Pidato
Oleh
Printing by
Airlangga University Press (AUP)
OC 214/08.16/B7E
Kupersembahkan untuk,
iii
Yang terhormat,
Ketua, Sekretaris, dan Anggota Majelis Wali Amanat Universitas
Airlangga,
Ketua, Sekretaris dan Anggota Senat Akademik Universitas
Airlangga,
Para Guru Besar Universitas Airlangga,
Para Guru Besar Tamu dari Luar Universitas Airlangga,
Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Para Dekan dan
Wakil Dekan, Para Direktur, Pimpinan Lembaga, serta Pusat, di
Lingkungan Universitas Airlangga,
Para sejawat, Dosen dan Segenap Sivitas Akademika Universitas
Airlangga,
Pa d a ke s empat a n ya ng a m at memba h a g i a k a n i n i
perkenankanlah saya mengucapkan “alhamdulillaahi rabbil
‘aalamiin”, puji syukur ke hadirat Allah Tuhan seru sekalian alam,
karena berkat rahmat, taufik, dan hidayah-Nya, kita semua dapat
hadir di sini dalam keadaan sehat walafiat untuk menghadiri
Sidang Terbuka Senat Akademik Universitas Airlangga, dengan
acara penerimaan jabatan saya sebagai Guru Besar dalam Bidang
Antropologi, di Universitas Airlangga.
Pada kesempatan ini perkenankanlah saya menyampaikan
pidato mimbar akademik yang terhormat ini, berjudul:
ANTROPOLOGI DENTAL
ANTROPOLOGI FORENSIK
Identifikasi Anak
10
wajah pada usia 40-an, 50-an, 60-an dan 70-an tentu berbeda
(Suo et al., 2010). Hasil penelitian tentang pola kerutan wajah ini
lebih sering digunakan pada rekonstruksi wajah pada tengkorak,
untuk memperkirakan bagaimana wajah si individu pada sat-saat
akhir masa hidupnya.
Memperkirakan usia individu dewasa tidak beridentitas yang
masih hidup juga dapat dilakukan dari mengamati keausan gigi
(Walker et al., 1991), osifikasi tulang (Barchillon et al., 1996;
Kobliansky et al., 1995; Djuric et al., 2007)--jika masih hidup
dengan cara melakukan roentgen, dan melalui pengamatan pola
kerut wajah (Glogau, 1996; Harris, 2004; Friedman, 2005).
Namun demikian, pola tersebut adalah berdasar penelitian di
populasi Europoid. Sementara itu, telah umum diketahui awam,
sehingga terdapat pernyataan bahwa “orang Indonesia itu pada
umumnya terlihat awet muda jika dibanding dengan keturunan
Europoid”. Namun demikian, awam juga sering berpendapat
bahwa orang keturunan Eropa jika telah menua, dia akan terlihat
“awet”, artinya tidak terjadi penuaan yang drastis sesudahnya,
tidak seperti halnya orang Indonesia pada umumnya yang ketika
mencapai usia 60-an terjadi percepatan penuaan dari pada tahun-
tahun sebelumnya. Namun hal ini semata-mata berasal dari
pengamatan secara umum. Di Indonesia belum pernah dilakukan
penelitian mengenai pola penuaan pada wajah, sehingga saat ini
kami sedang melakukan penelitian untuk mengetahui bagaimana
pola penuaan pada wajah orang Indonesia (Fitriana & Artaria,
n.d.).
11
12
13
14
15
16
17
di Jawa Timur lebih disukai sate yang telah empuk dan matang.
Maka kekenyalan daging pun berbeda berdasar cara memasaknya.
Bumbu berbeda yang digunakan tentu kekasaran jenis makanan
yang diterima oleh gigi juga berbeda.
Dari sisi bahan makanan pokok, di AS lebih disukai kentang
yang diiris panjang dan digoreng. Teksturnya cenderung lembut
dan empuk. Sementara itu, di Jawa Timur, beras lebih disukai
untuk ditanak menjadi nasi. Bahkan, di beberapa masyarakat
Jawa Timur lebih disukai beras yang dicampuri dengan jagung,
sehingga lebih mengenyangkan. Dengan demikian, kekasaran
jenis makanan pokok antara orang Jawa Timur dan AS adalah
berbeda, dan akan berpengaruh pada keausan gigi-geliginya.
Cara menyiapkan bahan makanan pun dapat berpengaruh
pada pecepatan keausan gigi (Molnar, 1971). Pada sementara
masyarakat di dunia, ada yang masih menggunakan peralatan
dari batu untuk memproses makanan. Misalnya, dalam menumbuk
padi, menghaluskan bahan makanan dari jagung, melembutkan
bumbu masak, dsb. Hal ini menyebabkan sebagian dari batu
tersebut tergerus dan tercampur dengan makanan, dan dapat
mempercepat keausan gigi, jika dibanding dengan masyarakat
yang tidak menggunakan peralatan berbahan dari batu.
Patokan usia yang ada pada literatur ini adalah berdasar
data dari Eropa pada tahun 1900-an. Kami menemukan bahwa
pada manusia Jawa era modern ini, pola keausan gigi lebih rendah
kecepatannya dibanding patokan dari buku (Artaria, 2007). Hal
ini disebabkan karena jenis makanan pada manusia di Eropa pada
zaman itu tidak sama dengan manusia di Indonesia yang kami
teliti pada tahun 2007, sehingga kecepatan keausannya berbeda.
Sementara telah diketahui bahwa Indonesia ini mempunyai
banyak etnis yang tradisi makanan pokoknya berbeda-beda,
tradisi menyiapkan bahan makanan juga berbeda-beda. Dapat
diduga bahwa kecepatan keausan antara gigi manusia di Madura,
18
19
1.A. 1.B.
20
21
22
23
24
25
26
DAFTAR PUSTAKA
27
28
29
30
31
32
33
Walker, P.L., Dean, G., & Shapiro, P. (1991). Estimating age from
tooth wear in archaeological populations. Advances in Dental
Anthropology, 169, 187.
Wardani, N.P.Y. (2013) Pelaksanaan perkawinan endogami pada
masyarakat Bali Aga di Desa Adat Tenganan pegringsingan
Kecamatan Manggis, Kabupaten Karangasem. Jurnal
Jurusan Pendidikan PKn, 1(4).
Washburn, S.L. (1951) “The new physical anthropolog y”,
Transactions of the New York Academy of Sciences, Series II,
13:298–304.
Washburn, S.L. (1953) “The strategy of physical anthropology”, In
A. L. Kroeber ed., Anthropology Today. Chicago: University
of Chicago Press. Pp.714-726.
Wise, G.E., Frazier-Bowers, S., & D’souza, R.N. (2002). Cellular,
molecular, and genetic determinants of tooth eruption. Critical
Reviews in Oral Biology & Medicine, 13(4), 323-335.
34
RIWAYAT HIDUP
Mata kuliah
Antropologi Dental, Sosial-Biologi, Antropometri, Teknik
Penulisan Ilmiah, Primatologi, Osteologi, Antropologi Forensik,
Penulisan Proposal Antropologi, Antropologi Kesehatan,
Antropologi Ragawi, Antropologi Budaya
Riwayat Pendidikan
SDN IV Kawedanan Kepanjen, Kabupaten Malang, lulus tahun
1979
SMPN 6 Kodya Malang, lulus tahun 1982
SMA PPSP IKIP Malang Pengetahuan Alam dan Matematika,
lulus tahun 1984
Sandwich High School, Illinois, USA, Peminatan Biologi, lulus
tahun 1985
S1 di Universitas Airlangga, Surabaya, dalam Bidang Antropologi,
lulus tahun 1990
S2 di Arizona State University, Arizona, USA, dalam Bidang
Antropologi Ragawi, lulus tahun 1996
S3 di The University of Adelaide, SA, Australia, dalam Bidang
Antropologi Ragawi, lulus tahun 2003
35
Riwayat Pelatihan
1996 : “Basic Forensic Facial Reconstruction from the Skull”. Di:
Scottsdale Artist School, 3720 N. Marshal Way, Scottsdale,
AZ 85252 USA.
1999 : “Advance Forensic Facial Reconstruction from the Skull”.
Di: New York Institute of Photography, NY, USA.
2007–2015: “Training in Managerial and Editorial of Scientific
Journal”. Di: (berbagai tempat).
Riwayat Jabatan:
2010 : Ketua Tim Pengembangan Jurnal UNAIR
Sept. 2015 – Nov 2015: Ketua Pusat Pengembangan Jurnal dan
Publikasi UNAIR
Nov. 2015–sekarang: Wakil Dekan 3 FISIP UNAIR
36
37
38
39
40
41
Koran
Artaria, M. D. (1993) Kondisi Masyarakat tentukan Kejahatan,
Koran Memorandum.
Artaria, M. D. (2008) Mengidentifikasi Mr./Mrs. X. Harian Radar
Surabaya, September 2008.
Artaria, M. D. (2015) Mengidentifikasi korban melalui tengkorak.
Harian Jawa Pos, 14 January 2015.
Beasiswa
1984–1985 AFS (American Field Service) Scholarship
1993–1996 Fulbright Scholarship
1998–2003 AUSAID Scholarship
Riwayat Penghargaan
1984 : Wakil Indonesia dari Jawa Timur untuk pertukaran pelajar
SMA. Dari: AFS (Bina Antar Budaya)
42
43