Tugas Gizi Lilir Proposal SDH Konsul
Tugas Gizi Lilir Proposal SDH Konsul
1. LUKMAN
2. M.HASMAYADI
3. IDA AYU MADE RENI
4. NI LUH LAKSMI
5. RAHMI LESTARI
6. TRIAL GINA SINTA
7. SARI RAHMANIA
8. NUR FADILAH
1
BAB I
PENDAHULUAN
1
MDGs 2015, yaitu Kota Mataram. Sedangkan prevalensi tertinggi gizi kurang+buruk ada
di Kabupaten Bima (33,2%). Di provinsi NTB masalah gizi lebih juga perlu diperhatikan.
Secara umum, prevalensi balita gizi lebih sebesar 3,7 %, dengan Kabupaten
Lombok Barat yang perlu diwaspadai karena memiliki prevalensi gizi lebih mendekati
10%. Prevalensi balita pendek+sangat pendek di propinsi NTB adalah 43,7% Angka
tersebut berada di atas angka nasional (36,5%), dan secara umum masalah balita
pendek+sangat pendek di provinsi NTB masih cukup tinggi karena memiliki prevalensi
di atas 20%. Prevalensi tertinggi Balita pendek+sangat pendek ada di Kota Bima
(49,5%). Di NTB masalah kekurusan (15,5%) masih merupakan masalah kesehatan, dan
masih berada di atas nasional (13,8%), sehingga di NTB berada pada batas kondisi yang
dianggap kritis (di atas 15%). Dari 9 kabupaten/kota di NTB, hanya Kabupaten Lombok
Tengah yang berada di bawah batas keadaan serius menurut indikator status gizi BB/TB
(di bawah 10%). Prevalensi teringgi balita kurus+sangat kurus terdapat di Kabupaten
Dompu (21,5%). Masalah kegemukan di provinsi NTB juga perlu diperhatikan karena
prevalensinya sudah 12,9% sedangkan angka nasional 12,2% (Riskesdas 2007).
Khusus untuk masalah Kurang Energi Protein (KEP) atau biasa dikenal dengan
gizi kurang atau yang sering ditemukan secara mendadak adalah gizi buruk terutama pada
anak balita, masih merupakan masalah yang sangat sulit sekali ditanggulangi oleh
pemerintah, walaupun penyebab gizi buruk itu sendiri pada dasarnya sangat sederhana
yaitu kurangnya intake (konsumsi) makanan terhadap kebutuhan makan seseorang,
namun tidak demikian oleh pemerintah dan masyarakat karena masalah gizi buruk
adalah masalah ketersediaan pangan ditingkat rumah tangga, tetapi anehnya didaearah-
daearah yang telah swasembada pangan bahkan telah terdistribusi merata sampai
ketingkat rumah tangga (misalnya program raskin), masih sering ditemukan kasus gizi
buruk, padahal sebelum gizi buruk ini terjadi, telah melewati beberapa tahapan yang
dimulai dari penurunan berat badan dari berat badan ideal seorang anak sampai akhirnya
terlihat anak tersebut sangat buruk (gizi buruk). Jadi masalah sebenarnya adalah
masyarakat atau keluarga balita belum mengatahui cara menilai status berat badan anak
(status gizi anak) atau juga belum mengetahui pola pertumbuhan berat badan anak,
sepertinya masyarakat atau keluarga hanya tahu bahwa anak harus diberikan makan
seperti halnya orang dewasa harus makan tiap harinya.
2
Angka Kecukupan Gizi adalah suatu kecukupan rata-rata zat gizi setiap hari bagi
hampir semua populasi , menurut golongan umur, jenis kelamin, ukuran tubuh dan
kegiatan fisik agar hidup sehat dan dapat melalukan kegiatan sosial ekonomi yang
diharapkan (Supariasa, 2002).
Konsumsi energi dan protein diperoleh berdasarkan jawaban responden untuk
makanan yang di konsumsi anggota rumah tangga (ART) dalam waktu 1 x 24 jam yang
lalu. Responden adalah ibu rumah tangga atau anggota rumah tangga lain yang biasanya
menyiapkan makanan di rumah tangga (RT) tersebut. Rumah tangga disebut dengan
konsumsi ‖energi rendah‖ adalah bila rumah tangga mengkonsumsi energi di bawah rerata
konsumsi energi nasional dari data Riskesdas 2007.Sedangkan rumah tangga dengan
konsumsi ‖protein rendah‖ adalah bila rumah tangga mengkonsumsi protein di bawah
rerata konsumsi energi nasional dari data Riskesdas 2007. Untuk konsumsi energi,
Provinsi NTB sedikit lebih rendah dari pada angka nasional (1644,65 gram), sedangkan
untuk konsumsi protein provinsi NTB juga sedikit lebih rendah dari pada angka nasional
(52,4 gram). Kabupaten/Kota dengan angka konsumsi energi terendah adalah Kota
Mataram (1334,67 gram), dan kabupaten dengan angka konsumsi energi tertinggi adala
Kabupaten Lombok Barat (1906.87 gram). Kabupaten dengan konsumsi protein terendah
adalah Kabupaten Lombok Tengah (46,58 gram), dan kabupaten dengan konsumsi
protein tertinggi adalah Kabupaten Lombok Barat (61,50 gram). Sebanyak 1 kabupaten
dengan rerata angka konsumsi energi di atas rerata angka konsumsi energi nasional, yaitu
Kabupaten Lombok Barat, sedangkan 8 Kabupaten/Kota di bawah rerata nasional.
Sebanyak 3 kabupaten dengan rerata angka konsumsi protein diatas angka nasional yaitu
Kabupaten Lombok Barat (61,5 g), Sumbawa Barat (61,4 g) dan Kabupaten Bima (56,5
g), (Riskesdas 2007).
Antropometri merupakan salah satu metode yang dapat digunakan untukmenilai
status gizi.Secara umum antropometri diartikan sebagai ukuran tubuh, ditinjau dari sudut
gizi maka antropometri ditinjau dari berbagai tingkat umur dan tingkat gizi.Antropometri
sangat umum digunakan untuk mengukur status gizi untuk berbagai ketidak seimbangan
antara asupan energi dan protein (Gibson 2005).
Pertumbuhan dan perkembangan mencakup dua peristiwa yang statusnya berbeda,
tetapi saling berkaitan dan susah dipisahkan. Pertumbuhan (growth) berkaitan dengan
3
perubahan dalam besar, jumlah, ukuran dan fungsi tingkatsel, organ maupun individu,
yang diukur dengan ukuran berat (gram, pound, kilogram), ukuran panjang (cm, meter),
umur tulang dan keseimbangan metabolik (Suparasia, dkk., 2001).
Perkembangan adalah bertambahnya kemampuan (skill) dalam struktur dan fungsi
tubuh yang lebih kompleks dalam pola yang teratur dan dapatdiramalkan sebagai hasil
proses pematangan. Pertumbuhan terbagi atas duayaitu pertumbuhan linier dan massa
jaringan dimana kedua jenis pertumbuhan tersebut merupakan ukuran antropometri gizi.
Pertumbuhan linier misalnya tinggi badan (TB), lingkar dada, dan lingkar kepala
sedangkan pertumbuhan massa jaringan yaitu berat badan, dan lingkar lengan atas
(LILA). Antropometri sangat umum digunakan utuk mengukur status gizi dari berbagai
ketidak seimbangan antara asupan protein dan energi.Gangguan ini biasanya terlihat dari
pola pertumbuhan fisik dan proporsi jaringan tubuh seperti lemak, otot, dan jumlah air
dalam tubuh.
Lingkar lengan atas merupakan salah satu pilihan untuk penentuan status gizi,
karena mudah, murah dan cepat. Tidak memerlukan data umur yang terkadang susah
diperoleh. Memberikan gambaran tentang keadaan jaringan otot dan lapisan lemak bawah
kulit.
Risiko kurang energi kronis (KEK) pada WUS digambarkan dengan
menggunakan LILA (lingkar lengan atas) yang disesuaikan dengan umur (age adjusted).
Ditemukan prevalensi KEK di NTB sebesar 12,4% (nasional 13,6%) dan terdapat 3
Kabupaten dengan prevalensi risiko KEK di atas angka nasional yaitu Kab. Lombok
Tengah, Kab. Bima sedangkan Kabupaten Sumbawa Barat sama dengan rerata nasional
dan di atas rerata provinsi NTB (12,4%).(Riskesdas 2007).
Ibu KEK adalah ibu yang mempunyai kecenderungan menderita KEK. Untuk
memastikan seorang ibu berisiko KEK, maka ibu tersebut perlu diperiksa LILA, Ibu yang
mempunyai ukuran LILA <23,5 cm (As’Ad, 2002).
Tindakan pencegahan KEK yang berkaitan dengan konsumsi energi adalah
mengkonsumsi makanan yang bervariasi dan cukup mengandung kalori dan protein
termasuk makanan pokok seperti nasi, ubi dan kentang setiap hari dan makanan yang
mengandung protein seperti daging, ikan, telur, kacang-kacangan atau susu sekurang-
4
kurangnya sehari sekali. Minyak dari kelapa atau mentega dapat ditambahkan pada
makanan untuk meningkatkan pasokan kalori (Chinue, 2009).
Kondisi KEK pada ibu hamil harus segera ditindaklanjuti.Pemberian makanan
tambahan yang tinggi kalori dan tinggi protein dan dipadukan dengan penerapan porsi
kecil tetapi sering, faktanya memang berhasil menekan angka kejadian BBLR di
Indonesia.Penambahan 200 – 450 Kalori dan 12 – 20 gram protein dari kebutuhan ibu
adalah angka yang mencukupi untuk memenuhi kebutuhan gizi janin. Meskipun
penambahan tersebut secara nyata (95%) tidak akan membebaskan ibu dari kondisi KEK,
bayi dilahirkan dengan berat badan normal (Chinue, 2009).
Menurut Nega Assefa1,dkk (2012), menyatakan bahwa LLA pada ibu yang
kurang dari 23cm dianggap menjadi tanda miskin nutrisi. LLA tidak berbeda jauh selama
kehamilan dan karena itu merupakan langkah yang tepat status gizi daripada BMI atau
berat badan. Bayi yang lahir dari ibu yang miskin, gizi, kekerasan fisik dialami selama
kehamilan akan mengalami BBLR. Dalam komunitas ini sebagian besar miskin di mana
cakupan ANC rendah, untuk mengurangi kejadian BBLR, adalah penting untuk
meningkatkan akses untuk perawatan kesehatan ibu. Keterlibatan suami dan masyarakat
luas untuk mencari tindakan kolektif pada BBLR sangat penting
Dalam rangka mempersiapkan hal tersebut, maka FKM-UNTB berupaya
menghasilkan lulusan sarjana kesehatan masyarakat (SKM) yang profesional dan siap
bekerja sesuai dengan bidangnya di masyarakat.Fakultas kesehatan masyarakat dalam
kurikulumnya telah merancang dan mengembangkan kegiatan akademik lapangan yang
wajib diikuti oleh setiap mahasiswa yaitu praktikum lapangan Gizi.
1.2 Data Geografis
Dusun Lilir, desa Mekar Sari, Kecamatan Gunung Sari, Kabupaten Lombok
Barat, propinsi Nusa Tenggara Barat. Adapun batas-batas wilayah dusun Lilir yakni:
1. Sebelah Utara : Dusun Malaka
2. Sebelah Selatan : Penimbung
3. Sebelah Timur : Dusun Gertok
4. Sebelah Barat : Dusun Mambalan
5
a. Dusun Lilir meliputi 7 RT, yakni :
2 RT II 27 94
3 RT III 42 146
4 RT IV 32 109
5 RT V 70 242
6 RT VI 23 97
7 RT VII 50 150
b. Peta Wilayah
6
Dusun Lilir sebagian besar dimanfaatkan oleh masyarakat setempat sebagai areal
perkebunan pohon aren dan pertanian.Adapun distribusi jumlah KK (Kepala Keluarga) tahun
2015 berdasarkan data dari kepala dusun dengan Jumlah 276 KK dengan jumlah Penduduk ±
923 jiwa.
Lokasi praktikum untuk tahun akademik 2016 dilaksanakan di desa Mekar Sari, kecamatan
Gunung Sari, kabupaten Lombok Barat. Terdiri dari 7 (lima) dusun yang tersebar di wilayah
tersebut. Praktikum lapangan Gizi dilaksanakan secara berkelompok berdasarkan lokasi yang
ditentukan, yang terdiri yang terdiri dari kelompok 01 Dusun Ranjuk Barat, Kelompok 02
Dusun ranjuk Timur, Kelompok 03 dusun Erat Mate, Kelompok 04 Dusun Lilir, Kelopok 05
Dusun Lingkuk Waru, Kelompok 06 Dusun Gertok, Kelompok 07 Dusun Malaka, dengan 1
( satu ) orang pembimbing dari fakultas untuk masing – masing kelompok.
7
1.4 Prinsip Praktikum
1. Untuk pengukuran berat badan dan tinggi badan dilakukan tanpa mengenakan alas
kaki
2. Timbangan berada pada penunjukan skala 0,0
3. Membuka pakaian ketika pengukuran LILA.
8
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian
Status gizi adalah ekspresi dari keadaan keseimbangan dalam bentuk variabel
tertentu, atau perwujudan dari nutrisi dalam bentuk variabel tertentu, contoh gondok
endemik merupakan keadaaan tidak seimbangnya pemasukan dan pengeluaran yodium
dalam tubuh.Terdapat beberapa jenis teknik penilaian status gizi, baik secara langsung
maupun tidak langsung. Penilaian status gizi secara langsung terbagi menjadi empat
penilaian yaitu antropometri, klinis, biokimia dan biofisik.
9
Status gizi merupakan keadaan kesehatan tubuh seseorang atau sekelompok orang yang
diakibatkan oleh konsumsi, penyerapan (absorbtion), dan penggunaan (utilization) zat gizi
makanan.Status gizi seseorang tersebut dapat diukur dan diasses (dinilai).Dengan menilai status
gizi seseorang atau sekelompok orang, maka dapat diketahui apakah seseorang atau sekelompok
orang tersebut status gizinya tergolong normal ataukah tidak normal.
Antropometri adalah pengukuran bagian-bagian tubuh. Perubahan dalam dimensi-
dimensi tubuh merefleksikan keadaan kesehatan dan kesejahteraan seseorang atau penduduk
tertentu. Antropometri digunakan untuk menilai dan memprediksi status gizi, performan,
kesehatan dan kelangsungan hidup seseorang dan merefleksikan keadaan sosial ekonomi atau
kesejahreraan penduduk.
Antropometri merupakan pengukuran status gizi yang sangat luas digunakan. Alasan
penggunaan Antropometri yang luas tersebut adalah :
a. Kehandalannya dalam menilai dan memprediksi status gizi dan masalah kesehatan dan
sosial ekonomi.
b. Mudah digunakan dan relatif tidak mahal.
c. Alat ukur yang non-invasive (tidak membuat trauma bagi orang yang diukur).
Ukuran yang biasa digunakan adalah tinggi badan (atau panjang badan), berat badan,
lengkar lengan atas, dan umur. Tinggi dan berat badan paling sering digunakan dalam
pengukuran karena dapat membantu mengevaluasi pertumbuhan anak-anak dan menentukan
status gizi orang dewasa. Indeks massa tubuh (IMT) merupakan indikator yang paling sering
digunakan untuk mendeteksi masalah gizi pada seseorang.
Antropometri dapat digunakan untuk berbagai tujuan, tergantung pada indikator
Antropometri yang dipilih. Sebagai contoh, indeks massa tubuh (IMT) merupakan indikator
kekurusan dan kegemukan. Pengukuran IMT merupakan cara yang paling murah dan mudah
dalam mendeteksi masalah kegemukan di suatu wilayah. Masalah kegemukan sekarang ini
semakin meningkat dengan semakin meningkatnya kesejahteraan masyarakat dan peningkatan
kemajuan teknologi yang memungkinkan aktivitas masyarakat semakin rendah. Peningkatan
masalah kegemukan ini saat erat kaitannya dengan berbagai penyakit kronis degeneratif, seperti
hipertensi, diabetes, penyakit jantung koroner, kanker, dan lain – lain.
10
Bentuk aplikasi penilaian status gizi dengan Antropometri antara lain dengan penggunaan
teknik indeks massa tubuh (IMT) atau body mass index (BMI). IMT ini merupakan alat atau cara
yang sederhana untuk memantau status gizi orang dewasa, khususnya yang berkaitan dengan
kekurangan dan kelebihan berat badan. Dengan IMT ini antara lain dapat ditentukan berat badan
beserta resikonya. Misalnya berat badan kurang dapat meningkatkan resiko terhadap penyakit
infeksi, sedangkan berat badan lebih akan meningkatkan resiko terhadap penyakit
degeneratif.Untuk memantau indeks masa tubuh orang dewasa digunakan timbangan berat badan
dan pengukur tinggi badan. Penggunaan IMT hanya untuk orang dewasa berumur > 18 tahun dan
tidak dapat diterapkan pada bayi, anak, remaja, ibu hamil, dan olahragawan.
Klinis : Teknik penilaian status gizi juga dapat dilakukan secara klinis. Pemeriksaan
secara klinis penting untuk menilai status gizi masyarakat.Metode ini didasarkan atas perubahan-
perubahan yang terjadi yang dihubungkan dengan ketidak-cukupan zat gizi.Hal ini dapat dilihat
pada jaringan epitel (supervicial epithelial tissues) seperti kulit, mata, rambut dan mukosa oral
atau pada organ-organ yang dekat dengan permukaan tubuh seperti kelenjar tiroid.
Penggunaan metode ini umumnya untuk survei klinis secara cepat (rapid clinical
surveys).Survei ini dirancang untuk mendeteksi secara cepat tanda-tanda klinis umum dari
kekurangan salah satu atau lebih zat gizi.Di samping itu digunakan untuk mengetahui tingkat
status gizi seseorang dengan melakukan pemeriksaan fifik yaitu tanda (sign) dan gejala
(Symptom) atau riwayat penyakit.
Penggunaan metode ini digunakan untuk suata peringatan bahwa kemungkinan akan
terjadi keadaan malnutrisi yang lebih parah lagi. Banyak gejala klinis yang kurang spesifik, maka
penentuan kimia faali dapat lebih banyak menolong untuk menentukan kekurangan gizi yang
spesifik.
11
Biofisik : Penentuan status gizi secara biofisik adalah metode penentuan status gizi
dengan melihat kemampuan fungsi (khususnya jaringan) dan melihat perubahan struktur dari
jaringan. Metode ini secara umum digunaakan dalam situasi tertentu seperti kejadian buta senja
epidemik (epidemic of night blindnes).Cara yang digunakan adalah tes adaptasi gelap.
Penilaian status gizi secara tidak langsung dapat dibagi tiga yaitu : Survei Konsumsi makanan,
statistik vital dan faktor ekologi.
Survei Konsumsi Makanan : Survei konsumsi makanan adalah metode penentuan status
gizi secara tidak langsung dengan melihat jumlah dan jenis zat gizi yang dikonsumsi.
Pengumpulan data konsumsi makanan dapat memberikan gambaran tentang konsumsi berbagai
zat gizi pada masyarakat, keluarga dan individu.Survei ini dapat mengidentifikasikan kelebihan
dan kekurangan zat gizi.
Statistik Vital : Pengukuran status gizi dengan statistik vital dilakukan dengan
menganalisis statistik kesehatan seperti angka kematian berdasarkan umur, angka kesakitan dan
kematian akibat penyebab tertentu dan data lainnya yang berhubungan. Teknik ini digunakan
antra lain dengan mempertimbangkan berbagai macam indikator tidak langsung pengukuran
status gizi masyarakat.
Faktor Ekologi : Malnutrisi merupakan masalah ekologi sebagai hasil interaksi beberapa
faktor fisik, biologis dan lingkungan budaya. Jumlah makanan yang tersedia sangat tergantung
dari keadaan ekologi seperti iklim, tanah, irigasi, dan lain – lain. Pengukuran faktor ekologi
dipandang sangat penting untuk mengetahui penyebab malnutrisi di suatu masyarakat sebagai
dasar untuk melakukan program intervensi gizi
12
2.4 Mengukur Status Gizi Dengan Indeks Massa Tubuh (IMT)
Pengukuran IMT dapat dilakukan pada anak-anak, remaja maupun orang dewasa. Pada
anak-anak dan remaja pengukuran IMT sangat terkait dengan umurnya, karena dengan
perubahan umur terjadi perubahan komposisi tubuh dan densitas tubuh. Karena itu, pada anak-
anak dan remaja digunakan indikator IMT menurut umur, biasa disimbolkan dengan IMT/U.
IMT adalah perbandingan antara berat badan dengan tinggi badan kuadrat.Cara
pengukurannya adalah pertama-tama ukur berat badan dan tinggi badannya. Selanjutnya dihitung
IMT-nya, yaitu :
Berat badan (kg)
IMT = ----------------------------------------------
Tinggi badan 2 (meter)
Dimana : berat badan dalam satuan kg, sedangkan tinggi badan dalam satuan meter.
Untuk menentukan Status Gizi anak balita (usia 0-60 bulan), nilai IMT-nya harus
dibandingkan dengan nilai IMT standar WHO 2005 (WHO, 2006); sedangkan pada anak dan
13
remaja usia 5-19 tahun nilai IMT-nya harus dibandingkan dengan referensi WHO/NCHS 2007
(WHO, 2007). Pada saat ini, yang paling sering dilakukan untuk menyatakan indeks tersebut
adalah dengan Z-skor atau persentil.
Z-skor : deviasi nilai seseorang dari nilai median populasi referensi dibagi dengan
simpangan baku populasi referensi.
Persentil : tingkatan posisi seseorang pada distribusi referensi (WHO/NCHS), yang
dijelaskan dengan nilai seseorang sama atau lebih besar daripada nilai
persentase kelompok populasi.
Z-skor paling sering digunakan. Secara teoritis, Z-skor dapat dihitung dengan cara berikut :
Nilai IMT yang diukur – Median Nilai IMT (referensi)
Z-Skor = -------------------------------------------------------------
Standar Deviasi dari standar/referensi
Klasifikasi menurut Kemenkes RI (2010) dibedakan pada kelompok usia 0-60 bulan dengan
kelompok usia 5-18 bulan. Klasifikasi IMT untuk usia 0-60 bulan disajikan pada Tabel 2,
sedangkan klasifikasi IMT untuk anak usia 5-18 tahun disajikan pada Tabel 3.
14
Tabel 2. Klasifikasi IMT menurut Kemenkes RI 2010 untuk anak usia 0-60 bulan
Nilai Z-skor Klasifikasi
z-skor ≥ +2 Gemuk
-2 < z-skor < +2 Normal
-3 < z-skor< -2 Kurus
z-skor < -3 Sangat kurus
Tabel 3. Klasifikasi IMT menurut Kemenkes RI 2010 untuk anak usia 5-18 tahun
Nilai Z-skor Klasifikasi
z-skor ≥ +2 Obesitas
+1 < z-skor < +2 Gemuk
-2 < z-skor < +1 Normal
-3 < z-skor< -2 Kurus
z-skor < -3 Sangat kurus
Sekarang untuk menghitung Z-Skor IMT/U tersebut bukan hal yang susah lagi.
Kemajuan teknologi mempermudah hal itu. Software-nya sudah tersedia di web WHO. Untuk
usia 0-60 bulan bisa diunduh disini http://www.who.int/childgrowth/software/en/ dan untuk usia
5-19 tahun bias diunduh disini http://www.who.int/growthref/tools/en/
Pada orang dewasa, pengukuran status gizi dilakukan dengan menggunakan indeks massa
tubuh (IMT). Perhitungan IMT sama seperti diatas. Hasilnya dibandingkan dengan nilai titik
batas IMT menurut WHO atau Departemen Kesehatan RI, yang nilai titik batasnya disajikan
pada Tabel 4 dan Tabel 5. Pada orang dewasa faktor umur tidak dipertimbangkan dalam
menghitung IMT. Pada orang dewasa biasanya tinggi badannya tidak relatif stabil, sehingga
variasi yang terjadi hanya pada berat badannya.
Tabel 4. Klasifikasi IMT Dewasa menurut WHO (1995)
Klasifikasi Interpretasi
< 16,0 Severe thinness
16,00 – 16,99 Moderate thinness
17,00 – 18,49 Mild thinness
15
18,50 – 24,99 Normal
25,00 – 29,99 Grade 1 overweight
30,00 – 39,99 Grade 2 overweight
≥ 40,0 Grade 3 overweight
16
17
BAB III
METODE PRAKTIKUM
18
3.4.1.Pengukuran Status Gizi Balita
Z-skor paling sering digunakan. Secara teoritis, Z-skor dapat dihitung dengan cara
berikut :
Nilai IMT yang diukur – Median Nilai IMT (referensi)
Z-Skor = -------------------------------------------------------------------------
Standar Deviasi dari standar/referensi
19
Berat badan normal adalah idaman bagi setiap orang agar mencapai tingkatkesehatan
yang optimal. Beberapa keuntungan yang diberikanadalah penampilan baik, lincah dan risiko
sakit rendah.(Arisman, 2002).
20
3) Lingkar lengan atas di catat pada skala 0,1 cm terdekat.
21
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
LAPORAN
Nama : Redo
Ardian
Umur 4 Tahun
10 Bulan
16 Hari
Untuk BB/U = 16.2 - 18.3 -2.1 SD (gizi
= = -1.05
16.3 - 18.3 -2 baik)
108.
Untuk TB/U = 102 - 8 -6.8 SD
= = -0.75
108. (normal)
99.7 - 8 -9.1
22
-
15.5 0.5 SD
= = -0.44
Untuk BB/TB = 7 - 16.1 3 (normal)
14.9 - 16.1 -1.2
Umur
No Nama BB TB Status Gizi
L P BB/U TB/U Atau BB/TB
PB/U
1. Firda Aulia 2,5th 11 79,7 Gizi baik Sangat pendek Normal
2. M.Ely. S 1,8 th 9,2 76,5 Gizi baik Pendek Normal
3. M.Zaini 2 th 8 86 Gizi baik pendek Normal
4. Reno S. 3 th 10 89 Gizi kurang Sangat pendek Normal
5. Bilal Maula 1,3 th 8 68 Gizi baik Normal Normal
6. Dita Ayu 2 th 10 78,2 Gizi baik Normal Normal
7. Keisa Alfina 5 bln 7 65,8 Gizi baik Normal Normal
8. M.Iqbal 3,5 th 12 93 Gizi kurang Pendek Normal
9. Saufa zaida 4 th 12 96 Gizi kurang Normal Normal
10. Akila Quin 6 bln 7,2 61 Gizi baik Pendek Normal
11. M.Adanil 9 bln 7,7 67 Gizi baik Pendek Normal
12. Sazki adelia 2 th 12 87,2 Gizi baik Normal Normal
13. Marlina 3 th 13 93 Gizi baik Normal Normal
14. Redo Ardian 4 th 16,2 99,7 Gizi baik Normal Normal
15. A. Alwadani 1 th 8,6 67,2 Gizi baik Sangat pendek Normal
16. Fandi Akbar 6 bln 6,7 66,1 Gizi baik Normal Normal
Parameter yang penting digunakan dalam pengukuran status balita adalah BB/U,
TB/U atau PB/U, dan BB/TB atau BB/PB, yang langsung diolah dengan hasil
pengukuran standar atropometri dari WHO. Sehingga diperoleh hasil pengukuran dan
perhitungan dengan menggunakan standar defiasi status gizi
23
Berdasarkan hasil pengukuran dan dihubungkan dengan standar nilai defiasi status
gizi maka terdapat BB/U : (12,5 %) 3 orang balita BGM (berat badan dibawah garis
merah), TB/U atau PB/U : (45,5 %) 5 orang balita teridentifikasi stunting atau pendek,
dan BB/TB atau BB/PB : (100%) Semua balita normal maka dapat dilihat bahwa
pengukuran status balita didusun Lilir perlu adanya pembinaan terkait dengan asupan
makanan yang baik bagi balita nya agar mencapai status gizi yang baik.
Masalah kekurangan dan kelebihan gizi merupakan masalah yang sangat penting
karena dapat memicu terjadinya penyakit degeneratif. Berat badan yang kurang pada
balita memungkinkan akan terjadi gizi buruk, stunting/pendek,
4.1.2. Asupan Makanan Sehari (Recall 24 jam) Balita
24
3. M.Zaini 2 th 40,8 80,2 27,6 42,1 121,8 42,1 55 58
4. Reno S. 3 th 34,6 86,1 39,0 31,4 279 43,6 20,2 58,6
5. Bilal M. 1,3 th 86,5 194,1 78,6 72 426,5 86,5 26,2 141,2
Dengan melihat klasifikasi tingkat konsumsi balita didusun Lilir kita dapat
mengidentifikasi hasil perhitungan rata – rata dari masing – masing indiekator nilai gizi
seperti energi balita (90%) deficit, protein balita (99%) sedang, lemak balita (89%)
deficit, karbohidrat balita (50%) kurang, vit A baliata (100%) baik, vit B1 balita (99%)
deficit, vit C balita (100%) deficit, dan Fe baliata (99%) deficit.
4.1.4. Penentuan Status Gizi pada ibu hamil dan wanita usia subur Dengan
pengukuran LILA
a. Data Hasil Pengukuran LILA pada Ibu Hamil
Klasifikasi LILA
No Nama Ibu Hamil Umur Nilai Keterangan
1. Rabi’ah 31 28 cm Normal
2. Martina Wijayati 23 29 cm Normal
3. Haerani 27 28 cm Normal
25
1. Hayati 16 25 cm Normal
2. Wanti Susianti 18 23,5 cm Normal
3. Paniah Rasika 19 24,3 cm Normal
4. Sri Wahyuni 20 27,2 cm Normal
5. Idayani 16 24,7 cm Normal
6. Yuliani 19 25 cm Normal
7. Hartini 16 23,7 cm Normal
8. Lisa. S 19 24,8 cm Normal
9. Wanda 20 26 cm Normal
10. Rohan 22 28,2 cm Normal
11. Widia Astuti 18 24,2 cm Normal
Berdasarkan hasil pengukuran LILA pada ibu hamil dan wanita usia subur di dusun
Lilir dapat kami identifkasi bahwa rata rata asupan nutrisinya sudah baik karna hasil
pengukuran LILA pada kedua kreteria tersebut tidak ada di bawah 23,5 cm dapat
dikatakan (100%) semua kreteria normal.
Karena itu jika LILA pada ibu yang kurang dari 23,5 cm dianggap menjadi tanda
miskin nutrisi. LLA tidak berbeda jauh selama kehamilan dan karena itu merupakan
langkah yang tepat status gizi dari pada BMI atau berat badan. Bayi yang lahir dari ibu
yang miskin, gizi, kekerasan fisik dialami selama kehamilan akan mengalami BBLR.
Dalam komunitas ini sebagian besar miskin di mana cakupan ANC rendah, untuk
mengurangi kejadian BBLR penting untuk meningkatkan akses untuk perawatan
kesehatan ibu. Keterlibatan suami dan masyarakat luas untuk mencari tindakan kolektif
pada BBLR sangat penting.
26
dengan indikator status gizi melalui standar defiasi secara umum dilakukan dengan
pengukuran tinggi badan dan berat badan, jadi berat badan normal adalah idaman bagi
setiap orang agar mencapai tingkat kesehatan yang optimal. Dan terdapat beberapa
keuntungan yang diberikan adalah penampilan baik, lincah dan resiko sakit rendah.
Memfasilitasi masyarakat melalui kegiatan pemberdayaan ekonomi untuk dapat
memberikan sumber penghasilan pada masa paceklik maupun penghasilan sepanjang
waktu. Identifikasi dan pengembangan potensi usaha produktif melalui studi fisibilitas,
peningkatan kapasitas sasaran, yang antara lain dapat dilakukan melalui penguatan
kelompok usaha atau pembentukan Badan Usaha Milik Petani atau sejenisnya (misal
BUMP untuk produksi dan pengolahan kacang mete, kemiri, kacang hijau, ikan olahan,
dsb). Kegiatan yang dikembangkan berupa segala upaya peningkatan added value produk
pertanian setempat dengan porinsip pengembangan dari hulu ke hilir sehingga
memungkinkan menciptakan lapangan kerja pada masa paceklik atau di luar paceklik.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
27
Dari hasil praktikum gizi yang di lakukan di dusun Lilir desa Mekar Sari
kecamatan Gunung Sari kabupate Lombok Barat tahun 2016 dapat disimpulkan bahwa :
a. Terjadinya status pendek pada balita menurut TB/U atau PB/U didusun Lilir, bukan
saja disebabkan oleh rendahnya intake makanan, takaran makanan dan waktu
makan yang teratur terhadap kebutuhan makanan anak, tetapi kebanyakan orang
tua tidak tahu melakukan penilaian status gizi pada balitanya, sepertinya masyarakat
atau keluarga hanya tahu bahwa balita harus diberikan makan seperti halnya orang
dewasa harus makan tiap harinya.
b. Di lihat dari klasifikasi tingkat konsumsi balita didusun Lilir, hasil perhitungan rata
– rata dari masing – masing indicator nilai gizi balita masih belum mencapai batas
maksimal dikatakan asupan makanan yang baik bagi balita sehingga perlu adanya
makanan tambahan untuk balita agar nilai gizi dari masing – masing indikator tidak
terjadi defisit dan kurang.
c. Di lihat dari hasil pengukuran LILA pada ibu hamil dan wanita usia subur di dusun
Lilir, rata rata asupan nutrisinya sudah baik karna hasil pengukuran LILA pada
kedua kreteria tersebut tidak ada di bawah 23,5 cm.
5.2. Saran
Diharapkan juga semoga rencana intervensi yang kami buat dapat bermanfaat dan
dilaksanakan pada kegiatan praktik berikutnya, dibantu oleh petugas kesehatan
khususnya Puskesmas Penimbung yang bekerjasama dengan lintas sektor untuk
perbaikan sarana dan prasarana yang ada.
DAFTAR PUSTAKA
28
Chinue, 2009 Perhitungan Kebutuhan Gizi. Malang.
Depkes RI, 2004, cakupan Penilaian Status Gizi Dalam Antropometri. Jakarta .
Gibson 2005. Tinjauan Pustaka LILA. (Online)
http://www.scribd.com/doc/46253718/Tinjauan-Pustaka-Lila-Antropo-Dsb
(Diakses pada tanggal 2 Agustus 2012)
Riskesdas, 2007. Katagori IMT. Sumber: Rise Kesehatan Dasar . Jakarta
Riskesdas, 2007. Laporan Riskesdas tahun 2007. Sumber: Rise Kesehatan Dasar . NTB
Sirajuddin, S. 2011. Penuntun Praktikum Penilaian Status Gizi Secara Biokimia dan
Antropometri. Makassar: Laboratorium Terpada Fakultas kesehatan Masyarakat
Universitas hasanuddin.
Suharjo. 1896. Penilaian Status Gizi Dalam Antropometri.(Online)
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/25638/4/Chapter%20II.pdf (diakses
pada tanggal 14 januari 2014)
Supariasta, N. 2001. Penilaian Status Gizi. Jakarta: EGC
Supariasa,2001. Penilaian Status Gizi Dalam Antropometri.(Online)
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/25638/4/Chapter%20II.pdf (diakses
pada tanggal 2 Agustus 2012)
Supariasta, N. 2001. Penilaian Status Gizi. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta
Supariasta, N. 2001. Penilaian Status Gizi. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta
LAMPIRAN
29
30
31
32
33
34
35
36