Anda di halaman 1dari 16

HUBUNGAN KONSTITUSI TERHADAP ISU MASA JABATAN

PRESIDEN 3 PERIODE DI INDONESIA

1
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI.................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN.............................................................................1

1.1 Latar Belakang Masalah...........................................................................1


1.2 Rumusan Masalah.....................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN...............................................................................3

2.1 Arti Penting Konstitusi Bagi Suatu Negara..............................................3

2.2 Hubungan UUD 1945 Terhadap Isu Masa Jabatan

Presiden 3 Periode.....................................................................................9

BAB III PENUTUP.....................................................................................16

3.1 Kesimpulan.............................................................................................16

DAFTAR PUSTAKA..................................................................................16

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Undang-Undang Dasar 1945 sebagai konstitusi di Indonesia merupakan


hukum tertinggi yang ditetapkan secara konstitusional, sedangkan hukum itu
merupakan produk politik, karena dalam kenyataannya setiap produk hukum
merupakan produk politik, sehingga hukum dapat dilihat sebagai kristalisasi dari
pemikiran politik yang saling interaksi dikalangan politisi.1

Namun politik itu kental dengan kepentingan, oleh karena itu tidak
mustahil karena kepentingan itulah kemudian dapat merubah produk hukum juga,
demikian halnya terhadap konstitusi di Indonesia yang selalu berubah dan
mengikuti perkembangan politik.

Salah satunya mengenai pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi)


kembali mendapatkan perhatian publik. Pemicunya yakni, mencuatnya kembali
wacana agar Jokowi kembali melaju di Pipres 2024. Dimana ini dapat diartikan
bahwa Jokowi akan didukung agar menjabat 3 periode sebagai Presiden.

Isu ini muncul dari tudingan eks Ketua MPR Amien Rais.. Amien
menyebut, ada skenario yang digunakan agar Jokowi dapat dipilih kembali yakni
dengan meminta adanya sidang istimewa MPR. Jokowi menegaskan, dirinya
adalah presiden yang dipilih langsung oleh rakyat Indonesia berdasarkan
konstitusi. Oleh karena itu, pemerintahannya akan berjalan tegak lurus dengan
konstitusi tersebut.2

Eks Gubernur DKI Jakarta itu menegaskan, dirinya sama sekali tak
memiliki niat untuk menjadi presiden tiga periode. UUD 1945, kata Jokowi, tel

1
Santoso, M. Agus. 2009. Kajian Hubungan Timbal Balik Antara Politik dan Hukum, Jurnal Ilmiah
Hukum “YURISKA” Vol.1 No.1 FH UGM Samarinda, Agustus 2009
2
Kumparan. 2021. Mengingat 2 Pernyataan Jokowi Tolak Wacana Presiden 3 Periode. Diakses
pada tanggal 20 Juli 2021
ah mengatur masa jabatan presiden selama dua periode yang harus dipatuhi
bersama.

Wacana perpanjangan masa jabatan presiden menjadi tiga periode ini


sontak memicu polemik. Meski ada yang setuju dan mendukung, namun sebagian
besar menolak dan menentang wacana tersebut. Pasalnya, masa jabatan presiden
tiga periode melanggar Undang-undang Dasar 1945. Masa jabatan presiden yang
terlalu lama juga berpotensi membawa pada watak kekuasaan absolut yang rentan
terjadinya penyimpangan kekuasaan seperti korupsi, kolusi, dan nepotisme
(KKN).3

Indonesia memiliki pengalaman yang buruk akibat masa jabatan Presiden


yang tak dibatasi, yakni pada zaman Orde Lama dan Orde Baru. Untuk itu, tak ada
urgensi melakukan amendemen UUD 1945 untuk menambah masa jabatan
presiden. Selain itu, pembatasan masa jabatan presiden selama dua periode
merupakan amanat Reformasi 1998. Sehingga jabatan presiden hanya dibatasi dua
periode untuk menjaga iklim demokrasi dan agar terjadi sirkulasi kepemimpinan
nasional. Sehingga berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka penulis tertarik
untuk membahas topik tentang “Hubungan Konstitusi Terhadap Isu Masa
Jabatan Presiden 3 Periode di Indonesia”

A. Rumusan Masalah
1. Apakah arti penting konstitusi bagi suatu negara?
2. Bagaimana hubungan UUD 1945 terhadap isu masa jabatan presiden 3
periode?

3
Kompas. 2021. Jokowi Tiga Periode, Mungkinkah? | Diakses pada tanggal 20 Juli 2021

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Arti Penting Konstitusi Bagi Suatu Negara

Konstitusi merupakan hukum dasar yang dijadikan landasan dalam


penyelenggaraan suatu negara. Sebagai hukum dasar, konstitusi suatu negara
dapat berbentuk tertulis dan tidak tertulis. Konstitusi yang tertulis lazim disebut
Undang-Undang dasar. Undang-Undang Dasar sebagai konstitusi tertulis beserta
nilai-nilai dan norma hukum dasar yang tidak tertulis yang hidup sebagai
konvensi ketatanegaraan dalam praktik penyelenggaraan negara sehari-hari,
termasuk dalam pengertian konstitusi atau hukum dasar (droit constitusionnel)
suatu negara.4

Dalam perkembangannya, konstitusi memiliki dua pengertian yakni adalah


konstitusi dalam arti sempit dan konstitusi dalam arti luas. Konstitusi dalam arti
sempit ialah tidak menggambarkan seluruh kumpulan peraturan, baik yang tertulis
dan tidak tertulis (legal and non legal) maupun yang dituangkan dalam suatu
dokumen tertentu seperti berlaku di Amerika Serikat.5

Konstitusi sangatlah penting bagi suatu negara, konstitusi akan mencegah


terjadinya penyalahgunaan atau penyelewengan kekuasaan yang dilakukan
oleh pemerintah atau penguasa serta menjamin agar manusia tidak saling
melanggar hak asasi manusia. Konstitusi sangat penting sebab mempunyai
fungsi yang sangat penting, fungsi utamanya ada dua yaitu :

1. Membagi kekuasaan dalam negara


2. Membatasi kekuasaan pemerintah atau penguasa dalam negara
Konstitusi memiliki sifat-sifat yakni ada konstitusi yang bersifat flexible
(luwes) dan ada yang bersifat rigid (kaku). Bryce mengemukakan ciri-ciri khusus
dari konstitusi fleksibel adalah (a) elastis, (b) diumumkan dan diubah dengan cara
sama seperti undang-undang. Sedangkan ciri-ciri konstitusi yang rigid adalah (a)
4
Jimly Asshiddiqie. 2014. Konstitusi dan Konstitusional Indonesia. Jakarta. Sinar Grafika. Hal 29
5
Sri Soemantri. 1981. Pengantar Perbandingan Antar Hukum Tata Negara. Jakarta. Rajawali. Hal
22

3
mempunyai kedudukan dan derajat yang lebih tinggi dari peraturan perundang-
undang yang lain, (b) hanya dapat diubah dengan cara yang khusus atau istimewa
atau dengan persyaratan yang berat6.
Adapun cara yang digunakan untuk mengubah Undang-Undang Dasar atau
Konstitusi, menurut K.C. Wheare ada empat, yakni adalah7
1. Beberapa kekuatan yang bersifat primer (Some Primary Forces).
2. Perubahan yang diatur dalam konstitusi (Formal Amandement)
3. Penafsiran secara hukum (Judicial Intrepertation)
4. Kebiasaan yang terdapat didalam bidang ketatanegaraan (Usage and
Convention)
Sedangkan menurut C.F. Strong prosedur perubahan konstitusi dilakukan dengan
empat cara yakni adalah
1. Perubahan Konstitusi yang dilakukan dengan batasan-batasan tertentu
2. Perubahan Konstitusi yang dilakukan oleh rakyat melalui referendum
3. Perubahan Konstitusi yang dilakukan oleh negara-negara bagian
4. Perubahan Konstitusi yang dilakukan oleh suatu konvensi atau dilakukan
oleh lembaga negara khusus yang dibentuk hanya untuk keperluan
perubahan
Di Indonesia telah mengalami beberapa fase proes perubahan Undang-
Undang Dasar. Ini dapat ditinjau dari segi sejarah perubahan konstitusi di
Indonesia dan dari segi perubahan konstitusi di Indonesia melalui amandemen.
Menariknya, semenjak perubahan konstitusi Indonesia (UUD 1945), tidak pernah
sekalipun ada wacana untuk merubah Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945.
Ini menjadi alasan paling pragamatis, karena di dalam Pembukaan Undang-
Undang Dasar 1945 terkandung nilai-nilai Pancasila.

Pancasila adalah sumber dari segala aturan di Indonesia. Akan tetapi


beberapa menganggap bahwa dapat dirubah tidaknya Pembukaan UUD 1945
adalah masalah politik, kecuali ditentukan dalam UUD bahwa Pembukaan tidak
boleh dirubah. Sedangkan Tap MPR yang menentukan Pembukaan UUD 1945
tidak dapat diubah oleh siapapun, termasuk MPR hasil pemilihan umum. Yakni
6
Dahlan Thaib, Jazim Hamidi dan Ni’matul Huda. 2003. Teori dan Hukum Konstitusi. Jakarta.
Raja Grafindo Persada. Hal 29
7
Sri Soematri. 2006. Prosedur dan Sistem Perubahan Konstitusi. Bandung Alumni 2006. Hal 2018

4
peraturan dengan level lebih rendah yang mengatur materi peraturan derajat lebih
tinggi.8

a. Proses Perubahan Konstitusi dalam Sejarah Indonesia


1) Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945)
Undang-Undang Dasar 1945 sebagai kontitusi tertulis merupakan
konstitusi yang dituangkan dalam dokumen formal. Menurut sejarahnya,
Undang-Undang Dasar 1945 dirancang oleh Badan Penyelidik Usaha-
Usaha Persiapan Kemedekaan pada tanggal 29 Mei 1945 sampai dengan
tanggal 16 Agustus 1945, atau hanya dalam waktu 49 (empat puluh
sembilan) hari kerja. Karena disusun dalam waktu yang singkat dan dalam
suasana yang kurang memungkinkan, oleh penyusunnya UUD 1945
dikatakan sebagai UUD kilat.
2) Konstitusi RIS (Republik Indonesia Serikat)
Indonesia yang pada saat itu baru saja merasakan kemerdekaan, Belanda
ingin kembali berkuasa di Indonesia melalui Agresi Militer-I pada tahun
1947 dan Agresi Militer-II padda tahun 1948, namun agresi tersebut gagal.
Setelah itu, pada tahun 1949 dilakukan KMB (Konfrensi Meja Bundar) di
Den Haag, Belanda yang salah satu hasilnya adalah untuk mendirikan
Republik Indonesia Serikat (RIS) dan disepakati serta mulai berlaku pada
tanggal 27 desember 1949. Dengan disepakati dan berlakunya perjanjian
ini, maka Negara Indonesia tetap ada, namun hanya merupakan salah satu
dari negara bagian dari negara RIS. Dengan demikian, Undang-Undang
Dasar 1945 yang hanya berlaku untuk negara Indonesia saja bukan negara
RIS. Namun konstitusi ini tidak berlangusng lama tentunya, karena tidak
sesuai dengan jiwa proklamasi Indonesia. Pada tanggal 19 Mei 1950
disusunlah Piagam Persetujuan antara Pemerintah RIS yang sekaligus
mewakili Negara bagian Indonesia Timur menyatakan menyetujui
membentuk negara kesatuan. Dan tindak lanjut dari Piagam Persetujuan

8
Miftakhul Huda. 2009. Pengujian UU dan Perubahan Konstitusi: Mengenal Lebih Dekat Gagasan
Sri Soemantri. Jarkarta. Jurnal Konstitusi, 6:4. Hal. 183

5
tersebut terbentuklah Negara Kesatuan dengan berdasar Undang-Undang
Dasar Sementara 1950 tanggal 17 Agustus 1950.9
3) Undang-Undang Dasar Sementara (UUDS 1950)
Dibawah UUDS 1950, pemilihan umum berhasil dilakukan yakni pada
tahun 1955 untuk memilih anggota Dewakyat (DPR) dan memilih anggota
Dewan Konstitusante. Dewan konstituante adalah dewan yang dibentuk
untuk merumuskan UUD yang baru yang diharapkan akan dapat
menggantikan UUDS 1950. Namun ternyata dewan yang dibentuk melalui
pemilihan umum ini belum mampu mewujudkan UUD baru karena
sulitnya mencapai kesepakatan diantara para anggota dewan. Untuk itu
Presiden Soekarno mencari jalan keluarnya dengan mengeluarkan Dekrit
Presiden 5 Juli 1959, yang berisikan: Menetapkan pembubaran
Konstituante; Menetapkan UUD 1945 berlaku lagi terhitung mulai tanggal
penetapan Dekrit, dan tidak berlakunya lagi UUDS 1950; dan Menetapkan
dalam waktu sesingkat-singkatnya pembentukan MPRS dan DPAS.
Dekrit ini mendapat dukungan sebagian besar rakyat Indonesia. Yang
lebih penting lagi melalui Dekrit ini terjadi perubahan ketatanegaraan
Indonesia, naskah UndangUndang Dasar 1945 menjadi berlaku kembali
sebagai hukum tetinggi dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia.10
4) Kembali ke UUD 1945
Ciri-ciri periode ini ialah dominasi yang sangat kuat dari presiden,
terbatasnya peranan partai politik, berkembangnya pengaruh komunis, dan
meluasnya peranan ABRI sebagai unsur sosial politik. Ketetapan MPRS
No. III/MPRS/1963 yang mengangkat Soekarno sebagai presiden seumur
hidup telah membatalkan pembatasan waktu lima tahun. Tahun 1960
Presiden Soekarno membubarkan Dewan Perwakilan Rakyat hasil
pemilihan umum, padahal dalam penjelasan Undang-Undang Dasar 1945
secara eksplisit ditentukan bahwa presiden tidak mempunyai wewenang
untuk berbuat demikian. Kuatnya posisi presiden juga merambah dalam

9
Adnan Buyung Nasution. 1992. The Aspiration for Constitutional Government in Indonesia: A
Socio Legal Study of the Indonesian Konstituante, 1956- 1959. Jakarta. Pustaka Sinar Harapan.
Hal. 27
10
Kus Edy Sartono. 2000. Kajian Konstitusi Indonesia dari Awal Kemerdekaan Hingga Era
Reformasi”, Jurnal Humanika, 9:1. Yogyakarta. Hal. 100

6
bidang-bidang lain di luar bidang eksekutif. Berdasarkan Undang-Undang
No. 19 tahun 1964 Presiden diberi wewenang untuk campur tangan di
bidang yudikatif. Dan masih Banyak lagi penyimpangan-penyimpangan
terhadap Undang-Undang Dasar 1945 sebagaimana dibeberkan oleh
Miriam Budiardjo11. Puncaknya pecahnya peristiwa G 30 S/PKI telah
mengakhiri periode demokrasi terpimpin dan membuka jalan untuk di
mulainya masa demokrasi Pancasila.
b. Proses Perubahan Konstitusi dalam Masa Amandemen
1) Amandemen Pertama
Kelemahan dan ketidaksempurnaan konstitusi yang merupakan hasil
karya manusia adalah sesuatu hal yang pasti. Perlunya perubahan
terhadap UUD 1945 sebenarnya adalah gagasan yang telah
diungkapkan semenjak jaman Orde Baru. UUD dipandang terlalu
summier, terlalu banyak masalah-masalah yang diserahkan kepada
pembuat peraturan yang lebih rendah. Serta tidak menjamin secara
tegas tentang hak-hak asasi manusia (HAM). Untuk itu, wajarlah jika
terjadi perubahanperubahan dalam konstitusi.
2) Amandemen Kedua
Perubahan kedua dilakukan dalam sidang Tahunan MPR tahun 2000
yang meliputi Pasal 18, Pasal 18A, Pasal 18B, Pasal 19, Pasal 20 Ayat
(5), Pasal 20A, Pasal 22A, Pasal 22B, BAB IXA, Pasal 28A, Pasal
28B, Pasal 28C, Pasal 28D, Pasal 28E, Pasal 28F, Pasal 28G, Pasal
28H, Pasal 28I, Pasal 28J, BAB XII, Pasal 30, Bab XV, Pasal 36A,
Pasal 36B dan Pasal 36C UUD 1945. Perubahan ini terdiri dari 5 BAB
dan 25 Pasal. Inti dari perubahan kedua ini meliputi masalah wilayah
negara dan pembagian pemerintahan daerah, menyempurnakan
perubahan pertama dalam hal memperkuat kedudukan DPR dan
ketentuan-ketentuan yang lebih merinci mengenai HAM. Khusus
mengenai pengaturan HAM, dapat dilihat pada Perubahan dan
kemajuan signifikan adalah dengan dicantumkannya persoalan HAM
secara tegas dalam sebuah BAB tersendiri, yakni BAB XA (Hak Asasi

11
Miriam Budiardjo. 2006. Dasar-Dasal Ilmu Politik. Jakarta. Garmedia. Hal. 71

7
Manusia) dari mulai Pasal 28A sampai dengan 28J. Dapat dikatakan
bahwa konseptualisasi HAM di Indonesia telah mengalami proses
dialektika yang seruis dan panjang yang mengambarkan komitmen atas
upaya penegakan hkum dan HAM.
3) Amandemen Ketiga
Perubahan ketiga ini terdiri dari 3 BAB dan 22 Pasal, ditetapkan pada
Sidang Tahunan MPR Tahun 2001 mengubah dan atau menambah
ketentuan-ketentuan Pasal 1 Ayat (2) dan (3), Pasal 3 Ayat (1), (3) dan
(4), Pasal 6 Ayat (1) dan (2), Pasal 6A Ayat (1), (2), (3) dan (5), Pasal
7A, Pasal 7B Ayat (1), (2), (3), (4), (5), (6) dan (7), Pasal 7C, Pasal 8
Ayat (1) dan (2), Pasal 11 Ayat (2) dan (3), Pasal 17 Ayat (4), BAB
VIIIA, Pasal 22C Ayat (1), (2), (3) dan (4), Pasal 22D Ayat (1), (2), (3)
dan (4), BAB VIIB, Pasal 22E Ayat (1), (2), (3), (4), (5) dan (6), Pasal
23 Ayat (1), (2) dan (3), Pasal 23A, Pasal 23C, BAB VIIIA, Pasal 22E
Ayat (1), (2) dan (3), Pasal 23F Ayat (1) dan (2), Pasal 23G Ayat (1)
dan (2), Pasal 24 Ayat (1) dan (2), Pasal 24A Ayat (1), (2), (3), (4) dan
(5), Pasal 24B Ayat (1), (2), (3) dan (4), Pasal 24C Ayat (1), (2), (3),
(4), (5) dan (6) UUD 1945.
Inti perubahan yang dilakukan pada amandemen ketiga ini adalah
Bentuk dan Kedaulatan Negara, Kewenangan MPR, Kepresidenan,
Impeachment, Keuangan Negara, Kekuasaan Kehakiman dam
ketentuanketentuan mengenai Pemilihan Umum.
4) Amandemen Keempat
Perubahan keempat dilakukan dalam Sidang Tahunan MPR tahun
2002. Perubahan dan atau penambahan tersebut yakni meliputi Pasal 2
Ayat (1), Pasal 6A Ayat (4), Pasal 8 Ayat (3), Pasal 11 Ayat (1), Pasal
16, Pasal 23B, Pasal 23D, Pasal 24 Ayat (3), BAB XIII, Pasal 31 Ayat
(1), (2), (3),(4) dan (5), Pasal 32 Ayat (1), (2), (3) dan (4), BAB IV,
Pasal 33 Ayat (4) dan (5), Pasal 34 Ayat (1), (2), (3) dan (4), Pasal 37
Ayat (1), (2), (3), (4) dan (5), Aturan Peralihan Pasal I, II dan III,
Aturan Tambahan Pasal I dan II UUD 1945. Materi perubahan pada
perubahan keempat adalah ketentuan tentang kelembagaan negara dan

8
hubungan antar negara, penghapusan Dewan Pertimbanga Agung
(DPA), ketentuan mengenai pendidikan dan kebudayaan, ketentuan
tentang perekonomian dan kesejahteraan sosial dan aturan peralihan
serta aturan tambahan.

2.1 Hubungan UUD 1945 Terhadap Isu Masa Jabatan Presiden 3 Periode

Bunyi Pasal 7 Undang-Undang Dasar (UUD 1945) mengatur tentang masa


jabatan Presiden dan Wakil Presiden (Wapres) Republik Indonesia. Namun, ada
sedikit perubahan serta tambahan isi pasal ini dalam UUD 1945, baik sebelum dan
sesudah amandemen. Masa jabatan Presiden dan Wakil Presiden Republik
Indonesia sudah diatur sejak zaman Orde Lama masa pemerintahan Presiden
Republik Indonesia pertama, Ir. Sukarno, kendati terdapat beberapa penyesuaian
dalam perjalanannya.

Pasal 7 UUD 1945 versi awal telah merumuskan masa jabatan Presiden
dan Wakil Presiden RI adalah 5 tahun. Namun, sempat dikeluarkan Ketetapan
MPRS Nomor III/MPRS/1963 tentang pengangkatan presiden seumur hidup.
Ketetapan tersebut disahkan dalam Sidang Umum Kedua Majelis
Permusyawaratan Rakyat Sementara (MPRS) pada 15-22 Mei 1963 di Bandung.

1. Masa Orde Baru

Setelah era Orde Lama berakhir dan berganti dengan rezim Orde Baru di
bawah pimpinan Soeharto selaku Presiden RI ke-2, aturan mengenai masa jabatan
Presiden dan Wakil Presiden RI kembali ke Pasal 7 UUD 1945. Hanya saja,
meskipun masa jabatan telah dibatasi selama 5 tahun di setiap periodenya menurut
Pasal 7 UUD 1945, namun belum diatur mengenai batasan periode seseorang bisa
menjabat sebagai Presiden. Hal inilah yang membuat Soeharto dapat
mempertahankan kekuasaan sebagai Presiden RI hingga 32 tahun, sebelum
akhirnya lengser akibat gelombang Reformasi 1998.12

2. Masa Orde Reformasi

12
Tirto. 2021. Bunyi Isi Pasal 7 UUD 1945 Tentang Masa Jabatan Presiden Wapres. Diakses pada
tanggal 20 Juli 2021

9
Setelah Indonesia memasuki Orde Reformasi, amandemen UUD 1945
baru dilakukan yakni sebanyak empat kali oleh MPR, termasuk untuk Pasal 7
yang mengatur tentang masa jabatan Presiden dan Wakil Presiden RI.
Amandemen Pasal 7 UUD 1945 dilakukan pada Sidang Umum MPR tanggal 14-
21 Oktober 1999. Hasilnya adalah adanya sedikit perubahan untuk Pasal 7 dan
beberapa tambahan yang meliputi Pasal 7A, 7B, dan 7C. Setelah amandemen
tersebut, jabatan Presiden dan Wakil Presiden hanya bisa dipegang selama 2 (dua)
periode berturut-turut oleh seorang presiden yang sama. Berikut isi Pasal 7 UUD
1945 sebelum amandemen, 13

"Presiden dan Wakil Presiden memegang jabatannya selama masa lima tahun, dan
sesudahnya dapat dipilih kembali."

Pasal tersebut menjadi salah satu penyebab kekuasaan Soeharto langgeng


sampai 32 tahun. Begitu masuk masa Reformasi, terjadi perombakan beberapa
aturan. Pada tahun 1999, MPR melakukan perubahan terhadap pasal 7 UUD 1945.
Sejak masa Reformasi hingga saat ini, pemerintah telah melakukan empat kali
amandemen terhadap UUD 1945. Berikut bunyi pasal 7 UUD 1945 setelah
mengalami amandemen:

Perubahan Pertama

Pasal 7 UUD 1945

“Presiden dan Wakil Presiden memegang jabatan selama lima tahun, dan
sesudahnya dapat dipilih kembali dalam jabatan yang sama, hanya untuk satu kali
masa jabatan.”

Perubahan ketiga

Pasal 7A

Presiden dan/atau Wakil Presiden dapat diberhentikan dalam masa jabatannya


oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat atas usul Dewan Perwakilan Rakyat, baik
apabila terbukti telah melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan

13
Situs Resmi DPR. Diakses pada tanggal 20 Juli 2021

10
terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan
tercela maupun apabila terbukti tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden
dan/atau Wakil Presiden.

Pasal 7B

(1) Usul pemberhentian Presiden dan/atau Wakil Presiden dapat diajukan oleh
Dewan Perwakilan Rakyat kepada Majelis Permusyawaratan Rakyat hanya
dengan terlebih dahulu mengajukan permintaan kepada Mahkamah Konstitusi
untuk memeriksa, mengadili, dan memutus pendapat Dewan Perwakilan Rakyat
bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden telah melakukan pelanggaran hukum
berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat
lainnya, atau perbuatan tercela; dan/atau pendapat bahwa Presiden dan/atau Wakil
Presiden tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden.

(2) Pendapat Dewan Perwakilan Rakyat bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden
telah melakukan pelanggaran hukum tersebut ataupun telah tidak lagi memenuhi
syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden adalah dalam rangka pelaksanaan
fungsi pengawasan Dewan Perwakilan Rakyat.

(3) Pengajuan permintaan Dewan Perwakilan Rakyat kepada Mahkamah


Konstitusi hanya dapat dilakukan dengan dukungan sekurang-kurangnya 2/3 dari
jumlah anggota Dewan Perwakilan Rakyat yang hadir dalam sidang paripurna
yang dihadiri oleh sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah anggota Dewan
Perwakilan Rakyat.

(4) Mahkamah Konstitusi wajib memeriksa, mengadili, dan memutus dengan


seadil-adilnya terhadap pendapat Dewan Perwakilan Rakyat tersebut paling lama
sembilan puluh hari setelah permintaan Dewan Perwakilan Rakyat itu diterima
oleh Mahkamah Konstitusi.

(5) Apabila Mahkamah Konstitusi memutuskan bahwa Presiden dan/atau Wakil


Presiden terbukti melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap
negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela;
dan/atau terbukti bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden tidak lagi memenuhi

11
syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden, Dewan Perwakilan Rakyat
menyelenggarakan sidang paripurna untuk meneruskan usul pemberhentian
Presiden dan/atau Wakil Presiden kepada Majelis Permusyawaratan Rakyat.

(6) Majelis Permusyawaratan Rakyat wajib menyelenggarakan sidang untuk


memutuskan usul Dewan Perwakilan Rakyat tersebut paling lambat tiga puluh
hari sejak Majelis Permusyawaratan Rakyat menerima usul tersebut.

(7) Keputusan Majelis Permusyawaratan Rakyat atas usul pemberhentian Presiden


dan/atau Wakil Presiden harus diambil dalam rapat paripurna Majelis
Permusyawaratan Rakyat yang dihadiri oleh sekurang-kurangnya 3/4 dari jumlah
anggota dan disetujui oleh sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah anggota yang
hadir, setelah Presiden dan/atau Wakil Presiden diberi kesempatan menyampaikan
penjelasan dalam rapat paripurna Majelis Permusyawaratan Rakyat.

Pasal 7C

Presiden tidak dapat membekukan dan/atau membubarkan Dewan Perwakilan


Rakyat.

Perlu diketahui, amandemen terhadap UUD 1945 telah dilakukan pada tahun


1999, 2000, 2001, dan 2002.

12
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan diatas, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut,

1. Konstitusi sangatlah penting bagi suatu negara, konstitusi akan mencegah


terjadinya penyalahgunaan atau penyelewengan kekuasaan yang
dilakukan oleh pemerintah atau penguasa serta menjamin agar manusia
tidak saling melanggar hak asasi manusia. Konstitusi sangat penting
sebab mempunyai fungsi yang sangat penting, fungsi utamanya ada dua
yaitu membagi kekuasaan dalam negara dan membatasi kekuasaan
pemerintah atau penguasa dalam negara.
2. Pasal 7 UUD 1945 menjelaskan bahwa Presiden dan Wakil Presiden
memegang jabatan selama lima tahun, dan sesudahnya dapat dipilih
kembali dalam jabatan yang sama, hanya untuk satu kali masa jabatan.
Sehingga wacana mengenai masa pemerintahan presiden 3 periode akan
ditolak.
3. Apabila presiden 3 periode tetap dilakukan, maka kita akan merasakan
masa-masa seperti kekuasaan Soeharto langgeng sampai 32 tahun.

4. Amandemen terhadap UUD 1945 telah dilakukan pada tahun 1999, 2000,


2001, dan 2002.

13
DAFTAR PUSTAKA

JURNAL
Adnan Buyung Nasution. 1992. The Aspiration for Constitutional Government in
Indonesia: A Socio Legal Study of the Indonesian Konstituante, 1956-
1959. Jakarta. Pustaka Sinar Harapan. Hal. 27

Dahlan Thaib, Jazim Hamidi dan Ni’matul Huda. 2003. Teori dan Hukum
Konstitusi. Jakarta. Raja Grafindo Persada. Hal 29

Jimly Asshiddiqie. 2014. Konstitusi dan Konstitusional Indonesia. Jakarta. Sinar


Grafika. Hal 29

Kus Edy Sartono. 2000. Kajian Konstitusi Indonesia dari Awal Kemerdekaan
Hingga Era Reformasi”, Jurnal Humanika, 9:1. Yogyakarta. Hal. 100

Miftakhul Huda. 2009. Pengujian UU dan Perubahan Konstitusi: Mengenal Lebih


Dekat Gagasan Sri Soemantri. Jakarta. Jurnal Konstitusi, 6:4. Hal. 183

Miriam Budiardjo. 2006. Dasar-Dasar Ilmu Politik. Jakarta. Garmedia. Hal. 71

Santoso, M. Agus. 2009. Kajian Hubungan Timbal Balik Antara Politik dan
Hukum, Jurnal Ilmiah Hukum “YURISKA” Vol.1 No.1 FH UGM
Samarinda, Agustus 2009

Sri Soemantri. 1981. Pengantar Perbandingan Antar Hukum Tata Negara. Jakarta.
Rajawali. Hal 22

Sri Soematri. 2006. Prosedur dan Sistem Perubahan Konstitusi. Bandung Alumni
2006. Hal 2018

WEBSITE
Kompas. 2021. Jokowi Tiga Periode, Mungkinkah? | Diakses pada tanggal 20 Juli
2021

Kumparan. 2021. Mengingat 2 Pernyataan Jokowi Tolak Wacana Presiden 3


Periode. Diakses pada tanggal 20 Juli 2021

Situs Resmi DPR. Undang-Undang Dasar 1945. Diakses pada tanggal 20 Juli
2021

Tirto. 2021. Bunyi Isi Pasal 7 UUD 1945 Tentang Masa Jabatan Presiden Wapres.
Diakses pada tanggal 20 Juli 2021

14

Anda mungkin juga menyukai