Anda di halaman 1dari 235

Penulis:

Dr. Seno Andri, M.Si.

Penyunting:

Prof. Dr. Eka Afnan Troena


ii

KEPEMIMPINAN DAN BUDAYA ORGANISASI


DALAM PERUSAHAAN

Penulis:
Dr. Seno Andri, M.Si.

Penyunting:
Prof. Dr. Eka Afnan Troena

Desain Sampul:
Hasri Deswal Zen, S.Sos.

Cetakan 1:
April 2011

ISBN: 978-623-6756-09-6

Penerbit:
FAKULTAS EKONOMI & BISNIS UNIVERSITAS RIAU
Kampus Bina Widya KM. 12,5 Simpang Baru Panam Pekanbaru
28293, Telp. (0761) 63266 Fax 63268

Sanksi Pelanggaran Pasal 72


Undang-undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta
1. Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak mengumumkan atau
memperbanyak suatu ciptaan atau memberi izin untuk itu dipidana
dengan pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan /atau denda
paling banyak Rp 100.000.000,-(seratus juta rupiah
2. Barangsiapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan, mengedarkan
atau menjual kepada umum suatu ciptaan atau barang hasil pelang-garan
hak cipta sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 (satu), dipidana dengan
pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak
Rp. 50.000.000,-(lima puluh juta rupiah)
iii

PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim.
Assalamu’alaikum Warrahmatullahi Wabarakaatuh
Segala puji dan rasa syukur kepada Allah SWT yang Maha
Pemberi Nikmat. Hanya dengan izin dan kemudahan yang
dilimpahkan, maka buku referensi “Kepemimpinan dan Budaya
Organisasi Dalam Perusahaan” ini bisa disempurnakan kembali.
Shalawat dan salam kepada Rasulullah Muhammad SAW, beserta
ahli bait dan sahabat yang telah berjasa menyampaikan wahyu
kepada seluruh umat di dunia.
Kajian buku ini dilakukan dengan tujuan untuk memperoleh
gambaran mengenai pengaruh faktor gaya kepemimpinan,
budaya organisasi, motivasi serta program pendidikan dan latihan
baik secara parsial maupun simultan terhadap kinerja perusahaan
dan kepuasan kerja karyawan pada PT. X, Tbk Kandatel Riau,
Secara teoritis kajian buku ini dapat dimanfaatkan dalam
pengembangan teori yang relevan dan memberikan manfaat
dalam implementasi teori atau bersifat praktis, Sekaligus
memberikan referensi mengenai hubungan antara kinerja dengan
kepuasan kerja (job satisfaction) melalui tinjauan gaya
kepemimpinan, budaya organisasi, motivasi serta program
pendidikan dan latihan.
Kajian-kajian terdahulu umumnya hanya melihat hubungan
antara kinerja dan kepuasan kerja, dan mengabaikan penilaian
terhadap kinerja karyawan, studi studi lawas itu juga cenderung
melihat pendidikan dan latihan sebagai sarana untuk menambah
keahlian karyawan. Padahal pendidikan dan keahlian dapat
dilihat dari dua sudut pandang: yaitu pendidikan dan latihan
untuk pekerjaan hari ini dserta pendidikan dan latihan untuk karir
masa dating. Pendidikan dan laihan cenderung diberikan kepada
keahlian pemasaran produk. Studi studi itupun tidak melihat
penilaian kinerja sebagai sesuatu yang penting dan mempunyai
dasar hokum, padahal penilaian kinerja harus berdasarkan pada
iv

perjanjian kerja tahunan (employment contract) antara karyawan


dengan atasan.
Maka, pembaca akan menemukan sesuatu yang agak
berbeda disini, melalui buku ini Penulis berhasil membuktikan
bahwa gaya kepemimpinan berpengaruh terhadap kinerja,
dimana indikator yang dipengaruhi paling dominan mengukur
gaya kepemimpinan adalah gaya kepemimpinan demokratik.
Budaya organisasi berpengaruh terhadap kinerja, dimana
indicator budaya organisasi yang paling dominan adalah
pemberian peran kepada karyawan sesuai dengan keahlian dan
kompetensi masing-masing karyawan.
Disadari, banyak segi kekurangan dan keterbatasan yang
dimiliki Penulis, dan kendati telah dikerahkan segala kemampuan
meneliti secara lebih cermat, akan tetapi disadari masih banyak
kelemahan, oleh karena itu penulis mengahapkan saran yang
dapat membangun agar tulisan ini dapat lebih bermanfaat.

Pekanbaru, September 2020

Penulis
v

DAFTAR ISI

PENGANTAR iii
DAFTAR ISI v
DAFTAR GAMBAR vii

BAB I. PENDAHULUAN 1
BAB II. GAYA KEPEMIMPINAN DALAM PERUSAHAAN 17
Gaya Kepemimpinan 17
Budaya Organisasi 26
Motivasi 33
Program Diklat 48
Kinerja 57
Kepuasan Kerja (Job Satisfaction) 62
Kajian Terdahulu 64
Hubungan Antar Variabel 88
BAB III. MODEL TEORI 94
BAB IV. STRUKTUR MODEL SEM 117
Pendekatan Kajian 117
Tempat dan Waktu Kajian 118
Populasi dan Sampel 118
Metode Pengumpulan Data 119
Analisis Data 120
vi

BAB V. GAMBARAN ANALISA PERUSAHAAN 136


Karakteristik Responden Kajian 145
Analisis Statistik Deskriptif 148
Uji Validitas dan Reliabilitas Instrumen dalam SEM 156
Hasil Pengujian Asumsi SEM 157
Pengujian Goodness of Fit Model SEM 160
Pengujian Measurement Model dalam SEM 161
Pengujian Model Struktural dalam SEM 165
Analisa Perusahaan 170
Implikasi Kajian 204
Keterbatasan Kajian 206
BAB VI. PENUTUP 209
Kesimpulan 213
Saran 217

DAFTAR PUSTAKA
vii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Model Motivasi 47


Gambar 2. Model Motivasi Porter-Lawler 97
Gambar 3. Model Budaya Organisasi 102
Gambar 4. Kerangka Pemikiran 106
Gambar 5. Hipotesis Kajian 110
Gambar 6. Diagram Jalur Untuk SEM 128
Gambar 7. Diagram Jalur Pengujian Goodness Of Fit Overall 160
Gambar 8. Diagram Jalur Hasil Pengujian Hipotesis 165
Seno Andri, “Kepemimpinan dan Budaya Organisasi dalam Perusahaan”

BAB I

PENDAHULUAN

Momentum kondisi ekonomi-moneter Indonesia


yang mulai membaik yang diiikuti berkembangnya sektor
industri telekomunikasi secara pesat ditandai dengan
berdirinya beberapa operator telekomunikasi yang
menyediakan jasa telekomunikasi untuk kebutuhan
masyarakat maupun dunia usaha.

Badan usaha pengelola telekomunikasi bergerak


dan tumbuh dengan membawa berbagai aspek atau
permasalahan baik di dalam maupun yang datang dari
luar organisasi, kesemuanya perlu pembenahan.

Pembenahan-pembenahan manajerial, keorganisasian,


sistem dan prosedural serta pemberdayaan sumber daya
yang ada juga dilakukan oleh setiap badan usaha dalam
rangka mengantisipasi perubahan lingkungan usaha
yang menuntut profesionalisme, efisiensi,
produktivitas, jiwa kewirausahaan serta inovasi yang
tinggi. Ketatnya, tingkat persaingan dewasa ini juga
mendorong dunia usaha untuk memproduksi dan
menyalurkan barang atau jasa yang dibutuhkan
konsumen dengan harga yang mencerminkan efisiensi
ekonomi. Oleh sebab itu untuk berjuang menghadapi
krisis ekonomi yang sedang terjadi dan mempersiapkan

Page 1
Seno Andri, “Kepemimpinan dan Budaya Organisasi dalam Perusahaan”

dari menghadapi era perdagangan bebas yang akan datang


dibutuhkan dukungan sumber daya manusia yang
berkualitas, produktif dan profesional, iklim usaha yang
sehat, pemanfatan ilmu dan teknologi yang optimal serta
terpeliharanya fungsi kelestarian lingkungan hidup.

Dunia telah berubah. Kompetisi global memberi


pilihan yang banyak kepada konsumen yang semakin sadar
biaya (cost conscious) dan sadar (value conscious). Dalam
menghadapi persaingan yang semakin ketat ini, para
pengusaha diharapkan mampu menciptakan dan
menerapkan teknik-teknik peningkatan efisiensi, sehingga
kinerja (performance) perusahaan dapat ditingkatkan dan
eksistensi perusahaan dapat dipertahankan.

Menghadapi situasi tersebut dituntut peranan


manajer sebagai pimpinan dalam mengantisipasi dan
mengadaptasi perubahan-perubahan tersebut menjadi
sangat penting. Harlanto (1994) dalam Yunus Oemar (2004)
mengatakan bahwa untuk menyikapi kondisi persaingan
dan lingkungan usaha yang dinamis itu maka manajemen
perusahaan perlu melaksanakan upaya integrasi internal
dam adaptasi dengan lingkungan luar perusahaan.
Pemegang kunci utama dalam integrasi internal dalam
proses pencapaian tujuan perusahaan adalah sumber daya
manusia yang tidak lain adalah para manager dan karyawan
perusahaan. Sedangkan adaptasi lingkungan eksternal
perusahaan dilakukan dengan beradaptasi terhadap
kepentingan komponen-komponen yang mempunyai
pengaruh atas pencapaian tujuan perusahaan yang lain
disebut dengan stakeholder.

Sejalan dengan pandangan Corvey (1997) bahwa


kepemimpinan atau gaya kepemimpinan sangat dibutuhkan
dalam mengerahkan dan memotivasi karyawan untuk

Page 2
Seno Andri, “Kepemimpinan dan Budaya Organisasi dalam Perusahaan”

meningkatkan prestasi kerja mereka. Prestasi kerja yang


ditunjukan oleh karyawan akan berdampak langsung pada
pencapaian kinerja perusahaan secara keseluruhan. Disisi
lain suatu produk, baik produk yang kasat mata (tangible)
maupun yang produk yang tidak kasat mata (intangible) yang
dihasilkan oleh suatu perusahaan sangat dipengaruhi oleh
sejauh mana pimpinan/manager perusahaan mampu
menjalankan fungsi usaha dan managerialnya.

Budava organisasi merupakan suatu bentuk


keyakinan, nilai, cara yang bisa dipelajari untuk
mengatasi dan tata cara berkehidupan dalam organisasi,
budaya organisasi itu cenderung untuk diwujudkan oleh
anggota organisasi (Brown, I 998 ;34).

Robbins (7003:525) menjelaskan bahwa budaya


organisasi itu merupakan suatu sistem nilai yang dipegang
dan dilakukan oleh anggota organisasi, yang dengan
demikian maka suatu organisasi bisa diperbedakan
dengan organisasi lainnya. Karyawan sebagai petugas
pclaksana lapang harus memiliki suatu komitmen
keorganisasian yang kuat, karena komitmen tersebut
merupakan prinsip dan budaya yang fundamental bagi
keberhasilan organisasi. Organisasi yang baik selalu menjaga
interaksi dengan karyawan dalam kerangka yang strategik.
Organisasi memberikan kepada karyawan fasilitas,
kompensasi, kesejahteraan, kekuatan, dan kesungguhan
karyawan dalam berupaya mencapai tujuan organisasi.
Komitmen karyawan ini akan menciptakan suatu
“budaya organisasi” yang berkarakter positif, sehingga
dapat menimbulkan kinerja yang baik. Untuk itu, di
samping komitrnen terhadap organisasi, karyawan juga
harus memiliki motivasi kerja yang tinggi dan terjaga.
Motivasi kerja ini berkaitan dengan kepuasan kerja.

Page 3
Seno Andri, “Kepemimpinan dan Budaya Organisasi dalam Perusahaan”

Motivasi kerja seseorang amat dipengaruhi beberapa


faktor yang berasal dari dalam dirinya (internal) maupun
dari luar dirinya (eksternal). Motivasi internal akan
mempengaruhi pikiran dan mengarahkan sikap serta
perilaku seseorang. Motivasi eksternal menjelaskan
kekuatan-kekuatan yang ada di dalam diri individu yang
dipengaruhi oleh faktor-faktor luar yang sifatnya tidak
dapat dikendalikan. Faktor-faktor luar tersebut meliput
kepuasan kerja, gaji, kondisi kerja, kebijaksanaan
organisasi, dan hubungan kerja seperti penghargaan dan
kenaikan pangkat atau jabatan struktural. Untuk sebagian
besarnya faktor-faktor ini dikendalikan oleh pimpinan
perusahaan. Di samping itu, ada faktor eksternal lain di
lingkungan organisasi yang berpengaruh terhadap
perilaku dan sikap karyawan serta sangat rnenentukan
berhasil tidaknya suatu organisasi. (Davis & Newstrom:
1995,92).

Tajamnya persaingan dalam era globalisasi, harus


direspon dengan menyiapkan karyawan untuk bekerja lebih
profesional dan lebih dapat memikirkan kepentingan bisnis
dan perusahaan secara makro, Karyawan harus dapat
rnengembangkan dirinya, baik dengan malakukan sefl
development ataupun melalui program pandidikan dan
latihan yang dapat menunjang pelaksanaan tugasnya. Di
samping itu, globalisasi telah mempengaruhi sikap darn
perilaku masyarakat. Masyarakat mengajukan tuntutan
yang makin tinggi terhadap pemerintah dan dunia usaha,
baik terhadap pelayanan maupun produk yang diberikan.
Perubahan perilaku masyarakat sebagai konsumen
memberi pertanda bahwa tuntutan masyarakat terhadap
kinerja organisasi khususnya pada perusahaan
telekomunikasi.

Page 4
Seno Andri, “Kepemimpinan dan Budaya Organisasi dalam Perusahaan”

Sejalan dengan hal tersebut, pihak PT. X, Tbk


senantiasa mendorong untuk melengkapi dirinya dengar,
SDM yang unggul, handal dan bertanggung jawab.
Dengan diadakannya program pendidikan dan latihan,
maka diharapkan karyawan mempunyai pengetahuan,
keterampilan, dan wawasan sehingga dapat bekerja lebih
baik lagi dan meningkat prestasi kerjanya.

Kinerja (performance) perusahaan haruslah diukur


secara tepat dengan berbagai upaya dan metode. Pada
umumnya kinerja perusahaan diukur dari aspek keuangan
dan operasional. Sedangkan kinerja karyawan dapat dinilai
dan diukur melalui lingkungan sosial budaya (Rivao,
2005:17).

Tersedianya sumber daya manusia yang


profesional dalam setiap organisasi, adalah suatu conditio
sine qua non: sesuatu yang tidak mungkin dapat
ditawar-tawar lagi. Pertimbangan dasarnya adalah:
masuknya kita dalam era otonomi daerah, juga
meningkatnya tantangan dan tuntutan era globalisasi yang
secara kuantitatif maupun kualitatif makin meninggi
kadarnya.

Perubahan dan bergeseran paradigma dalam


penyelenggaraan manajemen perusahaan juga harus
mengikuti alur dan arus tuntutan zaman. Demikian juga
perubahan - perubahan sistem nilai masyarakat telah
berkembang pesat, sehingga kadang sangat sulit dikenali lagi.

Konsekuensi logic dari otonomi daerah, adalah


munculnya sifat kedaerahan yang berasal dari faktor
lingkungan luar perusahaan, keadaan ini akan berdampak:
pada penolakan dan butuhnya kerjasama tim, karena tim
terdiri dari beberapa keahlian dan etnik yang berbeda.

Page 5
Seno Andri, “Kepemimpinan dan Budaya Organisasi dalam Perusahaan”

Menyadari pentingnya posisi sumber daya manusia ini.,


Mien, seperti yang dikutip As'ad (1990:104), menyatakan
bahwa betapapun sempurnanya rencana, organisasi dan
pengawasan, bila sumber daya manusia (para karyawan) tidak
dapat menjalankan tugas mereka, maka hasilnya tidak akan
sebanyak yang sebenarnya dapat dicapai. Atas dasar itu,
pihak manajemen jasa telekomunikasi perlu
memperhatikan balas jasa, nilai-nilai atau budaya dan
lingkungan atau kondisi kerja karyawan jasa
telekomunikasi. Sehubungan dengan hal tersebut, maka
sejalan dengan jenjang kebutuhan yang dikemukakan
Maslow (1954), maka kebutuhan tingkat pertama karyawan
yang diharapkan dipenuhi organisasi adalah kebutuhan
fisiologis. Kebutuhan fisiologis tersebut terutama
dipenuhi melalui imbalan kompensasi yang dibayarkan pihak
manajemen.

Sudah banyak pengkaji yang mengangkat masalah


gaya kepemimpinan, budaya organisasi, motivasi dan
program pendidikan serta latihan secara partial tetapi
belum ada yang meneliti secara komprehensif hubungan
tersebut terutama dalam kajian empiris.

Gaya kepemimpinan berpengaruh terhadap kinerja,


di zaman globalisasi seperti sekarang ini karyawan akan dapat
meningkat kinerjanya apabila perusahaan tersebut dipimpin
oleh seorang pemimpin dengan gaya yang sesuai, dimana
kinerja dicerminkan melalui orientasi prestasi untuk
meningkatkan mutu kualitas karyawannya melalui proses
pemberian motivasi kerja yang baik dan benar. Dengan
peningkatan pemberian motivasi kerja karvawan ini
diharapkan kinerja pekerjaan atau prestasi kerja karvawan
PT. X, Tbk dapat ditingkatkan. Terlebih dalam peran dan
fungsinya selaku kas daerah yang bertindak sebagai

Page 6
Seno Andri, “Kepemimpinan dan Budaya Organisasi dalam Perusahaan”

pendorong bagi peningkatan pembangunan di lingkungan


Pemerintah Daerah Provinsi Riau.

Dalam upaya meningkatkan kinerja atau prestasi


kerja karyawan PT. X, Tbk perlu dilaksanakan upaya
peningkatan kualitas karyawan melalui suatu penerapan
kebijaksanaan pemberian motivasi kerja yang efektif dan
berkesinambungan serta konsisten. Dalam penerapan
pemberian motivasi kerja yang demikian itu, diharapkan
para karyawan yang berkinerja tinggi dan mampu
mendukung pembangunan yang dilakukan Pemda Riau.
Sehingga, tujuan pembangunan daerah dapat berjaIan sesuai
dengan tuntutan lingkungan dan visinya sebagai salah satu
elemen pendorong dan pengayom dalam mewujudkan
keseahteraan masyarakat daerah

Berdasar uraian di atas, serta untuk menunjang kajian


ini dikemukakan oleh para pengkaji terdahulu di topik
bahasan ini tclah melakukan studi pada 6 (enam) area
kajian, antara lain: 1). Kepemimpinan, banyak pengkaji
telah melakukan kajian tentang kepemimpinan secara
umum, Leonard L Berry, melakukan penelitan tentang
kcpcmimpinan The Collaborative Organization: Leadership
Lessons from Mayo Clinic (2004) dimana disini terlihat jelas
bagaimana gaya kepemimpinan tersebut dijalankan
dengan baik, dan seorang pemimpin harus mampu
membentuk suatu team work yang dapat bekerja sama
untuk meraih tujuan organisasi, 2). Budaya Organisasi.
Mereka lebih banyak menekankan pada aspek inovasi
dalam perilaku organisasi dengan basis keputusan
strategis dan komitmen di antara karyawan dan individu
kajian rujukan yang penulis ambil dilakukan antara lain
oleh Ian Coghlan and Williams Andrea (2002) dan Ali Irena
M (2002), 3). Motivasi. Para pengkaji terdahulu telah
membahas dan menemukan elemen kompensasi yang dapat

Page 7
Seno Andri, “Kepemimpinan dan Budaya Organisasi dalam Perusahaan”

mempengaruhi motivasi dan kepuasan kerja, kajian rujukan


yang penulis ambil dilakukan antara lain oleh Leonard Nancy
H, Beauvais Laura Lynn, Scholl Richard W. (1995), 3).
Pendidikan dan Latihan. Mereka lebih menyoroti proses
pembelajaran (pendidikan dan latihan) yang dapat
memotivasi seseorang agar mendapatkan atau
menghasilkan suatu produk dengan kuatitas maksimal,
kajian rujukan yang penulis ambil dilakukan antara lain oleh
Tuckmam Bruce W. (1999) dan Jackson Terence (1998), 4).
Kinerja. Mereka telah melihat faktor-faktor yang dapat
mempengaruhi kepuasan kerja, terutama di lingkungan
pegawai pemerintahan, kajian rujukan yang penulis ambil
dilakukan antara lain oleh Ali Irena M. (2002) dan Pitts
David W. (2003), 5). Kepuasan Kerja. Mereka telah meneliti
efek pengukuran hubungan lingkungan kerja dengan
kepuasan kerja serta komitmen organisasi yang menjadi
pedoman karyawan, kajian rujukan yang penulis ambil
dilakukan antara lain oleh Kecheng Liu, jan L.G Dietz, Barjs
Joseph (1999) dan Lievens Flip and Anseel Frederik (2004).
Dalam kehidupan sehari-hari semua orang, baik di
lingkungan keluarga maupun pada lingkungan masyarakat
di berbagai area pergaulan, pedoman untuk dan
bertingkah laku mengacu pada tatakrama yang berlaku
sejak lama setiap orang akan menggunakan Bahasa yang
dianggap tepat ketika berkomunikasi dengan sesamanya.
Umumnya masyarakat Indonesia penuh ketaatan terhadap
ajaran-ajaran dan kebiasan-kebiasaan yang berlaku turun
temurun.

Dalam kehidupan sehari-hari semua orang, baik di


lingkungan keluarga maupun pada lingkungan masyarakat
di berbagai area pergaulan, pedoman untuk dan
bertingkah laku mengacu pada tata krama yang berlaku
sejak lama setiap orang akan menggunakan bahasa yang
dianggap tepat ketika berkomunikasi dengan

Page 8
Seno Andri, “Kepemimpinan dan Budaya Organisasi dalam Perusahaan”

sesamanya. Umumnya masyarakat Indonesia penuh


ketaatan terhadap ajaran-ajaran dan kebiasaan-kebiasaan
yang berlaku turun menurun. Menurut Hodgetss dan
Ludlam (1994) budaya merupakan suatu pengetahuan
dimana orang menggunakannya untuk menggantikan
pengalamannya yang akan menghasilkan suatu sikap
dan perilaku sosial. Pengetahuan ini akan membentuk
nilai-nilai, menciptakan sikap dan mempengaruhi
perilaku orang sebagai anggota masyarakat atau
keluarga masyarakat tertentu yang tidak mungkin
dihindari. Pada kajian ini pengkaji berusaha melihat
hubungan antara kinerja dengan kepuasan kerja (job
satisfaction) melalui tinjauan gaya kepemimpinan, budaya
organisasi motivasi dan program pendidikan dan latihan.

Perbedaan yang mendasar antara kajian terdahulu


dengan kajian yang penulis lakukan antara lain adalah:
1). Pada kajian terdahulu hanya melihat hubungan antara
kinerja dan kepuasan kerja, pada kajian ini pengkaji
melakukan penilaian hubungan kinerja dan kepuasan
kerja dengan melakukan penilaian terhadap kinerja
karyawan, 2). Pada kajian terdahulu pendidikan dan
latihan diberikan untuk menambah keahlian karyawan,
disini pendidikan dan keahlian dilihat dari dua aspek
yaitu pendidikan dan latihan untuk pekerjaan hari ini dan
pendidikan serta latihan untuk karir masa yang akan
datang. Pendidikan dan latihan cenderung diberikan kepada
keahlian pemasaran produk, 3). Pada kajian terdahulu
penilaian kinerja tidak sebagai sesuatu yang penting dan
mempunyai dasar hukum, pada kajian ini penulis melihat
bahwa penilaian kinerja harus berdasarkan pada
perjanjian kerja tahunan antara karyawan dengan atasan.

Page 9
Seno Andri, “Kepemimpinan dan Budaya Organisasi dalam Perusahaan”

Berdasarkan uraian-uraian tadi, maka penulis


tertarik untuk melakukan kajian tentang “Kepemimpinan
dan Budaya Organisasi Dalam Suatu Perusahaan”.

Perkembangan perekonomian ke arah


globalisasi yang diindikasikan dengan perkembangan
teknologi informasi data komunikasi membawa dampak
pada pentingnya pengembangan sumber daya manusia.
Pada dekade ini pemerintah memberikan perhatian yang
cukup besar untuk mengembangkan manusia Indonesia
menjadi manusia yang terampil. Hal ini berarti
dibutuhkan kemampuan menghadapi dan melakukan
perubahan besar dalam waktu yang singkat. Sumber daya
manusia adalah faktor central dalam suatu organisasi.
Tantangan manajer masa kini adalah merespons
perubahan-perubahan eksternal agar faktor-faktor
lingkungan internal perusahaan menjadi kuat dan
kompetitif. Sesuai dengan orientasi pangembangan
sumber daya manusia, organisasi perusahaan dituntut untuk
memperhatikan perubahan-perubahan yang terjadi terutama
di luar organisasi. Saat ini orang menyadari perubahan
terjadi sangat cepat. Semua aspek mengalami perubahan.
Gaya hidup, tradisi, teknologi, perekonomian bahkan
kepemimpinan mengalami pergeseran-pergeseran yang jauh
berbeda dari dasawarsa sebelumnya. Iklim persaingan global
mengacu pada dua hal: (1) Persaingan antar perusahaan dan
(2) Persaingan antar individu di dalam perusahaan.
Dengan kondisi seperti ini berarti perusahaan atau
organisasi harus meningkatkan kemampuan sumber daya
manusianya.

Kondisi-kondisi yang terjadi di luar dirinya atau di


luar organisasi tempat dia bekerja merupakan hal yang
memberikan kepuasan baginya untuk ditaklukkan.
Kecenderungan yang kini berlangsung adalah angkatan kerja

Page 10
Seno Andri, “Kepemimpinan dan Budaya Organisasi dalam Perusahaan”

dituntut memiliki pengetahuan baru yang sesuai dinamika


perubahan. Tenaga kerja di sektor jasa di negara maju (kini
sekitar 70%) dari tahun ke tahun semakin meningkat, dan
tenaga paruh waktu juga semakin meningkat (Preffer, 2004),
upaya perusahaan yang sangat intensif tersebut berimplikasi
pada investasi dana dalam jumlah yang cukup besar pula
untuk program pengembangan sumber daya manusia.
Kegiatan pengembangan sumber daya manusia mcnjadi
konsekuensi logis di saat teknologi baru hendak dipakai
dalam proses-proses industri. Komitmen tinggi perusahaan
pada isu pengembangan SDM didorong olah keyakinan bahwa
program pelatihan dapat menghasilkan Long-lasting process
improvement. Pelatihan tidak hanya dipergunakan untuk
proses industri yang baru mengenalkan teknologi baru, tetapi
dapat juga digunakan untuk peningkatan kinerja.

Kinerja akan menjadi isu aktual dalam organisasi


karena apapun organisasinya kinerja merupakan kunci
terhadap efektivitas atau keberhasilan organisasi. Organisasi
yang efektif atau berhasil akan ditopang oleh sumber daya
manusia yang berkualitas. Selama ini masih sering terjadi
perbedaaan pemahaman mengenai konsep kinerja. Di satu sisi,
ada pemahaman konsep kinerja yang lebih memfokuskan
pada konteks organisasi, tetapi disisi lain ada yang lebih
memfokuskan pada konteks individu atau sumber daya
manusia. Konsep kinerja pada dasarnya merupakan
perubahan paradigma atau pergeseran paradigma dari konsep
produktivitas. Dalam berbagai literatur, pengertian
kinerja sangat beragam. Akan tetapi dari berbagai
perbedaan pengertian dapat dihasilkan dua garis besar
pengertian. Pertama, Kinerja merujuk pada hasil. Dalam
konteks hasil Bernardin (2001) mengatakan bahwa kinerja
merupakan catatan hasil yang diproduksi atas fungsi
pekerjaaan tertentu atau akibat aktivitas-aktivitas pada
periode waktu tertentu. Pengertian kinerja sebagai hasil

Page 11
Seno Andri, “Kepemimpinan dan Budaya Organisasi dalam Perusahaan”

juga terkait dengan produktivitas dan efektifivitas (Richard,


2002). Kedua, kinerja merujuk pada perilaku. Terkait pada
kinerja sebagai perilaku Murphy (1990) dalam Richard (2002)
menyatakan kinerja sebagai seperangkat perilaku yang
relevan dengan tujuan organisasi atau unit organisasi
tempat orang bekerja. Pengertian kinerja sebagai perilaku
dikemukakan oleh Mohrman (1989); Campbel (1993); Cardy
dan Dobbins (1994); Waldman (1994) dalam Sudarmanto
(2009).

Pada kajian empiris kajian bertemakan kinerja terkait


dengan variabel-variabel yang mempengaruhi, maupun
kinerja karyawan sebagai variabel terpengaruh
dikemukakan beberapa kajian sebelumnya Marschke (2002),
Camp (1993), Tuckman (1999), Alvaro (2004), Steinberg
(200l), Jackson (1998) menunjukkan simpulan yang beragam
tentang kinerja. Dalam kajiannya, Camp melihat kinerja dari
sisi perputaran pegawai, Abraro melihat melalui keselamatan
kerja, Steinberg memfokuskan pada Assessing Performance
dengan menggunakan metode IRT (Item Response Theory), dan
Jackson melihat dari emosi positif dan pengalaman kerja.
Berbagai sudut pandang itu mengakibatkan terdapat research
gap dalam meneliti kinerja karyawan, yaitu ketika coba
dijelaskan melalui gaya kepemimpinan, budaya,
motivasi, dan diklat. Serta bagaimana kemudian
kaitannya dengan kepuasan kerja.

Berdasarkan research gap tersebut pengkaji melihat


ada peluang untuk meneliti tema yang sama tetapi model,
variabel dan objek kajian berbeda. Kajian tentang kinerja
sudah dilakukan oleh beberapa pengkaji sebelumnva yang
melihat kinerja dari hubungannya dengan kepuasan kerja
seperti O'Connor (2001), Williams (2002), Irena (2002),
Gephart (2001), Pitts (2003), Marschke (2002), Camp (1993),
Tuckman (1999), Alvero (2004), Steinberg (2004), Jackson

Page 12
Seno Andri, “Kepemimpinan dan Budaya Organisasi dalam Perusahaan”

(1998), Nancy (1995), Kecheng (1999), Flip Lievens (2004),


Yousep(1999), Shea (1999), Triaji (2002), Eppart (2004),
Soedarto (2004), dan Amar (2004).

Berdasarkan pernyataan pada research gap di atas dan


kajian cara pengkaji terdahulu maka pada kajian ini
pengkaji mencoba melihat pengaruh gaya kepemimpinan,
budaya organisasi, motivasi dan program pendidikan dan
latihan terhadap kinerja perusahaan dan job satisfaction
sehingga pertanyaan kajian dapat dirumuskan sebagai berikut:
1). Apakah gaya kepemimpinan berpengaruh secara signifikan
terhadap kinerja? 2). Apakah budaya organisasi
berpengaruh secara signifikan terhadap kinerja? 3). Apakah
motivasi berpengaruh secara signifikan terhadap kinerja? 4.)
Apakah program diklat berpengaruh secara signifikan
terhadap kinerja? 5). Apakah gaya kepemimpinan
berpengaruh secara signifikan terhadap kepuasan kerja? 6).
Apakah budaya organisasi berpengaruh secara signifikan
terhadap kepuasan kerja? 7). Apakah motivasi
berpengaruh secara signifikan terhadap kepuasan kerja? 8).
Apakah program diklat berpengaruh secara signifikan
terhadap kepuasan kerja? 9). Apakah Kinerja berpengaruh
secara signifikan terhadap kepuasan kerja?

Kajian buku ini dilakukan dengan tujuan untuk


memperoleh gambaran mengenai pengaruh faktor
gaya kepemimpinan, budaya organisasi, motivasi, dan
program pendidikan dan latihan baik secara parsial
maupun simultan terhadap kinerja perusahaan dan
kepuasan kerja karyawan pada PT. X, Tbk. Secara lebih
spesifik kajian ini bertujuan untuk: 1). Menguji
pengaruh gaya kepemimpinan terhadap kinerja
perusahaan dan kinerja karyawan pada PT. X, Tbk., 2).
Menguji pengaruh budaya organisasi terhadap kinerja
perusahaan dan kinerja karyawan pada PT. X, Tbk., 3).

Page 13
Seno Andri, “Kepemimpinan dan Budaya Organisasi dalam Perusahaan”

Menguji pengaruh motivasi terhadap kinerja perusahaan


dan kinerja karyawan pada PT. X, Tbk, 4). Menguji
pengaruh program diklat terhadap kinerja perusahaan
dan kinerja karvawan pada PT. X, Tbk, 5). Menguji
pengaruh gaya kepemimpinan terhadap kepuasan
kerja perusahaan dan kepuasan kerja karyawan pada
PT. X, Tbk, 6). Menguji pengaruh budaya organisasi
terhadap kepuasan kerja perusahaan dan kepuasan
kerja karvawan pada PT. X, Tbk., 7). Menguji
pengaruh inotivasi terhadap kepuasan kerja
perusahaan dan kepuasan kerja karyawan pada PT. X,
Tbk., 8) Menguji pengaruh program diklat terhadap
kepuasan kerja perusahaan dan kepuasan kerja
karyawan pada PT. X, Tbk, 9). Menguji pengaruh
kinerja terhadap kepuasan kerja perusahaan dan
kepuasan kerja karyawan pada PT. X, Tbk.

Sejalan dengan tujuan kajian di atas, kajian ini


secara teoritis dapat dimaanfaatkan untuk
pengembangan teori yang relevan dan memberikan
manfaat pada implementasi teori atau bersifat
praktis. Sekaligus menambah referensi mengenai
hubungan antara kinerja dengan kepuasan kerja (jon
satisfaction) melalui tinjauan gays kepemimpinan,
budaya organisasi motivasi dan program pendidikan
dan latihan.

Gaya kepemimpinan yang secara teori diidentifikasi


memberi pengaruh terhadap kinerja, dapat bermanfaat
secara praktis bagi PT. X, Tbk. Kandatel Riau dalam
mengelola kinerja karyawan. Secara langsung dapat
dijadikan sebagai terminologi tindakan bahwa,
pengelolaan kinerja dapat dilakukan tidak saja dari
sudut keterampilan atau hal-hal yang langsung
berkaitan dengan produk semata, melainkan dapat

Page 14
Seno Andri, “Kepemimpinan dan Budaya Organisasi dalam Perusahaan”

dilakukan dari sudut lain yaitu style pimpinan


dalam kepemimpinannya.

Gaya kepemimpinan tersebut. bahkan juga


diidentifikasi secara teori memberi pengaruh
terhadap kepuasan kerja karyawan. Oleh
karenanya implementasi secara tepat sekaligus
memberikan rasa puas karyawan. Dengan demikian
berarti memberi nilai tambah terhadap value semua
aktivitas yang ditujukan untuk kepuasan karyawan
selama ini. Dampak-dampak tersebut pada gilirannya
adalah sebagai kesatuan efisiensi perusahaan bila
dilihat secara akuntansi. Karena dapat mempengaruhi
kinerja dan kepuasan karyawan tanpa melibatkan
penambahan biaya sebagai variabelnya.

Manfaat serupa dapat diambil dari variabel


budaya organisasi dan motivasi, keduanya secara teori
dapat mempengaruhi kinerja dan kepuasan karyawan.
Sehingga secara praktis bila terbukti secara empiris
dalam hasil kajian ini, maka dapat diimplementasikan
untuk mengendalikan kinerja dan kepuasan secara
praktis. Dikatakan serupa dengan gaya kepemimpinan,
karena disamping sama-sama diidentifikasi
mempengaruhi, juga sama-sama tidak bertumpu pada
biaya. Sehingga implementasinya dapat meningkatkan
efisiensi PT. X, Tbk Kandatel Riau.Varabel lain adalah
program diklat, variabel ini secara teori sangat kuat
sebagai independen umum terhadap tujuan tertentu.
Seperti untuk mempengaruhi kinerja dan kepuasan. Oleh
karenanya bila diimplementasikan dengan baik dapat
memberikan manfaat secara praktis terhadap
peningkatan kinerja dan kepuasan kerja.

Page 15
Seno Andri, “Kepemimpinan dan Budaya Organisasi dalam Perusahaan”

Implementasi program diklat harus direncanakan


dengan matang agar memberikan manfaat yang maksimal,
karena berbeda dengan variabel sebelumnya yang tidak
bertumpu pada biaya, diklat memerlukan biaya yang tidak
sedikit.

Page 16
Seno Andri, “Kepemimpinan dan Budaya Organisasi dalam Perusahaan”

BAB II
GAYA KEPEMIMPINAN
DALAM PERUSAHAAN

Gaya Kepemimpinan
Kepemimpinan adalah suatu proses dimana individu
mempengaruhi kelompok untuk mencapai tujuan umum
(Northouse, P.G., 2003:3). Pengertian ini dipertajam oleh Dubrin
bahwa kepemimpinan itu adalah kemampuan untuk
menanamkan keyakinan dan memperoleh dukungan dari
anggota organisai untuk mencapai tujuan organisasi (Dubrin,
A.J., 2001:3). Kepemimpinan itu ada pada diri pemimpin
/manajer. Dari aspek karakteristik dibedakan antara
karakteristik pemimpin (leader) dengan karkateristik manajer.
Luthans (2002:576) menegaskan bahwa karakteristik pemimpin
di abad XXI adalah: Innovates (menciptakan sesuatu yang
baru); An Original (asli dari pemimpin): Develops
(mengembangkan); Focuses on people (terkonsentrasi pada
manusia); Inspires trust (menghidupkan rasa percaya); Long-
range perspective (memiliki prespektif jangka panjang); Asks what
and why (ia menanyakan apa dan mengapa); Eye on the horizon
(berpandangan sama pada sesamanya); Originates (memiliki
keaslian); Challenges the Status quo (menentang kemapanan);
On person (mengakui tanggung jawab ada pada pemimpin);
Does the right- thing (mengerjakan yang benar).
Pemimpin memiliki karakteristik selalu memiliki upaya
untuk menciptakan hal yang baru (selalu berinovasi). Gagasan-
gagasan yang dimiliki oleh pemimpin merupakan gagasan
sendiri tidak meniru ataupun menjiplak. Pemimpin selalu
berupaya untuk mengembangkan apa yang dilakukan. Ia
percaya pada bawahan, dan selalu menyalakan api

Page 17
Seno Andri, “Kepemimpinan dan Budaya Organisasi dalam Perusahaan”

kepercayaan pada anggota organisasi. Gagasannya memiliki


perspektif jangka panjang. Ia bertanya pada bawahannya
dengan pertanyaan apa dan mengapa. Ia menentang status (quo,
ia tidak puas dengan apa yang ada. Ia bertanggung jawab atas
apa yang dilakukan oleh bawahannya, dan ia mengerjakan yang
benar.
Setiap pemimpin memiliki gaya kepemimpinan, ada
kalanya pemimpin tidak memberi kesempatan pada
bawahannya untuk bertanya ataupun minta penjelasan
(Authoritarian), ada kalanya pemimpin memberi kesempatan
bawahan untuk berdiskusi, bertanya (Democratic), dan ada
kalanya pemimpin itu membiarkan kondisi yang ada terserah
pada bawahan (Laissez -fair) (The Iowa Leadership Study) (Luthans,
2002:577).
Sebagaimana dikatakan oleh Duncan (1972) bahwa pada
dasarnya terdapat tiga tipe pokok gaya kepemimpinan klasik
yaitu tipe kepemimpinan otoriter (authoritarian), Nature yaitu
leader retains all authority and responsibility, leader assigns people to
clearly defined tasks, primary a downward flow of
communication. Primary Strength yaitu Stresses prompt, orderly,
and predictable performance. Primary Weakness yaitu Approach
tends to stifle individual. Tipe demokratis (democratic) nature yaitu
leader delegates a great deal of authority while retaining ultimate, work
is divided and assigned on the basis of participatory decision making,
active two-way' flow of upward and downward communication.
Primary Strength yaitu enhances personal commitment through
participation. Primary Weakness yaitu Democratic process is time-
consuming. Dan Tipe Bendali Bebas (laissez-faire), nature yaitu
leader grants responsibility and authority to group, group members
are told to wok thinks out themselves and do the best they can,
primarily-horizontal communication among peers. Primary
Strength yaitu Permit self-starters to do things as they see fit
without leader interference. Primary Weakness yaitu Group may
drift aimlessly in the absence of direction from leader, Duncan (1972).

Page 18
Seno Andri, “Kepemimpinan dan Budaya Organisasi dalam Perusahaan”

Berikut studi dilakukan oleh The Ohio Stare Leadership


Study, pada akhir Perang Dunia ke-2, temuan kajian
menunjukkan bahwa kepemimpinan ditujukan pada
penyelesaran tugas atau orientasi pada sasaran (Initiating
Structure), dan pengakuan terhadap kebutuhan individu dan
hubungan (Consideration). Selanjutnya kajian dilanjutkan oleh
The Early Michigan Leadership Study menunjukkan bahwa
kepemimpinan itu adalah perhatian terhadap karyawan
(employee-centered) dan juga perhatiannya terhadap proses
produksi (production-centered).
Kajian terhadap teori kepemimpinan terus berkembang
pada teori Sifat (Trait Theories), Teori Kelompok dan Tukar
Menukar (Group and Exchanges Theories), teori Contingency,
teori Jalur dan Tujuan (Path-Goal Leadership Theory), teori
Kepemimpinan Karismatik (Charismatic Leadership Theories),
teori Kepemimpinan Transformasional (Transformational
Leadership Theories) (Luthans, 2002: 579-589).
Pembahasan kepemimpinan juga tentang gaya
kepemimpinan (Leadership Style). Studi klasik tentang teori
kepemimpinan telah mengembangkan gaya kepemimpinan
yang kontinum Boss-Centered dan Employee Centered
Komponen dari Boss-Centered (meliputi: Theory X, Autocratic,
Production Centered, Close, Initiating Structure, Task-directed,
Directive). Sedangkan Employee Centered memiliki komponen:
Theory Y, Democratic, Employee-Centered General, Consideration,
Human relations, Supportive, Participative. Gaya kepemimpinan
tersebut telah mendasari teori Tannebaum and Schmidt Continuum
of Leadership Behaviour. (Armanu, 2005).
Leonard L Berry (2004), dalam kajian The Collaborative
Organization: Leadership Lessons from Mayo Clinic, menemukan
fakta bahwa kolaborasi antara pimpinan dengan unit-unit
terkait dalam satu organisasi menghasilkan kinerja yang bagus
sekali sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya
yaitu meningkatnya kunjungan pasien ke klinik.

Page 19
Seno Andri, “Kepemimpinan dan Budaya Organisasi dalam Perusahaan”

Menurut Luthan (1995), gaya kepemimpinan adalah "deal


with the way leaders influence followers'. Gaya kepemimpinan
berkenaan dengan cara-cara yang digunakan oleh manajer
untuk mempengaruhi bawahannya. Gaya kepemimpinan
merupakan norma perilaku yang digunakan seseorang manajer
pada saat ia mencoba mempengaruhi perilaku bawahannya.
Sujak (1990) mengatakan kepemimpinan manajer berkaitan
dengan, kemampuan manajer untuk mempengaruhi dan
mengarahkan tindakan seseorang atau sekelompok orang pada
materil, teknologi dan sumber daya keuangan dalam rangka
mencapai tujuan organisasi secara efektif.
Sebagai pemimpin, manajer ataupun pimpinan memiliki
peran (Role), kegiatan, dan skill Pimpinan memiliki peran
Interpersonal Roles, Informational Roles, Decisional Roles.
Sedangkan kegiatan mereka adalah Routine Communication,
Traditional Management, Networking, and Human Resource
Management. Skill bagi pemimpin adalah: I). Komunikasi
verbal, 2). Me-manage waktu dan stress, 3). Me-manage
pengambilan keputusan, 4). Mengakui, menjelaskan, dan
memecahkan permasalahan, 5). Memotivasi dan mempengaruhi
orang lain, 6). Mendelegasikan wewenang,, 7). Menetapkan
tujuan dan menjelaskan visi, 8). Memiliki kesadaran diri, 9).
Membangun kerja tim, dan 10). Me-manage konflik (Luthans,
2002: 619-627). Jika kepemimpinan tersebut terjadi pada suatu
organisasi formal tertentu, dimana para manajer perlu
mengembangkan staf, membangun iklim motivasi, menjalankan
fungsi-fungsi manajemen dalam rangka meningkatkan
produktivitas karyawan dan kinerja perusahaan, maka manajer
tersebut perlu menyesuaikan gaya kepemimpinannya (Thoha,
1993; Siagian, 1999).
Gaya kepemimpinan yang berdasarkan pada dua dimensi
yaitu perhatian terhadap tugas (Concern for Task) dan perhatian
terhadap karyawan (Concern for People) retail melahirkan teori
gaya kepemimpinan yang terkenal dengan The Blake and

Page 20
Seno Andri, “Kepemimpinan dan Budaya Organisasi dalam Perusahaan”

Mouton Managerial Grid. Berikutnya berkembang pula gaya


kepemimpinan situasional yang dikembangkan oleh Harsey dan
Blanchard yang kemudian dikenal dengan Harsey dan
Blanchard's Situational Leadership Model.
Goleman (2000) membedakan enam jenis gaya
kepemimpinan manajer, yaitu: I). Coercive style, 2.).
Authoritative style 3). Affiliative style, 4). Democratic style, 5).
Pacesetting style, dan 6). Coaching style. Kajian ini akan
menggunakan jenis gaya kepemimpinan dari Goleman dengan
alasan karena gaya kepemimpinan yang sudah pernah diteliti
oleh Goleman pada tahun 2000 telah mewakili hampir semua
tipe gaya kepemimpinan sebelumnya.

A. Coercive Style (Gaya Paksaan)


Manajer dalam hal ini sangat otokratis. Manajer
mengeksploitasi bawahan dan bersikap paternalistik. Dimana
bawahan dipaksa untuk mengerjakan apa yang telah
diperintahkan tanpa mereka diberi kesempatan untuk
memberikan pendapat dan saran terlebih dahulu.
Pengambilan keputusan dilakukan secara top-down.
Pemimpin memotivasi bawahannya dengan memberi
ketakutan dan hukuman dan hanya sesekali memberi
penghargaan secara kebetulan (occasional reward). Bawahan
merasa tertekan dan kehilangan rasa tanggung jawab dan
tidak punya inisiatif. Di samping itu juga, bawahan
kehilangan sense of ownership (rasa kepemilikan) dan
akuntabilitas terhadap kinerja mereka. Daniel Goleman
mengakui bahwa gaya coersive merupakan gaya
kepemimpinan yang paling tidak efektif diantara semua
gaya untuk diterapkan diberbagai situasi. Gaya coersive
hanya efektif bekerja pada situasi kritis (extreme caution). Jenis
gaya ini ekivalen dengan jenis gaya exploitative-authoritative
dari Likert (Thoha, 1999).

Page 21
Seno Andri, “Kepemimpinan dan Budaya Organisasi dalam Perusahaan”

B. Authoritative Style (Gaya Otokrasi)


Manajer yang bergaya otokrasi ini adalah pemimpin yang
mempunyai pola pandangan ke depan (visionary). Manajer
memotivasi bawahannya dengan jalan pandangan ke
depan dan pola pemikiran secara jelas kepada bawahan
padahal apa yang harus mereka kerjakan dan bagaimana
seharusnya mereka bekerja sedemikian rupa sehingga sejalan
dengan visi dan misi organisasinya. Pemimpin yang
otokratisasi memiliki komitmen yang kuat dalam
menjalankan strategi dan tujuan perusahaan. Dalam
melakukan penilaian dan umpan balik terhadap kinerja
karyawan mereka selalu menggunakan kriteria standar yaitu
sejauh mana kinerja tersebut sejalan dengan misi organisasi.
Manajer yang termasuk dalam gaya ini mempunyai
kepercayaan yang terselubung kepada bawahan, ia mau
memotivasi dengan hadiah-hadiah dan berikut hukuman-
hukuman, ia membolehkan komunikasi ke atas dan
mendengarkan pendapat dan ide-ide dari bawahan.
Mereka juga memberikan kebebasan untuk berinovasi,
bereksperimen dan berkalkulasi resiko. Jenis gaya ini yang
oleh Likert dan Reddin dikategorikan dalam gaya otokraris
yang baik (benevalent authoritative) (Luthans,1995).

C. Affiliative Style (Gaya Afiliasi)


Manajer yang bergaya afiliasi ini lebih berorientasi pada
hubungan dengan bawahan daripada perhatian mereka
pada tugas dan tujuan organisasi. Manajer yang penuh
perhatian terhadap kebutuhan karyawan dan memimpin ke
suasana organisasi yang bersahabat, menyenangkan, dan
kecepatan kerja yang rileks. Manajer membangun
hubungan yang harmonis dengan karyawan dan antara
sesama karyawan. Atas usahanya membangun hubungan
yang akrab, bersemangat, menciptakan suasana karyawan
yang selalu menyenangkan. Manajer mendapatkan suatu
keuntungan terhadap apa yang disebut dengan loyalitas yang

Page 22
Seno Andri, “Kepemimpinan dan Budaya Organisasi dalam Perusahaan”

hangat (fierce loyality). Manajer berbagi ide (sharing ideas) dan


berbagi inspirasi (sharing inspiration) serta membangun
saling kepercayaan diantara sesama karyawan dalam
menumbuhkan sikap inovatif dan peka terhadap resiko.
Manajer tidak terlalu memaksakan untuk pekerjaan yang
tidak krusial, tentang bagaimana cara karyawan
melaksanakan dan menyelesaikan pekerjaannya. Walaupun
manajer yang bergaya affiliatif berdampak positif terhadap
harmonisasi hubungan dengan karyawan, tetapi
berimplikasi negatif dengan usaha-usaha karyawan dalam
meningkatkan kinerja organisasi. Hal ini dikarenakan
karyawan merasa bahwa bekerja dengan semangat kinerja
yang sedang-sedang saja masih ditoleransi. Pimpinan
bergaya ini sangat jarang memberikan dorongan yang
konstruktif pada karyawan tentang bagaimana rnemperbaiki
kinerja mereka. Karyawan mencari sendiri bagaimana
mereka menyelesaikan pekerjaannya. Karyawan akan
mengalami kesulitan ketika harus menyelesaikan
pekerjaan sulit yang belum mempunyai prosedur kerja
yang terstruktur. Gaya ini yang oleh kepemimpinan
Harsey & Blanchard dikategorikan sebagai gaya
kepemimpinan partisipatif (Sujak, 1990), sementara Blake
dart Mounton memposisikan gaya tersebut ke dalam gaya
pemimpin klub (the country club management) (Thoha, 1999).

D. Democratic Style (Gaya Demokratik)


Dalam hal ini manajer mempunyai kepercayaan yang
sempurna kepada bawahannya. Untuk memancing
timbulnya ide-ide dari bawahan, manajer membangun
rasa kepercayaan, rasa hormat dan tanggung jawab.
Dengan mendengarkan apa-apa yang menjadi caucern
karyawan, maka pemimpin demokratik mempunyai
sernboyan "what no do to keep morale high", bagaimana dapat
bekerja dengan tetap menjaga moralitas. Manajer
Demokratik memberikan penghargaan yang bersifat

Page 23
Seno Andri, “Kepemimpinan dan Budaya Organisasi dalam Perusahaan”

ekonomis dengan berdasarkan pada partisipasi


kelompok dan keterlibatannya pada setiap urusan
terutama dalam menentukan tujuan bersama dan
penilaian atas kemajuan pencapaian tujuan tersebut.
Bawahan. merasa mutlak mendapatkan kebebasan untuk
membicarakan sesuatu yang berkaitan dengan tugasnya
bersama dengan atasannya (Thoha,1996). Dalam
pengambilan keputusan krusial, biasanya pemimpin yang
bergaya ini menunda keputusan sampai mereka merasa
bahwa semua ide yang berkaitan dengan masalah yang akan
diputuskan itu terakomodasi semuanya.

E. Pacesetting Style (Gaya Pemimpin Kecepatan)


Manajer menetapkan standar kinerja yang tinggi dan ia
sendiri sebagai aktor dalam pencapaian kinerja tinggi
tersebut. Manajer mempunyai obsesi bekerja dalam
pencapaian lebih baik dan lebih cepat. Manajer dapat
menunjukkan dengan cepat kinerja karyawan yang jelek
dan meminta mereka untuk memperbaiki kinerjanya. Jika
bawahan tidak mampu untuk memperbaiki kinerjanya pada
suatu pekerjaan tertentu, maka manajer mengganti
karyawan itu dengan karyawan lain yang dianggap lebih
mampu berkinerja lebih tinggi untuk pekerjaan tersebut.
Banyak karyawan merasa kewalahan menghadapi tuntutan
berkinerja tinggi (excellent dan manajer yang bergaya
pacesetter. Gaya kepemimpinan pacesetting yang menurut
House dalam path-good theory-nya mirip dengan gaya
achierement oriented leadership yaitu kepemimpinan yang
berorientasi pada prestasi (Yuki, 1981).

F. Coaching Style (Gaya Pelatih)


Manajer yang bergaya pelatih selalu membantu bawahan
untuk mengidentifikasi kekuatan dan kelemahan
bawahan. Manajer mendorong bawahan untuk
menentukan tujuan jangka panjang dan membantu

Page 24
Seno Andri, “Kepemimpinan dan Budaya Organisasi dalam Perusahaan”

mereka membuat perencanaan kerja dalam upaya


pencapaian tujuan tersebut. Mereka membuat perjanjian
dengan bawahan tentang aturan kerja dan
pertanggungjawaban dalam membuat perencanaan kerja.
Disamping itu, manajer juga memberikan instruksi yang
memadai dan umpan balik. Manajer bergaya pelatih juga
melakukan pendelegasian wewenang. Ia memberikan tugas-
tugas yang menantang kepada bawahan walaupun ia tidak
mengharuskan pencapaian tugas itu dengan cepat. Walaupun
pemimpin yang bergaya pelatih lebih berfokus pada
pengembangan personal bawahan dan tidak secara
langsung berkaitan dengan tugas, tetapi pemimpin ini dapat
memperbaiki kinerja perusahaan. Alasannya adalah
pemimpin melakukan dialog secara intens dan
berkesinambungan dapat menumbuhkan suasana
kondusif dan cair. Disamping itu, jika karyawan
mengetahui bahwa dirinya diperhatikan oleh atasannya
terhadap apa yang mereka kerjakan, maka bawahan dapat
merasa bebas melakukan percobaan-percobaan kerja. Dengan
kata lain, dengan melakukan dialog kontinyu antara manajer
dan bawahan maka dapat dipastikan bahwa bawahan
akan tahu apa yang mereka harapkan dan mengetahui
bagaimana mereka dapat melakukan pekerjaan sejalan
dengan visi dan strategi perusahaan. Dalam hal
menumbuhkan komitmen karyawan, Manajer bergaya
pelatih memberikan kepercayaan kcpada bawahan dan
sekaligus memberi harapan kepadanya untuk dapat
berprestasi lebih baik.

Hasil kajian dan Coleman (2000) berkesimpulan bahwa


para manajer yang bergaya Coercive, Airchnricative,
Affiliative, Democratic; Pacesetting, dan Coaching
berpengaruh dalam meningkatkan prestasi karyawan
dan kinerja keuangan perusahaan.

Page 25
Seno Andri, “Kepemimpinan dan Budaya Organisasi dalam Perusahaan”

Budaya Organisasi
Budaya organisasi itu didasarkan pada suatu konsep
bertingkat tiga yaitu: tingkatan. asumsi dasar (basic assumption),
kemudian tingkatan nilai (value); dan tingkatan artifact yaitu
sesuatu yang ditinggalkan. Tingkatan asumsi dasar itu
merupakan hubungan manusia dengan apa yang ada
dilingkungannya: alam, tumbuh-tumbuhan, binatang, manusia,
dan hubungan itu sendiri. Dalam hal ini, asumsi dasar bisa
diartikan scbagai suatu philosophy atau keyakinan, sesuatu yang
tidak bisa dilihat oleh mata tapi dijamin bahwa itu ada.
Tingkatan yang berikutnya value. Value berhubungan dengan
perbuatan atau tingkah laku. Untuk itu, value bisa diukur
(ditest) dengan adanya perubahan-perubahan atau konsensus
sosial. Sedangkan artifact adalah sesuatu yang bisa dilihat terapi
sulit ditirukan. Dia bisa mengambil bentuk teknologi, seni,
atau sesuatu yang bisa didengar (Schein, 2004: 14).
Budaya organisasi merupakan suatu bentuk keyakinan,
nilai, cara yang bisa dipelajari untuk mengatasi dan hidup
dalam organisasi, budaya organisasi itu cenderung untuk
diwujudkan oleh anggota organisasi (Brown, 1998: 34).

Robbins (2003: 525) menjelaskan bahwa budaya organisasi


itu merupakan suatu sistem nilai yang dipegang dan dilakukan
oleh anggota organisasi. Dengan demikian maka suatu organisasi
bisa dibedakan dengan organisasi lainnya. Sistem nilai itu
terbangun oleh 7 (tujuh) karakteristik sebagai sari (essence) dan
budaya organisasi. Tujuh karakteristik tersebut adalah: Inovasi
dan pengambilan risiko (innovation and risk raking). Tingkatan
dimana para karyawan terdorong untuk berinovasi dan
mengambil risiko, 2). Perhatian terhadap rincian (attention to
detail). Suatu tingkatan dimana para karyawan diharapkan
memiliki kecermatan (precision), analisis dan perhatian kepada
rincian, 3). Orientasi hasil (outcome orientation). Tingkatan
dimana manajemen memusatkan perhatian pada hasil

Page 26
Seno Andri, “Kepemimpinan dan Budaya Organisasi dalam Perusahaan”

bukannya pada teknik dan proses yang digunakan untuk


mencapai hasil. 4). Orientasi pada manusia (people orientation).
Suatu tingkatan dimana keputusan manajemen
memperhitungkan efek hasil-hasil pada orang-orang anggota
organisasi itu, 5). Orientasi tim (team orientation). Suatu
tingkatan dimana kegiatan kerja diorganisir di sekitar tim,
bukannya tiap individu, 6). Keagresifan (aggressiveness). Suatu
tingkatan di mana orang-orang (anggota organisasi) memiliki
sifat agresif dan kompetitif dan bukaanya santai, 7). Stabilitas
(stability). Suatu tingkatan dimana kegiatan organisasi
menekankan dipertahankannya status quo daripada
pertumbuhan.

Dalam beradaptasi dengan lingkungan eksternal dan


mempertahankan kelangsungan hidupnya, serta dalam
melakukan integrasi internal. Budaya melakukan sejumlah
fungsi untuk mengatasi permasalahan anggota organisasi
untuk beradaptasi dengan lingkungan eksternalnya yaitu
dengan memperkuat pemahaman anggota organisasi,
kemampuan untuk merealisasi misi dan strategi, tujuan, cara,
ukuran dan evaluasi. Budaya organisasi juga berfungsi
untuk mengatasi permasalahan integrasi internal dengan
meningkatkan pemahaman dan kemampuan anggota
organisasi untuk berbahasa, berkomunikasi, membuat
kesepakatan atau konsensus internal, kekuasaan dan aturannya,
hubungan anggota organisasi karyawan), serta imbalan dan
sanksi. (Schein, 1991: 52-66).

Budaya diciptakan oleh pemimpin - pemimpinnya.


Pemimpin - pemimpin diciptakan oleh budaya. Berdasar pada
perspektif teori, budaya itu muncul melalui 3 proses. Ketiga
teori itu adalah: 1). Socio Dynamic theory, 2). Leadership theory,
dan 3). Organizational Learning (Schein, 1991: 148-.133).

Page 27
Seno Andri, “Kepemimpinan dan Budaya Organisasi dalam Perusahaan”

Seorang pemimpin memiliki peran menentukan program


kegiatan yang didasarkan pada asumsi dasar organisasi atau
konsep manajemen yang digunakan seperti Six Sigma (Erwin and
Douglas, 1996). Bila perilaku bawahan sesuai dengan program
yang telah digariskan oleh pimpinan maka nilai yang
diperolehnya tinggi. Sebaliknya, bila perilaku individu dalam
organisasi jauh dari kebenaran sebagaimana yang dituangkan
dalam program kerja oleh pimpinan, maka nilainya menjadi
rendah. Dengan demikian, budaya diciptakan oleh
pemimpinnya (Schein, 1991). Fenomena ini bisa dikatakan mirip
dengan fase pertumbuhan organisasi yang dikemukakan oleh
Greiner (1972), khususnya pada fase pertumbuhan kedua
dimana suatu organisasi tumbuh atas dasar petunjuk (direction)
dari seorang pemimpin yang telah disepakati organisasi tersebut.

Fenomena bisa berbalik. Artinya, bisa jadi pemimpin


diciptakan oleh budaya organisasi manakala pemimpin tersebut
lahir sebagai penerus (successor), sementara budaya organisasi
telah mengakar dan telah menjadi bagian dari kehidupan
organisasi tersebut. Dalam organisasi pemerintahan, suatu negara
lahir dengan pondasi Undang-undang Dasar dan falsafah
hidup bernegara dimana Undang-undang Dasar dan Falsafah
hidup bernegara tersebut merupakan asumsi dasar dan budaya
organisasi pemerintahan. I.ahirnya seorang pemimpin
baru sebagai generasi penerus pimpinan scbelumnya akan
melestarikan adanya asumsi dasar tentang budaya
organisasi tadi. Sehingga, pemimpin yang baru ini dapat
dikatakan tercipta oleh budaya organisasi. Pemikiran ini
telah dibuktikan oleh Kuchinks 1999) yang
menemukankan bahwa ada perbedaan dalam dimensi
kepemimpinan transformasional khususnya pada
kharisma dan motivasi inspirasional. Pekerja di Amerika
Serikat maemiliki jiwa kepemimpinan yang lcbih besar pada
variabel yang fokus pada visi, masa depan yang diharapkan,
optimisme dan antusiasisme dalam usaha pencapaian

Page 28
Seno Andri, “Kepemimpinan dan Budaya Organisasi dalam Perusahaan”

hasil. Sedangkan di Jerman, para pekerja kurang


mempunyai kharisma dan inisiatif. Namum dalam hal
kepemimpinan transaksional ditemukan tidak ada
perbedaan. Beberapa nilai budaya dapat pula
memprediksikan gaya kepemimpinan, tetapi hanya
menjelaskan perbedaan dalam versi yang kecil. Hal ini
menerangkan bahwa nilai-nilai budaya memiliki pengaruh
kecil pada kepemimpinan.

Bila kita masuki ruang perkantoran suatu organisasi


akan berbeda dengan kantor organisasi lain yang memiliki
pemimpin yang berbeda. Fenomena yang kita dapatkan
pada suatu organisasi (fenomena budaya organisasi),
seperti kesejukan, ketenangan, etos kerja karyawan, sikap,
keramah tamahan, integritas dan kerja sama
menggambarkan kepemimpinan dari para pemimpin
tersebut. Di sini Schein (1991) menegaskan bahwa
kepemimpinan dan budaya organisasi laksana dua sisi mata
uang yang sama.

Pada kajian ini penulis mengambil teori budaya


organisasi yang akan membentuk etos kerja karyawan
sebagai dasar berpijaknya penulis dalam melihat fenomena
suatu organisasi.

A. Achievement
Pencapaian prestasi (Acheivement) merupakan
imbalan intrinsik yang sedemikian rupa dan diperoleh
jika seseorang mencapai suatu tujuan yang menentang.
Beberapa karyawan mencari tujuan yang menentang,
sementara yang lain cenderung mencari tujuan yang
moderat bahkan tujuan yang rendah. Rand (1961) telah
menemukan adanya perbedaan individual dalam
peluang untuk berprestasi. Untuk tujuan yang sulit akan

Page 29
Seno Andri, “Kepemimpinan dan Budaya Organisasi dalam Perusahaan”

menghasilkan tingkat supremasi yang lebih tinggi


dibanding tujuan yang sedang. Namun, dalam beberapa
hal perbedaan Individual perlu dipertimbangkan sebelum
dicapai kesimpulan betapa pentingnya imbalan prestasi
tersebut.

Kebanyakan karyawan menginginkan pekerjaan


yang memberikan hak-hak istimewa untuk mcmbuat
keputusan dan bekerja tanpa diawasi secara ketat. Otonomi
merupakan suatu kebebasan untuk melakukan apa yang
terbaik menurut persepsi karyawan dalam suatu situasi
yang khusus. Pckerjaan yang terstruktur dan dikendalikan
secara ketat oleh pimpinan. akan sukar menciptakan tugas
yang menimbulkan rasa otonomi. Selanjutnya, imbalan
intrinsik lainnya adalah pertumbuhan pribadi (Personal
Growc.11) yakni suatu pengalaman yang tim yang dirasakan
seseorang.

Apabila seseorang sedang mengalami pertumbuhan,


maka ia merasakan pengembangan. Perkembangan
tersebut dapat dirasakan dari kesanggupan dan
kemampuan memaksimalkan paling tidak mampu
memuaskan potensi keahliannya. Namun, sebagian
karyawan merasa kecewa terhadap tugas dan organisasi,
ketika mereka tidak mendapatkan peluang atau
didorong untuk mengembangkan keahliannya.

B. Power
Power, adalah kemampuan individu A untuk
rnempengaruhi individu B dalam melakukan interaksi
berdasarkan keinginan-keinginan A Pada saat dimana
anggota organisasi atau lembaga kurang, memiliki kekuatan
menerima kekuasaan yang didistribusikan tidak
merata, maka kekuatan lain akan mengisi

Page 30
Seno Andri, “Kepemimpinan dan Budaya Organisasi dalam Perusahaan”

ketidakmerataan pendistribusian kekuatan tersebut (Robbins,


2003).

Di sini power dapat diartikan sebagai kckuatan


untuk mencapai tujuan organisasi, keinginan untuk dapat
mengikuti kebijakan secara independen dan menggunakan
pengaruh organisasi, horizontal maupun vertikal.

C. Role
Role adalah suatu pola budaya dalam meramalkan
kemungkinan seseorang untuk dapat diberikan suatu
tempat atau posisi tertentu dalam organisasi (Robbins,
2003). Role dimiliki oleh seorang pemimpin formal,
dimana akan dapat melakukan: 1). Pemimpin tersebut
mempunyai kekuatan untuk masuk ke dalam kelompok
tersebut berdasarkan hirarki organisasi. 2). Kekuatan
yang dimiliki oleh pemimpin tersebut merupakan bawaan
dari posisi dalam struktur organisasi, 3). Pemimpin formal
akan selalu bertindak sebagai pemimpin non formal
dalam kelompok tersebut sesuai dengan fungsi masing-masing.

D. Support
Kepuasan kerja adalah keadaan emosi yang positif dari
evaluasi pengalaman kerja seseorang. (Mathis dan Jackson,
2000). Faktor kritis kepuasan kerja adalah apa yang diterima
oleh karyawan sebagai penghargaan dari pekerjaannya.

Harapan adalah persepsi atas kemungkinan


pemenuhan kebutuhan tertentu dari seseorang berdasarkan
atas pengalaman masa lalu (Hersey dan Blanchard, 1982).

Perilaku anggota organisasi dipengaruhi oleh


kebutuhan-kebutuhannya, Abaaham Maslow (1954)
membedakan kebutuhan ini sebagai berikut: 1).

Page 31
Seno Andri, “Kepemimpinan dan Budaya Organisasi dalam Perusahaan”

Kebutuhan psikologis; makan, perumahan, kehangatan


dan keinginan fisik lainnya, 2). Kebutuhan keamanan;
keamanan dan perlindungan, 3). Kebutuhan kasih sayang
dan rasa memiliki keinginan untuk memberi dan
menerima kasih sayang dan persahabatan, 4). Kebutuhan
penghargaan: penghargaan diri dan penghargaan dari
orang lain, 5). Kebutuhan aktualisasi; "Apa yang seseorang
dapat lakukan, ia harus lakukan".

Sumber daya manusia dalam organisasi merupakan


aspek yang menentukan keefektifan suatu organisasi.
Implikasinya, organisasi perlu senantiasa merekrut dan
menyeleksi karyawan secara efektif. Selain itu organisasi
juga berusaha untuk mempertahankan sumber daya yang
potensial agar tidak berdampak pada perpindahan
karyawan. Tingkat perputaran karyawan yang tinggi
akan bardampak negatif terhadap organisasi, seperti
menciptakan ketidakstabilan terhadap kondisi kerja dan
peningkatan lainnya sumberdaya manusia. Hal tersebut
menjadikan organisasi tidak efektif karena perusahaan
kehilangan karyawan yang berpengalaman dan perlu
melatih karyawan baru.

Keinginan mengakhiri tugas atau meninggalkan


organisasi berhubungan negatif dengan kepuasan kerja.
Menurut Millet (1992) kepuasan kerja merupakan
tanggapan emosional terhadap situasi kerja. Individu-
individu yang merasa terpuaskan dengan pekerjaannya
cenderung untuk bertahan dalam organisasi, sedangkan
individu-individu yang merasa kurang terpuaskan dengan
pekerjaanya cenderung untuk keluar dari organisasi.
Kepuasan kerja yang dirasakan dapat mempengaruhi
pemikiran seseorang untuk keluar. Evaluasi terhadap
berbagai alternatif pckerjaan. yang pada akhirnya akan
mewujudkan terjadinya perputaran karena individu

Page 32
Seno Andri, “Kepemimpinan dan Budaya Organisasi dalam Perusahaan”

yang memilih keluar organisasi akan mengharapkan hasil


yang lebih memuaskan di tempat lain.

Dampak ketidakpuasan selain dalam bentuk


meninggalkan pekerjaan atau keluar dari organisasi dapat
berupa ketidak hadiran. Kepuasan kerja ini selain
berpengaruh terhadap perputaran tenaga kerja juga dapat
berpengaruh terhadap komitmen organisasi dan
selanjutnya mempengaruhi tujuan produktivitas,
kualitas, dan pelayanan. Komitmen organisasi adalah
tingkat kapercayaan dan penerimaan karyawan terhadap
tujuan organisasi dan mempunyai keinginan untuk tetap
berada di dalam organisasi terscbut (Mathis dan Jackson,
2000). Orang-orang yang relatif puas dengan
pekerjaanya akan lebih barkomitmen pada organisasi
dan orang-orang yang komitmen terhadap organisasi
lebih mungkin untuk mendapatkan kepuasan lebih besar.
Karyawan yang berkomitmen pada organisasi akan
lebih produktif. Orang-orang yang tidak puas dengan
pekerjaannya atau kurang berkomitmen pada organisasi akan
terlihat menarik diri dari organisasi baik melalui
ketidakhadiran atau masuk keluar yang tidak beraturan.

Motivasi
A. Motivasi Karyawan
Motivasi adalah suatu konsep yang diutarakan sebagai
kebutuhan (need) dan rangsangan incentive (Bucharis
Zainun, 1982: 92). Kebutuhan dan rangsangan tidak
dapat dipisahkan, karena kedua hal tersebut saling
berhubungan. Kebutuhan muncul karena adanva
rangsangan dan sebaliknya rangsangan timbul setelah
individu memilki kebutuhan. Sedangkan kebutuhan itu
sendiri berhubungan dengan kekurangan yang dialami

Page 33
Seno Andri, “Kepemimpinan dan Budaya Organisasi dalam Perusahaan”

seseorang pada waktu tertentu. Kekurangan ini mungkin


bersifat fisiologis yakni kebutuhan primer seperti
sandang, pangan, dan papan, atau kebutuhan yang
bersifat psikologis yakni kebutuhan akan penghargaan
diri (self esteem), atau sosiologis yakni kebutuhan akan
interaksi sosial. Artinya, apabila terdapat kekurangan
kebutuhan, maka orang lebih peka terhadap usaha motivasi
dari pada manajer (Gibson, 1994: 88).

Armstrong (1990:70) menyebutkan bahwa motivasi


adalah sesuatu yang membuat orang bertindak atau
berperilaku dalam cara-cara tertentu. Memotivasi orang
adalah menunjukkan arah tertentu kepada mereka dan
mengambil langkah-langkah yang perlu untuk memastikan
bahwa mereka sampai ke tujuan yang diharapkan. Lebih
lanjut Armstrong menyatakan bahwa proses motivasi
dimulai oleh seseorang yang mengenali secara sadar atau
tidak suatu kebutuhan yang tidak terpenuhi. Adapun
proses motivasi dipengaruhi dua hal, yakni pengalaman
dan harapan.

Pengertian lain dari motivasi adalah serangkaian


pemberian dorongan kepada seseorang untuk
melakukan tindakan guna pencapaian tujuan yang
diinginkan (William G Scout, 1962: 82). Motivasi mencakup
di dalamnya arah tujuan tingkah laku, kekuatan respon,
dan kegigihan tingkah laku (yakni usaha) setelah
karyawan memilih mengikuti tindakan tertentu, dan
ketahanan perilaku, atau berapa lama orang itu terus
menerus berperilaku menurut cara tertentu. Istilah
tersebut mencakup sejumlah konsep seperti dorongan
(drive), kebutuhan (needs), rangsangan (incentive),
ganjaran (reward), pengamatan (reinforcement),
ketetapan tujuan (goal setting), harapan (expectation),
dan sebagainya (John P. Campbell 1993: 340).

Page 34
Seno Andri, “Kepemimpinan dan Budaya Organisasi dalam Perusahaan”

Motivasi dapat dikatakan sederhana karena pada


dasarnya setiap manusia mudah dimotivasi, dengan cara
memenuhi apa yang menjadi keinginannya. Konsep lain
dari motivasi adalah kebutuhan atau needs, dan
rangsangan atau incentive. Hubungan antara keduanya
sebanding dengan hubungan konscp tujuan dan alat untuk
mencapai tujuan tersebut. Sehingga apa yang telah
dikemukakan di ataas sejalan dengan apa yang
dikemukakan Atkinson dalam William G. Scott (1962: 33)
bahwa kekuatan motivasi untuk melakukan beberapa
kegiatan adalah merupakan fungsi dari: I). Kekuatan yang
menjadi alasan bergerak adalah suatu kegiatan dimana di
dalam setiap orang, tingkatan alasan atau motif-motif
yang menggerakkan tersebut menggambarkan seberapa
besar kebutuhan untuk memenuhi suatu kepentingan, 2).
Harapan adalah kemungkinan atau keyakinan bahwa
suatu perbuatan akan mencapai tujuan, 3). Nilai dari
insentif adalah ganjarannya demi tercapainya tujuan.
Dengan kata lain motivasi meliputi unsur-unsur yang
merupakan ciri dari motivasi itu sendiri yaitu motif,
harapan dan insentif.

Seorang pimpinan, selain perlu mengetahui berbagai


teori yang bersangkut paut dengan motivasi, perlu juga
mendalami karakteristik, perilaku dan sikap budaya dan
individual para pegawai bawahannya, sehingga
diharapkan usaha memotivasi para pegawai dapat
dilakukan dengan tepat. Menurut Siagian (1995:136),
karakteristik individual karyawan dipengaruhi oleh delapan
faktor yaitu: I). Karakteristik biografika, 2). Kepribadian,
3). Persepsi, 4). Kemampuan belajar, 5). Nilai-nilai yang
diatur, 6). Sikap. 7). Kepuasan kerja, dan 8). Kemampuan.

Page 35
Seno Andri, “Kepemimpinan dan Budaya Organisasi dalam Perusahaan”

Selanjutnya menurut Herzberg dalam Gibson (1996:


I97), penemuan teori motivasi ada dua faktor yang
berperan di sini. Menurutnya, kepuasan kerja berasal dari
keberadaan motivator intrinsik (seperti pencapaian prestasi.
Pengakuan tanggung jawab, kemajuan, pekerjaan sendiri,
serta kemungkinan berkembang). Dijelaskan lebih lanjut,
ketidakpuasan kerja berasal dari ketidak beradaan faktor-
faktor ekstrinsik (seperti upah/insentif, keamanan kerja,
kondisi kerja, status, prosedur perusahaan, dan mutu
pelayanan).

Salah satu teori menyangkut proses motivasi ini


adalah teori pengharapan dari Vroom (1964). Dalam kajian
ini, penulis ingin mengetahui tingkat motivasi para
pegawai. pendapat mereka menyangkut keinginan,
keyakinan dan harapan yang mereka miliki. Sedangkan
Robbins (1993:205) mengemukakan bahwa keinginan
adalah keadaan dalam diri seseorang yang membuat
hasil tertentu terlihat menarik. Di samping itu, motivasi
sebagai proses psikologis dalam diri seseorang akan
dipengaruhi oleh beberapa faktor. Menurut Gouzali
Saydam (1996:370) faktor-faktor tersebut dapat dibedakan
menjadi 2 faktor, yaitu: I). Faktor Intern yang terdapat
pada diri karvawan itu sendiri; 2). Faktor Eksternal yang
berasal dari luar diri karyawan. Selanjutnya faktor
intern yang mempengaruhi pemberian motivasi pada
seseorang antara lain: (a) kematangan pribadi; (b) tingkat
pendidikan; (c) keinginan dan harapan pribadi; (d)
kebutuhan; (e) kelelahan dan kebosanan; dan (f) kepuasan
kerja. Sedangkan faktor ekstern yang mempengaruhi
motivasi mencakup 6 hal, yaitu: 1) lingkungan kerja
yang menyenangkan, 2). Kompensasi, 3). Supervisi yang
baik, 4) Adanya penghargaan atas prestasi, 5) Status dan
tanggung jawab, dan 6). Peraturan yang berlaku.

Page 36
Seno Andri, “Kepemimpinan dan Budaya Organisasi dalam Perusahaan”

Pada prinsipnya setiap orang yang bekerja selalu


memiliki harapan. Harapan antara usaha, kinerja, dan
kepuasan, menunjukkan persepsi individu bahwa
benarnya usaha yang melakukan masing-masing karyawan
akan berpengaruh terhadap tercapainya usaha tadi dalam
bentuk kinerja (Umar M, 2006). Adanya harapan tentang
kinerja dan perolehan menimbulkan adanya kepuasan.
Dalam pikiran individu setiap pelaku selalu dihubungkan
dengan perolehan. Dengan usaha dan kerja keras,
kinerja individu akan meningkat, dengan sendirinya
imbalan yang akan diterima dan usaha dan kerja keras
tadi akan meningkat menjadi lebih besar sehingga
menyebabkan timbulnya kepuasan.

Kematangan pribadi seseorang sangat berpengaruh


pada motivasi dalam melaksanakan pekerjaan. Orang
yang bersifat egois dan manja biasanya akan kurang peka
dalam menerima motivasi yang diberikan, sehingga sulit
untuk dapat bekerjasama dalam membuat prestasi kerja.
Mungkin saja ia dapat dan mampu bekerja sendiri, tetapi
belum tentu cocok bila yang bersangkutan berdampingan
dengan orang lain dalam memproses hasil akhir, sebaliknya
orang yang tingkat kematangan pribadinya lebih tinggi,
akan lebih mudah termotivasi, bahkan tanpa dimotivasipun
yang bersangkutan mau bekerja tekun dalam membuat
prestasi. Oleh sebab itu, kcbiasaan yang dibawa
seseorang semenjak kecil, nilai yang dianut, dan sikap
pembawaan seseorang amat mempengaruhi motivasi.

Analisis mengenai performasi kerja berkaitan dengan


dua faktor utama yaitu kesediaan atau motivasi dari
pegawai untuk bekerja yang menimbulkan usaha
pegawai dan kemampuan pegawai untuk
melaksanakannya. Dengan kata lain performansi adalah
fungsi dari motivasi kerja dan kemampuan, atau

Page 37
Seno Andri, “Kepemimpinan dan Budaya Organisasi dalam Perusahaan”

P=f(MxA)
Dimana: P=Performance, A=Ability, M=Motivasi

B. Motivasi dan Kepuasan

Kepuasan (satisfaction) dan motivasi (motivation) string


digunakan secara bergantian dengan pengertian yang
hampir bersamaan, padahal kedua kata ini mempunyai
perbedaan.

Beberapa ahli dan pakar dari teori kepuasan seperti


Abraham Maslow (1954), McGregor, Fredric
Herzberg, dan McDelland, mengokohkan pengertian
tentang faktor faktor di dalam individu yang menyebabkan
seseorang bertindak dengan cara tertentu seperti yang
diungkap oleh Stoner (1996:84).

Menurut pandangan ini, seseorang memiliki


kebutuhan dalam dirinya (inner needs) yang membuat
mereka bersemangat, tertekan atau termotivasi untuk
mengurangi atau memenuhi kebutuhan tersebut. Artinya,
seseorang akan bertindak atau berperilaku menurut
cara-cara yang akan membawa ke arah pemuasan
kebutuhan mereka, baik kebutuhan yang bersifat fisik
maupun kebutuhan yang bersifar logis.

Menurut Maslow (1954) hierarki kebutuhan


manusia merupakan prediktor dan deskriptor. Oleh karena
itu Maslow (1954) mendasarkan teorinya pada dua dimensi.
Dimensi pertama: bahwa kebutuhan manusia bergantung
pada apa yang telah ia miliki. Kebutuhan-kebutuhan yang
belum terpuaskan tidak akan bergerak sebagai motivator.
Dimensi kedua: bahwa kebutuhan-kebutuhan tersebut

Page 38
Seno Andri, “Kepemimpinan dan Budaya Organisasi dalam Perusahaan”

disusun dalam hierarki kepentingan. Bila suatu kebutuhan


sudah dipuaskan, maka yang lain akan tumbuh untuk
dipuaskan.
Teori hierarki kebutuhan Maslow (1954) tersebut
menunjukkan bahwa kebutuhan fisik merupakan
kebutuhan yang paling kuat dan mendasar dimana
kebutuhan yang lain, terutama bagi karyawan pada level
bawah. Disadari atau tidak, sesungguhnya pada diri
manusia tidak ada kepuasan sempurna pada tingkat
kebutuhan apapun. Akan tetapi terlebih dahulu harus
dipenuhi kebutuhan-kebutuhan dengan prioritas
pertama, kemudian akan terasa adanya kebutuhan-
kebutuhan dengan prioritas yang lebih rendah.
Teori motivasi diatas berhubungan dengan pemenuhan
kebutuhan yang pada akhirnya mengarah pada kepuasan
dan ketidakpuasan.
Teori Maslow (1954) mengasumsikan bahwa setiap
orang berusaha memenuhi kebutuhan yang lebih pokok
(fisiologis) sebelum berusaha memenuhi kebutuhan yang
tertinggi (realisasi diri). Dengan kata lain, kebutuhan yang
lebih rendah harus dipenuhi terlebih dahulu sebelum
kebutuhan yang lebih tinggi mulai mengendalikan perilaku
seseorang. Selanjutnya menurut teori ini, apabila suatu
kebutuhan telah terpenuhi maka akan berhenti pula daya
motivasinya. Sebagai contoh, apabila seseorang menganggap
bahwa upah yang telah diterima dan hasil pekerjaannya
sudah dianggap cukup tinggi, rnaka uang bukan lagi
menjadi alat motivasi dan akan berganti dengan kebutuhan
lain. Demikian seterusnya. Teori ini didasarkan atas
anggapan bahwa orang mempunyai kebutuhan untuk
maju dan berkembang. Asumsi ini teritanya ada
bcrianiya untuk kasus bcberapa karyawan, tetapi belum
tentu benar bagi karyawan lainnya. Namun disadari bahwa
teori Maslow (1954) telah menuai banyak kritik

Page 39
Seno Andri, “Kepemimpinan dan Budaya Organisasi dalam Perusahaan”

sehingga tingkat validitasnya masih dipersoalkan oleh


kebanyakan para ahli. Beberapa riset mencoba memodifikasi
hierarki kebutuhan Maslow (1954). Lyman W. Porter
(1994) sedikit telah membantah perubahan mendasar
tentang teori kebutuhan Maslow (1954). Kajian Porter
menyimpulkan bahwa: 1) Para manajer yang mempunyai
kedudukan yang lebih tinggi dalam rantai komando organisasi
telah mementingkan realisasi-realisasi dan otonomi; 2) Manajer
pada tingkat yang lebih rendah dalam organisasi kecil merasa
lebih puas daripada rekannya yang menjabat sebagai manajer
dalam perusahaan besar. Akan tctapi, manajer pada tingkat atas
dalam organisasi besar merasa lebih puas daripada rekannya
(manajer dalam perusahaan kecil).
Seseorang mempunyai kebutuhan dalam dirinya (inner
needs) yang membuat mereka bersemangat, terdorong, atau
termotivasi untuk mengurangi atau memenuhi kebutuhan
tersebut (Stoner, 1996: 84). Artinya, seseorang akan bertindak
atau berperilaku menurut cara-cara yang akan membawa ke
arah pemuasan kebutuhan mereka, baik yang bersifat fisik
maupun yang bersifat logis
Dalam teori kepuasan (satisfaction theory) Umar M. (2006)
mencoba menjawab pertanyaan tentang kebutuhan apa yang
dimiliki oleh bawahan untuk mencapai kepuasan dan
dorongan apa saja yang menyebabkan munculnya perilaku
seseorang. Faktor-faktor tersebut adalah faktor-faktor yang
terdapat dalam diri manusia yang menggerakkan,
mengarahkan, mendukung, dan menghentikan perilaku.
Faktor-faktor tersebut hanya dapat diduga. Implikasinya
terhadap para manajer adalah diperlukan sifat kehati-hatian
dalam menentukan perbedaan-perbedaan kebutuhan,
keinginan dan tujuan, karena masing-masing individu
mempunyai keunikan tersendiri.

Page 40
Seno Andri, “Kepemimpinan dan Budaya Organisasi dalam Perusahaan”

Sebagaimana telah diungkapkan sebelumnya, pada diri


manusia tidak ada kepuasan sepenuhnya pada tingkat
kebutuhan apapun, tetapi terlebih dahulu harus dipenuhi
kebutuhan-kebutuhan dengan prioritas yang lebih rendah
(Maslow, 1954). Teori motivasi diatas berhubungan dengan
pemenuhan kebutuhan yang pada akhimya mengarah pada
kepuasan dan ketidakpuasan.
Kepuasan atau ketidakpuasan seseorang terhadap
pekerjaan merupakan keadaan yang sifatnya subjective, yang
merupakan hasil kesimpulan yang didasarkan pada suatu
perbandingan mengenai apa yang secara nyata diterima oleh
pegawai dari pekerjaannya dibandingkan dengan apa yang
diharapkan, diinginkan, dan dipikirkannya sebagai hal yang
pantas atau berhak baginya. Sementara setiap pegawai secara
subjektif menentukan bagaimana pekerjaan itu memuaskan.
Kepuasan kerja sendiri dipengaruhi oleh suatu keadaan sosial
(social frame of reference) (Fausto Cardoso, 1997).
Kepuasan kerja pegawai mungkin dipengaruhi oieh
kehadirannya pada kerja dan keinginan untuk ganti
pekerjaan. Ini juga bisa mempengaruhi kesediaannya untuk
bekerja. Kesediaan atau motivasi senrang pegawai untuk
bekerja biasanya ditunjukkan oleh aktivitas yang terus
menerus dan yang berorientasikan pada tujuan. Jadi yang
disebut pegawai/karyawan yang bermotivasi adalah
pegawai/karyawan yang perilakunya diarahkan pada
tujuan organisasi. Aktivitas-aktivitas yang dilakukannya
tidak mudah terganggu oleh gangguan-gangguan kecil.
Berdasarkan fenomena diatas terdapat hubungan
antara motivasi dan kepuasan kerja, yang hubungannya
dapat dilihat sebagai berikut motivasi tinggi yaitu nilai
positif bagi organisasi dan bagi pegawai. positif bagi
organisasi dan negative bagi pegawai. Motivasi rendah
yaitu nilai negative bagi organisasi dan positif bagi

Page 41
Seno Andri, “Kepemimpinan dan Budaya Organisasi dalam Perusahaan”

pegawai, nilai negative bagi organisasi dan bagi pegawai,


(Fausto Cardoso, 1997).
Kuadran pertama menunjukkan pegawai yang
motivasi dan kepuasannya tinggi. Ini merupakan keadaan
ideal, baik bagi majikan maupun bagi pegawai itu sendiri.
Keadaan ini timbul bila sumbangsih yang diberikan
pegawai bernilai bagi organisasi, dimana pada gilirannya
organisasi memberikan hasil (outcomes) yang diinginkan,
diharapkan, atau pantas/layak bagi pegawai. Kuadran
kedua, pegawai termotivasi untuk bekerja dengan baik
tetapi tidak merasa puas dengan kerja mereka. Kuadran
ketiga, terdapat kinerja yang rendah dari pegawai yang
puas dengan pekerjaannya dan organisasi memenuhi
kebutuhan-kebutuhan pegawainya, dan karenanya
pegawai tidak mengeluh. Sedangkan kuadran keempat
pegawai tidak bekerja dengan balk dan tidak memperoleh
rangsangan yang memuaskan dari organisasi.

C. Faktor Yang Mempengaruhi Motivasi Karyawan


Motivasi seorang pekerja untuk bekerja biasanya
merupakan hal yang rumit, karena motivasi melibatkan
faktor-faktor individual dan faktor-faktor organisasional.
Yang tergolong pada faktor-faktor yang bersifat individual
adalah kebutuhan (need), tujuan (goal), sikap (attitude), dan
kemampuan Sedangkan yang tergolong pada faktor-faktor
yang berasal dari organisasi meliputi pembayaran atau
gaji (pay), keamanan pekerjaan (job security) sesama pekerja (co-
workers),pengawasan (supervision), pujian (praise), dan
pekerjaan itu sendiri (job itself) (Klinger and Nalbadian, I985).
Sejumlah teori telah dikembangkan para satiana
untuk menjelaskan motivasi pekerja di dalam
organisasi. Teori-teori itu dapat dikelompokkan
kedalam dua kategori utama, yakni Content dan Process. Teori

Page 42
Seno Andri, “Kepemimpinan dan Budaya Organisasi dalam Perusahaan”

Content meliputi teori-teori kebutuhan, contohnya dari


Maslow (1954). Teori kebutuhan ini menjelaskan
bahwa perilaku manusia didorong oleh stimulus
internal (kebutuhan-kebutuhan) tertentu. Oleh karena itu
teori ini lebih memperhatikan sebab-sebab internal dan
eksternal perilaku pckerja, yaitu: I). Employee Needs. Seorang
pekerja mempunyai sejumlah kebutuhan yang hendak
dipenuhi, yang berkisar pada: a) existence (biological and
safety), (b) relatedness (affection, companionship and influence)
dan (c) growth (achievement and self-actualization). Ini
semua merupakan stimuli internal yang menyebabkan
pelaku, 2). Organization incentive. Organisasi mempunyai
sejumlah rewards untuk memenuhi kebutuhan pekerja.
Rewards ini mencakup: (a) substantive rewards (pay, job
security, and physical working conditions, (b) interactive
rewards (co-workers, praises, and recognition), dan (c) rewards
(accomplishment, challenge, and responsibility) Faktor-faktor
organisasi ini berpengaruh terhadap arah dari perilaku
pekerja, 3). Perceptual outcomes. Pekerja biasanya mempunyai
sejumlah persepsi mengenai (a) nilai dari rewards organisasi,
(b) hubungan antara performansi dengan rewards, data (c)
kemungkinan yang bisa dihasilkan melalui usaha-usaha
mereka dalam performansi kerjanya.
Dari fenomena diatas dapat dilihat bahwa motivasi
para pekerja akan saling berbeda, sesuai dengan tingkat
pendidikan dan kondisi ekonominya. Orang yang semakin
terdidik dan semakin independen secara ekonomi, maka
sumber motivasinya pun akan berbeda, tidak lagi semata-
mata ditentukan oleh sarana motivasi tradisional, seperti
formal authority and financial incentives, melainkan juga
dipengaruhi oleh faktor-faktor kebutuhan akan growth dan
achievement.
Berdasarkan teori yang dikembangkan Vroom (1964).
yakni teori harapan atau model harapan (expectation model).

Page 43
Seno Andri, “Kepemimpinan dan Budaya Organisasi dalam Perusahaan”

Teori ini mengungkapkan bahwa seseorang bekerja


adalah untuk merealisasikan harapan-harapannya dari
pekerjaannya. Teori ini didasarkan atas tiga komponen,
yaitu: 1). Harapan (expectation) adalah suatu istilah
berkenaan dengan pendapat mengenai kemungkinan
atau probabilitas subjektif bahwa perilaku tertentu akan
diikuti oleh hasil tertentu. Yakni suatu kesempatan yang
disediakan dan akan terjadi karena perilaku. Harapan
mempunyai nilai yang berkisar dari nol (0),
menunjukkan tidak adanya kemungkinan bahwa suatu
hasil akan muncul sesudah perilaku atau tindakan
tertentu sampai pada angka +I, yang menunjukkan
kepastian bahwa hasil tertentu akan mengikuti suatu
tindakan atau perilaku (harapan dinyatakan dalam
probabilitas). Dalam lingkungan kerja setiap individu
(karyawan) mempunyai suatu harapan untuk berusaha
berprestasi (effort performance). Harapan ini
menunjukkan persepsi individu mengenai betapa
beratnya mencapai perilaku tertentu. Misalnya, bagaimana
menyelesaikan suatu pekerjaan tepat pada waktunya dan
kesempatan yang digunakan untuk mencapai perilaku
tersebut. jika individu atau karyawan meramalkan atau
mempunyai harapan yang tinggi dan ia dapat bekerja
selama 24 jam sehari, maka ia dapat menyelesaikan
pekerjaan tersebut tepat pada waktunya. Atau sebaliknya,
mungkin ia merasakan bahwa kemungkinan pekerjaan
tersebut dapat diselesaikan hanya 60 persen jika ia bekerja
hanya sepanjang hari saja. Harapan tersebut tcntunya
didasarkan pada kemampuan dan keterampilan yang
dimilikinya dan juga didasarkan atas pengalaman-
pengalaman sebelumnya, 2). Nilai (valence) berkenaan
dengan preferensi hasil sebagaimana yang dilihat oleh
individu atau merupakan nilai yang diakibatkan oleh
tertentu. Misalnya, seorang karyawan memilih bekerja pada
bidang yang disenangi saat ini dengan tingkat upaya yang

Page 44
Seno Andri, “Kepemimpinan dan Budaya Organisasi dalam Perusahaan”

cukup memadai daripada dipindahkan ke departemen


baru atau dipindahkan ke tempat lain dengan Fasilitas
sang memadai tetapi jauh dari keluarga. Suatu nilai atau
valensi positif apabila dipilih dan disenangi. Suatu hasil
mempunyai valensi nol apabila seseorang mempercayai
perilaku acuh tak acuh baik ia mendapatkannya atau tidak.
Konsep ini berlaku bagi hasil tingkat pertama dan kedua.
Misalnya jika seseorang ingin menjadi karyawan yang
berprestasi tinggi dalam berkarya (tingkat pertama), karena
ini berkeyakinan bahwa dengan prestasi yang tinggi akan
menyebabkan adanya kenaikan upah (tingkat kedua), 3).
Pertautan (instrumentality) merupakan persepsi individu
tentang besarnya peluang (probabilitas) jika dia bekerja
secara efektif: apakah keinginan dan kebutuhan tertentu
yang diharapkan akan terpenuhi. Dengan kata lain, besar
tingkat pertama akan dihubungkan dengan tingkat kedua
dan seterusnya.
Perlu dipahami bahwa hasil pada tingkat pertama yang
timbul dari perilaku adalah pelaksanaan pekerjaan itu
sendiri. Hasil ini mencangkup kinerja, produktivitas
kerja, kemungkinan, pergantian, data kualitas dad
produktivitas. Sedangkan hasil pada tingkat kedua adalah
peristiwa (ganjaran Atau hukuman) yang mungkin
ditimbulkan oleh hasil pada tingkat pertama, seperti
kenaikan upah/gaji, promosi, penerimaan atau
penolakan oleh kelompok kerja dan sebagainya.
Sejalan dengan apa yang dikemukakan Campbell et al
(1993:340), bahwa teori Vroom (1964) tentang motivasi
berhubungan dengan (1) arah perilaku, (2) kekuatan respon
(yakni usaha) setelah karyawan mengikuti tindakan
tertentu, (3) ketahanan perilaku atau berapa lama orang
itu terus menerus berperilaku menurut cara tertentu.

Page 45
Seno Andri, “Kepemimpinan dan Budaya Organisasi dalam Perusahaan”

Teori ini menilai besar dan arah semua kekuatan


yang mempengaruhi individu. Tindakan yang didorong
oleh kekuatan paling besar adalah tindakan yang
memungkin dilakukan individu tidak akan terlepas karena
adanva insentif yang menarik. Sehubungan dengan itu
diungkapkan bahwa "model harapan tergantung pada
pasangan karyawan tentang hubungan antara upaya.
prestasi, dan imbalan. Seringkali insentif yang sederhana
dan bersifat langsung lebih memotivasi ketimbang insentif
yang rumit.” (Davis, 1995: 94).
Apabila konsep-konsep tersebut dipadukan, maka
akan muncullah tiga prinsip utama, yaitu: P = f (M x A).
Bahwa. Performance (P) adalah fungsi (f) perkalian antara
Motivasi (M), yakni kekuatan, dan Ability (A) antara
kemampuan, 2). M = I (VI x E). Dimana motivasi adalah
Fungi (f) perkalian antara valens: dari setiap perolehan
tingkat pertama (VT) dan Expectancy (E) atau harapan
yang menggambarkan bahwa perilaku tertentu akan
diikuti oleh suatu perolehan tingkat pertama. Jika
harapan itu rendah, maka motivasinya kecil. Demikian
pula, jika valensi dari suatu perolehan itu not (0), maka
nilai mutlak ataupun variasi besarnya harapan untuk
menyelesaikan suatu pekerjaan tidak akan mempunyai
pengaruh sama sekali, 3). VI = (V2 x I). Adalah valensi
yang berhubungan dengan berbagai macam peroleh
tingkat satu (VT) merupakan fungi (f) perkalian antara
jurnali valensi yang merikat pada semua perolehan tingkat
kedua (V2) dan instrumentalities (I) atau pertautan antara
pencapaian perolehan tingkat pertama dengan pencapaian
perolehan tingkat kedua.
Pandangan lain tentang teori proses menyatakan
bahwa analis tentang motivasi harus memusatkan
perhatian bertautan pada faktor-aktor yang mendorong dan
mengarahkan ke kegiatan seseorang (Atkinson, 1964).

Page 46
Seno Andri, “Kepemimpinan dan Budaya Organisasi dalam Perusahaan”

Sedangkan Bindra (1959) menekankan aktivitas itu diarahkan


pada tujuan tertentu (goal directedness aspect of motivation).
Sedangkan Porter dam Lawler membuat suatu model
motivasi yang lebih lengkap dan telah diterapkan dalam studi
tentang manajer
Model tersebut dapat dijelaskan pada Gambar I. berikut.

Sumber Fred Luthans, 2002.

Gambar I. menunjukan bahwa upaya kekuatan dari


motivasi dan energi yang dicurahkan tergantung pada
nilai imbalan (reward) ditambah energi yang menurut
seseorang perlu dicurahkan serta probabilitas untuk
memperolah imbalan itu. Persepsi upaya dan
probabilitas imbalan itu sebaliknya juga dipengaruhi
oleh hasil dari penampilan sesungguhnya (actual
performance). Artinva, jika seseorang mengetahui
bahwa dia mampu mengerjakan suatu tugas atau
pernah mengerjakannya maka dia memiliki perkiraan
yang baik mengenai besarnya upaya yang dibutuhkan

Page 47
Seno Andri, “Kepemimpinan dan Budaya Organisasi dalam Perusahaan”

dan mengetahui lebih baik tentang probabilitas


imbalannya.
Motivasi dapat dikatakan sederhana karena pada
dasarnya setiap manusia mudah dimotivasi dengan
cara memenuhi apa yang menjadi keinginannya.
Konsep lain dari motivasi adalah kebutuhan atau
needs dan rangsangan atau incentive hubungan antara
keduanya sebanding dengan hubungan konsep tujuan
dan alar untuk mencapai tujuan tersebut. Sehingga apa
yang telah dikemukakan diatas sejalan dengan apa yang
dikemukakan Atkinson dalam William G. Scott (I962:
83) bahwa kekuatan motivasi untuk melakukan beberapa
kegiatan adalah merupakan fungsi dari: 1). Kekuatan
yang menjadi alasan bergerak adalah suatu kegiatan
dimana di dalam diri setiap orang, tingkatan alasan
atau motif-motif yang menggerakan tersebut
menggambarkan tingkat untuk memenuhi suatu
kepentingan 2). Harapan adalah dimana kemungkinan
atau keyakinan perbuatan mencapai tujuannya, 3). Nilai
dari insentif dimana ganjarannya demi tercapainya
tujuan. Dengan kata lain motivasi adalah meliputi
unsur-unsur yang merupakan ciri dari motivasi itu
sendiri yaitu motif, harapan dan insentif.

Program Diktat
Program pendidikan dan pelatihan (diktat}
merupakan salah satu kegitan mengenai sumber daya
manusia yang paling penting dalam rnenghadapi
berbagai tantangan perusahaan baik dewasa ini maupun
di masa yang akan darang. Faktor-
faktor yang perlu diperharikan dalam pelaksanaan
program diktat menurut Bernadine dan Russel (T996:
296) adalah: I). Pelatih harus merencanakan

Page 48
Seno Andri, “Kepemimpinan dan Budaya Organisasi dalam Perusahaan”

program untuk memenuhi kebutuhan orang dewasa,


2). Peserta pelatihan harus memiliki kemampuan dan
morivasi untuk belajar, 3). Pelatih harus membuat
lingkungan pelatihan yang mana di dalamnya
memuat pengetahuan sebanyak mungkin, 4). 1st
pelatihan harus terperinci ke dalam bagian-bagian
yang digabungkan dan tiap-tiap bagian harus dipelajari
sampai bagian-bagian tersebur dapat dilaksanakan
dengan baik, 5). Pelatih harus berusaha untuk
membuat program pelatihan dan materi untuk
memastikan peserta pelatihan tersebut mencurahkan
perhatiannya pada mereka, 6). Materi yang disajikan
pada peserta pelatihan harus penuh anti bagi peserta
dan peserta memiliki waktu yang lapang untuk
mengerti dan mengingatnya, 7). Tujuan atau
sasaran materi harus disebutkan dengan jelas dari
ringkasannya harus diuraikan.
Selanjutnya kemampuan atau ability karyawan
dapat dikembangkan meelalui kegiatan program
pendidikan dan pelatihan (diktat) yang diberikan
perusahaan, khususnya kemampuan (ability) yang
diperlukan perusahaan yang bersangkutan.
Gouzali Saydam (1996: 371) menyatakan bahwa
tingkat pendidikan yang dilalui seseorang amat
mempengaruhi motivasi kerja yang bersangkutan.
Seorang karyawan yang memiliki pendidikan lebih
tinggi dan sering mengikuti diklat biasanya akan lebih
mudah termotivasi, karena ia sudah mempunyai
pengetahuan, keterampilan, dan wawasan yang lebih luas
dibandingkan dengan karyawan yang berpendidikan
lebih rendah dan jarang mengikuti program diklat.
Dengan pengetahuan dan wawasan yang lebih luas
itu ia akan mudah mengerti dan memahami serta
mengantisipasi perkembangan perusahaan dan tahu

Page 49
Seno Andri, “Kepemimpinan dan Budaya Organisasi dalam Perusahaan”

apa yang dibutuhkan perusahaan dari dirinya.


Bahkan dengan pengetahuan dan pengalaman yang
ada padanya, ia dapat pula memberikan saran-saran
perbaikan dalam penerapan pemberian motivasi yang
berlaku dalam perusahaan atau organisasi manajemen.
Sebelum penyelenggaraan program diklat, terlebih
dahulu perlu dilakukan analisis terhadap kebutuhan
akan hal itu. Analisis dan penilaian kebutuhan akan
program diktat tersebut dilakukan dalam rangka
mendiagnosis pemasalahan yang ada sekarang dan
tantangan-tantangan masa depan yang diharapkan dapar
diatasi melalui pelatihan dan pengembangan. Misalnya,
perkembangan ilmu pengetahuan dan. teknologi.
Peningkatan tuntutan konsumen dalam hal mutu, dan
perubahan strategi perdagangan internasional.
Sedangkan masalah internal antara lain produktivitas
kerja, perputaran karyawan, dan motivasi untuk
belajar. Untuk itu perusahaan harus memperhitungkan
sejumlah faktor yang dapat mempengaruhi persyaratan
penyelenggaraan program diklat yang meliputi: I).
Perubahan staff, semakin banyak tenaga baru, semakin
besar kebutuhan pelatihan dalam keahlian pekerjaan dan
pelatihan untuk pengenalan, 2). Perubahan Teknologi,
sistem dan proses baru akan membutuhkan staff yang
benar-benar terlatih di bidangnya; banyaknya sistem
komputer baru yang gagal bukan karena alasan teknis,
tetapi staff belum terlatih bagaimana harus
menggunakannya, 3). Perubahan pekerjaan, pekerjaan
banyak berubah sesuai dengan berubahnya waktu.
terutama karena penambahan pada organisasi itu sendiri
dan pegawai harus dilatih untuk beradaptasi (Syafaruddin
Alwi, 2001:223).
Pelatihan merupakan suatu tindakan untuk
meningkatkan pengetahuan dan keterampilan seseorang

Page 50
Seno Andri, “Kepemimpinan dan Budaya Organisasi dalam Perusahaan”

dalam melaksanakan tugas tertentu. Menurut teori


psikologi asosiasi dari J. Herbart (Sumarsono, 2003),
belajar adalah memperoleh pengetahuan melalui alat
indra yang disampaikan dalam bentuk perangsang dari
luar. Belajar adalah pengalaman-pengalaman berasosiasi
dan dapat direproduksikan. Latihan memegang peranan
penting. Lebih banyak ulangan dan latihan akan lebih
membuat volume pengalaman dan pengetahuan tinggi
dalam kesadaran dan ingatan seseorang. Sebaliknya,
sedikit ulangan dan latihan akan mengakibatkan
pengalaman yang sedikit dan pengetahuan yang cepat
dilupakan.
Kebutuhan akan pelatihan berasal dari suatu
perbandinagn yang menunjukan adanya faktor yang
kurang, kemudian diisi melalui pelatihan. Dengan
demikian kebutuhan akan pelatihan berarti
menghendaki adanya perubahan, dari keadaan atau
prestasi di bawah standar sampai ke tingkat standar yang
diinginkan (leslie, 1990). Pelatihan merupakan suatu proses
pergembangan pengertian yang mencakup
pengembangan keterampilan dan keahlian. Melalui
proses pengembangan ini seseorang dapat memiliki
keterampilan dan keahlian yang tinggi. Pelatihan yang
semakin efektif akan meningkatkan keterampilan dan
keahlian, dan selanjutnya meningkatkan pula
kemampuan memecahkan masalah dan akhirnya
menurunkan jumlah masalah dan hambatan yang ada di
dalam organisasi tersebut.
Meningkatnya keterampilan seseorang akan
membawa dampak pada kreativitasnya, sehingga
gagasannya tumbuh dan menghasilkan penemuan baru.
Berfikir secara kreatif dapat dipelajari dan
dikembangkan melaIui pelatihan. Meningkatnya

Page 51
Seno Andri, “Kepemimpinan dan Budaya Organisasi dalam Perusahaan”

tingkat persaingan pasar menyebabkan semakin


pentingnya inovasi, dan kreativitas dalam suatu organisasi.
Pelatihan merupakan perbaikan kinerja
manusia dan menurut Rully-lndrawan (2002)
perbaikan kinerja sumber daya manusia merupakan
esensi dimensi proses internal dan dimensi proses
merupakan bagian yang paling penting dalam
membentuk dimensi tujuan organisasi. Perbaikan
berkesinambungan bertujuan meningkatkan
keseluruhan kinerja organisasi secara evolusioner
rnelalui perbaikan efisiensi yang kecil tetapi secara
terus menerus (Glad dan Becker, 1996).
Dalam era teknologi dan persaingan global,
kemampuan memecahkan masalah dan kreativitas
merupakan hal yang sangat penting. semakin banyak
karyawan yang terampil, ahli dan berpikir kreatif,
paham akan proses, maka kualitas produk dan jasa
yang dihasilkan akan menjadi semakin baik, karena
selalu muncul gagasan, ide atau kreasi baru untuk
memperbaiki kondisi proses yang ada, sehingga dapat
dikatakan bahwa pelatihan berpengaruh terhadap
perbaikan yang berkesinambungan.
Berdasarkan fenomena di atas, penulis
mengambil pendapat yang dikemukakan oleh Gouzali
Saydam (1996) Rully-Indiawan (2002) dan (Glad dan
Becker, 19961, dimana tingkat pendidikan yang dilalui
seseorang amat mempengaruhi motivasi kerja yang
bersangkutan dengan perbaikan kinerja sumber daya
manusia yang merupakan esensi dimensi proses
internal melalui perbaikan berkesinambungan yang
bertujuan meningkatkan keseluruhan kinerja organisasi
secara evolusioner melalui perbaikan efisiensi.

Page 52
Seno Andri, “Kepemimpinan dan Budaya Organisasi dalam Perusahaan”

A. Konsep Dasar Diklat


Diklat atau pelatihan berasal dari kata training
dalam bahasa Inggris, yang berarti suatu proses
sistematis dari perubahan perilaku. pengetahuan dan
motivasi karyawan yang ada sekarang menuju
peningkatan yang mempertemukan karakterisrik
karyawan dengan kebutuhan karyawan (Milkovich dan
Boudreau, 1991). Dalam pengertian ini pelatihan
mempunyai bidang yang luas menyangkut perubahan
perilaku, pengetahuan, dan motivasi karyawan ke
arah yang diharapkan perusahaan. Pelatihan merupakan
suatu tindakan untuk meningkatkan pengetahuan dan
keterampilan seseorang di dalam melaksanakan suatu
pekerjaan. Kebutuhan akan pelatihan berasal dari
suatu perbandingan yang menunjukan adanya faktor
yang kurang, kemudian diisi melalui pelatihan
(Leslie, 1990). Dengan demikian kebutuhan akan
pelatihan diklat berarti menghendaki adanya
perubahan, dari keadaan atau prestasi di bawah standar
sampai ke tingkat standar yang diinginkan.
Pelatih sering diindentikkan dengan,
pengembangan (development), bahkan keduanya
digunakan secara bergantian untuk menunjukkan makna
yang sama. Sebetulnya kedua istilah tersebut memliki
esensi dan sasaran yang berbeda. Remardin dan Russel
(1993) mendefinisikan pelatihan sebagai macam-macam
usaha untuk meningkatkan kinerja karyawan pada
jabatan yang sekarang ini dipegang atau scsuatu yang
berhubungan dengannya. Agar efektif, pelatihan dapat
meliputi pembelajaran pengalaman, aktivitas organisasi
yang direncanakan, dan tanggapan yang dirancang
untuk mengenali kebutuhan-kebutuhan. Idealnya,
pelatihan dapat dirancang untuk mempertemukan
tujuan-tujuan organisasi dan tujuan-tujuan karyawan
pada saat pertemuan secara serentak. Istilah pelatihan

Page 53
Seno Andri, “Kepemimpinan dan Budaya Organisasi dalam Perusahaan”

seringkali disamakan dengan istilah pengembangan.


Pengembangan berkenaan dengan mempelajari
kesempatan-kesempatan yang direncanakan sampai
membantu karyawan tumbuh. Kesempatan-
kesempatan tidak terbatas pada meningkatnya kinerja
karyawan pada jabatan yang sekarang.

B. Teknik-Teknik Diklat
Robbin (1996). Program-program pelatihan dan
pengembangan dirancang untuk meningkatkan
prestasi kerja, mengurangi absensi dan perputaran
serta memperbaiki kepuasan kerja.
Handoko (1987). Masing-masing kategori
memiliki pengajaran sikap. konsep atau pengetahuan
dan/atau keterampilan utama yang berbeda. Pemilihan
teknik tertentu untuk digunakan pada program
latihan dari pengembangan, tergantung pada sejauh
mana teknik tersebut memengaruhi faktor-faktor berikut:
1). efektifitas biaya, 2). isi program yang dikehendaki, 3).
kelayakan fasilitas-fasilitas, 4). preferensi dan kemampuan
peserta, 5). preferensi dan kemampuan instruktur atau
pelatih. 6). prinsip-prinsip belajar.
Tingkat kepentingan dari keenam faktor tersebut.
Tergantung pada situasi. Sebagai contoh, efektifitas biaya
mungkin merupakan faktor bukan utama dalam pelatihan
manuver darurat pilot pesawat terbang. Bagaimanapun
juga, seorang manajer perlu mengenal semua teknik pelatihan
dan pengembangan yang tersedia agar bisa memilih teknik
yang paling tepat untuk kebutuhan, sasaran, dan kondisi
tertentu.
Ada dua kategori utama dalam pelatihan dan
pengembangan manajemen, yaitu: 1). Metode praktis (on the
job training). Teknik ini merupakan teknik yang paling

Page 54
Seno Andri, “Kepemimpinan dan Budaya Organisasi dalam Perusahaan”

banyak digunakan, Karyawan dilatih tentang pekerjaan dan


dengan bimbingan langsung seorang pelatih yang
berpengalaman. Macam-macam teknik on the job mining
adalah: (a) rotasi jabatan, (b) latihan instruksi pekerjaan, (c)
magang, (d) coaching dan (e) penugasan sementara; 2).
Teknik-teknik presentasi informasi dan metode-metode
simulasi (off the lob training); 3). Teknik-teknik presentasi
informasi. Tujuan utama teknik-teknik presentasi informasi
adalah untuk mengajarkan berbagai sikap, konsep atau
keterampilan kepada para peserta. Metode-metode yang sering
digunakan, yaitu: (a) kuliah, (b) presentasi video. (c) metode
konferensi, (d) programmed instruction, (e) studi sendiri;
Metode Simulasi. Dengan pendekatan ini karyawan peserta
latihan menerima representasi tiruan suatu aspek organisasi
dan diminta untuk menanggapinya seperti dalam keadaan
sebenarnya. Di antara metode-metode simulasi yang
paling umum digunakan adalah: (a) metode studi kasus,
(b) Role playing, (c) business game (d) vestebule training, (e)
pelatihan laboratorium, dan (f) program-program
pengembangan eksekutif.

C. Faktor-Faktor Penyebab Perlunya Diklat


Terdapat lima faktor penyebab diperlukannya
pelatihan yaitu 1). kualitas angkatan kerja, 2). Persaingan
global, 3). Perubahan yang cepat dan terus menerus, 4).
Masalah alih teknologi, dan 5). Perubahan keadaan
demograf. (Tjiptono dan Diana, 1995).

D. Jenjang Pendidikan
Dewasa lembaga pemerintahan maupun swasta tidak
hanya bersaing melalui teknologi dan produk jasa yang
dihasilkan, melainkan juga dalam hal kualitas pelayanan
publik. ini berarti bahwa kualitas sumber daya manusianya

Page 55
Seno Andri, “Kepemimpinan dan Budaya Organisasi dalam Perusahaan”

harus ditingkatkan agar dapat bersaing dalam


pemberiaan pelayanan kepada masyarakat. Menurut
Porter (1997: 42), manajemen sumber daya manusia
menentukan keunggulan bersaing di perusahaan
manapun, karena tingkat keterampilan, dan motivasi
karyawan sangat menentukan.
Untuk menjadi perusahaan jasa telekomunikasi
yang tangguh dan handal diperlukan 3 (tiga) pilar
utama yaitu sumber daya manusia yang profesional,
sistem dan teknologi yang canggih serta ditunjang
dengan fasilitas sarana dan pra-sarana serta logistik
yang memadai. Langkah untuk mencapai visi, misi, dan
tujuan PT. X, Tbk tercermin dalam Laporan
Tahunan PT. X, Tbk. Dalam bidang sumber daya
manusia. PT. X, Tbk saar ini sedang mempersiapkan
tenaga kerja yang sesuai dengan kebutuhan
perusahaan yaitu melalui peningkatan program
diklat, menanamkan atau budaya organisasi, dan
pemberian motivasi kepada karyawan yang adil,
transparan, dan akuntabel (Laporan Tahunan PT. X,
Tbk, 2001: 4).
Selain itu, untuk melaksanakan aktivitas-aktivitas
organisasi guna mencapai tujuan organisasi tersebut,
maka diperlukan pegawai yang memiliki motivasi kerja
dan kemampuan (ability) yang tinggi sehingga prestasi
kerja akan meningkat Pula. Ability sangat tergantung pada
tingkat atau jenjang pendidikan seseorang. Untuk itu,
agar perusahaan. dapat bersaing secara sehat maka
dibutuhkan komposisi karyawan yang berbanding
terbalik dengan tingkat atau jenjang pendidikannya.
Jenjang pendidikan, dewasa ini sangat
menentukan cara dan pola pikir seseorang dalam
bekerja di mengambil suatu keputusan Karyawan

Page 56
Seno Andri, “Kepemimpinan dan Budaya Organisasi dalam Perusahaan”

dengan tingkat pendidikan D3 ke bawah, meskipun di


beri kesempatan yang sama dengan tingkat pendidikan
S1, mereka lebih menyukai pekerjaan yang bersifat
klasikal dan detail. Karyawan dengan jenjang
pendidikan SI akan menyukai pekerjaan yang bersifat
mengevaluasi dan kontroling sedangkan mereka
dengan tingkat pendidikan S2 akan cenderung
menyukai pekerjaan yang bersifat strategis.
Pola dan cara kerja seperti ini menentukan
kinerja dari masing-masing karyawan dengan
tingkatan atau jenjang pendidikan yang berbeda.
Seseorang yang memiliki tingkat kemampuan
intelektual yang dimaksud dengan jenjang
pendidikan merupakan modal dasar bagi seseorang
untuk bertindak sekaligus berprilaku didalam
menghadapi suatu tugas pekerjaannya. Kemampuan
intelektual seseorang pada umumnya dapat memiliki
paling tidak ada tujuh indikator, yaitu kecerdasan
numerik, pemahaman verbal, kecepatan perseptual,
penalaran induktif, penalaran deduktif, visualisasi
ruangan, dan ingatan (Robbins, 20(I).

Kinerja
Kinerja yang sering disebut dengan performace juga
disebut result (Cash and Fischer, 1987) yang berarti apa
yang telah dihasilkan oleh individu karyawan. Istilah
yang lain adalah human output yang dapat diukur
dari productivity, absence, Turnover, citizenship and
satisfaction (Robbins, 2003: 27). Kinerja pada individu juga
disebut dengan job performance, work outcome, task
performace (Baron and Greenberg, I990).

Page 57
Seno Andri, “Kepemimpinan dan Budaya Organisasi dalam Perusahaan”

Kinerja (performace) dapat diartikan sebagai


kesuksesan didalam melaksakan suatu pekerjaan (Mair.
1965). Arti lain job performace adalah succesfull colt
achievement yang diperoleh seseorang dari perbuatan-
perbuatannya (Lawler and Porter, 1967).
Pada umumnya kinerja (performace) dapat diartikan
sebagai kesuksesan seseorang didalam melaksanakan
suatu pekerjaan (Maler, 1965). Arti lain “job performace"
adalah "Successful role achievement” yang diperoleh
seseorang dari perbuatan-perbuatannya (Lawler and
Porter, 1967). Kedua batasan pengertian tersebut
menunjukkan bahwa yang dimaksud job performance
ialah hasil yang dicapai seseorang menurut ukuran yang
berlaku untuk pekerjaan yang bersangkutan.
Tingkat sejauh mana seseorang di dalam
melakukan tugas pekerjaannya dinamakan level of
performance (Vroom, 1964). Sehubungan dengan
pengertian mengenai job performance ini seringkali
dijumpai istilah-istilah yang punya arti nyaris serupa
misalnva: proficiency, merit, dan produktivitas. Wexley &
Yukl (1977) menyatakan bahwa proficiency.
mengandung arti lebih luas sebab mencakup segi-segi
effort, job performance, inisiatif, loyalitas, potensi
kepemimpinan, dan moral kerja. Sedangkan Maier
(1965) mengartikan merit lebih merupakan aspek umum
daripada proficiency tersebut. Produktivitas kerja adalah
perbandingan antara input dan output.
Result dipengaruhi oleh kinerja organisasi
(organizational performance) yang komponennya terdiri
dari Organizational Development, Compensation Plan,
Communication, System, Managerial Style, Organization
Structure, Policies and Procedures (Cash and Fiszher, 1987).

Page 58
Seno Andri, “Kepemimpinan dan Budaya Organisasi dalam Perusahaan”

Organizational performance (Cash and Fischer, 1986)


tersebut merupakan strategi (program) dari setiap
departemen sumber daya manusia dan dari organisasi
(Galpin and Murray, 1997). Ini berarti result (kinerja,
dipengaruhi oleh strategi organisasi.
Performance adalah kinerja. Definisi atau pengertian
kinerja adalah jumlah dari hasil karya, yaitu suatu hasil
pelaksanaan suatu pekerjaan baik yang bersifat fisik
maupun non fisik (Hadari,1997:67; Simamora,1997:123).
Sedangkan Roe ,'1984:89) memberikan batasan bahwa
kinerja adalah suatu ukuran yang menunjukkan
derajat penyelesaian tugas yang menyertai pekerjaan
Bernal-dm and Russel (1993) memberi batasan bahwa
kinerja adalah bagaimana dikutip Games (2000)
sebagai suatu catatan outcome yang dihasilkan fungsi
suatu pekerjaan tertentu atau kegiatan selama suatu
periode tertentu. Sedangkan Mangkunegara. (2000)
memberi pengertian sebagai hasil.
Kinerja merupakan tindakan atau pelaksanaan
tugas yang dapat diukur. Ada beberapa cara dalam
mengukur kinerja secara umum, yang kemudian
diterjemahkan ke dalam penilaian secara mendasar
yaitu: 1) kuantitas kerja; 2) kualitas kerja; 3)
pengetahuan tentang pekerjaan; 4) pendapat atau
pertanyaan yang disampaikan; 5) keputusan yang
diambil; 6) perencanaan kerja; dan 7). Daerah
organisasi kerja. jadi kinerja berkenaan dengan hasil
pekerjaan yang dicapai seseorang dalam kurun waktu
tertentu yang diukur berdasarkan kuantitas maupun
kualitas (Swasto, 1996; Dharma, 1985).
Sedangkan Haname, Schwab dan Fosuir (1991)
mengemukakan bahwa pengukuran kinerja karyawan
dapat dilakukan dengan dua cara yaitu identifikasi

Page 59
Seno Andri, “Kepemimpinan dan Budaya Organisasi dalam Perusahaan”

dimensi kinerja dan penetapan standar kinerja. Dimensi


kinerja mencakup semua unsur yang akan dievaluasi
dalam pekerjaan masing-masing pegawai dalam suatu
organisasi. Dimensi ini mencangkup berbagai kriteria
yang sesuai untuk digunakan dalam mengukur hasil
pekerjaan yang telah diselesaikan. Sedangkan
penetapan standar kinerja diperlukan untuk
mengetahui apakah kinerja pegawai sudah sesuai
dengan sasaran yang diharapkan, sekaligus untuk
melihat besarnya penyimpangan dengan cara
membandingkan antara hasil pekerjaan secara aktual
dengan hasil yang diharapkan. Standar kinerja
pekerjaan menentukan tingkat kinerja pekerjaan yang
diharapkan dari pemegang pekerjaan tersebut dan
kriteria terhadap sejauh mana kesuksesan pekerjaan
diukur. Standar kinerja pekerjaan membuat eksplisit
kuantitas dan atau kualitas kinerja yang diharapkan
dalam tugas-tugas dasar yang ditetapkan sebelumnya
dalam deskripsi pekerjaan, biasanya melalui
beberapa pertanyaan yang dianggap dapat diterima dan
dapat dicapai atas sebuah pekerjaan tertentu.
Strategi ditentukan oleh pemimpin organisasi
(McKinsey pada Pearce and Robinson, 2003). Strategi
dipengaruhi oleh budaya organisasi. Karenanya,
kinerja organisasi dipengaruhi pula oleh pemimpin
dan juga dipengaruhi budaya organisasi. Laporan
hasil kajian Latifah. A.D. dalam "Kumpulan Hasil
Kajian Kepemimpinan dan Motivasi di Era
Otonomi Daerah Provinsi Kalimantan Timur" oleh
Arman Thoyib (2003) menjelaskan bahwa gaya
kepemimpinan berpengaruh secara tidak langsung
terhadap tingkat prestasi kerja karyawan melaluii
variabel tingkat iklim organisasi artinya, pemimpin
memiliki peran membentuk iklim organisasi yang lebih

Page 60
Seno Andri, “Kepemimpinan dan Budaya Organisasi dalam Perusahaan”

kondusif. Dari iklim yang lebih kondusif itu terbentuklah


tingkat prestasi kerja karyawan yang lebih baik. Dalam studi
yang lain, Armanu Thoyib, 2003 menegaskan bahwa gaya
kepemimpinan para pimpinan daerah di era otonomi daerah
adalah memberdayakan bawahan mereka agar bawahan
mampu meningkatkan produktivitas mereka dalam
mencapai tujuan pembangunan.
Kotter and Heskett (1992) menemukan bahwa ada 4
(empat) faktor yang menentukan perilaku kerja manajemen
suatu perusahaan, yaitu: 1). Budaya perusahaan, 2).
Struktur, sistem, rencana dan kebijakan formal, 3).
Kepemimpinan (leadership), dan 4). Lingkungan yang teratur
dan bersaing. Ditegaskan pula oleh Hickman and Silva (1986;
bahwa strategy ditambah dengan budaya organisasi (culture)
akan menghasilkan suatu keistimewaan (excellence).
Keberhasilan suatu korporat dalam mencapai tujuannya
ternyata tidak lagi hanya ditentukan oleh keberhasilan
implementasi prinsip-prinsip manajemen, seperti planning,
organizing, leading, dan controlling saja, melainkan juga untuk
faktor lain “tidak tampak” yang justru lebih menentukan
berhasil tidaknya organisasi mencapai tujuannya
menentukan apakah menejemen dapat meimplementasikan
atau tidak. Faktor tersebut adalah budaya organisasi.
Keunggulan organisasi menurut moelyono, ditentukan oleh
unggul tidaknya budaya organisasi yang dimiliki (moelyono,
2003).
Kajian yang menguji pengaruh variabel-variabel budaya
organisasi terhadap kinerja karyawan telah dilakukan oleh
Nurfarhati (1999) pada PT. Telekomunikasi Indonesia,
Tbk, Kandal Malang, menuujukkan bahwa tiga variabel
budaya yang berpengaru nyata terhadap kinerja karyawan
adalah inovasi, kemantapan, dan kepedulian. Temuan kajian.
Nurfarhati telah didukung dengan temuan kajian yang

Page 61
Seno Andri, “Kepemimpinan dan Budaya Organisasi dalam Perusahaan”

dilakukan oleh Yaqin (2003) Tentang pengaruh variabel-


variabel budaya terhadap kinera karyawan PT. Petrokimia
Gresik.
Dari beberapa pendapat tersebut memberikan gambaran
bahwa kinerja adalah hasil kerja yang dapar diukur rnelalui
pengukuran tertentu (standar) dengan pertimbangan
kualitas, kuantitas, dan ketepatan waktu kerja. Dimana
kualitas adalah berkaitan dengan mutu kerja yang dihasilkan,
sedangkan kuantitas adalah jumlah hasil kerja yang
dihasilkan dalam karun waktu tertentu dan ketepatan
waktu adalah kesesuaian waktu yang telah direncanakan.
Atas dasar tersebut maka dalam kajian ini
pengukuran kinerja yang dilakukan penulis didasarkan
pada seberapa besar prestasi yang dicapai karyawan
berdasarkan kualitas, kuantitas, dan ketepatan waktu serta
aspek aspek Iainnya yang berkaitan dengan pekerjaan itu
sendiri dengan menggunakan skala Likerrs (skala 1-5),
Sedangkan pengembangan kuisionernya mengacu pada apa
yang dikembangkan oleh janseen and onne (2001).

Kepuasan Kerja (Job Satisfaction)


Kepuasan kerja merupakan masalah yang sangat
menarik dan penting untuk diteliti dan dikaji karna terbukti
banyak memberikan manfaat yang basar bagi karyawan
secara individu, organisasi, dan masyarakat. Bagi individu,
kajian tentang sebab-sebab dan sumber-sumber kepuasan
kerja memungkinkan adanya usaha ke arah kebahagiaan
hidup. Bagi organisasi, kajian mengenai kepuasan kerja
dilakukan dalam usaha peningkatan produksi dan
penurunan biaya melalui perbaikan sikap dan tingkah laku
karyawannya. Selanjutnya masyarakat akan menikmati hasil
kapasitas maksimum dari dunia industri serta naiknya
nilai manusia dalam konteks pekerjaan (As'ad, 2001).

Page 62
Seno Andri, “Kepemimpinan dan Budaya Organisasi dalam Perusahaan”

Faktor utama dalam pembentukkan kepuasan kerja


adalah gaji (Halim dalam As'ad, 2001). Pendapat tersebut
memang, tidak seluruhnya salah. Karena dengan gaji
kehidupan mereka (karyawan) akan berlangsung baik. Akan
tetapi gaji bukanlah faktor utama dalam menjalankan
pekerjaan Ini disebabkan sudah banyak perusahaan yang
memberikan gaji yang tergolong tinggi bagi
karyawannya, namun karyawan tersebut justru tidak rnerasa
terpuaskan bahkan tidak menyenangi pekerjaannya. Ini
membuktikan bahwa gaji hanya berfungsi untuk memberi
kepuasan yang bersifat sementara, tergantung pada
tingkat kebutuhan dan nilai orang yang bersangkutan.
Faktor - faktor yang menentukan kepuasan kerja
meliputi: 1). Hubungan antar karyawan (hubungan antara
atasan dan bawahan, faktor psikis dan kondisi kerja,
hubungan teman kerja, sugesti teman kerja dan emosi), 2).
Faktor individu (sikap, umur dan jenis kelamin), dan 3).
Faktor luar (keluarga, rekreasi, dan pendidikan). Faktor
lain yang mempengaruhi kepuasan kerja adalah faktor
individual (umur, kesehatan, watak, dan harapan), faktor
sosial meliputi: hubungan kekeluargaan, kegiatan
perserikatan, kebebasan politik, dan hubungan
kemasyarakatan (Butt dalam Anaroga, 1998; Blum claiani
As'ad, 2001). Sementara Yuan and Ting (1997) dan Yaqob
(1999) melihar faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan
kerja dan kinerja karyawan adalah I). Karakterisrik
individu, 2). Karakteristik pekerjaan, dan 3). Karakteristik
organisasi. Ketiga karakteristek inilah yang dijadikan
penulis sebagai acuan variabe yang relevan dalam
melakukan kajian terhadap karyawan pada PT. X, Tbk.

Page 63
Seno Andri, “Kepemimpinan dan Budaya Organisasi dalam Perusahaan”

Kajian Terdahulu
Kajian terdahulu merupakan bahan referensi bagi
penulis berikutnya dan merupakan dasar dalam
menentukan rancangan kajian selanjutnya. Tentang
apakah hasil kajian tersebut dilajutkan atau hanya
mereplikasi beberapa variabel yang dianggap perlu, ini
tergantung sudut pandang penulis.
Beberapa kajian telah dilakukan oleh para ahli
terutama menyangkut budaya organisasi, motivasi,
program gaya kepemimpinan yang dihubungkan
dengan kinerja, kinerja dengan job satisfation, dengan
variabel moderator etnis dan lingkungan. Berikut ini akan
diuraikan beberapa hasil kajian sebelumya.
Kepemimpinan banyak diteliti oleh para ahli seperti
Christine M. Shea (1999), Kajian ini meneliti pengaruh
gaya kepemimpinan berdasarkan tugas pada kinerja
individu yang kharismatik dibandingkan dengan yang
terstuktur dengan menggunakan sampel 65 orang
mahasiswa pasca manajemen operasi, sampel ini terdiri
dari 52 laki-laki dan 13 perempuan. Adapun metode
analisis yang digunakan dalam kajian ini adalah
multivariate analisis (MANOVA) dengan pengukuran
variabel gaya kepemimpinan, dan kinerja bcrdasarkan tugas.
Hasil temuannya adalah bahwa individu yang
menunjukan gaya kepemimpinan mempunyai
capaian yang lebih baik, tetapi akan semakin
memudar dari waktu kewaktu. Kemahiran dari
memoderasi hubungan antara gaya kepemimpinan
dengan kinerja pegawai.
Kajian yang sama juga dilakukan oleh Bambang
Triaji (2002), dengan judul Pengaruh Birokrasi dan Gaya
Kepemimpinan terhadap Kepuasan Kerja Pegawai dan
Kinerja Badan Pemeriksa Keuangan Indonesia. Hasil

Page 64
Seno Andri, “Kepemimpinan dan Budaya Organisasi dalam Perusahaan”

kajian menunjukkan bahwa kepuasan kerja pegawai


ternyata secara signifikan dipengaruhi oleh birokrasi
dalam organisasi dan pengaruh gaya kepemimpinan
terhadap kepuasan kerja pegawai tidak signifikan dan
selanjutnya juga terlihat bahwa kepuasan kerja tersebut
memengaruhi kinerja Badan Pemeriksa Keuangan, tetapi
tidak signifikan.
Rajiv Merha, Alan, Dulainsky dan Rolph. E (2003),
juga meneliti tentang gaya kepemimpinan, motivasi dan
kinerja pada saluran pasaran internasional. disini
penulis menemukan tiga jenis gaya kepempinan yang
dikaji dalam kajian ini yaitu gaya kepemimpinan
partifipasif, gaya kepeimpinan supportif, dan gaya
kepemimpinan direktif. Sampel kajian ini terdiri dari 15
dealer mobil di Amerika Serikat, Firlandia dan Polandia,
dengan jumlah kuisioner yang disebar terbanyak di
Amerika Serikat dan yang kembali 188, di Firlandia 600
kuisioner yang kembali 101 dan di Polandia sebanyak 60
kuisioner.
Data dianalisis dengan menggunakan metode
statistik ANOVA dan regresi. Variabel yang diukur
adalah gaya kepempinan, motivasi, dan budaya nasional.
Temuan hasil kajian menunjukkan untuk
Amerika Setikat tiga jenis kepemimpinan memberikan
dampak yang signifikan positif terhadap motivasi
partner saluran. Gaya kepemiminan partifisipatif
merupakan gaya mempengaruhi motivasi yang dikuti
gaya supportif dan direktif.
Hasil untuk Firlandia mengidentifikasikan bahwa
gaya parfisipatif, namun tidak dengan gaya direktif
atau supportif secara signifikan positif berkorelasi
denagn motivasi anggota saluran pemasaran.
Kepemimpinan. partisipatif dan supportif memiliki

Page 65
Seno Andri, “Kepemimpinan dan Budaya Organisasi dalam Perusahaan”

korelasi terkuat terhadap korelasi motivasi


dibandingkan dengan gaya direktif.
Untuk Polandia, 3 (tiga) gaya kepemimpinan
secara kolektif tidak berkorelasi terhadap motivasi
anggota saluran pemasaran. kepemimpinan
partisipatif dan supportif memiliki korelasi terkuat
terhadap motivasi, dibandingkan dengan gaya
direktof, sedangkan untuk Polandia, tiga gaya
kepemimpinan secara kolektif tidak berkorelasi dengan
motivasi anggota saluran, secara keseluruhan tidak
berkorelasi.
Muh. Yunus Amar (2004) meneliti tentang
pengaruh gaya kepemimpinan terhadap produktivitas
karyawan dalam upaya meningkatkan kinerja
keuangan serta hubungannya dengan stakeholder- external
perusahaan
Temuan dalam kajian ini adalah: 1). Gaya
kepercayaan berpengaruh positif terhadap produktivitas
karyawan. Gaya craching (praktis), merupakan gaya
kepemimpinan yang paling besar pengaruhnya
terhadap produktivitas karyawan dan kinerja keuangan
sedangkan gays authoritatif (otoritas) dan gaya
paksaan (forced) merupakan gaya yang kurang efekif bagi
manajer, 2), Gaya kepercayaan juga berpengarah langsung
terhadap kinerja keuangan perusahaan, 3). Terdapat
pengaruh positif gaya kepemimpinan yang digunakan
manajer perusahaan dengan produktifitas karyawan dan
secara bersama-sama gaya kepemimpinan dan
produktivitas karyawan berpengaruh positif terhadap
kinerja keuangan perusahaan.
juga terdapat korelasi positif antara efektivitas
organisasi dalam hal ini kinerja keuangan perusahaan
dengan lingkungan eksrernal (stekehoider). Penulis juga

Page 66
Seno Andri, “Kepemimpinan dan Budaya Organisasi dalam Perusahaan”

memandang perlu kajian lanjutan mengenai gaya


kepemimpinan dalam suatu industri kepemimpinan
yang paling tepat dan efektif untuk mempengaruhi
produktivitas dan kinerja perusahaan.
Sedangkan Randy G. Eppart (2004), meneliti tentang
Gaya kepemimpinan transformasional dan transaksional
seperti mereka memprediksi budaya konstruktif dan
defenisif. fokus dari kajian ini adalah meneliti
pengaruh gaya kepemimpinan transformational dan
transaksional terhadap budaya organisasi yang bersifat
bertahan dengansampel sebanyak 331 pegawai
perusahaan di Amerika Serikat dengan jenis
pengukuran variabelnya adalah kepemimpinan
transformational (imbalan dan manajemen pengecualian)
dan budaya organisasi (conscructive data defensive) dengan
mcnggunakan metode analisis faktor dengan rotasi
varimax dan analisis regresi liner berganda.
Temuan hasil kajian ini adalah bahwa
kepemimpinan transformasional mempunyai
hubungan positif dengan budaya yang konstruktif,
kepemimpinan transaksional mempunyai hubungan
positif dengan budaya defensif organisasi memiliki
banyak bagian budaya yang menunjukkan karakteristik
individu pada masing-masing departemen dan unit.
Tipe kerja akan sangat mempengaruhi gaya
kepemimpinan, Instrumen multifirror leadership
questionare (MLQ) sangat lemah untuk digunakan dalam
mengukur kepemimpinan.
Disamping itu Scott D. Camp (1993), melihat
kepemimpinan dari perputaran pegawai.
Perputaran pegawai yang tinggi dapat menciptakan
permasalahan dalam susunan atau tatanan kepegawaian
yang pada akhirnya akan membebani para pimpinan

Page 67
Seno Andri, “Kepemimpinan dan Budaya Organisasi dalam Perusahaan”

perusahaan. Kajian ini mencoba menguji efek dua


jenis pengukuran dari hubungan lingkungan
pekerjaan, kepuasan kerja dan komitmen
organisatoris, yang sering dihubungkan dengan keluar
masuknya pegawai. Kajian ini juga menguji dua aspek
yang terpisah tentang komitmen organisatoris,
kesanggupan untuk keseluruhan organisasi dan
kesanggupan untuk institusi yang spesifik.
Data dalam kajian ini merupakan data primer
yang diambil dari buteauts personal database.
Kesempurnaan sumber dan yang dikombinasikan
dengan pertimbangan pengendalian variable yang
relevan dengan kajian terdahulu diartikan dengan cara
mengambil metode discrece-Clare event model.
Hasil analisis mengkonfirmasikan bahwa ukuran
komitmen organisatoris menggunakan suatu hubungan
kebalikan dengan turnover itu adalah tingkat tertinggi
yang dicapai untuk komitmen organisasi yang
dihubungkan dengan tingkat turnover minimal. Efek
ukuran dari komitmen organisasi lebih besar dari
pada kepastiasan kerja yang benar-benar terjadi.
Bagaimanapun juga kedua-duanya di (comitment dan
turnover) memiliki pengaruh yang sangat kuat.
Haril kajian mengumpulkan bahwa komitmen
organisasi telah menjadi alat peramalan yang baik dalam
organisasi terhadap perilaku karyawan dalam koridor
turnover. Tidak ada satu bukti empiris untuk
membantah arti penting suatu komitmen
organisatoris terhadap pekerja yang bekerja di sektor
publik yang menciapatkan kepuasan kerja dan
membawa efek pada turnover baik sccara sukarela
maupun flutuatif.

Page 68
Seno Andri, “Kepemimpinan dan Budaya Organisasi dalam Perusahaan”

Meski demikian, hasil kajian dan studi yang


terkait menyatakan bahwa sungguhpun kita
mempunyai pengertian yang mendalam tentang
keterkaitan teoretis komitmen organisatoris, Tidak
ada banyak hal yang bisa difahami menyangkut
proses yang menghasilkan tumover itu.
Kajian yang akan datang terhadap komitmen
organisasi dalam sistem pengaturan layer perlu
menguji kembali faktor yang berperan dalam
penilaian positif terhadap komitmen organisasi.
Khususnya penekanan harus diberikan pada
identifikasi faktor yang dapat digerakkan organisasi
untuk membantu hak kekayaan dari hasil resiko turnover
antara sesama karyawan.
Budaya organisasi yang diteliti oleh Dennis
O'Connor (2001), menggambarkan banyaknya inovasi
baru dalam arganizational behaviour pada masa datang
dengan basis keputusan strategis dan komitmen yang
bagus diantara karyawan dan individu.
Sange (1990) mengindientifikasi tantangan yang
ada di antara satu sisi pada visi masa datang dan suatu
sisi realitas sebagai penggerak daya kreatif. Dua proses
perubahan yang sangat partisipatif mencoba
memanfaatkan energi ini dimana anggota tim membuat
suatu tingkatan sistem industri, organisasi, dan
personal; sebagai pijakan bagi mereka untuk
bersama-sama mencapai tingkat produktivitas yang
maksimal.
Untuk mencapai produktivitas yang memadai
melalui budaya organisasi dan program pelatihan yang
berguna untuk memotivasi karyawan agar memiliki
kinerja yang positif, maka diperlukan langkah-langkah
sebagai berikut:

Page 69
Seno Andri, “Kepemimpinan dan Budaya Organisasi dalam Perusahaan”

Langkah Pertama: Global


Memulai proses dengan suatu penjelasan tujuan
secara ringkas yang bersamaan dengan tujuan
organisasi, sehingga para karyawan memahami bahwa
telah dan akan terjadi perubahan keorganisasian
dan karyawan harus menyesuaikan dan sedemikian
rupa agar tujuan-tujuan organisasi dan perencanaan
ideal yang dibuat dapat berjalan selaras.
Langkah Kedua: Organisasi
Dalam pengenalan pembelajaran, digambarkan
suatu time line pada 50.300 tahun ke belakang, dimana
tingkat teknologi dan populasi tidak terlacak
keberadaannya di planet ini.
Time line ini digunakan untuk menggambarkan
rancangan yang akan dihadapi ke depan dengan
jangkauan yang lebih panjang untuk meraih perubahan
dan kehidupan yang ideal. Di sini dilihat betapa
pentingnya proses pembelajaran atau diklat dalam rangka
menjangkau kehidupan yang ideal.
Langkah Ketiga: Munculnya Kecenderungan Global
Pada umumnya perpecahan muncul pada suatu
titik dan ini dapat dilakukan dengan cara mengumpulkan
keadaan spesifik yang dapat memunculkan keadaan
seperti seorang pemabuk sehingga pada akhirnya dia
mendapatkan suatu pencerahan. Kelompok lain yang
lebih kecil diminta untuk melakukan pengumpulan
informasi dari kecenderungan yang ditimbulkan oleh
keadaan di atas.
Langkah Keempat: Desain Organisasi
Ini merupakan suatu titik balik dari sistem cara
berpikir yang terbuka dengan munculnya

Page 70
Seno Andri, “Kepemimpinan dan Budaya Organisasi dalam Perusahaan”

pernyataan apakah kualitas yang tumbuh dengan subur


merupakan sesuatu yang kompleks dan dapat merubah
lingkungan?
Pada dasarnya melepaskan topik kebingungan
menjadi relevan ketika karyawan secara bersama-sama
mencoba untuk mcnyerap sifat alami yang muncul dari
pengalaman dalam berorganisasi.
Langkah Kelima: Munculnya Keinginan Berorganisasi
Kelompok kecil menyusun informasi mereka
tentang munculnya kecenderungan di dalam organisasi
tadi. Di mana ada kecenderungan mempersulit yang
sebenarnya dapat dipermudah sehingga muncullah
kecenderungan untuk berorganisasi. Bagaimanapun juga,
bila pemasalahan dipandang dan konteks lingkungan
yang selalu berubah maka dalam proses pertumbuhan
ekonomi ia akan selalu berhubungan dengan
masyarakat tradisional yang juga serba terbuka. Agar
masing-masing orang dapat beradaptasi dengan orang lain
secara cepat, maka dilakukan adaptasi itu melalui
organisasi.
Langkah Keenam: Keterampilan
Pernyataan sehubungan dengan keterampilan dan
mind-set secara alami akan mengikuti gambaran
organisasi. Keadaan ini harus ditindaklanjuti melalui
penyelesaian masalah-masalah yang timbul, sehingga
memunculkan suaru evaluasi kerja terhadap masing-
masing aktiviias yang menjadi cikal bakal resume
program pengembangan keterampilan yang sudah
didapat.
Langkah Ketujuh: Peluang dalam hidup dan kehidupan.
Apakah peluang itu ada? Segera bangun
pengetahuan, sikap dan keterampilan yang diakui,

Page 71
Seno Andri, “Kepemimpinan dan Budaya Organisasi dalam Perusahaan”

dan perilaku organisasi sebagai pencarian di masa


depan.
Dengan eksperimen yang baru akhirnya penulis
dapat membuat suatu pemahaman yang
ditindaklanjuti dengan pembuatan kerangka kajian
yang dilakukan dalam waktu yang singkat dengan
hasil yang sangat memuaskan. Pencarian masa depan
dilakukan dengan mengarahkan aktivitas hidup
melalui peluang-peluang yang didapat dari hasil
percobaan yang dikembangkan dengan suatu
keterampilan. Maka gagasan mencari masa depan
dengan tingkat produktivitas yang tinggi menghasilkan
skor positif.
Kajian yang dilakukan oleh Alicia M. Alvero
(2004), dengan melihat pendekatan behaviour analytic ke
keselamatan kerja yang bersifat jabatan yang
mempunyai kecenderungan untuk meningkat di
dalam organisasi dan telah mencapai sukses. Dampak
dari proses keselamatan ini adalah cara berpikir yang
muncul terutama pada segi tingkali laku melalui proses
pengamaran dan umpan balik. Secara khusus Para
atasan terlibat dalam implementasi dari keselamatan
tingkah laku. Kajian ini adalah suatu usaha untuk
menilai dampak pelaksanaan oleh observer dalam
pencapaian keselamatan kerja.
Metodologi yang dipergunakan pada kajian
ini adalah dengan menggunakan participants, setting.
And session. Dimana peserta diambil 8 orang dan
mahasiswa (7 perempuan dan 1 laki-laki). Kajian
dilakukan di kampus, lama observasi masing-masingnya
selama 15 menit.

Page 72
Seno Andri, “Kepemimpinan dan Budaya Organisasi dalam Perusahaan”

Hasil kajian ini menyarankan untuk melakukan


perbaikan terhadap kinerja yang dihasilkan berdasarkan
pengamatan yang dilakukau.
Sedangkan Jan Coghlan and Andrea Williams
(2002), melakukan kajian dengan menguji suatu bentuk
motivasi yang spesifik dari suatu pertemuan yang
diadakan oleh beberapa perusahaan yang merupakan
pertemuan lima tahunan. Suatu survei menyebutkan
bahwa yang hadir dalam pertamuan lima tahunan
tersebut berhasil merumuskan beberapa analisis yang
dapat dipertanggungjawabkan. Data dari hasil
pengamatan ini diteliti dengan menggunakan analisis
faktor. Pada awalnya telah ditentukan syarat sosial yang
utama: mengapa orang pergi menghadiri rapat tersebut.
Hasil kajian menunjukkan bahwa jenis kelamin
menentukan alasan mengapa orang pergi menghadiri
pertemuan lima tahunan tersebut. Disini terindikasi
bahwa para pria menunjukkan motivasi yang kuat
dalam menghadiri pertemuan ini demi mendapatkan
penghasilan tambahan yang dilakukan perjudian.
Pendapatan yang diperoleh melalui perjudian itu
ternyata sangat berpengaruh terhadap motivasi
kehadiran mereka di lapangan pacuan. Kajian ini
dilakukan dengan menggunakan metode explotatory
rescarch. Sedangkan tujuauan teori sebagai basar teori
motivasi di sini diambil dari Pooly (1978) dan Sloan (1989)
"identified that nor all fans are the same and chat they can
be catagarized along a continuum from more observers to highly
committed fans, with the latter havinga continual and active interest
in the sport: or learn in their everyday life”
Adapun tujuan kajian di sini adalah untuk
melihat dan menguji motivasi mereka yang
mengunjungi balapan kuda. Tujuan mama dan kajian
adalah mengindentifikasi faktor-faktor yang

Page 73
Seno Andri, “Kepemimpinan dan Budaya Organisasi dalam Perusahaan”

mempengaruhi motivasi seseorang untuk datang dan


menyaksikan lomba ini. Tujuan kedua adalah melihat
faktor motivasi mana yang lebih dominan dalam
menghadiri perlombaan ini.
Metode kajian yang digunakan penulis dalam hal ini
adalah exploratory research dan desriptive research.
Dimana exploratory research berkepentingan untuk
meriview. desriptive research survei yang dilakukan
terhadap mereka yang hadir dan menonton perlombaan
ini.
Hasil kajian ini mengidentifikasikan lima faktor yang
mndorong mengapa orang hadir dalam perlombaan
tersebut. Faktor-faktor tersebut adalah social motive, busines
motive horse racing motives, esteem motives.
Konsisten dengan temuan pooly (1978) Sloan (1989)
dan Brokaw (2000) the racing tan can be placed along a similar
'Sport fan" continuum with less committed -racing fan who arrends
less meeting than the committed 'racing fan'', being attracted co the
total entertainment package not the racing
Bruce W. Tuckrmam (1999), melihat suatu model
motivasi dari tiga sudut pandang (attitude, drive, dan
strategi) yang dapat memicu prestasi.
Pemodelan motivasi untuk meningkatkan
motivasi meliputi. tiga faktor utama yang secara umum
dapat mempengaruhi pencapaian hasil yaitu: (1) sikap
atau kepercayaan akan kemampuan seseorang untuk
mencapai hasil, (2) keinginan untuk mencapai hasil, (3)
strategi atau teknik bekerja untuk mencapai hasil
Kajian ini diperkenalkan untuk mengambarkan terhadap
motivasi yang merupakan kontribusi dari ketiga faktor di
atas, dan diikuti oleh beberapa model yang
menimbulkan empirical-drive yang dapat
menghubungkan berbagai faktor tadi.

Page 74
Seno Andri, “Kepemimpinan dan Budaya Organisasi dalam Perusahaan”

Implikasi praktis dari kajian ini adalah proses


pembelajaran (diklat) dapat memotivasi seseorang untuk
mendapatkan hasil dengan kualitas maksimal dengan
nilai lebih. Effort yang diberikan oleh instruktur kepada
murid sangat tergantung kepada sikap (attitude) dan
kemampuan (capability) masing-masing individu.
Sehingga dapat dinyatakan bahwa motivator dapat
mengubah attitude dan strategy dalam pencapaian kinerja,
Tuguh Soedarto (2004), Pengaruh Motivasi Kerja,
Kemampuan Individu, Gaya Kepemimpinan dan
Budaya Organisasi terhadap Prestasi Keja. Kajian ini
dilatarbelakangi oleh industri gula di Indonesia saat
ini sedang dalam kondisi yang memerlukan
perhatian khusus. Hal ini disebabkan karena
produksi gula yang dihasiikan terus mengalami
penurunan. Penyebab utama dan rendahnya produksi
gula adalah bahan Baku yang diolah (tebu) kualitasnya
menurun. Peran pembina tebu rakyat intensifikasi
sangat menentukan kualitas dan kuantitas produksi
yang dihasilkan oleh kebun-kebun tebu yang dibina
pada program kementrian.
Fokus dari kajian ini adalah pengaruh motivasi
kerja, kemampuan gaya kepemimpinan, daa budaya
organisasi terhadap prestasi kerja.
Kajian dilakukan secara sensus terhadap 617
pembina tebu rakyat intensifikasi (mandor) yang
ada pada sebelas pabrik gula di Jawa Timur.
Berdasarkan hasil analisis dengan menggunakan
Structure Equation Modelling maka diperoleh temuan
bahwa: I). Prestasi kerja karyawan sangat dipengaruhi
oleh motivasi kerja dan kemampuan individu.
Pengaruhnya signifikan dan mempunyai hubungan
positif, 2). Gaya kepemimpinan berpengaruh terhadap

Page 75
Seno Andri, “Kepemimpinan dan Budaya Organisasi dalam Perusahaan”

prestasi kerja karyawan, sifat pengaruhnya signifkan, dan


mempunyai hubungan negative; 3). Budaya organisasi
berpengaruh pada prestasi kerja karyawan dan sifat
hubungan adalah negative, 4). Motivasi kerja
Pembina tebu rakyat intensifikasi dipengaruhi oleh
budaya organisasi, kemampuan individu, dan gaya
kepemimpinan, 5). Gaya kepemimpinan dipengaruhi oleh
budaya organisasi dan kemampuan individu, 6). Prestasi
kerja dipengaruhi oleh motivasi kerja, budaya organisasi,
kemampuan individu, dan gaya Budaya organisasi dan
kemampuan. individu berpengaruh pada prestasi kerja
dengan variabel antara adalah motivasi kerja.
Sedangkan Irma M. Ali (2002), melakukan
kajian yang dititikberatkan pada usaha untuk
melakukan pengindentifikasian faktor faktor yang
memungkinkan dan memudahkan seseorang untuk
belajar atau mengikuti program pendidikan dan
pelatihan. Adapun metodologi yang dipergunakan
untuk melakukan evaluasi proses pembelajaran ini
adalah Enterprise Social Learning Architecrure (ELSA).
Yang menjadi fokus penulis adalah socio technical
lingkungan Area yang menjadi objek kajiannya adalah
karyawan yang mendapatkan pelatihan atau
pembelajaran yang dilakukan sambil bekerja.
Metodologi kajian yang dipergunakan di sini
adalah survei lapangan. Kajian ini menyimpulkan
sekaligus mengusulkan bahwa pengembangan sistem
informasi memerlukan suatu pemahaman tentang
hubungan antar pribadi dan budaya yang lazim dan
dapat bekerja di lingkungan yang sama dengan
memperhatikan hal-hal sebagai berikut: 1).
Empowerment 2). Forgiveness of mistake making, 3).
trust, 4). Individual and organizational commitment, 5).

Page 76
Seno Andri, “Kepemimpinan dan Budaya Organisasi dalam Perusahaan”

Sharing of Information 6). Openness of decision making,


and 7). Cultural cohesiveness.
Thomas C. Tinmreck (2001), meneliti tentang
motivasi higienis dari Herzberg. Kuisioner motivasi
diberikan kepada 99 orang manajer madya di bidang
jasa kesehatan. Para partisipan bersedia melengkapi
kuisioner yang menyatakan tentang apakah mereka
mempunyai factor-faktor motivasional dan bagaimana
cara mereka mempergunakannya.
Metode yang digunakan dalam kajian adalah
menggunakan kuisioner dengan skala Likert dengan
skor antara 1-6. Kuisioner diberikan kepada 99 manajer
madya di bidang jasa kesehatan dalam bentuk dua
pertanyaan yaitu: Sebagai seorang manajer perawatan
kesehatan, seberapa besar anda meyakini faktor-
faktor berikut ini sebagai faktor motivasional atau
faktor-faktor yang dapat menyebabkan orang
menjadi termotivasi, Seberapa sering anda
menggunakan masing-masing faktor tersebut untuk
memotivasi bawahan anda di tempat anda bekerja.
Adapun responden yang dilibatkan dalam kajian
ini terdiri dari atas 29 pria dan 67 wanita dengan
tingkat umur rata rata 43 tahun dan yang tertua 45
tahun, Sedangkan yang termuda 41 tahun. Delapan
belas (18) orang responden menduduki jabatan manajer
madya baru selama 2 tahun, sedangkan 10 responden
menyatakan menduduki jabatan tersebut selama 3
tahun dan 9 orang responden menyatakan telah bekerja
pada posisi tersebut selama 5 tahun. Di samping itu ada
satu orang yang menyatakan telah bekerja di posisi
tersebut selama 21 tahun dan seorang lagi selama 30
tahun.

Page 77
Seno Andri, “Kepemimpinan dan Budaya Organisasi dalam Perusahaan”

Hasil kajian menunjukkan bahwa: 1). Motivasi


timbul ketika elemen-elemen motivasi dipahami dan
diimplementasikan oleh manajer madya jasa
kesehatan, 2). Apabila elemen-elemen motivasi ini
secara aktif diterapkan dalam bidang jasa kesehatan
akan mengarah pada kepuasan kerja karena sangat
membantu dalam memenuhi kebutuhan individu
untuk berkembang, menempatkan individu pada
pekerjaan yang sesuai dengan keinginannya,
mengembangkan rasa ingin dihargai dan mengarahkan
karyawan pada aktualisasi diri. 3). Jika seorang
karyawan merasa dirinva menjadi lebih baik, maka
produktivitas dan kualitas kerja akan meningkat.
Kesimpulan dari kajian tersebut adalah agar dapar
memotivasi kayawan secara efektif, maka seorang
manajer harus memperhatikan dua dimensi motivasi
dalam memotivasi karyawannya: (I) Manajer tidak boleh
memberikan motivasi yang berlebihan dengan
menggunakan faktor higienis yang salah dalam
memotivasi karyawannya, (2) Manager harus
menciptakan iklim kerja dimana faktor-faktor motivasi
menjadi lebih efektif dan memberikan keuntungan
kepada karyawan yang dipekerjakannya.
Penelitian serupa tentang budaya organisasi
dilakukan oleh Robert P. Gephart, Jr (200I): Kajian
ethnostatistic ini merupakan kajian lapangan yang
dilakukan untuk mengetahui social production dengan
menggunakan metode atau perhitungan statistik.
Adapun tahapan kajian yang digunakan adalah
1). Kajian dengan mempertahankan keadaan produksi
dengan menggunakan pendekatan kuantitatif, 2).
Berikutnya dengan menggunakan percobaan simulasi
dengan bantuan perangkat komputer. dengan tujuan

Page 78
Seno Andri, “Kepemimpinan dan Budaya Organisasi dalam Perusahaan”

mengetahui implikasi dan asumsi yang


dikembangkan dengan menggunakan pengukuran
dan analisis statistik. 3). Menggunakan textual
analysis dan thetorical deconstruction dan hasil analisis
kuantitatif.
Dari fenomena di atas penulis berkesimpulan
bahwa ethnostatistics dapat dipakai untuk kajian
kuantitatif menyangkut perilaku organisasi. Performance
financial risk, dan physical risk dapat dikelola baik dengan
menggunakan metode kuantitatif maupun kualitatif, baik
dengan menggunakan technical reasoning atau practical
reasoning. Permasalahan ini akan Selalu berimbas pada
perilaku ekonomi (economic behaviour).
Gerald Marselike (2002), melakukan kajian yang
sama dengan tujuan untuk menguji efek stimulus
suatu pelatihan kerja yang diselenggarakan oleh
pemerintah pusat dalam usaha meningkatkan kinerja
karyawan yang berhubungan dengan budaya organisasi
yang ada di pemerintahan.
Model empiris yang dipakai dalam kajian ini
adalah structural model marginal contribution.
Suatu eksperimen yang dibuat secara alami
dilakukan secara exogeneus dengan memberikan
rangsangan yang bervariasi terhadap para pegawai
pemerintah dalam bentuk insentive atau tambahan
pendekatan secara tunai. Dengan demikian, penulis
dapat secara leluasa melakukan pengamatan dan
mengindentifikasi tanggapan ransangan yang diterima
karyawan/pegawai.
Terhadap stimulus yang diberikan. Program
stimulus yang diberikan oleh para instruktur
mengidentifikasi bahwa pencapaian kinerja yang
diperoleh mendekati hasil yang diinginkan..

Page 79
Seno Andri, “Kepemimpinan dan Budaya Organisasi dalam Perusahaan”

Hasil kajian menunjukkan bahwa pengukuran


kinerja dapat dilakukan berdasarkan alokasi jenis
pekerjaan yang diberikan pada masing-masing karyawan.
Berdasarkan alokasi pekerjaan ini dapat dilakukan
stimulus tentang tanggapan dan insentive yang
diberikan.
Pemberian insentive ternyata dapat meningkatkan
efisiensi dan produktivitas karena masang-masing
karyawan akan menunjukkan kinerja yang maksimal agar
mendapatkan insentive yang lebih baik.
Kajian tentang kinerja dibuat oleh David W. Pitts
(2003), Kajian. ini ditujukan untuk mengetahui dampak
dari suatu keragaman atau keterlibatan karyawan
secara langsung terhadap keterwakilannya dan kinerja
karyawan yang bekerja pada sektor pelayanan
Sebelum kajian ini ada kajian serupa yang dilakukan
pada tahun 1980. Keanekaragaman telah menjadi sesuatu
yang penting. Pada abad ke-21 karena adanya
globalisasi dan perubahan ekonomi di Amerika
Serikat. Kombinasi keadaan semacam ini menimbulkan
sentimen rasial karena heterogennya komposisi etnik.
Tipe asumsi yang dipakai di sini adalah
perubahan Workforce dan jumlah populasi yang minta
dijadikan pegawai atau dipekerjakan pada sektor
pelayanan publik.
Hasil kajian ini menunjukkan bahwa perbedaan
kemauan, motivasi cara kerja, dan minat kerja akan sangat
mempengaruhi terhadap performance perusahaan. Untuk itu
diperlukan strategi agar mereka dapat dipekerjakan dan
bekerja secara proporsional.
Adapun metode dan ukuran yang dipergunakan
dalam kajian adalah pengujian antara. diversity,

Page 80
Seno Andri, “Kepemimpinan dan Budaya Organisasi dalam Perusahaan”

representation, dan performance dengan menggunakan


heterogeneous analysis.
Hasil pengujian yang dilakukan di dalam model
yang terpisah dengan menggunakan permodalan tiga
multivariat, dimana hasil dari adjusted R²:0.592. diversity
(keanekaragaman) sangat signifikan pengaruhnya
dalam pencapaian kinerja karyawan.
Kajian ini juga menemukan bahwa para birokrat yang
mengambil kebijakan sangat dalam pencapaian kinerja
organisasi dibanding para manajer profesional.
Kuang D C dan Steinberg (2004), melakukan
kajian tentang Assessing Performance, dengan
menggunakan metode IRT (Item Response Theory) untuk
pendeteksian DIF telah diberlakukan bagi
penilaian penyelidikan yang menyimpang pada
pencapaian tugas (kinerja) demi menutupi kekurang
pekaan metode tradisional untuk mendeteksi
penyimpangan pada level item dari contextual
performance. Respon untuk contextual item cenderung
menurun dan bertentangan pada item yang
dimungkinkan untuk menjadi konstruk.
Meskipun telah diusahakan untuk mengurangi
tingkat kesalahan dalam melakukan penilaian
terhadap prestasi kerja melalui solusi pengelolaan
masalah kepala batu yang sering terabaikan, dalam
usaha untuk memahami secara lebih baik problem
yang muncul, penulis membatasi diri dengan proses
teori penilaian prestasi yang dikemukakan oleh Denisi,
maglino (1993) Walaupun kajian ini telah
mengedepankan pemahaman proses penilaian dan
informasi yang melibatkan penghargaan prestasi,
metode analisis dan operasionalisasi penyimpangan
dan pencapaian pekerjaan yang tidak mungkin

Page 81
Seno Andri, “Kepemimpinan dan Budaya Organisasi dalam Perusahaan”

menjadi sensitif apabila dipergunakan sampai saat ini


sebagai dasar untuk menilai prestasi. Dalam kajian ini
diperlihatkan bagaimana metode IRT dapat dipakai
untuk melakukan penyelidikan atas penyimpangan
ukuran yang dominan dalam pencapaian tugas. Kajian
ini menyelidiki efek konteks atas pertimbangan dalam
penilaian prestasi.
Sedangkan Mark C.Ellicson (2002),
melakukan kajian tentang Determinant of Job Satisfaction
of Municipal Government- Employees. Kajian ini menggunakan
data yang dikumpulkan dari survei 1.227 pegawai
pemerintan dan 18 departemen dari bidang pelayanan
pada pemerintah Amerika Serikat di tahun 1999.
Kajian ini menggunakan kuisioner yang
dirancang untuk menilai persepsi karyawan tentang 11
aspek dalam lingkungan kerja mencakup peralatan dan
sumber daya ruang kerja fisik, lingkungan kerja yang
nyaman, pelatihan, kelebihan kerja (lembur), gaji,
manfaat, kesempatan promosi, penilaian kinerja, dan
supervisi.
Adapun variabel dependen dalam kajian ini
adalah kepuasan kerja. Antesenden dari variabel
lingkungan mencakup peralatan dan sumber daya
ruang kerja fisik, lingkungan yang nyaman, pelatihan,
kelebihan kerja, gaji, manfaat, kesempatan promosi,
penilaian kinerja dan supervisi. Sedangkan variabel
demografi adalah gender, jabatan, kesenjangan level
dan usia Analisis yang digunakan adalah analisis
regresi.
Hasil kajian menunjukkan bahwa: I). Kepuasan
kerja pegawai secara signifikan dipengaruhi oleh
persepsi kepuasan terhadap kesempatan promosi, gaji,
dan fringe benefit, 2). Kepuasan terhadap proses

Page 82
Seno Andri, “Kepemimpinan dan Budaya Organisasi dalam Perusahaan”

penilaian kinerja mempunyai hubungan posirif


dengan cupeTrisor dan berpengaruh signifikan pada
kepuasan kerja secara keseluruhan pegawai pemerintah.
Hasil ini menyebabkan pemerintah. Local dapat
mengeliminir ketidaknyamanan dan ketidak percayaan
pada proses penilaian kinerja; 3). Karakteristik individu
seperti jenis kelamin, usia, dan jabatan menunjukkan
hubungan yang kuat pada kepuasan kerja pegawai.
Sedangkan jabatan mempunyai pengaruh yang sangat
signifikan.
Hasil kajian ini menyarankan agar riset selanjutnya
diharapkan dapat lebih diaplikasikan dengan
menggunakaa populasi karyawan secara umum dan
riset selanjutuya hendaknya menggunakan variabel
yang dapat menjelaskan job satisfaction seperti
keinginan untuk menetap dalam organisasi, turnover,
komitmen, dan perilaku organisasi yang dapat
menfasilitasi pemahaman tentang kepuasan kerja dalam
konteks pemerintahan.
Darwish A. Yousep (1999), melakukan kajian
yang sama untuk melihat Organizational Commitment.
Kajian ini bertujuan untuk mengetahui 1). Apakah
budaya nasional (nasionalitas) dapat memoderasi
hubungan perilaku kepemimpinan dengan komitmen
organisasi, kepuasan kerja, dan kinerja, 2). Apakah
budaya nasional dapat memoderasi hubungan
komitmen organisasi dengan kepuasan kerja dan
kinerja, Apakah komitmen organisasi dapat
memediasi hubungan perilaku kepemimpinan dengan
kepuasan kerja dan kinerja.
Variabel kajian terdiri dari budaya, komitmen
organisasi, kepuasan kerja, kinerja pekerjaan, dan

Page 83
Seno Andri, “Kepemimpinan dan Budaya Organisasi dalam Perusahaan”

perilaku pimpinan. Unit analisisnya serdiri dari 50


organisasi di Uni Emirat Arab (UEA).
Sampel kajian adalah para manajer menggunakan
sebanyak 600 kuisioner yang dibagikan dengan metode
drop off dan pick up. Ada 500 kuisioner yang
dikembalikan dan 430 buah (72%) yang dapat dipakai.
Pengukuran variabel Pengukuran perilaku
kepemimpinan menggunakan kuisioner Liken. (1967).
Pengukuran komitmen organisasi menggunakan OCO.
Pengukuran kinerja pekerjaan menggunakan 4 item.
Pengukuran kepuasan kerja menggunakan pertanyaan
tunggal. Alat analisis yang digunakan adalah statistika
deskriptif dan regresi berganda dan model regresi untuk
menguji hipotesis.
Hasil kajian menunjukkan bahwa I). Perilaku
kepemimpinan konsultatif sesuai dengan temuan awal
bahwa budaya Arab cenderung konsultatif dan
partisipatif. Terdapat temuan bahwa karyawan dalam
organisasi sangat komit pada organisasi mereka, sangat
puas dengan pekerjaan mereka, dan kinerja yang tinggi
mengindikasikan bahwa karyawan merasa atasan
mereka mengadopsi perilaku kepemimpinan yang
partisipatif dan konsultatif, 2). Hubungan antara
komitmen organisasi dan hasil kerja dari kepuasan
kerja dan kinerja pekerjaan adalah positif dan
signifikan yang menunjukkan bahwa mereka yang
komit pada organisasi mereka lebih puas dengan
pekerjaannya dan kinerja mereka lebih tinggi, 3).
Budaya nasional memoderasi hubungan antara perilaku
kepemimpinan dan kepuasan kerja yang
mengindikasikan bahwa mereka yang merasa arasan
mereka yang mengadopsi perilaku kepemimpinan

Page 84
Seno Andri, “Kepemimpinan dan Budaya Organisasi dalam Perusahaan”

yang partisipatif dan konsultatif dan nasionalisme dan


lebih puas dengan pekerjaan mereka.
Kajian yang sama juga dilakukan oleh Darwish A.
Yousep (1999), kajian ini dimaksudkan untuk
mengetahui: I) Apakah teori-reori organisasi barat
masih berlaku bagi setting perubahan organisasi non-
barat, dalam kaitannya dengan komitmen
organisasional dan kepuasan kerja, 2) Apakah
komitmen organisasional secara langsung berpengaruh
terhadap sikap perubahan, 3) Apakah kepuasan kerja
secara langsung juga mempengaruhi sikap terhadap
perubahan, 4) Apakah komitmen organisasi bisa
sijadikan sebagai media perantara munculnya
keberpengaruhan kepuasan kerja terhadap cara
menyikapi perubahan.
Variabel kajian meliputi kognitif, sikap afektif,
sikap behavioral, komitmen afektif, komitmen
continuance, komitmen normatif, kepuasan dengan
kondisi pekerjaan, gaji, promosi. supervisi, co-worker, dan
sekuritas.
Unit analisisnya adalah karyawan perusahaan
Uni Emirat Arab (UEA) jumlah populasi sebanyak
800 karyawan dengan sampel kajian sebanyak 40%
dari populasi. Kuisioner didistribusikan dengan
menggunakan metode drop off dan pick up sebanyak
550 kusioner. Setelah dilakukan tiga kali
pendistribusian, maka jumlah pengembalian yang
diterima sebanyak 474 (69%).
Pengukuran variabel Pengukuran sikap
terhadap perubahan organisasi diukur dengan
menggunakan perangkat yang digunakan Dunham et
al. (1989). Pengukuran komitmen organsisasi diukur
dengan menggunakan instrumen Meyer dan Alien

Page 85
Seno Andri, “Kepemimpinan dan Budaya Organisasi dalam Perusahaan”

(1991). Kepuasan kerja diukur menggunakan MSQ


yang dikembangkan oleh Weiss at al., (1967).
Model analisis yang digunakan adalah: 1). Uji
Chow digunakan untuk menguji populasi sampel
dalam penentuan proses penyusunan agregasi sub
kelompok. 2). Path analysis menggunakan LISREL VIII
untuk menguji hubungan sebab akibat diantara masing-
masing konstruk.
Hasil kajian menunjukkan bahwa karyawan di
perusahaan UEA memiliki sence of Identification
dengan rasa ikut serta dalam lingkaran emosional
dengan organisasinya.
Karyawan merasa puas dengan kondisi pekerjaan,
supervisi, dan faset co-worker dan kepuasan karyawan
yang rendah pada faset pekerjaan seperti upah,
promosi, dan sekuritas.
Manajer Arab cenderung bersikap toleran terhadap
segala perubahan dan cenderung menerima perubahan
sebagai upaya meningkatkan efektifitas dan
kesejahteraan karyawan organisasi.
Komitmen afektif secara langsung berkorelasi
positif dengan kecendcrungan afektif dan perilaku
dalam menerima perubahan organisasi. Komitmen
continuance korelasi negatif dengan tendensi kognitif
dalam menyikapi perubahan organisasi. Komitmen
continuance berkorelasi negatif dengan tendensi
kognitif, afektif dan perilaku dalam menyikapi
perubahan organisasi, dan tidak berkorelasi positif
dengan berbagai dimensi sikap terhadap perubahan.
Komitmen afektif memediasi munculnya kepuasan
terhadap kondisi kerja, upah, supervisi dan sekuritas

Page 86
Seno Andri, “Kepemimpinan dan Budaya Organisasi dalam Perusahaan”

pada kedua tendensi afektif, dan perilaku dalam sikap


menghadapi perubahan.
Komitmen continuance menunjukkan tidak adanya
faktor yang memediasi kepuasan terkait dengan
kondisi kerja, upah, promosi, supervisi, co-worker,
sekuritas atas tendensi kognitif, afektif, dan perilaku
dalam menyikapi perubahan dalam lingkup organisasi.
Kepuasan terhadap kondisi kerja tidak secara
langsung mempengaruhi beberapa dimensi sikap
terhadap perubahan organisasi.
Kepuasan dengan promosi secara langsung
berkorelasi positif dengan sikap afektif terhadap
perubahan.
Kepuasan dengan supervisi secara langsung tidak
mempengaruhi beberapa dimensi dari sikap terhadap
perubahan.
Kepuasan terkait co-worker tidak mempengaruhi
beberapa dimensi sikap.
Kepuasan terkait dengan sekuritas tidak
menunjukkan adanya pengaruh ke beberapa dimensi
sikap terhadap perubahan organisasional.
Dari uraian tentang kajian yang dilakukan oleh
para penulis terdahulu penulis menyimpulkan bahwa
ada 6 (enam) area kajian yang dihasilkan, yakni: Budaya
organisasi. Di sini para penulis terdahulu lebih banyak
menekankan pada inovasi dalam perilaku organisasi
dengan basis keputusan strategis dari komitmen diantara
karyawan dan individu, 2). Diklat Dalam hal ini para
penulis memberi penekanan lebih pada proses
pembelajaran (diklat) yang dapat memotivasi
seseorang untuk menghasilkan suatu produk dengan
kualitas maksimal, 3). Motivasi. Para penulis terdahulu

Page 87
Seno Andri, “Kepemimpinan dan Budaya Organisasi dalam Perusahaan”

membahas dan menemukan elemen kompensasi yang


dapat mempengaruhi motivasi dan kepuasan kerja, 4).
Kinerja. Para penulis terdahulu melihat faktor-faktor
yang dapat mempengaruhi kepuasan kerja, terutama di
lingkungan pegawai pemerintahan, 5). Kepuasan Kerja.
Para penulis terdahulu meneliti efek pengukuran
antara hubungan lingkungan kerja dengan kepuasan kerja
serta komitmen organisasi yang menjadi pedoman
karyawan, 6). Reward. Para penulis terdahulu melihat
partisipasi atasan dalam melakukan implementasi
pemberian penghargaan terhadap prestasi kerja
karyawan.
Pada kajian ini penulis melihat hubungan kinerja
terhadap fob satisfaction melalui pemberian penghargaan dan
penilaian kinerja (performance appraisal).

Hubungan Antar Variabel


Berdasarkan uraian kajian terdahulu yang
berhubungan dengan gaya kepemimpinan budaya
organisasi, motivasi, dan program pendidikan dan latihan:
dengan intervening variable yaitu kinerja yang akan
menghasilkan job satisfaction maka dapat ditarik suatu
kesimpulan sebagai berikut: 1). Dilihat dan obyek yang
diteliti pada kajian sebelumnya objek yang diteliti
cenderung lebih banyak kepada perusahaan manufaktur
dan public services, Sedangkan objek kajian ini merupakan
tergolong mikro yaitu PT. X, Tbk, bagaimana cara
organisasi perusahaan tersebut mengelola karyawan
agar dapat menghasilkan kinerja yang maksimal, 2).
Sampel yang digunakan. Pada kajian sebelumnya
sampel yang digunakan pada umumnya adalah
departemen. Dalam kajian ini sampel yang digunakan
adalah karyawan pada level pelaksana dan profesional

Page 88
Seno Andri, “Kepemimpinan dan Budaya Organisasi dalam Perusahaan”

yang mewakili bagian jaringan, 3). Variabel kajian. Pada


kajian sebelumnya variabel yang digunakan pada
umumya adalah variabel independen dan variabel
dependen, Sedangkan pada kajian ini disamping variabel
independen dan variabel dependen juga terdapat variabel
antara (intervening variable = etnic dan lingkungan), Di
samping ini juga terdapat perbedaan indikator pada
variabe1 yang sama, 4). Metode analisis data pada
kajian sebelumnya metode analisis data yang
digunakan pada umumnya adalah analisis regresi
berganda. Sedangkan dalam kajian ini metode analisis
yang digunakan adalah Park Analysis yang
ditransformasikan ke dalam Structural Equation Modelling
Tujuannya adalah di samping untuk mengetahui jalur
hubungan langsung antar masing-masing variabel, juga
untuk mengetahui hubungan tak langsung.

A. Budaya Organisasi dengan Kinerja


Kajian ini menggambarkan banyaknya inovasi baru
dalam perilaku organisasi pada masa datang dengan basis
keputusan strategis dan komitmen yang bagus di antara
karyawan dan individu, dalam usaha untuk
mencapai suatu kenerja yang baik.
Sange Peter (1990) mengindentifikasi tantangan
adanya hubungan antara budaya organisasi dengan
kinerja di satu sisi pada visi masa datang dan di sisi
yang lain dengan realitas sebagai penggerak daya
kreatif. Dua proses perubahan yang sangat pertisipatif
mencoba memanfaatkan energi ini pada anggota tim
untuk membuat suatu tingkatan sistem (global, industri,
organisasi, dan personal) sebagai pijakan bagi mereka
untuk bersama-sama mencapai tingkat produktivitas
yang maksimal.

Page 89
Seno Andri, “Kepemimpinan dan Budaya Organisasi dalam Perusahaan”

Untuk mencapai produktivitas yang memadai


melalui budaya organisasi dan program pelatihan
yang berguna untuk memotivasi karyawan agar
mempunyai kinerja yang pasitif.

B. Motivasi dengan Kinerja


Kajian ini merupakan kajian yang dilakukan di
lapangan untuk mengetahui pengaruh motivasi
terhadap kinerja melalui pendekatan social production
dengan menggunakan metode atau perhitungan statistik.
Robert P.Gcphart, JR (2001) "berkesimpulan
bahwa ethnostatistics dapat dipakai untuk kajian
kualitatif dari perilaku organisasi terutama yang
berhubungan dengan motivasi dan kinerja. Penilaian
hubungan antara motivasi dan kinerja dapat dilakukan
melalui performance, financial risk yang dikelola dengan
menggunakan metode kuantitatif maupun kualitatif
dengan menggunakan tecnical reasoning atau practical
reasoning.
Penelitan ini ditujukan untuk mengetahui dampak
dan suatu motivasi atas diversicity atau keterlibatan
karyawan secara langsung terhadap keterwakilannya
pada pekerjaan yang sedang dilakukan dan kinerja
karyawan yang bekerja pada sektor pelayanan publik.

C. Program Pendidikan dan Pelatihan dengan Kinerja


Lena M. Ali (2(102) melakukan kajian dengan titik
berat pada usaha untuk melakukan pengidentifikasian
faktor-faktor yang memungkinkan dan
memudalakan seseorang untuk belajar atau mengikuti
program pendidikan dan pelatihan agar dicapai
suatu kinerja yang bagus atau maksimal sesuai yang
diinginkan oleh perusahaan, Yang menjadi fokus

Page 90
Seno Andri, “Kepemimpinan dan Budaya Organisasi dalam Perusahaan”

penulis dalam kajian ini adalah socio-technical


lingkungan. Area yang menjadi objek kajiannya adalah
karyawan yang mendapatkan pelatihan atau
pembelajaran yang dilakukan sambil bekerja.
Kajian ini menyimpulkan bahwa ada hubungan
yang kuat antara program pendidikan dan pelatihan
dengan kinerja, dimana untuk mendapatkan kinerja
yang maksimal di butuhkan suatu soft skill yang
mumpuni dan ini hanya didapat melalui pelatihan dan
pendidikan yang dilakukan oleh perusahaan yang
bersangkutan.

D. Kinerja dengan Job Satisfaction


Scott D. Camp (1993) melihat perputaran pegawai
(turnover) yang tinggi dapat menciptakan permasalahan
dalam susunan atau tatanan kepegawaian yang pada
akhirnya akan membebani para pimpinan perusahaan.
Kajian ini mencoba menguji efek dua jenis
pengukuran dari hubungan lingkungan pekerjaan,
kepuasan kerja dan komitmen organisatoris yang
sering dihubungkan dengan keluar masuknya
pegawai. Kajian ini juga menguji dua aspek yang
terpisah tentang komitmen organisatoris, kesanggupan
untuk keseluruhan organisasi dan kesanggupan untuk
institusi yang spesifik.
Hasil kajian menyimpulkan bahwa komitmen
organisasi telah menjadi alat peramalan yang baik dalam
organisasi terhadap perilaku karyawan dalam koridor
tornover Meskipun demikian hasil kajian ini dan studi
yang terkait menyatakan bahwa sungguhpun kita
mempunyai pengertian yang mendalam tentang
keterkaitan antara teoritis komitmen organisatoris dalam
mencapai kinerja untuk rnenghasilkan job satisfaction
melalui variable perantara etnik dan lingkungan, tetapi

Page 91
Seno Andri, “Kepemimpinan dan Budaya Organisasi dalam Perusahaan”

tidak banyak para pemimpin yang dapat memahami


banyak hal tentang proses yang menghasilkannya.
Darwis Yousuf (2004) mengungkapkan bahwa
kajian terdahulu lebih banyak meneliti tentang
variabel-variabel yang berhabungan dengan variabel
makro pendidikan dan pelatihan. Dalam hal ini
penulis terdahulu memberi penekanan pada proses
pembelajaran (pendidikan dan latihan) yang dapat
memotivasi seseorang agar mendapatkan atau
menghasilkan suatu produk dengan kualitas maksimal.
Siegel dan Marconi (1989) menyatakan tujuan
urama penilaian kinerja adalah untuk menotivasi
karyawan dalam mencana sasaran organisasi dan dalam
memilih standar perilaku yang telah diterapkan
sebelumnya, agar menghasilkan tindakan dan hasil
yang diinginkan. Standar perilaku dapat berupa
kebijakan manajeman atau rencana formal untuk
kegiatan yang memyeluruh (seperti anggaran,
perencanaan keuntungan arau standar biaya).
Dengan kata lain, penilaian kinerja dilakukan untuk
menekan perilaku yang tidak semestinya dan untuk
merangsang penegakan perilaku yang diinginkan.
Untuk dapat memberikan penilaian. Kinerja
(performace appraisal) yang berimbang terhadap kapabilitas
karyawan, terlebih dahulu harus dipertimbangkan
apakah sebelum melaksanakan pekerjaan tersebut
karyawan terlebih dahulu diberi bekal melalui
program pendidikan dan pelatihan baru karyawan
tersebut dapat dinilai.
Penilaian kinerja (performace appraisal) dimanfaatkan
oleh manajemen untuk keperluan: I). Mengelola operasi
organisasi secara efektif dan efisien melalui pemotivasi
karyawan secara maksimum. 2). Membantu pengambilan
keputusan yang bersangkutan dengan karyawan,
seperti promosi, transfer, dan pemberhentian. 3).

Page 92
Seno Andri, “Kepemimpinan dan Budaya Organisasi dalam Perusahaan”

Mengidentifikasi kebutuhan pelahan dan


pengembangan karyawan dan menyediakan kriteria
seleksi dan evaluasi program pelatihan karyawan. 4)
menyediakan umpan balik bagi karyawan mengenai
bagaimana atasan mereka menilai kinerja mereka. 5)
menyediakan suatu dasar bagi distribusi penghargaan
(siegel dan marconi, 1989).
Berkaitan dengan manfaat penilaian kinerja
Bernardin dan Russel (1993) menyatakan bahwa
penilaian kinerja menjadi alat yang penting bagi
suatu organisasi dalam mengeIola dan meningkatkan
kinerja karyawan. Penilaian kinerja membuat organisasi
tersebut lebih tepat waktu dan meningkatkan
keakuratan keputusan karyawan serta meningkatkan
kualitas produk dan jasa yang dihasilkan perusahaan.

Page 93
Seno Andri, “Kepemimpinan dan Budaya Organisasi dalam Perusahaan”

BAB III

MODEL TEORI

MODEL, konseptual dalam kajian ini menggambarkan


hubungan antar variabel berdasarkan telaah pustaka serta
didukung dengan hasil kajian terdahulu. Hasil Kajian
terdahulu menunjukkan kinerja akan di pengaruhi oleh
gaya kepemimpinan, budaya organisasi, motivasi, dan
pendidikan latihan

Pada konsep pelayanan, dewasa ini lembaga


pemerintah maupun swasta tidak hanya bersaing melalui
teknologi dan produk jasa yang dihasilkan, melainkan juga
dalam hal kualitas pelayananan publik. ini berarti
peningkaran kualitas sumber daya manusia menjadi
sesuatu yang mutlak diperlukan dalam pemberian
pelayanan kepada masyarakat. Menurut Porter (1993: 42),
manajemen sumber daya manusia berdampak besar pada
keunggulan bersaing karena ia sangat menentukan tingkat
keterampilan dan motivasi karyawan.

Pelayan jasa telekomunikasi untuk menjadi lebih


tangguh dan handal diperlukan 3 (tiga) pilar pendukung
yakni: sumber daya manusia yang profesional, sistem
dan teknologi yang canggih, serta fasilitas sarana-prasarana
dan logistik yang memadai. Sebagai langkah untuk
mencapai visi, misi, dan tujuan pelayan jasa telekomunikasi.

Page 94
Seno Andri, “Kepemimpinan dan Budaya Organisasi dalam Perusahaan”

Pelaksanaan aktivitas - aktivitas organisasi yang


ditujukan guna mencapai tujuan organisasi tersebut,
diperlukan pegawai yang memiliki motivasi kerja dan
kemampuan (abilliv) yang tinggi sehingga prestasi kerja akan
meningkat pula.

Motivasi sendiri berasal dan kata dasar motif


(motive) yang berarti dorongan, sebab, atau alasan
seseorang untuk melakukan sesuatu. Motivasi menurut
Gibson (1996: 185) merupakan konsep yang digunakan
untuk menggambarkan dorongan-dorongan yang timbul
dalam diri seseorang yang kemudian menggerakkan dan
mengarahkan perilakunya.

Armstrong (1990: 70) menyebutkan bahwa motivasi


adalah sesuatu yang membuat orang bertidak atau
berperilaku dalam cara-cara tertentu. Memotivasi orang
artinya menunjukkan arah tertentu kepada mereka dan
mengambil langkah - langkah yang dipandang perlu
untuk memastikan bahwa mereka sampai tujuan yang
diharapkan. Lebih lanjut Armstrong menyatakan bahwa
proses motivasi dimulai oleh seseorang yang mengenali
secara sadar atau tidak semua kebutuhan yang tidak
terpenuhi. Adapun proses motivasi dipengarulii oleh
dua hal, yakni pengalaman dan harapan. Selain perlu
mengetahui berbegai teori motivasi, seorang pimpinan
juga perlu karakteristik, perilaku. dan sikap budaya
individual para pegawai bawahannya. Sehingga upaya
memotivasi para pegawai dapat dilakukan secara. Tepat.
Menurut Siagian (1995: 136) karakteristik individual
karyawan dipengaruhi oleh delapan faktor, yaitu: I)
karakteristk biografis, 2). Kepribadian, 3). Persepsi, 4).
Kemampuan belajar, 5) Nilai-nilai yang dianut, 6). Sikap, 7).
Kepuasan kerja. dan 8). Kemampuan.

Page 95
Seno Andri, “Kepemimpinan dan Budaya Organisasi dalam Perusahaan”

Herzberg dalam Gibson (1996:197), penemu teori


motivasi dua faktor bahwa kepuasan kerja berasal dari
keberadaan motivator intrinsik (seperti pencapaian
prestasi, pengakuan, tanggung jawab, kemajuan,
pekerjaan itu sendiri serta kemungkinan berkembang).
Dijelaskan lebih lanjut, bahwa ketidakpuasan kerja
berasal dari ketidakberadaan Faktor-Faktor ekstrinsik
(seperti upah/insentif keamanan kerja, kondisi kerja,
status. prosedur perusahaan dan mutu pelayanan).

Salah satu teori proses motivasi ini adalah teori


pengharapan dari Victo: Vroom (1964). Dalam kajian ini,
penulis ingin mengetahui tingkat morivasi para pegawai
berdasarkan pendapat mereka akan keinginan,
keyakinan, dan harapan yang mereka milik.

Robbins (1993:205) mengemukakan bahwa


keinginan adalah keadaan dalam diri seseorang yang
membuat hasil tertentu terlihat menarik. Disamping
motivasi sebagai proses psikologis dalam diri seseorang akan
beberapa faktor. Menurut Gouzali Saydam (1996: 370)
faktor-faktor tersebu dapat membedakan atas (1) Faktor
intern yang terdapat pada diri karyawan itu sendiri; (2)
Faktor ekstern yang berasal dari luar diri karyawan.
Selanjutnya faktor intern yang mempengaruhi pemberian
motivasi pada seseorang antara Iain kematangan pribadi;
(b) tingkat bendidikan; (c) keinginan dan harapan pribadi
(d) kebutuhan; (e) kelelahan dan kebosanan; dan (f)
kepuasan kerja. Sedangkan faktor ekstern yang
mempengaruhi motivasi dapat mencakup antara lain:
(a lingkungan kerja yang menyenangkan; (b) kompensasi,
(c) supervisi yang baik (d) adanya penghargaan atas
prestasi; (e) status dan tanggung jawab; dan (peraturan
yang berlaku.

Page 96
Seno Andri, “Kepemimpinan dan Budaya Organisasi dalam Perusahaan”

Porter dan Lawler (dalam Luthans. 2006)


menyatakan bahwa motivasi (usaha atau kekuatan)
tidak sama dengan kepuasan dan kinerja. Motivasi
kepuasan dan kinerja merupakan variabel yang terpisah.
ketiganya berhubungan dalam cara yang berbeda yang
umumnya diasumsikan. Potter dan Lawler menunjukkan
bahwa motivasi (usaha dan kekuatan) tidak langsung
menghasilkan kinerja dihubungkan dengan kemampuan
dengan karakter serta persepsi peran. Luthans (2006).

Gambar 2. Model Motivasi Porter-Lawler

Sumber: Luthans (2006), Perilaku Organisasi

Kematangan pribadi seseorang amat


berpengaruhan pada motivasi. dalam melaksanakan
pekerjaan. Orang yang bersifat egois dan

Page 97
Seno Andri, “Kepemimpinan dan Budaya Organisasi dalam Perusahaan”

kemanja-manjaan biasanya akan kurang peka dalam


menerima motivasi yang diberikan, sehingga sulit
untuk dapat bekerjasama dengannya dalam rangka
menghasilkan prestasi kerja. Mungkin saja ia dapat dan
mampu bekerja sendiri, tetapi belum tentu cocok bila
yang bersangkutan berdampingan dengan orang lain
dalam memproses hasil akhir. Sebaliknya, orang yang
tingkat kematangan pribadinya akan lebih mudah
termotivasi. Bahkan tanpa dimotivasi pun yang
bersangkutan mau bekerja tekun dalam membuat
prestasi. Oleh sebab itu, kebiasaan yang dibawa
seseorang semejak kecil, nilai yang dianut, dan setiap
pembawaan seseorang amat mempengaruhi motivasi.

Pada aspek program pendidikan dan pelatihan


(diktat) merupakan salah satu kegiatan mengenal
sumber daya manusia yang paling penting dalam
menghadapi berbagai tantangan perusahaan, saat ini
maupun di masa yang akan datang. Faktor-faktor yang
perlu diperhatikan dalam pelaksanaan program diklat
menurut Bernadine dan Russel (1996: 296) adalah:
I). Pelatih harus merencanakan program untuk
memenuhi kebutuhan orang dewasa, 2). Peserta
pelatihan harus memiliki kemampuan dan motivasi
untuk belajar, 3). Pelatih harus membuat lingkungan
pelatihan termuat di dalamnya sebanyak mungkin
pengetahuan, 4). 1si pelatihan harus terperinci ke dalam
bagian-bagian yang digabungkan. Tiap-tiap bagian
harus dipelajari sampai bagian-bagian tersebut dapat
dilaksanakan dengan tepat, 5). Pelatih harus berusaha
untuk membuat program pelatihan dan materi untuk
memastikan peserta pelatihan tersebut mencurahkan
perhatiannya pada mereka. 6). Materi yang disajikan pada
peserta pelatihan harus penuh arti bagi mereka. Para
peserta memiliki waktu yang lapang untuk mengerti dan

Page 98
Seno Andri, “Kepemimpinan dan Budaya Organisasi dalam Perusahaan”

mengingat-ngingat materi yang diajarkan, 7). Tujuan


atau sasaran materi harus disebutkan dengan jelas dan
ringkasannya harus diuraikan.

Kemampuan acau ability karyawan dapat


dikembangkan melalui kegiatan program pendidikan dan
pelatihan (diklat) yang diberikan perusahaan. khususnya
yang berpautan langsung dengan kemampuan (ability)
yang diperlukan perusahaan yang bersangkutan.

Saydam (1996: 371) menyatakata bahwa tingkat


pendidikan yang dilalui seseorang amat mempengaruhi
motivasi kerja yang bersangkutan. Seorang karyawan
yang mempunyai pendidikan lebih tinggi dan sering
mengikuti diktat biasanya akan lebih mudah termotivasi,
karena ia sudah mempunyai pengetahuan, keterampilan.
dan wawasan yang lebih luas dibandingkan dengan
karyawan yang berpendidikan rendah dan jarang
mengikuti program diklat. Dengan pengetahuan dan
wawasan yang lebih luas itu ia akan lebih mudah
mengerti, memahami, data mengantisipasi
perkembangan perusahaan. la tahu apa yang
dibutuhkan perusahaan dari dirinya. bahkan dengan
pengetahuan dan pengalaman yang ada padanya, ia
dapat pula memberikan saran-saran perbaikan dalam
penerapan pemberian motivasi yang berlaku dalam
perusahaan atau organisasi manajemen pelayanan jasa
telekomunikasi.

Sebelum program diklat diselenggarakan, perlu


dianalisis lebih dahulu seberapa besar kebutuhan
perusahaan terhadap pelaksanaan program diktat
tersebut. Analisis dan penilaian kebutuhan program
diktat ini dilakukan guna mendiagnosisi permnasalahan
yang ada di masa sekarang dan tantangan-tantangan di

Page 99
Seno Andri, “Kepemimpinan dan Budaya Organisasi dalam Perusahaan”

masa depan. Misalnya. Karena adanya perkembangan


ilmu pengetahuan dan teknologi, meningkatnya
tuntutan konsumen terhadap mutu, dan perubahan
strategi perdagangan internasional. Sedangkan masalah
internal antara lain produktivitas kerja, perputaran
karyawan, dan motivasi untuk belajar. untuk itu
perusahaan harus memperhitungkan sejumlah faktor
yang dapat mempengaruhi persyaratan
penyelenggaraan program diktat antara lain: I).
Perubahan staf semakin banyak tenaga baru, semakin
besar kebutuhan pelatihan dalam keahlian pekerjaan dan
pelatihan untuk pengenalan, 2). Perubahan teknologi,
sistem dan proses baru akan membutuhkan staf yang
benar-besar terlatih di bidangnya. Banyaknya sistem
kumputer baru yang gagal bukan karena alasan teknis,
tetapi staf belum terlatih bagaimana harus
rnenggunakannya, 3). Perubahan pekerjaan, pekerjaan
banyak berubah sesuai dengan berubahnya waktu,
terutama pada perubahan pada organisasi itu sendiri
dan pegawai harus dilatih untuk beradaptasi.
(Syafaruddin Alwi, 2001: 223).

Secara umum, setiap individu dilatarbelakangi


oleh budaya yang mempengarahi perilaku mereka.
Budaya menuntun individu untuk berperilaku dan
memberi petunjuk pada mereka mengenai apa saja yang
harus dan dipelajari. Kondisi tersebut juga berlaku dalam
suatu organisasi. Setiap organisasi. disadari atau tidak,
memiliki kepribadian yang biasa dikenal sebagai
kultur organisasi. Kultur tersebur akan menumbuhkan
persepsi bersama di antara para anggotanya mengenai
apa sebenarnya organisasi itu dan bagaimana sebaiknya
perilaku para anggotanya. Kultur organisasi merupakan
falsafah, prinsip-prinsip, atau keyakinan yang dianut oleh
suatu organisasi.

Page 100
Seno Andri, “Kepemimpinan dan Budaya Organisasi dalam Perusahaan”

Kultur organisasi akan tercemin pada derajat


suasana dan praktek-praktek organisasi: I). inisiatif
kebebasan, keleluasaan, dan tanggung jawab
perorangan, 2). Kreativitas: dorongan untuk inisiatif,
inovatif, dan agresif, 3). Arahan: rumusan tujuan dan
kinerja yang jetas, 4). Integritas iklim kerjasama,
koordinasi, dan sinkronisasi antar unit kerja. 3).
Dukungan: inotivasi, bantuan dan dorongan pimpinan, 6).
pengendalian peraturan, supervisi dan pengawasan alas
perilaku karyawan, 7). Identitas penyantan kepribadian
anggota terhadap organisasinya, 8). Penghargaan: kriteria
penghargaan, dan hukuman bagi karyawan, 9). Toleransi.
keberanian mengemukakan pendapat dan kritik, 10).
Komunikasi. kemudahan hubungan vertikaldan horisontal
(Srafri Mangkuprawira, I999: I40).

Dampak Budaya Organisasi terhadap kinerja


dan kepuasan kerja dikemukakan oleh Robin (1996:
308). Yang menyatakan bahwa budaya organisasi
sebagai suatu variabel. Para karyawan membentuk
suatu persepsi subjektif keseluruhan mengenai
organisasi berdasarkan pada faktor-faktor toleransi
resiko, rekanan pada tim dan dukungan orang yang
akhirnya menjadi budaya atau kepribadian organisasi
ini. Persepsi yang mendukung atau tidak mendukung ini
kemudian mempengaruhi kinerja dan kepuasan karyawan,
yang berdampak lebih besar pada budaya yang lebih kuat.

Page 101
Seno Andri, “Kepemimpinan dan Budaya Organisasi dalam Perusahaan”

Gambar 3. Model Budaya Organisasi

Sumber: Robbin (1996:308)

Harrison dan Stokes (1992:13), organisasi


dibentuk oleh aspek-aspek organisasi yang
memberikan nilai atau kondisi khusus. Budaya bagi
organisasi dapat disamakan dengan kepribadian bagi
seseorang. Gabungan antara kepercayaan, nilai-nilai,
gaya kerja dan hubungan-hubungan yang khas akan
membedakan Suatu organisasi dan organisasi lainnya.
Lebih lanjut, Harrison dan Stokes membagi budaya
organisasi itu menjadi 4 (empat) bagian yang
merupakan orientasi budaya yang dipersepsi oleh para
anggotanya, yaitu budaya organisasi yang berorientasi
pada kekuasaan (power orientation), pecan (role
orientation), prestasi (Achievement orientation), dan
dukungan (support orientation).

Page 102
Seno Andri, “Kepemimpinan dan Budaya Organisasi dalam Perusahaan”

Gordon (1991:692) menyatakan bahwa


keberhasilan suatu perusahaan sangat ditentukan
keberhasilannya dalam menciptakan budaya organisasi
yang khas sebagai bagian dari rencana strategis mereka.
Budaya organisasi yang efektif tersebut mencakup upah
dan imbalan yang baik, komunikasi terbuka, penekanan
pada mutu keterlibatan karyawan dalarm pembuat
keputusan, perbagian laba bagi karyawan, keadilan dan
kesamaan status bagi karyawan, keamanan kerja,
pelatihan, kebebasan berpendapat, penekanan pada
Motivasi, hubungan pihak karyawan-manajemen
yang baik, dan struktur administrasi yang sederhana.

Suatu organisasi memiliki kultur anti yang


mendominasi anggota organisasi secara keseliruhan.
Suatu organisasi bisa memiliki kultur yang kuat dalam
arti dianut secara luas, teguh, dan konsisten oleh para
anggotanya. Nilai-nilai demikian, kultur yang kuat harus
cocok baik secara intern maupun ektern (Syafri
Mangkuprawira, 1991:141). Adapun kecocokan intern
berarti kultur organisasi itu cocok dengan teknologi
yang digunakan. Contoh, teknologi rutin yang
digunakan untuk situasi yang stabil akan cocok dengan
kultur yang manekankan sentralisasi kewenangan dan
inisiatif perorangan yang terbatas. Scbaliknya adalah
teknologi non-rutin, Sedangkan kecocokan ekstern berarti
bahwa kultur ditumbuhkan sesuai strategi dan lingkungan.
Sebagai contoh, strategi berorientasi pasar cocok untuk
lingkungan yang dinamis dan memerlukan kultur
yang menekankan inisiatif perorangan, toleransi konflik,
dan komunikasi, Sebaliknya adalah strategi berorientasi
produk.

Page 103
Seno Andri, “Kepemimpinan dan Budaya Organisasi dalam Perusahaan”

Burns (1992:142) menyebutkan bahwa


penyebab utama seorang karyawan mengundurkan
diri dari pekerjaan adalah rasa ketidak puasan. Rasa
tidak puas tersebut dapat timbul karena ketidak cocokan
dengan atasan, kondisi kerja, profesi pekerjaan itu sendiri,
gaji atau lokasi geografis dan tempat kerjanya. Di lain
pihak, tidak mungkin bagi suatu perusahaan untuk
menghilangkan seluruh penyebab potensial dari
munculnya rasa tidak puas di antara para
karyawannya.

Konsekuensinya perusahaan tersebut harus


berusaha mencari faktor-faktor yang menjadi penyebab
utama tersebut melalui penyelidikan atau kajian. Dengan
kata lain, Burns berpendapat bahwa kepuasan kerja
merupakan faktor utama yang perlu diperhatikan oleh
suatu perusahaan, terutama karena berkaitan erat dengan
sikap dan perilaku kerja karyawan dan lebih jauh lagi
pada kinerjanya. Pendapat ini juga didukung oleh
Robbins, (1993:177) yang menyatakan bahwa
kepuasan kerja mengacu pada perilaku umum
individu mengenai pekerjaannya. Seseorang yang memiliki
kepuasan kerja tinggi cenderung akan bertingkah laku
positif terhadap pekerjaannya, dan sebaliknya
seseorang yang merasa tidak puas akan bersikap negatif.

Robbins juga mengemukakan bahwa dampak


dari adanya rasa ketidakpuasan seorang karyawan bisa
dibagi menjadi 4 (empat), yaitu: keluar (exit), bersuara
(voice), kesetiaan (loyality), dan menentang (neglect).
Perilaku keluar (exit) dan menentang (neglect)
mempengaruhi kinerja perusahaan secara umum,
yaituproduktifitas, absensi. dan pengunduran diri.

Page 104
Seno Andri, “Kepemimpinan dan Budaya Organisasi dalam Perusahaan”

Sedangkan bersuara (voice) dan kesetiaan (loyality)


mengarah kepada sikap dan perilaku yang sifatnya
konstruktif, seperti berusaha mengembangkan kondisi kerja
yang menyenangkan, atau menunggu perbaikan kondisi
karena adanya rasa percaya dan kesetiaan terhadap
perusahaan.

Disamping menurut Robbins (1993:622), kepuasan


kerja seseorang akan tinggi bila ada keselarasan antara
kebutuhan individu dengan budaya organisasi. Selanjutya
Robbins memberikan contoh bahwa sebuah organisasi
yang hendaknya menekankan pada tugas-tugas
individual, tidak mementingkan pengarahan yang ketat,
dan memberi imbalan berdasarkan prastasi yang tinggi
biasanya akan berhasil baik bila memperkerjakan
karyawan yang memiliki kebutuhan untuk berprestasi
tinggi dan menyukai otonomi. la juga menyatakan
bahwa kinerja dan kepuasan kerja seorang karyawan
cenderung meninggi jika nilai-nilai atau budaya yang
tercermin dari sikap dan perilaku yang dianutnya memiliki
kesesuaian dengan organsasi tempat mereka bekerja.
Berdasarkan hasil pemikiran kajian yang dipaparkan di
atas, pemikiran-pemikiran yang digunakan untuk
membangun kerangka konseptual sebagai berikut:

Page 105
Seno Andri, “Kepemimpinan dan Budaya Organisasi dalam Perusahaan”

Gambar 4. Kerangka Pemikiran

Keterangan:

Dennis O'Connor (200I): The Organizational


Behavior Future Search, Journal of Management
Education, Vol 25 No. 1, February 2001, Sage
Publication.

Ian Coghlara and Andrea Williams (2002):


Dimension ot-Motivation of Race Goers An Empirical
Study, Charles Sturt University.

Page 106
Seno Andri, “Kepemimpinan dan Budaya Organisasi dalam Perusahaan”

Irena M. Ali (2002): Interaction of Oganizatinnal


Culture and Collaboration in Working and Learning,
Educational Technology & Society, Camberra, Australia.

Robert P. Gephart. Jr (2001): Edmostatistics.


Research Methodes and Organizational Behaviour,
University of Alberta School of Business, Edmonton,
Canada.

David W. Pitts, (2003): Diversity, Representation


& Performance; Evidence about Race & Ethnicity- in
Public Organization, Prepared For presentation at the
7th National Public management Research Conference,
Washington DC.

Gerald Marschke (2002): Performance


Incentives and Organizational Behavior: Evidence
from a Federal Bureaucracy,

Scott D. Camp (1993): Assessing the Effects


of Organizational Commitment and Kepuasan
kerja on Turnover: An Event History Approach,
The Prison Journal 74:3:279-305. Copyright owned
by Sage Publications, INC

Bruce W. Tuckmam (1999): A Tripartite


Model of Motivation for achievement: Attitude/
Drive/ Strategy, Symposium: Motivational Factors
Affecting Student Achievemenc. Current Annual
Meeting of the American Psyhologigal Association,
Boston, August 1999.

Alicia M. Alvero (2004): The Effects of


Conducing Behavior. Observations on The

Page 107
Seno Andri, “Kepemimpinan dan Budaya Organisasi dalam Perusahaan”

Behavior of The Observer, Journal of Applied


Behavior Analysis, 2004.

Kuang D C & Steinberg (2004): Assessing


Performance: Investigating of The Influence,
American Institutes for Research.

Terence Jackson (1998): Foreign Companies


and Chinese Workers: Employer: Motivation in
the Peop’ls Republic of China, Journal of
Organizational Change management Vol II.No 4,
1998 pp. 282-300 @MCB University.

Nancy H. Leonard, Laura Lynn Beauvais,


Richard W. Scholl (l995): A Self Concept — Based
Model of Work Motivation, Annual Meeting of
rise Academy of Management in August 1995.

Kecheng Liu, jan L.G Dietz, Joseph Barjis


(1999) Capturing Organization Behavior With
Dynamic Modeling-Extension of DEMO from a
semiotic perspective, School Of Computing,
Staffordshire University. UK.

Flip Lievens and Frederik Anseel (2004):


Confinnatory Factor Analysis and Invariance of an
Organizational Citizenship Behavior Measure
Across Samples in a Dutch-speaking Contex,
Jurnal of Occupational and Organizational
Psychology, The British Psychological Society.

Darwish A. Yousef (1999) melakukan kajian


tentang Organizational Commitment. A Mediator
of the Relationships of Leadership Behavior With

Page 108
Seno Andri, “Kepemimpinan dan Budaya Organisasi dalam Perusahaan”

Kepuasan kerja and Performance in non Western


Country.

Christine M. Shea (1999), The Effect of


Leadership Style and Performance. Improvement on a
Manufacturing, (Pengaruh Gaya Kepemimpinan terhadap
Perbaikan Kinerja Pada Perubahan Manufaktur).

Bambang Triaji (2002) Pengaruh Birokrasi dan


Gaya Kepernimpinan Terhadap Kepuasan kinerja
Pegawai dan Kinerja Badan Pemeriksa Keuangan
Indonesia.

Randy G. Eppart (2004) - Transformational dan


Transaksional Leadership Style As They Predict. Constructive
Culture and Defencive Culture (Gaya kepemimpinan
transformasional dan transaksional seperti mereka
memprediksi budaya konstruktif dan defensif).

Tuguh Soedarto (2004), Pengaruh Motivasi Kerja,


kemampuan individu, Gaya Kepemimpinan dan Budaya
Organisasi Terhadap Prestasi Kerja.

Muh. Yunus Amar (2U04), Pengaruh gaya


kepemimpinan terhadap Produktivitas karyawan dalam
upaya meningkatkan kinerja keuangan serta
hubungannya dengan stakeholder external perusahaan.

Berdasarkan perumusan masalah dan tujuaan


kajian serta kerangka konseptual diatas maka dapat dibuat
hipotesis kajian.

Page 109
Seno Andri, “Kepemimpinan dan Budaya Organisasi dalam Perusahaan”

Gambar 5. Hipotesis Kajian

Untuk lebih jelasnya hipotesis kajian sebagai


berikut: H1. Gaya kepemimpinan akan dapat
mendorong peningkatan kinerja karyawan. H2. Budaya
organisasi akan mendukung peningkatan kinerja
karyawan. H3. Motivasi akan mendorong terciptanya
peningkatan kinerja karyawan. H4. Program
pendidikan dan latihan akan mampu meningkatkan
kinerja karyawan. H5. Gaya kepemimpinan akan
mendukung peningkatan kepuasan kerja karyawan.
Budaya organisasi akan mampu meningkatkan
kepuasan kerja karyawan. H7. Motivasi yang baik akan
cepat memberikan peningkatan kepuasan kerja
karyawan. H8. Program pendidikan akan mendukung
peningkatan kerja karyawan. H9. Kinerja karyawan
yang baik akan menciptakan peningkatan kepuasan kerja
karyawan.

Page 110
Seno Andri, “Kepemimpinan dan Budaya Organisasi dalam Perusahaan”

Seperti terungkap di dalam objek kajian, pokok


masalah yang diteliti bersumber pada dua hal yaitu
pertama, gaya kepemimpinan, budaya organisasi,
motivasi dan program diklat sebagai variabel bebas
(variabel kedua, kinerja dan kepuasan kerja sebagai
variabel tidak bebas/terikat (variabel Y).

Berikut dijabarkan definisi dari variable kajian:

1) Gaya Kepemimpinan adalah suatu proses dimana


individu mempengaruhi kelompok untuk mencapai
tujuan. Umum (Northouse. P. C. 2003:3). Goleman
(2000) membedakan enam jenis gaya kepemimpinan
manajer yaitu: (I) Coercive style, (2) Authoritative style,
(3). Affiliative style, (4) Democratic style, (5)
pacesetting style, dan (6) Coaching stye. Kajian ini
menggunakan jenis gaya kepemimpinan Goleman
yaitu otoriter, demokratik dan bebas, dengan alasan
karena gaya kepemimpinan yang telah pernah
diteliti oleh Goleman pada tahun 2000 telah
mewakili hampir semua tipe gaya kepemimpinan
sebelumnya.

2) Budaya Organisasi merupakan suatu bentuk


keyakinan, nilai, cara yang bisa dipelajari untuk
mengatasi dan hidup dalam organisasi, budaya
organisasi itu cenderung untuk diwujudkan oleh
anggota organisasi (Brown, 1998:34) Robbins,
(2003:525) menjelaskan budaya organisasi itu
merupakan suatu sistem nilai yang dipegang dan
dilakukan oleh anggota organisasi. Dengan demikian
maka organisasi bisa dibedakan dengan organisasi
lainnyn. Sistem nilai itu oleh 7 (tujuh) karakteristik
sebagai sari (essence) dari budaya organisasi lima di
antara karaktristik tersebut adalah: (1) orientasi pada

Page 111
Seno Andri, “Kepemimpinan dan Budaya Organisasi dalam Perusahaan”

kekuasaan, (2) peran, (3) prestasi, (4) dukungan, dan


(5) lingkungan.

3) Motivasi adalah suatu konsep yang diutarakan sebagai


kebutuhan (need) dan rangsangan incenrive (Bucharis
Zainun, 1982:92). Berdasarkan teori yang
dikembangkan Vroom (1964, yakni teori harapan
atau model. harapan (cipectation model), variabel
motivasi diukur oleh tiga. indikasi yaitu (1) motivasi
atas kebutuhan dari pekerjaan, (2) pengharapan
atas lingkungan kerja, dan (3) kebutuhan atas
imbalan.

4) Program Diktat merupakan proses pembelajaran


yang dilakukan di dalam maupun di luar institusi,
dimana tujuan untuk meningkatkan kemampuan
kerja peserta dalam bidang pekerjaan tertentu guna
meningkatkan efektivitas dan produktivitas dalam
suatu organisasi. Faktor-faktor yang dapat
mempengaruhi pelaksanaan dalam pelatihan
menurut Hasibuan (1997) antara lain yaitu materi
metode diklat dan evaluasi penilaian pelaksanaan
diklat.

5) Kinerja karyawan adalah jasa yang dihasilkan melalui


serangkaian aktivitas dalam suatu proses yang mana
hasil kerja itu cocok atau sesuai dengan standar dan
kriteria secara nyata dari karyawan yang
bersangkutan sebagai wujud penunaian tugas. Variabel
kinerja karyawan terdiri dari enarm dimensi yaitu:
kuantitas, kualitas, ketepatan waktu. efektifitas biaya,
kebutuhan pengawasan dan pengaruh interpersonal.
Bernadiin dan Rusell (1993). Kuantitas jumlah yang
dihasilkan diwujudkan melalui nilai mata uang.
jumlah unit, atau jumlah dari siklus aktivitas yang

Page 112
Seno Andri, “Kepemimpinan dan Budaya Organisasi dalam Perusahaan”

telah diselesaikan. Efektifitas biaya tingkat penggunaan


sumber daya organisasi (manusia, keuangan, teknologi)
yang dimaksimalkan untuk mencapai hasil.
Pengaruh interpersonal: tingkat sejauh mana karyawan
memelihara harga diri, nama baik dan kerjasama
diantara rekan sekerja. Kualitas adalah berkaitan
dengan mutu kerja yang dihasilkan. Ketepatan
waktu adalah kesesuaian waktu yang celah
direncanakan. Kebutuhan pengawasan adalah
pengawasan yang adil dari atasan, adanya arahan dan
bimbingan terhadap pelaksanaan tugas.

6) Kepuasan Kerja adalah pernyataan dari karyawan


tetang perasaan yang menyenangkan terhadap suatu
perkerjaan atau berhasilan kerja dalam hal ini sikap
dari seorang karyawan terhadap tugas dan tanggung
jawab serta balas jasa dari setiap pekerjaan (Gibson
at.al 1996) Yuan and Ting (1997) dan Yagob (1999)
melihat faktor-faktor Yang mengukur kepuasan kerja
yaitu (I) bekerja sendiri, (2) kepemimpinan, (3)
kerjasama, dan (4) kondisi kerja.

Secara rinci operasionalisasi variabel dalam


kajian ini dapat dikemukakan sebagai berikut:

a) Gaya Kepemimpinan Otoriter yaitu pimpinan


otoriter dan pemahaman pemimpinan otoriter bebas
yaitu pendekatan Pimpinan bebas dan pemahaman
pimpinan bebas. Demokratik yaitu pendekatan
pimpinan demokratik dan pemahaman pimpinan
otoriter.
b) Budaya Organisasi, Orentasi pada kekuasaan
yaitu penentan prioritas dan kriteria penilaian pada
pegawai. Orentasi pada peran yaitu perlakuan
perusahan terhadap karyawan. Orientasi pada

Page 113
Seno Andri, “Kepemimpinan dan Budaya Organisasi dalam Perusahaan”

prestasi yaitu perlakuan perusahaan terhadap


karyawan dan cara mempengaruhi karyawan.
Orentasi pada lingkungan yaitu proses pengambilan
keputusan, dasar penugasan pekerjaan, cara kerja
karyawan, prosedur dan sistem. Orientasi pada
lingkungan yaitu lingkungan kerja yang baik dan
respon perusahaan terhadap kerja karyawan.

c) Motivasi, Motivasi atas kebutuhan dari pekerjaan


yaitu kebutuhan ekonomis, kesempatan berkembang
dan maju, pengakuan diri dan kesempatan
mendayagunakan kemampuan. Pengharapan atas
lingkungan kerja yaitu kesamaan perlakuan
pimpinan terhadap karyawan. perhatian terhadap
keselamatan dan keamanan kerja serta penghargaan
terhadap prestasi kerja. Kebutuhan atas imbalan
yaitu kepantasan gaji, jaminan kesehatan, tunjangan,
bonus tahunan dan jaminan hari tua.

d) Program diklat. Materi diklat yaitu kesesuaian latar


belakang pendidikan, kesesuaian waktu
pelaksanaan, kemanfaatan materi, kemudahan
materi, kreatif dan inovatif. Metode diklat yaitu
keaktifan, upaya panggilan informasi, memancing
daya pikat dan kelayakan pasilitas pendukung.
Evaluasi penilaian dan pelaksanaan diktat yaitu
kesesuaian tujuan materi, adanya kelebihan diktat
dan dampak positif terhadap pemecahan masalah.

e) Kinerja Karyawan. Kualitas yakni hasil pekerjaan


dan proses penyelesaian. Kuantitas yaitu jumlah
yang dihasilkan. Ketepatan waktu yaitu Siklus
waktu, waktu yang cukup, dan ketersediaan untuk
kegiatan lain. Efektifitas biaya yaitu penggunaan
sumberdaya dan upah mengurangi kerugian.

Page 114
Seno Andri, “Kepemimpinan dan Budaya Organisasi dalam Perusahaan”

Kebutuhan pengawas yaitu kemampuan dalam


pengawasan dan pengawasan yang baik. Dampak
individu yaitu kemampuan karyawan dalam
menjalankan tugas dan kemampuan karyawan
bekerjasama.

f) Kepuasan Kerja. Bekerja sendiri yaltu penyelesaian


pekerjaan sendiri. Kepemimpinan yaitu
kepemimpinan dalam kepuasan kerja. Kerjasama
yaitu adanya kerjasama untuk mencapai kepuasan.
Kodisi kerja yaitu kondisi kerja untuk mencapai
kepuasan.

Pengukuran variabel kajian menggunakan


skala Likert. Skala Likert digunakan untuk mengukur
variabel dalam kajian ini. Dalam kajian ini skala itu
diterapkan strata spesifik oleh penulis yang
selanjutnya disebut variabel kajian. Dengan skala
Likert, maka variabel yang akan diukur dijabarkan
menjadi sub-variabel, Kemudian sub-sub variabel ini
dijabarkan menjadi komponen-komponen yang
dapar terukur. Komponen-komponen yang terukur
ini kemudian dijadikan sebagai titik tolak untuk
menyusun item instrumen yang dapat berupa
pertanyaan atau pernyataan yang kemudian dijawab
oleh responden.

Jawaban setiap item instrument yang


menggunakan skala Likert mempunyai gradasi
dari sangat positif sampai sangat negatif (Sligiyono,
2002). Hubungan antar variabel tersebut di atas
dirumuskan dalam hipotesis kajian yang akan diuji
kebenarannya. Dengan kata lain kajian ini bertujuan
untuk menguji hipotesis.

Page 115
Seno Andri, “Kepemimpinan dan Budaya Organisasi dalam Perusahaan”

Jawaban responden, dikategorikan berdasarkan


skala Likert dimana masing-masing jawaban
mempunyai gradasi yang sangat positif (setuju) ke sangat
negatif (tidak setuju) yang diruangkan dalam bentuk
pilihan jawaban kuisioner sebagai berikur: I). Sangat
Tidak Setuju (STS) 2).Tidak Setuju (TS), 3). Ragu – ragu/
netral (RR), 4) Setuju (S), 5) Sangat Setuju (SS)

Adapun dasar interpertasi skor item dalam


variabel kajian adalah sebagai berikut: 1). Nilai skor
antara 0 hingga I interpertasinya berada pada daerah
sangat negative, 2). Nilai skor 1 hinga 2 interpertasinya
berada pada daerah negative, 3). Nilai skor 2 hingga 3
interpertasinya bera pada daerah tengah- tengah, 4).
Nilai skor 3 hingga 4 interpertasinya berada pada daerah
positif, 5). Nilai skor 4 hingga 5 interpertasinya berada
pada daerah sangat positif. Arikonto (1998).

Page 116
Seno Andri, “Kepemimpinan dan Budaya Organisasi dalam Perusahaan”

BAB IV

STRUKTUR MODEL SEM

Pendekatan Kajian

SASARAN kajian ini adalah karyawan FL. X, Tbk


Pekanbaru. Hal ini dilakukan guna melihat ada tidaknya
pengaruh gaya kepemimpinan, budaya organisasi, motivasi
kerja, dan program diklat terhadap kinerja dan kepuasan kerja
karyawan PT. X, Tbk Pekanbaru.

Kajian ini menggunakan jenis kajian penjelasan atau


kajian eksplanatori yaitu menjelaskan hubungan kausal dan
pengujian hipotesis. Yang dimaksud kajian pengujian
hipotesis atau kajian penjelasan adalah apabila pengkaji
menjelaskan hubungan / pengaruh kausal antara
variabel-variabel melalui pengujian hipotesis (Singarimbun
dan Effendi, 1995). Dengan demikian kajian dapat disebut
juga dengan kajian uji hipotesis yang berarti mengadakan
kajian dengan. maksud rnencari hubungan antara Gaya
kepemimpinan, budaya organisasi, motivasi kerja, dan

Page 117
Seno Andri, “Kepemimpinan dan Budaya Organisasi dalam Perusahaan”

program diklat terhadap kinerja dan kepuasan kerja karyawan


PT. X, Tbk Pekanbaru.

Tempat dan Waktu Kajian

Kajian ini dilakukan di PT X, Tbk Pekanbaru. dengan


waktu kajian dilakukan pada bulan April sampai dengan Juni
2009.

Populasi dan Sampel

Populasi dalam kajian ini. adalah para karyawan jasa


telekomunikasi yang bekerja di PT.X, Tbk baik di kantor
pusat maupun kantor-kantor cabang PT. Tbk yang
dilakukan sejak bulan April 2009 sampai dengan Juni 2009.

Berdasarkan jenjang pendidikan karyawan PT. X.


Tbk yang berjumlah 305 orang.

Jumlah Populasi dan Sampel Pada PT. X,Tbk


Berdasarkan jenjang Pendidikan dapat dibedakan.
jenjang pendidikan Sarjana sebanyak 50 orang.
Sarjana Muda (Akademik) sebanyak 114 orang, SLTA
sebanyak 104, SLTP sebanyak 19 orang dan Sekolah Dasar
sebanyak 17 orang. Kantor PL.X, Tbk.

Kenyataannva jumlah karyawan perusahaan X


sebanyak 305 orang ditambah 102 orang tenaga
outsourcing. Akan terapi pada kajian ini. tenaga outsourcing
tidak diikursertakan sebagai populasi, dikarenakan
sebenarnya tenaga outsourcing tersebut bukanlah tenaga
kerja milik X, yang suatu waktu dapat tidak lagi bekerja di
X. Di sisi lain, tidak diikutsertakan tenaga outsourcing
sebagai populasi, karena tenaga outsourcing tidak
diikutsertakan dalam program Pendidikan dan Latihan

Page 118
Seno Andri, “Kepemimpinan dan Budaya Organisasi dalam Perusahaan”

X. Dimana Program Pendidikan dan latihan ini adalah


salah satu variabel kajian pada studi disertasi ini.

Menurut Arikunto (2006: 131). Kajian populasi


(sensus) hanya dapat dilakukan bagi populasi terhingga
(terbatas) dan subyeknya tidak terlalu banyak. Dalam
proses pengambilan data, pada kajian ini dilakukan
senses atau pengamatan terhadap keseluruhan populasi,
mengingat jumlah karyawan sebesar 305 orang dapat
dikumpulkan secara keseluruhan oleh pengkaji.

Akan tetapi pada kenyataannya dari 305 responden,


ada 5 responcien yang tidak mengembalikan, sehingga
pada kajian ini melibatkan sebesar 300 responden.

Metode Pengumpulan Data

Sumber data yang diperoleh penulis dengan


menggunakan teknik sebagai berikun 1). Wawancara,
sebagai teknik komunikasi langsung untuk memperoleh
data yang diperlukan serta ditujukan kepada pihak jasa
telekomunikasi atau mewakilinya seperti kepala bagian
atau pemimpin cabang PT. X, Pekanbaru, 2). Kuisioner,
daftar pertanyaan yang dibuat dalam bentuk sederhana
dengan metode pertanyaan tertutup yang diberikan
kepada pihak responden sehingga memperoleh data
yang berhubungan dengan masalah yang diteliti, Observasi,
mengamati kegiatan perusahaan yang berhubungan dengan
masalah yang sedang diteliti, 3) Observasi mengamati kegiatan
perusahaan yang berhubungan dengan masalah yang sedang
diteliti.

Page 119
Seno Andri, “Kepemimpinan dan Budaya Organisasi dalam Perusahaan”

Analisis Data

A. Validitas dan Reliabilitas Instrumen

Validitas menunjukkan sejauh mana alat pengukur


untuk mengukur apa yang diukur (Ancok 1995 dalarn
Singarimbun dan Efendi 1995). Sedangkan menurut
Sugiyono (1994), hasil kajian yang valid bila terdapat
kesamaan antara data yang terkumpul dengan data yang
sesungguhnya terjadi pada obyek yang dileti. Valid
tidaknya suatu item instrumen dapat diketahui
dengan membandingkan indeks korelasi product
moment Pearson dengan level signifikansi 5% dengan,
nilai kritisnya, dimana r dapat digunakan rumus
(Arikunto, 1993):

Ixy = skor korelasi


N = banyaknya sampel
X = skor item pertanyaan
Y = skor total item

Bila nilai korelasi lebih besar dari 0.3 makanya dinyatakan valid
dan sebaliknya dinyatakan tidak valid.

Sugiyono (2005) menyatakan instrumen yang


variabel adalah instrumen yang bila digunakan
beberapa kali untuk mengukur objek yang sama, akan
manghasilkan data yang sama. Reabilitas adalah indeks
yang menunjukkan sejauh mana suatu alat pengukur
dapat dipercaya atau dapat diandalkan. Untuk menguji
digunakan Alpha Cronbach dengan rumus:

Page 120
Seno Andri, “Kepemimpinan dan Budaya Organisasi dalam Perusahaan”

rii = reabilitas instrumen ( koefisien alpha Cronbach )


k = banyaknya butir pernyataan atau banyaknya soal
Qb2 = jumlah varian butir
Qr2 = varians soal

Instrumen dapat dikatakan andal/reliabel bila


memiliki koefisien keandalan reliabilitas sebesar 0,6 atau
lebih (Arikunto 1993). Uji coba instrumen dilakukan
terhadap 30 responden, yaitu karyawan yang dijadikan
sampel uji coba. Data hasil uji coba digunakan untuk
penguujian validitas dan reliabilitas instrumen.

Proses perhitungan dilakukan secara lengkap, secara


ringkasan hasil uji Validitas dan Reabilasi Instrumen
Kajian tersebut yaitu:

1) Variabel Gaya Kepemimpinan (XI) Indikator XI.I,


r 0.556, Validitas valid, Indikator XT 2, r 0.888,
validitas valid. indikator XI.3. r 0.930, validitas
valid. Alpha C sebesar 0.868 dan Reliabilitasnya
reliabel.

2) Variabel Budaya Organisasi (X2). Indikator X21, r


0.736, validitas valid. indikator X22, r 0.720,
validitas valid. Indikator X2.3, r 0.887, validiras
valid. X2.4, r 0.690, validitas valid. Indikator X2.5, r
0,740, validitas valid. Alpha C sebesar 0.813 dan
Reliabilitasnya

Page 121
Seno Andri, “Kepemimpinan dan Budaya Organisasi dalam Perusahaan”

3) Variabel Motivasi Kerja (X.3). Indikator X3.I, r


0.662. validitas valid. indikator X3.2, r 0.889,
validitas valid. Indikator X3.3,r0.890, validitas
Alpha C sebesar 0.749 dan Reliabilitasnya
reliabel.

4) Variabel Program Diklat (X4). Indikator X4.I, r


0_724, validitas valid. Indikator X4.2, r 0.744,
validitas valid. Indikator X4.3, r 0.733, validitas
valid. Alpha C sebesar 0.668 dan Reliabilitasnya
reliable.

5) Variabel kinerja karyawan (Y1). Indikator Yr, r


0.391, validitas valid. Indikator Y2, r 0.753,
validitas valid. Indikator 1.3, r 0.868, validitas.
valid. Indikator r 0.784, validitas valid. Indikator
1.5,r0.646, validitas valid. Indikator Y.6, r 0.724,
validitas valid. Alpha C sebesar 0.800 dan
Reliabilitasnya reliabel.

6) Variabel Kepuasan Kerja (Y2). Indikator 12.1, r


0.775. validitas valid. Indikator 12.2, r 0.772,
validitas valid. Indikator Y2.3, r 0.763, validitas
valid. Indikator 12.4. r 0.598, validitas valid. Alpha
C sebesar 0.706 dan reliabilitasnya reabel. Seno Andri,
(2009).

Berdasarkan penjelasan dapat diketahui bahwa


instrumen kajian untuk semua variabel bersifat valid,
karena tidak korelasi (r) diatas 0,3. sedangkan hasil uji
reliabilitas menunjukkan bahwa semua variabel juga
bersifat reliabel, karena nilai alpha cronbac di atas 0,6-
Dengan demikian data kajian bersifat valid dan layak
digunakan untuk pengujian hipotesis kajian.

Page 122
Seno Andri, “Kepemimpinan dan Budaya Organisasi dalam Perusahaan”

B. Analisis Statistif Deskriprif


Analisis statistik depkriptif dimaksutkan untuk
mengetahui distribusi frekuensi jawaban dari hasil
kuesioner. Dengan cara mengumpulkan data dari hasil
jawaban responden selanjutnya ditabulasi Label dan
dilakukan pembahasan secara deskriptif. Ukuran
deskriptif adalah pemberian angka, baik dalam jumlah
responden peserta nilai rata-rata jawaban responden
maupun persentase. Analisis data ini digunakan untuk
memberikan gambaran tentang pengaruh gaya
kepemimpinan, budaya organisasi, motivasi kerja, dan
program diklat terhadap kinerja karyawan dan kepuasan
kerja.

C. Analisis Statistik Inferensial: SEM


Analisis statistik inferensial memfokuskan pada biding
kajian analisis dan interpertasi data untuk menarik
kesimpulan. Analisis ini digunakan untuk menguji
hipotesis kajian yang telah ditetapkan dengan
menggunakan data sampel yang diperoleh. Metode Statitik
Inferensial yang digunakan dalam analisis data kajian adalah
Structural Equation Modeling (SEM). Alasan
menggunakan SEM pertimbangan bahwa hubungan
kausal yang dirumuskan dalam kajian ini menggunakan
model yang tidak sederhana yang berperan Banda yaitu
kinerja karyawan. Bentuk hubungan kausal seperti ini
membutuhkan analisis yang mampu menjelaskan secara
keseluruhan tentang hubungan tersebut sehingga metode
yang digunakan dalam kajian ini menggunakan SEM.

Page 123
Seno Andri, “Kepemimpinan dan Budaya Organisasi dalam Perusahaan”

Penggunaan SEM sebagai alat analisis didasarkan pada


alasan kerumitan model yang digunakan, keterbatasan
dari alat analisis multidimensial yang sering digunakan
dalam kajian kuantitatif, seperti multiple regression, & Tor
analysis, descriminant analysis serta lainnya. Kelemahan
alat analisis ini hanya dapat menganalisis satu hubungan
pada waktu yang sama. Dalam bahasa kajian
dinyatakan bahwa teknik analisis tersebut hanya dapat
menguji satu variabel dependen melalui beberapa
variabel independen. Pada kenyataannya, pihak
perusahaan dihadapkan pada situasi ada Iebih dari satu
variabel dependen yang harus saling dihubungkan untuk
diketahui derajat interrelasinya (Ferdinand, 2000). SEM
sebagai perluasan atau kombinasi dari beberapa teknik
multivariat.

Model persamaan struktural (SEM) merupakan


kumpulan teknik- teknik yang memungkinkan pengujian
sebuah rangkaian hubunganyang relatif, rumit secara
simultan. Hubungan yang rumit tersebut dapar berbentuk
antara satu atau beberapa variabel dependen dengan
satu atau beberapa variabel independen.
Masing-masing konstruks dibangun dari beberapa
variabel indikator (Ferdinand, 2000).

Data yang diperoleh dan responden yang dijadikan


sebagai sampel kajian melalui kuesioner yang disebarkan,
akan dianalisis dengan menggunakan Structural Equation
Modeling (SEM) berdasarkan program AMOS 6 dan SPSS
16. Program AMOS menunjukkan pengukuran masalah
yang struktural, dan digunakan untuk menguji model
hipotesis. Hal ini disebabkan adanya kemampuan
untuk memperkirakan koefisien yang diketahui dari
persamaan linier struktural, mengakomodasi model
yang merupakan variabel laten, mengakomodasi kesalahan

Page 124
Seno Andri, “Kepemimpinan dan Budaya Organisasi dalam Perusahaan”

pengukuran pada variabel dependen dan independen,


mengakomodasi peringatan simultan dan saling
ketergantungan.

Menurut Hair et al. (2002:07) menggunakan


Structural Equation Modeling memungkinkan
dilakukannya analisis terhadap serangkaian
hubungan secara simultan sehingga memberikan
efisien secara statistik. Ferdinand (2002:60)
mengemukakan bahwa SEM merupakan
sekumpulan teknik-teknik statistik yang
memungkinkan pengujian sebuah rangkaian
hubungan yang relatif rumit secara simultan. Model
struktural pada Structural Equation modeling
memungkinkan untuk melakukan estimasi atas
persamaan regresi yang berbeda tetapi terkait satu
sama lain secara bersama-sama. Keterkaitan ini
memungkinkan variabel tergantung pada suatu
hubungan berperan pula sebagai variabel bebas
pada hubungan selanjutnya, atau variabel yang sama
akan berpengaruh terhadap variabel tergantung
yang berbeda secara berbeda pula ( Hair et al,
2002:68).

Structural Equation Modeling memiliki


karakteristik utama yang membedakan dengan
teknik analisis multivaliat lainya. Pada SEM terdapat
estimasi hubungan ketergantungan ganda (multiple
dependence relationship) SEM juga memungkinkan
mewakili konsep yang sebelumnya tidak teramati
(unobserved concept) dalam hubungan yang ada dan
memperhitungkan kesalahan pengukuran
(measurement error).

Page 125
Seno Andri, “Kepemimpinan dan Budaya Organisasi dalam Perusahaan”

SEM digunakan untuk menguji hipotesis kajian. Pola


hubungan antar variabel yang akan diteliti merupakan
hubungan sebab akibat dari suatu atau beberapa variabel
independen pada suatu atau beberapa variabel dependen.

Dalam kajian ini terdapat beberapa bentuk hubungan


atau persamaan yang akan di uji, yaitu sebagai berikut:

1) Pengaruh antara gaya-gaya kepemimpinan (X1)


terhadap kinerja karyawan (Y1),
2) Pengaruh antara budaya organisasi (X2) terhadap
kinerja karyawan (X2).
3) Pengaruh terhadap motivasi kerja (X3) terhadap kinerja
karyawan (Y1).
4) Pengaruh antara program diklat (X4) terhadap kinerja
karyawan (Y1).
5) Pengaruh antara gaya-gaya kepemimpinan (X1)
terhadap kepuasan kinerja (Y2),
6) Pengaruh antara budaya organisasi (X2) terhadap
kepuasan kinerja (Y2),
7) Pengaruh antara motivasi kerja (X3) terhadap kepuasan
kerja (Y2),
8) Pengaruh antara program diklat (X4) terhadap
kepuasan kerja (Y2),
9) Pengaruh antara kinerja karyawan (Y1) terhadap
kepuasan kinerja (Y2).

Langkah-langkah pembentuk model persamaan


struktural (Hair, 2006) sebagai berikut:

Pengembangan Model Berbasis Teori


Langkah pengembangan model teoritis dilakukan
serangkaian eksplorasi ilmiah melalui telah pustaka guna
mendapatkan justifikasi atas model teoritis yang akan

Page 126
Seno Andri, “Kepemimpinan dan Budaya Organisasi dalam Perusahaan”

dikembangkan. SEM digunakan untuk mengkonfirmasi


model teoritis tersebur melalui data empirik. SEM
merupakan sebuah confirmatory technique, teknik ini
merupakan teknik menguji teori baru yang sudah
dikembangkan dan yang akan diuji lagi secara empiris.
Pengujian ini dapat dilakukan dengan mempergunakan
SEM, tetapi SEM tidak dipergunakan untuk membentuk
hubungan kualitas baru, melainkan dipegunakan untuk
menguji pengembangan kualitas yang sudah ada justifikasi
teorinya. Pada bab sebelumnya (bab tujuan pustaka) telah
dijelaskan mengenai pengembangan model barbasis teori.

Pengembangan Diagram Alur (Part Diagram)


Model teoritis yang telah dibangun pada tahap
pertama akan digambarkan dalam sebuah diagram jalur,
yang akan mempermudah untuk melihat
hubungan-hubungan kualitas yang akan diuji. Dalam
diagram alur, hubungan antar kontruksi akan dinyatakan
melalui anak panah, anak panah lurus menunjukan sebuah
hubungan kausal yang lansung antara satu konstruksi
denga konstruksi lainnya, sedangkan garis-garis lengkung
antar konstruk dengan anak panah pada setiap ujungnya
menunjukan korelasi antara konstruksi.

Pengukuran Hubungan antar Variabel dalam SEM


dinamakan Structural Model
Berdasarkan landasan teori maka dibuat diagram jalur
untuk SEM (Structural Model) sebagai berikut:

Page 127
Seno Andri, “Kepemimpinan dan Budaya Organisasi dalam Perusahaan”

Gambar 6. Diagram jalur untuk SEM

Konstruk yang dibangun seperti pada diagram jalur


diatas dapat dibedakan dalam dua kelompok variabel, yaitu:
variabel eksogen yang terdiri dari Gaya Kepemimpinan
(X1), Budaya Organisasi (X2), motivasi kerja (X3), dan
Program Diklat (X4), serta variabel endogen yang terdiri
dari variabel kinerja (Y1) dan kepuasan kerja (Y2), variabel
eksogen (exogenous variables) yang dikenal juga sebagai
source variable atau independent adalah variabel yang tidak
diprediksi oleh variabel lain dalam model. Variabel endogen
(endogeneous variables), yang dikenal juga sebagai variabel
dependent merupakan faktor-faktor yang diprediksi oleh
satu atau beberapa variabel eksogen maupun variabel
endogen lain. pada kajian ini, keempat variabel yaitu gaya
kepemimpinan (X1), Budaya Organisasi (X2), Motivasi Kerja
(X3), dan Program Diklat (X4), adalah variabel eksogen yang
menjadi source variable, jadi tidak ada keterkaitan antara
gaya kepemimpinan (X1), Budaya Organisani (X2), Motivasi
Kerja (X3), dan Program Diklat (X4), akan tetapi, keempat

Page 128
Seno Andri, “Kepemimpinan dan Budaya Organisasi dalam Perusahaan”

variabel eksogen itu gaya kepemimpinan (X1), Budaya


Organisasi (X2), Motivasi Kerja (X3), dan Program Diklat
(X4), berpengaruh terhadap kedua veriabel endogen yaitu
kinerja (Y1) dan Kepuasan Kerja (Y2).

Untuk mengukur variabel-variabel tersebut


dikembangkan indikator sebagai observeble variable
(manifest variable) berikut (dalam terminologi SEM,
unobserveble variable digambarkan dalam bentuk elips dan
obeserveble variable atau variabel manifest di gambarkan
dalam bentuk kotak/persegi). Latent variable dibentuk dari
indikatornya dengan menggunakan teknik Confirmatory
Factor Analysis dalam SEM, pengukuran indikator ke
variabel dinamakan meansurement model.

Konveksi diagram alur ke dalam persamaan struktural


dan model pengukuran. Persamaan yang didapat dari
diagram alur yang di konveksi terdiri dari:
1) Persamaan struktural (stuctural equation) yang
dirumuskan untuk menyatakan hubungan kualitas
antara berbagai kontruk. Variabel endogen = variabel
eksogen + variabel endogen + error.
2) Persamaan spesifik model pengukuran (measurement
model), dimana harus dibentuk variabel yang
mengukur konstruk yang menentukan serangkaian
matriks yang menunjukan korelasi yang dihipotesakan
antar kontruks.

Berdasarkan keterangan pemikiran yang telah


ditemukan pada bagian pendahuluan maka persamaan
struktural yang akan dicari dan diuji koefisiennya adalah
sebagai berikut: Y1 = Y1 X1 + Y2 X2 +Y3 X3 + Y4 X4 + S1 Y1
=Y5 X1 + Y6 X2 + Y7 X3 + Y3 X1 + B1 Y1 + S2

Page 129
Seno Andri, “Kepemimpinan dan Budaya Organisasi dalam Perusahaan”

Keterangan:

Y (Gama) = koefisien pengaruh variabel eksogen terhadap


variabel endogen

B (Beta) = koefisien pangaruh variabel endogen terhadap


variabel endogen.

S (Zeta) = alat model

Selain itu akan diketahui bita persamaan-persamaan


meansurement model dari masing- masing konstruks
(persamaan ini digunakan untuk menentukan variabeI
mana mengukur konstruk mana serta menetukan
serangkaian matrik yang menunjukkan antara konsruk atau
variabel) sebagai berikut: untuk variabel

Keterangan:

y (lambda) = loading faktor

d (delta) = galat pengukuran pada variabel manifest untuk


variabel eksogen

Page 130
Seno Andri, “Kepemimpinan dan Budaya Organisasi dalam Perusahaan”

€ (epsilon) = gelat pengukuran pada variabel manifest untuk


variabel endogen

Evaluasi Kriteria Goodness of Fit

Pada tahap ini dilakukan pengujian terhadap


kesesuaian model melalui telaah terhadap berbagai
kriteria Goodness of Fit. Berikut ini beberapa indeks
kesesuaian dan cut off value untuk menguji apakah sebuah
model dapar diterima atau ditolak.

1) X2= Chi-square statistik, dimana model dipandang


baik atau memuaskan bila nilai chi-squarenya
rendah. Semakin kecil nilai X2 semakin baik model
itu dan diterima berdasarkan probabilitas dengan
cur-off ralae sebesar p>0.05 atau a>0.10.

2) RMSEA (The root Mean Square error of


Approximation), yang menunjukkan goodness of fit
yang dapat diharapkan bila model diestimasi
dalam polulasi (Hair 1992:138). Nilai RMSEA yang
Iebih kecil atau sama dengan 0,08 merupakan
indeks untuk dapat diterimanya model yang
menunjukkan sebuah close fit dan model itu
berdasarkan degrees of freedom.

3) GFI (Goodness of fit Index), adalah ukuran non


statistikal yang mempunyai tentang nilai antara 0
(poor fit) sampai dengan 1.0 (perfect fit) Nilai yang
tinggi dalam indeks ini menunjukkan sebuah (batter
fit).

Page 131
Seno Andri, “Kepemimpinan dan Budaya Organisasi dalam Perusahaan”

4) AGFI (Adjusted Goodness of Fit Index), dimana


tingkat penerimaan yang direkomendasikan adalah
bila AGFI mempunyai nilai sama dengan atau lebih
besar dari 0,90

5) CMIN/DF, adalah The Minimum Sample


Discrepancy Function yang dibagi dengan Degree of
Freedom. CMIN/DF tidak lain adalah statistik
chi-square, X2 dibagi DFnya disebut X2 relatif bila
nilai relatif kurang dari 2.0 atau 3.0 adalah indikasi
dari acceptable fit antara model dan data.

6) TLI (Tucker lowis Index), merupakan incremental


index yang; membandingkan sebuah model yang
diuji terhadap sebuah base line model dimana nilai
yang direkomedasikan sebagai acuan untuk
diterimanya sebuah model adalah_> 0,95
(Ferdinand,2002) dan yang mendekati menunjukkan
a very good fit.

7) CFI (Comparative Fit index), dimana bila mendekati


1, mengindikasi tingkat fit yang paling tinggi
(Arbucle, 1997). Nilai yang direkomenclasikan
adalah CFI >-0,95.

Dengan demikian indeks-indeks yang digunakan


untuk menguji kelayakan sebuah model dapat diuji
dengan Kriteria Goodness of Fit, yaitu goodness of fit
index dan cut-of value sebagai berikut:

1) Goodness of fir index significaned probability, nilai


cut-of value adalah >-0.05.

2) Goodness of fit index RMSEA, nilai cut-of value


adalaf. <- 0.08.

Page 132
Seno Andri, “Kepemimpinan dan Budaya Organisasi dalam Perusahaan”

3) Goodness of Fit Index GFI nilai cut-of value adalah


>-2: 0.90.

4) Goodness of Fit Index AGF1. nilai cut-of value


adalah 0.90.

5) Goodness of fit index CMIN/DF, nilai cut-of value


adalah <-2.00.

6) Goodness of fit index TLI, nila, cut-of value adalah


>-0.95. 7). Goodnes of fit index CFI, nilai cut-of
value adalah >-0.95. Ferdinand (2002:61).

Pengujian Asumsi Model SEM

Prinsip uji hipotesis asumsi model, yaitu asumsi yang


berkaitan dengan model dan asumsi yang berkaitan
dengan pendugaan parameter dan pengujian hipotesis
yang dijelaskan berikut: 1). Asumsi linierasi yaitu asumsi
yang rnenghendaki semua hubungan berbentuk linier. Uji
linierasi untuk memeriksanya dapat dilakukan dengan
membuat diagram pencar (scatter diagram). Rujukan yang
digunakan adalah jika nilai Sig mode: Linter < 0.05 maka
asumsi linieritas tepenuhi, 2). Asumsi tidak adanya outlier
(percilan). Outlier merupakan observasi yang muncul
dengan nilai ekstrim secara multivariate karena kombinasi
karakteristik unit dan terlihat sangar jauh berbeda dari
observasi lainnya. Ourlier muncul dengan empat (4)
kategori berikut: a. Outlier muncul karena kesalahan
prosedur seperti kesaIahan dalam memasukkan data atau
kesalahan dalam mengkode data, b. Outlier muncul
karena lieadaan khusus yang memungkinkan profil data
menjadi lain. Tetapi pengkaji mempunyai penjelasan
mengenai apa yang menyebabkan munculnya nilai

Page 133
Seno Andri, “Kepemimpinan dan Budaya Organisasi dalam Perusahaan”

ekstrim tersebut, c. Ourlier muncul karena adanya


sesuatu alasan, tatapi tidak dapat diketahui perihal
penyebab munculnya ektrim itu, d. Outlier muncul dalam
tentang nilai yang ada, tetapi apabila dikombinasikan
dengan variabel lainnya. Kombinasinya menjadi tidak
lazim atau sangat ekstri, yang disebut dengan multivariable
outlier, maka menggunakan metode pengujian Mahalanobis
distance. 3).Asumsi normalitas sebaran, yaitu data yang akar
dianalisk (7ariabel latent) dengan menyebar normal (normal
ganda). Dengan sampel yang besar (100), asumsi ini tidak
terlalu landasannya adalah Dalil Limit Pusat (Cenral
Limit Thcorm), yaitu jika n (sample size) besar maka
statistik dari sampel tersebut akan mendekati distribusi
normal walaupun populitas dari mana sampel tersebut
diambil tidak terdistribusi normal.

Pengujian Model Struktural: Uji Hipotesis Kajian

Setelah model tersebut memenuhi syarat, maka yang


perlu dilakukan selanjutnya adalah uji regression weight/ loading
faktor. Uji ini dilakukan sam dengan uji terhadap regression
weght/ loading faktor/ koofisien model)

Pengujian ini dilakukan terhadap:

1. Hipotesis mengenai measurement model: parameter


lamda ( 入 ) yaitu parameter yang berkenan dengan
pengukuran variabel latent berdasarkan variabel
manifest (berkaitan dengan validitas instrumen)

Hipotesis yang di uji

Page 134
Seno Andri, “Kepemimpinan dan Budaya Organisasi dalam Perusahaan”

2. Hipotesis mengenai structural model (a).


Parameter Beta (β). Yaitu parameter pengaruh
variabel eksogen terhadap variabel endogen
dalam structural model. Hipotesis yang diuji; Ho: β=0
(tidak signifkan) H1: (β1=0 (signifkan). (b).
Parameter Gama. (y), yaitu parameter pengaruh
variabel endogen terhadap variabel endogen dalam
structural model Hipotesis yang diuji: Ho: y: = 0 ((tidak
signifikan) H1:Y1 +0 (signifkan).

Uji ini sama dengan uji t (uji parsial) dalam multiple


regression. Uji ini dilakukan dengan cara membandingkan nilai
t hitung denga t tabel, dengan ketentuan jika t hitung > tabel
berarti antara variabel tersebut berpengaruh signifikan dan jika
t hitung <- t tabel berarti antara variabel tersebut tidak
berpengaruh signifikan

Ferdinand (2002:75) menjelaskan bahwa t hitung identik


dengan C.R (critical ratio) yang diuji dengan nilai probabilitas p,
dimana jika p < 0,05 menunjukan pengaruh yang signifikan dan
jika p > 0,05 menunjukan tidak signifikan.

Page 135
Seno Andri, “Kepemimpinan dan Budaya Organisasi dalam Perusahaan”

BAB V

GAMBARAN ANALISA
PERUSAHAAN

Perusahaan Telekomunikasi sudah ada sejak masa Hindia


Belanda dan yang menyelenggarakan adalah pihak swasta.
Sedangkan perusahaan Telekomunikasi Indonesia (PT. X, Tbk)
sendiri juga termasuk bagian dari perusahaan tersebut yang
mempunyai bentuk badan usaha Post-en Telegragfienc dengan
Staatsblaad Nomor 52 Tahun 1884. Dan sejak Tahun 1905
perusahaan Telekomunikasi sudah berjumlah 38 perusahaan.
Namun setelah itu, pemerintah Hindia Belanda mengambil alih
perusahaan tersebut yang berdasar kepada Staatsblaad tahun
1906. Dan sejak itu berdirilah Post Telegraf en Telefoon Dients
(PTT-Dients). Perusahaan ini ditetapkan sebagai Perusahaan
Negara berdasar Staats blaad Nomor 419 Tahun 1927 tentang
Indonesia Bedrijven Weet (I.B.W Undang-Undang Perusahaan
Negara).

Perusahaan PTT tersebut bertahan sampai adanya


Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu)
Nomor 19 Tahun 1960 oleh Pemerintah Republik Indonesia,
tentang adanya persyaratan suatu Perusahaan Negara (PN).
Tetapi pada Tahun 1961 menurut Peraturan Pernerintah
Nomor 240 bahwa Perusahaan Negara dilebur menjadi

Page 136
Seno Andri, “Kepemimpinan dan Budaya Organisasi dalam Perusahaan”

Perusahaan Negara Pos dan Telekomunikasi yang dimuat dalam


pasal 2 I.B.

Namun pada Tahun 1965 Pemerintah membagi


perusahaan Pos dan Telekomunikasi menjadi dua bagian
yang berdiri sendiri yaitu Perusahaan Pos dan Giro (PN. Pos
dan Giro) serta Perusahaan Negara Telekomunikasi (PN.
Telekomunikasi) yang sudah diatur dalam Peraturan
Pemerintah No. 30 tahun 1965. Dan perusahaan tersebut
berkembang menjadi Perusahaan Umum (Perum).

Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 36


Tahun 1974 dinyatakan bahwa Perum
Telekomunikasi sebagai penyelenggara jasa
Telekomunikasi untuk umum baik
Telekomunikasi dalam negeri maupun luar negeri.

Perusahaan Umum (PERUM) Telekomunikasi


merupakan penyelenggara jasa telekomunikasi
untuk umum, baik hubungan telekomunikasi
dalam negeri maupun luar negeri. Tentang
hubungan telekomunikasi luar negeri saat itu
juga diselenggarakan oleh PT. Indonesia Satelite
Corporation (INDOSAT), yang masih berstatus
perusahaan asing yakni dari American Cable and
Radio Corp yaitu suatu perusahaan yang didirikan
berdasarkan peraturan negara bagian Delaware,
USA.

Seluruh saham PT. INDOSAT dengan modal


asing ini pada Tahun 1980 dibeli oleh Indonesia
dari American Cable and radio Corp. Pemerintah
mengeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 22
Tahun 1974 berdasarkan Peraturan Pemerintah
Nomor 53 Tahun 1980, Perumtel ditetapkan

Page 137
Seno Andri, “Kepemimpinan dan Budaya Organisasi dalam Perusahaan”

sebagai badan usaha yang berwenang


menyelenggarakan telekomunikasi untuk umum
dalam negeri dan INDOSAT ditetapkan sebagai
badan usaha penyelenggara telekomunikasi
umum untuk internasional.

Memasuki Repelita V, pemerintah merasakan


perlu percepatan pembangunan telekomunikasi
sebagai infrastruktur yang diharapkan dapat
memacu pembangunan sektor lainnya.
Berdasarkan Pemerintah Pemerintah Nomor 15
Tahun 1991, maka Perum dialihkan menjadi
Perusahaan Perseroan (persero). Mengantisipasi
era globalisasi, seperti diterapkannya
perdagangan bebas baik internasional maupun
regional, maka PT. X, Tbk pada Tahun 1995
melaksanakan 3 program besar,
Program-program tersebut adalah restrukturisasi
internal, penerapan KSO, dan persiapan Go
Public Internasional (international Public Offering).

Kronologi sejarah PT. X, Tbk dijelaskan


sebagai berikut:

1. Tahun 1882 sebuah badan usaha swasta


penyedia layanan pos dan telegrap dibentuk
pada masa pemerintah colonial Belanda.
2. Tahun 1906 Pemerintah Kolonial
Belanda membentuk sebuah jawatan
yang mengatur layanan pos dan
telekomunikasi yang diberi nama Jawatan
Pos, Telegrap dan Telepon (Post, Telegraph en
Telephone Dienst/PTT).

Page 138
Seno Andri, “Kepemimpinan dan Budaya Organisasi dalam Perusahaan”

3. Tahun 1945 Proklamasi Kemerdekaan


Indonesia sebagai Negara merdeka dan
berdaulat, lepas dari pemerintahan Jepang.
4. Tahun 1961 Status jawatan diubah menjadi
Perusahaan Negara Pos dan Telekomunikasi
(PN Postel).
5. Tahun 1965 PN Postel dipecah menjadi
Perusahaan Negara Pos dan Giro (PN Pos dan
Giro) dan Perusahaan Negara
Telekomunikasi (PN Telekomunikasi).
6. Tahun 1974 PN Telekomunikasi disesuaikan
menjadi Perusahaan Umun Telekomunikasi
(Perumtel) yang menyelenggarakan jasa
telekomunikasi nasional maupun
internasional.
7. Tahun 1980 PT. Indonesian Satellite
Corporation (INDOSAT) didirikan untuk
menyelenggarakan jasa telekomunikasi
internasional, terpisah dari Perumtel.
8. Tahun 1989 Undang- undang Nomor 3 Tahun
1989 tentang Telekomunikasi, tentang peran serta
swasta dalam penyelenggaraan Telekomunikasi.
9. Tahun 1991 Perumtel berubah bentuk menjadi
Perusahaan Perseroan (Persero). Telekomunikasi
Indonesia berdasarkan Peraturan Pemerintah No.
25 Tahun 1991.
10. Tahun 1995 Penawaran Umum perdana saham
PT. X, Tbk (Initial Public Offering) dilakukan pada
tanggal 14 November 1995. Sejak itu saham PT. X,
Tbk tercatat dan diperdagangkan di Bursa Efek
Jakarta (BEI), Bursa Efek Surabaya (BES), New
York Stock Exchange (NYSE) dan London Stock
Exchange (LSE). Saham PT. X juga diperdagangkan

Page 139
Seno Andri, “Kepemimpinan dan Budaya Organisasi dalam Perusahaan”

tanpa pencatatan (Public Offering Without Listing)


di Tokyo Stock Exchange.
11. Tahun 1996 Kerjasama Operasi (KSO) mulai
diimplementasikan pada 1 Januari 1996 di wilayah
Divisi Regional I Sumatra dengan mitra PT. Pramindo
Ikat Nusantara (Pramindo); Divisi Regional III Jawa
Barat dan Banten dengan mitra PT. Aria West
International (Aria West); Divisi Regional IV Jawa
Tengah dan DI Yogyakarta - dengan mitra PT. Mitra
Global Telekomunikasi Indonesia (MGTI); Divisi
Regional VI Kalimantan dengan mitra PT.
Dayamitra Telekomunikasi (Dayamitra); dan Divisi
Regional VII Kawasan Timur Indonesia-dengan mitra
PT. Bukaka Singtel.
12. Tahun 1999 Undang-undang 36/1999, tentang
penghapusan monopoli penyelenggaraan telekomunikasi.
13. Tahun 2001 KOM membeli 35% saham PT. X dan PT.
INDOSAT sebagai bagian dari implementasi
restrukturisasi industri jasa telekomunikasi di
Indonesia, yang ditandai dengan penghapusan
kepemilikan bersama dan kepemilikan silang antara
PT. X, Tbk dengan PT. INDOSAT. Dengan transaksi
ini, PT. X menguasai 72,72% saham Telkomsel. PT. X,
Tbk membeli 90,32% saham Dayamitra dan
mengkonsolidasikan laporan keuangan Dayamitra ke
dalam laporan keuangan PT. X, Tbk.
14. Tahun 2002 PT. X, Tbk membeli seluruh saham
Pramindo melalui 3 tahap, yaitu 30% saham pada saat
ditandatanganinya perjanjian jual-beli pada tanggal 15
Agustus 2002, 15% pada tanggal 30 September 2003 dan
55% saham pada tanggal 31 Desember 2004. PT. X, Tbk
menjual 12,72% saham Telkomsel kepada Singapore
Telecom. Dengan demikian PT. X, Tbk memiliki 65%
saham Telkomsel. Sejak Agustus 2002 terjadi duopoli
penyelenggaraan telekomunikasi lokal.

Page 140
Seno Andri, “Kepemimpinan dan Budaya Organisasi dalam Perusahaan”

Sejak 1 Juli 1995 PT. X, Tbk telah menghapus struktur


wilayah usaha telekornunikasi (WTTEL) dan secara de facto
meresmikan dimulainya era Divisi Network. Badan Usaha
utama dikelola oleh 7 divisi regional dan I divisi network- Divisi
regional menyelenggarakan jasa telekomunikasi di wilayah
masing-masing dan divisi network menyelenggarakan jasa
telekomunikasi jarak jauh luar negeri melalui pengoperasian
jaringan transmisi jalur utama nasional. Daerah regional PT. X,
Tbk mencakup wilayah-wilayah yang dibagi sebagai berikut:

1. Divisi Regional I, Sumatera;


2. Divisi Regional II, Jakarta dan sekitarnya;
3. Divisi Regional III, Jawa Barat;
4. Divisi Regional IV, Jawa Tengah dan Yogyakarta;
5. Divisi Regional V, Jawa Timur;
6. Divisi Regional VI, Kalimantan;
7. Divisi Regional VII, Kawasan Timur Indonesia (Sulawesi,
Bali, Nusa Tenggara, Maluku dan Papua).

Masing-masing divisi dikelola oleh suatu tim


manajemen yang terpisah berdasarkan prinsip desentralisaqsi
serta bertindak sebagai pusat investasi (Divisi Regional) dan
pusat keuntungan (Divisi Network), serta divisi lainnya
yang mempunyai keuntungan internal secara terpisah.
Divisi-divisi pendukung pendukung terdiri dari divisi
pelatihan, divisi properti, divisi system informasi.
Berdasarkan organisasi divisional ini, maka kantor pusat
diubah menjadi pusat biaya. Berlakunya kebijaksanaan
dekonsentrasi menjadikan jumlah SDM menjadi lebih sedikit.

Dalam rangka mewujudkan percepatan pembangunan


dan sekaligus mengatasi pendanaan, maka PT. X. Tbk
mengikut sertakan swasta dalam pembangunan
prasarana jaringan, penyediaan jasa khusus, dan
pelaksanaan operasi. Partisipasi swasta sampai saat ini

Page 141
Seno Andri, “Kepemimpinan dan Budaya Organisasi dalam Perusahaan”

dikenal dalam bentuk Pola Bagi Hasil (PBH), perusahaan


patungan dan Kerjasama Operasi (KSO).

Kerja Sama Operasi merupakan suatu organisasi


kemitraan yang tidak membentuk suatu badan hukum,
namun tetap sebagai suatu divisi PT. X, Tbk. Divisi KSO
dikelola oleh mitra KSO yang merupakan konsorsium
beberapa perusahaan dari dalam dan luar negeri. Masa
KSO ditetapkan selama 15 tahun dan pada akhir masa KSO
seluruh hak, kepemilikan dan kepentingan mitra KSO yang
berkaitan dengan sarana, atau jaringan baru dan semua
pekerja yang sedang berjalan dialihkan pada PT. X, Tbk.

Organisasi dalam arti badan adalah sekelompok orang


yang bekerja sama untuk mencapai suatu tujuan tertentu.
Sedangkan organisasi dalam arti struktur adalah gambaran
secara sistematis tentang hubungan kerjasama orang yang
terdapat dalam suatu badan dalam rangka mencapai tujuan
yang telah diterapkan.

Struktur organisasi yang terdapat pada PT. X, Tbk adalah


struktur organisasi yang berbentuk garis dan staff. Wewenang
tertimggi dalam organisasi dipegang oleh satu orang pimpinan
yang membawahi beberapa bagian sesuai fungsinya masing -
masing.

PT. X, Tbk Provinsi Riau yang tergabung dalam Divisi


Regional Wilayah I Sumatra Bisnis utamanya sampai saat ini
adalah menyediakan PSTN (Public Switch Telephone Network)
dan menyelenggarakan jasa rnelalui PSTN. Jenis jasa
telekomunikasi yang sudah beroperasi sampai Tahun 1999
adalah jasa telepon dalam negeri termasuk penyediaan
telepon umum baik kartu maupun koin, jasa interkoneksi
kepada penyelenggaraan telekomunikasi lain diantaranya
diperoleh dari PT. INDOSAT dan SATELINDO, jasa

Page 142
Seno Andri, “Kepemimpinan dan Budaya Organisasi dalam Perusahaan”

interkoneksi dari penyelenggaraan telekomunikasi


internasional dan STBS (sistem telepon bergerak selular),
jasa satelit, dan jasa lainnya berupa VSAT, e-mail, calling card,
telex, dan telegram.

Pada saat ini PT. X, Tbk telah menciptakan


telekomunikasi baru yang telah dirumuskan dengan
istilah ''The TeIkom Way 135” sebagai perusahaan besar
yang tengah menghadapi perubahan krisis. The Telkom
Way 135 ini merupakan ciptaan baru dan akan menjadi
perusahaan yang tengah menghadapi perubahan krisis dari
luar. Di dalam The Telkom Way 135 ini terkandung beberapa
unsur yang secara integral harus menjiwai insan telkom
yaitu:

1. Asumsi dasar yang disebut commited 2 u;


2. Nilai inti yang mencakup: a. Customer Value, b. Excellent
Service, c. Competent People,
3. Langkah perilaku untuk memenangkan persaingan
yang terdiri dari: a.Strech the goals, b.Simplify, c.
Involve everyone, d. Quality is my job, dan e. Reward the
Winners.

Adapun dalam mencapai kesuksesan untuk masa


sekarang maupun masa yang akan datang suatu
perusahaan harus mempunyai visi dan misi yang
digunakan dalam operasional perusahaan.

1. Visi dan misi Telkom adalah sebagai berikut: Visinya


To Become a Dominant Info Com Player in the Region.
Maksud dari visi ini adalah Telkom akan selalu
berupaya untuk menempatkan diri sebagai perusahaan
infocom yang mempunyai pengaruh dalam kawasan
Asia, terlebih lagi di kawasan Asia Pasifik. Sedangkan
misinya sebagai berikut: Managing Business Through

Page 143
Seno Andri, “Kepemimpinan dan Budaya Organisasi dalam Perusahaan”

Best Practices, Optimizing Superior Human Resources,


Competitive Technology and Syinergizing Bussiness
Partners. Maksud dari misi tersebut adalah: PT. X,
Tbk akan selalu mengelola bisnis melalui
praktek-praktek terbaik dengan mengoptimalkan
Sumber Daya Manusia yang unggul, penggunaan
teknologi yang kompetitif serta akan berusaha
membangun kommitmen yang menguntungkan
secara timbal balik dan saling mendukung secara
sinergis.
2. To Profide One Stop Services with Exellent Quality and
Competitive Price. Maksud dari misi tersebut di atas
adalah Telkom akan selalu menjamin bahwa
pelanggan harus mendapatkan pelayanan terbaik
yang berupa kemudahan, kualitas produk, dan
kualitas jaringan yang tentunyakesemuanya itu
didapat dengan harga yang kompetitif pula.

Struktur organisasi PT. X, Tbk Kandatel Riau adalah


struktur organisasi garis atau lini. Tipe organisasi hanya
mengenal satu pimpinan, di mana wewenang mengalir dari
pimpinan kepada bawahan melalui garis lurus, sedangkan
bawahan bertanggung jawab langsung kepada atasan sesuai
dengan bidangnya masing-masing.

Arah pertanggungjawaban dimulai dari pimpinan yang


paling tinggi. Bagi pimpinan yang bukan garis kewenangan
tidak berhak memerintah atau menerima
pertanggungjawaban pegawai bagian lain yang bukan
wewenangnya, dengan bentuk organisasi tersebut maka
setiap pimpinan mempunyai wewenang dan tanggung
jawab yang tegas.

PT. X, Tbk Kandatel Riau dalam menjalankan misinya


agar berhasil dan berjalan sebagaimana mestinya maka

Page 144
Seno Andri, “Kepemimpinan dan Budaya Organisasi dalam Perusahaan”

selalu mengembangkan karyawannya agar kompetitif


dengan cara mengadakan pendidikan dan pelatihan secara
kotinyu.

Karakteristik Responden Kajian

Responden kajian ini adalah karyawan PT, X, Tbk,


dengan ukuran sebesar 300 responden. Adapun
karakteristik responden yang akan digali adalah sebagai
berikut: (1) jenis kelamin, (2) usia, (3) pendidikan, (4) status
perkawinan, (5) lama bekerja, (6) jabatan, dan (7) unit kerja.

Karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin Laki-laki


sebanyak 261 orang atau 87.0% dan perempuan sebanyak
39 orang atau 13.0%, jurnlah keseluruhan dari karakteristik
responden jenis kelamin sebanyak 300 orang atau 100.0%.
Seno Andri, (2009).

1. Karakteristik Berdasarkan Jenis Kelamin

Dapat diketahui bahwa responden kajian yang berjenis


kelamin laki-Iaki memiliki jumlah yang lebih banyak, yaitu
261 orang atau 87%, perempuan yang berjumlah 39 orang
atau 13%. Hal ini mengindikasikan bahwa kecenderungan
karyawan yang bekerja di PT. X, Tbk Kandatel Riau
adalah laki-laki. Kenyataannya di Indonesia, laki-laki
sebagai kepala rurnah tangga lebih dituntut untuk bekerja
daripada perempuan.

2. Karakteristik Responden Berdasarkan Usia

Adapun karakteristik responden berdasarkan usia. Usia <30


Tahun sebanyak 6 orang atau 2,0%. usia 30-40 Tahun
sebanyak 25 orang atau 8,3%, usia 41-50 thn sebanyak 209
atau 69,7%, usia >50 Tahun sebanyak 60 orang atau 20,0%.

Page 145
Seno Andri, “Kepemimpinan dan Budaya Organisasi dalam Perusahaan”

Jumlah keseluruhan dari responden tersebut sebanyak 300


orang atau 100,0%. Seno Andri, (2009).

Melihat rentang usia responden nampak bahwa


mayoritas responden dalam kajian ini adalah pada kalangan
usia muda yaitu antara 41 hingga 50 Tahun sebanyak 209
orang atau 69,7%, dan usia 30 hingga 40 Tahun yaitu
sebanyak 25 orang atau 8,3%. Kajian ini didominasi oleh
kaum pekerja berusia produktif (41-50 Tahun). Dengan
demikian diharapkan situasi kerja yang akan diteliti
cenderung kondusif dengan mayoritas pekerja berusia
produktif.

1. Karakteristik Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan

Karakteristik responden berdasarkan tingkat pendidikan.


Tingkat pendidikan Sekolah Dasar sebanyak 14 orang atau
4,7%, SLTP sebanyak 31 orang atau 10,3%, SLTA sebanyak
128 arau 42,7%, Diploma sebanyak 93 atau 31,0%, Sarjana
sebanyak 34 atau 11,3%, jumlah keseluruhan sebanyak 300
orang atau 100,0%. Seno Andri, (2009).

Mayoritas responden berpendidikan SMA yaitu sebesar 128


orang atau 42,7%, yaitu sebanyak 93 orang atau 31,0%.
Tingginya pekerja yang berasal dari perguruan tinggi
(sebanyak 42.3% yaitu diploma dan sarjana) mengindikasikan
bahwa tingginya tingkat pengetahuan responden.
Sehingga diharapkan data kajian yang diperoleh oleh
responden benar - benar mencerminkan keadaan yang
sebenarnya.

2. Karakteristik Responden Berdasarkan Status Perkawinan

Karakteristik responden berdasarkan status perkawinan.


Belum menikah sebanyak 7 orang atau 2,3% menikah

Page 146
Seno Andri, “Kepemimpinan dan Budaya Organisasi dalam Perusahaan”

sebanyak 293 orang atau 97,7%, jumlah dari keseluruhan


sebanyak 300 orang atau 100.0%. Seno Andri, (2009).

Mayoritas responden telah menikah yaitu sebanyak 97,7%


atau 293 orang sedangkan sisanya yaitu 2,3% atau 7 orang
responden belum menikah.

3. Karakteristik Responden Berdasarkan Lama Bekerja

Karakteristik responden berdasarkan lama bekerja. Kriteria 0


– 5 Tahun sebanyak 13 orang atau 4,3%. 6 – 10 Tahun
sebanyak 16 orang atau 5,3%. 11 – 15 thn sebanyak 106 orang
atau 35,3%. 16 – 20 thn sebanyak 17 orang atau 5,7%. >20 thn
sebanyak 148 orang atau 49,3%. Jumlah keseluruhan atas
responden tersebut sebanyak 300 orang atau 100,0%. Seno
Andri, (2009).

Mayoritas responden telah bekerja antara 11 hingga 15 tahun,


yaitu ada sebanyak 35,3% atau 106 orang. 148 orang atau
40,3% telah bekerja dari 20 Tahun. Mayoritas responden telah
berpengalaman kerja lama (diatas 20 tahun), mengindikasikan
tingginya tingkat pemahaman responden terhadap
penilaian variabel kajian, dan dipastikan responden telah
mengikuti program diklat. Sehingga akan menjamin hasil
kajian ini sesuai dengan kenyataan yang sebenarnya terjadi.

4. Karakteristik Responden Berdasarkan Jabatan

Karakteristik responden berdasarkan jabatan. Kriteria


manajer sebanyak 44 orang atau 14,7%. Staf sebanyak 94
orang atau 31,3%. Non staf sebanyak 162 orang atau 4,0%.
jumlah responden tersebut sebanyak 300 orang atau 100,0%.
Seno Andri, (2009).

Dapat diketahui bahwa mayoritas responden memiliki


jabatan non staf yaitu 162 orang atau 54%, 31,3% atau 94

Page 147
Seno Andri, “Kepemimpinan dan Budaya Organisasi dalam Perusahaan”

orang sebagai staf dan hanya terdapat 14,7% atau 44 orang


yang memiliki jabatan sebagai manajer. Mayoritas
responden adlah non staf. Hal ini wajar adanya karna jumlah
non staf di dunia kerja cenderung lebih banyak dibandingkan
staf maupun manajer.

5. Karakteristik Responden Berdasarkan Unit Kerja

Karakteristik responden berdasarkan unit kerja. Kriteria


Marketing sebanyak 29 orang atau 5,3%. ophar jarakses
sebanyak 161 orang atau 54,4%. CSR sebanyak 47 orang atau
15,3%. Support sebanyak 49 orang atau 16,7%. Perencanaan
sebanyak 4 orang atau 1,3%. Keuangan sebanyak 10 orang
atau 3,0%, jumlah keseluruhan sebanyak 300 orang atau
100,0%. Seno Andri, (2009).

Dapat diketahui bahwa mayoritas responden bekerja pada


bagian Ophar jarakses yaitu sebanyak 163 orang atau 54,3%.

Analisis Statistik Deskriptif

Distribusi frekuensi tersebut diperoleh dari hasil tabulasi skor


jawaban responden. Uraian dari analisis statistik
deskriptif dari masing – masing variabel diuraikan
sebagai berikut:

A. Gaya Kepemimpinan (XI)

Gaya Kepemimpinan (XI) dalam kajian ini didefinisikan


sebagai persepsi individu yang mendasarkan pada dua
dimensi yaitu perhatian terhadap tugas (Concern for Task)
dan perhatian terhadap karyawan (Concern for People) telah
melahirkan teori gaya kepemimpinan yang terkenal
dengan The Blake and Mouton Managerial Grid. Berikutnya

Page 148
Seno Andri, “Kepemimpinan dan Budaya Organisasi dalam Perusahaan”

berkembang pula gaya kepemimpinan situasional yang


dikembangkan oleh Harsey dan Blanchard yang
kemudian Harsey dan Blanchard’s Situational Leadership Model.

Pengukuran terhadap variable gaya kepemimpinan ini


meliputi indikator-indikator: Gaya Kepemimpinan Otoriter
(X1.1). Gaya Kepemimpinan Demokratik (X1.2). dan Gaya
Kepemimpinan Bebas (X1.3).

Persepsi responden tentang gaya kepemimpinan dapat


dilihat dari Deskripsi Setiap Indikator Variabel Gaya
Kepemimpinan yaitu sebagai berikut:

1) Skor STS (1). Persentase dari XI.1 – 0.0, X1.2 – 0.0,X1.3 – 0.0.
2) Skor TS (2). Persentase dari XI.1 – 0.0, X1.2 – 0.0,X1.3 – 0.0.
3) Skor RR (3). Persentase X1.1- 3.0, X1.2 – 6.7, X1.3 – 8.3.
4) Skor S (4). Persentase dari X1.1 63.3, X1.2 – 49.0, X1.3 –
32.7.
5) Skor SS (5). Persentase dari X1.1 – 33.7, X1.2 – 44.3, X1.3
59.0.

Jumlah keseluruhan merata X1.1 – 4.31, X1.2 – 4.38, X1.3 –


4.51, dan jumlah rerata variable skor 4.40%. Seno Andri,
(2009).

Berdasarkan penjelasan tersebut dapat diketahui bahwa dari


300 orang responden yang diteliti secara umun, persepsi
karyawan terhadap variable Gaya Kepemimpinan (X1) berada
pada daerah sangat positif (skor rerata antara 4 dan 5) dengan
rata-rata skor 4.40 dan hal ini dinyatakan sangat baik, dan
tidak ada responden yang menjawab pada skala I (sangat
tidak setuju). Indikator yang memperoleh respon yang paling
tinggi adalah Gaya Kepemimpinan Demokratik (X1.3), berada
pada daerah positif yaitu dengan skor rata – rata4.51.
Kemudian disusul oleh indikator Gaya Kepemimpinan Bebas

Page 149
Seno Andri, “Kepemimpinan dan Budaya Organisasi dalam Perusahaan”

(X1.2), dengan rata – rata skor 4.38. Hal ini menggambarkan


setiap praktek manajemen SDM dalam organisasi harus
menyandarkan diri pada suatu asumsi bahwa setiap
individu memilki karakteristik tertentu dan pernimpin
berada pada situasi lingkungan tertentu yang mernbawa
konsekuensi adanya perbedaan dalam gaya kepemimpinan
dalam setiap organisasi.

B. Budaya Organisasi. (X2)

Budaya Organisasi (X2) dalam kajian ini didefenisikan sebagai


persepsi individu terhadap organisasional yang menginginkan
atau mengharapkan sesuatu dari setiap karyawan atas dasar
process-oriented versus results-oriented, employee-oriented
versus job-orrented, parochial versus professional, open system
versus closed system, right control versus loose control, dan
pragmatic versus normative emphasis towards clients.
Pengukuran terhadap variable Budaya Organisasi meliputi
indikator - indikator: orientasi pada kekuasaan (X2.1), orientasi
pada peran (X2.2), orientasi pada prestasi (X2.3), orientasi pada
dukungan (X2.4), dan orientasi pada lingkungan (X2.5)

1) Persepsi responden tentang budaya organisasi. Deskripsi


Indikator Variabel Budaya Organisasi yaitu sebagai
berikut: Skor STS (1). Persentase dari X2.1 – 0.0, X2.2 – 0.0,
X2.3 – 0.0, X2.4 – 0.0, X2.5 – 0.0.
2) Skor TS (2). Persentase dari X2.1 – 0.0, X2.2 – 2.0, X2.3 - 0.0,
X2.4 - 2.0, X2.5 – 0.0.
3) Skor RR (3). Persentase X2.1 - 8.7, X2.2 - 13.0, X2.3 - 13.3,
X2.4 - 12.7, X3.5 - 10.7.
4) Skor S (4) Persentase dari X2.1 - 65.0, X2.2 - 40.3, X2.3 -
56.7, X2.4 - 40.7, X2.5 – 51.3.
5) Skor SS (5). Persentase dari X2.1 - 26.3, X2.2 - 44.7, X2.3 -
30.0, X2.4 - 44.7, X2.5 - 38.0

Page 150
Seno Andri, “Kepemimpinan dan Budaya Organisasi dalam Perusahaan”

Jumlah keseluruhan rerata indikator skor X2.1 - 4.18, X2.2 -


4.28, X2.3 - 4.17, X2.4 - 4.27, X2.5 – 4.27, dan jumlah rerata
variabel skor 4.23%. Seno Andri, (2009).

Berdasarkan keterangan tersebut dapat diketahui bahwa dari


300 orang responden yang diteliti secara umum persepsi
karyawan terhadap variable Budaya Organisasi (X2) berada
pada daerah sangat positif (skor rerata antara 4 dan 5)
dengan rata – rata skor 4.23 dan hal ini dinyatakan sangat
baik, tidak ada yang menjawab pada skala 1 (sangat tidak
setuju) dan 2 (tidak setuju). Indikator yang memperoleh
respon yang paling tinggi adalah orientasi pada peran
(X2.2), berada pada daerah positif yaitu dengan skor
rata-rata 4.28. Kemudian disusul oleh indikator orientasi
pada lingkungan. (X2.5) yaitu dengan skor 4.27, dan
orientasi pada dukungan. (X2.4) dengan rata-rata skor
4.27. Indikator orientasi pada kekuasaan (X1.1) dengan
rata-rata skor 4.18. Orientasi pada prestasi (X1.3) yaitu
dengan skor 4.17. Hal ini menggambarkan setiap praktek
manajemen sumber daya manusia dalam organisasi
harus menyandarkan diri pada suatu asumsi bahwa
setiap individu memiliki karakteristik tertentu dan
organisasi berada pada situasi lingkungan tertentu yang
membawa konsekuensi adanya perbedaan budava dalam
setiap organisasi.

C. Motivasi (X3)

Motivasi secara operasional dalam kajian ini didefinisikan


sebagai sesuatu yang membuat orang bertindak atau
berperilaku dalam cara-cara tertentu Pengukuran terhadap
variable motivasi meliputi indikator-indikator: motivasi
kebutuhan pekerjaan (X3.1), penghargaan atas lingkungan
(X3.2), dan kebutuhan atas imbalan (X3.3).

Page 151
Seno Andri, “Kepemimpinan dan Budaya Organisasi dalam Perusahaan”

1) Persepsi responden tentang kepuasan kerja. Deskripsi


Setiap Indikator. Variabel Motivasi yaitu sebagai
berikut: Skor STS (1) Persentase dari X3.1 - 0.0, X3.2 -
0.0, X3.3 – 0.0
2) Skor TS (2). Persentase dari X3.1 - 2.0, X3.2 – 0.0, X3.3 –
0.0
3) Skor RR (3). Persentase X3.1 – 9.7, X3.2 - 5.7, X3.3 - 1.7
4) Skor S (4). Persentase dari X3.1 - 81.7, X3.2 - 45.0, X3.3 -
56.7
5) Skor SS (5). Persentase dari X3.1 - 6.7, X3.2 – 49.3, X3.3
- 41.7

Jumlah keseluruhan rerata indikator skor X3.1 - 3.93, X3.2


- 4.40, X3.3 - 4.44, dan jumlah rerata variable skor 4.26%.
Seno Andri, (2009).

Berdasarkan penjelasan tersebut dapat diketahui


bahwa dari 300 orang responden yang diteliti secara umum
persepsi karyawan terhadap variabel motivasi (X3) berada
pada daerah sangat positif (skor rerata antara 4 dan 5)
dengan rara-rata skor 4.26 dan hal ini dinyatakan sangat
baik. Indikator pembentuk variable kepuasan kerja yang
mempunyai respon paling tinggi adalah motivasi
kebutuhan atas imbalan (X3.3) dengan rata-rata skor 4.44,
disusul kemudian oleh indikator penghargaan atas
lingkungan (X3.2) dengan rata-rata skor 4.40, dan motivasi
kebutuhan pekerjaan (X3.1) dengan rata-rata skor 3.93.

Hal ini menunjukkan bahwa motivasi kerja


karyawan yang bekerja di PT. X, Tbk Riau didasarkan
orientasi akan imbalan yang akan diperoleh.

Page 152
Seno Andri, “Kepemimpinan dan Budaya Organisasi dalam Perusahaan”

D. Program Diklat (X4)

Program diklat dalam kajian dapat didefinisikan sebagai


kemampuan atau ability karyawan dapat dikembangkan
melalui kegiatan program pendidikan dan pe1atihan (diklat)
yang diberikan perusahaan, khususnya kemampuan (ability)
yang diperlukan perusahaan yang bersangkutan.
Pengukuran terhadap variable program diklat meliputi
indikator-indikator materi diklat (X4.1), kesesuaian metode
(X4.2), dan evaluasi penilaian peIaksanaan diklat (X4.3).

Persepsi responden tentang program diklat. Deskripsi


Setiap Indikator Variabel Program Diklat yaitu sebagai
berikut:

1) Sko STS (1). Persentase dari X4.1 - 0.0, X4.2 0.0, X4.3 - 0.0.
2) Skor TS (2). Persentase dari X4.1 - 2.0, X4.2 - 0.0, X4.3 -
0.0.
3) Skor RR (3). Persentase X4.1 - 1.0, X4.2 - 0.3, X4.3 - 0.3.
4) Skor S (4). Persentase dari X4.1 - 72.0, X4.2 - 44.0, X4.3 –
70.0.
5) Skor SS (5). Persentase dari X4.1 - 27.0, X4.2 - 55.7, X4.3 –
29.7.

Jumlah keseluruhan rerata indikator skor X4.1 - 4.26, X4.2 -


4.55, X4.3 - 4.29, dan jumlah rerata variable skor 4.37%. Seno
Andri,(2009).

Berdasarkan analisa diatas dapat diketahui bahwa dari


300 orang responden yang diteliti secara umum persepsi
karyawan terhadap variabel program diklat (X4) berada pada
daerah sangat positif (rerata skor antara 4 hingga 5) dengan
rata-rata skor 4.37 dan hal ini dinyatakan sangat baik. Indikator
yang memperoleh respon paling tinggi adalah kesesuaian
metode (X4.2) dengan rata-rata skor 4.55. Kemudian disusul

Page 153
Seno Andri, “Kepemimpinan dan Budaya Organisasi dalam Perusahaan”

oleh indikator evaluasi penilaian pelaksanaan diklat (X4.3)


dengan rata-rata skor 4.29, lalu indikator materi diklat
(X4.1) dengan rata-rata skor 4.26. Hal ini menggambarkan
meningkatnya keterampilan seseorang akan membawa
dampak pada kreativitas seseorang, sehingga dapat
menumbuhkan gagasan dan menghasilkan penemuan baru
berfikir secara kreatif dapat dipelajari dan dikembangkan
melalui pelatihan.

E. Kinerja (Y1)

Variabel kinerja yang digunakan dalam kajian ini


merujuk pada pandangan Cash and Fischer (1987), berarti
apa yang telah dihasilkan oleh individu karyawan.
Pengukuran terhadap variabel kinerja meliputi
indikator-indikator kualitas (Y1.1), kuantitas (Y1.2), Ketepatan
waktu (Y1.3), Efektivitas Biaya (Y1.4), Kebutuhan Pengawasan
(Y1.5), dan Dampak Individu (YI.6).

Persepsi responden tentang kinerja dari 300 orang


responden. Deskripsi Setiap Indikator Variabel Kinerja yaitu
sebagai berikut:

1) Skor STS (1), persentase dari Y1.1 - 0.0, Y1.2 - 0.0, Y1.3 - 0.0, Y1.4
- 0.0, Y1.5 - 0.0, Y1.6 - 0.0.
2) Skor TS (2), persentase dari Y1.1 - 0.0, Y1.2 - 0.0, Y1.3 - 0.0, Y1.4 -
0.0, Y1.5 - 0.0, Y1.6 - 0.0.
3) Skor RR (3), persentase dari Y1.1 – 0.0, Y1.2 - 1.3, Y1.3 - 2.0, Y1.4 -
0.7, Y1.5 - 0.7, Y1.6 - 0.3.
4) Skor S (4), persentase dari Y1.1 - 70.0, Y1.2 - 59.0, Y1.3 - 81.3,
Y1.4 - 11.7, Y1.5 - 54.3, Y1.6 – 60.3.
5) Skor SS (5), persentase dari Y1.1 - 29.3, Y1.2 - 39.7, Y1.3 -16.7,
Y1.4 - 87.7, Y1.5 - 45,0, Y1.6 - 39.3.

Page 154
Seno Andri, “Kepemimpinan dan Budaya Organisasi dalam Perusahaan”

Jumlah keseluruhan rerata indikator skor Y1.1 - 4.29, Y1.2 - 4.38,


Y1.3 - 4.15, Y1.4 - 4.87, Y1.5 - 4.44, Y1.6 - 4.39, dan jumlah rerata
variabel skor 4.42%. Seno Andri,(2009).

Berdasarkan penjelasan tersebut dapat diketahui


bahwa dari 300 orang responden yang diteliti secara umum
persepsi karyawan terhadap variable kinerja (Y1) berada
pada daerah sangat positif (rata-rata skor antara 4 hingga
5) dengan rata-rata skor 4.42 dan hal ini dinyatakan sangat
baik, tidak ada yang menjawab pada Skala (sangat tidak
setuju). Indikator yang memperoleh respon paling tinggi
cost effectiveness dengan rata-rata skor 4.87. Hal ini
menunjukkan bahwa kinerja karyawan yang menonjol
adalah adanya efektivitas dalam biaya untuk melaksanakan
pekerjaan.

F. Kepuasan Kerja. (Y2)

Variabel kepuasan kerja yang digunakan dalam kajian


ini merujuk pada pandangan model Pore dan Lawler
maksudnya adalah kepuasaan seseorang dalam bekerja
berasal dari perbuatan-perbuatannya vang dihargai dengan
imbalan tertentu. Pengukuran terhadap variabel
Kepuasan kerja ini meliputi indikator-
indikator bekerja sendiri (Y2.1), kepemimpinan (Y2.2),
kerjasama (Y2.3). kondisi kerja (Y2.4).

Persepsi responden tentang kepuasan kerja dari 300


orang responden. Deskripsi Setiap indikator Variabel
Kepuasan kerja yaitu sebagai berikut:

1) Skor STS (1), persentase dari Y2.1 - 0.0, Y2.2 - 0.0, Y2.3
- 0.0. Y2.4 - 0.0.
2) Skor TS (2), persentase dari Y2.1 - 0.0, Y2.2 - 0.0. Y2.3 -
0.0,Y2.4 - 0.0.

Page 155
Seno Andri, “Kepemimpinan dan Budaya Organisasi dalam Perusahaan”

3) Skor RR (3) persentase dari Y2.1 - 0.7, Y2.2 – 1.0, Y2.3 -


0.3, Y3.4 - 0.3.
4) Skor S (4) persentase dari Y2.1 - 36.0, Y2.2 - 43.7, Y2.3 -
55.0, Y2.4 - 65.3.
5) Skor SS (5), persentase dari Y2.1 - 63.3. Y2.2 - 55.3, Y2.3 -
44.7, Y2.4 – 34.3.

Jumlah keseluruhan rerata Indikator skor Y2.1 - 4.63, Y2.2 -


4.54, Y2.3 - 4.44, Y2,4 - 4.34, dan jumlah rerata variabel
skor 4.49%, Seno Andri, (2009).

Berdasarkan penjelasan tersebut dapat diketahui


bahwa dari 300 orang responden yang diteliti secara
umum persepsi karyawan terhadap variable kepuasan
kerja (Y2) berada pada daerah sangat positif (rata-rata
skor antara 4 hingga 5) dengan rata-rata skor 3.99, dan hal ini
dinyatakan sangat baik, tidak ada yang menjawah pada
skala 1 dan 2. Indikator yang memperoleh respon paling
tinggi bekerja sendiri (Y2.1) dengan rata-rata skor 4.63,
kepemimpinan (Y2.3) dengan rata-rata skor 4.54, kerjasama
(Y2.4), dengan skor 4.44, kemudian disusul oleh kondisi
kerja (Y2.4), dengan rata-rata skor 4.34. Hal ini
menunjukkan bahwa Kepuasan kerja merupakan
diindikasikan paling besar dengan adanva bekerja
sendirian.

Uji Validitas dan Reliabilitas Instrumen dalam SEM

Pengujian validitas dan reliabilitas instrumen


dilakukan dengan analisis faktor konfirmatori (CFA),
hasilnya secara lengkap disajikan pada lampiran 5. Seperti
telah dikemukakan di bab terdahulu bahwa instrument
kajian disebut valid unidimensional jika nilai GFI > 0,90
(Jorskog 8t Sorbom, 1989; Ferdinand, 2002). Dan reliable

Page 156
Seno Andri, “Kepemimpinan dan Budaya Organisasi dalam Perusahaan”

jika nilai construct reliability (Pη) > 0,70 (Nunally &


Bernstein, 1994; Ferdinand, 2002).

Hasil pengujian validitas dan reliabilitas instrumen


untuk masing-masing variable adalah sebagai berikut:

1) Variabel gava kepemimpinan (X1), GFI sebesar 1.000 dan


construct reliability 0.736.
2) Variabel budaya organisasi (X2), GFI sebesar 0.915 dan
construct reliability 0.715.
3) Variable motivasi (X3), GFI sebesar 1.000 dan construct
reliability 0.723.
4) Variabel program diklat (4), GFI sebesar 1.000 dan
construct reliability 0.748.
5) Variabel kinerja (Y1), GFI sebesar 0.955 dan construct
reliability 0.844.
6) Variabel kepuasan kerja (Y2), GFI sebesar 0.982 dan
construct reliability 0.786. Seno Andri,(2009).

Hasil pengujian validitas dan reliabilitas instrumen


pada penjelasan tersebut menunjukkan bahwa seluruh
variabel di atas adalah valid karena nilai GFI di atas 0,9, dan
reliabel karena nilai construct reliability di atas 0,7.

Hasil Pengujian Asumsi SEM

Terdapat beberapa pengujian asumsi yang dilakukan


dalam SEM, yaitu normalitas dan linieritas.

A. Uji Normalitas

Asumsi normalitas multivariate diuji dengan bantuan


software AMOS 6 pada lampiran, menunjukkan bahwa
asurnsi normalitas multivariate tidak terpenuhi karena
dengan nilai kritis Zherung α 5% adalah sebesar 4,619
dan hampir seluruh nilai critical ratio(cr)skewness

Page 157
Seno Andri, “Kepemimpinan dan Budaya Organisasi dalam Perusahaan”

>1,96. Namun demikian, berdasarkan dalil limit pusat


jika sampel semakin besar maka statistic akan
berdistribusi normal. Dengan besar sampel n = 300,
maka data pada studi disertasi ini dipandang sudah
memenuhi dalil limit pusat, sehiugga asumsi
normalitas data tidak bersifat kritis dan dapat diabaikan.

B. Uji Outlier

Untuk menguji ada tidaknya outlier, dapat dilihat


dengan mahalanobis distance (Md). Mahalanobis distance
adalah suatu jarak yang mengukur jauh dekatnya titik
pusat data "rata-rata" dengan masing-masing titik observasi.
Dalam kasus ini titik observasi adalah nomor kuisioner dari
responden. Pemeriksaan terhadap outliers multivariat
dilakukan menggunakan kriteria mahalanobis pada tingkat
p<0.001. Mahalanobis distance dievaluasi menggunakan
pada derajat bebas sebesar banyaknya indikator yang
digunakan yaitu = 24 di mana dari table statistik diperoleh
= 72.28. Kaidah pengambilan keputusan, jika Md dari titik
obeservasi > 72.28 maka dikatakan bahwa titik observasi
itu adalah outlier, sedangkan jika Md dari titik observasi <
72.28 maka dikatakan bahwa titik observasi itu bukan suatu
outlier.

Dari tabel Mahalanobis distance dapat dilihat bahwa titik


observasi yang paling jauh adalah titik ke 2 dengan nilai Md -
66.548.

Jika dibandingkan dengan nilai = '72.28 maka


nilai Md titik ke-2 < 72.28, maka disimpulkan bahwa seluruh
data bukan merupakan outlier, seliingga asumsi tidak
terjadinya outlier pada data dapat dipenuhi.

Page 158
Seno Andri, “Kepemimpinan dan Budaya Organisasi dalam Perusahaan”

C. Uji Linieritas

Pengujian asumsi linieritas dilakukan dengan metode


Curve Fit, dihitung dengan bantuan software SPSS. Rujukan
yang digunakan adalah prinsip parsimony, yaitu bilamana
seluruh model yang digunakan sebagai dasar pengujian
signifikan atau nonsignifikan berarti model dikatakan linier.
Spesifikasi model yang digunakan sebagai dasar pengujian
adalah model linier, kuadratik, kubik, invers, logaritmik,
power, compound, growth, dan eksponensial.

Sedangkan secara ringkas Hasil Pengujian Asumsi


Linieritas disajikan sebagai berikut:

1) Variabel bebas - gaya kepemimpinan (X1), variabel terikat -


kinerja (YI).
2) Variabel bebas - budaya organisasi (X), variabel terikat –
kinerja (Y1).
3) Variabel bebas – motivasi (X3), variabel terikat – kinerja
(Y1).
4) Variabel bebas - program diklat (X4), variable terikat –
kinerja (Y1).
5) Variabel bebas – gaya kepemimpinan (X1), variable terikat -
kepuasan kerja (Y2).
6) Variabel bebas - budaya organisasi (X2), variabel terikat -
kepuasan kerja (Y2).
7) Variabel bebas - motivasi (X3), variabel terikat - kepuasan
kerja (Y2).
8) Variabel bebas – program diklat variabel terikat kepuasan
kerja (Y2).
9) Variabel bebas - kinerja (Y1), variabel terikat - kepuasan
kerja (Y2). Hasil pengujian (α = 0,05) dari semua variabel
X1,X2,X3,X4,XI,X2,X3,Y1 adalah model linier signifikan
dan X4 adalah semua model non signifikan untuk semua

Page 159
Seno Andri, “Kepemimpinan dan Budaya Organisasi dalam Perusahaan”

keputusan dari variabel tersebut adalah linier. Seno Andri,


(2009).

Pengujian Goodness of Fit Model SEM

Model teoritis pada kerangka konseptual kajian,


dikatakan fit jika didukung oleh data empiris. Hasil pengujian
goodness of fit overall model, guna mengetahui apakah model
hipotetik didukung oleh data empirik hipotesis jalur-
jalur pengaruh langsung juga dapat dilihat pada diagram jalur
berikut.

Gambar 7. Diagram jalur Pengujian Goodness Of Fit Overall

Page 160
Seno Andri, “Kepemimpinan dan Budaya Organisasi dalam Perusahaan”

Hasil Pengujian Goodness Of Fit Overall Model adalah


sebagai berikut: 1.kriteria khi kuadrat – cut – of value kecil -
hasil model577.257 yaitu model kurang baik. 2. kriteria
p-value - cut-of value ≥ 0,05 – hasil model 0.000 yaitu model
kurang balk. 3. Kriteria CMIN/DF - cut-of value ≤ 2,00 - hasil
model 2.376 yaitu model kurang balk. 4. Kriteria GFI - cut-of
value ≥ 0,90 – hasil model 0.841 yaitu model kurang baik. 5.
Kriteria AGFI - cut-of value > 0,90 - hasil model 0.804 yaitu
model kurang baik. 6. Kriteria TLI - cut-of value ≥ 0,95 - hasil
model 0.776 yaitu model kurang haik. 7. Kritera CFI - cut-of
value ≥ 0,95 - hasil model 0.745 yaitu model kurang baik. 8.
Kriteria RMSEA - cut-of value ≤ 0,08 hasil model 0.068 yaitu
model baik. Seno Andri,(2009).

Hasil pengujian Goodness of Fit Overall berdasarkan


penjelas tersebut dapat disimpulkan bahwadari ketujuh
kriteria tidak semuanya menunjukkan model baik, akan
tetapi jika dilihat nilai RMSEA telah memenuhi nilai cut off
Oleh karena itu model layak uutuk digunakan.

Pengujian Measurement Model SEM

Dalam SEM, measurement model diukur identik


dengan nilai loading factor dalam Analisis Faktor
Konfirmatori, di mana nilai ini diperoleh dari nilai
standardize coefficient hasil output AMOS (Analysis of
Moment Structure). Nilai loading factor menunjukkan
bobot dari setiap indikator sebagai pengukur dari
masing-masing variabel. Indikator dengan loading factor besar
menunjukkan bahwa indikator tersebut sebagai pengukur
variabel yang terkuat (dominan).

Page 161
Seno Andri, “Kepemimpinan dan Budaya Organisasi dalam Perusahaan”

A. Variabel Gaya Kepemimpinan (X1)

Hasil analisis factor konfirmatori terhadap


indikator-indikator dari variabel Gaya Kepemimpinan (X1)
dapat dilihat pada hasil Pengujian Indikator Pembentuk
Variabel Gaya Kepemimpinan (X1) sebagai berikut: I).
Indikator X1.1 standardize 0.544, p-value <0.001. 2).
Indikator X1.2, standardize 0.627, p-value <0.001 3). Indikator
X1.3, standardize 0.824, p-value fik. Seno Andri, (2009).

Ketiga indikator tersebut signifikan membentuk


variabel Gaya Kepemimpinan (X1) dan diperoleh bahwa
indikator ketiga (demokratik) yang paling dominan
membentuk variabel Gaya Kepemimpinan (X1).

B. Variabel Budaya Organisasi (X2)

Hasil analisis factor konfirmatori terhadap


indikator-indikator dari variabel Budaya Organisasi (X2)
dapat dilihat pada hasil Pengujian Indikator Pembentuk
Variabel Budaya Organisasi (X2) sebagai berikut:

1) Indikator X2.1 standardize 0.575. p-value fik.


2) Indikator X2.2, standardize 0.545, p-value <0.001.
3) Indikator X2.3. standardize 0.591, p-value <0.001.
4) Indikator X2.4, standardize 0.516, p-value <0.001.
5) Indikator X2.5. Standardize 0.587, p-value <0.001.
Seno Andri, (2009).

Berdasarkan penjelasan tersebut dapat diketahui bahwa


kelima indikator tersebut signifikan rnembentuk variabel
Budaya Organisasi (X2) dan diperoleh bahwa indikator
ketiga yang paling dominan yaitu indikator orientasi
pada prestasi membentuk variabel Budaya Organisasi (X2).

Page 162
Seno Andri, “Kepemimpinan dan Budaya Organisasi dalam Perusahaan”

C. Variabel Motivasi (X3)

Hasil analisis factor konfirrmatori terhadap


indikator-indikator dari variabel Motivasi (X3) dapat
dilihat pada Hasil Pengujian Indikator Pernbentuk Variabel
Motivasi (X3) sebagai berikut: 1). Indikator X3.1 standardize
0.460, p-value <0.001. 2) Indikator X3.2 standardize 0.915,
p-value <0.001. 3). Indikator X3.3 standardize 0.507, p-value
fik. Seno Andri, (2009).

Ketiga indikator tersebut signifikan membentuk


variabel Motivasi (X3) dan diperoleh bahwa indikator
kedua yaitu pengharapan atas lingkungan kerja yang paling
dominan membentuk variabel Motivasi (X3).

D. Variabel Program Diklat (X4)

Hasil analisis faktor konfirmatori terhadap


indikator-indikator dari variabel Program Diklat (X4)
dapat dilihat pada Hasil Pengujian Indikator Pembentuk
Variabel Program Diklat (X4) sebagai berikut:

1) Indikator X4.1, standardize 0.717, p-value <0.001.


2) Indikator X4.2, standardize 0.567, p-value <0.001.
3) Indikator X4.3, standardize 0.655, p-value fik.
Seno Andri; (2009).

Berdasarkan penjelasan diatas dapat diketahui bahwa


ketiga indikator tersebut signifikan membentuk variabel
Program Diklat (X4) dan diperoleh bahwa indikator
pertarna yaitu materi diklat yang paling dominan
membentuk variabel Program Diklat (X4).

Page 163
Seno Andri, “Kepemimpinan dan Budaya Organisasi dalam Perusahaan”

E. Variabel Kinerja (Y1)

Hasil analisis factor konfirmatori terhadap


indikator-indikator dari variabel Kinerja (Y1) dapat dilihat
pada Hasil Pengujian Indikator Pembentuk Variabel Kinerja
sebagai berikut.

1) Indikator Y1.1, standardize 0.470, p-value <0.001.


2) IndikatorY1.2, standardize 0.480, p-value fik.
3) Indikator Y1.3, standardize 0.622, p-value <0.001.
4) Indikator Y1.4, standardize 0.491, p-value <0.001.
5) Indikator Y1.5, standardize 0.487, p-value <0.001.
6) Indikator Y1.6, standardize 0.529, p-value <0.001.
Seno Andri. (2009)

Keenam indikator tersebut signifikan membentuk


variabel Kinerja (Y1) dan diperoleh bahwa indikator ketiga
yaitu ketepatan waktu yang paling dominan mernbentuk
variabel Kinerja (Y1).

F. Variabel Kepuasan Kerja (Y2)

Hasil analisis factor konfirmatori terhadap


indikator-indikator dan variabel Kepuasan kerja (12) dapat
dilihat pada Hasil Pengujian Indikator Pembentuk
Variabel Kepuasan kerja (Y2) sebagai berikut:

1) Indikator Y2.1 standardize 0.518, p-value fik.


2) Indikator Y2.2, standardize 0.633, p-value <0.001.
3) Indikator Y2.3, standardize 0.668, p-value <0.001.
4) Indikator Y2.4, standardize 0.572, p-value <0.001.
Seno Andri. (2009).

Keempat indikator tersebut signifikan membentuk


variabel Kepuasan kerja (Y2) dan diperoleh bahwa

Page 164
Seno Andri, “Kepemimpinan dan Budaya Organisasi dalam Perusahaan”

indikator ketiga yaitu kerjasama yang paling dominan


membentuk variabel Kepuasan kerja (Y2).

Pengujian Model Struktural dalam SEM

Pengujian model structural dalam SEM identik


dengan pengujian hipotesis kajian berdasarkan hasil
analisis SEM. Hasil pengujian hipotesis jalur-jalur pengaruh
langsung juga dapat dilihat pada Gambar 5.8 diagram jalur
berikut:

Gambar 8. Diagram jalur Hasil Pengujian Hipotesis

Keterangan:
Garis warna merah menyatakan jalur non signifikan

Dari diagram jalur di atas dapat dilihat hasil


pengujian hipotesis berdasarkan hasil analisis SEM,
sebagaimana disajikan pada Hasil Pengujian Pengaruh
Langsung dalam SEM sebagai berikut:

Page 165
Seno Andri, “Kepemimpinan dan Budaya Organisasi dalam Perusahaan”

1) Variabel bebas gaya kepemimpinan (X1), variabel terikat –


kinerja (Y1) koef jalur 0.279. p-value 0.001, yaitu
signifikan.
2) Variabel bebas – budaya organisasi (X2), variabel terikat -
kinerja (Y1), koef. Jalur 0.257, p-value 0.003 yaitu
signifikan.
3) Variabel bebas - motivasi (X3), variabel terikat – kinerja (Y1),
koef. Jalur 0.212, p-value 0.007, yaitu signifikan.
4) Variabel bebas - program diklat (X4), variabel terikat – kinerja
(Y1), koef. Jalur 0.256, p-value 0.003 yaitu signifikan.
5) Variabel babas – gaya kepemimpinan (X1), variabel terikat -
kepuasan kerja (Y2). Koef. Jalur 0.192, p-value 0.023 yaitu
signifikan.
6) Variabel bebas – budaya organisasi (X2), variabel terikat
kepuasan kerja (Y2), koef. Jalur 0.232, p-value 0.009 yaitu
signifkan.
7) Variabel bebas motivasi (X3), variabel terikat – kepuasan
kerja (Y2), koef. Jalur 0.191, p-value 0.015 yaitu signifikan.
8) Variabel bebas – program diklat (X4), variabel terikat –
kepuasan kerja (Y2), koef. Jalur 0.074, p-value 0.372 yaitu
non signifikan.
9) Variabel bebas – kinerja (Y1), variabel terikat – kepuasan
kerja (Y2), koef. Jalur 0.236, p-value 0.025 yaitu
signifikan. Seno Andri, (2009).

Berikutnya disajikan pengaruh tidak langsung (indirect


effect). Pengaruh tidak langsung diperoleh dari hasil kali
antara dua pengaruh langsung. Jika kedua pengaruh
langsung yang membentuk pengaruh tidak langsung adalah
signifikan maka pengaruh tidak langsung tersebut juga
signifikan. Sebaliknya jika salah satu atau kedua pengaruh
langsung yang membentuk pengaruh tidak langsung adalah
nonsignifikan, maka pengaruh tidak langsung tersebut juga
nonsignifikan.

Page 166
Seno Andri, “Kepemimpinan dan Budaya Organisasi dalam Perusahaan”

Hasil pengujian pengaruh tidak langsung disajikan


sebagai berikut:

1) Variabel bebas - gaya kepemimpinan (XI), variabel terikat


– kepuasan kerja (Y2), variabel perantara – kinerja (Y1),
koef. Jalur 0,000025 yaitu signifikan.
2) Variabel bebas - budaya organisasi (X2), Variabel terikar –
kepuasan kerja. (Y2), variabel perantara kinerja (Y1), koef.
Jalur 0.000075 yaitu signifikan.
3) Variabel bebas motivasi (X3), variabel terikat – kepuasan
kerja (Y1), variabel perantara – kinerja (Y1), koef Jalur
0.000075 yaitu signifikan.
4) Variabel bebas – program diklat (X4), variabel terikat –
kepuasan kerja kinerja (Y1), variabel perantara – kinerja
koef. Jalur 0.000025 yaitu signifikan.
Seno Andri. (2009).

Pengujian hipotesis yang telah diajukan dalam kajian


ini akan diukur dengan kriteria sebagai berikut:

1) Jika koefisien regresi standar tidak bernilai nol, maka


terdapat pengaruh variabel independen terhadap
variabel dependen Sebaliknya jika nilai koefisien regresi
standar bernilai sama dengan nol, maka tidak terdapat
pengaruh variabel independen terhadap variabel
dependen;
2) Jika nilai signifikansi uji t lebih kecil dari taraf nyata 5%(≤
0,05) maka pengaruh langsung adalah signifikan,
sebaliknya jika nilai signifikansi uji t lebih besar dari taraf
nyata 5%(≤ 0,05) maka pengaruh langsung adalah tidak
signifikan;
3) Jika tanda hubungan antara variabel independen dengan
dependen adalah positif, maka arah hubungannya adalah
semakin meningkat variabel independen, maka akan
semakin meningkat pula variabel dependen. Sebaliknya jika

Page 167
Seno Andri, “Kepemimpinan dan Budaya Organisasi dalam Perusahaan”

tanda hubungan adalah negatif, maka arah hubungannya


adalah semakin meningkat variabel independen, maka
akan semakin menurun variabel dependen.

Berdasarkan penjelasan-penjelasan dan Gambar 5.8.


diperoleh hasil pengujian hipotesis kajian sebagai berikut:

1) Gaya Kepemimpinan (XI) akan mampu mendorong


peningkatan Kinerja (Y1) dapat diterima. Diperoleh
koefisien jalur pengaruh langsung 0.279 dan p-value 0.001
atau p-value < 5%. Mengingat koefisien jalur bertanda
positif (0.279), berarti hubungan kedua variabel ini
adalah positif, artinya semakin tinggi Gaya
Kepemimpinan (X1), maka semakin tinggi pula Kinerja
(Y1),
2) Budaya Organisasi (X2) akan mampu mendorong
peningkatan Kinerja (Y1) dapat diterima. Diperoleh
koefisien jalur pengaruh langsung 0.257 dan p-value 0.003
atau p-value < 5%. Mengingat koefisien jalur bertanda
positif (0.257), berarti hubungan kedua variabel ini
adalah positif, artinya semakin tinggi Budaya Organisasi
(X2), maka semakin tinggi pula Kinerja (Y1),
3) Motivasi (X3) Akan mampu mendorong peningkatan kinerja
(Y1) dapat diterima. Diperoleh koefisien jalur pengaruh
langsung 0.212 dan p-value 0.007 atau p-value < 5%.
Mengingat koefisien jalur bertanda positif (0.279), berarti
hubungan kedua variabel ini adalah positif, artinya
semakin tinggi Motivasi (X3), maka semakin tinggi pula
Kinerja (Y1),
4) Program Diklat (X4) akan mampu mendorong peningkatan
Kinerja (Y1) dapat diterima. Diperoleh koefisien jalur
pengaruh langsung 0.256 dan p-value 0.003 atau p-value
< 5%. Mengingat koefisien jalur bertanda positif
(0.256), berarti hubungan kedua variabel ini adalah
positif, artinya semakin tinggi Program Diklat (X4),

Page 168
Seno Andri, “Kepemimpinan dan Budaya Organisasi dalam Perusahaan”

maka semakin tinggi pula Kinerja (Y1). Berarti terdapat


pengaruh positif semakin baik pelaksanaan diklat maka
semakin baik kinerja yang akan diberikan nantinya,
5) Gaya Kepemimpinan (X1) akan mampu mendorong
peningkatan Kepuasan kerja (Y2) dapat diterima. Diperoleh
koefisien jalur pengaruh langsung 0.192 dan p-value 0.023
atau p-value < 5%. Mengingat koefisien jalur bertanda
positif (0.192), berarti hubungan kedua variabel ini adalah
positif. artinya semakin tinggi Gaya Kepemimpinan (XI),
maka semakin tinggi pula Kepuasan kerja (Y2),
6) Budaya Organisasi (X2) akan mampu mendorong peningkatan
Kepuasan kerja (Y2) dapat dterima. Diperoleh koefisien
jalur pengaruh langsung 0.232 dan p-value 0.009 atau
p-value < 5%. Mengingat koefisien jalur bertanda
positif (0.232), berarti hubungan kedua variabel ini adalah
positif, artinya semakin tinggi Budaya Organisasi (X2),
maka semakin tinggi pula Kepuasan kerja (Y2),
7) Motivasi (X3) akan mampu mendorong peningkatan
Kepuasan kerja (Y2) dapat diterima. Diperoleh koefisien
jalur pengaruh langsung 0.191 dan p-value 0.015 atau
p-value < 5%. Mengingat koefisien jalur bertanda positif
(0.191), berarti hubungan kedua variabel ini adalah positif,
artinya semakin tinggi Motivasi (X3), maka semakin tinggi
pula Kepuasan kerja (Y2). Artinya adalah dengan motivasi
yang baik akan rnenghasilkan tingkat kepuasan yang baik
pula,
8) Program Diklat (X4) akan mampu mendorong peningkatan
Kepuasan kerja (Y2) tidak dapat diterima atau ditolak.
Diperoleh koefisien jalur pengaruh langsung 0.074 dan
p-value 0.372 atau p-value > 5%. jika melihat hasil analisis
pengaruh tidak langsung variabel Program Diklat (X4)
terhadap Kepuasan Kerja (Y2) melalui Kinerja (Y1)
diperoleh koefisien jalur pengaruh tidak langsung sebesar
0.00075. Karena kedua pengaruh langsung yang
membentuk pengaruh ridak langsung yaitu (1). pengaruh

Page 169
Seno Andri, “Kepemimpinan dan Budaya Organisasi dalam Perusahaan”

Program Diklat (X4) terhadap Kinerja (Y1) adalah


signifikan, dan (2) pengaruh Kinerja (Y1) terhadap
Kepuasan Kerja (Y2) adalah signifikan, maka pengaruh
ridak langsung juga signifikan, maka hipotesis bahwa
"Program Diklat (X4) berpengaruh tidak langsung
terhadap Kepuasan Kerja (Y2) melalui Kinerja (Y1)" dapat
diterima.
9) Kinerja (Y1) akan mampu rnendorong peningkatan
kepuasan kerja (Y2) dapat diterima. Diperoleh koefisien
jalur pengaruh langsung 0.236 dan p-value 0.025 atau
p-value < 5%. Mengingat koefisien jalur bertanda positif
(0.236), berarti hubungan kedua variabel ini adalah
positif, artinya semakin tinggi Kinerja (Y1), maka semakin
tinggi pula Kepuasan kerja (Y2).

Analisa Perusahaan

A. Persepsi Responden Terhadap Variabel Kajian

Berikut disajikan rangkuman matriks yang berisi hasil


analisis deskriptif dan loading factor dari hasil analisis
konfirmatori (measurement model) dalam SEM, hasil analisis
deskriptif dan loading Factor tersebut yaitu:

1) Indikator Variabel Gaya Kepemimpinan (XI) yang otoriter


(X1.1), hasil analisis deskriptif (rata-rata) 4.31, hasil
measurement model (loading factor) 0.544. Bebas (X1.2),
hasil analisis deskriptif (rata-rata)4.38, hasil measurement
model (loading factor). Demokratik (X1.3), hasil analisis
deskriptif (rata-rata.) 4.51 hasil measurerment model
(loading factor) 0.824.
2) Indikator Variabel Budaya organisasi (X2) yang orientasi
pada kekuasaan (X2.1), hasil analisis deskriptif (rara-rata)
4.18, hasil measurement model (loading factor) 0.575.
Orientasi pada peran (X2.2), hasil analisis deskriprif

Page 170
Seno Andri, “Kepemimpinan dan Budaya Organisasi dalam Perusahaan”

(rata-rata) 4.28, hasil measurement model (loading factor)


0.545. Orientasi pada prestasi (X2.3), hasil analisis
deskriptif (rata-rata) 4.17, hasil measurement model
(loading factor) 0.591. Orientasi pada dukungan (X2.4),
hasil analisis deskriptif (rata-rata) 4.28, hasil measurement
model (loading Factor) 0.516. Orientasi pada lingkungan
(X2.5.), hasil analisis deskriptif (rara-rata) 4.27, hasil
measurement model (loading factor) 0.587.
3) Variabel Motivasi (X3), Motivasi atas kebutuhan dari
pekerjaan (X3.1), hasil analisis deskriptif (rata-rata) 3.93,
hasil measurement model (loading factor) 0.460.
Pengharapan atas lingkungan kerja (X3.2), hasil analisis
deskriptif (rata-rata) 4.44, hasil measurement model
(loading factor) 0.915. Kebutuhan atas imbalan (X3.3), hasil
analisis deskriprif (rata-rata) 4.40, hasil measurement model
(loading factor) 0.507,
4) Indikator Variabel Program Diklat (X4), Materi Diklat
(X4.1), hasil analisis deskriptif (rata-rata) 3.93, hasil
measurement model (loading factor) 0.717. Metode Diklat
(X4.2), hasil analisis deskriptif (rata-rata) 4.55, hasil
measurement model (loading factor) 0.567. Evaluasi
penilaian pelaksanaan Diklat (X4.3), hasil analisis
deskriptif (rata-rata) 4.29, hasil measurement model
(loading factor) 0.655.
5) Indikator Variabel Kinerja (Y1), Kualitas (Y1.1), hasil
analisis deskriptif (rata-rata) 4.29, hasil measurement
model (loading factor) 0.470. Kuantitas (Y1.2), hasil analisis
deskriptif (rata-rata) 4.38, hasil measurement model
(loading factor) 0.480. Ketepatan Waktu (Y1.3), hasil analisis
deskriptif (rata-rata) 4.15, hasil measurement model
(loading factor) 0.622. Efectivitas Biaya (Y1.4), hasil analisis
deskriptif (rata-rata) 4.87, hasil measurement model
(loading factor) 0.491. Kebutuhan Pengawasan (Y1.5), hasil
analisis deskriptif (rata-rata) 4.44, hasil measurement
model (loading factor) 0.487. Dampak Individu (Y1.6), hasil

Page 171
Seno Andri, “Kepemimpinan dan Budaya Organisasi dalam Perusahaan”

analisis deskriptif (rata-rata) 4.39, hasil measurement


model (loading factor) 0.529.
6) Indikator Variabel Kepuasan Kerja (Y2). Bekerja Sendiri
(Y2.1), hasil analisis deskriptif (rata-rata) 4.63, hasil
measurement model (loading factor) 0.518. Kepernimpinan
(Y2.2), hasil analisis deskriptif (rata-rata) 4.54, hasil
measurement model (loading factor) 0.633. Kerjasama
(Y2.3), hasil analisis deskriptif (rata-rata) 4.44, hasil
measurement model (loading factor) 0.668. Kondisi Kerja
(Y2.4), hasil analisis deskriptif (rata - rata) 4.34, hasil
measurement model (loading factor) 0.572. Seno Andri,
(2009).

Berdasarkan penjelasan diatas, hasil analisis faktor


konfirmatori menunjukkan bahwa indikator yang paling
kuat sebagai pengukur gaya kepemimpinan adalah gaya
kepemimpinan demokratik. Dengan demikian dapat
diketahui bahwa para karyawan merasakan gaya
kepemimpinan para pemimpinnya hanya karena adanya gaya
kepemimpinan yang demokratik. Di sisi lain jika dilihat dari
hasil analisis deskriptif, maka diperoleh nilai rata-rata skor
untuk indikator gaya kepemimpinan adalah 4.51, yaitu
berada pada daerah yang positif. Hal ini mengindikasikan
bahwa indikator gaya kepemimpinan demokratif sebagai
pembentuk variable gaya kepemimpinan yang dominan,
kondisinya dipersepsi sangat positif oleh responden, atau
dengan kata lain kondisi empiris PT. X, Tbk Kandatel Riau,
gaya kepemimpinan demokratik diterapkan dengan baik
oleh pimpinan perusahaan. Hal ini mengindikasikan
bahwa gaya kepemimpinan yang disenangi oleh karyawan
adalah gaya kepemimpinan demokratik, maksudnya di sini
dengan gaya kepemimpinan demokratik maka Faktor
komunikasi akan dapat berjalan dengan baik. Berbeda
dengan kepemimpinan otokratik maupan bebas yang serba
kaku dan terbatas.

Page 172
Seno Andri, “Kepemimpinan dan Budaya Organisasi dalam Perusahaan”

Hasil analisis factor konfirmatori menunjukkan


bahwa indikator yang paling kuat sebagai pengukur
budaya organisasi adalah orientasi pada prestasi. Dengan
demikian dapat diketahui bahwa para karyawan merasakan
budaya organisasi utamanya karma adanya orientasi pada
prestasi. Di sisi lain, jika dilihat dari hasil analisis deskriptif,
maka diperoleh nilai rata-rata skor untuk indikator
orientasi pada prestasi adalah 4.17, yaitu berada pada
daerah sangat positif. Hal ini mengindikasikan bahwa
indikator orientasi pada prestasi sebagai pembentuk
variable budaya organisasi yang dominan, kondisinya
dipersepsi sangat positif oleh responden, atau dengan kata
lain kondisi empiris di PT. X, Tbk Kandatel Riau, orientasi
pada prestasi diterapkan dengan baik di lingkungan kerja.
Indikator orientasi pada prestasi pada PT. X. Tbk Kandatel
Riau mendominasi, di sini terlihat bahwa penilaian
manajemen atau pemimpin adalah berorientasi pada
prestasi yang dicapai karyawan. Karyawan dengan prestasi
bagus akan mendapat hasil yang bagus juga, sehingga
pencapaian Visi dan Misi PT. X, Tbk Kandatel Riau akan
mudah dicapai.

Hasil analisis factor konfirmatori menunjukkan


bahwa indikator yang paling kuat sebagai pengukur
motivasi adalah pengharapan atas lingkungan kerja. Dengan
demikian dapat diketahui bahwa para karyawan
merasakan adanya motiyasi utamanya karena adanya
pengharapan atas lingkungan kerja. Di sisi lain, jika dilihat
dari hasil analisis deskriptif, maka diperoleh nilai rata-rata
skor untuk indikator pengharapan atas lingkungan kerja
adalah 4.44, yaitu berada pada daerah sangat positif. Hal
ini mengindikasikan bahwa indikator pengharapan atas
lingkungan kerja sebagai pembentuk variabel motivasi yang
dominan, kondisinya dipersepsi sangat positif oleh
responden, atau dengan kata lain kondisi empiris di PT. X,

Page 173
Seno Andri, “Kepemimpinan dan Budaya Organisasi dalam Perusahaan”

Tbk Kandatel Riau, pengharapan atas lingkungan kerja


diterapkan dengan baik di lingkungan kerja. Motivasi di
sini yang menjadi pendorong tersebut berada pada sub
pengharapan atas lingkungan kerja. Maksudnya di sini
adalah, karyawan akan lebih termotivasi apabila
lingkungan kerja memberikan rasa nyaman dan aman,
sehingga akan mudah untuk berkreasi dan berinovasi.

Hasil analisis faktor konfirmatori menunjukkan


bahwa indikator yang paling kuat sebagai pengukur
program diklat adalah materi diklat. Dengan demikian
dapat diketahui bahwa para karyawan merasakan adanya
program diklat utamanya karena adanya materi diklat. Di
sisi lain, jika dilihat dan hasil analisis deskriptif, maka
diperoleh nilai rata-rata skor untuk indikator materi
diklat adalah 4.26, yaitu berada pada daerah sangat positif
ini mengindikasikan bahwa indikator materi diklat sebagai
pembentuk variable program diktat yang dominan,
kondisinya dpersepsi sangat positif oleh responden, atau
dengan kata lain kondisi empiris di PT, X. Tbk Kandatel
Riau, materi diklat diterapkan dengan baik di
lingkungan kerja. Artinya disini adalah materi diklat
yang diberikan pada peserta diklat sesuai dengan
rancangan pelatihan, sehingga karyawan merasakan
mendapatkan suatu pengetahuan baru melalui pengetahuan
yang terkandung dalam materi diklat yang
dilaksanakan oleh PT. X, Tbk Kandatel Riau.

Hasil analisis faktor konfirmateri menunjukkan


bahwa indikator yang paling kuat sebagai pengukur
kinerja adalah Ketepatan Waktu. Dengan demikian dapat
diketahui bahwa para karyawan merasakan adanya kinerja
utamanya karena adanya Ketepatan Waktu. Di sisi lain,
jika dilihat dari hasil analisis deskriptif maka diperoleh
nilai rata-rata skor untuk indikator Ketepatan Waktu

Page 174
Seno Andri, “Kepemimpinan dan Budaya Organisasi dalam Perusahaan”

adalah 4.15, yaitu berada pada daerah sangat positif. Hal


ini mengindikasikan bahwa indikator Ketepatan Waktu
sebagai pembentuk variabel kinerja yang dominan,
kondisinya dipersepsi sangat positif oleh responden, atau
dengan kata lain kondisi empiris di PT. X, Tbk Kandarel
Riau, Ketepatan Waktu diterapkan dengan baik di
lingkungan kerja. Hal ini mengindikasikan pengukuran
kinerja variable Ketepatan Waktu sangat rnempengaruhi
kinerja PT. X, Tbk Kandatel Riau. Ini dimungkinkan karena
jasa pelayanan PT, X, Tbk sangat tergantung pada waktu
pelayanan yang diberikan kepada pelanggannya.

Hasil analisis faktor konfirmatori menunjukkan


bahwa indikator yang paling kuat sebagai pengukur
kepuasan kerja adalah kerjasama. Dengan demikian dapat
diketahui bahwa para karyawan rnerasakan adanya kepuasan
kerja utamanya karena adanya kerjasama. Di sisi lain jika
dilihar dari hasil analisis deskriptif, maka diperoleh nilai
rata-rata skor untuk indikator kerjasama adalah 4.44, yaitu
berada pada daerah sangat positif. Hal ini
mengindikasikan bahwa indikator kerjasama sebagai
pembentuk variabel kepuasan kerja yang dominan,
kondisinya dipersepsi sangat positif oleh responden, atau
dengan kata lain kondisi empiris di PT. X, Tbk Kandatel
Riau, kerjasama diterapkan dengan baik di lingkungan
kerja. Hal ini mengindikasikan yang menjadi ukuran adalah
bagaimana karyawan tersebut dapat bekerja bersama dalam
memberikan pelayanan yang baik kepada pelanggan
sehingga pelanggan merasa puas akan penggunaan jasa PT.
X, Tbk Kandatel Riau. Kerjasama menjadikan sub variable
pendukung dalam pemberian kepuasan tersebut, dengan
kerjasama yang baik dan tidak ada saling lempar tanggung
jawab, maka jasa telekomunikasi yang diberikan akan sangat
bermanfaat bagi pelanggan.

Page 175
Seno Andri, “Kepemimpinan dan Budaya Organisasi dalam Perusahaan”

B. Pengujian Pengaruh Antar Variabel Kajian

Pada kajian ini pengujian hipotesis kajian


menggunakan teknik analisis Structural Equation Modeling
(SEM). Dari hasil pengujian validitas dan reliabilitas
instrument telah memenuhi kriteria bahwa semua variabel
kajian telah valid dan reliabel. Sedangkan pengujian asumsi
dalam SEM, ketiga asumsi yaitu normalitas tidak terjadinya
autokorelasi dan pengujian linieritas hubungan antara
variabel telah terpenuhi. Di samping itu, ukuran
Goodness of Fit dalam SEM utamanya nilai RMSEA telah
memenuhi kriteria, sehingga model SEM yang dihasilkan
cukup baik dan layak untuk diinterpretasikan.

Hasil analisis pada bab sebelumnya menunjukkan


bahwa kinerja dipengaruhi secara langsung oleh gaya
kepemimpinan, budaya organisasi, motivasi kerja, dan
program diklat. Disamping itu kepuasan kerja
dipengaruhi secara langsung oleh gaya kepemimpinan,
budaya organisasi, motivasi kerja, dan kepuasan kerja
dipengaruhi secara tidak langsung oleh program diklat
kinerja karyawan.

Pengaruh Gaya Kepemimpianan terhadap Kinerja

Hasil pengujian pengaruh langsung memperlihatkan


bahwa terdapat pengaruh yang signifikan positif antara
Gaya Kepemimpinan terhadap Kinerja. Artinya semakin
baik gaya kepemimpinan, akan semakin baik pula kinerja
karyawan.

Gaya kepemimpinan dalam kajian ini dijabarkan


kedalam tiga indikator yaitu otoriter, demokratik, dan bebas,
di mana indikator gaya kepemimpinan demokratik adalah
yang paling dominan. Disisi lain kinerja diukur oleh enam

Page 176
Seno Andri, “Kepemimpinan dan Budaya Organisasi dalam Perusahaan”

indikator yaitu Kualitas, Kuantitas, Ketepatan Waktu,


Efektifitas Biaya, Kebutuhan Pengawasan, dan Dampak
Individu dengan indikator Ketepatan Waktu adalah
pengukur dominan pada variabel kinerja.

Hasil analisis deskriptif, variabel gaya kepemimpinan


diukur sangat positif oleh rosponden rata-rata sebesar 4.40,
berada pada kategori sangat positif, yaitu (rata-rata antara 4
hingga 5). Di sisi variabel kinerja diukur sangat positif pula
oleh responden (rata-rata sebesar 4.42. berada pada kategori
sangar positif). Hal ini mengindikasikan bahwa kedua
variabel tersebut, kenyataannya dipersepsi baik oleh
responden. Artinya implementasi gaya kepemimpinan di PT.
X, Tbk Kandatel Riau sudah sangat baik, demikian pula kinerja
karyawan di PT. X, Tbk Kandatel Riau juga sudah sangat baik.

Secara langsung gaya kepemimpinan mempunyai peran


langsung terhadap kinerja karna dapat mempengaruhi kinerja
apabila karyawan tersebut diberikan seorang pemimpin yang
dapat memahami kebutuhan mereka untuk dapat
menyelesaikan suatu pekerjaan. Dalam hal ini gaya
kepemimpinan dapat berperan dalam kinerja.

Berdasarkan hasil kajian di lapangan diketahui bahwa


gaya kepemimpinan sangat mempengaruhi kinerja karyawan.
Gaya kepemimpianan pada sub orientasi pada dukungan
akan mempengaruhi kinerja karyawan terutama yang
berhubungan dengan gaya kepemimpinan yang demokratik
pada suatu pekerjaan dan cara pimpinan melakukan
supervisi atau mernberikan motivasi pada karyawan
sangatmenentukan hasil kinerja dari karyawan yang
bersangkutan.

Hal ini sejalan dengan kajian Rajiv Metha, Alan Dubinsky


dan Rolph, E (2003), yang meneliti tentang gaya

Page 177
Seno Andri, “Kepemimpinan dan Budaya Organisasi dalam Perusahaan”

kepemimpinan, motivasi dan kinerja pada saluran


pemasaran internasional. Disini penulis menggunakan tiga
jenis gaya kepemimpinan yang dikaji dalam kajian ini yaitu
gaya kepemimpinan partisipatif, gaya kepemimpinan
suportif, dan gaya kepemimpinan direktif. Temuan hasil
kajian menunjukkan untuk Amerika Serikat ketiga jenis
kepemimpinan memberikan dampak yang signifikan
positif terhadap kinerja kerja. Gaya kepemimpinan
partisipatif merupakan gaya mempengaruhi motivasi yang
diikuti gaya suportif dan direktif. Berbeda dengan kajian ini,
gaya kepemimpinan terukur oleh gaya kepemimpinan
otoriter, demokratik, dan bebas, di mana gaya
kepemimpinan demokratik terukur dominan mengukur
variabel gaya kepemimpinan. Akan tetapi, secara umum
terlihat bahwa memang benar adanya pengaruh positif antara
gaya kepemimpinan terhadap kinerja karyawan.

Keumuman pengaruh itu karena berbagai penamaan


gaya kepemimpinan lebih terkait dengan sudut pandang dan
kontek, esensinya antara pandangan yang melihat gaya
kepemimpinan: 1). Partisipasif, gaya kepemimpinan suportif,
dan gaya kepemimpinan direktif. Dan 2). Demikratik, bebas
dan otoriter. Adalah sama, yaitu berkenaan dengan
cara-cara yang digunakan oleh manajer untuk
mempengaruhi bawahannya (Luthan, 1995). Cara-cara
berarti suatu pendekatan yang bersifat multi dan terus berubah
persoalan.

Gaya kepemimpinan tidak terbatas pada dua


pandangan tersebut saja, masih banyak yang lain dan akan
terus berkembang untuk menjelaskan kontektualitasnya
dan memudahkan implementasi. Berdasarkan teorinya telah
dikanal: Teori Sifat (Trait Theories), teori Kelompok dan
Tukar Menukar (Group and Exchange Theories.), teori
Contingency, teori Jalur dan Tujuan (Path-Goal Leadership

Page 178
Seno Andri, “Kepemimpinan dan Budaya Organisasi dalam Perusahaan”

Theory), teori Kepernimpinan Karismatik (Charismatic Leadership


Theories), teori Kepemimpinan Transformasional
(Transformational Leadership Theoy, ys) (Luthans, 2002: 579-589).
Sedangkan berdasarkan gayanya telah dikenal: Coercive Style
(Gaya Paksaan), Authoritative Style (Gaya Otokrasi), Afiliative Style
(Gaya Afiliasi), Democratic Syle (Gaya Demokratik) Pacessetting
Style (Gaya Pemimpin Kecepatan), Coaching Style (Gaya Pelatih).

Pengaruh Budaya Organisasi Terhadap Kinerja

Hasil pangujian pengaruh langsung mernperlihatkan


bahwa terdapat pengaruh yang signifikan positif antara
Budaya organisasi terhadap Kinerja Artinya semakin baik
budaya organisasi, akan semakin baik pula kinerja karyawan.

Budaya organisasi dalam kajian ini dijabarkan ke


dalam lima indikator yaitu orientasi pada kekuasaan, peran,
prestasi, dukungan dan lingkungan, dimana indikator
orientasi pada prestasi adalah yang paling dominan. Di sisi
lain kinerja diukur oleh enam indikator yaitu: kualitas,
kuantitas, Ketepatan Waktu, Efektivitas Biaya, Kebutuhan
Pengawasan, dan Dampak Individu, dengan indikator
Ketepatan Waktu adalah pengukur dominan pada variabel
kinerja.

Dari hasil analisis deskriptif, variabel budaya


organisasi diukur sangat positif oleh responden (rata-rata
sebesar 4.23, berada pada kategori sangat positif, yang
rata-rata antara 4 hingga 5). Di sisi lain, variabel kinerja
diukur sangat positif pula oleh responden (rata-rata
sabesar 4.42, berada pada kategori sangat positif). Hal ini
mengindikasikan bahwa kedua variabel tersebut
kenyataannya dipersepsi baik oleh responden. Artinya,
implementasi budaya organisasi di PT. X, Tbk Kandatel

Page 179
Seno Andri, “Kepemimpinan dan Budaya Organisasi dalam Perusahaan”

Riau. sudah sangat baik, demikian pula kinerja karyawan di


PT. X, Tbk Kandatel Riau juga sudah sangat baik.

Berdasarkan hasil kajian di lapangan diketahui bahwa


budaya organisasi sanga mempengaruhi kinerja karyawan.
Budaya organisasi pada sub orientasi pada dukungan akan
mempengaruhi kinerja karyawan terutama yang
berhubungan dengan penugasan pekerjaan pada suatu
pekerjaan dan cara pimpinan melakukan supervisi atau
memberikan motivasi pada karyawan sangat
menentukan hasil kinerja dari karyawan yang bersangkutan.

Kajian ini sejalan dengan yang telah dilakukan oleh


Teguh Soedarto (2004), Pengaruh Motivasi Kerja,
Kemampuan Individu, Gaya Kepemimpinan Dan Budaya
Organisasi Terhadap Prestasi Kerja. Disitu ditemukan
budaya organisasi dapat mempengaruh: prestasi kerja.
Robbins (2003: 525) menjelaskan bahwa budaya organisasi
itu merupakan suatu sistem nilai yang dipegang dan
dilakukan oleh anggota organisasi. Apresiasi tinggi
(rata-rata = 4.23) di atas adalah fakta bahwa system nilai di
perusahaan sudah baik sehingga memberikan pengaruh
signifikan terhadap kinerja karyawan.

Budaya yang baik tersebut juga mengkondusifkan: 1)


Berjalannya fungsi budaya untuk mengatasi permasalahan
anggota organisasi untuk beradaptasi dengan lingkungan
eksternalnya, yaitu dengan memperkuat pemahaman
anggota organisasi, kemampuan untuk merealisasi misi dan
strategi, tajuan, cara, ukuran dan evaluasi, 2) Berjalannya
funsi untuk mengatasi permasalahan integrasi internal
dengan meningkatkan pemahaman dan kemampuan
anggota organisasi untuk berbahasa, berkomunikasi,
membuat kesepakatan atau consensus internal, kekuasaan

Page 180
Seno Andri, “Kepemimpinan dan Budaya Organisasi dalam Perusahaan”

dan aturannya, hubungan anggota organisasi (karyawan),


serta imbalan dan sanksi (Schein, 1991: 52-66).

Pengaruh Motivasi terhadap Kinerja

Motivasi dalam kajian ini dijabarkan ke dalam tiga


indikator yaitu motivasi atas kebutuhan dari pekerjaan.
pengharapan atas lingkungan kerja, dan kebutukan atas
imbalan, di mana indikator pengharapan atas lingkungan
kerja adalah yang paling dominan. Di sisi lain, kinerja diukur
oleh enam indikator yaitu Kualitas, Kuantitas, Ketepatan Waktu,
Efektivitas Biaya, Kebutuhan Pengawasan, dan Dampak
Individu. dengan indikator Ketepatan Waktu adalah
mengukur dominan pada variabel kinerja.

Dari hasil analisis deskriptif, variabel motivasi diukur


sangat positif oleh responden (rata-rata sebesar 4.26, berada
pada kategori sangat positif, yaitu rata-rata antara 4 hingga 5).
Di sisi lain variabel kinerja diukur sangat positif pula oleh
responden (rata-rata sebesar 4.42, berada pada kategori sangat
positif). Hal ini mengindikasikan bahwa kedua variabel
tersebut, kenyataannya dipersepsi baik oleh responden.
Artinya, implementasi motivasi di PT. X, Tbk Kandatel
Riau sudah sangat baik, demikian pula kinerja karyawan di
PT. X, Tbk Kandatel Riau juga sudah sangat balk.

Berdasarkan hasil kajian di lapangan diketahui pula


bahwa indikator orientasi pada peran yang diberikan pada
karyawan berada pada urutan pertama. Dengan kata lain,
elemen orientasi pada peran tidak serta merta dapat
mempengaruhi kinerja karyawan. Penghargaan atas peran
yang diberikan pada karyawan di sini maksudnya adalah
perlakuan pimpinan terhadap karyawan bagaimana
seorang pimpinan dapat menghargai peran karyawan dan

Page 181
Seno Andri, “Kepemimpinan dan Budaya Organisasi dalam Perusahaan”

menghilangkan rasa takut dipecat oleh atasan pada diri


karyawan.

Motivasi karyawan pada level positif (rata-rata 4.26)


menjelaskan karyawan memiliki dorongan untuk bertindak
yang kuat, Amstrong (1990: 70) menyebutkan bahwa
motivasi adalah sesuatu yang membuat orang bertindak
atau berperilaku dalarn cara-cara tertentu, Bertindak di sini
dalam rangka pencapaian tujuan kajian (William G Scout,
1962: 82). Lebih lanjut dapat dijelaskan, motivasi mencakup
di dalamnya arah tujuan tingkah laku, kekuatan respon, dan
kegigihan tingkah laku (yakni usaha) setelah karyawan
memilih mengikuti tindakan tertentu, dan ketahanan
perilaku, atau berapa lama orang itu terus menerus
berperilaku menurut cara tertentu, lstilah tersebut mencakup
sejumlah konsep seperti dorongan (Drive), kebutuhan
(needs), rangsangan (incentive), ganjaran (reward), pengamatan
(reinforcement), ketetapan tujuan (goal setting), harapan
(expectation), dan sebagainya (John P. Campbell 1993: 340).

Hasil pengujian pengaruh langsung


memperlihatkan bahwa terdapat pengaruh yang
signifikan positif antara Motivasi terhadap Kinerja.
Semakin baik motivasi akan semakin baik pula kinerja
karyawan. Hasil ini sesuai dengan kajian yang telah
dilakukan oleh Teguh Soedarto (2004), Pengaruh motivasi Kerja
Kemampuan Individu, Gaya Kepemimpinan dan Budaya
Organisasi Terhadap Prestasi Kerja. Dimana terbukti motivasi
memberikan pengaruh terhadap prestasi kerja.

Pengaruh Program Diklat terhadap Kinerja

Hasil pengujian pengaruh langsung memperlihatkan bahwa


terdapat pengaruh yang signifikan positif antara Program diklat

Page 182
Seno Andri, “Kepemimpinan dan Budaya Organisasi dalam Perusahaan”

terhadap Kinerja. Artinya semakin baik program diklat, akan


semakin baik pula kinerja karyawan.

Program diklat dalam kajian ini dijabarkan ke dalam tiga


indikator yaitu materi diklat, metode diklat, dan evaluasi penilaian
pelaksanaan diklat, di mana indikator materi diklat adalah yang
paling dominan. Di sisi lain kinerja diukur oleh enam indikator
yaitu kualitas, kuantitas, Ketepatan Waktu, Efektivitas Biaya,
Kebutuhan Pengawasan, dan Dampak Individu, dengan indikator
Ketepatan Waktu adalah pengukur dominan pada variabel kinerja.

Dari hasil analisis deskriprif, variabel program diklat diukur


sangat positif oleh responden (rata-rata sebesar 4.37, berada pada
kategori sangat positif yaitu rara-rata antara 4 hingga 5), Di sisi lain
variabel kinerja diukur sangat positif pula oleh responden
(rata-rata sebesar 4.42, berada pada kategori sangat positif). Hal ini
mengindikasikan bahwa kedua variabel tersebut, kenyataannya
dipersepsi baik oleh responden. Artinya, implementasi program
diklat di PT. X, Tbk Kandatel Riau sudah sangat baik, demikian
pula kinerja karyawan di PT. X, Tbk Kandatel Riau juga sudah
sangat baik.

Program pendidikan dan latihan dapat memberikan


peran langsung terhadap kinerja apabila program pendidikan
dan latihan dirancang untuk tujuan peningkatan keahlian
karyawan dalam melaksanakan pekerjaan hariannya atau
program pendidikan dan latihan dirancang untuk mempersiapkan
karyawan yang bersangkutan untuk menduduki posisi tertentu
yang lebih menantang.

Hasil kajian di lapangan menunjukkan bahwa program


pendidikan dan latihan sangat mempengaruhi kualitas kinerja
karyawan karena melalui program latihan dan pendidikan dapat
meningkatkan kualitas dan kuantitas karyawan dalam
melaksanakan pekerjaannya. Dengan kualitas dan kuantitas

Page 183
Seno Andri, “Kepemimpinan dan Budaya Organisasi dalam Perusahaan”

pekerjaan yang baik akan meningkatkan kepuasan pada pelanggan


yang dihasilkan melalui kinerja yang baru.

Kajian ini sejalan dengan kajian yang dilakukan oleh Irena M


Ali (2002), kajian yang dititikberatkan pada usaha untuk
melakukan pengindentifikasian faktor-faktor yang memungkinkan
dan memudahkan seseorang untuk belajar atau mengikuti
program pendidikan dan pelatihan. Adanya pengaruh antara
program diklat terhadap prestasi kerja. Kajian ini rnenyimpulkan
sekaligus mengusulkan bahwa pengembangan sistem inforrnasi
mernerlukan suatu pemahaman tentang hubungan antar pribadi
dan budaya yang lazim dan dapat bekerja di lingkungan yang
sarna dengan memperhatikan hal-hal sebagai berikut: l)
Empowerment 2), Fogiveness of mistake making, 3). Trust. 4).
Individual and organizational commitment. 5). Sharing of
information, 6). Openness of decision making, and 7). Cultural
cohesiveness.

Pengaruh Gaya Kepemimpinan terhadap Kepuasan Kerja

Hasil pengujian pengaruh langsung memperlihatkan bahwa


terdapat pengaruh yang signifikan positif antara Gaya
Kepemimpinan terhadap Kepuasan kerja. Artinya semakin baik
gaya kepernimpinan, akan semakin baik pula kepuasan kerja
karyawan.

Gaya kepemimpinan dalam kajian ini dijabarkan ke dalam


tiga indikator yaitu otoriter, demokratik, dan bebas, di mana
indikator gaya kepernimpinan demokratik adalah yang paling
dominan. Di sisi lain, kepuasan kerja diukur oleh empat indikator
yaitu bekerja sendiri, kepemimpinan, kerjasama, dan kondisi kerja,
dengan indikator kerjasama adalah pengukur dominan pada
variabel kepuasan kerja.

Page 184
Seno Andri, “Kepemimpinan dan Budaya Organisasi dalam Perusahaan”

Dan hasil analisis deskriptif, variabel gaya kepemimpinan


diukur sangat positif oleh responden (rata-rara sebesar 4.40, berada
pada kategoti sangar positif, yaitu rata-rata antara 4 hingga 5). Di
sisi lain, variabel kepuasan kerja diukur sangat positif pula oleh
responden (rata-rata sebesar 4.49, berada pada kategori sangat
positif). Hal ini mengindikasikan bahwa kedua variabel tersebut
kenyataannya dipersepsi baik oleh responden. Artinya
implementasi gaya kepemimpinan di PT. X, Tbk Kandatel Riau
sudah sangat baik, demikian pula kepuasan kerja karyawan di PT.
X, Tbk Kandarel Riau juga sudah sangat baik.

Secara langsung gaya kepemimpinan mempunyai peran


langsung terhadap kepuasan kerja karena dia dapat
mempengaruhi kepuasan kerja apabila karyawan tersebut
diberikan seorang pemirnpin yang dapat memahami kebutuhan
mereka untuk dapat menyelesaikan suatu pekerjaan.

Bardasarkan hasil kajian di lapangan diketahui bahwa gaya


kepemimpinan sangat mempengaruhi kepuasan kerja karyawan.
Gaya kepemimpinan pada sub orientasi pada dukungan akan
mempengaruhi kepuasan kerja karyawan terutama, yang
berhubungan dengan gaya kepemimpinan yang demokratik pada
suatu pekerjaan dan cara pimpinan rnelakukan supervisi atau
memberikan kepercayaan pada karyawan untuk menyelesaikan
pekerjaan sangat rnenentukan hasil kepuasan kerja dari
karyawan yang bersangkutan.

Hal ini sejalan dengan kajian Rajiv Metha, Alan Dubinsky


dan Rolph, E (2003), yang meneliti tentang gaya
kepemimpinan, motivasi dan kinerja pada saluran
pemasaran internasional. Disini penulis menggunakan tiga
jenis gaya kepemimpinan yang dikaji dalam kajian ini yaitu
gaya kepemimpinan partisipatif, gaya kepemimpinan
suportif, dan gaya kepemimpinan direktif. Temuan hasil
kajian menunjukkan untuk Amerika Serikat ketiga jenis

Page 185
Seno Andri, “Kepemimpinan dan Budaya Organisasi dalam Perusahaan”

kepemimpinan memberikan dampak yang signifikan


positif terhadap kinerja kerja. Gaya kepemimpinan
partisipatif merupakan gaya mempengaruhi motivasi yang
diikuti gaya suportif dan direktif. Berbeda dengan kajian ini,
gaya kepemimpinan terukur oleh gaya kepemimpinan
otoriter, demokratik, dan bebas, di mana gaya
kepemimpinan demokratik terukur dominan mengukur
variabel gaya kepemimpinan. Akan tetapi, secara umum
terlihat bahwa memang benar adanya pengaruh positif antara
gaya kepemimpinan terhadap kinerja karyawan.

Keumuman pengaruh itu karena berbagai penamaan


gaya kepemimpinan lebih terkait dengan sudut pandang dan
kontek, esensinya antara pandangan yang melihat gaya
kepemimpinan: 1). Partisipasif, gaya kepemimpinan suportif,
dan gaya kepemimpinan direktif. Dan 2). Demikratik, bebas
dan otoriter. Adalah sama, yaitu berkenaan dengan
cara-cara yang digunakan oleh manajer untuk
mempengaruhi bawahannya (Luthan, 1995). Cara-cara
berarti suatu pendekatan yang bersifat multi dan terus berubah
persoalan.

Gaya kepemimpinan tidak terbatas pada dua


pandangan tersebut saja, rnasih banyak yang lain dan
akan terus berkembang untuk menjelaskan
kontektualitasnya dan rnemudahkan implementasi.
Berdasarkan teorinya telah dikanal: Teori Sifat (Trait
Theories), teori Kelompok dan Tukar Menukar (Group and
Exchange Theories.), teori Contingency, teori Jalur dan Tujuan
(Path-Goal Leadership Theory), teori Kepernimpinan Karismatik
(Charismatic Leadership Theories), teori Kepemimpinan
Transformasional ( Transformational Leadership Theoy,ys) (Luthans,
2002: 579-589). Sedangkan berdasarkan gayanya telah dikenal:
Coercive Style (Gaya Paksaan), Authoritative Style (Gaya Otokrasi),
Afiliative Style (Gaya Afiliasi), Democratic Syle (Gaya Demokratik)

Page 186
Seno Andri, “Kepemimpinan dan Budaya Organisasi dalam Perusahaan”

Pacessetting Style (Gaya Pemimpin Kecepatan), Coaching Style


(Gaya Pelatih).

Pengaruh Budaya Organisasi Terhadap Kinerja

Hasil pangujian pengaruh langsung mernperlihatkan


bahwa terdapat pengaruh yang signifikan positif antara
Budaya organisasi terhadap Kinerja Artinya semakin baik
budaya organisasi, akan semakin baik pula kinerja karyawan.

Budaya organisasi dalam kajian ini dijabarkan ke


dalam lima indikator yaitu orientasi pada kekuasaan, peran,
prestasi, dukungan dan lingkungan, dimana indikator
orientasi pada prestasi adalah yang paling dominan. Di sisi
lain kinerja diukur oleh enam indikator yaitu: kualitas,
kuantitas, Ketepatan Waktu, Efektivitas Biaya, Kebutuhan
Pengawasan, dan Dampak Individu, dengan indikator
Ketepatan Waktu adalah pengukur dominan pada variabel
kinerja.

Dari hasil analisis deskriptif, variabel budaya


organisasi diukur sangat positif oleh responden (rata-rata
sebesar 4.23, berada pada kategori sangat positif, yang
rata-rata antara 4 hingga 5). Di sisi lain, variabel kinerja
diukur sangat positif pula oleh responden (rata-rata
sabesar 4.42, berada pada kategori sangat positif). Hal ini
mengindikasikan bahwa kedua variabel tersebut
kenyataannya dipersepsi baik oleh responden. Artinya,
implementasi budaya organisasi di PT. X, Tbk Kandatel
Riau. sudah sangat baik, demikian pula kinerja karyawan di
PT. X, Tbk Kandatel Riau juga sudah sangat baik.

Berdasarkan hasil kajian di lapangan diketahui bahwa


budaya organisasi sanga mempengaruhi kinerja karyawan.
Budaya organisasi pada sub orientasi pada dukungan akan

Page 187
Seno Andri, “Kepemimpinan dan Budaya Organisasi dalam Perusahaan”

mempengaruhi kinerja karyawan terutama yang


berhubungan dengan penugasan pekerjaan pada suatu
pekerjaan dan cara pimpinan melakukan supervisi atau
memberikan motivasi pada karyawan sangat
menentukan hasil kinerja dari karyawan yang bersangkutan.

Kajian ini sejalan dengan yang telah dilakukan oleh


Teguh Soedarto (2004), Pengaruh Motivasi Kerja,
Kemampuan Individu, Gaya Kepemimpinan Dan Budaya
Organisasi Terhadap Prestasi Kerja. Disitu ditemukan
budaya organisasi dapat mempengaruh: prestasi kerja.
Robbins (2003: 525) menjelaskan bahwa budaya organisasi
itu merupakan suatu sistem nilai yang dipegang dan
dilakukan oleh anggota organisasi. Apresiasi tinggi
(rata-rata = 4.23) di atas adalah fakta bahwa system nilai di
perusahaan sudah baik sehingga memberikan pengaruh
signifikan terhadap kinerja karyawan.

Budaya yang baik tersebut juga mengkondusifkan: 1)


Berjalannya fungsi budaya untuk mengatasi permasalahan
anggota organisasi untuk beradaptasi dengan lingkungan
eksternalnya, yaitu dengan memperkuat pemahaman
anggota organisasi, kemampuan untuk merealisasi misi dan
strategi, tajuan, cara, ukuran dan evaluasi, 2) Berjalannya
funsi untuk mengatasi permasalahan integrasi internal
dengan meningkatkan pemahaman dan kemampuan
anggota organisasi untuk berbahasa, berkomunikasi,
membuat kesepakatan atau consensus internal, kekuasaan
dan aturannya, hubungan anggota organisasi (karyawan),
serta imbalan dan sanksi (Schein, 1991: 52-66).

Pengaruh Motivasi terhadap Kinerja

Motivasi dalam kajian ini dijabarkan ke dalam tiga


indikator yaitu motivasi atas kebutuhan dari pekerjaan.

Page 188
Seno Andri, “Kepemimpinan dan Budaya Organisasi dalam Perusahaan”

pengharapan atas lingkungan kerja, dan kebutukan atas


imbalan, di mana indikator pengharapan atas lingkungan
kerja adalah yang paling dominan. Di sisi lain, kinerja diukur
oleh enam indikator yaitu Kualitas, Kuantitas, Ketepatan Waktu,
Efektivitas Biaya, Kebutuhan Pengawasan, dan Dampak
Individu. dengan indikator Ketepatan Waktu adalah
mengukur dominan pada variabel kinerja.

Dari hasil analisis deskriptif, variabel motivasi diukur


sangat positif oleh responden (rata-rata sebesar 4.26, berada
pada kategori sangat positif, yaitu rata-rata antara 4 hingga 5).
Di sisi lain variabel kinerja diukur sangat positif pula oleh
responden (rata-rata sebesar 4.42, berada pada kategori sangat
positif). Hal ini mengindikasikan bahwa kedua variabel
tersebut, kenyataannya dipersepsi baik oleh responden.
Artinya, implementasi motivasi di PT. X, Tbk Kandatel
Riau sudah sangat baik, demikian pula kinerja karyawan di
PT. X, Tbk Kandatel Riau juga sudah sangat balk.

Berdasarkan hasil kajian di lapangan diketahui pula


bahwa indikator orientasi pada peran yang diberikan pada
karyawan berada pada urutan pertama. Dengan kata lain,
elemen orientasi pada peran tidak serta merta dapat
mempengaruhi kinerja karyawan. Penghargaan atas peran
yang diberikan pada karyawan di sini maksudnya adalah
perlakuan pimpinan terhadap karyawan bagaimana
seorang pimpinan dapat menghargai peran karyawan dan
menghilangkan rasa takut dipecat oleh atasan pada diri
karyawan.

Motivasi karyawan pada level positif (rata-rata 4.26)


menjelaskan karyawan memiliki dorongan untuk bertindak
yang kuat, Amstrong (1990: 70) menyebutkan bahwa
motivasi adalah sesuatu yang membuat orang bertindak
atau berperilaku dalarn cara-cara tertentu, Bertindak di sini

Page 189
Seno Andri, “Kepemimpinan dan Budaya Organisasi dalam Perusahaan”

dalam rangka pencapaian tujuan kajian (William G Scout,


1962: 82). Lebih lanjut dapat dijelaskan, motivasi mencakup
di dalamnya arah tujuan tingkah laku, kekuatan respon, dan
kegigihan tingkah laku (yakni usaha) setelah karyawan
memilih mengikuti tindakan tertentu, dan ketahanan
perilaku, atau berapa lama orang itu terus menerus
berperilaku menurut cara tertentu, lstilah tersebut mencakup
sejumlah konsep seperti dorongan (Drive), kebutuhan
(needs), rangsangan (incentive), ganjaran (reward), pengamatan
(reinforcement), ketetapan tujuan (goal setting), harapan
(expectation), dan sebagainya (John P. Campbell 1993: 340).

Hasil pengujian pengaruh langsung


memperlihatkan bahwa terdapat pengaruh yang
signifikan positif antara Motivasi terhadap Kinerja.
Semakin baik motivasi akan semakin baik pula kinerja
karyawan. Hasil ini sesuai dengan kajian yang telah
dilakukan oleh Teguh Soedarto (2004), Pengaruh motivasi Kerja
Kemampuan Individu, Gaya Kepemimpinan dan Budaya
Organisasi Terhadap Prestasi Kerja. Dimana terbukti motivasi
memberikan pengaruh terhadap prestasi kerja.

Pengaruh Program Diklat terhadap Kinerja

Hasil pengujian pengaruh langsung memperlihatkan bahwa


terdapat pengaruh yang signifikan positif antara Program diklat
terhadap Kinerja. Artinya semakin baik program diklat, akan
semakin baik pula kinerja karyawan.

Program diklat dalam kajian ini dijabarkan ke dalam tiga


indikator yaitu materi diklat, metode diklat, dan evaluasi penilaian
pelaksanaan diklat, di mana indikator materi diklat adalah yang
paling dominan. Di sisi lain kinerja diukur oleh enam indikator
yaitu kualitas, kuantitas, Ketepatan Waktu, Efektivitas Biaya,

Page 190
Seno Andri, “Kepemimpinan dan Budaya Organisasi dalam Perusahaan”

Kebutuhan Pengawasan, dan Dampak Individu, dengan indikator


Ketepatan Waktu adalah pengukur dominan pada variabel kinerja.

Dari hasil analisis deskriprif, variabel program diklat diukur


sangat positif oleh responden (rata-rata sebesar 4.37, berada pada
kategori sangat positif yaitu rara-rata antara 4 hingga 5), Di sisi lain
variabel kinerja diukur sangat positif pula oleh responden
(rata-rata sebesar 4.42, berada pada kategori sangat positif). Hal ini
mengindikasikan bahwa kedua variabel tersebut, kenyataannya
dipersepsi baik oleh responden. Artinya, implementasi program
diklat di PT. X, Tbk Kandatel Riau sudah sangat baik, demikian
pula kinerja karyawan di PT. X, Tbk Kandatel Riau juga sudah
sangat baik.

Program pendidikan dan latihan dapat memberikan


peran langsung terhadap kinerja apabila program pendidikan
dan latihan dirancang untuk tujuan peningkatan keahlian
karyawan dalam melaksanakan pekerjaan hariannya atau
program pendidikan dan latihan dirancang untuk mempersiapkan
karyawan yang bersangkutan untuk menduduki posisi tertentu
yang lebih menantang.

Hasil kajian di lapangan menunjukkan bahwa program


pendidikan dan latihan sangat mempengaruhi kualitas kinerja
karyawan karena melalui program latihan dan pendidikan dapat
meningkatkan kualitas dan kuantitas karyawan dalam
melaksanakan pekerjaannya. Dengan kualitas dan kuantitas
pekerjaan yang baik akan meningkatkan kepuasan pada pelanggan
yang dihasilkan melalui kinerja yang baru.

Kajian ini sejalan dengan kajian yang dilakukan oleh Irena M


Ali (2002), kajian yang dititikberatkan pada usaha untuk
melakukan pengindentifikasian faktor-faktor yang memungkinkan
dan memudahkan seseorang untuk belajar atau mengikuti
program pendidikan dan pelatihan. Adanya pengaruh antara

Page 191
Seno Andri, “Kepemimpinan dan Budaya Organisasi dalam Perusahaan”

program diklat terhadap prestasi kerja. Kajian ini rnenyimpulkan


sekaligus mengusulkan bahwa pengembangan sistem inforrnasi
mernerlukan suatu pemahaman tentang hubungan antar pribadi
dan budaya yang lazim dan dapat bekerja di lingkungan yang
sarna dengan memperhatikan hal-hal sebagai berikut: l)
Empowerment 2), Fogiveness of mistake making, 3). Trust. 4).
Individual and organizational commitment. 5). Sharing of
information, 6). Openness of decision making, and 7). Cultural
cohesiveness.

Pengaruh Gaya Kepemimpinan terhadap Kepuasan Kerja

Hasil pengujian pengaruh langsung memperlihatkan bahwa


terdapat pengaruh yang signifikan positif antara Gaya
Kepemimpinan terhadap Kepuasan kerja. Artinya semakin baik
gaya kepernimpinan, akan semakin baik pula kepuasan kerja
karyawan.

Gaya kepemimpinan dalam kajian ini dijabarkan ke dalam


tiga indikator yaitu otoriter, demokratik, dan bebas, di mana
indikaror gaya kepernimpinan demokratik adalah yang paling
dominan. Di sisi lain, kepuasan kerja diukur oleh empat indikator
yaitu bekerja sendiri, kepemimpinan, kerjasama, dan kondisi kerja,
dengan indikator kerjasama adalah pengukur dominan pada
variabel kepuasan kerja.

Dan hasil analisis deskriptif, variabel gaya kepemimpinan


diukur sangat positif oleh responden (rata-rara sebesar 4.40, berada
pada kategoti sangar positif, yaitu rata-rata antara 4 hingga 5). Di
sisi lain, variabel kepuasan kerja diukur sangat positif pula oleh
responden (rata-rata sebesar 4.49, berada pada kategori sangat
positif). Hal ini mengindikasikan bahwa kedua variabel tersebut
kenyataannya dipersepsi baik oleh responden. Artinya
implementasi gaya kepemimpinan di PT. X, Tbk Kandatel Riau

Page 192
Seno Andri, “Kepemimpinan dan Budaya Organisasi dalam Perusahaan”

sudah sangat baik, demikian pula kepuasan kerja karyawan di PT.


X, Tbk Kandarel Riau juga sudah sangat baik.

Secara langsung gaya kepemimpinan mempunyai peran


langsung terhadap kepuasan kerja karena dia dapat
mempengaruhi kepuasan kerja apabila karyawan tersebut
diberikan seorang pemirnpin yang dapat memahami kebutuhan
mereka untuk dapat menyelesaikan suatu pekerjaan.

Bardasarkan hasil kajian di lapangan diketahui bahwa gaya


kepemimpinan sangat mempengaruhi kepuasan kerja karyawan.
Gaya kepemimpinan pada sub orientasi pada dukungan akan
mempengaruhi kepuasan kerja karyawan terutama, yang
berhubungan dengan gaya kepemimpinan yang demokratik pada
suatu pekerjaan dan cara pimpinan rnelakukan supervisi atau
memberikan kepercayaan pada karyawan untuk menyelesaikan
pekerjaan sangat menentukan hasil kepuasan kerja dari
karyawan yang bersangkutan.

Kajian ini tidak sejalan dengan kajian yang di lakukan oleh


Barnbang Triaji (2002), dengan judul Pengaruh Birokrasi dan
Gaya Kepemimpinan Terhadap Kepuasan kerja Pegawai dan
kinerja bagian Pemeriksa Keuangan Indonesia. Hasil kajian
menunjukkan bahwa pengaruh gaya kepemimpinan
terhadap kepuasan kerja pegawai tidak signifikan.
Artinya tidak terdapat pengaruh gaya kepemimpinan
terhadap kepuasan kerja, artinya berapapun besar gaya
kepemimpinan tidak berpengaruh pada kepuasan kerja.

Kontradiktif dengan kajian tersebut, kajian ini


menemukan hal yang berbeda, yaitu adanya pengaruh gaya
kepemimpinan terhadap kepuasan kerja. Hal ini
dimungkinkan karena pengukuran gaya kepemimpinan
yang agak berbeda, karena dalam kajian ini mengukur gava
kepemimpinan berdasarkan atas asas otoriter,

Page 193
Seno Andri, “Kepemimpinan dan Budaya Organisasi dalam Perusahaan”

Demokratik, dan bebas. Sedangkan pada kajian di atas


gaya kepemimpinan terukur pada indikasi pengaruh
individu, motivasi inspirasi, kepedulian individu, dan
stimulasi intelektual, yang lebih ditekankan pada gaya
kepemimpinan transformasional.

Pengaruh Budaya Organisasi terhadap Kepuasan Kerja

Hasil pengujian pengaruh langsung memperlihatkan


bahwa terdapat pengaruh yang signifikan positif antara
Budaya organisasi terhadap Kepuasan kerja. Artinya
sernakin baik budaya organisasi, akan sernakin baik pula
kepuasan kerja karyawan.

Budaya organisasi dalam kajian ini dijabarkan ke


dalam lima indikator yaitu orientasi pada kekuasaan,
peran, prestasi, dukungan dan lingkungan, di rnana indikator
orientasi pada prestasi adalah yang paling dominan. Di sisi
lain, kepuasan kerja diukur oleh empat indikator yaitu
bekerja sendiri, kepemimpinan, kerjasama, dan kondisi kerja,
dengan indikator kerjasama adalah pengukur dominan pada
variabel kepuasan kerja.

Dari hasil analisis deskriptif, variabel budaya


organisasi diukur sangat positif oleh responden (rata-rara
sebesar 4.23, berada pada kategori sangat positif. yaitu
rata-rata antara 4 hingga 5). Di sisi lain variabel kepuasan
kerja diukur sangat positif pula oleh responden (raca-rata
sebesar 4.49 , berada pada kategori sangat positif). Hal ini
mengindikasikan bahwa kedua variabel tersebut
kenyataannya dipersepsi baik oleh responden. Artinya,
implementasi budaya organisasi di PT. X, Tbk.Kandatel
Riau sudah sangat baik, demikian pula kepuasan kerja
karyawan di PT. X, Tbk Kandatel Riau juga sudah sangat baik.

Page 194
Seno Andri, “Kepemimpinan dan Budaya Organisasi dalam Perusahaan”

Berdasarkan hasil kajian di lapangan diketahui bahwa


budaya organisasi sangat mempengaruhi kepuasan kerja
karyawan. Budaya organisasi pada sub orientasi pada
dukungan akan mempengaruhi kepuasan kerja karyawan
terutama yang berhubungan dengan perilaku individu
pada suatu pekerjaan dan cara pimpinan melakukan
supervisi atau memberikan motivasi pada karyawan sangat
menentukan hasil kepuasan kerja dari karyawan yang
bersangkutan.

Kajian ini sejalan dengan hasil kajian Scott D. Camp


(1993), melihat kepemimpinan dari perputaran pegawai.
Perputaran pegawai yang tinggi dapat menciptakan
permasalahan dalam susunan atau tatanan kepegawaian
yang pada akhirnya akan membebani para pimpinan
perusahaan. Kajian ini mencoba menguji efek dua jenis
pengukuran dari hubungan lingkungan pekerjaan,
kepuasan kerja dan komitmen organisatoris, yang sering
dihubungkan dengan keluar masuknya pegawai. Kajian ini
juga menguji dua aspek yang terpisah tentang
kornitmen organisatoris, kesanggupan untuk keseluruhan
organisasi dan kesanggupan untuk institusi yang spesifik.
Hasil kajian menyimpulkan bahwa komitmen organisasi
telah menjadi alat peramalan yang baik dalam organisasi
terhadap kepuasan .kerja melalui perilaku karyawan dalam
koridor turnover. Ada satu bukti empiris untuk tidak
membantah anti penting suatu komitmen organisatoris
terhadap pekerja yang bekerja di sektor publik yang
mendapatkan kepuasan kerja dan membawa efek pada
turnover baik secara sukarela maupun fluktuatif.

Berbeda halnya dengan kajian ini, mengukur


komitmen organisasi dalam bentuk budaya organisasi
yang terukur atas 5 indikator yaitu orientasi pada
kekuasaan, peran, prestasi, dukuugan dan lingkungan, di

Page 195
Seno Andri, “Kepemimpinan dan Budaya Organisasi dalam Perusahaan”

mana indikator utama adalah orientasi pada prestasi.


Sedangkan kepuasan kerja terukur pada 4 (empat) hal yaitu
bekerja sendiri, kepemimpinan, kerjasama, kondisi kerja,
di mana hal utama adalah adanya kerjasama dalam
mewujudkan kepuasan kerja. Sejalan dengan kajian di
atas, maka kajian ini memperkuat teori yang
menyatakan adanya pengaruh positif antara budaya
organisasi terhadap kepuasan kerja.

Rivai (2008) mengemukakan bahwa kepuasan kerja


adalah bagaimana orang merasakan pekerjaan dan
aspek-aspeknya. Ada beberapa alasan mengapa perusahaan
harus benar-benar memperhatikan kepuasan kerja sesuai
dengan fokus karyawan yaitu; pertama, manusia berhak
diberlakukan secara adil dan hormat, pandangan ini
menurut perspektif kemanusiaan. Kepuasan kerja
merupakan perluasan refIeksi perlakuan yang baik.
Penting juga memperhatikan indikator emosional atau
kesehatan psikologis. Kedua, perspektif kemanfaatan,
bahwa kepuasan kerja dapat menciptakan perilaku yang
mempengaruhi fungsi-fungsi perusahaan. Perbedaan
kepuasan kerja antara unit-unit organisasi dapat
mendiagnosis potensi persoalan. Buhler (1994) menekankan
pendapatnya bahwa upaya organisasi berkelanjutan harus
ditempatkan pada kepuasan kerja dan pengaruh ekonomis
terhadap perusahaan. Perusahaan yang percaya bahwa
karyawan dapat diganti dan tidak berinvestasi dibidang
karyawan akan rnenghadapi bahaya. Biasanya berakibat
pada tingginya tingkat turnover, diiringi dengan
membengkaknya biaya peIatihan.

Kajian empirik ini membuktikan bahwa budaya


organisasi akan terlaksana dengan baik apabila tingkat
kepuasan kerja karyawan terpenuhi. Dan hasil kajian yang
ada ternyata orientasi pada prestasi sangat dibutuhkan

Page 196
Seno Andri, “Kepemimpinan dan Budaya Organisasi dalam Perusahaan”

dan didambakan karyawan. Suatu prasyarat penting


kepuasan kerja adalah derajat individu mendapatkan
pekerjaan bermakna secara pribadi. Rendahnya tingkatan
makna telah dihubungkan dengan ketidakpedulian saat
bekerja akan menyebabkan rendahnya tingkat kepuasan
kerja (Thomas dan Velchouse, 1990; Debora, 2006). Kondisi
seperti yang digambarkan ini sejalan dengan kajian ini.

Pengaruh Motivasi terhadap Kepuasan kerja

Hasil pengujian pengaruh langsung memperlihatkan


bahwa terdapat pengaruh yang signifikan positif antara
motivasi terhadap Kepuasan kerja. Artinya sernakin baik
motivasi. Akan semakin baik pula kepuasan kerja karyawan.

Motivasi dalam kajian ini dijabarkan ke dalam tiga


indikator yaitu motivasi atas kebutuhan dari pekerjaan,
pengharapan atas lingkungan kerja, dan kebutuhan atas
imbalan, di rnana indikator pengharapan atas lingkungan
kerja adalah yang paling dominan. Di sisi lain, kepuasan
kerja diukur oleh empat Indikator yaitu bekerja sendiri,
kepemimpinan, kerjasama, dan kondisi kerja, dengan
indikator kerjasarna adalah pengukur dominan pada
variabel kepuasan kerja.

Dari hasil analisis deskriptif, variabel motivasi diukur


sangat positif oleh responden (rata-rata sebesar 4.26, berada
pada kategori sangat positif, yaitu rata-rata antara 4 hingga
5). Di sisi lain, variabel kepuasan kerja diukur sangat positif
pula oleh responden (rata-rata sebesar 4.49, berada pada
kategori sangat positif). Hal ini mengindikasikan bahwa
kedua variabel tersebut, kenyataannya dipersepsi baik oleh
responden. Artinya, implementasi motivasi di PT. X, Tbk
Kandatel Riau sudah sangat baik, demikian pula kepuasan

Page 197
Seno Andri, “Kepemimpinan dan Budaya Organisasi dalam Perusahaan”

kerja karyawan di PT. X, Tbk. Kandatel Riau juga sudah


sangat baik.

Pada kajian ini, motivasi kerja karyawan adalah tinggi,


dengan tingkat kepuasan kerja yang juga tinggi. Berdasarkan
atas tabel di atas, maka yang terjadi di PT. X. Tbk Kandatel
Riau adanya nilai positif bagi organisasi dan bagi pegawai.
Maksudnya adalah dengan karyawan yang mempunyai
motifasi yang tinggi untuk menyelesaikan suatu tugas dan
tanggung jawabnya, maka karyawan tersebut akan
menghasilkan suaru kepuasan. kerja yang baik sehingga nilai
tarnbah untuk karyawan tersebut akan semakin banyak dan
kompleks.

Berdasarkan hasil kajian di lapangan diketahui pula


bahwa indikator orientasi pada peran yang diberikan pada
karyawan berada pada urutan pertama. Dengan kata lain.
Elamen orientasi pada peran tidak serta merta dapat
mempengaruhi kepuasan karyawan. Penghargaan atas
pekerjaan yang dilakukan dengan inisiatif senditi karyawan. Di
sini maksudnya adalah perlakuan pimpinan terhadap
karyawan, bagaimana seorang pimpinan dapat menghargai
inisiatif karyawan dalam menyelesaikan pekerjaan.

Pengaruh Program Diklat terhadap Kepuasan Kerja

Hasil pengujian pengaruh langsung memperlihatkan


bahwa tidak terdapat pengaruh yang signifikan positif antara
Program diklat terhadap Kepuasan. Artinya seberapa baik
pun program pendidikan dan latihan tidak akan
berpengaruh langsung terhadap kepuasan kerja.

Uraian mengenai Diklat secara umum menjelaskan satu


hal yang sama yaitu, suatu proses untuk meningkatkan
kemampuan seseorang (karyawan). Diklat dilakukan untuk

Page 198
Seno Andri, “Kepemimpinan dan Budaya Organisasi dalam Perusahaan”

perubahan, dari keadaan atau prestasi di bawah standar


sampai ke tingkat standar yang diinginkan (Leslie,
1990). Sehingga akhirnya seseorang menjadi lebih terampil
dan ahli, selanjutnya meningkatkan pula kemampuan
memecahkan masalah dan akhirnya menurunkan jumlah
masalah dan hambatan yang ada di dalam organisasi
tersebut.

Disisi lain kepuasan kerja berkaitan dengan psikis


atau faktor yang mengantarkan pada psikis itu,
diantarnya:

1) Hubungan antar individu (hubungan antara atasan dan


bawahan, faktor psikis dan kondisi kerja, hubungan
teman kerja, sugesti teman kerja dan emosi).
2) Faktor individu (sikap, umur dan jenis kelamin).
3) Faktor luar (keluarga, rekreasi, dan pendidikan). Ada juga
yang mendiskripsikan bahwa kepuasan kerja kaitannya
dengan: (1) karakteristik individu; (2) karakteristik
pekerjaan; dan (3) karakteristik organisasi (Yuan and Ting
(1997) dan Yaqob (1999)).

Bertolak dari uraian tersebut terlihat tujuan Diklat


dan kepuasan kerja tidak diberkaitan secara langsung.
Fakta ini yang menjelaskan hasil tidak signifikan dalam
kajian ini. Namun menjadi lain bila Diklat dipandang
sebagai suatu proses yang dapat meningkatkan
kemampuan dalam arti luas, seperti melalui diklat
karyawan menjadi memiliki kemampuan mengelola dirinya
dalam perusahaan. Yang diantaranya dapat memberikan
kinerja lebih baik, sehingga mendapatkan penghargaan yang
mengantarkan pada rasa puas bekerja.

Dilihat dari pengaruh tidak langsung, yaitu adanya


efek dua pengaruh langsung secara berkesinambungan

Page 199
Seno Andri, “Kepemimpinan dan Budaya Organisasi dalam Perusahaan”

terlihat bahwa pada hipotesis sebelumnya terlihat adanya


pengaruh langsung antara program diklat terhadap
kinerja karyawan, dan adanya pengaruh langsung antara
kinerja karyawan dengan kepuasan kerja. Implikasi dari
adanya dua pengaruh langsung tersebut menjadikan adanya
pengaruh tidak langsung antara program diklat terhadap
kepuasan kerja melalui kinerja. Artinya semakin baik
program diklat, akan semakin baik pula kinerja karyawan.
Dengan semakin baiknya kinerja karyawan akibat dari
adanya program diklat, akan semakin baik pula kepuasan
kerja karyawan. Artinya, dengan adanya program diklat
secara langsung akan meningkatkan kinerja karyawan,
tetapi secara langsung tidak akan meningkatkan
kepuasan kerja karyawan. Program diklat akan dapat
meningkatkan kepuasan kerja karyawan, jika program
diklat dapat diimplementasikan untuk meningkatkan kinerja
karyawan.

Program diklat dalam kajian ini dijabarkan ke dalam


tiga indikator yaitu materi diklat, metode diklat, dan
evaluasi penilaian pelaksanaan diklat, di mana indikator
materi diklat adalah yang paling dominan. Di sisi
lain,kepuasan kerja diukur oleh empat indikator yaitu
bekerja sendiri, kepemimpinan, kerjasama, dan kondisi
kerja, dengan indikator kerjasama adalah pengukur dominan.
pada variabel kepuasan kerja.

Hasil analisis deskriptif, variabel program diklat


diukur sangat positif oleh responden (rata-rata sebesar 4.37,
berada pada kategori sangat positif; yaitu rata-rata antara 4
hingga 5). Di sisi lain, variabel kepuasan kerja diukur
sangat positif pula oleh responden (rata-rata sebesar 4.49,
berada pada kategori sangat positif). Hal ini
mengindikasikan bahwa kedua variabel tersebut,
kenyataannya dipersepsi baik oleh responden. Artinya,

Page 200
Seno Andri, “Kepemimpinan dan Budaya Organisasi dalam Perusahaan”

implementasi program diklat di PT. X, Tbk Kandatel Riau


sudah sangat baik, dernikian pula kepuasan kerja karyawan di
PT. X. Tbk Kandatel Riau juga sudah sangat baik.

Dapat disimpulkan bahwa program pendidikan dan


latihan tidak memberi peran langsmag terhadap job
satisfaction. Artinya semakin sering dilakukan pendidikan
dan latihan tidak mempunyai pengaruh terhadap kepuasan
kerja seseorang. Karena di PT. X, Tbk. program pendidikan
dan latihan menjadi alas ukur bagi manajemen dalam
menempatkan karyawan pada jenjang karir yang sesuai
dengan pengetahuan yang dimilikinya. Kajian ini sesuai
dengan kajian yang dilakukan oleh Irma M. Ali (2002).
Hanya saja perbedaannya terletak pada metode pengukuran
dan penyampaian.

Hasil kajian di lapangan juga menunjukkan bahwa


program pendidikan dan latihan sangat mempengaruhi
kepuasan (job satisfaction) karyawan. Karena program latihan
harus dirancang dengan tujuan untuk meningkatkan
prestasi kerja, mengurangi bolosnya pegawai, dan turnover
pegawai serta memperbaiki kepuasan kerja. Pelaksanaan
pendidikan dan pelatihan dibuat dengan tujuan untuk
meningkatkan kinerja karyawan pada posisi sekarang
dan persiapan karyawan untuk menduduki posisi yang lebih
strategis. Sehingga karyawan yang telah mengikuti program
pendidikan dan pelatihan akan meningkatkan kinerja
mereka. Indikator pendidikan dan latihan yang paling kuat
adalah evaluasi setelah pelaksanakan diklat, materi diklat, dan
metode diklat. Materi diklat disesuaikan dengan latar
belakang peserta dan kebutuhan karyawan untuk pekerjaan
saat ini dan penempatan kedepan. Metode pelatihan yang
digunakan adalah dengan mengkombinasikan antara teori
dan simulasi.

Page 201
Seno Andri, “Kepemimpinan dan Budaya Organisasi dalam Perusahaan”

Kajian ini sejalan kombinasi dua kajian berikut:


Pertama, kajian yang dilakukan oleh Irma M Ali (2002),
kajian yang dititikberatkan pada usaha untuk melakukan
pengidentifikasian faktor-faktor yang memungkinkan dan
memudakkan seseorang untuk belajar atau mengikuti
program pendidikan dan pelatihan. Adanya pengaruh
antara program diklat terhadap prestasi kerja Sedangkan
kedua, kajian yang dilakukan oleh Bambang Triaji, (2002),
dengan judul Pengaruh Birokrasi dan Gaya Kepemimpinan
Terhadap Kepuasan Kerja Pegawai dan Kinerja Badan
Pemeriksa Keuangan Indonesia. Hasil kajian menunjukkan
bahwa terdapat pengaruh positif antara kinerja terhadap
kepuasan kerja. Hal ini mengindikasikan semakin baik
kinerja Badan Pemeriksa Keuangan Indonesia akan semakin
tinggi pula Kepuasan Kerja Pegawai. Darnpaknya akan
mencerminkan kerja yang kondusif.

Kedua kajian di atas dapat disimpulkan sebagai


berikut: (1) adanya pengaruh program diklat terhadap
kinerja karyawan, sedangkan (2) adanya pengaruh kinerja
karyawan terhadap kepuasan kerja karyawan. Dari kombinasi
kedua teori di atas, menimbulkan suatu implikasi bahwa
adanya pengaruh tidak langsung antara program diklat
terhadap kepuasan kerja karyawan. Artinya, dengan
semakin baiknya program diklat, akan sernakin baik
pula kinerja karyawan, yang berakhir pada sernakin baik pula
kepuasan kerja karyawan.

Pengaruh Kinerja terhadap Kepuasan Kerja

Hasil pengujian pengaruh langsung mempertihatkan


bahwa terdapat pengaruh yang signifikan positif antara Kinerja
terhadap Kepuasan keria. Artinya semakin baik kinerja, akan
semakin baik pula kepuasan kerja karyawan.

Page 202
Seno Andri, “Kepemimpinan dan Budaya Organisasi dalam Perusahaan”

Kinerja diukur oleh enam indikator yaitu kualitas,


kuantitas, Ketepatan Waktu, Efektivitas Biaya, Kebutuhan
Pengawasan, dan Dampak Individu, dengan KetepatanWaktu
adalah pengukur dorninan pada variabel kinerja. Di sisi lain
kepuasan kerja diukur oleh ernpat indikator yaitu
bekerja sendiri, kepemimpinan, kerjasama, dan kondisi kerja,
dengan indikator kerjasama adalah pengukur dominan pada
variabel kepuasan kerja.

Hasil deskriptif, variabel kinerja diukur sangat positif


oleh responden (rata-rata sebesar 4.42, berada pada kategori
sangat positif, yaitu rata- rata antara 4 hingga 5). Di sisi lain,
variabel kepuasan kerja diukur sangat positif pula oleh
responden (rata-rata sebesar 4.49, berada pada kategori
sangat positif). Hal ini mengindikasikan bahwa kedua
variabel tersebut, kenyataannya dipersepsi baik oleh
responden. Artinya, implementasi kinerja di PT. X, Tbk
Kandatel Riau sudah sangat baik. demikian pula
kepuasan kerja karyawan di PT. X, Tbk Kandatel Riau juga
sudah sangat baik.

Berdasarkan hasil kajian di lapangan diketahui bahwa


kepuasan kerja menunjukkan tingkat yang cukup
signifikan terhadap kinerja karyawan. lni tergambar dari
kuatnya pengaruh indikator kepuasan kerja terhadap
kinerja karyawan. Kepuasan kerja yang dihasilkan
karyawan tidak terlepas dari penghargaan yang diberikan
kepada karyawan apabila mereka menghasilkan suatu output
yang berarti. Dengan tingkat kepuasan pekerjaan yang
dirasakan oleh karyawan akan berdampak terhadap kinerja
karyawan itu sendiri. Maksudnya di sini adalah kepuasan
dalam pekerjaan rriempunyai arti bahwa kinerja karyawan
baik, karena ini merupakan penghargaan terhadap hasil
kerja yang ditunjukkan kepada perrusahaan oleh karyawan
yang bersangkutan.

Page 203
Seno Andri, “Kepemimpinan dan Budaya Organisasi dalam Perusahaan”

Kajian ini sejalan dengan kajian yang dilakukan oleh


Bambang Triaji, (2002), dengan judul Pengaruh Birokrasi
dan Gaya Kepemimpinan Terhadap Kepuasan Kerja
Pegawai dan Kinerja Badan Pemeriksa Keuangan Indonesia.
Hasil kajian menunjukkan bahwa terdapat pengaruh
positif antara kinerja terhadap kepuasan kerja. Hal ini
mengindikasikan semakin baik kinerja Badan Perneriksa
Keuangan Indonesia, akan semakin tinggi pula
Kepuasan Kerja Pegawai. Darnpaknya akan mencerminkan
situasi kerja yang kondusif.

Implikasi Kajian

Sebagaimana telah dikemukakan pada bab sebelumnya


bahwa kajian ini secara teoritis diharapkan dapat
menemukan hubungan kausal antara konstruk atau
variabel laten gaya kepemimpinan, budaya organisasi,
motivasi, program pendidikan, dan latihan terhadap
kinerja dan kepuasan kerja.Temuan dari hubungan
kausal antara konstruks atau variabel laten tersebut secara
terperinci dapat dijelaskan sebagai berikut 1). Terdapat
pengaruh positif signifikan variabel gaya kepemimpinan
terhadap kinerja. Pengaruh positif ini berarti gaya
kepemimpinan berdampak pada kinerja secara langsung. 2).
Terdapat pengaruh positif signifikan variabel budaya
organisasi terhadap kinerja. Pengaruh positif ini berarti
budaya organisasi berdampak pada kinerja secara langsung,
3). Terdapat pengaruh positif signifikan variabel motivasi
terhadap kinerja. Pengaruh positif ini berarti motivasi
berdampak pada kinerja secara langsung, 4). Terdapat
pengaruh positif signifikan variabel program pendidikan
dan latihan terhadap kinerja. Pengaruh positif ini berarti
program pendidikan dan latihan berdampak pada
kinerja. Dengan dernikian semakin baik program
pendidikan dan latihan maka akan semakin baik pula kinerja.

Page 204
Seno Andri, “Kepemimpinan dan Budaya Organisasi dalam Perusahaan”

5). Terdapat pengaruh positif signifikan variabel gaya


kepemimpinan terhadap job satisfaction. Pengaruh positif
ini berarti gaya kepemimpinan berdampak pada
kepuasan kerja secara langsung, 6). Tercapai pengaruh yang
signifikan variabel budaya organisasi terhadap job satisfaction.
Makin baik budaya organisasi maka karyawan semakin
menunjukkan kepuasan kerja yang lebih baik pula, 7).
Terdapat pengaruh positif signifikan variabel motivasi
terhadap job satisfaction. Dengan demikian, semakin tinggi
motivasi yang ada pada organisasi maka kepuasan
kerjapun makin tinggi, 8). Terdapat pengaruh tidak
langsung yang signifikan variabel program pendidikan dan
latihan terhadap kepuasan kerja, melalui kinerja. Dengan
adanya program pendidikan dan latihan yang baik, akan
rneningkatkan kinerja karyawan, yang secara tidak
langsung dapat meningkatkan kepuasan kerja karyawan, 9).
Terdapat pengaruh signifikan positif variabel kinerja
terhadap kepuasan kerja. Pengaruh signifikan ini berarti
kinerja yang baik pada organisasi akan meningkatkan kepuasan
kerja karyawan.

Hasil temuan kajian ini mendukung teori Porte and


Lawlet tentang hubungan antara ability. performance; dan
satisfaction. Di mana pada kajian ini terdapat pengaruh yang
signifikan antara dengan ability maupun antara ability dan
Satisfaction. Secara persamaan antara ability, performance, dan
satisfaction sating berpengaruh secara signifikan.

Kajian ini juga menguatkan kajian yang dilakukan


antara lain oleh:

1) Dennis O'Connor (200I) tentang budaya organisasi,


kelemahan yang dapat diteliti untuk masa datang
adalah terIetak pada objek perusahaan yang diteliti,
Untuk masa datang objek yang diteliti diperluas dan tidak

Page 205
Seno Andri, “Kepemimpinan dan Budaya Organisasi dalam Perusahaan”

hanya saja pada PT. X, Tbk Divisi Pekanbaru tapi PT. X.


Tbk yang beroperasi di Sumatra dan Indonesia pada
umumnya;
2) Irena. M. Ali (2002)., Bruce W. Tuckman (1999), tentang
pedidikan dan latihan kelemahan yang dapat diteliti
untuk masa datang adalah Proses pernbelajaran
disesuaikan dengan pekerjaan saat ini atau pekerjaan yang
akan diberikan pada masa datang dan dengan adanya
berbagai macam sertifikasi dalam dunia perbankan saat
ini, untuk masa datang kajian tentang diklat
dispesifikasikan sesuai dengan jenis atau ragam
sertifikasinya;
3) Igales & Roussell (1999) tentang motivasi kelemahan yang
dapat diteliti untuk masa datang adalah motivasi kerja
tidak hanya dipicu oleh pemberian maslahat, tetapi
juga penghargaan terhadap peran seseorang dan
masing-masing jenis pekerjaan untuk melakukan motivasi
dalam mengernbangkan kinerja dilakukan dengan
pendekatan yang berbeda, Scott D. Camp (I993) tentang
kepuasan kerja dan lingkungan kerja kelemahan yang
dapat diteliti untuk masa datang adalah mencari korelasi
antara komitment organisasi dan lingkungan pekerjaan
dalam mencapai kepuasan kerja;
4) David W. Pitts (2003) tentang kinerja dan kelemahan
yang dapat diteliti untuk masa datang adalah bagaimana
mencermati keanekaragaman menjadi suatu kekuatan dalam
mencapai kinerja perusahaan.

Keterbatasan Kajian

Bermula dari adanya masa kerja, jabatan, bidang kerja,


pusat - cabang dan berbagai kelompok kerja yang ada di
perusahaan PT. X, Tbk Wilayah Riau. Maka sebenarnya
ada varian dalam respon (jawaban kuesioner) yang
rnengindikasikan dan menjelaskan kelompok-kelompok tersebut.

Page 206
Seno Andri, “Kepemimpinan dan Budaya Organisasi dalam Perusahaan”

Varian ini baru diketahui penulis secara pasti setelah penulis


berinteraksi dengan para subjek (karyawan) selama masa kajian.

MisaInva respon terhadap gaya kepemimpinan,


masing-masing responden mempersepsikan pimpinan
masing-masing (pusat dan cabang-cabang). Sementara pimpinan
menjalankan gaya memimpinya disesuaikan dengan kondisi dan
wilayah kerja. Keragaman ini tentu akan memaksimalkan hasil
kajian bila dilihatkan dalam analisis. Namun karena belum
dilakukan maka hasil kajian ini. Secara umum belum dapat
rnenjelaskan secara detail berdasarkan kewilayahan.

Persoalan serupa juga ada dalam keragaman lain,


budaya organisasi bagi karyawan produksi berbeda dengan
front office, berbeda lagi dengan R&D, begitu seterusnya,
Kajian. yang dibatasi pada kelompok strata bisa jadi
mernberikan hasil khusus yang berbeda dengan lainnya.
Dan seterusnya terjadi dalam motivasi, diklat kinerja dan
kepuasan. Semua itu belum bias terungkap sekaligus
merupakan keterbatasan kajian ini.

Kajian ini juga baru pada taraf pengembangan model


untuk menjelaskan kinerja dan kepuasan kerja karyawan.
Pertanyaan besar setelahnya belum dikemukakan dalam
kajian ini, yaitu bagaimana keterterapan dari model ini.
Benarkah bila model ini diterapkan lalu dapat meningkatkan
kinerja dan kepuasan kerja. Bagaimana penjelasan skor tinggi
(rata-rata di atas 4) untuk varabel kinerja dan kepuasan kerja.
Mengapa sudah tinggi padahal model ini belum diterapkan?

Keragaman dan pertanyaan keterterapan tersebut


perlu dijawab segera, sehingga kajian ini menjadi lebih
utuh. Oleh karenanya sekaligus juga sebagai rekornendasi
untuk penelitian selanjutnya. Untuk menindaklanjuti
keragaman dapat dilakukan analisis berbasis komparasi,

Page 207
Seno Andri, “Kepemimpinan dan Budaya Organisasi dalam Perusahaan”

dan untuk keterterapan dapat dilakukan dengan


pendekatan eksperimental dengan melibatkan kelompok
kontrol yang tidak menerapkan model.

Page 208
Seno Andri, “Kepemimpinan dan Budaya Organisasi dalam Perusahaan”

BAB VI

PENUTUP

Dalam kajian-kajian yang lebih baru tentang


kepemimpinan dalam kerangka pembangunan sumber
daya manusia (SDM) selain diklat (coaching) sebenarnya
dikenal pola istilah mentoring. Mentoring adalah
hubungan personal dimana seorang mentor yang lebih
berpengalaman (biasanya orang yang dua atau empat
levelnya lebih tinggi di organisasi) bertindak sebagai
pembimbing, model, dan sponsor bagi binaannya yang
kurang berpengalaman. Banyak penelitian membuktikan
bahwa mentoring ini merupakan komponen pembinaan
yang cukup berpengaruh. Satu perbedaan yang cukup
penting adalah bahwa tidak seperti coaching, mentoring
tidak menyasar kebutuhan-kebutuhan pembinaan dan
pengembangan tertentu, mentoring juga tidak
dilakukan oleh pemimpin perusahaan, yang
memberikan pengarahan atau informal coaching kepada
bawahannya, melainkan oleh para manajer level intermediace.

Page 209
Seno Andri, “Kepemimpinan dan Budaya Organisasi dalam Perusahaan”

Lewat mentoring ini maka proses pembinaan sumber daya


manusia dapat terdistribusikan secara lebih efektif.

Penelitian tidak menyebutkan sedikitpun soal


mentoring ini, padahal perannya bisa jadi jauh lebih
efektif dan coaching (diklat) karena pekerja pemula akan
melihat langsung seniornya yang bertindak selaku
mentor, sebagai role model teladan. Dengan demikian
motivasi itu menjadi sesuatu yang terbayangkan dan
terproyeksi pada sosok yang mempribadi. Proses
mentoring ini dilaporkan bekerja dengan cukup baik di
organisasi militer seperti dalam laporan Steinberg dan
Polley (1999) dan Lall (1999).

Seperti juga gaya dan motivasi yang banyak


dipengaruhi unsur-unsur bawaan manusiawi maka
mentoring ini pun menyodorkan pendekatan yang lebih
mempribadi, dimana pengalaman, perasaan, kepekaan,
kebijakan, dikonsultasikan lewat satu pewarisan pengalaman.
Dalam diklat, berlakulah teori-teori umum dengan
kebenaran-kebenaran jeneral, akan tetapi dalam mentoring
pendekatan pribadi mungkin akan memperinci dan
modifikasi pernyataan-pernyataan tegas di dalam diklat
tersebut.

Page 210
Seno Andri, “Kepemimpinan dan Budaya Organisasi dalam Perusahaan”

Sebagaimana halnya dengan diklat mentoring juga bisa


dilakukan secara forrnal maupun informal. Informal
mentoring terjadi manakala antara mentor dan binaan
terbangun hubungan jangka panjang berdasarkan
pertemanan, minat yang sarna, dan saling menghormati
(mutual respect). Hubungan semacam ini mungkin terjadi jika
kedua pihak bekerja di departemen yang sama atau proyek
yang sama, dengan jangka waktu yang cukup signifikan.

Sedangkan mentoring formal, biasanya berupa


pengangkatan top eksekutif baru yang kurang
berpengalaman namun potensial untuk dimentoring senior
eksekutifnya yang sejajar berkait dengan proses dan cara
pengambilan keputusan perusahaan melakukan program
mentoring formal ini untuk percepatan pengembangan
organisasi.

Dan segi biaya, mentoring informal jauh lebih hemat


ketimbang suatu acara diklat resmi yang jelas menelan
biaya tidak sedikit. Maka suatu kombinasi pelatihan
mungkin bisa dilakukan: yakni dengan meng-coach
segelintir staf manajemen, untuk melakukan mentoring
ke sekian puluh atau sekian ratus bawahannya.

Page 211
Seno Andri, “Kepemimpinan dan Budaya Organisasi dalam Perusahaan”

Selain itu pula, para karyawan akan terpacu


untuk mendapatkan mentoring terbaik dengan
menunjukkan kinerja yang baik pula, Karena mentor
umumnya mencari binaan dengan motivasi yang tinggi,
berbakat atau semangat besar.

Dalam buku ini, selain memang tidak ditemukan


fenomena organisasi sedemikian di Telkom Kandatel Riau,
keterbatasan waktu dan kesempatan juga mengurangi
peluang penulis untuk mengeksplorasi masalah ini secara
lebih cermat.

Ketika berfokus pada kajian tentang followers,


motivasi, kepuasan, dan kinerja juga sering dipaketkan
menjadi satu paket bahasan. Nampaknya ketiga variabel
sudah merupakan objek kajian yang lawas sekali. Riset-
reset susulan selalu berputar-putar pada ketiga variabel
dengan sedikit modifikasi-modifikasi. Sedangkan ketika
membahas leader selalu dinyatakan "kepemimpinan ini
tumbuh melalui pendidikan dan pengalaman." Maka diklat
adalah pendidikan, dan mentoring adalah alat pewarisan
pengalaman.

Page 212
Seno Andri, “Kepemimpinan dan Budaya Organisasi dalam Perusahaan”

Masalah keteladanan (role model seperti dalam


mentoring) yang sebenarnya juga lawas seringkali dianggap
kurang relevan dalam organisasi.

Keteladanan tidak selalu berkait dengan prestasi


arau kinerja arau technical matters, keteladanan bisa juga
berkait dengan moral. Dan moral ujung-ujungnya bermuara
di kapasitas spiritual - emosional. Padahal pendekatan
spiritual-emosional ini, baik di barat maupun di Indonesia
sendiri, justru sangat-sangat relevan bagi pengembangan
SDM.

Sejauh ini kata penutup sudah membahas sesuatu hal


di luar tema dan kajian penelitian buku di bab-bab
sebelumnya. Baiklah anggap saja kita sedang mengajukan
sebuah saran bagi penelitian-penelitian di masa
mendatang. Atau saran bagi pengembangan SDM
perusahaan di masa depan.

Kesimpulan

Berdasarkan hasil kajian yang diperoleh dan


pembahasan yang dikemukakan pada bab-bab sebelumnya.
maka dapat diambil kesimpulan utama bahwa Gaya
Kepemimpinan, Budaya Organisasi, Motivasi, dan Program

Page 213
Seno Andri, “Kepemimpinan dan Budaya Organisasi dalam Perusahaan”

Diklat berpengaruh terhadap Kinerja Karyawan. Di sisi


lain, Kepuasan Kerja dipengaruhi secara langsung oleh
Gaya Kepemimpinan, Budaya Organisasi, dan Motivasi,
sedangkan Kepuasan Kerja dipengaruhi secara tidak
langsung oleh Program Diklat melalui perantara Kinerja.

Secara terperinci kesimpulan dalam kajian ini adalah


sebagai berikut:

1) Gaya kepemimpinan berpengaruh terhadap kinerja,


dimana indikator yang berpengaruh paling dominan
mengukur gaya kepemimpinan adalah gaya
kepemimpinan demokratik. Di sini terlihat dengan jelas
bahwa karyawan akan dapat meningkat kinerjanya
apabila perusahaan dipimpin oleh seorang pemimpin
dengan gaya demokratik, dimana kinerja dicerminkan
melalui orientasi prestasi.
2) Budaya organisasi berpengaruh terhadap kinerja,
dimana indikator budaya organisasi yang paling
dominan adalah pemberian peran kepada karyawan sesuai
dengan keahlian dan kompetensi masing-masing
karyawan. Di sini terlihat dengan jelas bahwa karyawan
akan meningkat kinerjanya apabila pemimpin dapat

Page 214
Seno Andri, “Kepemimpinan dan Budaya Organisasi dalam Perusahaan”

memberikan peran serta bagi karyawan dalam


melaksanakan tugas atau kegiatan strategik perusahaan.
3) Motivasi berpengaruh positif terhadap kinerja, karena
dengan motivasi yang kuat maka karyawan akan bekerja
dengan smart, sehingga dapat menghasilkan produk
sesuai dengan rencana. Dengan motivasi karyawan yang
baik maka kinerja perusahaan akan terjaga dengan
baik.
4) Program pendidikan dan latihan berpengaruh positif
terhadap kinerja, berdasarkan hasil analisis terlihat
indikator pengukur terkuat program pendidikan dan
latihan adalah metodenya sesuai dengan kegiatan usaha
perusahaan dengan melakukan evaluasi dalam memulai
penerapan program secara berkesinambungan dapat
berpengaruh terhadap kinerja apabila melalui proses
peningkatan motivasi pada diri karyawan.
5) Gaya kepemimpinan berpengaruh terhadap job
satisfaction (kepuasan karyawan dalam bekerja,
berdasarkan hasil analisis indikator gaya
kepemimpinan yang paling dominan adalah gaya
kepemimpinan demokratik. Di sini terlihat dengan jelas
bahwa karyawan akan meningkat kinerjanya apabila
perusahaan dipimpin oleh seorang pemimpin dengan

Page 215
Seno Andri, “Kepemimpinan dan Budaya Organisasi dalam Perusahaan”

gaya demokratik. Di sisi lain, kepuasan karyawan


tampak dengan adanya orientasi pada prestasi. Artinya
dampak adanya gaya kepemimpinan yang baik, akan
tampak pada prestasi yang ditorehkan karyawan.
6) Budaya organisasi berpengaruh terhadap job satisfaction
(kepuasan) hal ini mengindikasikan semakin baik
budaya organisasi di lingkungan kerja, akan semakin
tinggi pula kepuasan kerja karyawan.
7) Motivasi berpengaruh positif terhadap job satisfaction
(kepuasan) karyawan dalam bekerja, karena dengar
motivasi yang kuat maka karyawan akan bekerja
dengan smart, sehingga dapat menghasilkan produk
sesuai dengan rencana. Dengan motivasi karyawan
yang baik maka job satisfaction (kepuasan) karyawan
dalam bekerja akan terjaga dengan baik.
8) Program pendidikan dan latihan tidak berpengaruh
langsung terhadap job satisfaction (kepuasan) karyawan
dalam bekerja. Akan tetapi jika pengaruh tidak
langsung, maka terdapat pengaruh program pendidikan
dan latihan terhadap kepuasan melalui kinerja
karyawan. Artinya melatih program pendidikan dan
pelatihan karyawan akan dapat menata carrier path atau
jenjang karirnya, yang akan dapat meningkatkan

Page 216
Seno Andri, “Kepemimpinan dan Budaya Organisasi dalam Perusahaan”

kinerja kerja karyawan. Dengan meningkatnya kinerja


karyawan, maka akan dapat meningkatkan kepuasan
kerja karyawan.
9) Kinerja pengaruh terhadap Job satisfaction. Yang menjadi
ukuran adalah bagaimana karyawan tersebut dapat
bekerja sendiri dalam memberikan pelayanan yang baik
kepada pelanggan, sehingga pelanggan merasa puas
akan penggunaan jasa PT. TELKOM, Tbk Kandatel
Riau. Kerja sama menjadikan sub pendukung dalam
pemberian kepuasan tersebut, dengan kerja sama yang
baik dan tidak ada saling lempar tanggung jawab
maka jasa telekomunikasi yang diberikan akan sangat
bermanfaar bagi pelanggan.

Saran

Hasil kajian menunjukan bahwa kepuasan kerja


karyawan dapat dikelola dalam sebuah model yang
mengintegrasikan variabel gaya kepemimpinan, budaya
organisasi, motivasi, program diklat dan kinerja. Hasil ini
tidak perlu generalisasikan lagi melainkan sudah langsung
menjelaskan yang tejadi di PT. Tbk Kandatel Riau, karena
kajian ini tidak dilakukan pada sampel melainkan populasi.

Page 217
Seno Andri, “Kepemimpinan dan Budaya Organisasi dalam Perusahaan”

Berdasarkan konseptual yang membangun model,


maka meskipun hasil kajian ini terbatas untuk PT. X, Tbk
Kandatel Riau, namun secara konseptual dapat dipakai
untuk PT. X. pada umumnya. Sehingga ada beberapa hasil
kajian ini yang dapat digeneralisasi, diantaranya adalah
temuan model untuk mengolah kinerja dan keputusan
karyawan. Berdasarkan model itu dapat disarankan
beberapa hal:

Saran Umum

Kajian ini membuktikan pentingnya pimpinan dalam


menjalankan gaya kepemimpinannya dalam rangka menjaga
kinerja karyawan, yang akumulasinya merupakan kinerja
perusahaan. Memerankan ini mengandung pengertian
dapat bergonta-ganti, karena pada dasarnya gaya
memimpin adalah suatu seni yang harus diperankan
menarik sehingga perusahaan dalam hal ini karyawan
bersedia mencapai tujuan organisasi. Gaya yang diperankan
tidak harus selalu demokratis, meskipun secara kata
demokratis seolah-olah positif secara absolut. Namun gaya
bebas dan otoriter harus juga diperankan. Samua didasarkan
pada pada dinamika dan kontek yang menjadi tujuan.

Page 218
Seno Andri, “Kepemimpinan dan Budaya Organisasi dalam Perusahaan”

Budaya organisasi juga sangat penting untuk


diperhatikan agar kondusif dengan semua entitas dalam
perusahaan. Budaya organisasi akan memberikan
pengayoman sehingga mendorong karyawan bekerja keras,
menghargai peran individu, menghargai prestasi kerja,
maupun memberikan dukungan terhadap semua aktivitas
positif, dan menjaga lingkungan kerja tetap nyaman. Budaya
ini pada gilirannya akan memotivasi karyawan, karena
peran, prestasi, imbalan, menjadi berjalan dengan baik.

Diklat juga disarankan untuk terus dilakukan, karena


merupakan salah satu cara meningkatkan sumber daya
karyawan. Melalui diklat kemampuan karyawan dan
SDM secara keseluruhan dapat ditingkatkan secara terasah,
sehingga tujuan perusahaan dapat dicapai dengan efesien dan
efektif.

Rekomendasi Bagi PT X Tbk Kanderai Riau

Saran umum tersebut operasionalnya harus


dilaksanakan bersama oleh semua unsur perusahaan.
Disini direksi harus menjaga agar semua berjalan, dimulai
dari gaya memimpin; Kebebasan karyawan, demokrasi dan
otoriter harus diterapkan secara proporsional dan tepat

Page 219
Seno Andri, “Kepemimpinan dan Budaya Organisasi dalam Perusahaan”

situasi. Sehingga terbangunnya atmosfir kerja yang positif


diatas organisasi yang kuat.

Sistem penilaian pegawai harus dijalankan dengan baik


dan transparan, sehingga semua individu merasa memiliki
orientasi kekuasaan yang sama sesuai tingkatnya. Siapa saja
sebanding dengan prestasi, peran, dan kontribusi terhadap
perusahaan akan mendapatkan penghargaan yang sesuai.
Secara periodik dilakukan pembaruan kemampuan
melalui pendidikan dan latihan (Diklat), sehingga semua
sumber daya yang dimiliki khususnya SDM selalu terbarukan.

Semua itu dilaksanakan dalam upaya


mempertahankan dan meningkat kinerja karyawan yang
akumulasinya merupakan kinerja perusahaan. Sehingga
tidak saja karyawan menjadi berkemampuan, melainkan juga
secara psikis dapat menikmati pekerjaannya (kepuasan kerja).

Page 220
DAFTAR PUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai