Anda di halaman 1dari 5

13.

2 MODEL PENGUKURAN (OUTER


MODEL)
Suatu konsep dan model penelitian tidak dapat diuji dalam suatu model prediksi
ubungan relasional dan kausal jika belum melewati tahap purifika
odel pengukuran. Model pengukuran sendiri digunakan untuk menguji
konstruk dan reliabilitas instrumen. Uji validitas dilakukan untuk mengetahui
emampuan instrumen penelitian mengukur apa yang seharusny
(Cooper et al, 2006). Uji reliabilitas digunakan untuk mengukur konsistensi alat
ukur dalam mengukur suatu konsep atau dapat juga digunakan untuk mengukur
konsistensi responden dalam menjawab item pertanyaan dalam kuesioner atau
instrumen penelitian. Berikut akan dijelaskan lebih rinci tentang konsep uji
validitas dan reliabilitas dalam model pengukuran PLS.
13.2.1 Uji Validitas
Validitas terdiri atas validitas eksternal dan validitas internal internal. Validitas
eksternal menunjukkan bahwa hasil dari suatu penelitian adalah valid yang dapat
digeneralisir ke semua objek, situasi, dan waktu yang berbeda. Validitas internal
menunjukkan kemampuan dari instrumen penelitian untuk mengukur apa yang
seharusnya diukur dari suatu konsep (Hartono, 2008a).
s internal terdiri atas validitas kualitatif dan validitas konstruk
itatif terdiri atas validitas tampang (face validity) dan validitas is
lidity). Validitas isi menunjukkan kemampuan item-item di instrumen mewak
onsep yang diukur. Validitas tampang menunjukkan bahwa item-item me
atu konsep jika dari penampilan tampangnya seperti menguku
ut. Validitas kualitatif dilakukan berdasarkan pendapat atau eva
nel pakar atau dari orang lain yang ahli tentang konsep yang diukur.
eneliti tidak menganggap valid
itas kualitatif sebagai validitas intern
cukup valid (Hartono, 2008b).

Validitas Konstruk
Validitas konstruk menunjukkan seberapa baik hasil yang diperoleh
naan suatu pengukuran sesuai teori-teori yang digunakan
endefenisikan suatu konstruk (Hartono, 2008a)e Korelasi yang kuat ant
nstruk dan item-item pertanyaannya dan hubungan yang lemal
abel lainnya merupakan salah satu cara untuk menguji validitas
onstruct validity). Validitas konstruk terdiri atas validitas konvergen
validitas diskriminan.
Validitas Konvergen
aliditas konvergen berhubungan dengan prinsip bahwa pengukur-peng
suatu konstruk seharusnya berkorelasi tinggi. Validitas konvergen terjadi jika skor
yang diperoleh dari dua instrumen yang berbeda yang mengukur konstruk yang
sama mempunyai korelasi tinggi (Hartono, 2008b: 63). Uji validitas konvergen
dalam PLS dengan indikator reflektif dinilai berdasarkan loading factor (korelasi
antara skor item/skor komponen dengan skor konstruk) indikator-indikator
yang mengukur konstruk tersebut. Hair et al. (2006) mengemukakan bahwa
rule of thumb yang biasanya digunakan untuk membuat pemeriksaan awal dari
matrik faktor adalah t.30 dipertimbangkan telah memenuhi level minimal,
untuk loading 土.40 dianggap lebih baik, dan untuk loading > 0.5O dianggap
ignifikan secara praktis. Dengan demikian, semakin tinggi nilai fakto
in penting peranan loading dalam menginterpretasi matrik fak
of thumb yang digunakan untuk validitas konvergen adalah outer logding > 0.7,
ommunality > 0.5 dan Average Variance Extracted (AVE) > 0.5 (Chin
Validitas Diskriminan
liditas diskriminan berhubungan dengan prinsip bahwa pengukur-p
k yang berbeda seharusnya tidak berkorelasi dengan tinggi.
minan terjadi jika dua instrumen yang berbeda yang mengu
nstruk yang arpreaiksi tidak berkorelasi menghasilkan skor yang mem
relasi (Hartono,2008: 64). Uji validitas diskriminan dinilai berdasarkan cro
ding pengukuran dengan konstruknya. Metode lain yang digunakan ut
mai validitas uaknminan adalah dengan membandingkan akar AVE
nap konstruk dengan korelasi antara konstruk dengan konstruk lainnnya dalam model.
Model mempunyai validitas diskriminan yang cukup jika akar A
etiap konstruk lebih besar daripada korelasi antara konstruk dengan
lainnya dalam model (Chin, Gopal, & Salinsbury, 1997).
Berikut tabulasi parameter uji validitas dalam PLS.
Tabel 13.1 Parameter Uji Validitas dalam Model Pengukuran PLS

13.2.2 Uji Reliabilitas


Selain uji validitas, PLS juga melakukan uji reliabilitas untuk mengukur konsistensi
ternal alat ukur. Reliabilitas menunjukkan akurasi, konsistensi, dan h
suatu alat ukur dalam melakukan pengukuran (Hartono, 2008a). Uji reliabilitas
alam PLS dapat menggunakan dua metode, yaitu Cronbach's al
Composite reliability.
nbach's alpha mengukur batas bawah nilai reliabilitas suatu konst
edangkan composite reliability mengukur nilai sesungguhnya reliabilit
nstruk (Chin, 1995). Namun, composite reliability dinilai lebih baik a
engestimasi konsistensi internal suatu konstruk (Salisbury, Chin, h
Newsted, 2002).
of thumb nilai alpha atau cemposite reliability harus lebih besar
skipun nilai 0,6 masih dapat diterima (Hair et al., 2008). Namun, sesun
ji konsistensi internal tidak mutlak untuk dilakukan jika validitas konsttruk telah terpenuhi, karena
konstruk yang valid adalah konstruk yang reliabel, sebaliknya
konstruk yang reliabel belum tentu valid (Cooper et al., 2006),
13.3 MODEL STRUKTURAL (INNER MODEL)
Model struktural dalam PLS dievaluasi dengan menggunakan R- untuk konstruk
dependen, nilai koefisien path atau t-values tiap path untuk uji signifikansi
antarkonstruk dalam model struktural. Nilai R digunakan untuk mengukur
tingkat variasi perubahan variabel independen terhadap variabel dependen.
Semakin tinggi nilai R? berarti semakin baik model prediksi dari model penelitian
yang diajukan. Sebagai contoh, jika nilai R: sebesar O, 7 artinya variasi perubahan
variabel dependen yang dapat dijelaskan oleh variabel independen adalah
sebesar 70 persen, sedangkan sisanya dijelaskan oleh variabel lain di luar
model yang diajukan. Namun, R? bukanlah parameter absolut dalam mengukur
ketepatan model prediksi karena dasar hubungan teoretis adalah parameter
yang paling utama untuk menjelaskan hubungan kausalitas tersebut.
Nilai koefisien path atau inner model menunjukkan tingkat signifikansi dalam
pengujian hipotesis. Skor koefisien path atau inner model yang ditunjukkan oleh
nilai T-statistic, harus di atas 1, 96 untuk hipotesis dua ekor (two-tailed) dan diatas
,64 untuk hipotesis satu ekor (one-tailed) untuk pengujian hipotesis pa
5 persen dan power 80 persen (Hair et al, 2008). Pengujian model pengukuran
dan model struktural dapat dilihat pada bab berikut.

14.6 UJI MODEL STRUKTURAL KONSTRUK


REFLEKTIF
jian model struktural dilakukan untuk memprediksi hubungankau
abel atau pengujian hipotesis. Adapun pengujian model stry
dalam aplikasi SmartPLS dilakukan dengan tahap sebagai berikut.
Buka halaman model penelitian, kemudian klik menu calculate → pilih
bootstraping. Pada menu bootsraping akan muncul dua menu, yaitu skema
missing value dan skema bootstraping.
Skema missing value menjelaskan perlakuan PLS terhadap data yang mengalami
missing value, apakah akan diganti dengan nilai rerata (mean replacement) atau
diganti dengan nilai yang memiliki karakteristik pola yang sama dengan data (list
casewise).
Skema bootstraping menampilkan tiga fitur, yaitu metode bootstrap yang akan
dilakukan PLS, jumlah iterasi atau jumlah penyampelan ulang yang akan dilakukan
PLS (resampling), dan jumlah sampel yang akan digunakan untuk diiterasi. Skema
resampling dalam menu bootstrap terdiri atas tiga skema, yaitu:
1. Skema no sign changes, construct level changes dan individual changes.
Menurut Tenenhaus et al. (2005), metode standar resampling adalah
no sign change, yaitu statistika resampling yang dihitung tanpa
mengompensasi perubahan tanda apapun. Pilihan ini sangat konservatif
karena menghasilkan standard error yang sangat tinggi namun
konsekuensinya rasio nilai T-statistic menjadi rendah, karena itu skema ini
tidak direkomendasikan untuk dipilih.
2. Skema individual sign changes, yaitu tanda pada setiap penyampelan
ulang (resample) dibuat konsisten dengan tanda di sampel aslinya (original
sample) tanpa memastikan koherensi secara global. Sedangkan tanda
pada tiap outer weight individual dalam penyampelan ulang (resample)
juga dibuat konsisten. Secara umum, skema ini tidak direkomendasikan
karena terbatas untuk koherensi global. Namun, skema ini dapat dilakukan
jika semua tanda dalam variabel yang sama adalah sama dengan tanda di
sampel aslinya (original sample).

3.skema construct level changes, yaitu menggunakan outerweight


mengomparasi estimasi variabel laten di sampel original dan di resample-
nya. Skema ini memberi asumsi yang longgar sehingga rasio nilai T-statistic
meningkat karena hanya menggunakan ukuran skor loading hubungan
langsung antara variabel laten dengan indikatornya sendiri. Namun
skema ini berpotensi salah interpretasi ketika indikator pada variabel
laten memiliki kecenderungan multikolinearitas. Skema ini disarankan
oleh SmartPLs (default) namun peneliti tetap harus hati-hati dalam
menggunakannya ketika kecenderungan multikolinearitas antar-indikator
tinggi.
Pilihan menu lain yang muncul pada kotak dialog bootstraping adalah cases dan
samples sebagai berikut ini.
1. Cases menunjukkan jumlah n data yang digunakan dalam pengujian
tersebut. Jumlah data yang digunakan dalam PLS sebaiknya minimum 5
atau 10 n data untuk tiap indikator, namun standar minimum adalah 10 n
data untuk tiap jalur (path) yang dibangun.
2.
Samples adalah jumlah iterasi atau resampling yang akan dilakukan oleh
PLS. Menurut Chin dan Gopal (1997) jumlah iterasi sebaiknya di atas 100
atau antara 150-200 karena memberi nilai yang lebih stabil, sedangkan
aplikasi SmartPLS menyarankan jumlah iterasi sebanyak 200 (default).
Jika semua menu telah dipilih, kemudian klik fnish dan SmartPLs akan mela-
kukan proses bootstraping. Adapun output hasil bootstraping akan ditampilkan
dalam dua tampilan, yaitu pada model penelitian seperti pada gambar berikut.

dalam bentuk model gambar, output model pengukuran ju


isajikan dalam bentuk report ( default atau htm/ report) untuk output
rinci.
ari memilih path coefficients (Mean, STDEV, T-Values) akan dida
i-nilai inner loading dan t-values untuk menilai signifikansi model
seperti berikut ini.

Tabel di atas dapat digunakan peneliti untuk mengukur keterdukungan hipotesis.


Menurut Hartono (2008a), ukuran signifikansi keterdukungan hipotesis dapat
digunakan perbandingan nilai T-table dan T-statistics. Jika nilai T-statistics lebih
tinggi dibandingkan nilai T-table, berarti hipotesis terdukung. Untuk tingkat
keyakinan 95 persen (alpha 5 persen) maka nilai T-table untuk hipotesis dua
ekor (two-tailed) adalah 2 1,96 dan untuk hipotesis satu ekor (one-tailed) adalah
2 1,64. Berdasarkan tabel di atas, dapat disimpulkan bahwa hipotesis pertama
tidak terdukung karena skor T-statistic adalah 1,62 di bawah nilai T-table. Artinya,
kemudahan penggunaan persepsian tidak berpengaruh positif langsung terhadap
niat menggunakan sistem teknologi informasi. Sedangkan hipotesis kedua dan
ketiga terdukung karena skornya di atas 1,64 yang artinya bahwa kemudahan
penggunaan persepsian berpengaruh positif terhadap kegunaan persepsian dan
kegunaan persepsian berpengaruh positif langsung terhadap niat menggunakan
.ictom tpknologi informasi.

Anda mungkin juga menyukai