Anda di halaman 1dari 12

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI ANEMIA GIZI BESI PADA TENAGA KERJA

WANITA DI PT HM SAMPOERNA
Oleh : Supriyono *)

PENDAHULUAN

Gizi merupakan salah satu penentu kualitas sumber daya manusia. Kekurangan gizi dapat
menyebabkan gangguan pertumbuhan fisik dan perkembangan kecerdasan terganggu, menurunnya
produktifitas kerja dan daya tahan tubuh yang berakibat meningkatnya angka kesakitan dan kematian.
Kecukupan gizi sangat diperlukan oleh setiap individu sejak janin masih didalam kandungan, bayi, anak–
anak, masa remaja, dewasa sampai usia lanjut (Depkes RI, 2001).
Status gizi baik merupakan perwujudan dan terpenuhinya konsumsi pangan sesuai dengan
anjuran kecukupan zat gizi makro (karbohidrat, protein dan lemak) maupun zat gizi mikro (vitamin dan
mineral). Akhir-akhir ini masalah gizi makro mulai bergeser pada masalah gizi mikro, yaitu karena
kekurangan konsumsi pangan sumber vitamin dan mineral. Menurut Widya Karya Nasional Pangan dan
Gizi VI 1998 disebutkan bahwa masalah gizi mikro terjadi disebabkan karena distribusi sayuran terhadap
konsumsi zat gizi, khususnya vitamin dan mineral ternyata sangat rendah (WKNPG, 1998).
Di Indonesia, kasus anemia gizi sangat umum dan mudah dijumpai pada semua kelompok umur
baik laki-laki maupun perempuan. Ditinjau dari segi kesehatan masyarakat anemia gizi terjadi karena
kekurangan zat besi. Anemia zat besi ini banyak diderita oleh wanita hamil, laki –laki dewasa, pekerja
penghasilan rendah, balita dan anak sekolah. Pada remaja putri, anemia gizi besi dapat mengurangi
kemampuan belajar, sehinggga dapat menurunkan prestasi di sekolah. Dalam kondisi anemia, tubuh
mudah terkena infeksi. Keadaan ini tentunya dapat menghambat perkembangan kualitas sumber daya
manusia (Depkes ,1995).
Kasus anemia di Indonesia, sebagian besar disebabkan oleh rendahnya asupan zat besi atau Fe
dalam tubuh. Hal ini karena masyarakat Indonesia khususnya wanita kurang mengkonsumsi sumber
makanan hewani sebagai salah satu sumber zat besi yang mudah diserap (heme iron). Sedangkan bahan
makanan nabati (non-heme iron) merupakan sumber zat besi yang tinggi tetapi sulit diserap, sehingga
dibutuhkan porsi yang besar untuk mencukupi kebutuhan zat besi dalam seharinya. Anemia gizi karena
kekurangan zat besi masih merupakan masalah gizi utama yang banyak menimpa kelompok rawan yaitu
ibu hamil, anak balita, wanita usia subur (WUS) dan pekerja berpenghasilan rendah.
Di tingkat nasional, prevalensi anemia masih cukup tinggi. Berdasarkan survei kesehatan rumah
tangga (SKRT) tahun 2005, menunjukkan bahwa prevalensi anemia pada ibu hamil 50,9%, ibu nifas
45,1%, remaja putri usia 10-14 tahun 57,1% dan pada wanita usia subur (WUS) usia 17-45 tahun sebesar
39,5%. Sedangkan di Jawa Timur berdasarkan kajian data anemia tahun 2002, ditemukan 16% wanita

1
usia subur menderita anemia, sedangkan untuk remaja putri dan calon pengantin ditemukan masing-
masing 80,2% dan 91,5% menderita anemia (Dinkes Prop. Jatim, 2002)
Masih tingginya prevalensi anemia gizi besi terutama pada remaja putri dan setelah sekian lama
program penanggulangan anemia gizi ini dijalankan, namun kasus anemia masih cukup tinggi dan tidak
kunjung menurun, sehingga penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang faktor-faktor yang
mempengaruhi anemia gizi besi pada tenaga kerja wanita di PT HM Sampoerna Lamongan.
Permasalahan yang timbul adalah : Adakah hubungan antara umur, status pernikahan,
pendidikan, status gizi berdasarkan LILA dan IMT dengan anemia gizi besi pada pekerja wanita ?
Hipotesis : Ada hubungan antara umur, status pernikahan, pendidikan, status gizi berdasarkan
LILA dan IMT dengan anemia gizi besi
Tujuan umum dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui status anemia pada tenaga kerja
wanita. Sedangkan tujuan khususnya adalah mengidentifikasi karakteristik responden (umur, status
pernikahan, pendidikan), mengukur status gizi berdasarkan LILA dan IMT, mengukur kadar haemoglobin
(Hb) responden dan menganalisis hubungan antara karakteristik responden (umur, status pernikahan,
pendidikan), status gizi (LILA dan IMT) dengan anemia.

2
METODOLOGI PENELITIAN
Rancang bangun penelitian
Desain penelitian ini bersifat studi observasional dengan menggunakan metode observasi,
wawancara, pengukuran antropometri dan pemeriksaan laboratorium. Adapun berdasarkan waktunya jenis
penelitian ini bersifat cross sectional yaitu semua data variabel yang diteliti dikumpulkan pada waktu
yang sama.
Populasi dan sampel
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pekerja wanita di PT Sampoerna Lamongan,
sedangkan sebagai sampel adalah pekerja wanita yang terpilih, dengan kriteria eklusi tidak dalam keadaan
hamil dan tidak sedang sakit, dan kriteria inklusi berbadan sehat, bersedia ikut dalam penelitian, usia > 17
tahun dan < 45 tahun. Besar sampel sebanyak 362 orang (sampel diambil antara 10-20% populasi), yang
diambil secara random (Nursalam, 2002)
Cara pengumpulan data
Cara pengumpulan data dalam penelitian ini adalah dengan wawancara, pengukuran antropometri
dan pemeriksaan laboratorium.
Wawancara dilakukan dengan menggunakan kuesioner, untuk mengetahui data tentang
karakteristik responden yang meliputi umur, status pernikahan dan tingkat pendidikan.
Pengukuran antropometri dilakukan untuk mendapatkan data tentang status gizi. Pengukuran
status gizi dalam penelitian ini dilakukan dengan dua metode yaitu lingkar lengan atas (LILA) dan status
IMT. Status IMT dilakukan dengan melakukan pengukuran berat badan dan tinggi badan. Berat badan
diukur dengan timbangan seca, sedangkan untuk tinggi badan dengan microtoise.
Pemeriksaan laboratorium dilakukan terhadap sampel darah, untuk mengetahui kadar
haemoglobin dengan menggunakan alat spektrophotometer
Lokasi dan waktu penelitian
Penelitian ini dilakukan di PT Sampoerna unit produksi Lamongan, pada bulan Desember 2010.
Pengolahan data
Data yang telah dikumpulkan diproses dengan tahapan, pengeditan, pengkodean, pemasukan
data ke komputer, pembuatan tabulasi. Analisis data dengan menggunakan uji statistik Chi Square.

3
HASIL PENELITIAN
PT Sampoerna unit produksi Lamongan dalam melakukan produksinya bermitra kerja dengan
koperasi unit desa (KUD) Tani Mulyo Lamongan, terletak disebelah barat jantung kota Lamongan + 6
km, berada di jalan raya Sukoanyar Desa Karanglangit Kecamatan Lamongan, dengan produksi
utamanya adalah rokok jenis sigaret. Perusahaan ini mempekerjakan karyawan lebih dari 1.500 orang,
dengan jadual kerja mulai hari Senin s.d. Sabtu jam 07.00 – 17.00 Wib.
1. Karakteristik Responden
1.1. Usia Responden
Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa responden sebagian besar (70%) dalam
kategori usia produktif yaitu 21 – 35 tahun. Rata-rata (mean) usia responden adalah 25 tahun, dengan
standar deviasi (SD) adalah 5 tahun. Usia responden termuda 17 tahun dan tertua 45 tahun. Untuk lebih
jelasnya distribusi usia responden dapat dilihat pada tabel berikut ini :
Tabel 1.1 Distribusi responden berdasarkan kelompok usia
Usia (tahun) n %
< 20 70 19,30
21 – 25 134 37
26 – 30 108 29,80
31 – 35 37 10,20
>= 36 13 3,60
Total 362 100

1.2. Tingkat Pendidikan Responden


Tingkat pendidikan responden sebagian besar (79%) berpendidikan menengah atau tamat
sekolah lanjutan tingkat pertama (SLTP) dan sekolah lanjutan tingkat atas (SLTA). Responden yang
berpendidikan rendah atau tamat sekolah dasar (SD) sebesar 17,10% dan yang berpendidikan tinggi
sebesar 3,90%. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut ini :
Tabel 1.2 Distribusi responden berdasarkan tingkat pendidikan

Pendidikan n %
Rendah (SD) 62 17,10
Menengah (SLTP + SLTA) 286 79
Tinggi (Diploma + Sarjana) 14 3,90
Total 362 100

1.3. Status Pernikahan Responden


Sebagian besar (71%) responden sudah menikah, dengan distribusi status pernikahan adalah
sebagai berikut :
Tabel 1.3 Distribusi responden berdasarkan status pernikahan

Status pernikahan n %
Menikah 257 71
Belum menikah 105 29
Total 362 100

4
1.4. Status Gizi Responden
Dalam penelitian ini status gizi responden diukur berdasarkan lingkar lengan atas (LILA) dan
indeks massa tubuh (IMT).
Status LILA
Lingkar lengan atas (LILA) digunakan untuk mengetahui gambaran status gizi terutama bagi
orang dewasa wanita. Untuk mengetahui status gizi responden dengan menggunakan pita Lila dalam
satuan sentimeter (cm). Dinyatakan KEK (kurang energi kronis) apabila hasil pengukurannya < 23,5 cm
dan tidak KEK (kurang energi kronis) apabila > 23,5 cm. Dari hasil pengukuran diperoleh hasil bahwa
rata-rata (mean) LILA responden adalah 24,08 cm, dengan LILA terendah 17,50 cm dan tertinggi 35 cm
dengan standar deviasi (SD) sebesar 3,20 cm. Gambaran status gizi responden berdasarkan LILA adalah
sebagai berikut :
Tabel 1.4 Distribusi Status Gizi Responden berdasarkan lingkar lengan atas (LILA)

Status LILA n %
KEK (<23,5 cm) 165 45,60
Non KEK (>23,5 cm) 197 54,40
TOTAL 362 100

Berdasarkan data tersebut terlihat bahwa responden yang kurang energi kronis (KEK) atau LILA <
23,5 cm sebanyak 45,60%, sedangkan yang tidak KEK atau LILA nya > 23,5 cm sebanyak 54,40%.

Status IMT
Indeks massa tubuh (IMT) merupakan gambaran postur tubuh seseorang. Dalam penelitian sebagai
indikator yang digunakan adalah dengan membandingkan antara berat badan dengan tinggi badan.
Dinyatakan kurus bila IMT < 18,5, Normal bila IMT 18,5-25,0 dan gemuk bila IMT > 25,0. Rata-
rata (mean) berat badan responden adalah 47,88 kg, dengan berat badan terendah adalah 30,70 kg dan
tertinggi 87,30 kg, dengan standar deviasi (SD) 8,86 kg. Rata-rata (mean) tinggi badan adalah 153 cm,
dengan tinggi badan terendah adalah 136,50 cm dan tertinggi 164,30 cm dan standar deviasi (SD) 4,80
cm. Status gizi responden berdasarkan indeks masa tubuh berturut-turut adalah sebagai berikut, 59,10%
mempunyai status gizi yang normal, 26,50% kurus dan 14,40% gemuk. Untuk lebih jelasnya dapat
dilihat pada tabel berikut ini :
Tabel 1.5 Distribusi Status Gizi Responden berdasarkan indeks massa tubuh (IMT)
Status IMT n %
Kurus ( < 18,5 ) 96 26,50
Normal ( 18,5 – 25,0 ) 214 59,10
Gemuk ( > 25,0 ) 52 14,40
Total 362 100

1.5. Status Anemia Responden


Untuk mengetahui status anemia gizi responden dilakukan pemeriksaan kadar haemoglobin (Hb)
dengan menggunakan alat spektrophotometer, yang dinyatakan dalam satuan g/dl. Dinyatakan anemia
apabila kadar hb < 12 g/dl, dan tidak anemia bila kadar Hb > 12 g/dl.

5
Tabel 1.5 Status Anemia Responden berdasarkan kadar haemoglobin (Hb)
Status Anemia n %
Anemia 121 33,40
Tidak Anemia 241 66,60
Total 362 100

Berdasarkan hasil pemeriksaan kadar haemoglobin dapat diketahui prevalensi anemia sebesar
33,40% anemia.

2. Hubungan anemia gizi besi dengan beberapa variabel


2.1. Hubungan usia dengan anemia gizi besi
Tabel 2.1. Hubungan antara usia dengan anemia gizi besi
Kejadian Anemia
Total
Usia (tahun) Anemia Tidak Anemia
n % n % n %
< 20 23 32,9 47 67,1 70 100
21 – 25 42 31,3 92 68,7 134 100
26 – 30 36 33,3 72 66,7 108 100
31 – 35 16 43,2 21 56,8 37 100
> 36 4 30,8 9 69,2 13 100
Total 121 33,4 241 66,6 362 100

Dari tabel diatas, menggambarkan prevalensi kejadian anemia pada pekerja wanita sebesar
33,40%, dengan distribusi kejadian anemia yang hampir merata, kecuali pada kelompok umur 31-35 tahun
yang mencapai 43,2%. Hal ini menunjukkan bahwa prevalensi anemia pada pekerja wanita masih cukup
tinggi. Berdasarkan analisis statistik dengan menggunakan uji chi square menunjukkan tidak ada
hubungan yang bermakna antara usia dengan anemia pada pekerja wanita (p=0,751 > α =0,05).

2.2. Hubungan tingkat pendidikan dengan anemia gizi besi


Tabel 2.2 Hubungan antara tingkat pendidikan dengan anemia gizi besi

Kejadian Anemia
Tingkat Total
Anemia Tidak Anemia
Pendidikan
n % n % n %
Rendah (SD) 27 43,5 35 56,5 62 100
Menengah (SLTP + SLTA) 91 31,8 195 68,2 286 100
Tinggi (Diploma + Sarjana) 3 21,4 11 78,6 14 100
TOTAL 121 33,4 241 66,66 362 100

Berdasarkan tabel tersebut terlihat bahwa responden yang berpendidikan rendah yaitu Sekolah
Dasar atau yang sederajat sebanyak 43,5% anemia dan 56,5% tidak anemia, sedangkan responden yang
berpendidikan menengah (SLTP dan SLTA) atau yang sederajat, 31,8% anemia dan 68,2 % tidak anemia.

6
Selanjutnya responden yang berpendidikan tinggi (Diploma dan Sarjana) ditemukan sebanyak
21,4% anemia dan 78,6% tidak anemia.
Berdasarkan analisis statistik dengan menggunakan uji chi-square diperoleh hasil bahwa tidak ada
hubungan yang bermakna antara tingkat pendidikan dengan anemia gizi besi (p=0,129 > α = 0,5).

2.3. Hubungan status pernikahan dengan anemia gizi besi


Tabel 2.3 Hubungan antara status pernikahan dengan anemia gizi besi
Kejadian anemia
Status Total
Anemia Tidak Anemia
pernikahan
n % n % n %
Menikah 86 33,5 171 66,5 257 100
Belum menikah 35 33,3 70 66,7 105 100
TOTAL 121 33,4 241 66,6 362 100

Berdasarkan tabel tersebut di atas terlihat bahwa responden yang belum menikah sebanyak 33,3%
anemia dan 66,7% tidak anemia, sedangkan responden yang sudah menikah ditemukan sebanyak 33,5%
anemia dan 66,5% tidak anemia.
Dari hasil uji statistik dengan chi square diketahui nilai p = 0,981 > α = 0,05, hal ini menunjukkan
bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara status pernikahan dengan anemia gizi besi.

2.4. Hubungan status LILA dengan anemia gizi besi


Berdasarkan hasil penelitian diperoleh hasil bahwa sebanyak 34,5% responden yang status gizinya
KEK mengalami anemia, sedangkan responden yang status gizinya tidak KEK terdapat 32,5% yang
mengalami anemia. Hal ini dapat dilihat pada tabel berikut ini :
Tabel 2.4 Hubungan antara status LILA dengan anemia gizi besi

Status gizi Kejadian Anemia


Total
Berdasarkan Anemia Tidak Anemia
LILA n % n % n %
KEK 57 34,5 108 65,5 165 100
Non KEK 64 32,5 133 67,5 197 100
TOTAL 121 33,4 238 66,6 362 100

Berdasarkan hasil uji statistik menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara
status LILA dengan anemia gizi besi (p=0,679 < α : 0,05).

2.5. Hubungan status IMT dengan anemia gizi besi


Tabel 2.5. Hubungan antara status IMT dengan anemia gizi besi

Status Gizi Kejadian Anemia


Total
Berdasarkan Anemia Tidak Anemia
IMT n % n % n %
Kurus 29 30,2 67 69,8 96 100
Normal 75 35 139 65 214 100
Gemuk 17 32,7 35 67,3 52 100
TOTAL 121 33,4 241 66,6 362 100

7
Tabel 2.5. tersebut menunjukkan bahwa pada pekerja wanita yang status gizinya kurus cenderung
mengalami anemia dibanding dengan pekerja wanita yang status gizinya baik atau gemuk berdasarkan
IMT (Indek Massa Tubuh), Namun berdasarkan hasil uji statistik diketahui bahwa tidak ada hubungan
yang bermakna antara status IMT dengan anemia gizi besi (p=0,701 > α = 0,05).

8
PEMBAHASAN
1. Karakteristik responden
Dari hasil penelitian nampak bahwa sebagian besar (70%) responden dalam kategori usia
produktif yaitu berusia 21 – 35 tahun, sehingga dalam penelitian ini didominasi kelompok usia muda. Bila
dilihat dari kejadian anemia, maka responden yang mengalami anemia didominasi oleh responden pada
kelompok umur 31-35 tahun yaitu mencapai 43,2%. Hal ini menunjukkan bahwa semakin tua,
kemungkinan untuk mengalami anemia lebih besar dibandingkan dengan responden yang berusia lebih
muda. Hal ini selaras dengan bertambahnya usia, seseorang maka akan mengalami penurunan kemampuan
yang dapat mempengaruhi kapasitas kerjanya (Depkes RI, 1995).
Untuk tingkat pendidikan, sebagian besar (79%) responden berpendidikan menengah (SLTP dan
SLTA). Berdasarkan hasil analisis diperoleh bahwa pekerja dengan tingkat pendidikan rendah (Sekolah
Dasar) mempunyai kecenderungan untuk mengalami anemia dibandingkan pekerja yang berpendidikan
lebih tinggi yaitu menengah dan tinggi.
Pendidikan bukan merupakan faktor yang dominan terhadap kejadian anemia pada pekerja wanita, karena
meskipun mempunyai pendidikan yang tinggi akan tetapi bila perilaku yang mendukung terhadap
pencegahan anemia masih rendah, misalnya tidak biasa mengkonsumsi sayuran hijau, tidak minum tablet
tambah darah secara rutin selama haid, maka akan tetap mengalami anemia, sebaliknya bagi pekerja
wanita yang mempunyai pendidikan rendah namun konsumsi makanan sumber zat besinya tinggi, maka
akan terhindar dari anemia. Pendidikan juga akan menentukan tingkat pengetahuan seseorang, paling
tidak kemampuan berpikir seseorang dengan pendidikan tinggi akan lebih luas. Pengetahuan atau kognitif
merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang (Notoatmojo, 1993).
Perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng daripada perilaku yang tidak didasari oleh
pengetahuan. Sehingga bisa dikatakan bahwa sebagai penyebab anemia, disamping pendidikan masih ada
faktor lain yang perlu diperhatikan yaitu tingkat pengetahuan, perilaku, sosial budaya, pendapatan, pola
asuh dan lain-lain.
Untuk status pernikahan, responden yang sudah menikah mencapai 71%. Pekerja yang sudah
menikah mempunyai kecenderungan untuk mengalami anemia lebih tinggi dibandingkan dengan pekerja
yang belum menikah. Bagi pekerja wanita yang sudah menikah, maka secara tidak langsung mempunyai
fungsi dan peran ganda. Disamping berfungsi untuk pencari nafkah bagi keluarganya, juga berperan
sebagai seorang ibu rumah tangga yang secara kodrati akan mengalami kehamilan, melahirkan dan
memberikan ASI bagi bayinya. Sehingga keadaan ini perlu diperhatikan agar perannya sebagai wanita
sekaligus pencari nafkah dapat berjalan dengan baik. Keadaan inilah sebagai salah satu pemicu timbulnya
anemia bagi wanita yang bekerja sekaligus sebagai ibu rumah tangga. Oleh karena itu perlu diperhatikan
asupan zat besi baik dari makanan maupun tambahan zat besi.
Kejadian anemia pada wanita pekerja dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain perilaku untuk
mengkonsumsi sayuran hijau dan minum tablet tambah darah selama masa haid. Pekerja wanita terutama
pada usia produktif, diperlukan tambahan zat besi yang lebih besar dibandingkan dengan usia yang belum

9
dan tidak produktif, karena pada usia produktif kegunaan zat besi, disamping sebagai kebugaran tubuh
juga digunakan untuk mengganti zat besi yang hilang pada masa haid.

2. Status Gizi
Status gizi adalah keadaan seseorang yang merupakan gambaran sejauh mana orang tersebut telah
memperhatikan nilai gizi dari makanan yang dikonsumsinya (Apriaji, 1983). Sedangkan Suharjo
mendefinisikan bahwa status gizi adalah suatu keadaan tubuh yang disebabkan oleh konsumsi penyerapan
dan penggunaan makanan oleh jumlah, dan jenis makanan yang dikonsumsinya (Suhardjo, 1985)
Lingkar lengan atas (LILA) merupakan gambaran cadangan zat-zat gizi di dalam tubuh.
Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa responden yang kurang energi kronis (KEK) atau LILA
< 23,5 cm sebanyak 34,5%, sedangkan yang tidak kurang energi kronis (non KEK) atau LILA nya >
23,5 cm sebanyak 32,5%. Hal ini menunjukkan bahwa pekerja dengan status gizi (KEK) mempunyai
kecenderungan untuk mengalami anemia gizi besi dibandingkan yang tidak KEK. Hal ini dapat dijelaskan
bahwa terbentuknya haemoglobin dalam darah dipengaruhi pula oleh ketersediaan zat-zat gizi lain seperti
protein. Sehingga hal ini dimungkinkan pekerja yang mempunyai status Lila nya kurang baik
kemungkinan untuk mengalami anemia cukup besar. Selanjutnya berdasarkan hasil uji statistik
menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara status LILA dengan kejadian anemia
(p=0,551 > α = 0,05).
Keadaan LILA merupakan gambaran cadangan makanan di dalam tubuh, bila seseorang mempunyai LILA
yang baik maka cadangan makanan di dalam tubuh juga baik. LILA bagi pekerja wanita harus
diperhatikan, mengingat fungsi dan peranannya sebagai seorang ibu rumah tangga yang secara kodrati
akan mengalami kehamilan, melahirkan anak dan memberikan ASI bagi bayinya. Oleh karena itu seorang
ibu harus mempunyai cadangan makanan yang cukup dalam tubuh agar dapat menjalankan peranannya
baik sebagai ibu rumah tangga sekaligus pencari nafkah / pekerja dengan baik.
Indeks massa tubuh (IMT) adalah merupakan gambaran tentang postur tubuh seseorang. Indikator
ini digunakan dengan membandingkan antara berat badan dengan tinggi badan. Dari hasil perhitungan
menunjukkan bahwa sebagian besar responden (59,1%) mempunyai IMT normal (18,5-25). Hal ini
menunjukkan bahwa sebagian besar responden berstatus gizi baik.
Berdasarkan hasil uji statistik diketahui bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara status gizi
berdasarkan IMT dengan kejadian anemia pada pekerja wanita (p=0,701 > α : 0,05).
3.Status anemia
Dari hasil pemeriksaan darah reponden, menunjukkan bahwa kadar Hb responden sebagian besar
(66,6%) dalam kategori normal (tidak anemia). Hal ini menunjukkan bahwa status gizi responden
berdasarkan kadar Hb dalam keadaan normal. Pembentukan haemoglobin (Hb) sangat dipengaruhi dan
sangat tergantung cukup tidaknya asupan zat gizi lain seperti protein, zat besi dan vitamin C. Menurut
Darwin Karyadi (1996), bahwa konsumsi zat gizi dari makanan diharapkan seimbang dalam kandungan
zat gizinya, sehingga proses metabolisme tubuh akan bekerja dengan optimal. Sebaliknya apabila salah
satu zat gizi tidak terpenuhi, maka metabolisme tubuh tidak dapat bekerja dengan optimal pula.

10
SIMPULAN
Dari hasil penelitian dapat disimpulkan sebagai berikut :
:1) Berdasarkan lingkar lengan atas, diperoleh hasil bahwa pekerja wanita dengan kurang energi kronis
(KEK) mengalami anemia gizi besi sebesar 34,5%
.2) Berdasarkan indeks massa tubuh (IMT), diperoleh hasil pekerja wanita yang mengalami anemia gizi
besi adalah status gizi kurus sebesar 30,2%, normal 35% dan gemuk 32,7%.
3) Ditemukan sebanyak 33,40% pekerja wanita mengalami anemia gizi besi.
4) Tidak ada hubungan antara karakteristik responden (usia, status pernikahan, pendidikan), status gizi
(LILA dan IMT) dengan anemia gizi besi.

SARAN
1) Perlu pendekatan baru untuk menanggulangi masalah, terutama pekerja dengan memprioritaskan
faktor-faktor yang langsung berhubungan dengan anemia gizi besi
2) Perlu dikaukan penelitian lebih lanjut, faktor-faktor penting lainnya dengan menggunakan sample
yang lebih besar.

*) Widyaiswara Pusdiklat Aparatur Kemenkes RI

11
DAFTAR PUSTAKA

Depkes RI, 1995, Tiga Belas Pesan Dasar Gizi Seimbangrogram Penanggulangan Anemia Gizi pada
Wanita Usia Subur (WUS), Jakarta, Direktorat Jenderal Bina Kesehatan Masyarakat, Departemen
Kesehatan Republik Indonesia

Depkes RI, 2001, Program Penanggulangan Anemia Gizi pada Wanita Usia Subur (WUS), Jakarta,
Direktorat Gizi Masyarakat, Direktorat Jenderal Bina Kesehatan Masyarakat, Departemen
Kesehatan Republik Indonesia

Depkes RI, 2005, Anemia Gizi dan Tablet Tambah Darah (TTD), untuk Wanita Usia Subur (WUS),
Jakarta, Direktorat Gizi Masyarakat, Direktorat Jenderal Bina Kesehatan Masyarakat,
Departemen Kesehatan Republik Indonesia
Depkes RI, 2006, Survei Kesehatan Rumah Tangga tahun 2005, Badan Penelitian dan Pengembangan
Kesehatan, Jakarta

Dinas Kesehatan Propinsi Jawa Timur, 2002, Jurnal Data dan Info 2001, Prevalensi Anemia Ibu Hamil di
Jawa Timur dan Prevalensi WUS di 30 Kab/Kota Propinsi Jawa Timur), Surabaya

Dinas Kesehatan Propinsi Jawa Timur, 2006, Hasil Kajian Data Anemia WUS di Pondok Pesantren
Propinsi Jawa Timur, Surabaya

Kuntoro, Purnomo Windhu, dkk, 2007, Modul SPSS, Bagian Biostatistika dan Kependudukan, Fakultas
Kesehatan Masyarakat, Universitas Airlangga Surabaya

Muhilal, 1998, Angka Kecukupan Gizi Rata-rata yang Dianjurkan, Jakarta, Widya Karya Nasional Pangan
dan Gizi VI, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia

Notoatmojo, 1992, Berbagai Cara Pendidikan Gizi, Karnisius, Yogyakarta

Nursalam, 2002, Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan, Salemba Medika,
Jakarta

Suhardjo, 1985, Pemberian Makanan Pada Bayi dan Anak, Karnisius, Yogyakarta,

WHO, 2002, Physical Status, The Use And Interpretation of Antropometri Report of a WHO Expret
Committe, WHO, Genewa

12

Anda mungkin juga menyukai