab yang berada di Indonesia memang benar adanya. Hal ini dapat dipicu oleh
beberapa factor, salah satunya adalah ketidakpahaman masyarakat dalam memahami konteks
ajarannya dan ketidak mampuan masyarakat dalam membedakan antara aliran yang benar dan
aliran yang sesat sehingga mudah sekali ditipu oleh pemimpin atau pemuka ormasnya. Dengan
adanya berbagai macam aliran islam yang dianut oleh masyarakat di Indonesia ini, pastinya akan
memberikan dampak ataupun efek dalam menjalankan kehidupan yang ada karena pada
hakekatnya aliran ataupun ormas yang ada di Indonesia memiliki aturan-aturan atau tujuan yang
berbeda-beda satu dengan yang lainnya.3 Visi Misinya pun juga akan berbeda, dengan demikian
proses perjalanan hidup yang dialami masyarakat juga akan berbeda karena disesuaikan dengan
aturan yang sesuai dengan aliran masing-masing yang dianutnya.4 Materi ini penting dibahas
karena semakin maraknya kasus intoleran yang terjadi di Indonesia. Selain itu, ada lagi orang
yang atas nama agama ingin mengganti ideologi negara yang sudah menjadi kesepakatan
bersama bangsa kita. Yang juga mengkhawatirkan, ada pula seruan atas nama jihad agama untuk
mengkafirkan sesama, bahkan boleh membunuh, menghunus pedang, memenggal kepala, dan
menghalalkan darahnya. Ini semua fakta yang kita hadapi, karena keragaman paham umat
beragama di Indonesia memang tidak dapat diabaikan. Bahkan hampir tidak mungkin bisa
menyatukan cara pandang antar umat beragama di Indonesia. Untuk menyikapinya, kita tidak
mungkin membungkamnya, karena itu bagian dari kebebasan ekspresi beragama. Namun,
membiarkan tanpa kendali keragaman pandangan yang ekstrem juga bisa membahayakan
persatuan dan kesatuan Negara Republik Indonesia, apalagi perihal agama adalah hal yang
teramat sensitif untuk disepelekan. Oleh karena itu, Kementerian Agama sudah menawarkan
sebuah solusi beragama jalan tengah, yang disebut “moderasi beragama”.5
Asal mula Munculnya Perbedaan Faham di Kalangan Umat Islam
Munculnya aliran-aliran dalam islam merupakan suatu rentetan sejarah yang panjang.
Pada saat Rasulullah masih hidup, beliaulah yang menjadi kepala agama dan kepala pemerintah.
Semua permasalahan mengenai keislaman dapat terpecahkan pada saat itu. Umat Islam masih
utuh dan satu. Setelah beliau wafat, Rasulullah digantikan oleh Khulafaur Rasyidin. Pada saat ini
masalah-masalah yang belum ada pada zaman Rasulullah saw., mulai muncul, sehingga
Khulafaur Rasyidin harus bermusyawarah dan mengambil keputusan atas masalah mengenai
keislaman yang belum terjawab sebelumnya. Perbedaan faham ini mulai muncul pada saat
zaman Khalifah Ali bin Abi Thalib. Pada saat beliau menjabat, banyak sekali tantangan dan
permusuhan dari kalangan sahabat. Sehingga pada saat itu muncul beberapa perlawanan dari
sahabat, seperti dari Aisyah ra. yang disebut perang jamal, dan dari Muawiyah bin Abi Sofyan
yang disebut perang shiffin. Perang antara Ali dan Muawiyah berakhir dengan atribrase, hal ini
memicu perpecahan pengikut Ali bin Abi Thalib. Pada saat inilah mulai muncul aliran-aliran
kalam seperti Khawarij, Syiah, Murjiah, lalu muncul lagi aliran Jabbariyah, Qodariyah, dan
3
Ibid.
4
Ibid.
5
Oman Fathurahman, ”Kenapa Harus Moderasi Beragama?”,https://kemenag.go.id/read/kenapa-harus-moderasi-
beragama-yko6k (Kamis, 15 September 2022)
Ahlussunnah Wal Jamaah. Tiap-tiap aliran ini memiliki perbedaan, sehingga dalam pelaksanaan
kehidupannya juga berbeda. Pada saat Kekhalifahan Bani Umayyah dan Abbasiyah, islam mulai
berkembang pesat dari Asia bahkan Afrika. Pada saat itu ilmu pengetahuan juga semakin
berkembang, muncul banyak sekali ulama fikih dan sufi. Hal ini mengakibatkan munculnya
beberapa perbedaan pemikiran, seperti perbedaan ilmu tasawuf dan ilmu fikih. Selain itu, karena
semakin meluasnya daerah kekuasaan islam, ketidaksamaan kebudayaan di wilayah islam selain
Jazirah Arab memicu banyak sekali perbedaan. Islam mulai disesuaikan berdasarkan kebudayaan
di wilayah setempat, seperti madzab yang dianut terkadang menyesuaikan kebudayaan dan
kondisi setempat. Seiring berjalannya waktu dan kemajuan teknologi, banyak sekali perbedaan
yang terlihat jelas dimata kita seperti perbedaan madzhab, aliran kalam yang dikemas dalam
bentuk Organisasi Masyarakat (Ormas). Terlebih lagi banyak oknum dan media yang membenci
islam dan ingin mengadu domba, sehingga islam semakin terpecah.

ALIRAN KALAM

Munculnya aliran Kalam


Sejarah awal munculnya Ilmu Kalam adalah sejak wafatnya Nabi Muhammad
SAW, yang kala itu muncullah persoalan di kalangan umat Islam mengenai siapa yang hendak
menjadi pengganti nabi . Hal tersebut kemudian diatasi dengan diangkatnya Abu Bakar As-
Shiddiq sebagai khalifah. Setelah beliau wafat, kekhalifahan dipimpin oleh Umar bin Khatab
yang pada kala itu umat islam tampak tegar. Setelah kekhalifahan Umar bin Khattab berakhir,
maka diangkatlah Utsman bin Affan menjadi khalifah pengganti Umar. Namun sayangnya, pada
masa tersebut justru cenderung terjadi nepotisme sehingga terjadilah ketidakstabilan di kalangan
umat Islam. Bahkan banyak penentang yang tidak setuju dengan kepimimpinan Utsman, hingga
akhirnya beliau wafat karna terbunuh oleh pemberontak. Setelah Utsman wafat, maka Ali bin
Abi Thalib terpilih sebagai khalifah selanjutnya. Tetapi, beliau mendapat penolakan dari banyak
kalangan. Perang jamal merupakan peristiwa penolakan dari beberapa pemuka seperti Thalhah,
Zubair, dan Aisyah terhadap kekhalifahan Ali, karena mereka juga ingin menjadi khalifah.
Peristiwa – peristiwa tersebut, menjadi awal munculnya istilah ilmu kalam, seperti Syiah,
Khawarij, Murjiah, Muktazilah. Seiring berjalannya waktu, aliran kalam mulai muncul lagi
seperti Jabbariyah, Qodariyah, dan Ahlussunnah Wal Jamaah.

Pengertian Ilmu kalam


1. Pengertian Etimologi
Secara harfiah kata Kalam berarti pembicaraan. Dalam pengertian, pembicaraan yang
bernalar dan menggunakan logika. Maka ciri utama Ilmu Kalam adalah rasionali tas dan
logis. Sehingga ia erat dengan ilmu mantiq/logika. Istilah lain dari Ilmu Kalam adalah teologi
Islam, yang diambil dari Bahasa Inggris, theology.
Ilmu Kalam adalah Ilmu yang membicarakan bagaimana menetapkan kepercayaan
kepercayaan keagamaan (agama Islam) dengan bukti-bukti yang yakin. Ilmu kalam disebut
juga ilmu yang membahas soal-soal keimanan.
Ada beberapa alasan kenapa ilmu ini dinamai dengan Ilmu Kalam, diantaranya:
a) Sebagian para ulama ketika menjelaskan berbagai persoalan dalam hal-hal akidah
Islam itu, yang biasa digunakan oleh para filosof. Para ulama menyebut metodenya
itu dengan sebutan al-kalam, sehingga mereka disebut ahl-ul kalam, sedang para
filosof dapat disebut ahl-il mantiq.
b) Pada abad ke dua Hijriah ada persoalan yang menggoncangkan umat Islam yaitu
tentang persoalan kalamullah. Apakah kalamullah itu diciptakan atau bukan, baru
(hadis) atau terdahulu (qadim).

2. Pengertian Terminologi
Sedangkan pengertian Ilmu kalam secara terminologi adalah suatu ilmu yang
membahas berbagai masalah ketuhanan dengan menggunakan argumentasi logika dan
filsafat. Selain itu, definisi Ilmu Kalam juga mempunyai banyak pendapat, antara lain :
a) Ibnu Khaldun mendefinisikan Ilmu Kalam adalah disiplin ilmu yang mengandung
berbagai argumentasi tentang akidah imani yang diperkuat dalil-dalil rasional.
b) Musthafa Abdul Raziq berpendapat bahwa ilmu ini (ilmu kalam) bersandar kepada
argumentasi-argumentsi rasional yang berkaitan dengan akidah imaniah, atau sebuah
kajian tentang akidah Islamiyah yang bersandar kepada nalar.
c) Imam Abu Hanifah menyebut nama ilmu kalam ini dengan fiqh al-Akbar. Menurut
persepsinya, hukum Islam yang dikenal dengan istilah fiqh terbagi atas dua bagian.
Pertama, fiqh al-Akbar, membahas keyakinan atau pokok-pokok agama atau ilmu
tauhid. Kedua, fiqh al-Ashghar, membahas hal-hal yang berkaitan dengan masalah
muamalah, bukan pokok-pokok agama, tetapi hanya cabangan saja.
Dengan demikian Ilmu Kalam adalah ilmu yang membahas berbagai masalah
ketuhanan dengan menggunakan dasar-dasar naqliyah, maupun argumentasi rasional
('aqli yah)
Aliran-aliran dalam Ilmu Kalam
1. Aliran Khawarij
Khawarij secara bahasa diambil dari Bahasa Arab khawaarij, secara harfiah berarti
mereka yang keluar. Aliran Khawarij dipergunakan oleh kalangan Islam untuk menyebut
sekelompok orang yang keluar dari barisan Ali ibn Abi Thalibr.a. karena kekecewaan mereka
terhadap sikapnya yang telah menerima tawaran tahkim (arbitrase) dari kelom pok
Mu'awiyyah yang dikomandoi oleh Amr ibn Ash dalam Perang Shiffin (37H/657) dan
mereka juga tidak mendukung barisan Mu'awiyah ra.
2. Aliran Murji’ah
Kata Murji'ah berasal dari kata bahasa Arab arja'a, yarji'u, yang berarti menundo atau
menangguhkan. Aliran ini disebut Murji'ah karena dalam prinsipnya mereka menunda
penyelesaian persoalan konflik politik antara Ali bin Abi Thalib, Mu'awiyah bin Abi Su fyan
dan Khawarij ke hari perhitungan di akhirat nanti. Karena itu mereka tidak ingin
mengeluarkan pendapat tentang siapa yang benar dan siapa yang dianggap kafir dian tara
ketiga golongan yang tengah bertikai tersebut.
3. Aliran Qadariyah
Pengertian Qadariyah secara etomologi, berasal dari bahasa Arab, yaitu qadara yang
bemakna kemampuan dan kekuatan. Adapun secara terminologi adalah suatu aliran yang
percaya bahwa segala tindakan manusia tidak diintervensi oleh Allah. Aliran ini lebih
menekankan atas kebebasan dan kekuatan manusia dalam mewu judkan perbutan-
perbutannya. Aliran Qadariyah berpendapat bahwa tiap-tiap orang adalah pencipta bagi
segala perbuatannya, ia dapat berbuat sesuatu atau me ninggalkannya atas kehendaknya
sendiri.
4. Aliran Jabariyah
Secara bahasa jabariyah (fatalism) berasal dari kata jabara yang mengandung arti
memaksa dan mengharuskannya melakukan sesuatu. Menurut Harun Nasution jabari yah
adalah paham yang menyebutkan bahwa segala perbuatan manusia telah ditentu kan dari
semula oleh Qadha dan Qadar Allah. Maksudnya, setiap perbuatan yang dikerjakan manusia
tidak berdasarkan kehendak manusia, tapi diciptakan oleh Tuhan dan dengan kehendak-Nya,
manusia tidak mempunyai kebebasan dalam berbuat, manusia.
5. Aliran Mu’tazilah
Perkataan Mu'tazilah berasal dari kata "itizul" yang artinya "memisahkan diri".
Mu'tazilah adalah salah satu aliran pemikiran dalam Islam yang banyak terpengaruh dengan
filsafat barat sehingga berkecenderungan menggunakan rasio sebagai dasar argumentasi.
Latar belakang munculnya Aliran Mu'tazilah adalah sebagai respon persoalan teologis
yang berkembang di kalangan Khawarij dan Mur'jiah akibat adanya peristiwa tah kim.
Golongan ini muncul karena mereka berbeda pendapat dengan golongan Khawarij dan
Murjiah tentang pemberian status kafir kepada yang berbuat dosa besar. Pada mu lanya nama
ini di berikan oleh orang dari luar mu'tazilah karena pendirinya, Washil bin Atha, tidak
sependapat dan memisahkan diri dari gurunya, Hasan Al-Bashri. Dalam perkembangan
selanjutnya, nama ini kemudian di setujui oleh pengikut Mu'tazilah dan di gunakan sebagai
nama dari bagi aliran teologi mereka.
ALIRAN FIKIH
Munculnya Aliran Fikih
Dr Abdul Wahab Khallaf (w 1956 M) membagi periodisasi perkembangan fikih dalam
tiga babak. Periode pertama saat Nabi Muhammad saw., masih hidup, selanjutnya periode
sahabat setelah Nabi wafat, kemudian masa tabi’in, tabi’ tabiin dan para imam mujtahid. 6 Aliran
fikih pada masa Rasulullah saw. masih belum muncul, karena setiap kali ada persoalan maka
akan dikembalikan kepada Rasulullah saw. Selanjutnya yakni pada masa Sahabat mulai muncul
banyak persoalan yang tidak ditemukan pada saat Rasulullah. Oleh karena itu, pada saat itu para
sahabat mulai melakukan ijtihad dan menetapkan hukum yang berlandaskan pada Al-Qur’an dan
Sunnah.7 Selanjutnya setelah masa sahabat yaitu periode tabi’in, tabi’ tabi’in, dan para imam
mujtahid. Pada saat ini islam semakin menyebar ke berbagai penjuru dunia, sehingga persoalan
yang dihadapi semakin kompleks. Dalam melakukan ijtihad, sebagaimana generasi sahabat, para
ahli hukum generasi tabi’in juga melakukan langkah-langkah yang sama dengan yang dilakukan
para pendahulu mereka. Hukum fikih terdiri dari hukum Allah dan Rasul-Nya, fatwa dan putusan
para sahabat, fatwa imam mujtahid dan hasil ijtihad mereka yang bersumber dari Al-Qur’an,
hadits, ijtihad para sahabat, dan ijtihad para imam mujtahid. 8 Pada saat ini muncul beberapa
madzab yang masih dipakai sampai sekarang, yang dikenal sebagai Imam 4, yakni Imam Abu
Hanifah, Imam Malik, Imam Syafi’I, dan Imam Ahmad bin Hanbal.
Pengertian Fikih
Fikih menurut bahasa faqqaha yufaqqihu fiqhan yang berarti pemahaman. Pemahaman
sebagaimana yang dimaksud dinisi adalah pemahaman tentang agama islam.9 Sedangkan
menurut istilah terdapat beberapa perbedaan pendapat sebagai berikut:
Menurut kebanyakan fuqaha fiqh menurut istilah ialah segala hukum syara’ yang diambil
dari kitab Allah SWT, dan sunnah Rasul SAW dengan jalan ijtihad dan istimbath berdasarkan
hasil penelitian yang mendalam. Namun definisi fikih yang lebih popular adalah yang
dikemukakan oleh Imam Syafi’I, sebagaimana dikutip oleh Imam Subki dalam kitab Jam’u al-
Jawami’.10
‫العلم باألحكام الشرعية العملية من أدلتها التفصيلية‬
Aliran-aliran dalam Ilmu Fikih
1. Imam Hanafi
Imam Hanafi memiliki nama lengkap Imam Abu Hanifah An-Nu’man bin Tsabit.
Beliau lahir pada tahun 80 H/ 699 M di Kufah dan wafat di Baghdad pada tahun 150 H/767
M. Beliau termasuk ulama yang cerdas dan fasih membaca Al-Qur’an. Beliau hidup pada
zaman Bani Umayyah. Madzhab ini berkembang pada saat Khalifah Harun Al-Rasyid.

6
Muhamad Abror, “Sejarah Perkembangan Ilmu Fiqih”, https://islam.nu.or.id/sirah-nabawiyah/sejarah-
perkembangan-ilmu-fiqih-imQ0s (Kamis, 22 September 2022)
7
Ibid.
8
Ibid.
9
M. Noor Harisudin, Pengantar Ilmu Fiqh (Surabaya: Pena Salsabila, 2019), 1
10
Sapiudin Shidiq, Studi Awal Perbandingan Mazhab dalam Fikih (Jakarta: Kencana, 2021), 8
Ia menghabiskan sebagian besar hidupnya di Kufah. Sebelum menimba ilmu, Abu
Hanifah merupakan seorang wiraswasta, hari-harinya selalu di pasar membantu sang ayah
berjualan sutra.11 Beliau memutuskan untuk mengikuti saran as-Sya’bi untuk meninggalkan
dunia perdagangan dan menimba ilmu.
Guru Abu Hanifah kebanyakan dari kalangan “tabi’in” (golongan yang hidup pada
masa kemudian para sahabat Nabi). Diantara mereka itu ialah Imam Atha bin Abi Raba’ah
(wafat pada tahun 114 H), Imam Nafi’ Muala Ibnu Umar (wafat pada tahun 117 H), dan lain-
lain lagi. Adapun orang alim ahli fiqh yang menjadi guru beliau yang paling masyhur ialah
Imam Hamdan bin Abu Sulaiman (wafat pada tahun 120 H), Imam Hanafi berguru kepada
beliau sekitar 18 tahun.
Imam Hanafi dikenal sering menggunakan istihsan, qiyas, dan juga ra’yu. Ketiga
metode tersebut sering digunakan untuk  memperoleh berbagai hukum yang tidak terdapat
dalam Al Qur’an. Imam Hanafi menggunakan Al Qur’an dan sunnah sebagai pedoman
utama, dan pedoman lainnya adalah fatwa dari para sahabat, qiyas, istihsan, dan juga ijma’.
Metode dan ajaran imam hanafi ini akhirnya mulai dilestarikan oleh muridnya yaitu Zufar
bin Hudail bin Qais al-Kuhfi hingga akhirnya dikenal sebagai mazhab Hanafi. Beliau pun
menulis karya-karya besar dan istimewa: al-Fiqh al-Akbar, al ‘Alim Wa al-Mutam,
dan Musnad al-Fiqh al-Akbar.12
2. Imam Maliki
Nama lengkapnya adalah Abu Abdullah Malik bin Anas Ibn Malik Ibn Abi Amir Ibn
Amir bin Haris bin Gaiman bin Kutail bin Amr bin Haris Al-Ashbahy al Humairi. Beliau
lahir di Madinah pada tahun 93 H/ dan wafat pada tahun 179 H. Beliau sebagai ahli fikih dan
ahli hadits pada masanya. Imam Malik lahir 13 tahun sesudah Abu Hanifah.
Saat menuntut ilmu Imam Malik mempunyai banyak guru. Dalam kitab “Tahdzibul
Asma wa Lughat” mengatakan bahwa Imam Malik pernah belajar kepada 900 syeikh, 300
diantaranya dari golongan tabi’in dan 600 lagi dari golongan tabi’it tabi’in. Adz-Dzahabi
berkata, “untuk pertama kalinya malik mencari ilmu pada tahun 120 Hijriyah. Dalam bidang
Al-Qur’an Imam Malik belajar kepada Abu Radih Nafi bin Abd Al-Rahaman. Dalam Ilmu
Hadis berguru kepada an-nafi’ dan Rabiah bin Abdul Rahman. Selain itu beliau juga berguru
kepada Muhammad bin yahya al-Anshari, Ja’far ash-Shadiq, Abu Hazim Salmah bin Nidar,
Hisyam bin Urwah, Yahya bin Sa’id dan lain-lain. Diantara karya Imam Malik adalah kitab
Al-Muwatha’ yang ditulus pada tahun 144 H atas anjuran kholifah Ja’far Al-Mansyur.13

11
Ahmad Dirgahayu Hidayat, “Mengenal Imam Mazhab: Biografi Abu Hanifah dan Kisah Kewarakannya”,
https://islam.nu.or.id/hikmah/mengenal-imam-mazhab-biografi-abu-hanifah-dan-kisah-kewarakannya-S8iwP
(Kamis, 22 September 2022)
12
Suara Muhammadiyah, “Imam Hanafi: Penyusun Kitab Fiqih Pertama”,
https://suaramuhammadiyah.id/2020/02/13/imam-hanafi-penyusun-kitab-fiqih-pertama/ (Minggu, 2 Oktober
2022)
13
Bukhori Abdul Shomad, Pemikiran Hadits Lintas Generasi (Yogyakarta: Idea Press, 2016), 9
3. Imam Syafi’i
Nama lengkapnya adalah Abu Abdullah Muhammad bin Idris As-Syafi’i Al-Quraisyi.
Beliau dilahirkan di Ghuzzah pada tahun 150 H/767 M dan wafat di Mesir pada tahun 204 H.
Beliau merupakan ulama ijtihad dibidang fikih. Beliau hidup pada masa pemerintahan Harun
Ar-Rasyid, Al Amin, dan Al Makmun dari dinasti Abbasiyah. Di antara kelebihan asy-Syafi’i
adalah beliau hafal Al-Qur’an umur 7 tahun, pandai diskusi dan selalu menonjol. Madzhab
ini lahir di Mesir kemudian berkembang ke negeri-negeri lain.
 Imam Syafi'i telah mengambil Fiqh dari banyak madzhab yang ada dimasanya,
seperti fiqh Imam Malik, fiqh Imam al-Auza'i dari muridnya Amr bin Salamah, fiqh Imam
Laits dari muridnya Yahya bin Hassan, dan juga mengambil fiqh Imam Abu Hanifah dari
muridnya Muhammad bin al-Hassan. Dan dari itu semua terkumpulah pada diri Imam Syafi'i
fiqh Makkah, Madinah, Iraq dan Mesir.14 Diantara karya Imam Syafi’i yang terkenal adalah
Ar-risalah dan Al Umm. Beliau wafat pada malam Jujat bulan Rajab tahun 204H/819 M.
4. Imam Hanbali
Nama lengkapnya Ahmad ibn Muhammad ibn Hanbal bin Hilal bin Asad Al Marwazi
Al Baghdadi. Beliau lahir di Baghdad tahun 164 H/780 M dan wafat tahun 248 H. Beliau
adalah murid Imam Syafi’i yang paling istimewa dan tidak pernah pisah sampai Imam
Syafi’i pergi ke Mesir.
Beliau mulai belajar ilmu-ilmu keislaman kepada ulama-ulama yang ada di Baghdad.
Tekadnya untuk menuntut ilmu dan mengumpulkan hadits mendorongnya untuk pergi ke
pusat ilmu, seperti Basrah,Hijaz,Yaman, Makkah, dan Kufah. Beliau bertemu beberapa
ulama besar seperti ‘Abd ar Razzq ibn Humam, ‘Ali ibn Mujahid, Jarir Ibn ‘Abd, al Haamid,
Sufyah ibn ‘Uyainah, Abu Yusuf Ya’qub ibn Ibrahim al Anshari, Imam Syafii, dll.
Salah satu kitab hasil karyanya adalah kitab al-Musnad al-Kabir dimana terdapat
sekitar 25.000 hadist di dalamnya.15 Kitab-kitabnya banyak dijadikan rujukan bagi para
ulama dalam memilih hukum.
Perbedaan 4 Imam Mazhab
1. Imam Hanafi
Mazhab Hanafi dikenal dengan mazhab ahl al-ra’yu karena hadis yang sampai ke Irak
jumlah sedikit sehingga banyak menggunakan logika akal. Dalam mazhab ini dalil-dalil yang
dijadikan sebagai sumber hukum Islam adalah al-Qur’an, Sunnah, ijma’ sahabat,
pendapat/qaul sahabat pribadi, qiyas, istihsan, urf.16

14
Moh. Abdulloh Rif’an, “Mengenal Madzhab Syafi’i(Bagian I)”, https://mualliminenamtahun.net/berita/mengenal-
madzhab-syafii-bagian-i (22 September 2022)
15
Akhmad Farid, Ushul Fikih Kelas X MA Peminatan Keagamaan (Jakarta: Direktorat KSKK Madrasah, 2020), 41
16
Ibid.
2. Imam Maliki
Mazhab ini dikenal dengan mazhab ahl al-ḥadīś, bahkan beliau mengutamakan
perbuatan ahli Madinah daripada khabar wahid. Alasan yang dikemukakan adalah penduduk
Madinah tidak mungkin akan berbuat sesuatu yang bertentangan dengan perbuatan Rasul.
Dalil-dalil yang dijadikan sebagai sumber hukum Islam adalah al-Qur’an, Sunnah, praktik
masyarakat/ahli Madinah, ijma’ sahabat, pendapat individu sahabat, qiyas, tradisi masyarakat
madinah, maslahah mursalah, dan ‘urf.17
3. Imam Syafi’i
Imam al-Syafi’i belajar kepada Imam Malik yang dikenal dengan mazhab ahl al-
ḥadīś, kemudian beliau pergi ke Irak dan belajar dari ulama Irak yang dikenal sebagai
mazhabul qiyas atau ahl al-ra`y. Beliau berikhtiar menyatukan madzhab terpadu yaitu
mazhab hadis dan mazhab qiyas. Yang menjadi dalil-dalil sumber hukum Islam adalah al-
Qur’an, sunnah, ijma’, pendapat individual sahabat, qiyas, dan istishab.18
4. Imam Hambali
Adapun Imam Ahmad bin Hambal sering mengambil pertengahan, apabila Imam
Malik berpendapat dan Imam Syafi’i berpendapat, maka Imam Ahmad mengambil
pertengahannya. Yang menjadi dasar-dasar rujukan sebagai sumber hukum Islam adalah:
hukumnya dengan merumuskan melalui: al-Qur’an, Sunah, Ijma’ sahabat, pendapat individu
sahabat, hadis dhaif, dan qiyas.19
ALIRAN TASAWUF
Munculnya Aliran Tasawuf
Istilah sufi mulai dikenal pada abad II Hijriah, tepatnya tahun 150 H. Orang pertama yang
dianggap memperkenalkan istilah ini kepada dunia Islam adalah Abu Hasyim al-Sufi atau akrab
disebut juga Abu Hasyim al-Kufi.20 Tetapi pendapat lain menyebutkan bahwa tasawuf baru
muncul di dunia Islam pada awal abad III Hijriah yang dipelopori oleh al-Kurkhi, seorang tokoh
asal Persia, yang mengembangkan pemikiran bahwa cinta kepada Allah adalah sesuatu yang
tidak diperoleh melalui belajar, melainkan karena faktor pemberian dan keutamaan dariNya.21
Dalam perspektif sejarah, tasawuf muncul dan berkembang sebagai akibat dari kondisi
sosio-kultur dan politik pada masa rezim pemerintahan kaum 'Umawi di Damaskus. Secara
umum mereka dianggap kurang religius dalam praktik kehidupannya. Dalam kondisi seperti ini,

17
Ibid.
18
Ibid.
19
Ibid.
20
Suteja Ibnu Pakar, Tokoh-tokoh Tasawuf dan Ajarannya (Yogyakarta: Deepublish, 2013), 7
21
Ibid.
kemudian tasawuf muncul-sebagaimana dikatakan Nurcholish Madjid-sebagai gerakan oposisi
politik untuk merespons perilaku kaum 'Umawi pada saat itu. 22 Da1am perkembangan
selanjutnya, tasawuf bukan lagi sebagai gerakan oposisi politik, tetapi merupakan gerakan
personal yang timbul dari kesadaran hati itu sendiri yang sangat alamiah, dan inilah yang
sebenarnya merupakan intisari dari ajaran sufisme.23
Pengertian Tasawuf
Terdapat banyak sekali pengertian tasawuf yang tersebar di masyarakat. Dalam hal ini,
Nicholson sebagaimana dikutip Alwi Shihab, mencatat antara lain ada 78 definisi. 24 Bahkan
menurut As-Suhrawardi, mengakui tasawuf memiliki lebih dari seribu definisi.25 Hal ini
menunjukkan bahwa banyaknya definisi tasawuf yang muncul adalah suatu kenyataan yang tidak
bisa dihindari, dan banyaknya definisi yang muncul adalah sebanyak persepsi yang dimunculkan
oleh para sufi sebagai manifestasi dari pengalaman sufistiknya tersebut.
1. Pengertian Etimologis
Secara etimologis (kebahasaan) kata tasawuf atau sufi diambil dari kata shaff,
yang berarti saf atau baris. Dikatakan demikian, karena sufi selalu berada pada baris
pertama dalam shalat.26 Ada juga yang mengatakan berasal dari kata shafa yang berarti
bersih. Karena hatinya selalu dihadapkan ke hadirat Allah Swt., dan bentuk Jama' (plural)-
nya adalah shaffi, bukan shufi.27 Adalagi yang mengatakan, berasal dari kata shuffah atau
shuffat al-masjid, serambi masjid, karena tempat ini didiami oleh para sahabat Nabi yang
tidak punya tempat tinggal.28 Mereka selalu berdakwah dan berjdalamihad demi Allah
semata. Dikatakan sufi, karena senantiasa menunjukkan perilaku sebagaimana para sahabat
pada masa Nabi Saw. tersebut.
Di samping itu, masih ada lagi yang berpendapat, bahwa kata sufi merupakan kata
jadian dari shuf, yang berarti bulu domba. Dikatakan demikian, karena para sufi suka
memakai pakaian kasar, tidak suka pakaian halus dan bagus, yang penting bisa menutupi
dari ketelanjangan. Ini dilakukan sebagai tanda taubat dan kehendaknya untuk

22
Syamsun Ni’am, “Tasawuf Studies: Pengantar Belajar Tasawuf”, (Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2014), 114
23
Ibid., 115
24
Ibid., 24
25
Ibid.
26
Ibid.
27
Ibid.
28
Ibid.
meninggalkan kehidupan duniawi.29 Ada lagi yang berpendapat, kata sufi berasal dari kata
sophos (bahasa Yunani) yang berarti hikmah (kebijaksanaan). Dikatakan demikian, karena
sufi selalu menekankan kebijaksanaan.30 kata sufi juga bisa diambil dari kata shaufana,
yaitu sejenis buah-buahan (a kind of vegetable), yang berbentuk kecil dan berbulu yang
banyak tumbuh di gurun pasir Arab. Derivasi kata ini karena orang-orang sufi banyak
memakai pakaian berbulu dan mereka hidup dalam kegersangan fisik, tapi subur
batinnya.31 kata sufi juga berasal dari kata shuffah yang artinya pelana yang dipergunakan
oleh para sahabat Nabi Saw. yang miskin untuk bantal tidur di atas bangku batu di samping
Masjid Nabawi di Madinah.
Versi lain mengatakan bahwa shuffah artinya suatu kamar di samping Masjid
Nabawi yang disediakan untuk sahabat Nabi dari golongan Muhajirin yang miskin.
Penghuni shuffah ini disebut ahl as-shuffah.32 Mereka mempunyai sifat teguh dalam
pendirian, takwa, warak, zuhud, dan tekun beribadah. Kata shufoh, nama sebuah suku Arab
yang pada masa Jahiliyah memisahkan diri dari dunia dan mereka hanya mengabdikan diri
melewati.dan merawat Masjid al-Haram di Makkah, juga dianggap derivasi dari kata sufi.
Alasannya karena adanya kemiripan antara perilaku kaum sufi yang kurang (tidak)
memerhatikan duniawi dengan perilaku kaum shufoh pada masa Jahiliyah.
2. Pengertian Terminologis
Secara istilah (terminologis), ada banyak pengertian tasawuf yang berkembang di
masyarakat. Salah satunya adalah pengertian tasawuf menurut Abu al-Hasan asy-Syadzili
(1258 M), guru spiritual terkenal dari Afrika Utara-sebagaimana dikutip Fadhlalla Haeri-
mengartikan tasawuf sebagai "praktik-praktik amalan dan latihan dalam diri seseorang
melalui ibadah dan penyembahan lain guna mengembalikan diri kepada Allah Swt”.33
Sementara Ahmad Zarruq (1494 M) dari Maroko, cukup luas mendefinisikan tasawuf
sebagai "pengetahuan yang dapat menata dan meluruskan hati serta membuatnya istimewa
bagi Allah, mempergunakan pengetahuan tentang Islam,-secara khusus tentang hukum-
yang kemudian mengaitkan pengetahuan tersebut guna meningkatkan kualitas perbuatan,

29
Ibid., 25
30
Ibid.
31
Ibid.
32
Ibid.
33
Ibid., 28
serta memelihara diri dalam batasan-batasan hukum Islam dengan harapan muncul kearifan
pada dirinya''.34
At-Taftazani juga mendefinisikan tasawuf sebagai "sebuah pandangan filosofis
kehidupan yang bertujuan mengembangkan moralitas jiwa manusia yang dapat
direalisasikan melalui latihan-latihan praktis tertentu yang mengakibatkan larutnya
perasaan dalam hakikat transendental. Pendekatan yang digunakan adalah dzauq (cita-rasa)
yang menghasilkan kebahagiaan spiritual. Pengalaman yang tak kuasa diekspresikan
melalui bahasa biasa karena bersifat emosional dan individual".35
Sedangkan Abu Hamzah al-Baghdadi memberikan penjelasan akan perbedaan
antara sufi betulan dengan sufi palsu dengan menunjukkan kriteria-kriterianya. Dia
mengatakan: "Tanda sufi yang benar adalah dia menjadi miskin setelah kaya, hina setelah
mulia, dan dia bersembunyi setelah terkenal. Tanda seorang sufi palsu adalah dia menjadi
kaya setelah miskin, menjadi objek penghormatan tinggi setelah mengalami kehinaan, dan
dia rnenjadi masyhur setelah tersembunyi".36
Beberapa Aliran Dalam Ilmu Tasawuf
Dalam perjalanannya tasawuf terus mengalami perkembangan dan mengalami beberapa
fase, dimulai dari fase pembentukan, pengembangan, konsolidasi, falsafi, hingga fase pemurnian.
Dari masing-masing fase tersebut, para sufi memiliki konsepsi, pemahaman, dan cara yang
berbeda-beda antara satu fase dengan fase yang lain. Perbedaan tersebut terlihat dari adanya dua
aliran dalam tasawuf, yaitu tasawuf semi-falsafi yang kemudian berubah menjadi tasawuf falsafi
dan tasawuf sunni atau akhlaki.
1. Tasawuf Falsafi
Pada awal perkembangannya tasawuf falsafi masih berbentuk tasawuf semi-falsafi, 37
yaitu tasawuf yang ajarannya disusun secara mendalam dengan menggunakan bahasa-
bahasa simbolik-filosofis. Sehingga tidak mengeherankan jika kebanyakan sufi yang
mengikuti aliran ini akan mengalami ekstase (kemabukan spiritual) yang dikuasai oleh
perasaan kehadiran Tuhan,38 di mana para sufi melihat Tuhan dalam segala sesuatu dan
kehilangan kemampuan untuk membedakan antara makhluk-makhluk. Para penganut aliran
34
Ibid., 29
35
Ibid.
36
Ibid.
37
Leni Andariati, “Aliran-aliran dalam Tasawuf ”, Jurnal Studi Islam, Vol. 1 No. 2 (Juli, 2020), 142
38
Ibid., 132
tasawuf semi-falsafi juga cenderung mengungkapkan statement yang terkesan ganjil serta
bertolak dari keadaan fana’ menuju pernyataan tentang terjadinya penyatuan. Para sufi
yang termasuk dalam aliran ini adalah Abu Yazid al-Bustami, Abu Mansur al-Hallaj, dan
Ibn Arabi. Tasawuf semi-falsafi sulit dipahami oleh orang-orang awam, bahkan ajarannya
terkesan rumit untuk dipahami.
Tasawuf falsafi muncul pada abad ke VI dan VII Hijriah setelah sebelumnya sempat
tenggelam di abad V H dalam bentuknya yang masih semi-falsafi. Tasawuf falsafi disebut
juga sebagai tasawuf nazhari yang ajarannya merupakan hasil perpaduan antara visi mistis
dan visi rasional pengasasnya.39 Berbeda dengan tasawuf sunni, tasawuf falsafi
menggunakan terminologi filosofis dalam pengungkapannya, yaitu dari berbagai macam
ajaran filsafat yang telah mempengaruhi para tokohnya.40 Tasawuf falsafi mulai muncul
dengan jelas dalam khazanah Islam sejak abad keenam Hijriyah, meskipun para tokohnya
baru terkenal seabad kemudian. Sejak abad keenam Hijriyah itulah muncul sekelompok
tokoh tasawuf yang memadukan setengah-setengah antara tasawuf dengan filsafat. 41
Menurut at-Taftazani, ciri umum dari tasawuf falsafi adalah ajarannya yang samar-samar
dikarenakan banyaknya istilah khusus yang hanya dipahami oleh siapa saja yang
memahami ajaran tasawuf jenis ini.42
Tasawuf falsafi juga memiliki karakteristik khusus yang kemudian menjadi pembeda
dengan tasawuf sunni, yaitu:
a) Tasawuf falsafi banyak mengonsepsikan pemahaman ajarannya dengan
menggabungkan antara pemikiran rasional filosofis dan perasaan (dzauq). Meski
demikian, tasawuf falsafi juga sering mendasarkan pemikirannya dengan mengambil
sumber-sumber naqliyyah, tetapi dengan interpretasi dan ungkapan yang samar-sama
serta sulit untuk dipahami orang lain. Kalaupun dapat diinterpretasikan oleh orang
lain, interpretasi itupun cenderung kurang tepat dan lebih bersifat subjektif.
b) Seperti halnya tasawuf sunni, tasawuf falsafi juga didasarkan pada latihan-latihan
rohaniah (riyadhah), yang dimaksudkan sebagai peningkatan moral dan mencapai
kebahagiaan,

39
Ibid., 142
40
Ibid.
41
Ibid.
42
Ibid.
c) Tasawuf falsafi memandang iluminasi sebagai metode untuk mengetahui hakikat
realitas, yang menurut penganutnya dapat dicapai dengan fana’,
d) Para penganut tasawuf falsafi selalu menyamarkan ungkapan-ungkapan tentang
hakikat realitas dengan berbagai simbol atau terminologi.
Kebangkitan kembali tasawuf semi-falsafi menjadi tasawuf falsafi ini dibarengi
dengan munculnya beberapa thariqah dalam tasawuf. Tasawuf falsafi dikembangkan oleh
para sufi yang berlatarbelakang sebagai filosof, di samping sebagai seorang sufi.

2. Tasawuf Akhlaki
Tasawuf sunni atau akhlaki merupakan tasawuf yang banyak dikembangkan oleh
kaum salaf, yang ajarannya didasarkan pada al-Qur’an dan Sunnah Nabi Muhammad Saw.,
selain itu calon sufi juga diharuskan untuk meningkatkan kualitas diri, memahami syari’at
dengan sebaik-baiknya. Tasawuf akhlaki mendasarkan pengalaman kesufiannya dengan
pemahaman yang sederhana dan mudah dipahami bagi orang awam. Tasawuf sunni
berbeda dengan tasawuf falsafi, jika para sufi tasawuf falsafi mengalami kemabukan
spiritual ataupun ekstase, maka para sufi tasawuf sunni berada dalam keadaan sadar atau
tidak mabuk. tetapi dipenuhi dengan rasa takut dan hormat, rasa bahwa Tuhan begitu
agung, perkasa, penuh murka, dan jauh, yang tidak peduli dengan persoalan-persoalan
kecil umat manusia. Tasawuf tipe ini tidak dapat dipisahkan dengan syari’at karena bagi
para penganutnya, syari’at adalah jalan awal yang harus ditempuh untuk menuju tasawuf.
Tokoh yang memprakarsai adalah al-Junaid al-Baghdadi, al-Qusyairi, al-Hiwari, dan al-
Ghazali.
Tasawuf akhlaki banyak pengikutnya terutama di negara-negara yang bermazhab
Syafi’i, hal ini dikarenakan penampilan paham dan ajaran-ajarannya yang tidak terlalu
rumit. Adapun ciri-ciri dari tasawuf sunni yaitu:
1. Melandaskan diri pada al-Qur’an dan Sunnah,
2. Tidak menggunakan terminologi-terminologi filsafat, sebagaimana terdapat dalam
ungkapan syathahiyat,
3. Lebih bersifat mengajarkan dualisme dalam hubungan antara Tuhan dan manusia,
4. Kesinambungan antara haqiqat dan syari’ah,
5. Lebih berkonsentrasi pada soal pembinaan, pendidikan akhlak, serta pengobatan jiwa
dengan cara riyadlah (latihan mental) dan langkah takhalli, tahalli, dan tajalli.
Maka dapat disimpulkan bahwa tasawuf sunni atau akhlaki merupakan bentuk
tasawuf yang memagari diri dengan al-Qur’an dan al-Hadits secara ketat dengan
penekanan pada aspek amalan dan mengaitkan antara ahwal dan maqamat. Sedangkan
tasawuf falsafi cenderung menekankan pada aspek pemikiran metafisik dengan
memadukan antara filsafat dengan ketasawufan.
Apabila dibandingkan antara konsep-konsep tasawuf sunni dengan tasawuf falsafi,
ditemukan sejumlah kesamaan disamping perbedaan-perbedaan yang cukup mendasar.
Kedua aliran sama-sama mengakui ajarannya bersumber dari Al-Qur’an dan sunnah serta
sama-sama mengamalkan Islam secara konsekuen. Kedua aliran ini sama-sama berjalan
pada prinsip al-maqomat dan al-ahwal.
Perbedaan yang jelas diantara kedua aliran ini terletak pada tujuan “antara” maqom
tertinggi yang dapat dicapai seorang sufi. Sedangkan pada aspek tujuan akhirnya, kedua
aliran sama-sama ingin memperoleh kebahagiaan yang hakiki, kebahagiaan yang bersifat
spiritual. Dimaksud dengan tujuan “antara” adalah terciptanya komunikasi langsung antara
sufi dengan Tuhan dalam posisi seakan tiada jarak lagi antara keduanya. Dalam memberi
makna terhadap posisi “dekat tanpa jarak” inilah terdapat perbedaan mendasar antara
kedua aliran ini.Tasawuf Sunni berpendapat, bahwa antara makhluk dengan Khalik tetap
ada jarak sehingga tidak mungkin tumbuh karena keduanya tidak seesensi. Lain halnya
dengan tasawuf falsafi, dengan tegas mengatakan manusia seesensi dengan Tuhan karena
manusia berasal dan tercipta dari esensi-Nya. Oleh karenannya keduanya dapat berpadu
apabila kondisi untuk itu telah tercipta.
Tasawuf Sunni kurang memperhatikan ide-ide spekulatif karena mereka sudah
merasa puas dengan argumentasi yang bersifat naqli agamawi. Apabila dilihat dari aspek
materi kajian dan proses pencapaian sasaran antara, tasawuf sunni dapat dibedakan kepada
tasawuf akhlaki dan amali. Berbeda dengan tasawuf falsafi, kelompok ini justru gemar
terhadap ide-ide spekulatif karena kebanyakan sufi aliran ini memilki pengetahuan yang
cukup dalam tentang lapangan filsafat.
DAFTAR PUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai