I. Konsep Imunisasi
I.1 Definisi
Imunisasi adalah suatu proses kegiatan dalam upaya meningkatkan
system kekebalan tubuh dengan memasukkan mikroorganisme yang
sudah dilemahkan yang berbentuk vaksin sehingga terbentuknya
antibody yang dapat mencegah individu terdahap penyakit tertentu.
1
I.3.1.1 Live attenuated vaccines(vaksin hidup yang
dilemahkan) seperti vaksin polio myelitis,
campak,rubella, dan BCG
I.3.1.2 Killed vaccines (vaksin mati) seperti vaksin pertusis
dan inactivated poliomyelitis
I.3.1.3 Sub unit vaccine (vaksin sub unit) seperti vaksin
pneumococcus, hepatitis B,influenza
I.3.1.4 Toxoid seperti vaksin diphtheria tetanus
2
1.5.1.2. Maturasi imunologikneonatus fungsi makrofag,
kadar komplemen, aktifasi optonin.
1.5.1.3. Pembentukan antibodi spesifik terhadap antigen
kurang, hasil vaksinasi ditunda sampai umur 2 tahun.
1.5.1.4. Cakupan imunisasi semaksimal mungkin agar
anak kebal secara simultan, bayi diimunisasi.
1.5.1.5. Frekuensi penyakit dampaknya pada neonatus
berat imunisasi dapat diberikan pada neonatus.
1.5.1.6. Status imunologik (seperti defisiensi imun)
respon terhadap vaksin kurang.
I.5.2 Genetik
Secara genetik respon imun manusia terhadap antigen tertentu
baik, cukup, rendah. Keberhasilan vaksinasi tidak 100%.
3
I.6.1 Panas dapat merusak semua vaksin.
I.6.2 Sinar matahari dapat merusak BCG.
I.6.3 Pembekuan toxoid.
I.6.4 Desinfeksi / antiseptik, sabun. (Marimbi, 2010)
4
Dosis 0,05 cc, untuk mengukur dan menyuntikkan
dosis sebanyak itu secara akurat, harus menggunakan
spuit dan jarum kecil yang khusus.
Disuntikkan di lengan kanan atas (sesuai anjuran
WHO) ke dalam lapisan kulit dengan penyerapan
pelan-pelan (intrakutan). Untuk memberikan
suntikkan intrakutan secara tepat, harus menggunakan
jarum pendek yang sangat halus (10 mm, ukuran 26).
f. Kontraindikasi
Uji Tuberculin > 5 mm
Sedang menderita HIV
Gizi buruk
Demam tinggi/Infeksi kulit luas
Pernah menderita TBC
g. Efek samping
Imunisasi BCG tidak menimbulkan reaksi yang bersifat
umum seperti demam. Setelah 1-2 minggu akan timbul
indurasi dan kemerahan ditempat suntikan yang berubah
menjadi pustula, kemudian pecah menjadi luka. Luka tidak
perlu pengobatan, akan sembuh secara spontan dan
meninggalkan tanda parut. Kadang-kadang terjadi
pembesaran kelenjar regional di ketiak dan atau leher,
terasa padat tidak sakit dan tidak menimbulkan demam.
Reaksi ini normal tidak memerlukan pengobatan dan akan
menghilang dengan sendirinya.
Penanganan:
Lakukan pengompresan daerah bekas penyuntikan
dengan air hangat
Jangan dipijat atau digaruk
Jika terjadi gelembung pada bekas suntikan BCG,
jangan dipencet biarkan kempes sendiri
Menjaga kebersihan terutama daerah sekitar luka
5
setelah lahir. Depkes RI tahun 2005 memberikan vaksin
monovalen (uniject) saat lahir dilanjutkan dengan vaksin
kombinasi DPT HB Combo pada umur 2,3 dan 4 bulan.
Penyimpanan vaksin pada suhu 2-8˚C dan jangan sampai
beku.
b. Indikasi
Untuk pemberian kekebalan aktif terhadap infeksi yang
disebabkan oleh virus Hepatitis B.
6
dan cepat rusak bila terkena panas dibandingkan dengan
vaksin lainnya.
b. Indikasi
Untuk pemberian kekebalan aktif terhadap Poliomyelitis
c. Cara pemberian dan dosis
Diberikan secara oral sebanyak 2 tetes di bawah lidah
langsung dari botol tanpa menyentuh mulut bayi.
Diberikan 4x dengan interval waktu minimal 4
minggu.
Setiap membuka vial baru harus menggunakan
penetes (dropper) yang baru.
d. Kontraindikasi
Pada individu yang menderita imunedeficiency tidak
ada efek yang berbahaya yang timbul akibat
pemberian Polio pada anak yang sedang sakit.
Namun, jika ada keraguan misalnya sedang menderita
diare atau muntah, demam tinggi >38,5˚C, maka dosis
ulangan dapat di berikan setelah sembuh.
Pasien yang mendapat imunosupresan.
e. Efek samping
Pada umumnya tidak ada efek samping. Tetapi ada hal
yang perlu diperhatikan setelah imunisasi polio yaitu
setelah anak mendapatkan imunisasi polio maka pada tinja
si anak akan terdapat virus polio selama 6 minggu sejak
pemberian imunisasi. Karena itu, untuk mereka yang
berhubungan dengan bayi yang baru saja diimunisasi polio
supaya menjaga kebersihan dengan mencuci tangan
setelah mengganti popok bayi.
a. Definisi
7
tubuh sehingga tubuh dapat menghasilkan zat
anti yang pada saatnya nanti digunakan tubuh
untuk melawan kuman atau bibit ketiga
penyakit tersebut (Markum, 2005).
8
Seorang anak akan terjangkit difteria bila ia
berhubungan langsung dengan anak lain sebagai
penderita difteri atau sebagai pembawa kuman
(karier) : yaitu dengan terhisapnya percikan udara
yang mengandung kuman. Bila anak nyata
menderita difteri dapat dengan mudah dipisahkan.
Tetapi seorang karier akan tetap berkeliaran dan
bermain dengan temannya karena memang ia
sendiri tidak sakit. Jadi, ditinjau dari segi
penularannya, anak karier ini merupakan sumber
penularan penyakit yang sulit diberantas. Dalam
hal inilah perlunya dilakukan imunisasi. Dengan
imunisasi anak akan terhindar, sedangkan
temannya yang belum pernah mendapat imunisasi
akan tertular penyakit difteri yang diperoleh dari
temannya sendiri yang menjadi karier.
Pertusis
a) Pertusis atau batuk rejan, atau yang lebih dikenal
dengan batuk seratus hari, disebabkan oleh
kuman Bordetella Pertusis. Penyakit ini cukup
9
parah bila diderita anak balita, bahkan dapat
berakibat kematian pada anak usia kurang dari 1
tahun. Gejalanya sangat khas, yaitu anak tiba-tiba
batuk keras secara terus menerus, sukar berhenti,
muka menjadi merah atau kebiruan, keluar air
mata dan kadang-kadang sampai muntah. Karena
batuk yang sangat keras, mungkin akan disertai
dengan keluarnya sedikit darah. Batuk akan
berhenti setelah ada suara melengking pada waktu
menarik nafas, kemudian akan tampak letih
dengan wajah yang lesu. Batuk semacam ini
terutama terjadi pada malam hari.
Tetanus
Penyakit Tetanus masih terdapat diseluruh dunia,
karena kemungkinan anak untuk mendapat luka tetap
ada. Misalnya terjatuh, luka tusuk, luka bakar, koreng,
gigitan binatang, gigi bolong, radang telinga. Luka
tersebut merupakan pintu masuk kuman tetanus yang
dikenal sebagai Clostridium tetani. Kuman ini akan
berkembang biak dan membentuk racun yang
berbahaya. Racun inilah yang merusak sel susunan
saraf pusat tulang belakang yang menjadi dasar
timbulnya gejala penyakit. Gejala tetanus yang khas
adalah kejang, dan kaku secara menyeluruh, otot
dinding perut yang teraba keras dan tegang seperti
papan, mulut kaku dan sukar dibuka (Markum, 2005).
10
protektif terhadap difteri dan akan memiliki kadar
antibody setelah mendapatkan imunisasi 3 kali dengan
interval 4 minggu.
Imunisasi DPT tidak boleh diberikan kepada anak
yang sakit parah dan anak yang menderita penyakit
kejang demam kompleks. Jika tidak boleh diberikan
pada anak dengan batuk yang diduga mungkin sedang
menderita batuk rejan. Bila pada suntikan DPT
pertama terjadi reaksi yang berat maka sebaiknya
suntikan berikut jangan diberikan DPT lagi melainkan
DT saja (tanpa P).
DPT biasanya tidak diberikan pada anak usia kurang
dari 6 minggu, disebabkan respon terhadap pertusis
dianggap tidak optimal, sedangkan respon terhadap
tetanus dan difteri adalah cukup baik tanpa
memperdulikan adanya antibody maternal (Markum,
2005).
Kekebalan terhadap penyakit difteri, pertusis dan
tetanus adalah dengan pemberian vaksin yang terdiri
dari toksoid difteri dan toksoid tetanus yang telah
dimurnikan ditambah dengan bakteri bortella pertusis
yang telah dimatikan. Dosis penyuntikan 0,5 ml
diberikan secara subkutan atau intramuscular pada
bayi yang berumur 2-12 bulan sebanyak 3 kali dengan
interval 4 minggu. Reaksi spesifik yang timbul setelah
penyuntikan tidak ada. Gejala biasanya demam ringan
dan reaksi lokal tempat penyuntikan. Bila ada reaksi
yang berlebihan seperti suhu yang terlalu tinggi,
kejang, kesadaran menurun, menangis yang
berkepanjangan lebih dari 3 jam, hendaknya
pemberian vaksin DPT diganti dengan DT. (Depkes
RI, 2005).
11
serangan penyakit apabila telah mendapat suntikan
vaksin DPT sebanyak 3 kali.
Imunisasi ulang pertama dilakukan pada usia 1,5 – 2
tahun atau pada usia 18 bulan setelah imunisasi dasar
ke-3.
Diulang lagi dengan vaksin DT pada usia 5-6 tahun
(kelas 1) vaksin pertusis tidak dianjurkan untuk anak
berusia lebih dari 5 tahun karena reaksi yang timbul
dapat lebih hebat selain itu perjalanan penyakit pada
usia > 5 tahun tidak parah.
Diulang lagi pada usia 12 tahun (menjelang tamat
SD). Anak yang mendapat DPT pada waktu bayi
diberikan DT 1 kali saja dengan dosis 0,5 cc dengan
cara IM, dan yang tidak mendapatkan DPT pada
waktu bayi diberikan DT sebanyak 2 kali dengan
interval 4 minggu dengan dosis 0,5 cc secara IM,
apabila hal ini meragukan tentang vaksinasi yang
didapat pada waktu bayi maka tetap diberikan 2 kali
suntikan. Bila bayi mempunyai riwayat kejang
sebaiknya DPT diganti dengan DT dengan cara yang
sama dengan DPT.
Pengulangan imunisasi DPT diperlukan untuk
memperbaiki daya tahan tubuh yang mungkin
menurun setelah sekian lama. Karena itu mestii
diperkuat lagi dengan pengulangan pemberian
vaksin (booster). Kalau sudah dilakukan 5 kali
suntikan DPT, maka biasanya dianggap sudah cukup.
Namun di usia 12 tahun, seorang anak biasanya
mendapat lagi suntikan DT atau TT (tanpa P/Pertusis)
di sekolahnya. Di atas usia 5 tahun, penyakit pertusis
jarang sekali terjadi dan dianggap bukan masalah.
f. Kontraindikasi
Tidak dapat diberikan kepada meraka yang kejangnya di
sebabkan suatu penyakit seperti epilepsy, menderita
kelainan saraf yang betul-betul berat atau habis di rawat
karena infeksi otak, dan yang alergi terhadap DPT. Mereka
12
hanya boleh menerima vaksin DT tanpa P karena antigen P
inilah yang menyebabkan panas.
a. Definisi campak
13
(Kandungan vaksin campak ini adalah virus
yang dilemahkan).
e. Kontraindikasi
14
Anak yang mengidap penyakit immune deficiency
atau yang diduga menderita gangguan respon imun
karena leukemia, limfoma
g. Etiologi campak
h. Patofisiologi
15
hyperplasia, jaringan limfe pada tonsil, adenoid, kelenjar
limfe, lien, dan appendiks.
Gambaran patologis yang karakteristik ialah distribusi
yang luas dari multinucleated giant cells akibat dari fungsi
sel-sel, sebagai reaksi terhadap virus maka terjadi eksudat
yang serous dan proliferasi sel mononukleus dan beberapa
sel polimorfonukleus disekitar kapiler. Kelainan ini terjadi
pada kulit, selaput lendir nasofarings, bronkus dan
konjungtiva.
16
j. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan medis
Morbili merupakan suatu penyakit self-limiting,
sehingga pengobatannya hanya bersifat
simptomatis yaitu :
a) Memperbaiki keadaan umum
b) Antipiretika bila suhu tinggi
c) Sedativum
d) Obat batuk
Antibiotika diberikan bila ternyata terdapat
infeksi sekunder.
Kortikosteroid dosis tinggi biasanya diberikan
kepada penderita morbili yang mengalami
ensefalitis yaitu :
a) Hidrokortison 100-200 mg/hari selama 3-4
hari.
b) Prednison 2 mg/kg.bb/hari untuk jangka
waktu 1 minggu.
Menurut Wong (663:2003) penderita campak
diberi suplemen vitamin A. Tirah baring selama
periode demam, antipiretik, antibiotik untuk
mencegah infeksi bakteri sekunder pada anak
risiko tinggi.
Penatalaksanaan keperawatan
Ada beberapa hal penting dalam perawatan penyakit
campak pada anak-anak anatar lain : istirahat di
tempat tidur, memperhatikan makanan dan
minumannya, perawatan mata dan hidung.
Serangan penyakit ini dapat diperpendek dengan
banyak beristirahat selama beberapa hari di tempat
tidur, terutama bila serangan penyakit cukup hebat,
artinya bintik-bintik sangat merah dan suhu badan
tinggi.
Menurut Wong (2003) pertimbangan perawatan pada
penderita campak adalah :
Isolasi sampai ruam hari ke-5, bila dihospitalisasi,
lakukan kewaspadaan pernapasan.
Pertahankan tirah baring selama prodromal,
berikan aktivitas tenang.
17
Perawatan mata, beri cahaya redup bila terjadi
fotofobia, bersihkan kelopak mata dengan larutan
salin hangat untuk menghilangkan sekres, jaga
anak tidak menggosok mata.
Batuk, lindungi kulit sekitar hidung dengan lapisan
petroleum, anjurkan untuk mengonsumsi cairan
dan makanan yang halus dan lembut.
Perawatan kulit, jaga agar kulit tetap bersih,
gunakan mandi air hangat bila perlu.
k. Pencegahan
Pencegahan campak adalah dengan pemberian vaksin
campak. Saat ini ada dua jenis :
Vaksin yang berasal dari virus campak yang
dilemahkan. Lebih lanjut dapat dimodifikasi dengan
pemberian globulin anti-campak. Akibatnya dapat
menimbulkan serangan campak, meskipun ringan.
Lebih sering tidak.
Antiserum khusus campak atau gammaglobulin, yang
seringkali diberikan untuk mencegah serangan
campak pada individu yang rentan.
l. Komplikasi
Komplikasi dari campak adalah sebagai berikut :
Pneumoni
Gastroenteritis
Esefalitis
Otitis Media
Mastoiditis
Gangguan Gizi
18
Merupakan uraian tentang bagaimana klien sampai masuk
rumah sakit, klien dengan campak mula-mulanya badannya
panas tinggi.
d. Riwayat kehamilan
Untuk mengetahui penyakit yang pernah diderita selama
kehamilan.
19
Diagnosa II: Diare ( 00013)
II.2.4 Definisi
Pengeluaran feses lunak dan tidak bermassa
II.3Perencanaan
Diagnosa I: Hipertermi (00007)
II.3.1 Tujuan dan kriteria hasil (outcomes criteia): berdasarkan NOC
- Pasien akan menunjukkan termoregulasi, yang dibuktikan
oleh indikator gangguan sebagai berikut (sebutkan 1-5
gangguan ekstrem, berat, sedang, ringan, atau tidak ada
gangguan):
Peningkatan suhu kulit
Hipertermia
Dehidrasi
Mengantuk
- Pasien akan menunjukkan teroregulasi, yang dibuktikan
oleh indikator sebagai berikut (sebutkan 1-5 gangguan
ekstrem, berat, sedang, ringan, atau, tidak ada gangguan):
Berkeringat saat panas
20
Denyut nadi radialis
Frekuensi pernapasan
Kolaborasi:
Berikan obat antipiretik: jika perlu
21
- Manajemen diare
R/ mengurangi diare
22
Banjarmasin, Desember 2016
(...........................................) (...........................................)
23