Anda di halaman 1dari 57

MAKALAH KEPERAWATAN MATERNITAS III

“Tindakan Khusus pada Patologi Antenatal”

Dosen Pengampu:

Ns. Lili Fajria, S. Kep, M. Biomed

Di susun oleh:

Kelompok 4

1. Lilian Meuthia 1711311027


2. Lara Claudya 1711311029
3. Yola Fitria 1711312029
4. Natasha Irmayuni 1711313043

JURUSAN ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS KEPERAWATAN

UNIVERSITAS ANDALAS

2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami ucapkan kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat-

Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Tindakan Khusus

pada Patologi Antenatal”. Shalawat dan salam semoga tetap tercurahkan kepada Nabi

Muhammad SAW.

Kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu

penyelesaian makalah ini. Secara khusus ucapan terima kasih kepada Ibu Ns. Lili

Fajria, S. Kep, M. Biomed, yang telah membimbing dan berkenan memberikan

masukan pada kami. Kami juga mengucapkan terimakasih kepada keluarga dan teman-

teman yang telah mendukung kami dalam penulisan makalah ini.

Kami menyadari masih banyak kekurangan dalam makalah ini. Oleh karena

itu, kami mengharapkan kritik dan saran dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini

sehingga maksud dan tujuan dapat tercapai sesuai dengan yang diharapkan serta

nantinya dapat membantu pembaca semua.

Padang, 24 Agustus 2019

Penulis
DAFTAR ISI

Halaman Judul

Kata Pengantar......................................................................................... ii

Daftar isi.................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN............................................................................. 1

1.1.Latar Belakang................................................................................................ 1

1.2.Rumusan Masalah........................................................................................... 1

1.3.Tujuan penulisan............................................................................................. 1

1.4.Manfaat penulisan........................................................................................... 1

BAB II ISI.................................................................................................. 2

2.1 Skrining Resiko ..................................................................................... 2

2.2 Sistem Rujukan ..................................................................................... 22

2.3 Kolaborasi Manajemen Medis ................................................................ 25

BAB III Penutup....................................................................................... 32

3.1. Kesimpulan.......................................................................................... 32

3.2. Saran................................................................................................... 32

Daftar Pustaka .......................................................................................... iv


BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dalam masa kehamilan, seorang wanita mendapatkan penatalaksanaan yang baik dan
benar. Pada umumnya kehamilan berkembang dengan normal dan mengahasilkan kehamilan
sesuai yang diharapkan. Ibu hamil memiliki resiko masalah kehamilan sehingga harus ada
memonitor dan mendukung kesehatan ibu hamil. Tindakan ini bisa dilakukan melalui
skrining, pemeriksaan laboratorium, pemeriksaan penunjang, dan lain sebagainya.
Tindakan khusus yang dilakukan pada patologi antenatal adalah skrining resiko tinggi
pada antenatal, biasanya alat yang digunakan dalam skrining antenal berupa kartu skor Poedji
Rochjati. Kartu skor Poedji Rochjati ini merupakan alat skrining antenatal berbasis keluarga
untuk menemukan faktor risiko ibu hamil. Selain itu juga dilakukan pemeriksaan
laboratorium, pemeriksaan penunjang, dan lain sebagainya.

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana skrining resiko tinggi pada antenatal?
2. Bagaimana sistem rujukan pada antenatal?
3. Bagaimana kolaborasi manajemen medis pada antenatal?

1.3 Tujuan Penulisan


1. Untuk mengetahui tindakan khusus yang dilakukan pada patologi antenatal.
2. Untuk mengetahui skrining resiko tinggi pada patologi antenatal.
3. Untuk mengetahui sistem rujukan pada patologi antenatal.
4. Untuk mengetahui sistem kolaborasi medis pada patologi antenatal.

1.4 Manfaat Penulisan


1. Untuk memenuhi tugas kelompok mata kuliah Keperawatan Maternitas III.
2. Untuk mengetahui tindakan khusus pada patologi antenatal.
BAB II
ISI
TINDAKAN KHUSUS PADA PATOLOGI ANTENATAL

2.1 SKRINING RESIKO

2.1.1 Kartu Skor Poedji Rochjati


Kartu Skor Poedji Rochjati (KSPR) adalah kartu skor yang digunakan sebagai alat
skrining antenatal berbasis keluarga untuk menemukan faktor risiko ibu hamil, yang
selanjutnya mempermudah pengenalan kondisi untuk mencegah terjadi komplikasi obstetrik
pada saat persalinan.KSPR disusun dengan fforma kombinasi antara checklist dari kondisi
ibu hamil / faktor risiko dengan sistem skor. Kartu skor ini dikembangkan sebagai suatu
tekologi sederhana, mudah, dapat diterima dan cepat digunakan oleh tenaga nonprofessional
Fungsi dari KSPR adalah:
1. Melakukan skrining deteksi dini ibu hamil risikotinggi.
2. Memantau kondisi ibu dan janin selamakehamilan.
3. Memberi pedoman penyuluhan untuk persalinan aman berencana
(Komunikasi InformasiEdukasi/KIE).
4. Mencatat dan melaporkan keadaan kehamilan, persalinan,nifas.
5. Validasi data mengenai perawatan ibu selama kehamilan, persalinan, nifas dengan
kondisi ibu danbayinya.
6. Audit Maternal Perinatal(AMP)

Faktor resiko dalam kehamilan pada skor poedji rochjati

Terdiri dari factor medis dan non medis

a. Faktor non-medis antara lain adalah

Kemiskinan, ketidaktahuan, adat, tradisi, kepercayaan, dan sebagainya.Hal ini


banyak terjadi terutama di negara-negara berkembang, yang berdasarkan penelitian
ternyata sangat mempengaruhi morbiditas dan mortalitas. Dimasukkan pula dalam
factor non-medis adalah: status gizi buruk, social ekonomi yang rendah, kebersihan
lingkungan, kesadaran untuk memeriksakan kehamilan secara teratur, fasilitas dan
sarana kesehatan yang serba kekurangan.

b. Faktor medis antara lain adalah

Penyakit-penyakit ibu dan janin, kelainan obstetric, gangguan plasenta, gangguan


talipusat, komplikasi persalinan, penyakit neonates, dan kelainan genetic.

Menurut Poedji Rochyati dkk.Mengemukakan kriteria KRT sebagai berikut:

1. Risiko

Risiko adalah suatu ukuran statistik dari peluang atau kemungkinan untuk
terjadinya suatu keadaan gawat-darurat yang tidak diinginkan pada masa mendatang,
seperti kematian, kesakitan, kecacatan, ketidak nyamanan, atau ketidak puasan (5K)
pada ibu dan bayi.

a. Kehamilan Risiko Rendah (KRR) dengan jumlah skor 2

Kehamilan tanpa masalah / faktor risiko, fisiologis dan kemungkinan besar diikuti oleh
persalinan normal dengan ibu dan bayi hidup sehat.

b. Kehamilan Risiko Tinggi (KRT) dengan jumlah skor 6-10

Kehamilan dengan satu atau lebih faktor risiko, baik dari pihak ibu maupun janinnya yang
memberi dampak kurang menguntungkan baik bagi ibu maupun janinnya, memiliki
risiko kegawatan tetapi tidak darurat.

c. Kehamilan Risiko Sangat Tinggi (KRST) dengan jumlah skor ≥ 12

Kehamilan dengan faktor risiko:

Perdarahan sebelum bayi lahir, memberi dampak gawat dan darurat bagi jiwa
ibu dan atau banyinya, membutuhkan di rujuk tepat waktu dan tindakan segera untuk
penanganan adekuat dalam upaya menyelamatkan nyawa ibu dan bayinya.
Ibu dengan faktor risiko dua atau lebih, tingkat risiko kegawatannya meningkat,
yang membutuhkan pertolongan persalinan di rumah sakit oleh dokter Spesialis.
(Poedji Rochjati, 2003).

Batasan Faktor Risiko / Masalah

a.Ada Potensi Gawat Obstetri / APGO

(kehamilan yang perlu diwaspadai)

1. Primi muda

Ibu hamil pertama pada umur ≤ 16 tahun, rahim dan panggul belum tumbuh
mencapai ukuran dewasa.Akibatnya diragukan keselamatan dan kesehatan janin dalam
kandungan.Selain itu mental ibu belum cukup dewasa.

Bahaya yang mungkin terjadi antara lain:

- Bayi lahir belum cukup umur


- Perdarahan bisa terjadi sebelum bayi lahir
- Perdarahan dapat terjadi sesudah bayi lahir. (Poedji Rochjati, 2003).

2. Primi tua

· Lama perkawinan ≥ 4 tahun

- Ibu hamil pertama setelah kawin 4 tahun atau lebih dengan kehidupan perkawinan
biasa
- Suami istri tinggal serumah
- Suami atau istri tidak sering keluar kota
- Tidak memakai alat kontrasepsi (KB)

Bahaya yang terjadi pada primi tua:

Selama hamil dapat timbul masalah, faktor risiko lain oleh karena kehamilannya, misalnya
pre-eklamsia.Persalinan tidak lancar. (Poedji Rochjati, 2003).
3. Pada umur ibu ≥ 35 tahun

Ibu yang hamil pertama pada umur ≥ 35 tahun. Pada usia tersebut mudah terjadi
penyakit pada ibu dan organ kandungan yang menua. Jalan lahir juga tambah kaku.
Ada kemungkinan lebih besar ibu hamil mendapatkan anak cacat, terjadi persalinan
macet dan perdarahan. Bahaya yang terjadi antara lain:

- Hipertensi / tekanan darah tinggi


- Pre-eklamsia
- Ketuban pecah dini: yaitu ketuban pecah sebelum persalinan
- Persalinan tidak lancar atau macet: ibu mengejan lebih dari satu jam, bayi tidak dapat
lahir dengan tenaga ibu sendiri melalui jalan lahir biasa.
- Perdarahan setelah bayi lahir
- Bayi lahir dengan berat badan lahir rendah (BBLR) < 2500 gr. (Poedji Rochjati,
2003).

4. Primi tua sekunder

Ibu hamil dengan persalinan terakhir ≥ 10 tahun yang lalu. Ibu dalam kehamilan
dan persalinan ini seolah-olah menghadapi persalinan yang pertama lagi. Kehamilan ini
bisa terjadi pada:

Bahaya yang dapat terjadi:

- Persalinan dapat berjalan tidak lancer


- Perdarahan pasca persalinan
- Penyakit ibu: Hipertensi (tekanan darah tinggi), diabetes, dan lain-lain. (Poedji
Rochjati, 2003).

5. Grande multi

Ibu pernah hamil / melahirkan 4 kali atau lebih. Karena ibu sering melahirkan
maka kemungkinan akan banyak ditemui keadaan:

- Kesehatan terganggu: anemia, kurang gizi


- Kekendoran pada dinding perut
- Tampak ibu dengan perut menggantung
- Kekendoran dinding rahim

Pada grandemultipara bisa menyebabkan:

- Solusio plasenta
- Plasenta previa. (F. Garry C, add all, 2001)

6.Umur 35 tahun atau lebih

Ibu hamil berumur 35 tahun atau lebih, dimana pada usia tersebut terjadi
perubahan pada jaringan alat-alat kandungan dan jalan lahir tidak lentur lagi. Selain itu
ada kecenderungan didapatkan penyakit lain dalam tubuh ibu. Bahaya yang dapat
terjadi:

- Tekanan darah tinggi dan pre-eklamsia


- Ketuban pecah dini
- Persalinan tidak lancar / macet
- Perdarahan setelah bayi lahir. (Poedji Rochjati, 2003).

7. Tinggi badan 145 cm atau kurang

Terdapat tiga batasan pada kelompok risiko ini:

- Ibu hamil pertama sangat membutuhkan perhatian khusus. Luas panggul ibu dan besar
kepala janin mungkin tidak proporsional, dalam hal ini ada dua kemungkinan yang
terjadi:
- Panggul ibu sebagai jalan lahir ternyata sempit dengan janin / kepala tidak besar.
- Panggul ukuran normal tetapi anaknya besar / kepala besar

8. Riwayat obstetric jelek (ROJ)


Bahaya yang dapat terjadi:

- Kegagalan kehamilan dapat berulang dan terjadi lagi, dengan tanda-tanda pengeluaran
buah kehamilan sebelum waktunya keluar darah, perut kencang.
- Penyakit dari ibu yang menyebabkan kegagalan kehamilan, misalnya: Diabetes
mellitus, radang saluran kencing, dll. (Poedji Rochjati, 2003).

9. Persalinan yang lalu dengan tindakan

Persalinan yang ditolong dengan alat melalui jalan lahir biasa atau per-vaginam:

Tindakan dengan cunam / forcep / vakum. Bahaya yang dapat terjadi:

- Robekan / perlukaan jalan lahir


- Perdarahan pasca persalinan
- Uri manual, yaitu: tindakan pengeluaran plasenta dari rongga rahim dengan
menggunakan tangan.

Bahaya yang dapat terjadi:

- Radang, bila tangan penolong tidak steril


- Perforasi, bila jari si penolong menembus Rahim
- Perdarahan
- Ibu diberi infus / tranfusi pada persalinan lalu. Persalinan yang lalu mengalami
perdarahan pasca persalinan yang banyak lebih dari 500 cc, sehingga ibu menjadi
syok dan membutuhkan infus, serta transfusi darah. (Poedji Rochjati, 2003).

10. Bekas operasi sesar

Ibu hamil, pada persalinan yang lalu dilakukan operasi sesar. Oleh karena itu
pada dinding rahim ibu terdapat cacat bekas luka operasi. Bahaya pada robekan rahim :
kematian janin dan kematian ibu, perdarahan dan infeksi. (Poedji Rochjati, 2003).

b. Ada Gawat Obstetri / AGO

(tanda bahaya pada saat kehamilan, persalinan, dan nifas)


1.Penyakit pada ibu hamil

a.Anemia (kurang darah)

Keluhan yang dirasakan ibu hamil:

- Lemah badan, lesu, lekas lelah


- Mata berkunang-kunang
- Jantung berdebar

Bahaya yang dapat terjadi bila terjadi anemia berat (Hb < 6 gr%):

- Kematian janin mati


- Persalinan prematur, pada kehamilan < 37 minggu
- Persalinan lama
- Perdarahan pasca persalinan. (Poedji Rochjati, 2003).

Anemia dalam kehamilan ialah kondisi ibu dengan kadar Hemoglobin di bawah 11
g% pada trimester 1 dan 3 atau kadar < 10,5 g% pada trimester 2. Hipoksia akibat
anemia dapat menyebabkan syok dan kematian ibu pada persalinan sulit, walaupun
tidak terjadi perdarahan.

b.Malaria

Keluhan yang dirasakan ibu hamil, adalah:

- Panas tinggi
- Menggigil, keluar keringat
- Sakit kepala
- Muntah-muntah

Bila penyakit malaria ini disertai dengan panas yang tinggi dan anemia, maka akan
mengganggu ibu hamil dan kehamilannya.

Bahaya yang dapat terjadi:

- Abortus
- IUFD
- Persalinan premature. (Poedji Rochjati, 2003).

c.Tuberculosa paru

Keluhan yang dirasakan:

- Batuk lama tak sembuh-sembuh


- Tidak suka makan
- Badan lemah dan semakin kurus
- Batuk darah

Penyakit ini tidak secara langsung berpengaruh pada janin.Janin baru tertular
setelah dilahirkan.Jika TBC berat dapat menurunkan fisik ibu, tenaga, dan ASI ikut
berkurang.

Bahaya yang dapat terjadi:

- Keguguran
- Bayi lahir belum cukup umur
- Janin mati dalam kandungan. (Poedji Rochjati, 2003).

d.Payah jantung

Keluhan yang dirasakan:

- Sesak napas
- Jantung berdebar
- Dada terasa berat, kadang-kadang nyeri
- Nadi cepat
- Kaki bengkak

Bahaya yang dapat terjadi:

- Payah jantung bertambah berat


- Kelahiran premature
- Dalam persalinan:

e.Diabetes mellitus
Dugaan adanya kencing manis pada ibu hamil apabila:

- Ibu pernah mengalami beberapa kali kelahiran bayi yang besar


- Pernah mengalami kematian janin dalam rahim pada kehamilan minggu-minggu
terakhir
- Ditemukan glukosa dalam air seni (Glikosuria)

Bahaya yang dapat terjadi:

- Persalinan premature
- Hydramnion
- Kelainan bawaan
- Makrosomia
- Kematian janin dalam kandungan sesudah kehamilan minggu ke-36
- Kematian bayi perinatal (bayi lahir hidup, kemudian mati < 7 hari). (Poedji Rochjati,
2003).

f.HIV / AIDS

Bahaya yang dapat terjadi:

- Terjadi gangguan pada sistem kekebalan tubuh dan ibu hamil mudah terkena infeksi
- Kehamilan memperburuk progesifitas infeksi HIV, HIV pada kehamilan adalah
pertumbuhan intra uterin terhambat dan berat lahir rendah, serta peningkatan risiko
premature
- Bayi dapat tertular dalam kandungan atau tertular melalui ASI. (Poedji Rochjati,
2003).

g.Toksoplasmosis

Toksoplasmosis penularannya melalui makanan mentah atau kurang masak,


yang tercemar kotoran kucing yang terinfeksi.

Bahaya yang dapat terjadi:

- Infeksi pada kehamilan muda menyebabkan abortus


- Infeksi pada kehamilan lanjut menyebabkan kelainan kongenital, hidrosefalus. (Poedji
Rochjati, 2003).
2.Pre-Eklamsia ringan

Tanda-tanda:

- Edema pada tungkai, muka, karena penumpukan cairan disela-sela jaringan tubuh
- Tekanan darah tinggi
- Dalam urin terdapat Proteinuria.

Bahaya bagi janin dan ibu:

- Menyebabkan gangguan pertumbuhan janin


- Janin mati dalam kandungan. (Poedji Rochjati, 2003).

3.Hamil kembar

Ibu hamil dengan dua janin (gemelli), atau tiga janin (triplet) atau lebih dalam
rahim. Rahim ibu membesar dan menekan organ dalam dan menyebabkan keluhan-
keluhan:

Bahaya yang dapat terjadi:

- Keracunan kehamilan
- Hidramnion
- Anemia
- Persalinan premature
- Kelainan letak
- Persalinan sukar
- Perdarahan saat persalinan. (Poedji Rochjati, 2003).

4.Hidramnion / Hamil kembar air

Kehamilan dengan jumlah cairan amnion lebih dari 2 liter, dan biasanya
nampak pada trimester III, dapat terjadi perlahan-lahan atau sangat cepat.

Bahaya yang dapat terjadi:

- Keracunan kehamilan
- Cacat bawaan pada bayi
- Kelainan letak
- Persalinan premature
- Perdarahan pasca persalinan. (Poedji Rochjati, 2003).

Hidramnion adalah suatu keadaan dimana jumlah air ketuban jauh lebih banyak dari
normal, biasanya kalau lebih dari 2 liter.

5.Janin mati dalam rahim

Pada kehamilan normal gerakan janin dapat dirasakan pada umur kehamilan 4-5
bulan. Bila gerakan janin berkurang, melemah, atau tidak bergerak sama sekali dalam
12 jam, kehidupan janin mungkin terancam.

Dari keluhan ibu dapat dilakukan pemeriksaan:

- DJJ tidak terdengar


- Hasil tes kehamilan negatif

Bahaya yang dapat terjadi pada ibu dengan janin mati dalam rahim, yaitu:

Gangguan pembekuan darah ibu, disebabkan dari jaringan-jaringan mati yang masuk ke
dalam darah ibu. (Poedji Rochjati, 2003).

6.Hamil serotinus / Hamil lebih bulan

Ibu dengan umur kehamilan ≥ 42 minggu.Dalam keadaan ini, fungsi dari


jaringan uri dan pembuluh darah menurun. Dampak tidak baik bagi janin:

- Janin mengecil
- Kulit janin mengkerut
- Lahir dengan berat badan rendah
- Janin dalam rahim dapat mati mendadak. (Poedji Rochjati, 2003).

7.Letak sungsang

Letak sungsang: pada kehamilan tua (hamil 8-9 bulan), letak janin dalam rahim
dengan kepala diatas dan bokong atau kaki dibawah.
Bahaya yang dapat terjadi:

- Bayi lahir bebang putih yaitu gawat napas yang berat


- Bayi dapat mati. (Poedji Rochjati, 2003).

8.Letak lintang

Merupakan kelainan letak janin di dalam rahim pada kehamilan tua (hamil 8-9
bulan): kepala ada di samping kanan atau kiri dalam rahim ibu. Bayi letak lintang tidak
dapat lahir melalui jalan lahir biasa, karena sumbu tubuh janin melintang terhadap
sumbu tubuh ibu.

Bahaya yang dapat terjadi pada kelainan letak lintang. Pada persalinan yang tidak di
tangani dengan benar, dapat terjadi Robekan rahim, dan akibatnya:

Bahaya bagi ibu :

- Perdarahan yang mengakibatkan anemia berat


- Infeksi
- Ibu syok dan dapat mati
- Bahaya bagi janin
- Janin mati. (Poedji Rochjati, 2003).

c.Ada Gawat Darurat Obstetri / AGDO

(Ada ancaman nyawa ibu dan bayi)

1.Perdarahan antepartum

(Perdarahan sebelum persalinan, perdarahan terjadi sebelum kelahiran bayi)

Tiap perdarahan keluar dari liang senggama pada ibu hamil setelah 28 minggu,
disebut perdarahan antepartum.

Perdarahan antepartum harus dapat perhatian penuh, karena merupakan tanda bahaya yang
dapat mengancam nyawa ibu dan atau janinnya,
Perdarahan dapat terjadi pada:

- Plasenta Previa plasenta melekat dibawah rahim dan menutupi sebagian / seluruh
mulut rahim.
- Solusio Plasenta plesenta sebagian atau seluruhnya lepas dari tempatnya. Biasanya
disebabkan karena trauma / kecelakaan, tekanan darah tinggi atau pre-eklamsia, maka
terjadi perdarahan pada tempat melekat plasenta. Akibat perdarahan, dapat
menyebabkan adanya penumpukan darah beku dibelakang plasenta.

Bahaya yang dapat terjadi:

- Bayi terpaksa dilahirkan sebelum cukup bulan


- Dapat membahayakan ibu:
- Kehilangan darah, timbul anemia berat dan syok
- Ibu dapat meninggal
- Dapat membahayakan janinnya yaitu mati dalam kandungan.(Poedji Rochjati, 2003).

2.Pre-Eklamsia berat / Eklamsia

Pre-eklamsi berat terjadi bila ibu dengan pre-eklamsia ringan tidak dirawat,
ditangani dengan benar. Pre-eklamsia berat bila tidak ditangani dengan benar akan
terjadi kejang-kejang, menjadi eklamsia. Pada waktu kejang, sudip lidah dimasukkan
ke dalam mulut ibu diantara kedua rahang, supaya lidah tidak tergigit.

Bahaya yang dapat terjadi:

- Bahaya bagi ibu, dapat tidak sadar (koma) sampai meninggal


- Bahaya bagi janin:
- Dalam kehamilan ada gangguan pertumbuhan janin dan bayi lahir kecil
- Mati dalam kandungan. (Poedji Rochjati, 2003).

Contoh daftar skor Rochjati

Kartu Skor Poedji Rochjati atau yang biasanya disingkat dengan KSPR
biasanya digunakan untuk menentukan tingkat resiko pada ibu hamil. KSPR dibuat
oleh Poedji Rochjati dan pertama kali diguakan pada tahu 1992-1993.KSPR telah
disusun dengan format yang sederhana agar mempermudah kerja tenaga kesehatan
untuk melakukan skrning terhadap ibu hamil dan mengelompokan ibu kedalam
kategori sesuai ketetapan sehingga dapat menentukan intervensi yang tepat terhadap
ibu hamil berdasarka kartu ini.dibawah ini akan ditamplkan tabel Kartu Skor Poedji
Rochjati:
JURNAL TENTANG SKOR POEDJI ROCHJATI

JUDUL : DETEKSI DINI RISIKO IBU HAMIL DENGAN KARTU SKOE POEDJI
ROCHJATI DAN PENCEGAHAN FAKTOE EMPAT TERLAMBAT

SUMBER : Gede Danu Widarata1 Muhammad Ardian Cahya LAKSANA1, Agus


Sulistyono1, Windhu Purnomo2

Analisis Jurnal :

KRST merupakan kelompok risiko ibu hamil yang jumlahnya paling banyak
pada kasus kematian maternal diikuti oleh KRT dan KRR paling sedikit. Hal tersebut
merupakan sesuatu yang wajar, karena meninggal merupakan kondisi yang selalu
didahului oleh keadaan penyakit yang sangat berat dengan factor risiko yang sangat
tinggi. Namun masih didapatkan kehamilan dengan risiko rendah, hal ini
membuktikan bahwa tidak ada kehamilan yang tidak berisiko. Sesuai dengan system

skor pada KSPR, bahwa2 merupakan skor minimal pada setiap kehamilan.2

Untuk faktor risiko KSPR pada penelitian ini ditemukan jumlah yang bervariasi. Berikut
urutannya dari yang paling banyak ditemukan hingga yang paling sedikit, yaitu
komplikasi kehamilan saat ini sebanyak 54 kasus (93,1%), kehamilan patologis saat
ini 35 kasus (60,3%), penyakit pada ibu hamil 26 kasus(44,8%), terlalu tua hamil
pertama atau selanjutnya 17 kasus(29,3%), riwayat obstetri jelek 14 kasus (24,1%),
terlalu banyak hamil 6 kasus(10,3%), terlalu lama hamil lagi 5 kasus (8,6%), riwayat
persalinan patologis 4 kasus (6,9%), terlalu lambat hamil pertama 3 kasus (5,2%),
terlalu cepat hamil lagi 3 kasus (5,2%), terlalu muda hamil 1 kasus (1,7%), dan terlalu
pendek, untuk factor ini tidak ditemukan pada keseluruhan kasus.

2.1.2 Ultrsonografi (USG)


Ultrsonografi (USG) adalah pemeriksaan dengan menggunakan ultrasonik
(gelombang suara) yang di pancarkan oleh transduser.Ultrasonografi (USG) ini juga
merupakan transmisi gelombang bunyi frekuensi tinggi yang berenergi rendah
melewati suatu medium, seperti cairan atau jaringan.

Gelombang suara ultrasonic adalah gelombang suara dengan frekuensi lebih


dari pada kemampuan pendengaran telinga manusia. Manusia memiliki frekuensi
antara 20 Hz- 20.000 Hz, sedangkan gelombang ultrasonic ini memiliki frekuensi lebih
20.000 Hz, namun yang digunakan dalam teknik ultrasonografi diagnostic (
kedokteran) adalah gelombang suara dengan frekuensi antara 1 MHz hingga 15 MHz

Manfaatnya

1. Unjtuk meyakinkan adanya kehamilan


2. Untuk mengetahui usia kehamilan
3. Untuk mengetahui pertumbuhan dan perkembangan bayi dalam kandungan
4. Mengindetifikasi adanya ancaman keguguran. Jika terjadinya pendarahan USG bisa
mengidentifikasinya dengan baik
5. untuk memeriksa tubuh yang dianggap cukup akurat dan efektif untuk mengetahui
kelainan patologis dalam kehamilan.
6. Mengidentifikasi adanya masalah dengan plasenta misalnya plasenta previa
7. Mengenali kehamilan ganda/ kembar
8. Mengetahui kelainan letak janin ataupun kelainan pada janin tersebut misalnya
hirosefalus,sumbing, kelainan jantung, kehamilan Ektopik
9. Mengetahui jenis kelamin calon bayi

Komponen dalam mesin USG

Pada dasarnya, ada tiga komponen dalam mesin USG yaitu transdurer, monitor
dan terakhir mesin USG itu sendiri.

Transdurser

Transduser merupakan komponen yang di pegang dokter atau tenaga medis


yang berfungsi mengalirkan gelombang suara dan menerima pantulannya dan
mengubah gelombang akustik (gelombang pantu) ke sinyal elektronik sehingga
gelombang tersebut dapat diterjemahkan dalam bentuk gaambar. Di dalam transdurser
ini terdapat yang Kristal yang menangkap pantulan gelombang yang di salurkan oleh
transduser ini.
Monitor dan mesin USG

Mesin USG merupakan bagian dari USG yang berfungsi untuk mengolah data
yang diterima dalam bentuk gelombang. Mesin USG ini sama dengan CPUnya USG
karena komponen di dalamnya sama seperti CPU pada PC.

Jenis USG

1. USG 2 Dimensi

Merupakan ultrasonografi tradisinonal yang memberikan gambaran janin yang


normal dan temuan patologis janin yang mudah dilihat dan akurat. Namun, senografi
2D ini hanya memberikan pengamatan struktur janin yang linear (panjang dan lebar).
2. USG 3 Dimensi

Merupakan USG yang memiliki 3 bidang yang berbeda yaitu membujur,


melintang dan mendatar yang disebut koronal. Sonografi ini dapat memberikan
parameter pengkajian yang baru, seperti gambaran permukaan organ janin, wajah janin,
volume janin dan kolerasi berat dan panjang.Jadi gambar yang di tampilkan oleh USG
ini hampir mirip dengan yang aslinya.sehingga mempermudah melihat anatomi tubuh
janin dan mendeteksi kondisi kelainan pada janin, seperti kelainan bibir sumbing atau
bayi terlilit tali pusar.

3. USG 4 Dimensi

USG ini juga disebut dengan USG real time.USG ini dapat menghasilkan
gambar yang lebih detail, akurat dan tampak seperti aslinya, sehingga tampak seperti
sebuah film. Dengan USG ini kita dapat melihat dengan jelas bentuk anggota tubuh,
gerakan janin, dan ekspresi wajahnya seperti bentuk hidung bayi, gerakan sedang
menghisap jempol atau menggerakan kakinya. Selain itu, USG 4D ini juga dapat
mendeteksi kelainan pada janin dengan lebih jelas, seperti kelainan plasenta atau
kehamilan ektopik.
4. USG Doppler

Merupakan alat sarana penunjang diagnostik pilihan untuk mendiagnosa aliran


darah pada pembuluh darah.

Kelebihan USG Doppler :


a. Mampu mendeteksi aliran darah dan kecepatan aliran darah
b. Mampu memberikan ruang informasi tentang ukuran, bentuk dan tingkat atau
besarnya aliran darah atau gejala kelainan darah yang terjadi pada pembuluh darah
c. Mampu membedakan sifat tumor jinak dan ganas berdasarkan neo vaskularisasi

Pengukuran USG ini mengutamakan pengukuran aliran darah terutama aliran


pada tali pusat.Alat ini juga digunakan untuk menilai keadaan/kesejahteraan janin.
Penilainan kesejahteraan janin meliputi :

a. Gerak nafas janin (minimal 2X/10 menit)


b. Tonus (gerak janin)
c. Indeks cairan ketuban (normalnya 10-20cm)
d. Doppler arteri umbilikalis
e. Reaktivitas denyut jantung janin.

JURNAL TENTANG USG (ULTRASONOGRAFI)

JUDUL : EKSTRAKSIBENTUKJANIN PADA CITRAHASIL USG3


DIMENSI MENGGUNAKAN DETEKSI TEPI CANNY

SUMBER : Abdiansah1, Rizki Romodhon

Analisis Jurnal :

Kesimpulan yang diperoleh dari penelitian ini adalah metode deteksi tepi
Canny dapat diimplementasikan untuk mengekstraksi bentuk janin. Selain itu,
kesimpulannya adalah untuk mendapatkan ekstraksi bentuk janin yang baik, maka nilai
ambang atas dan ambang bawah double tresholding dalam metode deteksi tepi Canny
adalah 80 dan 20. Namun, untuk mengantisipasi keaneka-ragaman jenis citra masukan,
maka parameter nilai ambang atas dan nilai ambang bawah dapat diubah sesuai
kebutuhan citra masukan.

2.1.3 Pemeriksaan laboratorium awal pada antenatal yang umum dilakukan


1. Pap Smear

Mengkaji kesehatan epitel serviks secara menyeluruh, tidak perlu diulang, jika
berada dalam batas normal selama 6 bulan terakhir.

2. Kultur GC/CT

Infeksi GC atau CT meningkatkan resiko persalinan prematur, KPD kurang


bulan, dan sepsis neonatal.

3. Hb/Ht
Mengkaji adanya anemia, intervensi meningkatkan hasil akhir kehamilan yang
lebih baik.

4. Skrining antibodi (uji coombss tidak langsung)

Mengkaji adanya pemajanan terhadap antibodi Rh sebelumnya, skrining positif


mengharuskan konsultasi dokter.

5. Golongan darah/faktor Rh

Mengidentifikasi pasien dengan Rh negatif.

6. Sifilis

Mengkaji infeksi sifilis, hasil positif memerlukan tindak lanjut dengan FTA-
ABS untuk mengkaji infeksi saat ini dengan infeksi sebelumnya.

7. HIV

Izin harus dilakukan agar pemeriksaan ini dapat dilakukan penanganan pada ibu
yang terinfeksi HIV telah terbukti menurunkan risiko penyebaran HIV secara vertikal.

8. Hepatitis B

Adanya antigen inti mengindikasikan infeksi hepatitis B positif.Antibodi


permukaan hanya mengindikasikan kekebalan terhadap hepatitis BB yang diperoleh
melalui vaksinasi atau infeksi sebelumnya.Bayi yang lahir dari pasien positif Hepatitis
B perlu diterapi dengan imunoglobin Hepatitis B.

9. Titer rubela

Infeksi rubela neonatal dapat menyebabkan defek lahir yang berat. Ibu yang
tidak kebal terhadap rubela perlu diingatkan tentang pemajanan selama kehamilan dan
harus divaksinasi dimasa postpartum.

10. Urinalisis
Bakturia asimtomatik harus ditangani untuk mencegah pielonefritis.

11. Tes mantoux (tes Tuberkulin)

Mengkaji adanya infeksi tuberkulosis.Tidak dilakukan jika sebelumnya pasien


telah diperiksa dan hasilnya positif.

12. Elektroforesis Hb

Harus dilakukan jika riwayat atau budaya pasien telah diperiksa dan hasilnya
positif.

13. Titer antibodi varisela

Mengkaji kekebalan terhadap varisela.Periksa apabila pasien tidak memiliki


riwayat infeksi atau vaksinasi sebelumnya.

Tindak lanjut pemeriksaan laboratorium pada antenatal

1. Quad Screen

Pada usia kehamilan 15-20 minggu. Skrining untuk sindrom Down, trisomi 18,
defek tuba neural.

2. GCT/GTT

Pada usia kehamilan 24-28 minggu. Mengkaji adanya GDM.Pasien yang


beresiko harus diperiksa lebih awal.

3. Hb/Ht

Pada usia kehamilan 28 minggu/36minggu. Mengkaji adanya anemia.

4. Skrining antibodi
Pada usia kehamilan 28 minggu. Memastikan tidak ada reaktivitas silang pada
pasien Rh negatif dengan Rh positif.Rhogam harus diberikan kepada pasien Rh
negatif.Hasil positif memerlukan konsultasi dokter.

5. Skrining GBS

Pada usia kehamilan 36 minggu. Skrining saluran genital bawah/kolonisasi


GBS direktum.Tangani pasien yang hasil skriningnya positif saat persalinan.

6. Urinalisis

Dilakukan tiap kali kunjungan.Skrining bakturia asimtomatik, proteinuria, dan


glikosuna.

7. Sifilis/HIV

Pada usia kehamilan 28 minggu/36 minggu. Populasi beresiko tinggi harus


diskrining secara tepat.

8. Kultur GC/CT

Pada usia kehamilan 28 minggu/36 minggu. Populasi beresiko tinggi harus


diskrining secara tepat.

9. Preparat basah

Dilakukan setiap ada keluhan pasien tentang tanda dan gejala


vaginitis.Pengkajian untuk keluhan vaginitis.Bukti yang ada saat ini bersifat
kontroversial, tetapi beberapa penelitian menunjukkan adanya kaitan antara vaginosis
bakterial dan persalinan prematur.

JURNAL TENTANG PEMERIKSAAN LABORATORIUM

JUDUL : PEMERIKSAAN KADAR HEMOGLOBIN DAN URINE PADA IBU HAMIL


DILABORATORIUM KESEHATAN TERPADU UNIMUS
SUMBER : Dian Nintyasari1), Dewi Puspitaningrum

Analisis Jurnal :

Kondisi dimana ibu hamil memiliki kadar hemoglobin dibawah 11 gr% pada
trimester 1 dan 3 atau kadar <, 10.5 gr% pada trimester ke dua, ini dinamakan anemia
dalam kehamilan. Hal tersebut akan berbahaya dalam kehamilan trimester ke 3 karena
dapat meningkatkan resiko buruknya pemulihan akibat kehilangan darah saat
persalinan, begitu juga takikardi, nafas pendek, dan keletihan maternal (Rosbon, 2011).
Tindakan yang akan dilakukan adalah dengan memberikan sulfat ferosa 200 mg 2-3
kali seehari dan konseling mengenai makanan yang banyak mengandung zat besi dan
cara pengolahannya. Contohnya adalah : daging sapi, ayam, sarden, roti gandum,
kacang merah, brokoli, daun bawang, bayam, buah-buahan kering dan telur
(Sulystiawati, 2009).

Pemeriksaan urine reduksi bertujuan untuk melihat glukosa dalam urine. Urine
normal biasanya tidak mengandung glukosa. Adanya glukosa dalam urine merupakan
tanda komplikasi penyakit diabetes mellitus. Penyakit ini dapat menimbulkan
komplikasi tidak hanya pada ibu tetapi juga pada janin antara lain hiperglikemia,
makrosomia, hipoglikemia, hambatan pertumbuhan janin, hiperbilirubinemia dan
sindrom gagal nafas.

Pemeriksaan protein urine ini dilakukan untuk mengetahui penyakit pre-


eklampsia pada ibu hamil ditandai dengan meningkatnya tekanan darah diikuti
peningkatan kadar protein didalam urine. Pemeriksaan antenatal yang teratur dan teliti
dapat menemukan tanda dan gejala pre-eklampsia dan dalam hal ini harus dilakukan
penanganan sebagaimana mestinya.

2.2 Sistem Rujukan


2.2.1 Pengertian

Sistem rujukan adalah suatu sistem pelayanan kesehatan dimana terjadi pelimpahan
tanggung jawab timbal balik atas kasus atau masalah kesehatan yang timbul baik secara
vertical (komunikasi antara unit yang sederajat) maupun secara horizontal (komunikasi
inti yang lebih tinggi ke unit yang lebih rendah).

1) Menurut tata hubungannya, sistem rujukan terdiri dari : rujukan internal dan rujukan
eksternal.
a. Rujukan Internal adalah rujukan horizontal yang terjadi antar unit pelayanan di
dalam institusi tersebut. Misalnya dari jejaring puskesmas (puskesmas pembantu) ke
puskesmas induk.
b. Rujukan Eksternal adalah rujukan yang terjadi antar unit-unit dalam jenjang
pelayanan kesehatan, baik horizontal (dari puskesmas rawat jalan ke puskesmas rawat
inap) maupun vertikal (dari puskesmas ke rumah sakit umum daerah).
2) Menurut lingkup pelayanannya, sistem rujukan terdiri dari : rujukan Medik dan
rujukan Kesehatan.
a. Rujukan Medik adalah rujukan pelayanan yang terutama meliputi upaya
penyembuhan (kuratif) dan pemulihan (rehabilitatif). Misalnya, merujuk pasien
puskesmas dengan penyakit kronis (jantung koroner, hipertensi, diabetes mellitus) ke
rumah sakit umum daerah.
b. Rujukan Kesehatan adalah rujukan pelayanan yang umumnya berkaitan dengan
upaya peningkatan promosi kesehatan (promotif) dan pencegahan (preventif).
Contohnya, merujuk pasien dengan masalah gizi ke klinik konsultasi gizi (pojok gizi
puskesmas), atau pasien dengan masalah kesehatan kerja ke klinik sanitasi puskesmas
(pos Unit Kesehatan Kerja).

2.2.2 Kasus Kehamilan yang Harus Dirujuk

Solusio plasenta adalah terlepasnya plasenta dari tempat implantasinya yang normal
pada uterus sebelum janin dilahirkan.Definisi ini berlaku dengan masa gestasi diatas 22
minggu atau berat janin diatas 500 gram.Istilah solusio plasenta juga dikenal dengan
istilah abruptio plasenta atau separasi prematur dari plasenta. Plasenta dapat lepas
seluruhnya yang disebut solusio plasenta totalis atau terlepas sebagian yang disebut
solusio plasenta parsialis atau terlepas hanya pada sebagian kecil pinggir plasenta yang
sering disebut ruptur sinus marginalis.
Pelepasan sebagian atau seluruh plasenta dapat menyebabkan perdarahan baik dari
ibu maupun janin.Kejadian ini merupakan peristiwa yang serius dan merupakan
penyebab sekitar 15% kematian prenatal.50% kematian ini disebabkan oleh kelahiran
prematur dan sebagian besar dari sisa jumlah tersebut meninggal karena hipoksia
intrauterin.Terlepasnya plasenta sebelum waktunya menyebabkan timbunan darah antara
plasenta dan dinding rahim yang dapat menimbulkan gangguan penyulit terhadap ibu
maupun janin.

2.2.3 Cara Merujuk

Langkah-langkah rujukan adalah :


1. Menentukan kegawat daruratan pasien
a) Pada tingkat kader atau dukun bayi terlatih ditemukan pasien yang tidak dapat
ditangani sendiri oleh keluarga atau kader/dukun bayi, maka segera dirujuk ke fasilitas
pelayanan kesehatan yang terdekat,oleh karena itu mereka belum tentu dapat menerapkan
ke tingkat kegawatdaruratan.
b) Pada tingkat bidan desa, puskesmas pembatu dan puskesmas.Tenaga kesehatan
yang ada pada fasilitas pelayanan kesehatan tersebut harus dapat menentukan tingkat
kegawatdaruratan kasus yang ditemui, sesuai dengan wewenang dan tanggung jawabnya,
mereka harus menentukan kasus manayang boleh ditangani sendiri dan kasus mana yang
harus dirujuk.
2. Menentukan tempat rujukan
Prinsip dalam menentukan tempat rujukan adalah fasilitas pelayanan yang
mempunyai kewenangan dan terdekat termasuk fasilitas pelayanan swasta dengan
tidak mengabaikan kesediaan dan kemampuan pasien.
3. Memberikan informasi kepada pasien dan keluarga
4. Mengirimkan informasi pada tempat rujukan yang dituju
a) Memberitahukan bahwa akan ada pasien yang dirujuk.
b) Meminta petunjuk apa yang perlu dilakukan dalam rangka persiapan dan selama
dalam perjalanan ke tempat rujukan.
c) Meminta petunjuk dan cara penangan untuk menolong pasien bila pasien tidak
mungkin dikirim.
5. Persiapan pasien
6. Pengiriman Pasien
7. Tindak lanjut pasien :
a) Untuk pasien yang telah dikembalikan
b) Harus kunjungan rumah, pasien yang memerlukan tindakan lanjut tapi tidak
melapor

2.2.4 Alur Rujukan

Alur rujukan kasus kegawat daruratan :


1. Dari Kader
Dapat langsung merujuk ke :
a) Puskesmas pembantu
b) Pondok bersalin atau bidan di desa
c) Puskesmas rawat inap
d) Rumah sakit swasta / RS pemerintah
2. Dari Posyandu

Dapat langsung merujuk ke

a) Puskesmas pembantu
b) Pondok bersalin atau bidan di desa

JURNAL TENTANG SISTEM RUJUKAN

JUDUL : EVALUASI PELAKSANAAN SISTEM RUJUKAN BERJENJANG


DALAM PROGRAM JAMINAN KESEHATAN NASIONAL

SUMBER :Marina Ery Setiawati1,Rahmah Hida Nurrizka1

Analisis Jurnal :

Di dalam jurnal ini dijelaskan bahwa : sistem rujukan berjenjang merupakan sistem
pelayanan kesehatan bagi masyarakat yang bertujuan untuk mengendalikan mutu dan biaya
pelayanan dalam sistem JKN. Sistem ini juga dirancang agar pelayanan kesehatan yang
diterima oleh pasien bias optimal dan pasien dapat puas dengan pelayanan tersebut.

Meski demikian, hasil penelitian ini menemukan masih banyak persoalan dalam
pelaksanaan sistem rujukan berjenjang di FKTP. Pelayanan yang diberikan oleh FKTP
belum optimal karena tidak seimbangnya antara jumlah pasien yang dilayani dan petugas
dan infrastruktur pelayanan kesehatan. Hal tersebut menyebabkan keluhan oleh pasien dan
menyebabkan rendahnya kepuasan pasien terhadap mutu pelayanan.

Oleh karena itu, peningkatan mutu pelayanan di FKTP perlu segera diperbaiki.
Pemerintah perlu meningkatkan jumlah dan kualitas sumber daya manusia dan infrastruktur
pelayanan kesehatan di FKTP. Sosialisasi harus intensif dilakukan kepada masyarakat agar
mereka memahami prosedur sistem rujukan berjenjang yang berlaku dalam JKN.

2.3 KOLABORASI MANAJEMEN MEDIS

Kolaborasi adalah hubungan saling berbagi tanggung jawab (kerjasama)


dengan rekan sejawat atau tenaga kesehatan lainnya dalam memberi asuhan pada
pasien dalam praktiknya,kolaborasi dilakukan dengan mendiskusikan diagnosis pasien
serta bekerjasama dalam penatalaksanaaan dan pemberian asuhan.masing –masing
tenaga kesehatan dapat saling berkonsultasi dengan tatap muka langsung atau melalui
alat komunikasi lainnya dan tidak perlu hadir ketika tindakan dilakukan.petugas
kesehatan yang ditugaskan menangani pasien bertanggung jawab terhadap keseluruhan
penatalaksanaan asuhan.

Pelayanan kebidanan kolaborasi adalah pelayanan yang dilakukan oleh bidan


sebagai anggota tim yang kegiatannya dilakukan secara bersamaan atau sebagai salah
satu urutan dari sebuah proses kegiatan pelayanan kesehatan.tujuan pelayanan ini
adalah berbagi otoritas dalam pemberian pelayanan berkualitas sesuai ruang lingkup
masing-masing.

A. Elemen kolaborasi mencakup:


Harus melibatkan tenaga ahli dengan keahlian yang berbeda,yang dapat
bekerjasama secara timbale balik dengan baik

Anggota kelompok harus bersikap tegas dan mau bekerjasama Kelompok harus memberi
pelayanan yang keunikannya dihasilkan dari kombinasi pandangan dan keahlian yang
diberikan oleh setiap anggota tim tersebut.

B. Pelayanan kolaborasi/kerjasama terdiri dari:


1. Menerapkan manajemen keperawatan pada setiap asuhan keperawatan sesuai fungsi
kolaborasi dengan melibatkan klien dan keluarga .
2. Memberikan asuhan keperawatan pada ibu hamil resiko tinggi dan pertolongan
pertama pada kegawatan yang memerlukan tindakan kolaborasi.
3. Memberikan asuhan keperawatan pada ibu dalam masa persalinan dan pertolongan
pertama pada kegawatan yang memerlukan tindakan kolaborasi.
4. Memberikan asuhan keperawatan pada ibu dalam masa nifas dan pertolongan
pertama pada kegawatan yang memerlukan tindakan kolaborasi.
5. Memberikan asuhan keperawatan pada bayi baru lahir dan pertolongan pertama pada
kegawatan yang memerlukan tindakan kolaborasi.
6. Memberikan asuhan keperawatan pada balita resiko tinggi dan pertolongan pertama
pada kegawatan yang memerlukan tindakan kolaborasi.

C. Contoh kasus Kolaborasi manjemen medis

Kolaborasi bidan dengan ahli gizi

Ny.T datang kebidan A untuk konsultasi tentang keadaanya yang masih dalam
masa nifas. Ternyata setelah diperiksa,status gizi Ny.T buruk dan Ny.T mengalami
anemia berat.untuk menangani hal itu, bidan A berkolaborasi dengan ahli gizi dalam
upaya perbaikan status gizi Ny.T yang mengalami gizi buruk dan anemia berat.

Kolaborasi bidan dengan psikolog


Anak Ny.W meninggal satu minggu yang lalu, akibat hal itu Ny.W mengalami
depresi. Untuk menangani depresi Ny.W yang kehilangan anaknya ,bidan A
berkolaborasi dengan psikologi.

Kolaborasi dengan dokter

Ibu Rina melahirkan secara normal di RSUD Cilacap yang ditangani oleh Bidan
Rara. Namun, setelah melahirkan Ibu Rina mengalami pendarahan yang sangat hebat ,
sehingga membuat Bidan Rara panik dan langsung menghubungi dokter Obgyn untuk
meminta solusi penanganan masalah yang di alaminya.

Asuhan Kolaborasi yang diberikan:

Bidan menghubungi dokter obgyn untuk meminta solusi penanganan masalah


yang harus dilakukan .Dan pada saat itu dokter obgyn menyuruh bidan Rara agar
memberikan transfusi darah pada ibu Rina, sehingga bidan Rara langsung
menghubungi perawat untuk memasangkan transfusi darah pada Ibu Rina. Sehingga
terjalin kolaborasi antara ke tiga tenaga kesehatan tersebut .

Pembahasan

Berdasarkan kasus diatas, dapat disimpulkan bahwa kasus tersebut adalah kasus
kolaborasi, karena pada kasus tersebut terjadi kerjasama antara bidan, perawat, dan
dokter obgyn.Dan kasus ini sesuai dengan PERMENKES RI NO. 28 Tahun Pasal 25
poin (b) tentang asuhan antenatal terintegrasi dengan intervensi khusus penyakit
tertentu.

D. Perkembangan perawat kolaborasi


Pada awalnya, praktik kolaborasi menggunakan model hierarki yang
menekankan komunikasi satu arah , kontak terbatas antara pasien dan dokter, dan
menempatkan dokter sebagai tokoh yang dominan. Pola tersebut berkembang menjadi
model praktik kolaborasi yang menekankan komunikasi dua arah, tetapi tetap
menempatkan dokter pada posisi utama dan membatasi hubungan antara dokter dan
pasien. Pola yang ketiga lebih berpusatpada pasien.sesama pemberi pelayanan harus
dapat bekerja sama, begitu juga dengan pasien.model ini berbentuk melingkar.
Menekankan kontinuitas dan kondisi timbale balik satu sama lain. Tidak ada satu
pemberi playanan yang mendominasi secara terus menerus.

E. Kolaborasi dalam praktik keperawatan

Dalam praktik playanan keperawatan pelayanan kolaborasi adalah asuhan


keperawatan yang di berikan kepada klien dengan tanggung jawab bersama semua
pemberi playanan yang terlibat.misalnya: bidan,dokter,atau tenaga kesehatan
profesional lainya.perawat merupakan anggota tim.perawat menyakini bahwa dalam
memberi asuhan harus tetap menjaga,mendukung, dan menghargai proses fisiologis
manusia.rujukan yang efektif di lakukan untuk menjamin kesejahteraan ibu dan
bayinya . Perawat juga bekerjasama dalam mengembangkan kemitraan dengan anggota
kesehatan lainya. Dalam melaksanakan tugasnya, keperawatan melakukan
kolaborasi,konsultasi, dan perujukan sesuai dengan kondisi pasien, kewenangan dan
kemampuanya.

Praktik perawat-kebidanan merupakan praktik perawatan kesehatan wanita


mandiri dalam system pelayanan kesehatan yang menyediakan konsultasi,
penatalaksanaan kolaborasi, atau rujukan sesuai indikasi status kesehatan klien…”
(American College of Nurse-Midwives.Definition of Midwifery Practice. Washington,
DC: ACNM, 1997).

Selain itu memasukkan konsep penatalaksanaan mandiri atau kolaborasi ke


dalam definisi praktik perawat-kebidanan, American College of Nurse-Midwives telah
mengeluarkan pernyataan terpisah yang khusus mengupas masing-masing konsep ini
(Amrican College of Nurse-Midwives.Independent Midwifery Practice. Washington,
DC: ACNM, 1997 and American College of Nurse-Midwives. Collaborative
Management in Midwifery Practice for Medical, Gynaecological and Obstetrical
Conditions. Washington, DC: ACNM, 1997). Semua dokumen ini menginformasikan
bahwa perawatan kebidanan terutama ditujukan kepada wanita sehat, tetapi juga
menyatakan bahwa CNM dan CM dapat terus menjadi alat untuk perawatan kesehatan
wanita yang mengalami komplikasi medis, ginekologis, atau obstetric. Bekerja dengan
para wanita ini dapat melibatkan bidan dalam satu dari tiga proses:

1. Konsultasi

Nasihat atau pendapat seorang dokter atau anggota lain tim perawatan kesehatan
dicari sementara bidan memegang tanggung jawab utama dalam perawatan kesehatan
wanita.

2. Kolaborasi

Bidan dan dokter bersama-sama mengatur perawatan kesehatan wanita atau bayi
baru lahir yang mengalami komplikasi medis, ginekologis, atau obstetric.Tujuan
kolaborasi adalah berbagai otoritas ketika memberi pelayanan berkualitas dalam ruang
lingkup masing-masing individu.Kemampuan untuk berbagi tanggung jawab, saling
menghormati, saling mempercayai, dan komunikasi yang efektif antara bidan dan
dokter merupakan hal yang sangat penting untuk mencapai keberhasilan
penatalaksanaan kolaborasi perawatan kesehatan berkualitas.

3. Rujukan

Bidan merujuk kliennya kepada seorang dokter atau pemberi perawatan


kesehatan professional lain untuk menyelesaikan masalah tertentu atau aspek perawatan
klien.

“Kemandirian dan kolaborasi bukanlah hal yang saling terpisah” (Williams, D. R.


Primary care for women: The nurse-midwifery legacy. J. Nurse-Midwifery 40(2): 57
(March/April) 1995). Melainkan bekerja sama dalam sebuah pendekatan yang memberi
keuntungan kepada ibu dan bayinya. Bidan ahli dalam membantu persalinan
normal.Ketika memberi perawatan kesehatan kepada wanita yang tidak sedang
menderita sakit, bidan melakukan praktik kebidanan secara mandiri. Namun, tidak
semua pasien yang berkunjung ke bidan berada dalam kondisi normal (Burst, H. V.
Real midwifery. J. Nurse-Midwifery 35(4): 189-191 (July/August) 1990). Riwayat
perawatan-kebidanan yang panjang dalam memberi pelayanan kepada masyarakat yang
tidak terjangkau fasilitas kesehatan dan kepada populasi yang rentan berulang kali
menunjukkan penurunan angka kesakitan dan kematian bayi pada masyarakat
kompleks beresiko tinggi dan berisiko tinggi mengalami komplikasi (Scuphohne, A.,
Dejoseph, J., Strobino, D. M., and Paine, L. L. Nurse-midwifery care to vulnerable
populations: Phase I: Demographic characteristic of the national CNM sample. J.
Nurse-Midwifery 37(5): 341-347 (September/October) 1992). Betapapun besar risiko
atau komplikasi pada status kehamilan atau ginekologis ibu, komponen tertentu yang
berkenaan dengan kondisi dan situasi ibu berada dalam keadaan normal dan
membutuhkan perhatian. Kontribusi bidan dalam penatalaksanaan kolaborasi
perawatan mencakup memberi perlindungan dan memfasilitasi setiap proses yang
bersifat normal, menyediakan informasi tentang beberapa pilihan yang aman, dan
melibatkan ibu dalam membuat keputusan, melibatkan keluarga ibu, memberi
pembelaan, penyuluhan dan konseling, dan memberi perawatan berkesinambung.

Definisi ACNM tentang perujukan mengandung makna hubungan yang


berkelanjutan dengan ibu dan selaras dengan filosofi perawatan yang
berkelanjutan.Kadang-kadang perujukan dilakukan dalam bentuk memindahkan
perawatan ibu kepada seorang dokter spesialis. Sudah selalu menjadi fungsi seorang
perawat-bidan untuk melakukan skrining guna mendeteksi secara dini tanda dan gejala
kondisi medis atau komplikasi kehamilan supaya dapat dirujuk untuk mendapatkan
keahlian khusus dokter spesialis obstetric/ginekologis, genetic, kardiologi, urologi,
bedah, gastroenterology, atau praktisi lain. Menurut Clark-Coller, uji litmus yang
merupakan dasar perujukan ibu dilakukan “bila tindakan ini dipertimbangkan akan
memberi keuntungan bagi perawatan ibu”. Ia lebih lanjut menjelaskan bahwa perujukan
tidak seharusnya didasarkan pada status risiko, melainkan harus dilakukan “jika
dipertimbangkan ada kondisi patologis yang berada di luar lingkup praktik perawat-
bidan” (Clark-Coller, T. Letter to the editor. J. Nurse-Midwifery 39(6): 389-390
(November/December)1994). Pada kesempatan lain, perujukan dilakukan dalam bentuk
penatalaksanaan medis terhadap penyakit komplikasi spesifik ketika ibu dalam masa
hamil. Pada situasi ini, bidan tetap meneruskan manajemen perawatan ibu atau masuk
ke dalam manajemen perawatan ibu secara kolaborasi.Kesinambungan ini merupakan
upaya menyelaraskan pengertian kata bidan, “mendampingi ibu”, tanpa memperhatikan
status risiko ibu ataupun lokasi (Burst, H. V. Real midwifery. J. Nurse-Mid). Bidan
tidak boleh “menangguhkan” atau “menyingkirkan” seorang wanita dengan cara
merujuknya jika muncul komplikasi medis atau obstetric. Sebaliknya, bidan harus
mengupayakan keseimbangan antara keterlibatan kedokteran dan kebidanan yang
paling baik bagi masing-masing pasien.Dengan demikian, dibutuhkan diskusi tentang
penatalaksanaan kolaborasi. Shah mengidentifikasi prinsip utama dalam perawatan
primer yang kompeten ialah “mengetahui kapan mengobati, kapan tidak mengobati,
kapan hanya memantau dengan ketat, dan kapan merujuk pasien untuk melakukan
konsultasi dan/atau mendapatkan intervensi medis”.

JURNAL TENTANG KOLABORASI TIM MEDIS

JUDUL : KOMUNIKASI EFFEKTIF DALAM PRAKTEK KOLABORASI


INTERPROFESI SEBAGAI UPAYA PENINGKATAN KUALITAS
PELAYANAN

SUMBER : NoorAriyani Rokhmah, Anggorowati

Analisis Jurnal :

Kolaborasi antara penyedia layanan kesehatan yang diperlukan dalam


pengaturan perawatan kesehatan apapun, karena tidak ada profesi tunggal yang dapat
memenuhi kebutuhan semua pasien. Akibatnya, kualitas layananyang baik tergantung
pada professional yang bekerja sama dalam tim interprofessional. Komunikasi yang
efektif antara professional kesehatan juga penting untuk memberikan pengobatan yang
efisien dan pasien-berorientasi komprehensif. Selain itu, ada semakin banyak bukti
yang menunjukkan bahwa komunikasi yang buruk antara profesional kesehatan
merugikan pasien. (Matziou1 at al, 2014)

Kolaborasi Interprofessional di lingkungan kerja professional telah diakui oleh


keperawatan, kedokteran gigi, kedokteran, dokter, farmasi, dan kesehatan masyarakat
organisasi profesional sebagai komponen penting untuk aman, tinggi, kualitas, diakses,
perawatan pasien berpusat (interprofessional Pendidikan Collaborative Panel Ahli,
2011). Kolaborasi interprofessional bekerja di profesi kesehatan untuk bekerja sama,
berkolaborasi, berkomunikasi, dan mengintegrasikan pelayanan dalam tim untuk
memastikan perawatan yang terus menerus dan dapat diandalkan (IOM, 2003).

Menurut Anita D (2014) kerja tim dan kolaborasi mengharuskan perawat mampu
berkomunikasi secara efektif dengan tim kesehatan, pasien, dan perawat untuk
mengintegrasikan perawatan yang aman dan efektif dalam dan di pengaturan
(AACN, 2008 ; ANA, 2010). Professional kesehatan dan system perawatan kesehatan
juga harus secara aktif berkolaborasi dan berkomunikasi untuk memastikan pertukaran
informasi yang tepat dan koordinasi perawatan (IOM, 2001).
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Dari makalah diatas, dapat kita ambil kesimpulan bahwa pada ibu selama
kehamilan ada yang memiliki resiko masalah pada kehamilannya sehingga
mengharuskan adanya tindakan pelayanan kesehatan terhadap hal tersebut. Tindakan
khusus yang dilakukan pada patologi antenatal adalah Skrining resiko tinggi, sistem
rujukan dan juga kolaborasi manajemen medis.

3.2 Saran
Dengan adanya makalah ini, kami berharap semoga pembaca maupun penulis
dapat menambah ilmu pengetahuan dan wawasan mengenai tindakan khusus yang
dilakukan pada patologi antenatal. Penulis meminta saran dan kritik yang dapat
membangun karena makalah ini masih jauh dari kesempurnaan.
DAFTAR PUSTAKA

Reeder, Sharon J. 2012. Maternity Nursing: Family, Newborn, and omen’s Health Care.
Jakarta : EGC.

Farrer, Helen. 2001. Perawatan Maternitas. Jakarta : EGC

Dutton, Lauren A. 2012. Rujukan Cepat Kebidanan. Jakarta : EGC

Uswatun. 2015. Peran dan Fungsi Bidan Mandiri Rujukan dan Kolaborasi

Surya. 2014. Pelayanan Mandiri dan Pelayanan Kolaborasi

Gabriel, J.F. 1996. Fisika Kedokteran. Jakarta : EGC

Jumini, Sri. 2018. Fisika Kedokteran. Mangku Bumi

News Letter, Integra. 2016. Ultrasonografi. www. Integra.co.id


Majalah Obstetri & Ginekologi, Vol. 23 No. 1 Januari - April 2015 : 28-32

Deteksi Dini Risiko Ibu Hamil dengan Kartu Skor Poedji Rochjati dan Pencegahan
Faktor Empat Terlambat
Gede Danu Widarta1, Muhammad Ardian Cahya Laksana1, Agus Sulistyono1, Windhu Purnomo2
1
Departemen Obstetri dan Ginekologi, Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga, RSUD Dr. Soetomo, Surabaya
2
Program Studi Administrasi dan Kebijakan Kesehatan, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Airlangga, Surabaya

ABSTRAK ABSTRACT

Tujuan: menganalisis kasus kematian maternal di RSUD Dr. Objectives: to analyze the maternal deaths in Dr. Soetomo
Soetomo tahun 2011 – 2013 dengan tiga penyebab terbanyak Hospital years 2011 - 2013 with the three most common causes
(perdarahan pasca salin, preeklampsia berat dan penyakit jantung) (severe preeclampsia, hemorrhage post partum and heart disease)
ditinjau dari skor KSPR dan faktor empat terlambat. in terms of Poedji Rochjati Score Card (PRSC) and the factors of
Bahan dan Metode: Penelitian ini merupakan penelitian four lates.
retrospektif observasional dengan desain studi deskriptif. Objek Materials and methods: This study was a retrospective
pada penelitian ini merupakan pasien yang meninggal sebagai observational descriptive study design. The objects of this study
kasus kematian maternal di RSUD Dr. Soetomo tahun 2011-2013, were 58 patient who died as maternal deaths in Dr. Soetomo
dengan jumlah 58 orang. Variabel penelitian ini adalah tingkat Hospital in years 2011-2013. The variables of this study were the
risiko kehamilan berdasarkan KSPR, faktor empat terlambat dan risk level of pregnancy based on PRSC, factors of four lates and
kematian maternal. maternal mortality.
Hasil: Pada penelitian ini didapatkan seluruh kasus kematian Results: In this study, all cases of maternal deaths contained
maternal mengandung unsur faktor risiko dalam KSPR dan faktor elements of risk factors in PRSC and a factor of four lates. PRSC is
empat terlambat. KRST merupakan kelompok faktor risiko the most risk factor group (55.2%), followed by KRT (39.7%) and
terbanyak (55,2%), diikuti oleh KRT 39,7% dan KRR 5,2%. (5.2%) KRR. Factor of being delayed detecting danger signs were
Faktor terlambat mendeteksi tanda bahaya ditemukan sebanyak found as much as 82.8%, delayed taking the decision to refer
82,8%, terlambat mengambil keputusan merujuk 56,9%, dan 56.9%, and being late to the referral hospital was 15.5%. Factor of
terlambat sampai di tempat rujukan 15,5%. Faktor terlambat being late to obtain medical care at the last refferral hospital was
mendapat pertolongan di tempat rujukan terakhir tidak ditemukan not found in this study.
pada penelitian ini. Conclusion: PRSC remains relevant to use for early detection of
Simpulan: KSPR masih relevan digunakan untuk deteksi dini risk factors in pregnant women. The prevention of four lates
faktor risiko ibu hamil. Pencegahan faktor empat terlambat penting factors is important to reduce maternal deaths.
untuk menurunkan angka kematian maternal
Keywords: maternal death, Poedji Rochjati Score Card, factor of
Kata kunci: Kematian maternal, KSPR, faktor empat terlambat four lates

Correspondence: Gede Danu Widarta, Departemen Obstetri dan Ginekologi, Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga, RSUD
Dr. Soetomo, Jl. Prof dr Moestopo 6-8, Surabaya 60286, Indonesia. email: gede_widarta2008@yahoo.com

PENDAHULUAN jumlah penduduk yang cukup besar maka Jawa Timur


dan Surabaya pada khususnya tetap merupakan
Berdasarkan hasil Survei Demografi Kesehatan penyumbang kematian maternal nasional yang cukup
Indonesia (SDKI), angka kematian maternal meroket banyak. RSUD Dr. Soetomo merupakan rumah sakit
dari 228 pada tahun 2007 menjadi 359 per 100.000 pemerintah terbesar dan terlengkap di Jawa Timur dan
kelahiran hidup pada tahun 2013. Sedangkan MDGs merupakan rumah sakit rujukan tersier pusat rujukan
menargetkan sebesar 102 per 100.000 kelahiran hidup untuk Indonesia timur. Selama tahun 2011 – 2013 di
pada tahun 2015. Tahun 2012 AKI di Jatim telah RSUD Dr. Soetomo didapatkan 176 kasus kematian
turun yaitu dari 104/100.000 kelahiran hidup (2011) maternal. Tahun 2011 didapatkan 47 kematian maternal,
turun menjadi 97/100.000 kelahiran hidup. Berarti Jatim 60 pada tahun 2012 dan 69 pada tahun 2013. Dari
telah mendahului dari komitmen pencapaian target berbagai penyakit penyebab kematian maternal sebagian
MDGs yakni tahun 2015 yang hanya 102/100.000 besar penyakit dapat dideteksi dini dan diantisipasi
kelahiran hidup.1 pemburukannya selama kehamilan sampai nifas. Pada
beberapa penyakit memang sulit diprediksi pem-
Angka kematian maternal melahirkan di Surabaya burukannya seperti SLE. Bahkan ada penyakit yang
masih tinggi. Pada 2011 AKI di Surabaya 104/100.000 memang tidak boleh hamil seperti pada ibu dengan
kelahiran hidup. Walaupun demikian seperti halnya kelainan jantung. Serta pada kasus yang membutuhkan
Jawa Timur pada umumnya AKI di Surabaya telah jauh kecepatan ekstra dalam proses rujukan dan penanganan-
lebih rendah daripada AKI nasional. Tetapi karena nya seperti pada kasus perdarahan setelah melahirkan

28
Gede Danu Widarta et al. : Deteksi Dini Risiko Ibu Hamil dengan Kartu Skor Poedji Rochjati

(perdarahan pasca salin/PPS). Selama tahun 2011 – kejahatan seperti pembunuhan, kasus death on arrival,
2013 PEB, PPS dan penyakit jantung selalu berada pada dan kasus kematian maternal yang tidak ditemukan
peringkat tiga besar penyebab kematian maternal.1 rekam medisnya atau tidak lengkap. Data merupakan
data sekunder yang diperoleh dari rekam medis data
Beberapa pendekatan faktor risiko untuk mencegah pada Satgas PENAKIB RSUD Dr. Soetomo. Hasil
kematian maternal sudah dikembangkan di Indonesia. penelitian dikelompokkan dan diorganisasikan dengan
Faktor 4 terlalu dan 3 terlambat merupakan konsep menggunakan program SPSS versi 22.
faktor risiko yang sudah dikenal cukup lama di
Indonesia. Begitu juga dengan Kartu Skor Poedji
Rochjati telah digunakan secara umum di Surabaya HASIL DAN PEMBAHASAN
untuk mendeteksi secara dini faktor risiko pada
kehamilan yang dapat berpengaruh buruk pada ibu KRST merupakan kelompok risiko ibu hamil yang
hamil maupun janin yang dikandungnya. Faktor empat jumlahnya paling banyak pada kasus kematian maternal
terlalu sudah masuk dalam Kartu Skor Poedji Rochjati.2 diikuti oleh KRT dan KRR paling sedikit. Hal tersebut
merupakan sesuatu yang wajar, karena meninggal
Di luar negeri beberapa ahli berpendapat adanya faktor merupakan kondisi yang selalu didahului oleh keadaan
4 terlambat yang mempengaruhi kematian maternal. penyakit yang sangat berat dengan faktor risiko yang
Faktor 4 terlambat itu adalah: terlambat mendeteksi sangat tinggi. Namun masih didapatkan kehamilan
tanda bahaya, terlambat mengambil keputusan merujuk, dengan risiko rendah, hal ini membuktikan bahwa tidak
terlambat sampai di tempat rujukan, dan terlambat ada kehamilan yang tidak berisiko. Sesuai dengan
mendapatkan pertolongan di tempat rujukan. Pada sistem skor pada KSPR, bahwa 2 merupakan skor
keterlambatan mendeteksi masalah diantisipasi dengan minimal pada setiap kehamilan.2
melakukan edukasi kepada ibu hamil dan keluarganya,
sehingga dapat mengenali tanda bahaya. Keterlambatan Untuk faktor risiko KSPR pada penelitian ini ditemukan
dalam mengambil keputusan diantisipasi dengan jumlah yang bervariasi. Berikut urutannya dari yang
mengubah cara pengambilan keputusan. Memperbaiki paling banyak ditemukan hingga yang paling sedikit,
sistem transportasi sehingga akses ke pusat pelayanan yaitu komplikasi kehamilan saat ini sebanyak 54 kasus
kesehatan dapat lebih mudah dan cepat dan tidak terjadi (93,1%), kehamilan patologis saat ini 35 kasus (60,3%),
lagi keterlambatan sampai di tempat rujukan.3 penyakit pada ibu hamil 26 kasus (44,8%), terlalu tua
hamil pertama atau selanjutnya 17 kasus (29,3%),
riwayat obstetri jelek 14 kasus (24,1%), terlalu banyak
BAHAN DAN METODE hamil 6 kasus (10,3%), terlalu lama hamil lagi 5 kasus
(8,6%), riwayat persalinan patologis 4 kasus (6,9%),
Populasi kasus adalah kasus kematian maternal dengan terlalu lambat hamil pertama 3 kasus (5,2%), terlalu
tiga penyebab terbanyak (perdarahan pasca salin, cepat hamil lagi 3 kasus (5,2%), terlalu muda hamil 1
preeklampsia berat dan penyakit jantung) di RSUD Dr. kasus (1,7%), dan terlalu pendek, untuk faktor ini tidak
Soetomo tahun 2011 – 2013, jumlahnya 109 orang. ditemukan pada keseluruhan kasus.
Peneliti memutuskan melakukan total sampling pada
penelitian ini, dengan kriteria inklusi kasus kematian Faktor risiko komplikasi kehamilan saat ini terdapat
maternal hamil, bersalin dan atau dalam masa nifas pada 54 kasus, yaitu 93,1% dari 58 kasus. Hal ini dapat
yang terjadi pada kurun waktu tanggal 1 Januari 2011 dimengerti bahwa sebagian besar keadaan meninggal
pukul 00.01 sampai tanggal 31 Desember 2013 pukul tentunya didahului oleh keadaan dengan berbagai
24.00, kematian maternal terjadi di RSUD Dr. Soetomo, komplikasi penyakit. Ditemukan sebanyak 35 kasus
kasus kematian maternal merupakan kasus rujukan, dan (60,3%) dengan faktor risiko kehamilan patologis saat
kasus terdiagnosa sebagai PEB, penyakit jantung dan ini. Hal ini dapat disebabkan oleh komplikasi yang
atau perdarahan pasca salin dengan atau tanpa terjadi tentunya didahului oleh faktor risiko dalam
komplikasinya, seperti eklampsia, HELLP syndrome, kehamilan.
edam paru, gagal jantung, syok hipovolemik dan
sebagainya. Sedangkan faktor risiko yang ditemukan pada kisaran
<50%, kemungkinan disebabkan faktor risiko tersebut
Sedangkan kriteria eksklusi adalah kasus kematian tidak berhubungan langsung dengan penyebab kematian
maternal hamil, bersalin dan atau dalam masa nifas maternal seperti pada dua faktor risiko sebelumnya.
yang didahului oleh kecelakaan apapun seperti Mungkin juga disebabkan, karena faktor risiko yang
kecelakaan lalu lintas, kejadian yang tidak disengaja dan ditemukan pada kisaran <50% merupakan faktor risiko
bunuh diri, kasus kematian maternal hamil, bersalin dan yang mudah untuk dideteksi. Bahkan hanya dengan
atau dalam masa nifas yang didahului oleh tindak wawancara dan sekilas penglihatan. Contohnya pada

29
Majalah Obstetri & Ginekologi, Vol. 23 No. 1 Januari - April 2015 : 28-32

faktor risiko terlalu pendek, sangat mudah dideteksi. Complete agreement mudah didapatkan pada keadaan
Sehingga tidak ada kasus kematian maternal dengan emergency seperti perdarahan ataupun distosia sehingga
faktor risiko terlalu pendek, karena dapat dideteksi keluarga akan cenderung setuju untuk segera melakukan
secara dini dengan mudah.4 rujukan.6

Untuk faktor empat terlambat ditemukan juga jumlah Sebaliknya, pada semua kasus kematian maternal,
yang bervariasi, dengan rentang kisaran cukup besar. kecuali murni disebabkan oleh PPS, cenderung tidak
Berikut urutannya dari yang terbanyak sampai yang terjadi keterlambatan sampai di tempat rujukan terakhir.
paling sedikit: terlambat mendeteksi tanda bahaya 48 Hal ini mungkin disebabkan pada kasus dengan
kasus (82,8%), terlambat mengambil keputusan merujuk penyebab murni PPS, faktor risiko kehamilan tidak
sebanyak 33 kasus (56,9%), terlambat sampai di tempat ditemukan karena kurang telitinya petugas kesehatan.
rujukan sebanyak 9 kasus (15,5%) dan tidak ditemukan Bisa juga disebabkan memang tidak ada faktor risiko,
keterlambatan mendapatkan pertolongan di tempat tetapi terjadi keteledoran pada saat persalinan atau masa
rujukan. nifas. Dengan tidak ditemukannya faktor risiko, akan
terjadi kurangnya persiapan transportasi ke tempat
Faktor terlambat mendeteksi tanda bahaya mempunyai rujukan yang berakibat keterlambatan sampai di tempat
jumlah terbanyak diantara faktor empat terlambat yaitu rujukan. Persiapan tersebut dapat berupa persiapan
48 kasus. Juga mempunyai proporsi yang besar pada biaya untuk transportasi dan biaya lainnyan yang bukan
setiap penyebab kematian. Hal ini sesuai dengan saja menyangkut pengobatan. Biaya lain tersebut harus
pendapat para ahli sebelumnya bahwa, faktor ini dikeluarkan yang berhubungan dengan rujukan (oppor-
merupakan awal mula dari keterlambatan 3 faktor tunity cost) seperti biaya untuk transportasi ke tempat
lainnya. Urutan jumlah setiap faktor tersebut dari yang rujukan, biaya makan dan tempat tinggal bagi keluarga
terbanyak sampai yang paling sedikit sesuai dengan yang mengantar serta biaya lainnya.6
pendapat ahli mengenai urutan terjadinya faktor
keterlambatan. Dari keempat faktor empat terlambat Pada semua kasus cenderung tidak ditemukan
faktor terlambat mendeteksi tanda bahaya terjadi paling keterlambatan mendapat pertolongan di tempat rujukan.
awal dan mempengaruhi faktor empat terlambat lainnya Hal ini mungkin disebabkan, pada umumnya tempat
secara berurutan.5 rujukan terakhir sudah mendapatkan informasi sebelum-
nya. Disamping itu petugas kesehatan di tempat rujukan
Kasus yang terdiagnosis sebagai PEB dan PEB & terakhir mempunyai keterampilan dan keahlian yang
penyakit jantung cenderung semakin banyak terdeteksi lebih baik serta jumlah yang lebih banyak.
pada kelompok risiko yang semakin tinggi. Sedangkan
pada kasus PPS dan PEB & PPS cenderung sebaliknya. Semakin tinggi tingkat risiko ibu hamil, semakin banyak
Hal ini mungkin disebabkan karena PEB dan penyakit ditemukan faktor keterlambatan mendeteksi tanda
jantung memang terjadi pada saat gravid, sedangkan bahaya. Hal ini mungkin disebabkan keahlian petugas
PPS terjadi pasca persalinan. Sehingga faktor yang pada layanan kesehatan primer yang kurang baik atau
berpengaruh pada PPS juga merupakan faktor yang memang kasus tersebut perlu penanganan oleh dokter
timbul dan berpengaruh pasca salin. Contohnya ahli. Sehingga mungkin diperlukan tenaga dokter ahli
penolong persalinan, tindakan saat persalinan maupun melakukan screening ibu hamil pada periode tertentu
pasca persalinan. Kasus dengan penyebab murni dan usia kehamilan tertentu. Semakin banyak di-
penyakit jantung cenderung terdeteksi sebagai KRT. temukannya faktor keterlambatan dalam mendeteksi
Hal ini disebabkan karena pada KSPR semua penyakit tanda bahaya akan berakibat juga pada terlambatnya
ibu hamil diberikan skor 4. Sehingga kurang sesuai pengambilan keputusan untuk merujuk. Sebaliknya,
dengan derajat kemungkinan kematian maternal akibat pada KRST dan KRT cenderung tidak terjadi keter-
penyakit jantung. lambatan sampai di tempat rujukan, bila dibanding-kan
dengan KRR. Hal ini mungkin disebabkan pada KRST
Pada semua kasus kecuali yang mengandung unsur dan KRT baik petugas maupun keluarga menjadi lebih
diagnosis PPS, cenderung terjadi keterlambatan dalam waspada dan mempersiapkan segala sesuatunya sebaik
mengambil keputusan merujuk. Hal ini mungkin mungkin.
disebabkan, pada kejadian PPS baik petugas maupun
keluarga pasien dapat melihat sendiri betapa me- Pada semua kasus ditemukan kecenderungan, semakin
ngerikannya aliran darah pada seorang ibu hamil dengan tinggi tingkat risiko kehamilan, semakin banyak
PPS. Sehingga hal tersebut yang dapat mempercepat ditemukan keterlambatan mendapat pertolongan di
petugas maupun keluarga dalam pengambilan ke- tempat rujukan terakhir. Hal ini mungkin disebabkan
putusan. Dengan kata lain hal tersebut merupakan faktor karena semakin tinggi tingkat risiko kehamilan, maka
yang intimidatif untuk pengambilan keputusan merujuk. semakin banyak pula masalah yang harus ditangani.

30
Journal of Research in Computer Science and Applications – Vol. I, No. I, Juli 2012 ISSN: 2301-8488

EKSTRAKSI BENTUK JANIN PADA CITRA HASIL USG 3 DIMENSI


MENGGUNAKAN DETEKSI TEPI CANNY

Abdiansah1), Rizki Romodhon2)


1
abdiansah84@gmail.com, 2rizkiromodhon@gmail.com

ABSTRACT
In medical research, fetal ultrasonography images are used to provide information about fetal growth in the
mother's womb without check directly in the mother's womb. But the images produced by ultrasound has not
provided information completely .Therefore, to identify clearly the fetal shape from ultrasonography, required
image analysis should be able to detect the edge boundaries of objects that can distinguish between one object
with another object in an ultrasound image of the fetus. This research used Canny Edge Detection Method,
because it has several advantages in the extract edges with freedom of choice of parameters used. This research
result is to get the shape and size of the fetal. As the results obtained by Canny method, not infrequently in the
medical reseacrh using this method in extracting the shape to fetal growth diagnosis.

Keywords: Fetal Growth Diagnosis, Canny Edge Detection, Shape Extraction, Ultrasonography

enhancement, yakni proses peningkatan kualitas


I. PENDAHULUAN pada citra [3]. Oleh karena itu dibutuhkan proses
Pemantauan perkembangan janin dalam analisis citra yang mampu mendeteksi adanya
kandungan merupakan prosedur standar dalam batas-batas tepi suatu objek. Tepi adalah
bidang kedokteran obgyn dan ginekologi. perubahan nilai intensitas derajat keabuan yang
Peralatan yang digunakan untuk mendeteksi janin mendadak (besar) dalam jarak yang singkat [4].
telah mengalami perkembangan dimulai dari Tepi digunakan untuk proses segmentasi dan
penggunaan peralatan tradisional sampai dengan identifikasi objek di dalam citra. Batas-batas tepi
penggunaan. peralatan berteknologi tinggi. ini dideteksi dengan tujuan dapat membedakan
Ultrasonografi (USG) adalah salah satu dari antara obek satu dengan objek lainnya pada citra
produk teknologi medical imaging yang dapat USG janin tersebut. Selain itu, proses analisis ini
digunakan untuk memantau perkembangan janin dilakukan agar bentuk janin pada citra USG janin
dalam kandungan disamping fungsi-fungsi lain dapat terindentifikasi dengan jelas.
dari USG. Medical Imaging adalah suatu teknik Deteksi tepi sendiri memiliki beberapa
yang digunakan untuk mencitrakan bagian dalam metode, salah satunya yaitu deteksi tepi Zero
organ atau suatu jaringan sel (tissue) pada tubuh Crossing. Metode Zero Crossing ini
tanpa membuat sayatan atau luka (non invasive) menghasilkan tingkat kebisingan siyal yang tinggi
[1]. sehingga akan mempengaruhi tepi yang akan
Citra yang diperoleh dari instrumen USG dihasilkan [5]. Namun dalam penelitian ini
umumnya menampilkan warna dengan berbagai digunakan metode Canny, karena memiliki
tingkat keabuan sesuai dengan amplitudo yang beberapa kelebihan dalam mengekstrak tepian
diterima oleh tranduser [2]. Variasi tingkat dengan kebebasan pemilihan parameter yang
keabuan tersebut dapat menimbulkan kendala digunakan. Metode Canny juga merupakan salah
bagi pengamat untuk menganalisis terhadap citra satu algoritma deteksi tepi modern. Menurut
yang diperoleh. Selain itu, agar citra yang paper Study and Comparison of Various Image
mengalami gangguan mudah diinterpretasi, maka Edge Detection Techniques, metode Canny ini
citra tersebut perlu dimanipulasi menjadi citra merupakan edge detector yang optimal dan
lain yang kualitasnya lebih baik. Bidang yang memiliki kelebihan dari metode pendeteksi tepi
terkait tentang hal ini adalah pengolahan citra. yang lain. Dengan hasil yang diperoleh metode
Salah satu metode yang digunakan untuk Canny, tak jarang di bidang kedokteran
meningkatkan kualitas citra adalah image menggunakan metode ini. Tujuan dari penelitian

1
Journal of Research in Computer Science and Applications – Vol. I, No. I, Juli 2012 ISSN: 2301-8488

ini adalah mengembangkan perangkat lunak proses klasifikasi citra ke beberapa objek dan
untuk mengekstraksi bentuk citra janin hasil USG proses pembandingan antara ciri objek yang
3 dimensi menggunakan deteksi tepi Canny dan diamati dengan pengetahuan ciri objek yang
menghitung tingkat keakuratan metode deteksi sudah diketahui. Proses diagnosis yang dilakukan
tepi Canny pada citra janin hasil USG 3 dimensi. berdasarkan hasil pengolahan citra ini tidak
cukup hanya dengan melihat perbedaan tingkat
II. PUSTAKA keabuan elemen gambar antara bagian yang sakit
Ultrasonografi medis (sonografi) adalah dan bagian yang sehat, akan tetapi juga melalui
sebuah teknik diagnostik pencitraan pembedaan ukuran bagian tubuh yang diamati
menggunakan suara ultra yang digunakan untuk dengan bagian tubuh dalam keadaan normal.
mencitrakan organ internal dan otot, ukuran Pengukuran besarnya suatu objek dalam gambar
mereka, struktur, dan luka patologi, membuat dapat dilakukan dengan penghitungan jumlah
teknik ini berguna untuk memeriksa organ. piksel yang menyatakan tingkat keabuan kategori
Sonografi obstetrik biasa digunakan ketika masa objek tersebut [2].
kehamilan. Pilihan frekuensi menentukan resolusi
gambar dan penembusan ke dalam tubuh pasien. III. METODOLOGI PENELITIAN
Diagnostik sonografi umumnya beroperasi pada Salah satu algoritma deteksi tepi modern
frekuensi dari 2 sampai 13 megahertz. Sedangkan adalah deteksi tepi dengan menggunakan metode
dalam fisika istilah “suara ultra” termasuk ke Canny. Deteksi tepi Canny ditemukan oleh Marr
seluruh energi akustik dengan sebuah frekuensi di dan Hildreth yang meneliti pemodelan persepsi
atas pendengaran manusia (20.000 Hertz), visual manusia. Ada beberapa kriteria pendeteksi
penggunaan umumnya dalam penggambaran tepian paling optimum yang dapat dipenuhi oleh
medis melibatkan sekelompok frekuensi yang algoritma Canny [6]:
ratusan kali lebih tinggi. Pengolahan citra digital 1. Mendeteksi dengan baik (kriteria deteksi).
adalah salah satu bidang dalam dunia komputer Kemampuan untuk meletakkan dan menandai
yang mulai berkembang sejak manusia semua tepi yang ada sesuai dengan pemilihan
memahami bahwa komputer tidak hanya mampu parameter-parameter konvolusi yang
menangani data teks, tetapi juga data citra. dilakukan. Parameter konvolusi tersebut akan
Terminologi pengolahan citra digunakan bila dibahas pada langkah smoothing. Sekaligus
hasil pengolahan data citra menghasilkan citra juga memberikan fleksibilitas yang sangat
lain yang mengandung atau memperkuat tinggi dalam hal menentukan tingkat deteksi
informasi khusus pada citra hasil pengolahan ketebalan tepi sesuai yang diinginkan.
sesuai dengan tujuan pengolahannya. 2. Melokalisasi dengan baik (kriteria lokalisasi).
Proses-proses pengolahan citra biomedik Dengan Canny dimungkinkan dihasilkan jarak
secara digital tersebut umumnya bertujuan untuk yang minimum antara tepi yang dideteksi
mendeteksi objek dan untuk melakukan dengan tepi yang asli yang berarti bahwa tepi
pengukuran yang lebih lanjut kemudian yang dihasilkan tidak akan berbeda jauh
digunakan untuk mendukung proses diagnosis. dengan tepi aslinya.
Untuk tujuan tersebut, jenis pengolahan citra 3. Respon yang jelas (kriteria respon). Hanya ada
yang sering dibutuhkan pada aplikasi ini adalah satu respon untuk tiap tepi sehingga mudah
proses pra pengolahan serta klasifikasi dan dideteksi dan tidak menimbulkan kerancuan
segmentasi citra [2]. Proses pra pengolahan sering pada pengolahan citra selanjutnya.
disebut pula sebagai proses pengolahan tingkat
rendah. Pada tahap tersebut biasanya diperlukan III.1. Smoothing
proses peningkatan mutu citra, juga proses Langkah pertama dalam deteksi tepi dengan
deteksi sisi atau garis-garis batas antara objek menggunakan operator canny adalah melakukan
yang berbeda, seperti antara tulang dan jaringan smoothing terhadap citra dengan tujuan untuk
atau antara jaringan yang sehat dan jaringan yang mengurangi respon sistem terhadap noise serta
sakit [2]. Analisis citra dalam bentuk deteksi atau melakukan kontrol terhadap detail yang muncul
identifikasi objek dapat dilakukan melalui tahap pada tepi citra. Smoothing dilakukan dengan

2
Journal of Research in Computer Science and Applications – Vol. I, No. I, Juli 2012 ISSN: 2301-8488

mengkonvolusi citra dengan operator Gaussian Tabel 1. Hasil Perhitungan Gaussian


g(x,y). Konvolusi itu sendiri adalah perkalian
antara duah buah fungsi f(x,y) dan g(x,y). Pada
filter Gaussian, nilai intensitas setiap piksel
diganti dengan rata-rata dari nilai pembobotan
untuk setiap piksel-piksel tetangganya dan piksel
itu sendiri. Piksel tetangga adalah piksel yang
berada disekeliling piksel yang dimaksud. Jumlah
tetangga yang dilibatkan tergantung pada filter
yang dirancang. Untuk pengolahan citra digital,
zero mean Gaussian dua variabel dinyatakan oleh
persamaan berikut:

( ) (1)
Untuk memudahkan perhitunga komputer,
Dimana x dan y adalah posisi kordinat pada nilai nilai pembobotan harus dibuat bulat sebab
sumbu x dan y. Persamaan 1 inilah yang dipakai intensitas piksel dalam citra digital bernilai bulat.
sebagai dasar untuk menentukan nilai-nilai setiap Untuk itu elemen terkecil dalam matriks (0,011)
elemen dalam filter Gaussian yang akan dibuat. dipilih untuk menentukan nilai konstanta
Bentuk grafis hasil plot fungsi Gaussian dua normalisasi c. Jadi, agar nilai g(3,3) = 1maka
dimensi dengan jumlah titik 41 x 41 (mulai -10 nilai konstanta normalisasi c adalah:
sampai +10 dengan interval 0,5 untuk variabel x
dan y dan dengan mengambil nilai 2 σ 2 = 15 ). Tabel 2.Matriks filter Gaussian
Untuk membuat filter Gaussian (sebagai
pendekatan) diperlukan nilai pembobotan
langsung dari distribusi diskrit Gaussian, sesuai
persamaan 2.

( ) (2)

Di mana c adalah konstanta normalisasi.


Persamaan 2 dapat juga ditulis sebagai berikut,

( )
(3)

Dengan menggunakan nilai c = 91,


Elemen-elemen filter Gaussian bisa
ditentukan bila nilai a2 dan ukuran filter NxN berdasarkan persamaan 2 diperoleh matriks
ditentukan terlebih dahulu dan nilai pada (0,0) seperti tabel 2.
diberi nilai sama dengan 1. Contoh: akan dibuat
filter Gaussian yang berukuran 7 x 7 dengan g(3,3) = c.e ( )

memilih 2 = 2 dan nilai pada (0,0) sama dengan 1 = c.0,011


1. Berdasarkan persamaan 2.18, diperoleh matriks c = 91
seperti tabel 1.
Agar jumlah nilai-nilai bobot sama dengan
satu (seperti umumnya bahwa sebuah filter pasti
mempunyai jumlah nilai-nilai pembobot sama
dengan satu) maka nilai piksel hasil perhitungan

3
PEMERIKSAAN KADAR HEMOGLOBIN DAN URINE PADA IBU
HAMIL DI LABORATORIUM KESEHATAN TERPADU UNIMUS

Dian Nintyasari Mustika1), Dewi Puspitaningrum2)


1)
Dian Nintyasari Mustika, Prodi DIII Kebidanan FIKKES Universitas Muhammadiyah Semarang
Email : dian.nintya@unimus.ac.id
2)
Dewi Puspitaningrum, Prodi DIII Kebidanan FIKKES Universitas Muhammadiyah Semarang
Email : dewipuspita@unimus.ac.id

ABSTRAK

Latar Belakang Masalah : Pelayanan ANC sesuai dengan kebijakan program pelayanan asuhan
antenatal harus sesuai standar 14 T, yang didalamnya terdapat pemeriksaan Hb, pemeriksaan
protein urine atas indikasi dan pemeriksaan reduksi urine atas indikasi. Pemeriksaan kadar
haemoglobin (Hb) dilakukan untuk memastikan kadar Hb ibu hamil berada di atas 10. Jika kadar
Hb ibu hamil berada di bawah 10 maka perkembangan janin akan terganggu dan dapat
menyebabkan risiko perdarahan pada ibu saat persalinan nanti. Urine reduksi adalah pemeriksaan
uji laboratorium untuk mengetahui kadar gula pada pasien. Protein urine merupakan pemeriksaan
uji laboratrium untuk mengetahui adanya protein didalam urine. Tujuan : untuk mengetahui
kondisi kesehatan pada ibu hamil. Metode : Deskriptif yaitu dengan menggambarkan jalannya
proses pengabdian masyarakat. Hasil : Pemeriksaan Hb dan urine yang dilakukan pada ibu hamil
trimester III sebanyak 28 responden, yang dilaksanakan selama 2 hari di laboratorium kesehatan
UNIMUS. Sebanyak 9 responden (32,1%) yang mengalami anemia berat, 3 orang responden
dengan hasil urine reduksi positif 1 (+), 3 orang responden dengan hasil protein urine positif 1 (+)
dan 1 orang responden dengan hasil protein urine positif 2 (++).

Kata Kunci : Kadar hemoglobin, Urine, Ibu Hamil

ABSTRACT

Background: ANC in accordance with the policy program of antenatal care services must be
according to the standard 14 T, containing Hb examination, urine protein checks on indications
and urine examination on indications reduction. The level of hemoglobin (Hb) is done to ensure
maternal Hb levels were in the top 10. If the hemoglobin concentration of pregnant mothers are
under 10 then will be impaired fetal development and may lead to the risk of bleeding in the mother
during childbirth later. Urine examination of the reduction is a laboratory test to determine
glucose levels in patients. A urine protein test laboratrium examination to determine the presence
of protein in the urine. Purpose: to know the health conditions in pregnant women. Methods:
Descriptive by describing the course of the process of community service. Results: Hb and urine
examination carried out in third trimester pregnant women were 28 respondents, which was
conducted over two days in the laboratory UNIMUS health. A total of nine respondents (32.1%)
were severely anemic, 3 respondents with the positive results of urine reduction 1 (+), 3
respondents with the positive results of urine protein 1 (+) and 1 respondents with the results of
positive urine protein 2 ( ++).

Keywords: Levels of hemoglobin, urine, Pregnancy

525
PENDAHULUAN pemeriksaan protein urine atas indikasi dan
Pengawasan kehamilan atau pemeriksaan reduksi urine atas indikasi.
Antenatal Care penting bagi wanita hamil Pemeriksaan kadar haemoglobin (Hb)
mulai dari trimester I sampai trimester III dilakukan untuk memastikan kadar Hb ibu
supaya komplikasi seperti persalinan hamil berada di atas 10. Jika kadar Hb ibu
prematur dapat dikenali secara dini, karena hamil berada di bawah 10 maka
70% kematian perinatal di dunia disebabkan perkembangan janin akan terganggu dan
oleh persalinan prematur. Kematian maternal dapat menyebabkan risiko perdarahan pada
dan perinatal merupakan masalah besar, ibu saat persalinan nanti. Urine reduksi
sekitar 98-99% terjadi di negara berkembang adalah pemeriksaan uji laboratorium untuk
(Manuaba, 2008). Kematian maternal adalah mengetahui kadar gula pada pasien. Protein
kematian wanita sewaktu hamil, melahirkan urine merupakan pemeriksaan uji laboratrium
atau dalam 42 hari sesudah berakhirnya untuk mengetahui adanya protein didalam
kehamilan. Berdasarkan kesepakatan urine.
internasional tingkat kematian maternal Tujuan umum dari kegiatan ini
didefinisikan sebagai jumlah kematian adalah untuk mengetahui kondisi kesehatan
maternal selama satu tahun dalam 100.000 pada ibu hamil. Tujuan khususnya yaitu
kelahiran hidup (Winkjosastro, 2005). untuk mengetahui kadar Hb pada ibu
Kota Semarang dari tahun 2013 sehingga diketahui apakah ibu dicurigai
sampai 2015 memiliki jumlah angka mengalami positif anemia atau negatif
kematian ibu (AKI) meningkat yaitu tahun anemia, untuk mengetahui reduksi urine
2013 terdapat 29 kematian, 2014 terdapat 33 sehingga diketahui apakah ibu mengalami
kematian dan 2015 terdapat 35 kematian, positif penaikan gula darah atau negatif, dan
2016 mengalami penurunan 32 kematian. untuk mengetahui protein urine sehingga
Pada tahun 2015, AKI di Kota Semarang diketahui apakah ibu positif pre eklamsi atau
tejadi pada masa hamil, bersalin ataupun tidak.
nifas dengan presentase pada masa kehamilan
sebesar 17,14 %, masa persalinan 8,57 % dan METODE PENELITIAN
masa nifas sebesar 74,29 %. Sedangkan Metode yang digunakan dalam pengabdian
penyebab AKI itu sendiri dikarenakan oleh masyarakat ini adalah :
perdarahan, eklampsia, penyakit dan lain-lain 1. Melakukan koordinasi dengan
(Dinas Kesehatan Kota Semarang, 2015). puskesmas Kedungmundu dan Bidan
Salah satu cara yang paling efektif Praktik Mandiri (BPM) wilayah Kota
untuk menurunkan AKI dan AKB adalah Semarang untuk kegiatan pemeriksaan
dengan meningkatkan pertolongan persalinan kehamilan
oleh tenaga kesehatan terlatih di fasilitas 2. Melakukan pemeriksaan Hb, reduksi
kesehatan. Selain itu, diperlukan partisipasi urine dan protein urine
dan kesadaran ibu akan pentingnya 3. Melakukan pendidikan kesehatan pada
memeriksakan kehamilan ke tenaga ibu hamil.
kesehatan. ANC adalah pemeriksaan Responden dalam hal ini ibu hamil di
kehamilan untuk mengoptimalkan kesehatan kota Semarang. Jumlah responden yang
mental dan fisik ibu hamil, hingga mampu mengikuti kegiatan ini adalah sebanyak 28
menghadapai persalinan, kala nifas, ibu hamil trimester III. Pemeriksaan ibu
persiapan pemberian ASI dan kembalinya hamil ini dilakukan selama 2 hari pada
kesehatan reproduksi secara wajar (Manuaba, tanggal 5 dan 6 Oktober 2016 di
2008). laboratorium kesehatan UNIMUS.
Pelayanan ANC sesuai dengan
kebijakan program pelayanan asuhan
antenatal harus sesuai standar 14 T, yang
didalamnya terdapat pemeriksaan Hb,

526
HASIL DAN PEMBAHASAN Negatif (-) 25 89,3
Hasil dari pengabdian masyarakat Positif 1 (+) 3 10,7
yaitu pemeriksaan kehamilan (pemeriksaan Positif 2 (++) 0 0
darah dan urine) yang dilakukan di Positif 3 (+++) 0 0
laboratorium kesehatan UNIMUS didapatkan Positif 4 (++++) 0 0
Tabel 1 Hasil Protein
Karakteristik Responden Urine
Negatif (-) 24 85,7
Karakterisik n = 28 Prosentase Positif 1 (+) 3 10,7
Jenis kelamin Positif 2 (++) 1 3,6
Laki-laki 0 0 Positif 3 (+++) 0 0
Perempuan 28 100 Positif 4 (++++) 0 0
Usia kehamilan
28 minggu 1 3,6 Tabel 2 diatas menggambarkan
29 minggu 2 7,1 tentang hasil pemeriksaan darah dan urine.
30 minggu 2 7,1 Hasil pemeriksaan Hb dari 28 responden, 6
31 minggu 0 0 responden dengan Hb normal (tidak anemia),
32 minggu 5 17,9 5 responden dengan anemia ringan, 8
33 minggu 6 21,4 responden dengan anemia sedang dan 9
34 minggu 1 3,6 responden dengan anemia berat.
35 minggu 4 14,2 Haemoglobin (Hb) adalah komponen
36 minggu 5 17,9 sel darah merah yang berfungsi menyalurkan
37 minggu 1 3,6 oksigen ke seluruh tubuh. Jika Hb berkurang,
38 minggu 1 3,6 jaringan tubuh kekuranagan oksigen.
Oksigen diperlukan tubuh untuk bahan bakar
Tabel 1 diatas menggambarkan proses metabolism. Menurut Manuaba
bahwa keseluruhan responden berjenis (2008), haemoglobin adalah molekul protein
kelamin perempuan, dikarenakan sasaran pada sel darah merah yang berfungsi sebagai
pemeriksaan ini adalah pada ibu hamil. media transport oksigen dari paru-paru.
Adapun umur kehamilan responden yaitu 28 Kandungan zat besi yang terdapat dalam Hb
minggu 3,6%, 29 minggu 7,1%, 30 minggu membuat darah berwarna merah.
7,1%, 32 minggu 17,9%, 33 minggu 21,4%, Pada pemeriksaan dan pengawasan
34 minggu 3,6%, 35 minggu 14,2%, 36 Hb dapat dilakukan dengan menggunakan
minngu 17,9%, 37 minggu 3,6% dengan metode sachli yang dilakukan minimal 2 kali
umur kehamilan 35 minggu. selama kehamilan yaitu trimester I (umur
Pemeriksaan kehamilan ini dilakukan kehamilan sebelum 12 minggu) dan
pada ibu hamil trimester III yaitu diukur trimeseter III (umur kehamilan 28 sampai 36
mulai dari sekitar 28 minggu kehamilan minggu).
hingga melahirkan. Hasil pemeriksaan reduksi urine
Tabel 2. sesuai dengan tabel 2 diatas didapatkan
Hasil pemeriksaan darah dan urine bahwa 25 responden reduksi urinenya negatif
dan 3 responden dengan hasil positif 1 (+).
Hasil n=28 Prosentase Sedangkan protein urine didapatkan hasil 24
Hasil Hb responden negatif, 3 responden dengan hasil
Hb > 11 gr% 6 21,5 positif 1 (+), 1 responden dengan hasil positif
Hb 9-10 gr% 5 17,8 2 (++).
Hb 7-8 gr% 8 28,6 Pemeriksaan urine berguna untuk
Hb < 7 gr% 9 32,1 mengetahui fungsi ginjal, kadar gula darah
Hasil Urine dan infeksi saluran kencing yang sering
Reduksi ditemukan pada ibu hamil. Jika protein dalam

527
JURNAL KEBIJAKAN KESEHATAN INDONESIA : JKKI

VOLUME 08 No. 01 Maret • 2019 Halaman 35-40

Artikel Penelitian

EVALUASI PELAKSANAAN SISTEM RUJUKAN BERJENJANG DALAM


PROGRAM JAMINAN KESEHATAN NASIONAL
AN EVALUATION ON THE IMPLEMENTATION OF HEALTH CARE REFERRAL SYSTEM IN
NATIONAL HEALTH INSURANCE PROGRAM

Marina Ery Setiawati1, Rahmah Hida Nurrizka1


1
Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Pembangunan Nasional Veteran Jakarta

ABSTRAK di Indonesia.1 JKN telah meningkatkan akses


Penelitian ini mengevaluasi pelaksanaan sistem rujukan masyarakat terhadap pelayanan kesehatan.2
berjenjang dalam program Jaminan Kesehatan Nasional Targetnya adalah semua warga negara tercangkup
(JKN). Tujuan penelitian adalah mengevaluasi kesesuaian ke seluruh sistem pelayanan kesehatan (universal
pelaksanaan sistem rujukan berjenjang dan mengukur
health coverage).3,4,5
tingkat kepuasaan pasien terhadap pelayanan sistem rujukan
berjenjang di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP).
Pelayanan di fasilitas kesehatan juga semakin
Penelitian ini menggunakan pendekatan survey terhadap terstruktur. JKN menerapkan sistem pelayanan
pasien dan in-depth interview terhadap petugas pelayanan kesehatan berjenjang.6 Dimana sistem tersebut
kesehatan. Hasil penelitian menunjukan bahwa ketepatan terdiri dari fasilitas kesehatan tingkat pertama
dalam sistem rujukan sudah baik. Semua responden (100%) (FKTP) dan fasilitas kesehatan tingkat lanjutan
mendapatkan rujukan sesuai dengan prosedur sistem (FKTL) yang terdiri dari pelayanan kesehatan
rujukan berjenjang. Namun kelengkapan surat rujukan masih tingkat kedua (sekunder) dan pelayanan
bermasalah. Data dan informasi penting dalam surat rujukan kesehatan tingkat ketiga (tersier).7
seperti hasil diagnosa, pemeriksaan fisik, anamnesa, dan Pasien yang ingin mendapatkan pelayanan
terapi yang sudah diberikan banyak tidak diisi oleh petugas
kesehatan harus menyesuaikan dengan sistem
kesehatan. Tingkat kepuasan pasien terhadap pelayanan
rujukan juga masih rendah. Ada 34,9% responden yang
berjenjang tersebut. Pasien tidak bisa langsung
memiliki tingkat kepuasan rendah. Penyebabnya adalah mendapatkan pelayanan di FKTL, namun melewati
tidak seimbangnya antara jumlah pasien yang dilayani proses berjenjang dengan sistem rujukan.8,9
dan petugas dan infrastruktur pelayanan kesehatan.
Sistem rujukan dilakukan sebagai bentuk
pelimpahan tugas dan tanggung jawab pelayanan
Kata kunci: Sistem rujukan berjenjang, Jaminan kesehatan kesehatan secara timbal balik, baik secara
nasional, Kepuasan pasien vertikal maupun horizontal kepada pasien di
seluruh fasilitas kesehatan.10 Sistem tersebut juga
ABSTRACT dilakukan sebagai upaya untuk mengendalikan
This study evaluates the implementation of a health care referral mutu dan biaya pelayanan dalam sistem JKN.11
system in the National Health Insurance (JKN) program. The aim Selain itu, sistem rujukan berjenjang secara
of the study was to evaluate the suitability of the implementation tidak langsung dapat memperbaiki fasilitas
of a tiered referral system and measure the level of patient kesehatan di semua tingkatan. Selain itu terjadinya
satisfaction with tiered referral system services at First Level
pemerataan dalam infrastruktur pelayanan
Health Facilities (FKTP). This study used a survey approach to
patients and in-depth interviews with health care workers. All
kesehatan di Indonesia. Tujuannya adalah
respondents (100%) received referrals in accordance with the pelayanan kesehatan di semua FKTP menjadi
tiered referral system procedure. However, the completeness lebih baik dan optimal.12
of the referral letters was still problematic. Important data and Dalam JKN, FKTP menjadi garda depan dalam
information in the referral letters such as the diagnosis, physical sistem pelayanan kesehatan. Sehingga tuntutan
examination, medical history, and therapy that had been terhadap fasilitas pelayanan prima menjadi
given were not filled by health workers. The levels of patient’s penting dilakukan oleh FKTP.13 Untuk mendukung
satisfaction with referral services were also still low. There pelayanan tersebut, pemerintah mendukung
were 34.9% of respondents who had low levels of satisfaction. pembiayaan melalui sistem kapitasi.14 Kapitasi
This was due to the imbalance between the number of
merupakan sistem pembiayaan yang dihitung
patients served and officers and health service infrastructure.
berdasarkan jumlah kepesertaan JKN pada FKTP.15
Keywords: Health care referral system, National health insur- Meski demikian, masih banyak tantangan yang
ance, Patients’ satisfaction dihadapi. Dukungan pembiayaan dan kepesertaan
masih belum optimal.16 Tingginya permintaan
PENDAHULUAN masyarakat terhadap pelayanan kesehatan tidak
Sejak dilaksanakan sistem Jaminan Kesehatan didukung oleh sistem pembiayaan yang baik.17
Nasional (JKN) pada 2014, banyak perubahan Akibatnya, setiap tahun, pembiayaan untuk JKN
yang terjadi dalam sistem pelayanan kesehatan mengalami defisit.18

Jurnal Kebijakan Kesehatan Indonesia : JKKI, Vol. 08, No. 01 Maret 2019 • 35
Marina Ery Setiawati, Rahmah Hida Nurrizka: Evaluasi Pelaksanaan Sistem Rujukan Berjenjang

Dampaknya adalah pelayanan kesehatan kepesertaan JKN dan fasilitas pelayanan


menjadi terganggu. Banyak kasus dimana fasilitas kesehatan di kedua FKTP tersebut.
kesehatan tidak mampu memberikan pelayanan Ada dua jenis sampel dalam penelitian ini,
yang baik karena minimnya infrastruktur pendukung yaitu petugas pelayanan kesehatan dan pasien
untuk pelayanan.19 Padahal, permintaan terhadap yang mengajukan rujukan berjenjang. Petugas
pelayanan kesehatan meningkat setiap tahunnya. pelayanan kesehatan dipilih dengan kriteria
Sudah lazim terjadi antrian panjang dari pasien memahami prosedur sistem rujukan berjenjang dan
yang ingin mendapatkan pelayanan kesehatan.20 melaksanakan sistem tersebut. Setiap Puskesmas
Di FKTL, kondisinya lebih parah lagi. Seringkali diambil empat orang yaitu kepala Puskesmas,
pasien yang sudah mendapatkan surat rujukan petugas poli kebidanan, petugas rekam medis,
tidak mendapatkan pelayanan kesehatan di FTKL.21 petugas poli umum. Teknik pengumpulan data
Meski ada yang mendapatkan pelayanan namun dilakukan lewat wawancara mendalam (in-depth
kuotanya dibatasi bagi pasien yang menggunakan interview).
kartu BPJS Kesehatan.22 Sampling pasien diambil dengan cara incidental
Hal tersebut tentu berdampak terhadap persepsi random sampling, yaitu pasien yang kebetulan
masyarakat terhadap pelayanan kesehatan ditemui saat penelitian dan cocok dengan kriteria
dalam sistem JKN. Munculnya persepsi negatif yang dituju dalam penelitian, yaitu pasien yang
dari masyarakat sangat mempengaruhi kinerja mendapatkan pelayanan rujukan berjenjang.
sistem JKN. Harapan untuk memperbaiki sistem Teknik pengumpulan data dilakukan lewat
pelayanan kesehatan bisa terhambat akibat kuisioner. Rentang waktu pengambilan data adalah
buruknya pelayanan kesehatan yang diterima Oktober-November 2018. Penelitian ini telah
kepada masyarakat.23 mendapatkan persetujuan etik dari Komisi Etik
Meski aturan dalam sistem rujukan berjenjang Penelitian Kesehatan Universitas Pembangunan
sudah lama diterapkan. Namun, masih banyak Nasional Veteran Jakarta.
yang perlu dibenahi. Oleh karena itu, evaluasi Analisis dalam penelitian ini menggunakan
terhadap pelaksanaan sistem rujukan berjenjang pendekatan campuran (mixed method) dengan
penting dilakukan terus menerus di banyak lokasi menggabungkan pendekatan kuantitatif dengan
di Indonesia, agar perbaikan kualitas pelayanan pendekatan kualitatif. Analisis kuantitatif dilakukan
kesehatan dapat terus diperbaiki. terhadap data hasil kuisioner. Sedangkan analisis
Penelitian ini mencoba melakukan evaluasi kualitatif dilakukan terhadap hasil in-depth
terhadap pelaksanaan sistem rujukan berjenjang interview. Pada analisis kuantitatif, disajikan hasil
dalam program JKN di Kota Depok. Pemilihan pengukuran tingkat kepuasaan pasien terhadap
Kota Depok sebagai lokasi penelitian salah satu pelaksanaan sistem rujukan berjenjang di FKTP.
alasannya adalah tingkat penduduk sangat padat Penelitian ini menggunakan survey persepsi.
dan memiliki deferensiasi demografi. Selain itu,
fasilitas kesehatan, baik FKTP maupun FKTL HASIL DAN PEMBAHASAN
tersedia sangat baik. Selama Oktober-November 2018, tim lapangan
Tujuan dari penelitian ini adalah mengevaluasi berhasil mendapatkan responden sebanyak 63
pelaksanaan sistem rujukan berjenjang dalam responden. Mereka merupakan pasien yang menerima
program JKN. Fokusnya adalah pada kesesuaian pelayanan rujukan berjenjang di dua FKTP. Kendala
pelaksanaan pelayanan dalam sistem rujukan dalam mengumpulkan data adalah keterbatasan waktu
berjenjang dengan prosedur tata laksana yang responden untuk mengisi lembaran kuisioner. Namun,
ditetapkan oleh pemerintah. Selain itu, penelitian tim lapangan tetap berupaya mengali informasi penting
ini juga mengukur tingkat kepuasan pasien dan memaksimalkan waktu responden untuk mengisi
terhadap sistem pelayanan rujukan berjenjang. semua pertanyaan penting dalam kuisioner.
Dari hasil survey, pasien yang menerima pelayanan
METODE PENELITIAN rujukan berjenjang di dominasi oleh kelompok umur
Penelitian ini merupakan jenis penelitian pra lansia dan lansia. Sebanyak 42,9% yang menerima
observasi yang dilakukan terhadap mutu sistem pelayanan rujukan tersebut adalah lansia dan 28,6%
pelayanan kesehatan. Analisisnya dilakukan adalah pra lansia. Berdasarkan jenis kelamin, terbanyak
terhadap pelaksanaan sistem rujukan berjenjang adalah perempuan, yakni 55,6%. Sisanya sebanyak
pada pelayanan JKN. Unit analisisnya adalah 44,4% adalah laki-laki.
pelayanan yang dilakukan pada pasien di FKTP. Berdasarkan jenis penyakit, terbanyak adalah
Lokasi penelitian adalah FKTP di Kota Depok. pasien dengan penyakit tidak menular dengan jumlah
Ada dua FKTP yang dijadikan lokasi penelitian 88,7%. Sisanya penyakit menular sebanyak 11,3%.
yang ditetapkan dengan cara purposive random Hasil survey juga menunjukan pasien yang menerima
sampling, yaitu mempertimbangkan tingkat pelayanan rujukan berjenjang dengan alasan keperluan

36 • Jurnal Kebijakan Kesehatan Indonesia : JKKI, Vol. 08, No. 01 Maret 2019
Jurnal Kebijakan Kesehatan Indonesia : JKKI

diagnosa lebih lanjut (non laboratorium) menempati kesehatan rujukan, hasil diagnosa, dan tanggal rujukan
urutan pertama dengan jumlah 34,9%. Selanjutnya, hanya terisi antara 92%-98,5%.
atas permintaan pasien berada di urutan kedua Tabel 2. Hasil Audit Kelengkapan dan Ketepatan dalam Pelaksaan
dengan jumlah 28,6%. Sedangkan, alasan permintaan Sistem Rujukan berjenjang di FKTP
kontrol oleh rumah sakit sebanyak 19%, pemeriksaan Variabel Indikator Hasil
Audit
penunjang (laboratorium) sebanyak 6,4% dan lainnya (%)
sebanyak 11,1% (Tabel 1). Kelengkapan Identitas pasien 100,0
Tabel 1. Profil Responden Hasil Survey surat rujukan
Variabel Kategori Persen- Nama rumah sakit atau faskes rujukan 100,0
tase (%)
Informasi jenis layanan yang dibutuhkan pasien 92,1
Kelompok umur Remaja 3,2 di faskes rujukan
Dewasa 25,4 Diagnosa 98,4

Pra lansia 28,6 Alasan rujukan 52,4

Lansia 42,9 Tanggal rujukan 92,1

Jenis kelamin Laki-laki 44,4 Instruksi bagaimana menjangkau faskes 71,4


rujukan
Perempuan 55,6
Anamnesa 57,1
Jenis penyakit Menular 11,3
Pemeriksaan fisik 52,4
Tidak menular 88,7
Terapi yang telah diberikan 30,2
Alasan rujukan Keperluan diagnosa lebih lanjut (non 34,9
Ketepatan Kesesuaian dengan sistem rujukan berjenjang 100,0
laboratorium)
rujukan
Pemeriksaan penunjang (laboratorium) 6,4
Sumber: Data Primer, 2018
Pasien meminta 28,6
Mutu pelayanan juga diukur dengan menganalisis
Permintaan kontrol rumah sakit 19,0 tingkat kepuasan pasien terhadap pelayanan rujukan
Lainnya 11,1 yang diberikan oleh FKTP. Hasilnya, 34,9% pasien
Sumber: Data Primer, 2018
memiliki tingkat kepuasan rendah, 33,3% sedang, dan
Untuk menganalisis mutu pelayanan rujukan 31,7% tinggi. Berdasarkan variabel kelompok umur,
berjenjang di FKTP, penelitian ini melakukan audit semua pasien yang masuk kelompok umur remaja
terhadap kelengkapan dan ketepatan dalam memiliki tingkat kepuasan rendah. Pada kelompok
pelaksanaannya. Ketepatan rujukan diukur dari umur dewasa, tingkat kepuasan rendah mencapai 50%.
kesesuaian antara rujukan yang diberikan kepada Sedangkan, kelompok umur lansia, tingkat kepuasan
pasien dengan prosedur sistem rujukan berjenjang rendah mencapai 33,3%. Hanya pra lansia yang tingkat
yang diatur oleh BPJS Kesehatan (Tabel 2). Hasilnya, kepuasannya tinggi mencapai 50%.
Tabel 3. Tingkat Kepuasan Pasien terhadap Pelaksanaan Sistem
tingkat ketepatannya mencapai 100%. Artinya, semua Rujukan Berjenjang di FKTP
pasien dirujuk dari FKTP ke rumah sakit tipe C dan tipe
Variabel Kategori Tingkat Kepuasan Pasien (%)
D. Tidak ada yang langsung ke rumah sakit tipe B dan
tipe A. Rendah Sedang Tinggi

Namun dalam kelengkapan surat rujukan, masih Kelompok Remaja 100,0 0,0 0,0
umur
banyak pasien yang dirujuk tidak lengkap diisi Dewasa 50,0 31,3 18,7
keterangan rujukan oleh petugas pelayanan. Dari Pra lansia 16,7 33,3 50,0
sepuluh indikator yang wajib diisi, hanya dua indikator Lansia 33,3 37,0 29,7
yang terisi semuanya, yaitu identitas pasien dan nama Jenis kelamin Laki-laki 39,3 35,7 25,0
rumah sakit atau fasilitas kesehatan rujukan. Namun Perempuan 31,4 31,4 37,2
delapan indikator lainnya banyak yang tidak diisi.
Jenis penyakit Menular 14,3 42,9 42,8
Indikator yang paling banyak tidak diisi adalah terapi
yang telah diberikan oleh petugas kesehatan di FKTP. Tidak menular 38,2 32,7 29,1

Hasil survey, hanya 30,2% dari total responden yang Alasan rujukan Keperluan diagnosa lebih 40,9 31,8 27,3
lanjut (non laboratorium)
isiannya ada. Hasil pemeriksaan fisik yang seharusnya
Pemeriksaan penunjang 0,0 50,0 50,0
diisi juga hanya 52,4% yang ada isiannya. Hal yang (laboratorium)
sama juga terjadi di indikator alasan rujukan. Pasien meminta 38,9 38,9 22,2
Petugas pelayanan rujukan juga banyak tidak
Permintaan kontrol rumah 41,7 25,0 33,3
mengisi indikator anamnesa, tingkat isiannya hanya sakit
mencapai 57,1%. Instruksi bagaimana menjangkau Lainnya 14,3 28,6 57,1
fasilitas kesehatan rujukan hanya terisi sebanyak Total 34,9 33,3 31,7
71,4%. Malahan, informasi penting, seperti informasi
jenis layanan yang dibutuhkan pasien di fasilitas Sumber: Data Primer, 2018

Jurnal Kebijakan Kesehatan Indonesia : JKKI , Vol. 08, No. 01 Maret 2019 • 37
Journal of Health Studies, Vol. 1, No.1, Maret 2017: 65-71

KOMUNIKASI EFEKTIF DALAM PRAKTEK KOLABORASI


INTERPROFESI SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN
KUALITAS PELAYANAN
Noor Ariyani Rokhmah, Anggorowati
Universitas Diponegoro Semarang Indonesia
E-mail : noor_rokhmah@yahoo.co.id

Abstract: The purpose of this study Literature review was to


determine the effective communication in practice interprofesi
collaboration will improve the quality of service. Literature review
research method is done by performing a search at EBSCO publishing
articles, Google Search, PubMed, Sciencedirect.com with the selected
keywords that interprofessional Collaboration practice, effective
communication, hospital, service quality. The search was performed by
limiting the issue of 2005 - 2015. The results of the literature search
that good quality services depend on professionals who work together
in interprofessional teams. Communication interprofesional used is
SBAR (Situation-Background-Assessment Recommendation).

Keywords: effective communication, collaboration practices


interprofesi, quality of service

Abstrak: Tujuan penelitian Literature review ini adalah untuk


mengetahui komunikasi efektif dalam praktik kolaborasi interprofesi
akan meningkatkan kualitas pelayanan. Metode penelitian Literature
review ini dilakukan dengan melakukan penelusuran artikel publikasi
pada EBSCO, Googlesearch, PubMed, Sciencedirect.com dengan kata
kunci yang dipilih yaitu interprofessional Collaboration practice,
effective communication, hospital,service quality. Penelusuran
dilakukan dengan membatasi terbitan dari Tahun 2005 - 2015. Dari
hasil penelusuran literatur bahwa kualitas layanan yang baik
tergantung pada profesional yang bekerja sama dalam tim
interprofessional. Komunikasi interprofesional yang digunakan adalah
SBAR (Situation-Background Assessment-Recommendation).

Kata Kunci: komunikasi efektif, praktik kolaborasi interprofesi,


kualitas pelayanan

Noor Ariyani Rokhmah dan Anggorowati, Komunikasi Efektif...... 65


Journal of Health Studies, Vol. 1, No.1, Maret 2017: 65-71

PENDAHULUAN
Rumah sakit adalah organisasi dapat membantu mengurangi masalah
dalam bidang jasa pelayanan kesehatan patient safety (WHO, 2009)
.Dalam penyelenggaraan upaya Upaya peningkatan kualitas
pelayanan pada pasien rumah sakit pelayanan tersebut diperlukan
didukung oleh banyak jenis keselarasan langkah yang dinamis antar
ketrampilan SDM baik yang berbentuk berbagai klinisi dan disiplin keilmuan
profesi maupun non profesi. Rumah untuk membangun tim pelayanan
Sakit yang bermutu adalah rumah sakit dengan tatanan dan kultur pendekatan
yang memberikan pelayanan melalui interdisiplin atau interprofesional.
penyelenggaraan pelayanan secara Pasien yang ditangani secara
paripurna pada unit unit gawat darurat, interdisiplin baik di ruang rawat inap
rawat jalan, rawat inap, ruang tindakan maupun pelayanan kesehatan primer,
dan ruang perawatan khusus. meningkatkan kesinambungan asuhan,
Penyelenggaraan pelayanan kepuasan pasien serta mengurangi
dilaksanakan oleh berbagai kelompok hospitalisasi dan angka kematian
profesi. Para profesional utama yang (Mitchell&Crittenden,2000)
memberikan asuhan kepada pasien di Kolaborasi interprofesional
rumah sakit adalah staf medis baik merupakan merupakan strategi untuk
dokter maupun dokter spesialis, staf mencapai kualitas hasil yang dinginkan
klinis keperawatan (perawat dan secara efektif dan efisien dalam
bidan), nutrisionis dan farmasis yang pelayanan kesehatan. Komunikasi
rutin dan pasti selalu berkontak dengan dalam kolaborasi merupakan unsur
pasien, akan tetapi tidak kalah penting untuk meningkatkan kualitas
pentingnya profesional lain yang perawatan dan keselamatan pasien
berfungsi melakukan asuhan penunjang (Reni,A al,2010). Kemampuan untuk
berupa analis laboratorium, penata bekerja dengan profesional dari disiplin
rontgen, fisioterapis. Penyediaan lain untuk memberikan kolaboratif,
pelayanan yang paling sesuai di suatu patient centred care dianggap sebagai
rumah sakit untuk mendukung dan elemen penting dari praktek
merespon setiap kebutuhan pasien yang profesional yang membutuhkan
unik, memerlukan perencanaan dan spesifik perangkat kompetensi.
koordinasi tingkat tinggi. The American Nurses
Pelayanan yang ada di rumah Association (ANA, 2010)
sakit merupakan pelayanan yang menggambarkan komunikasi efektif
multidisilpin sehinga bisa berpotensi sebagai standar praktik keperawatan
terjadinya pelayanan yang tumpang profesional. Kompetensi profesional
tindih, terjadinya konflik dalam praktek keperawatan tidak hanya
interprofesional dan juga keterlambatan psikomotor dan keterampilan
pemeriksaan dan tindakan diagnostik klinis, tetapi juga
(Susilaningsih, 2016). Dalam kemampuan dalam keterampilan
pelayanan kesehatan terjadi kesalahan interpersonal dan komunikasi. Perawat
(error) 70-80 % yang disebabkan oleh terdaftar diharapkan untuk
buruknya komunikasi dan pemahaman berkomunikasi dalam berbagai format
dalam tim, kerjasama tim yang baik dan di semua bidang praktek.

Noor Ariyani Rokhmah dan Anggorowati, Komunikasi Efektif...... 66


Journal of Health Studies, Vol. 1, No.1, Maret 2017: 65-71

Berhasilnya suatu komunikasi akan memberikan kelebihan dalam


adalah apabila kita mengetahui dan komunikasi.
mempelajari unsur-unsur yang Penentuan waktu yang tepat dan
terkandung dalam proses komunikasi. umpan balik
Unsur-unsur itu adalah sumber Hal ini sangatlah penting
(resource), pesan (message), saluran terutama dalam mengkomunikasikan
(channel/ media) dan penerima keadaan yang bersifat sensitif. Umpan
(receiver/audience). balik menjadikan komunikasi lebih
Komunikasi dapat efektif efektif karena dapat memberikan
apabila pesan diterima dan dimengerti kepastian mengenai sejauh mana
sebagaimana dimaksud oleh pengirim komunikasi yang diadakan oleh
pesan, pesan ditindaklanjuti dengan seseorang sumber (source) dapat
sebuah perbuatan oleh penerima pesan diterima oleh komunikan (receiver).
dan tidak ada hambatan untuk hal itu Komunikasi tatap muka
(Hardjana, 2003). Komunikasi yang Komunikasi semacam ini
efektif terjadi bila pendengar (penerima memungkinkan kita untuk melihat
berita) menangkap dan dengan baik lawan bicara kita, melihat
menginterpretasikan ide yang body language, melihat mimik lawan
disampaikan dengan tepat seperti apa bicara, serta menghilangkan
yang dimaksud oleh pembicara panjangnya rantai komunikasi yang
(pengirim berita). Terdapat beberapa memungkinkan terjadinya mis
faktor yang perlu diperhatikan untuk komunikasi.
mengupayakan proses komunikasi Komunikasi efektif
yang efektif, yaitu antara lain: Komunikasi efektif diharapkan
Sensitifitas kepada penerima dapat mengatasi kendala yang
komunikasi ditimbulkan oleh beberapa pihak,
Sensitivitas ini sangatlah pasien, dokter, perawat maupun tenaga
penting dalam penentuan cara kesehatan lainnya. Dokter dapat
komunikasi serta pemilihan media mengetahui dengan balk kondisi pasien
komunikasi. Hal-hal yang bersifat dan keluarganya dan pasien pun
penting dan pribadi paling baik percaya sepenuhnya kepada dokter.
dibicarakan secara langsung atau tatap Kondisi ini amat berpengaruh pada
muka, dan dengan demikian proses penyembuhan pasien
mengurangi adanya kecanggungan selanjutnya.
serta kemungkinan adanya Literature review ini bertujuan
miskomunikasi. untuk bertujuan untuk mengetahui
Kesadaran dan pengertian terhadap efektifitas komunikasi efektif dalam
makna simbolis praktik kolaborasi interprofesi akan
Hal ini menjadi penting dalam meningkatkan kualitas pelayanan.
seseorang mengerti komunikasi yang
disampaikan. Komunikasi seringkali METODE PENELITIAN
disampaikan secara non verbal atau Metode berupa literature
lebih dikenal dengan body language. review dengan batasan kriteria Inklusi
Pengertian akan body language, yang sebagai berikut berikut: (1) pendekatan
bisa berbeda sesuai dengan kultur, ini praktek kolaborasi interprofesi, (2)
melakukan komunikasi efektif, (3)
Noor Ariyani Rokhmah dan Anggorowati, Komunikasi Efektif...... 67

Anda mungkin juga menyukai