Anda di halaman 1dari 33

MAKALAH ASUHAN KEPERAWATAN MATERNITAS

LAKTASI

KELOMPOK II
Nama :

PROGRAM PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN PERTAMEDIKA
JAKARTA
2020
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Persalinan merupakan suatu proses pengeluaran hasil konsepsi (janin) yang dapat
hidup di dalam rahim ke dunia luar. Persalinan dapat dibedakan menjadi dua, yaitu
persalinan normal dan persalinan sectio caesareae. Persalinan normal adalah suatu
proses pengeluaran hasil konsepsi di dalam rahim pada kehamilan cukup bulan yaitu
antara 37-42 minggu dimana bayi lahir spontan, tanpa adanya komplikasi baik pada
ibu maupun bayinya (Jannah, 2015). Fase yang akan dialami selanjutnya oleh
seseorang setelah melahirkan yaitu menyusui bayi.

Menyusui merupakan suatu proses pemberian nutrisi berupa Air Susu Ibu (ASI)
kepada bayi yang dimulai sejak bayi baru lahir sampai berusia dua tahun agar bayi
dapat tumbuh dan berkembang secara sehat dan dapat mempererat hubungan kasih
sayang antara ibu dengan bayi (WHO, 2010). Menyusui sejak dini sangat bermanfaat
bagi kesehatan bayi serta dapat mengurangi angka morbiditas dan mortalitas bagi
bayi dan balita.

Presentase pemberian ASI di dunia saat ini masih sangat rendah, penelitian menurut
(Unicef, 2011) memaparkan bahwa di dunia dari 139 negara yang dievaluasi
ditemukan bahwa hanya terdapat 20% negara yang diteliti mampu mempraktekkan
pemberian ASI eksklusif pada 50% bayi yang ada. Selebihnya, 80% dari negara-
negara tersebut melakukan pemberian ASI jauh lebih rendah dari 50%. Indonesia,
termasuk ke dalam negara dengan pemberian ASI kurang dari 50%, dalam kurun
waktu satu tahun angka pemberian ASI di Indonesia hanya mencapai 15,3%, hal ini
tercatat sangat rendah dibandingkan dengan data target
keberhasilan yang telah ditetapkan oleh Kementerian Kesehatan dalam pemberian
ASI eksklusif. Target pemberian ASI eksklusif di Indonesia yaitu sebesar 80%
(Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2014).

Menurut data Profil Kesehatan Provinsi Bali tahun 2014 cakupan pemberian ASI
eksklusif tercatat sebesar 71,1% (Suarjaya, 2014), namun angka ini masih berada
dibawah target pencapaian keberhasilan pemberian ASI eksklusif. Keadaan ini
menyebabkan pemberian ASI eksklusif di Bali perlu ditingkatkan. Sebanyak delapan
kabupaten dan satu kota yang ada di Bali dengan cakupan terendah pemberian ASI
eksklusif berada di Kota Denpasar. Pada tahun 2016 berdasarkan data Dinas
Kesehatan Kota Denpasar pemberian ASI eksklusif hanya sebesar 43%, angka ini
mengalami penurunan yang sangat drastis dibandingkan dengan tahun 2015 yaitu
sebesar 75,5% (Dinas Kesehatan Kota Denpasar, 2016).

Rendahnya pemberian ASI eksklusif kepada bayi disebabkan karena ibu merasa ASI-
nya tidak mencukupi kebutuhan bayinya. Sekitar 35% ibu menghentikan pemberian
ASI secara eksklusif pada beberapa minggu postpartum karena merasa ASI kurang
dan bayi merasa tidak puas. Hasil penelitian (Chan et al., 2012) di Hongkong
menunjukkan penyebab terbesar sebanyak 44% ibu memberikan susu formula pada
bayi umur 2 dan 6 minggu post partum serta pada bayi umur 3 dan 6 bulan post
partum karena ketidakadekuatan suplai ASI, kemudian sebab lainnya karena ibu
mempunyai masalah pada payudara sebesar 31% dan kelelahan 28%. Penelitian
(Tjekyan, 2013) di Kota Palembang Provinsi Sumatra Selatan terhadap 845 bayi
menunjukkan bahwa alasan terbesar kegagalan ASI eksklusif karena ibu mengeluh
ASI sedikit yaitu sebesar 32%.

Ketidakadekuatan suplai ASI pada Ibu postpartum disebabkan karena konsumsi


kebutuhan nutrisi yang tidak memadai dari jumlah yang diperlukan oleh tubuh.
Berdasarkan hasil penelitian (Radharisnawati, Kundre, & Pondaag, 2017) di Kota
Manado Provinsi Sulawesi Utara terdapat 6 responden yang menyatakan bahwa
produksi ASI-nya tidak lancar. Hal ini dikarenakan kurangnya konsumsi protein
seperti telur, tempe, tahu serta kurangnya mengonsumsi sayuran hijau seperti sayur
bayam dan daun katuk dan 5 responden diantaranya menyatakan ASI- nya lancar, hal
ini dikarenakan mereka mengkonsumsi susu, sayuran hijau dan kacang-kacangan
untuk memperlancar produksi ASI

2
Permasalahan yang dapat terjadi jika tidak menyusui bayinya diantaranya
bertambahnya kerentanan terhadap penyakit baik bagi ibu maupun bayinya. Biaya
kesehatan untuk pengobatan meningkat. Kerugian kognitif seperti hilangnya
pendapatan bagi individual serta penambahana biaya dalam pembelian susu formula
(Fadhila, Ninditya, & Ananta, 2016).

Peran perawat sangatlah penting dalam membantu ibu untuk mengatasi masalah
menyusui yang dialami. Perawat dapat memberikan konseling tentang menyusui
kepada ibu, sehingga perawat harus memiliki keterampilan untuk membantu serta
mengajarkan ibu mengenai cara untuk mengatasi masalah menyusui dan
menumbuhkan rasa percaya diri ibu untuk menyusui bayinya (Departemen
Kesehatan RI, 2007).

Berdasarkan hasil studi pendahuluan yang dilakukan peneliti di RSUD Wangaya


tahun 2019, didapatkan data pasien dalam enam bulan terakhir yaitu dari bulan
agustus tahun 2018 sampai bulan januari tahun 2019 sebanyak 99 orang ibu yang
memiliki bayi berusia nol sampai enam bulan datang ke poliklinik laktasi dengan
keluhan tidak mampu menyusui bayinya secara efektif. Dari data tersebut didapatkan
sebanyak 50 orang ibu yang bersalin normal tidak mampu menyusui, diantaranya
karena produksi ASI sedikit sebanyak 30 orang, payudara bengkak sebanyak 8 orang,
putting susu lecet sebanyak 10 orang, dan kurang pengetahuan sebanyak 2 orang.

Berdasarkan data tersebut, banyaknya ibu post partum dengan masalah tidak dapat
menyusui karena produksi ASI yang sedikit, maka penulis tertarik untuk meneliti
tentang gambaran asuhan keperawatan pada ibu post partum normal dengan
menyusui tidak efektif di RSUD Wangaya tahun 2019.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang diatas, dapat dirumuskan suatu masalah penelitian
yaitu “Bagaimanakah gambaran asuhan keperawatan pada ibu post partum normal
dengan menyusui tidak efektif di RSUD Wangaya tahun 2019?”.
C. Tujuan Studi Kasus

1. Tujuan Umum Studi Kasus

Tujuan umum studi kasus ini adalah untuk mengetahui gambaran asuhan
keperawatan pada ibu post partum normal dengan menyusui tidak efektif di
RSUD Wangaya tahun 2019.

2. Tujuan Khusus

Secara lebih khusus studi kasus di RSUD Wangaya, bertujuan untuk mengetahui
hal-hal sebagai berikut :

Mengidentifikasi pengkajian keperawatan pasien post partum normal dengan


menyusui tidak efektif.

Mengidentifikasi rumusan diagnosis keperawatan pada pasien post partum normal


dengan menyusui tidak efektif.

Mengidentifikasi rencana keperawatan pada pasien post partum normal dengan


menyusui tidak efektif.

Mengidentifikasi tindakan keperawatan pada pasien post partum normal dengan


menyusui tidak efektif.

Mengidentifikasi evaluasi keperawatan pada pasien post partum normal dengan


menyusui tidak efektif.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Anatomi Payudara
Payudara (mammae, susu) adalah kelenjar yang terletak di bawah kulit, di
atas otot dada. Fungsi dari payudara adalah memproduksi susu untuk nutrisi
bayi. Manusia mempunyai sepasang kelenjar payudara, yang beratnya kurang
lebih 200 gram, saat hamil 600 gram dan saat menyusui 800 gram.
Pada payudara terdapat tiga bagian utama, yaitu :
1. Korpus (badan), yaitu bagian yang membesar.
2. Areola, yaitu bagian yang kehitaman di tengah.
3. Papilla atau puting, yaitu bagian yang menonjol di puncak payudara.

1.1.1. Korpus
Alveolus, yaitu unit terkecil yang memproduksi susu. Bagian
dari alveolus adalah sel Aciner, jaringan lemak, sel plasma, sel otot
polos dan pembuluh darah.
Lobulus, yaitu kumpulan dari alveolus. Lobus, yaitu beberapa lobulus
yang berkumpul menjadi 15-20 lobus pada tiap payudara.
ASI dsalurkan dari alveolus ke dalam saluran kecil (duktulus),
kemudian beberapa duktulus bergabung membentuk saluran yang
lebih besar (duktus laktiferus).
1.1.2. Areola
Sinus laktiferus, yaitu saluran di bawah areola yang besar
melebar, akhirnya memusat ke dalam puting dan bermuara ke luar. Di
dalam dinding alveolus maupun saluran-saluran terdapat otot polos
yang bila berkontraksi dapat memompa ASI keluar.
1.1.3. Papilla
Bentuk puting ada empat, yaitu bentuk yang normal, pendek/
datar, panjang dan terbenam (inverted).

B. Pengertian Laktasi
Laktasi adalah keseluruhan proses menyusui mulai dari ASI diproduksi
sampai proses bayi mengisap dan menelan ASI. Laktasi merupakan bagian
integral dari siklus reproduksi mamalia termasuk manusia. (Direktorat Gizi
Masyarakat, 2005)
Proses laktasi tidak terlepas dari pengaruh hormonal, adapun hormon-hormon
yang berperan adalah :
1. Progesteron, berfungsi mempengaruhi pertumbuhan dan ukuran alveoli.
Tingkat progesteron dan estrogen menurun sesaat setelah melahirkan.
Hal ini menstimulasi produksi secara besar-besaran.
2. Estrogen, berfungsi menstimulasi sistem saluran ASI untuk membesar.
Tingkat estrogen menurun saat melahirkan dan tetap rendah untuk
beberapa bulan selama tetap menyusui. Sebaiknya ibu menyusui
menghindari KB hormonal berbasis hormon estrogen, karena dapat
mengurangi jumlah produksi ASI.
3. Follicle stimulating hormone (FSH)
4. Luteinizing hormone (LH)
5. Prolaktin, berperan dalam membesarnya alveoil dalam kehamilan.
6. Oksitosin, berfungsi mengencangkan otot halus dalam rahim pada saat
melahirkan dan setelahnya, seperti halnya juga dalam orgasme. Selain
itu, pasca melahirkan, oksitosin juga mengencangkan otot halus di sekitar
alveoli untuk memeras ASI menuju saluran susu. Oksitosin berperan
dalam proses turunnya susu let-down/ milk ejection reflex.
7. Human placental lactogen (HPL): Sejak bulan kedua kehamilan, plasenta
mengeluarkan banyak HPL, yang berperan dalam pertumbuhan payudara,
puting, dan areola sebelum melahirkan.
Pada bulan kelima dan keenam kehamilan, payudara siap memproduksi
ASI. Namun, ASI bisa juga diproduksi tanpa kehamilan (induced
lactation).

C. TAHAP PROSES MANAJEMEN LAKTASI


Manajemen laktasi adalah tata laksana yang diperlukan untuk menunjang
keberhasilan menyusui. Dalam pelaksanaannya terutama dimulai pada masa
kehamilan, segera setelah persalinan dan pada masa menyusui selanjutnya.
(Direktorat Gizi Masyarakat, 2005)
Agar laktasi berjalan baik, diperlukan manajemen yang baik dalam laktasi,
meliputi perawatan payudara, pratektek menyusui yang benar, serta
dikenalinya masalah dalam laktasi dan penatalaksanaannya.
1.1.4. Perawatan Payudara
Demi keberhasilan menyusui, payudara memerlukan perawatan sejak
dini secara teratur. Perawatan selama kehamilan bertujuan agar selama
masa menyusui kelak produksi ASI cukup, tidak terjadi kelainan pada
payudara dan agar bentuk payudara tetap baik setelah menyusui. Sejak
kehamilan 6-8 minggu terjadi perubahan pada payudara berupa
pembesaran payudara, terasa lebih padat, kencang, sakit dan tampak
jelas gambaran pembuluh darah dipermukaan kulit yang bertambah
serta melebar. Kelenjar Montgomery daerah aerola tampak lebih nyata
dan menonjol.
Perawatan payudara yang diperlukan :
1. Mengganti pakaian dalam (BH / bra) nya dengan ukuran yang lebih
sesuai atau lebih besar, dan dapat menopang perkembangan
payudaranya. Biasanya diperlukan BH ukuran 2 nomor lebih besar
dari ukuran yang biasa dipakai.

2. Latihan gerakan otot badan yang berfungsi menopang payudara


untuk menunjang produkis ASI dan mempertahankan bentuk
payudara setelah selesai masa laktasi.

Bentuk latihan : duduk sila dilantai. Tangan kanan memegang


bagian lengan bawah kiri sejajar pundak. Tekan pegangan tangan
kuat-kuat kearah siku sehingga terasa adanya tarikan pada otot
dasar payudara.

3. Menjaga hygiene/kebersihan sehari-hari, termasuk payudara,


khususnya daerah puting dan aerola.
4. Setiap mandi, puting susu dan aerola tidak disabuni untuk
menghindari keadaan kering dan kaku akibat hilangnya ‘pelumas’
yang dihasilkan kelenjar Montgomery.

5. Lakukan persiapan puting susu agar lentur, kuat, dan tidak ada
sumbatan sejak usia kehamilan 7 bulan, setiap hari sebanyak 2 kali.
Cara melakukan : kompres masing-masing puting susu selama 2-3
menit dengan kapas dibasahi minyak. Tarik dan putar puting
kearah luar 20 kali, kearah dalam 20 kali untuk masing-masing
puting. Pijat daerah aerola untuk membuka saluran susu. Bila
keluar cairan, oleskan ke puting dan sekitarnya. Bersihkan
payudara dengan handuk lembut.

6. Mengoreksi puting susu yang datar/terbenam agar menyembul


keluar dengan bantuan pompa putting (nipple puller) pada minggu
terakhir kehamilan sehingga siap untuk disusukan kepada bayi.

Beberapa hal yang perlu diperhatikan agar ibu hamil sehat dan mampu
menyusui :
1. Nutrisi / gizi ibu hamil
Berdasarkan angka kecukupan gizi, kebutuhan tambahan kalori
wanita hamil kurang lebih 285 kkal per hari. Penambahan tersebut
disesuaikan dengan kebutuhan wanita yang tidak hamil / menyusui,
yaitu wanita dengan aktifitas ringan 1900 kkal / hari, kerja sedang
2100 kkal / hari, dan kerja berat 2400 kkal / hari. Adapun
kecukupan yang seimbang kira-kira 40 kkal / kgBB, dengan
komposisi protein 20 -25%, lemak 10-25% dan karbohidrat 50-
60%. Jumlah cairan yang perlu diminum oleh wanita hamil tidak
banyak berbeda dari wanita tidak hhamil, sekitar 2 liter per hari.
2. Istirahat
Wanita hamil sebaiknya tidur minimal 8 jam sehari. Kegiatan dan
gerakannya sehari-hari harus memperhatikan perubahan fisik dan
mental yang terjadi pada dirinya. Di antara waktu kegiatannya
tersebut diperlukan waktu untuk istirahat (santai) guna
melemaskan otot-otot. Bagi wanita yang bekerja, hendaknya dapat
diatur agar cuti hamil dan bersalinnya diambil sebanyak mungkin
setelah ia bersalin sehingga ia dapat menyusui bayinya selama
mungkin sebelum bekerja.
3. Tidak merokok, minum alkohol, kopi, soda
Termasuk menjauhi asap rokok dari orang lain. Minuman kopi dan
minuman soda dapat mengurangi kemampuan usus untuk
menyerap kalsium dan zat besi.
4. Pemakaian obat-obatan
Pemakaian obat-obatan selama hamil hanya atas petunjuk bidan
atau dokter, terutama menjelang persalinan perlu diperhatikan, agar
tidak berpengaruh terhadap laktasi.
5. Memperhatikan dan memeriksakan diri bila ada keluhan pada
daerah gigi dan mulut karena dapat menjalar ke organ tubuh lain
dan mengganggu kehamilan
6. Memperhatikan kebersihan diri dan menggunakan pakaian
nyaman, yaitu yang longgar, ringan, mudah dipakai, dan menyerap
keringat.
1.1.5. Cara penyimpanan ASI
Menurut dr Suririnah, cara penyimpanan ASI dan batas waktu
penyimpanan yang baik adalah sebagai berikut:
1. Bila akan diberikan dalam waktu 6 jam setelah pengambilan dapat
disimpan dalam suhu ruangan, tak perlu disimpan di lemari pendingin.

2. Disimpan dalam termos yang diberi es batu bisa bertahan hingga 24


jam.

3. Bila akan diberikan dalam waktu 72 jam, ASI disimpan di dalam


lemari pendingin (di bawah 5 derajat Celsius, bukan dibuat dalam
keadaan beku).

4. Bila akan diberikan dalam waktu 3 bulan, ASI disimpan di bagian atas
lemari pendingin (freezer), dibekukan pada suhu di bawah -18 derajat
Celsius. Dengan penyimpanan khusus ini dapat dibekukan untuk 6
bulan. Ini biasanya dilakukan pada kasus ketika ibu akan pergi dalam
jangka waktu tertentu, sehingga perlu mengumpulkan sejumlah ASI
sebelumnya.

Membekukan ASI akan merusak beberapa antibodi dalam susu, dan


sebaiknya sedapat mungkin menggunakan ASI segar. Setelah
disimpan, saat akan diberikan kepada anak pun perlu penanganan
khusus, yakni:
1. Ambil ASI yang disimpan berdasarkan waktu pemerahan ASI
(yang pertama diperah harus diberikan lebih dulu). Catatlah
waktu dan tanggal pemerahan di wadah penyimpanan ASI
tersebut.

2. Untuk ASI yang disimpan di lemari pendingin cukup dihangatkan


dengan cara meletakkan botol di wadah berisi air hangat selama
15 menit, sambil dikocok secara perlahan.
3. Untuk ASI beku, keluarkan botol susu yang berisi ASI beku.
Setengah jam sebelum waktu menyusui, rendamlah di dalam
wadah berisi air hangat. Atau pindahkan ASI beku ke lemari
pendingin bagian bawah semalam sebelumnya. Saat akan
digunakan esok hari, susu akan mencair, kemudian hangatkan.
ASI beku yang dicairkan dapat tahan 24 jam dalam lemari
pendingin. Ingat, jangan membekukan kembali ASI yang sudah
dipindah ke lemari pendingin tersebut.

4. Jangan memanaskan di atas kompor dan microwave karena akan


merusak kandungan vitamin dalam ASI.

5. Buanglah ASI yang tersisa setelah diberikan pada bayi, jangan


menyimpan kembali ke lemari pendingin atau dipanaskan.

6. Berikan ASI dengan menggunakan sendok kecil sesuap demi


sesuap.

media yang terbaik  untuk menyimpan ASI adalah botol dari stainless steel
(baja antikarat), namun ini tidak banyak dijual. Pilihan terbaik kedua
adalah botol yang terbuat dari gelas (kaca), dan terbaik ketiga botol
plastik. Pilihan terakhir adalah menyimpan ASI perah di dalam plastik
yang lembek, sebab akan banyak zat-zat di dalam ASI yang akan
tertinggal (menempel) pada dinding plastik, sehingga bayi akan
kekurangan zat-zat tersebut. Jadi.. media penyimpan ASI bisa
diperingkatkan sebagai berikut:
1. Botol Stainless Steel (tahan karat)
2. Botol Kaca dengan tutup tahan karat dan tertutup rapat
3. Botol Plastik BPA free
4. Botol susu yang belum BPA free tapi lulus BP POM
5. Kantong ASI
6. Kantong plastic food grade untuk menyimpan makanan

1.1.6. Reflek-reflek Penting dalam Laktasi


1. Pada Ibu
1) Refleks prolaktin
Sewaktu bayi menyusu, ujung saraf sensoris yang terdapat pada
putting susu terangsang. Rangsangan ini akan dikirim ke otak
(hipotalamus) yang akan memacu keluarnya hormon prolaktin
yang kemudian akan merangsang sel-sel kelenjar payudara untuk
memproduksi ASI. Jadi makin sering bayi mengisap, makin
banyak prolaktin yang dilepas dan makin banyak ASI yang
diproduksi. Oleh karena itu, menyusukan dengan sering adalah
cara terbaik untuk mendapatkan ASI dalam jumlah banyak.
2) Let down reflex
Keluarnya air susu karena kontraksi otot tersebut disebut "let down
reflex". Melalui refleks inilah terjadi pula kontraksi rahim yang
membantu lepasnya plasenta (ari-ari) dan mengurangi perdarahan.
Oleh karena itu setelah bayi dilahirkan, kalau keadaan
memungkinkan sebaiknya bayi segera disusukan ibunya (kontak
dini). Terjadinya refleks aliran dipengaruhi oleh jiwa ibu. Rasa
kuatir atau kesusahan akan menghambat refleks tersebut.
Sebaliknya, tidak jarang, refleks ini terjadi pula bila sang ibu
mendengar bayinya menangis, melihat foto bayinya atau sedang
teringat pada bayinya saat berada jauh dari bayinya itu.

2. Pada Bayi
1) Rooting reflex
Bila bayi baru lahir disentuh pipinya, dia akan menoleh ke arah
sentuhan. Bila bibirnya dirangsang atau disentuh, dia akan
membuka mulut dan berusaha mencari putting untuk menyusu.
Keadaan ini dikenal dengan sebutan "rooting reflex".
2) Refleks mengisap
Refleks ini terjadi bila ada sesuatu yang merangsang langit- langit
dalam mulut bayi. Jika putting susu ibu menyentuh langit- langit
belakang mulut bayi, terjadi refleks menghisap dan terjadi tekanan
terhadap daerah areola oleh gusi, lidah bayi serta langit-langit,
sehingga isi sinus laktiferus diperas keluar ke dalam rongga mulut
bayi.
3) Refleks menelan
Bila ada cairan di dalam rongga mulut, terjadi refleks menelan.

1.1.7. Langkah Menyusui yang Baik dan Benar


1. Persiapan mental dan fisik ibu setiap akan menyusui. Ibu harus dalam
keadaan tenang. Bila perlu minum segelas air sebelum menyusui.
Hindari menyusui pada keadaan lapar dan haus.

2. Sediakan tempat dengan peralatan yang diperlukan, seperti kursi


dengan sandaran punggung dan sandaran tangan, bantal untuk
menopang tangan yang menggendong bayi.
3. Sebelum menggendong bayi untuk menyusui, tangan harus dicuci
bersih. Sebelum menyusui, tekan daerah areola di antara telunjuk dan
ibu jari sehingga keluar 2-3 tetes ASI, kemudian oleskan ke seluruh
putting dan areola. Cara menyusui yang terbaik adalah bila ibu
melepaskan BH dari kedua payudaranya.
4. Susukan bayi sesuai dengan kebutuhannya ("on demand"), jangan
dijadwalkan. Biasanya kebutuhan terpenuhi dengan menyusui tiap 2-3
jam sekali. Setiap kali menyusui, lakukanlah pada kedua payudara kiri
dan kanan secara bergantian, masing- masing sekitar 10 menit.
Mulailah selalu dengan payudara sisi terakhir yang disusui
sebelumnya. Periksa ASI sampai payudara terasa kosong.
5. Setelah selesai menyusui, oleskan ASI lagi seperti awal menyusui
tadi. Biarkan kering oleh udara sebelum kembali memakai BH.
Langkah ini berguna untuk mencegah lecet.
6. Membuat bayi bersendawa setelah menyusui harus selalu dilakukan,
untuk mengeluarkan udara dari lambung supaya bayi tidak kembung
dan muntah.

1.1.8. Posisi Menyusui yang Benar


Posisi menyusui sangat menentukan bagi kenyamanan bayi dan ibu
sendiri. Baik kita tidur di rumah, berdiri, duduk, atau bahkan saat kita
sedang berada di atas kendaraan.
1. The cradle. Posisi ini sangat baik untuk bayi yang baru lahir.
Bagaimana caranya? Pastikan punggung Anda benar-benar
mendukung untuk posisi ini. Jaga bayi di perut Anda, sampai kulitnya
dan kulit Anda saling bersentuhan. Biarkan tubuhnya menghadap ke
arah Anda, dan letakkan kepalanya pada siku Anda.
2. The cross cradle hold. Satu lengan mendukung tubuh bayi dan yang
lain mendukung kepala, mirip dengan posisi dudukan tetapi Anda
akan memiliki kontrol lebih besar atas kepala bayi. Posisi menyusui
ini bagus untuk bayi prematur atau ibu dengan puting payudara kecil.
3. The football hold. Caranya, pegang bayi di samping Anda dengan kaki
di belakang Anda dan bayi terselip di bawah lengan Anda, seolah-olah
Anda sedang memegang bola kaki. Ini adalah posisi terbaik untuk ibu
yang melahirkan dengan operasi caesar atau untuk ibu-ibu dengan
payudara besar. Tapi, Anda butuh bantal untuk menopang bayi.
4. Saddle hold. Ini merupakan cara yang menyenangkan untuk menyusui
dalam posisi duduk. Ini juga bekerja dengan baik jika bayi Anda
memiliki pilek atau sakit telinga. Caranya, bayi Anda duduk tegak
dengan kaki mengangkangi Anda sendiri.
5. The lying position. Menyusui dengan berbaring akan memberi Anda
lebih banyak kesempatan untuk bersantai dan juga untuk tidur lebih
banyak pada malam hari. Anda bisa tidur saat bayi menyusu. Dukung
punggung dan kepala bayi dengan bantal. Pastikan bahwa perut bayi
menyentuh Anda.
1.1.9. Hal-hal yang perlu diperhatikan selama masa menyusui
1. Nutrisi ibu menyusui
Meskipun umumnya keadaan gizi pada ibu hanya akan mempengaruhi
kuantitas dan bukan kualitas asinya, ibu menyusui sebaiknya tidak
membatasi konsumsi makananya. Penurunan berat badan sesudah
melahirkan sebaiknya tidak melebihi 0,5 kg/minggu.Pada bulan
pertama menyusui, yaitu saat bayi hanya mendapatkan ASI saja
(”exlusive breastfeeding period”), ibu membutuhkan tambahan kalori
sebanyak 700 kkl/hari, pada 6 bulan berikutnya 500 kkal/hari dan
pada tahun kedua 400 kkal/hari. Jumlah cairan yang dibutuhkan ibu
menyusui dianjurkan minum 8 – 12 gelas perhari.

2. Istirahat
Bila laktasi tidak berlangsung baik biasanya penyabab utamanya
adalah kelelahan pada ibu.Oleh karena itu, istirahat dan tidur yang
cukup merupakan kebutuhan yang harus dipenuhi.
3. Obat – obatan
Pemakaian obat – obatan dalam masa menyusui perlu mendapat
perhatian, apakah mempunyai efek samping yang positif atau negatif
terhadap laktasi. Contoh obat yang dapat mengurangi produksi ASI
yaitu pil KB yang mengandung hormon estrogen.
4. Posisi ibu-bayi yang benar saat menyusui
Dapat dicapai bila bayi tampak menyusui dengan benar, bayi
menempel betul pada ibu mulut dan dagu bayi menempel betul pada
payudara, mulut bati membuka lebar, sebagian besar areola tertutup
mulut bayi, bayi menghisap ASI pelan-pelan dengan kuat, puting susu
ibu tidak terasa sakit dan puting terhadap lengan bayi berada pada satu
garis lurus.
5. Penilaian kecukupan ASI pada bayi
Bayi usia 0 – 4 bulan atau 6 bulan dapt dinilai cukup pemberian
ASInya bila tercapai keadaan sebagai berikut:
1) Berat badan lahir telah pulih kembali setelah bayi berusia 2
minggu

2) Kenaikan berat badan dan tinggi badan sesuai dengan kurve


pertumbuhan normal
3) Bayi banyak ngompol sampai 6 kali atau lebih dalam sehari
4) Tiap menyusui, bayi menyusu kuat (rakus).
5) Payudara ibu terasa lunak setelah disusukan dibanding
sebelumnya

6. Diluar waktu menyusui


Jangan membiasakan bayi menggunakan dot atau kempeng. Berikan
ASI dengan sendok bila ibu tidak dapat menyusui bayinya.
7. Ibu bekerja
Selama cuti hendaknya ibu menyusui bayinya terus. Jangan juga
membiasakan bayi menyusu dengan botol bila masa cuti telah habis
dan ibu harus bekerja kembali.
8. Pemberian makanan pendamping ASI
Makanan pendamping ASI hendaknya diberikan mulai usia bayi 4 – 6
bulan. BIla ibu bekerja sebaiknya makanan pendamping ASI
diberikan pada jam kerja, sehingga ASI tetap diberikan setelah ibu
berada di rumah.
9. Penyapihan
Menghentikan pemberian ASI harus dilakukan secara bertahap dengan
jalan meningkatkan frekuensi pemberian makanan anak dan
menurunkan frekuensi pemberian ASI secara bertahap dalam kurun
waktu 2 – 3 bulan.
10. Klinik laktasi
Pusat pelayanan kesehatan ibu dan anak harus memiliki pelayanan
yang dapat meyakinkan setiap ibu dalam masa menyusui bahwa ia
selalu dapat berkonsultasi untuk setiap masalah laktasi yang
dialaminy. Untuk itu perlu diadakan klinik laktasi atau tenaga terlatih
untuk membantunya pada sarana pelayanan kesehatan yang terdekat.
11. Kelompok pendukung ASI
Perlu dibina adanya kelompok pendukung ASI DI lingkungan
masyarakat, yang dapat merupakan sarana untuk mendukung ibu-ibu
di lingkungan tersebut agar berhasil menyusui bayinya, dibantu oleh
tenaga kesehatan yang ada di lingkungan tersebut. Melalui kelompok
ini, ibu-ibu menyusui dapat mengadakan diskusi dan mendapat
bantuan bila mengalami masalah dalam menyusui bayinya.

D. Masalah Dalam Laktasi


1. Payudara Bengkak (Engorgement)
Payudara terasa lebih penuh/tegang dan nyeri sekitar hari ketiga atau
keempat sesudah melahirkan akibat stasis di vena dan pembuluh limfe,
tanda bahwa ASI mulai banyak disekresi. Sering terjadi pada payudara
yang elastisitasnya kurang. Bila tidak dikeluarkan, ASI menumpuk dalam
payudara sehingga areola menjadi lebih menonjol, putting lebih datar dan
sukar diisap bayi. Kulit payudara Nampak lebih merah mengkilat, ibu
demam, dan payudara terasa nyeri sekali. Untuk pencegahan, susukan bayi
segera setelah lahir bila memungkinkan tanpa dijadwal(on demand).
Keluarkan ASI dengan tanpa/pompa bila produksi melebihi kebutuhan
bayi. Lakukan perawatan payudara pasca persalinan secara teratur.
Keluarkan sedikit ASI sebelum menyusui agar payudara lebih lembek
sehingga putting lebih mudah ditangkap/diisap bayi. Untuk mengurangi
rasa sakit pada payudara, berikan kompres dingin.
2. Kelainan Putting Susu
1. Putting susu datar. Bila areola dijepit antara jari telunjuk dan ibu jari
dibelakang putting susu, putting normal akan menonjol ke luar. Bila
tidak, berate putting datar. Saat laktasi putting menjadi lebih tegang/
menonjol karena rangsang bayi menyebabkan otot polos putting
berkontraksi. Namun, putting masih sulit ditangkap/diisap olehmulut
bayi.
2. Putting susus terpendam dan putting susu tertarik ke dalam. Dapat
terjadi pada tumor dan penyempitan saluran air susu. Kelainan ini
seharusnya diketahui sejak hamil/sebelumnya sehingga dapat
diperbaiki dengan gerakan menurut Hoffman, yaitu dengan
meletakkan kedua jari telunjuk/ibu jari di areola mammae kemudian
diurut (massae) ke arah berlawanan. Perawatan payudara pranatal
dilakukan secara teratur. Bila tidak dapat dikoreksi, ASI dikeluarkan
dengan manual/pompa, kemudian diberikan dengan
sendok/gelas/pipet.
3. Puting Susu Nyeri (Sore Nipple) dan Lecet (Cracked Nipple)
Penyebabnya adalah:

1. Putting tidak masuk ke mulut bayi sampai areola.

2. Iritasi akibat membersihkan putting dengan sabun, lotion, krim,


dll.
3. Bayi dengan tali lidah (frenulum linguae) pendek sehingga sulit
mengisap sampai areola, hanya sampai putting.
4. Menghentikan menyusu (mengisap) kutrang hati-hati.
Dapat sembuh bila teknik menyusui benar, yaitu bibir bayi
menutup areola sehingga tidak Nampak dari luar, putting diatas
lidah bayi, dan areola diantara gusi atas dan bawah.
Sebagai penatalaksanaan, jangan membersihkan puting susu
dengan sabun, alkohol, lotion, krim, dan obat-obat iritan lainnya.
Setelah selesai menyusu, melepaskan isapan bayi dengan
menekan dagu bayi atau pijithidungnya atau masukkan jari
kelingking ibu yang bersih kemulut bayi. Tetap menyusui bayi
mulai dri putting yang tidak sakit. Hindari tekanan local pada
putting dengan cara mengubah-ubah posisi menyusui.untuk
putting yang sakit, kurangi frekuensi dan lama menyusui.
Sebelum diisap, putting yang lecet diolesi es untuk mengurangi
rasa sakit. Untuk menghindari payudara bengkak, ASI
dikeluarkan dengan manual kemudian diberikan dengan
sendok,gelas, atau pipet.
Bila dengan tindakan tersebut putting tetap nyeri, cari sebab lain,
misalnya moniliasis. Putting susu lecet akan memudahkan infeksi
payudara (mastitis).

4. Saluran Air Susu Tersumbat (Obstructive Duct)

Terjadi sumbatan pada satu/lebih saluran air susu yang dapat


disebabkan tekanan jari waktu menyusui, pemakaian BH terlalu ketat,
maupun komplikasi payudara bengkak yang berlanjut sehingga ASI
dalam saluran air susu tidak segera dikeluarkan dan menjadi
sumbatan. Hal ini diatasi dengan perawatan payudara pasca persalinan
secara teratur dan gunakan BH yang menopang payudara, bukan
menekan. Keluarkan ASI dengan manual/pompa setiap selesai
menyusui bila payudara terasa penuh. Berikan kompres hangat pada
payudara sebelum menyusui untuk mempermudah bayi mengisap
putting susu. Berikan kompres dingin sesudah menyusui untuk
mengurangi rasa sakit/bengkak.

5. Radang Payudara (Mastitis)


Timbul reaksi sistemik seperti demam, terjadi 1-3 minggu setelah
melahirkan sebagai komplikasi sumbatan saluran air susu. Biasanya
diawali dengan putting susu lecet/luka. Gejala yang bisa diamati: kulit
lebih merah, payudara lebih keras serta nyeri dan bebenjol-benjol.
6. Abses Payudara
Terjadi sebagai komplikasi mastitis akibat meluasnya peradangan.
Sakit ibu tampak lebih parah, payudara lebih merah mengkilat,
benjolan tidak sekeras mastitis, tetapi lebih penuh/bengkak berisi
cairan.
7. Air Susu Ibu Kurang
Menilai kecukupan ASI bukan dari seringnya bayi menangis,ingin
selalu menyusu pada ibunya, atau payudara yang tersa kosong/lembek
meski produksi ASI cukup lancar. Melainkan dari kenaikan berat
badan bayi.
8. Bayi Bingung Putting
Terjadi karena bayi diberi susu formula dalam botol bergantian
dengan menyusu pada ibu. Mekanisme menyusu dan minum dari botol
sangat berlainan. Bayi yang minum susu botol tidak terlalu berusaha
keras karena susu dapat terus keluar tanpa diisap. Oleh sebab itu, bayi
yang terbiasa minum susu botol sulit/enggan menyusu dari ibunya.
Tanda bingung putting adalah bayi menghisap putting seperti
menghisap dot, terputus-putus/sebentar-sebentar. Bayi dapat pula
menolak menyusu ibu.
Untuk mencegah bayi bingung putting, usahakan bayi hanya menyusu
ibu dengan cara menyusui yang benar, lebih sering dan lama serta tak
terjadwal ( on demand ). Ibu perlu lebih sabar dan telaten waktu
menyusui serta melakukan perawatan payudara pasca kelahiran secara
sistematis dan teratur.
9. Bayi enggan menyusui
Penyebab bayi enggan menyusui :

1. Hidung tertup lender/ingus karena pilek sehingga sulit


menghisap/bernafas

2. Bayi dengan sariawan/moniliasis, nyeri untuk menghisap


3. Terlambat dimulaianya menyusu waktu di rumah sakit karena
tidak dirawat gabung
4. Ditinggalkan lama karena ibu sakit atau bekerja
5. Bayi binggung putting karena disamping menyusui diberi
minuman dalam botol
6. Bayi dengan prelacteal feeding atau mendapat makanan tambahan
terlalu dini
7. Teknik menyusui yang salah
8. ASI kurang lancar atau terlalu deras
9. Bayi dengan frenulum linguae (tali lidah) pendek.
Penanggulangan kasus ini adalah dengan mengajarkan ibu cara
yang baik untuk membersihkan lubang hidung bayi. Berikan
pengobatan bila mulut bayi sariawan/moniliasis. Selain itu, berikan
lebih banyak kesempatan pada ibu untuk merawat bayinya sendiri
agar lebih mengenal sifat/cirinya.

10. Bayi sering mengangis


Menangis merupakan cara bayi berkomunikasi sehingga bila seorang
bayi menanggis, pasti ada sebabnya dan perlu ditolong. Penyebab
mungkin sekali adalah lapar, kesepian, bosan, popok basah/kotor atau
sakit. 80% dari penyebab tersebut dapat ditanggulangi dengan
menyusukan bayi dan teknik menyusu yang benar.
11. Bayi berat lahir rendah (BBLR)
BBLR adalah bayi lahir dengan berat badan kurang dari 2500 grm
tanpa memperhatikan umur kehamilan. Pada BBLR sering ditemui
refleks mengisap/menelan lemah, bahkan kadang-kadang tidak ada,
bayi cepat lelah, saat menyusui sering tersedak atau malas mengisap
dll.
Penanggulangannya adalah dengan memberikan dukungan agar ibu
mau dan mampu menyusui bayinya. Usahakan agar waktu menyusui
singkat (2-3 menit), tetapi sering (tiap 1-2 jam) dan bayi selalu dalam
keadaan hangat
12. Bayi sumbing
Susukan bayi dengan sumbing palatum mole dalam posisi bayi
tegak/berdiri agar ASI tidak masuk kedalam hidung. Bila sumbing
pada bibir atas, bayi disusui sambail ibu menutup sumbing dengan jari
agar pengisapan sempurna. Bayi dengan sumbing palatum durum dan
bibir sulit menghisap putting susu dengan sempurna. ASI dapat
dikeluarkan dengan manual/ pompa kemudian diberikan dengan
sendok/pipet atau botol.
13. Laktasi pada ibu bekerja
Yang perlu diperhatikan adalah perlunya menjelaskan keuntungan
pemberian ASI sebanyak-banyaknya bagi bayi. Nasihati ibu agar
selama masu cuti, bayi memperoleh ASI sebanyak mungkin.

E. Menejement Laktasi Untuk Ibu Bekerja


Bekerja bukanlah halangan untuk memberikan ASI eksklusif. Dengan
kesungguhan, ketekunan dan komitmen penuh, kita bisa sukses menyusui 6
bulan tanpa SUFOR bahkan 2 tahun tanpa SUFOR.
Hal-hal yang harus dilakukan :
1. Perahlah ASI sebanyak si kecil minum ASI selama kita tinggal kerja.
Sebutlah kita berangkat dari rumah pk. 07.30 dan kembali pk.19.30 atau
12 jam diluar. Si kecil biasanya minum ASI setiap 2-3 jam sehingga jika
ditinggal 12 jam dia minum susu sekitar 5 kali.. Jadi perahlah ASI 5 kali
sehari. Perahan pertama yaitu dinihari seperti yang telah dilakukan sejak si
kecil berusia 1 bulan. Kedua pk. 09.00, ketiga pk. 12.00, ketiga pk. 15.00
dan keempat pk. 17.30.
2. Tetaplah memerah ASI minimal sekali sehari di hari libur dan menyusui
langsung selama kita bersama si kecil. Janganlah memberikan ASIP ketika
kita bersama si kecil.
2.5.1. Cara Memompa Asi Dengan  Breast Pump
1. Persiapan
1) Cucilah tangan dengan sabun dan peralatan memompa (breast
pump) dengan sabun khusus cuci peralatan makan bayi atau
sabun cuci piring food grade. Sterilkan peralatan pompa dengan
air minum yang mendidih, atau jika tidak ada air mendidih,
gunakan air dispenser yang panas.
2) Siapkan air minum hangat untuk diminum saat memompa
3) Bawalah foto atau handphone yang berisi foto atau video si kecil.
4) Gunakan tempat yang nyaman, bersih dan tertutup untuk
memompa. Misalnya pompalah ASI di kamar ketika kita di
rumah, ruang laktasi atau toilet yang bersih ketika di kantor atau
di luar rumah.
5) Buatlah dirimu santai, tenang dan nyaman, misalnya dengan
mendengarkan music atau bersenandung, melakukan gerakan
relaksasi  bisa membuat kita lebih santai

2. Proses memompa
1) Rakit breast pump sesuai dengan petunjuk pemakaian. Beda
breast pump beda pula cara merakitnya.
2) Buka bra lalu bersihkan puting dengan air minum dan keluarkan
sedikit ASI lalu oleskan di daerah aerola sebagai desinfektan.
3) Kompres payudara dengan air hangat agar pembuluh darah
kedaerah payudara melebar sehingga darah yang mengalir ke
payudara lebih banyak, karena bahan baku ASI adalah darah.
4) Pasang corong tepat di payudara kita, cari posisi yang tepat dan
nyaman, lalu mulailah pompa ASI dari payudara kanan dan kiri
secara bergantian sampai akhirnya sulit keluar. ASI yang pertama
keluar adalah foremilk yang berwarna putih encer. Foremilk ini
berguna untuk menghilangkan rasa haus bayi, memiliki
kandungan lemak yang rendah dan tinggi protein.
5) Jika ASI sudah sulit keluar dan belum ada tanda-tanda muncul
LDR (Let Down Reflect alias ASI “meluncur” sendirinya dengan
deras), tutuplah kembali bra, minumlah air hangat kemudian lihat
foto/video si kecil dan kilikitik puting dari luar bra lalu tunggu
sebentar sampai payudara terasa “terisi” dan mulailah kembali
memompa. Mengelitik putting dari luar bra bertujuan untuk
menstimulus agar ASI keluar, teknik yang sama dengan yang
dilakukan oleh bayi kita. Coba saja perhatikan cara si kecil
menyusu: 1) menyedot payudara dengan cepat dan memainkan
puting  2) menunggu beberapa saat 3) menyusu dengan ritme
yang lebih teratur.
6) LDR dapat muncul beberapa kali, jadi jika saat “memancing
LDR” pertama selesai dilakukan namun kita belum mencapai
target atau merasa bisa menghasilkan ASI lebih banyak, lakukan
teknik diatas berulang-ulang. Memompa ASI hingga payudara
benar-benar kosong biasanya dilakukan dalam 15-45 menit. ASI
yang keluar belakangan biasanya lebih pekat, ASI yang demikian
dinamakan hindmilk. Hindmilk mengandung lebih banyak lemak.
Semakin pekat hindmilk menunjukkan bahwa payudara kita mulai
kosong.
7) Finishing touch dilakukan dengan memerah ASI dengan tangan
untuk memastikan payudara benar-benar sudah kosong.
Memompa dengan tangan juga bertujuan untuk memijat
payudara.

3. Setelah memompa
1) Langsung alokasi ASI ke botol-botol ASIP sesuai dengan porsi
minum si kecil. Satu botol untuk sekali minum. Ini untuk
memudahkah baby sitter atau keluarga dirumah dalam
memberikan ASIP (tinggal mengganti sealing disc dengan dot)
serta untuk meminimalkan ASI terbuang. Isilah tiap botol mulai
60-120ml tergantung jumlah ASI yang biasa diminum bayi.
2) Langsung cuci kembali peralatan memompa dengan sabun cuci
botol food grade dan disimpan di tempat yang tertutup kering dan
bersih agar sewaktu-waktu akan digunakan kembali tinggal
disterilkan saja.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Laktasi adalah keseluruhan proses menyusui mulai dari ASI diproduksi
sampai proses bayi mengisap dan menelan ASI. Laktasi merupakan bagian
integral dari siklus reproduksi mamalia termasuk manusia. (Direktorat Gizi
Masyarakat, 2005)

B. Saran
Bagi keluarga agar memberi motivasi kepada ibu untuk untuk memberikan
ASInya kepada bayinya bukan menggantinya dengan susu pabrik
Bagi petugas kesehatan agar meningkatkan pelayanan dan memberikan
pelayanan secara berkesinambungan sehingga diharapkan dapat
meningkatkan derajat kesehatan ibu dan anak.
DAFTAR PUSTAKA

Bobak,Lowdermik,Jensen.2005.IV. Buku Ajar Keperawatan Maternitas.


Jakarta.EGC
FK UI.2001.III.Kapita Selekta Kedokteran.Media Aesculapius FK UI.Jakarta

Alfarisi, 2008. Fisiologi Laktasi. Diunduh Ahad, 6 September 2009; pukul 12:00
WIB

Alex, M.A. (2014). Kamus Saku Bahasa Indonesia. Jakarta: Tamer Press.
Arikunto, S. (2010). Prosedur penelitian : suatu pendekatan praktik.
Jakarta: Rineka Cipta.

Astutik, R.Y. (2014). Payudara dan Laktasi. Jakarta: Salemba Medika.

Azwar, S., Sarwono. (2007). Sikap Manusia, Teori dan Pengukurannya.


Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Balitbang Kemenkes RI. (2013). Riset Kesehatan Dasar, RISKESDAS. Jakarta:
Balitbang Kemenkes RI.

Budiman, dan Riyanto, A. (2013). Pengetahuan dan Sikap Dalam Penelitian


Kesehatan. Jakarta: Salemba Medika.

Budiyanto, Asti, A.D., Yuwono, P. (2015). Hubungan Ketersediaan Fasilitas


Penunjang Terhadap Keberhasilan Pemberian ASI Eksklusif Pada
Ibu Yang Bekerja Sebagai Tenaga Kesehatan. Diakses 19 Februari
2016,
https://ejournal.stikesmuhgombong.ac.id/index.php/JIKK/article/98.

Cadwell, K. (2011). Buku Saku Manajemen Laktasi. Jakarta: EGC.

Depkes RI. (2001). Manajemen Laktasi Buku Panduan Bagi Bidan dan Petugas
Kesehatan di Puskesmas. Jakarta: Dirjen Bina Kesehatan
Masyarakat.
,

Anda mungkin juga menyukai