Abstract
Western scholars generally failed to recognize Muslims’ contributions in science. They
mentioned the concept of a "Great Gap" of "over 500 years" in the history of economic
thought from the time of the Greek contribution until the Western renaissance. But finally,
that thesis had been corrected. Ibnu Khaldun, the Muslim scholar who lived in 14th century
was a man who had mentioned his ideas long time before Western scholars restated those
ideas. The most important contribution of Khalduns’ thought in economics was the use of this
branch of knowledge together with other branches like sociology, politics, norms and
believes to build coherent and comprehensive model in explaining the rise and fall of
civilization. This article try to trace Khalduns’ contribution in modern economic thoughts
through library research, to identify some of his thoughts which still have relevance at
present.
PENDAHULUAN
Mengaitkan pemikiran ulama Islam dengan pemikiran ekonomi Barat modern merupakan hal
yang penting untuk mendapatkan interpretasi yang lebih baik terhadap teks hasil pemikiran
para ulama, menelusuri hubungan antara pemikiran para ulama Islam dengan para pemikir
Barat dalam rangka meningkatkan pemahaman hubungan antara Islam dengan Barat
(Oslington, 1990), serta mengenali kontribusi para pemikir Islam terhadap ilmu pengetahuan.
sarjana Muslim dalam bidang ini. Umumnya mereka mengawali pembahasan dari masa
filosof Yunani dan pemerintahan Romawi, kemudian mengutip pendapat para pendeta
Kristen yang hidup pada awal era Kristen. Selanjutnya mereka lompat ke masa abad
pertengahan ketika Eropa keluar dari kegelapan, melewatkan masa senjang selama lebih dari
lima ratus tahun (Islahi, 2004). Dalam bukunya, History of Economic Analysis (1954),
Schumpeter menyebutkan terjadinya "Great Gap" yang merupakan periode yang steril dan
tidak produktif. Pandangan ini dianut pula oleh Douglass North dalam pidato
penganugerahan Nobel pada Desember 1993 dengan mengatakan: "long hiatus between the
end of the Roman Empire in the West and the revival of Western Europe approximately 500
Sun (2004) mengemukakan bahwa thesis "Great Gap" ini kemudian dibantah antara
lain oleh Essid (1987), Ghazanfar (2000), dan Hosseini (1998). Pada periode tersebut dalam
dunia Islam terjadi gerakan intelektual menerjemahkan karya-karya yang berasal Yunani.
Sejarawan Phillip Hitti mengatakan bahwa penemuan kembali mazhab Aristotelian serta
renaisans Eropa tak akan terjadi tanpa kontribusi intelektual para sarjana Islam yang mereka
lakukan ketika Eropa mengabaikan pemikiran dan ilmu pengetahuan Yunani (Sun, 2004).
Belakangan North (1996) mengoreksi kalimatnya dengan mengatakan “Following the demise
of Rome in the West there was a long hiatus until the beginning of revival in the tenth
century. With Mohammed came expansion of the Muslim world in North Africa and beyond."
Penyelidikan yang lebih dalam terhadap tulisan para ilmuwan yang berasal dari Timur
Tengah dan Afrika Utara yang hidup pada abad pertengahan menemukan kekayaan
pengetahuan teoritis dalam bidang ilmu kemanusiaan, perilaku dan sosial. Para ilmuwan
tersebut antara lain adalah Abu Yusuf (abad ke 8), Abul-Fadl Al-Dimishqi (abad ke 9), Al-
Farabi (abad ke 10), Al-Ghazali (abad ke 11), Nasiruddin Tusi (abad ke 13), Ibnu Taimiyah
(abad ke 14), dan Ibnu Khaldun (abad ke 14). Abdurrahman Ibn Khaldun dari Tunisia (1332-
1406), yang merupakan diplomat, hakim, politisi, sosiolog, dan ekonom merupakan sosok
yang terkenal. Pendekatan Ibnu Khaldun yang rasional terhadap penalaran ekonomi,
ekonomi dinilai menonjol dibandingkan dengan ilmuwan lain pada masanya (Soofi, 1995),
2
Bibliografi pertama tentang Ibnu Khaldun muncul di Eropa pertama kali tahun 1697
di Bibliothèque Orientale d'Herbelot, Paris. Ibnu Khaldun diperkenalkan kepada Barat pada
awal abad 19, ketika beberapa tulisannya diterjemahkan ke dalam bahasa Perancis oleh
bahasa Inggris tahun 1958. Dalam bidang ekonomi, atas upaya yang dilakukan terutama oleh
Abdul Qadir (1941), Nashat (1944), Issawi (1950), Spengler (1964), Boulakia (1971), Essid
(1987), dan Kuran (1987), telah membuat nama Ibnu Khaldun semakin dikenal (Abdalla,
2004; Soofi, 1995). Abdul Qadir adalah orang pertama yang menulis makalah dalam bahasa
Inggris, yang berjudul “The Social and Political Ideas of Ibn Khaldun”, sementara Nashat
adalah Ph.D pertama yang menulis tentang Ibnu Khaldun. Disertasinya berjudul “Pemikiran
Ekonomi dalam Mukadimah Ibnu Khaldun” ditulis dalam bahasa Arab, pada Universitas
pemikiran ekonomi modern melalui studi kepustakaan. Hal ini dilakukan dengan mempelajari
pendapat-pendapat para penulis tentang pemikiran beliau. Melalui tulisan ini diharapkan
dapat dikenali pemikiran Ibnu Khaldun yang masih memiliki relevansi hingga kini.
Abu Zaid Abdurrahman bin Muhammad bin Khaldun Waliyuddin Hadhramim dikenal
sebagai Ibnu Khaldun lahir di Tunisia pada tanggal 1 Ramadhan 732H/27 Mei 1332M,
berasal dari keluarga yang berpengaruh. Leluhurnya datang dari Yaman kemudian tinggal di
Spanyol pada awal pemerintahan Islam abad ke 8. Namun setelah Sevila jatuh, mereka
pindah ke Tunisia. Ibnu Khaldun mendapatkan pendidikan yang baik di bidang syariah,
logika, filsafat, tata bahasa dan susastra; semuanya itu telah membentuk dirinya menjadi
negarawan. Ia pernah memegang peran penting dalam perpolitikan di Afrika Utara dan
Spanyol sehingga ia bisa menulis analisis dan penilaian tentang peristiwa yang terjadi. Ia
3
bekerja pada penguasa Tunisia, Fez, Granada dan Biaja. Terakhir, ia bekerja di Mesir selama
24 tahun sebagai pejabat tinggi yaitu Rais Qadhi (Hakim Agung) dari mazhab Maliki serta
sebagai dosen di Universitas Al Azhar. Ibnu Khaldun wafat pada tanggal 25 Ramadhan
Ibnu Khaldun hidup pada masa peradaban Islam sedang mengalami kemunduran dan
penghancuran Baghdad dan sekitarnya oleh pasukan Mongol pada tahun 1258, tujuh puluh
lima tahun sebelum Ibnu Khaldun lahir. Dinasti Mamluk (1250-1517) yang berkuasa saat
korupsi dan pemborosan, kecuali sebentar saja pada awal masa kekuasaannya. Sebagai
muslim yang taat, ia menginginkan perubahan. Namun ia menyadari bahwa sebagai ilmuwan
hal ini tidak bisa dilakukan tanpa mengambil pelajaran dari sejarah sehingga dapat
peradaban. Maka lahirlah kitab Muqaddimah yang diselesaikan tahun 1377 (Chapra, 1999).
Muqaddimah berarti pendahuluan, yang merupakan pendahuluan dari tujuh jilid buku
yang berjudul “Kitabul Ibar wa Diwanul Mubtada wa Khabar fi Ayyamil Arab wal ‘Ajm wal
Barbar wa man ‘Asharahum min Zawi Sulthan al Akbar” (Kitab Pelajaran dan Catatan
Sebab-Akibat dalam Sejarah Arab, Persia, dan Barbar serta Para Penguasanya). Kitab ini
(daulah) dan peradaban (umran). Namun di dalamnya juga terkandung banyak pembahasan
Menurut Al-Hamdi (2006), Ibnu Khaldun menggunakan sejarah sebagai alat analisis
untuk melakukan deduksi dan membuat penjelasan tentang masalah-masalah sosial ekonomi.
Ia memiliki pemahaman yang mendalam tentang hukum sebab akibat untuk menemukan
hukum alam yang mengatur masyarakat. Dalam bidang ekonomi, Ibnu Khaldun menulis
banyak tentang hal-hal yang dikemudian hari menjadi landasan bagi teori ekonomi modern
4
mulai dari ekonomi mikro hingga perdagangan internasional. Hampir sepertiga isi
Boulakia (1971) mengemukakan bahwa Ibnu Khaldun merupakan orang yang telah
menemukan konsep pembagian pekerjaan sebelum Smith, prinsip nilai buruh sebelum
Ricardo, mengelaborasi teori populasi sebelum Malthus dan menegaskan pentingnya peran
Berikut ini adalah beberapa gagasan ekonomi Ibnu Khaldun dari segi penawaran,
PENAWARAN
Produksi
Ibnu Khaldun berpandangan bahwa nilai setiap produk sama dengan jumlah tenaga kerja
Khaldun berpandangan bahwa nilai berasal dari tenaga kerja, sebagaimana dikatakannya: “…
maka ketahuilah, bahwa modal yang digunakan dan dicari seseorang, bila diperoleh dari
pertukangan, merupakan nilai yang terealisasi dari kerjanya.” (Khaldun, 2008:449). Dalam
bagian lain dikatakannya, “Maka jelaslah, semua atau sebagian besar penghasilan dan
keuntungan, menggambarkan nilai kerja manusia” (Khaldun, 2008:450). Maka nilai tiap
produk sama dengan jumlah pekerjaan yang dilakukan untuk mewujudkannya. Dengan
demikian Ibnu Khaldun adalah penganjur teori nilai tenaga kerja. Pandangan ini dianut oleh
Namun Ali (2006) berpandangan lain. Patut dicatat bahwa teori nilai tenaga kerja
menyatakan bahwa tenaga kerja merupakan faktor fundamental dari produksi. Namun
pernyataan bahwa tenaga kerja merupakan adalah faktor utama dari produksi, tidak
menunjukkan bahwa ia penganut teori nilai tenaga kerja. Ibnu Khaldun mengatakan bahwa
5
“Keuntungan bisa juga datang tidak dengan usaha, sebagaimana hujan menumbuhkan
tanaman, dan lain sebagainya” (Khaldun, 2008:448). “Dalam jenis pertukangan tertentu,
harga bahan mentah harus diperhitungkan, umpamanya kayu dan benang dalam pertukangan
kayu dan pertenunan. Sekalipun demikian, nilai kerja tetap lebih besar dari bahan mentahnya,
karena kerja dalam kedua pertukangan ini mengambil bagian terbanyak. Dalam pekerjaan
lain dari pertukangan pun, nilai kerja harus ditambahkan kepada biaya produksi; sebab
dengan tidak adanya kerja maka tidak akan ada produksi” (Khaldun, 2008:450). Dengan
demikian Ibnu Khaldun menekankan pada pentingnya tenaga kerja tetapi juga mengakui
Dalam berbagai literatur sejarah pemikiran ekonomi dikemukakan bahwa konsep pembagian
kerja merupakan temuan Adam Smith. Namun Ibnu Khaldun telah membahas konsep ini
dengan menggunakan tiga tingkatan kegiatan ekonomi, yaitu tingkat industri, masyarakat dan
meningkatkan produksi. Ketrampilan itu ada dua macam, yaitu yang sederhana dan yang
lebih kompleks. Namun ia menjelaskan bahwa perkembangannya itu didasarkan atas tingkat
merupakan tuntutan, ia telah mencakup kehalusan dan perkembangan lebih lanjut dari
meningkatkan permintaan produk kerajinan tangan yang berbeda serta produk-produk yang
berhubungan dengannya.
penting bagi peradaban seperti kerajinan kayu dan pembuatan pakaian. Penggunaan hasil
6
produksi tersebut amat tergantung pada tingkat kemajuan peradaban. Dicontohkannya, orang
Badui menggunakan kayu untuk tiang dan pasak tenda, membuat tandu untuk tempat wanita
di atas onta, membuat lembing, busur dan panah untuk senjata. Namun orang-orang yang
hidup menetap menggunakan kayu untuk atap rumah, palang pintu maupun kursi. Setiap
bentuk produk merupakan hasil kerajinan tangan. Orang yang melakukan hal ini adalah
tukang kayu, dan mereka penting bagi sebuah peradaban. Bila peradaban menyebar dan
berkembang, masyarakat akan meminta produk dalam kuantitas dan kualitas yang lebih
bagian yang dilakukan oleh orang yang berbeda. Misalnya dalam membuat pintu atau kursi.
Untuk itu diperlukan orang yang memiliki keahlian dalam membentuk potongan kayu dan
Hal ini menunjukkan betapa Ibnu Khaldun telah menjelaskan pembagian dalam
proses membuat produk oleh orang yang berbeda untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas
produk tersebut.
Empat ratus tahun kemudian Adam Smith menjelaskan hal yang mirip dengan apa
yang diterangkan Ibnu Khaldun dengan menggunakan contoh pembuatan jarum. Yaitu,
seseorang mengambil kawat besi, yang lain meluruskannya, orang ketiga memotong, orang
pekerjaan, yaitu pembagian proses maupun pekerjaan menjadi beberapa bagian, setiap bagian
dilakukan oleh orang yang berbeda. Penjelasan Ibnu Khaldun berbeda dengan contoh Smith
tentang pembuatan jarum, dimana Ibnu Khaldun mengaitkan proses produksi dengan
7
Dalam menjelaskan pembagian kerja tingkat masyarakat, Ibnu Khaldun mengatakan
bahwa individu tidak dapat memenuhi seluruh kebutuhan hidupnya dengan usahanya sendiri.
Ia menulis, “... tak seorang pun dengan sendirian dapat memperoleh sejumlah gandum yang
dibutuhkannya untuk makanan. Namun, bila enam atau sepuluh orang, terdiri dari tukang besi
dan tukang kayu untuk membuat alat-alat, dan yang lain bertugas menjalankan sapi,
mengolah tanah, mengetam hasil tanaman dan seluruh kegiatan pertanian lainnya, …
Pekerjaan yang terkombinasi menghasilkan lebih banyak daripada apa yang dibutuhkan oleh
para pekerja.” (Khaldun, 2008:417). Hal ini menunjukkan adanya beberapa tingkatan
produksi dan untuk itu diperlukan kerjasama kelompok. Kelompok orang yang bekerja sama
akan memberikan hasil yang lebih besar dibanding bila semua dikerjakan sendiri. Dengan
demikian melalui pembagian pekerjaan dapat memberikan hasil yang lebih banyak.
Ibnu Khaldun mengemukakan bahwa surplus produksi dapat terjadi bila kebutuhan
penduduk terpenuhi. Selanjutnya surplus produksi itu dapat ditukarkan dengan barang-
barang lain dengan pihak luar negeri sehingga menciptakan perdagangan internasional.
Melalui perdagangan ini masyarakat suatu negeri dapat memupuk keuntungan sehingga
PERMINTAAN
Beik dan Arsyianti (2006) mengungkapkan pembahasan Ibnu Khaldun tentang konsep
permintaan. Apabila permintaan terhadap suatu produk meningkat, maka ketrampilan dalam
membuat produk tersebut juga akan meningkat dan semakin baik, karena membuat produk
tersebut akan memberikan keuntungan baginya. Bila banyak yang membutuhkan ketrampilan
tersebut, maka orang akan mempelajari ketrampilan tersebut sebagai mata pencarian
(Khaldun, 2008:489).
Namun bila ketrampilan tersebut tidak banyak yang meminta, produk hasil
ketrampilan tersebut penjualannya akan turun, orang tidak lagi berusaha mempelajari
8
ketrampilan itu, hingga kemudian hari ketrampilan itu akan diabaikan dan dilupakan orang.
Inilah makna ucapan Ali bin Abi Thalib yang mengatakan bahwa harga seseorang tergantung
pada keahliannya. Oleh karena itu, ketrampilan yang dikuasai seseorang merupakan ukuran
Permintaan untuk barang tertentu juga tergantung pada sejauh mana barang itu dibeli
oleh negara. Sultan dan kelompok yang berkuasa membeli dalam jumlah yang lebih besar
sutu produk meningkat (Khaldun, 2008:481). Disini nampak bahwa Ibnu Khaldun telah
menjelaskan tentang hukum permintaan, tetapi juga konsep yang dalam ekonomi modern
MEKANISME PASAR
Menurut Chapra (1999) Ibnu Khaldun telah menjelaskan pengaruh penawaran dan
permintaan dalam menentukan harga. Kenaikan dalam permintaan atau penurunan dalam
Ia berpandangan bahwa harga yang amat rendah akan merugikan bagi para pengrajin
dan pedagang, menyebabkan mereka keluar dari pasar. Sementara harga yang lebih tinggi
akan merugikan konsumen. Dengan demikian harga yang moderat yang berada diantara dua
ekstrim merupakan hal yang diinginkan karena memungkinkan para pedagang melakukan
yang berdagang barang-barang tersebut. Kenaikan harga yang melampaui batas juga
merugikan, … Kemakmuran akan terjamin dengan sebaik-baiknya oleh harga yang sederhana
9
Namun harga yang rendah diperlukan untuk barang-barang kebutuhan pokok karena
dapat dijangkau oleh orang-orang miskin yang merupakan mayoritas penduduk. “Harga-
harga yang rendah bagi hasil pertanian, dan barang-barang lain yang diperdagangkan, terpuji
hanya karena kebutuhan akan barang-barang itu sifatnya umum, dan penduduk, kaya maupun
miskin, dipaksa harus membeli makanan. Dan orang-orang yang butuh bantuan orang lain
rendah untuk barang-barang pokok itu dicapai bukan dengan menetapkan harga, karena hal
tingkat keuntungan relatif, daya upaya manusia, jumlah tenaga kerja beserta pengetahuan
dan keahlian, keadaan yang aman dan damai, perkembangan masyarakat dan kemampuan
1999).
Merupakan hal yang menarik bahwa konsep permintaan dan penawaran dalam
literatur berbahasa Inggris kemungkinan baru dijelaskan tahun 1767 oleh Sir James Steuart
1
Ilmuwan lain sebelum Ibnu Khaldun juga sudah menjelaskan tentang peran penawaran dan permintaan.
Misalnya, Ibnu Taimiyah (1328) dalam tulisannya mengatakan bahwa kenaikan dan penurunan harga tidak
selalu karena ketidak-adilan yang dilakukan oleh beberapa orang. Namun bisa juga disebabkan karena
kurangnya output ataupun impor barang yang dibutuhkan. Bila permintaan barang meningkat dan penawarannya
menurun maka harga akan naik. Bila permintaan turun dan penawaran meningkat, harga akan turun. Lima abad
sebelumnya, Al Jahiz (864) telah menulis, “segala yang tersedia di pasar akan murah karena banyak, dan akan
mahal karena kelangkaan bila ada permintaan untuk itu. Sedangkan apabila terjadi peningkatan penawaran
segala sesuatu maka harganya akan murah, kecuali kecerdasan, harganya akan mahal bila jumlahnya meningkat
(Chapra, 1999).
10
PERAN PEMERINAH
Ibnu Khaldun percaya bahwa pemerintah memainkan peran penting dalam pertumbuhan
ekonomi melalui pembelian barang dan jasa melalui kebijakan fiskal terutama pajak dan
efek pengganda, sementara pengenaan pajak dapat mengurangi produksi. Karena pemerintah
merupakan pasar yang besar bagi barang dan jasa, maka pengurangan belanja pemerintah
bukan saja mengakibatkan melambatnya aktivitas usaha dan penurunan laba namun juga
penurunan pendapatan pajak. Makin banyak belanja pemerintah, makin baik dampaknya bagi
ketertiban, menegakkan aturan, dan menstabilkan politik. Tanpa keteraturan dan stabilitas
Dampak pajak terhadap insentif berusaha dan produktivitas diterangkan Ibnu Khaldun
melalui konsep perpajakan optimum. Ibnu Khaldun menjelaskan bahwa faktor terpenting
dalam membuat kemajuan usaha adalah meringankan sedapat mungkin beban pajak, sehingga
dapat mendorong pengusaha bekerja lebih keras. Bila beban pajak lebih ringan, orang akan
mendapatkan dorongan untuk lebih aktif dalam bekerja. Dunia usaha akan berkembang,
akibatnya pendapatan pajak juga akan naik karena lebih banyak orang yang memiliki
Pada tahun 1978 Jude Wanniski memperkenalkan istilah Laffer curve yang
merupakan teori dari Arthur B. Laffer (Laffer, 2004) yang menyatakan bahwa pendapatan
pajak akan mencapai titik maksimum bila tarif yang dikenakan dibawah 100 persen. Bila
tarif pajak sama dengan nol, tidak ada pendapatan pajak yang diterima oleh pemerintah.
Tetapi bila tarif pajak sebesar 100% maka pendapatan pajak juga akan nihil karena tidak ada
masyarakat yang mau bekerja kemudian pendapatannya semua untuk membayar pajak.
Dengan demikian masyarakat mau bekerja pada tarif antara 0 hingga 100 persen (Lipsey,
11
1981:448). Laffer sendiri menyatakan bahwa kurva Laffer bukan ditemukan olehnya sendiri,
ia mengutip pemikiran dari Ibnu Khaldun dan John Maynard Keynes (Laffer, 2004).
pendapatan pajak, yang berakibat pada berkurangnya belanja pemerintah. Karena pemerintah
penjualan yang dilakukan oleh dunia usaha sehingga labanya berkurang. Akibat berikutnya
adalah berkurangnya penerimaan pajak (Chapra, 1999). Ini sejalan dengan pandangan
Keynes pada awal tahun 1930an yang merekomendasikan agar perekonomian tidak
diserahkan begitu saja pada mekanisme pasar; hingga pada batas tertentu peran pemerintah
Ibnu Khaldun mengembangkan teori yang komprehensif tentang siklus dinasti, menjelaskan
bagaimana terjadinya perubahan dalam seluruh aspek kehidupan masyarakat pada masa
kebangunan, puncak, penurunan, dan kehancuran dinasti penguasa (Alrefai & Brun, 1994).
Perkembangan peradaban merupakan kontinum dari badawah (gaya hidup suku-suku) pada
satu kutub dan hadarah (gaya hidup menetap) pada kutub yang lain. Dalam sistem Badawah,
masyarakat kecil terikat bersama oleh ikatan keluarga, budaya dan agama. Lembaga yang
tercipta atau terorganisir bersifat sederhana namun efektif dalam mengakomodasi kegiatan
ekonomi. Agama mengatur standar perilaku para pemain sementara struktur politik maupun
Sebagai hasil dari surplus produksi akibat pembagian kerja dan spesialisasi, maka
interaksi dan jaringan ekonomi berkembang. Dengan demikian akan semakin dibutuhkan
hubungan yang semakin kuat dan terstruktur sehingga dapat memanfaatkan peluang yang
ada. Soliditas sosial ini dibutuhkan untuk mendorong kegiatan ekonomi, disamping itu hasil
12
yang diperoleh dari kegiatan ekonomi akan memperkuat ikatan sosial sehingga membentuk
sinergi. Ibnu Khaldun menggunakan istilah ashabiyah untuk menjelaskan adanya perasaan
kelompok dan kekuatan yang timbul dari kesatuan kepentingan sosial, politik dan ekonomi.
(Khalid, 2006)
Menurut bahasa Arab istilah ashabiyah memiliki dua makna (Chapra, 1999). Yang
pertama adalah kebaikan dan kesesuaian dengan konsep persaudaraan dalam Islam. Hal ini
mendorong orang bekerjasama atas dasar kesamaan tujuan, menahan hawa nafsu dan
memenuhi kewajiban terhadap pihak lain sehingga menciptakan keseimbangan sosial dan
merupakan faktor penting dalam mengembangkan peradaban. Arti yang lain adalah loyalitas
kelompoknya tanpa peduli apakah kelompoknya itu benar atau salah, sehingga
mengakibatkan timbulnya sikap tidak adil, saling benci dan pertentangan. Kedua makna
(mengerjakan) kebajikan dan taqwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan
pelanggaran” (QS. 5:2). Ibnu Khaldun menggunakan kata ashabiyah untuk makna yang
seringkali dinilai dari susunan struktur kekuasaannya. Potensi dan daya gunanya tergantung
bijaksana. Sedangkan yang ketiga adalah agama, yang merupakan faktor yang sangat kuat
dalam kehidupan sosial dan mendorong kesatuan pemikiran dan tindakan diantara para
13
pengikutnya. Otoritas dalam masyarakat berkembang dari yang berdasarkan moral dan
dipandang sebagai pergerakan dari kutub ekstrim yang satu (tabu, adat istiadat dan tradisi) ke
kutub yang lain (konstitusi), yang didorong oleh terjadinya peningkatan spesialisasi dan
yang pertama adalah kemewahan dan korupsi. Orang cenderung pada kehidupan berfoya-
ketidak-adilan ekonomi seperti pelanggaran hak milik, kegiatan ekonomi mencari rente dan
lain-lain yang kian hari kian bertambah. Untuk melanggengkan kekuasaan, penguasa
menyewa tentara atau menambah struktur birokrasi. Untuk pembiayaannya dilakukan dengan
meningkatkan pajak sehingga meningkatkan biaya transaksi usaha. Akibatnya kegiatan usaha
Studi Murrel dan Olson (Khalid, 2006) menunjukkan bagaimana institusi yang
sedianya dikembangkan untuk mendukung rejim yang otoriter, akan memerlukan informasi
yang semakin besar yang diperlukan untuk mengontrol dan mempertahankan diri dari
serangan terhadap kekuasaan. Untuk itu maka mesin birokrasi dikembangkan, terjadi kolusi
tertekan kemudian perilakunya menyimpang menjadi tidak jujur dan tidak amanah. Dalam
hal ini Levi (Khalid, 2006) mengemukakan hubungan antara ketiadaan kepercayaan sebagai
akibat dari hilangnya ashabiyah dengan kinerja ekonomi. Jika seseorang tidak percaya
bahwa pihak lain akan memenuhi janji, maka tak ada alasan yang rasional bagi orang tersebut
untuk melakukan kerjasama. Seseorang yang salah dalam mempercayai orang lain, akan
14
menderita kerugian. Ketidak-percayaan akan menyebabkan orang tidak berbuat apa-apa, atau
mungkin saja melakukan perbuatan yang positif, namun tindakannya penuh hati-hati
terhadap pihak lain yang tidak dipercaya. Ketidak-percayaan dapat menyebabkan seseorang
memutuskan untuk tidak mengambil risiko, atau membuat orang tersebut dalam keadaan
rentan terhadap risiko. Ketidak-percayaan dapat membuat perasaan takut dikhianati sehingga
frustrasi, para elit penguasa berusaha memelihara stabilitas politik dalam rangka
mempertahankan kepentingan ekonomi mereka. Untuk itu mereka membangun birokrasi dan
kebijakan untuk melindungi kroni-kroni dan program-program mereka, tentu saja dengan
biaya yang tinggi. Akibatnya terjadi ekonomi biaya tinggi yang menyebabkan negara tersebut
tidak kompetitif. Inilah yang terjadi di Indonesia pada masa pemerintahan Orde Baru.
menjelaskan kemajuan dan kemunduran suatu peradaban atau perkembangan dan penurunan
keadaan perekonomian, dimana kedua hal tersebut saling bergantung. Chapra mengutip Ibnu
hikamiyah), yang satu sama lain saling berpaut erat. Prinsip-prinsip ini bersifat interdisipliner
dan dinamis. Penyebab kemunduran suatu peradaban bukan karena satu sebab tetapi
disebabkan oleh variabel-variabel sosial, ekonomi dan politik seperti Syariah (S), kekuatan
15
politik (G), manusia (N), kekayaan atau ketersediaan sumber daya (W), pembangunan (g) dan
Semua variabel itu saling bergantung, satu sama lain saling mempengaruhi. Bila salah
satu variabel terpicu, varabel-variabel lainnya dapat bereaksi, dapat pula tidak. Bila variabel
lain tidak berreaksi pada arah yang sama, maka kemunduran pada salah satu sektor tidak
menyebar ke yang lain, sektor tersebut dapat diperbaiki, atau kemunduran suatu peradaban
melambat. Namun bila sektor-sektor yang lain berreaksi dengan arah yang sama, maka
membedakan antara sebab dan akibat. Lingkaran sebab-akibat ini digambarkan oleh Chapra
sebagai berikut.
Perhatian utama Ibnu Khaldun adalah menjelaskan maju mundurnya sebuah dinasti
(negara) atau peradaban. Menurutnya kekuatan dan kelemahan suatu dinasti tergantung pada
kekuatan dan kelemahan otoritas politik. Otoritas politik (G) harus menjamin kepentingan
rakyat (N) dengan menyediakan lingkungan yang kondusif bagi pembangunan (g) dan
keadilan (j) melalui implementasi syariah (S), pertumbuhan dan distribusi kekayaan (W)
yang adil.
pendidikan sehingga kualitas sumber daya manusia (N) turun, bisa karena kelemahan
16
ekonomi (W) karena diterapkannya sistem ekonomi (S) yang salah, atau nilai-nilai dan
lembaga masyarakat yang tidak sejalan dengan nilai-nilai yang dibutuhkan untuk
pembangunan.
Nilai-nilai syariah (S) dapat berperan untuk mengaktifkan seluruh faktor peradaban
menuju arah yang positif (Chapra, 2006). Untuk itu nilai-nilai tersebut dapat diterjemahkan
melalui objektivisasi sehingga dapat diintrodusir dan diterima oleh masyarakat luas. Yang
dimaksud objektivisasi nilai-nilai Islam adalah proses transposisi konsep atau ideologi dari
wilayah personal-subjektif ke ranah publik objektif; dari ranah internal merambah ke wilayah
eksternal, agar bisa diterima secara luas oleh publik. Agar dapat diterima di wilayah publik
maka nilai-nilai tersebut mesti memenuhi kriteria-kriteria tertentu seperti: kesesuaian dengan
konteks dari segi ruang dan waktu; mempunyai hubungan rasional-organik; memenuhi rule of
the game; memenuhi prinsip pluralitas dan kehidupan bersama (non-diskriminatif) serta
resolusi konflik agar konsep dan ide tadi memenuhi prinsip keadilan publik (Azra, 2008).
17
SIMPULAN
Ibnu Khaldun merupakan salah satu diantara banyak pemikir Islam yang telah memperkaya
khazanah keilmuan dalam bidang ekonomi. Meski Ibnu Khaldun hidup setelah masa the “the
Great Gap”, namun pemikirannya merupakan hasil kristalisasi dari para pemikir Muslim
sebelumnya. Thesis the “the Great Gap” tersebut kini telah terbantahkan.
Ibnu Khaldun hidup pada masa kemunduran peradaban Islam. Perhatiannya pada
orang dari berbagai bidang ilmu, termasuk bidang ilmu ekonomi. Ia adalah seorang pengamat
yang cermat mengenai fenomena-fenomena ekonomi, sosial, politik dan sejarah pada
masanya dan masa sebelumnya. Ia mampu mengidentifikasi dan menjelaskan hubungan antar
Tulisan ini telah menunjukkan bahwa teori-teori dari para pemikir ekonomi hingga kini
ternyata banyak memiliki kemiripan dengan pemikiran ekonomi Ibnu Khaldun, sehingga
Ibnu Khaldun yang selama ini dikenal sebagai father of sociology oleh sebagian pakar
diusulkan sebagai father of economics (Boulakia, 1971; Al-Hamdi, 2006; Oweiss, 1988;
Islahi, 2005, Bartkus & Hassan, 2007). Pemikiran Ibnu Khaldun tentang ekonomi mampu
melampaui jamannya, teruji oleh sejarah, dan masih tetap relevan hingga saat ini.
Bagi bangsa Indonesia yang sedang berusaha keluar dari krisis multi dimensi,
pemikiran Ibnu Khaldun dapat dijadikan inspirasi. Konsep ashabiyah dalam makna yang
positif serta kerangka berpikir kalimat hikamiyah kiranya dapat menjadi dasar bagi penelitian
Namun demikian perlu dicatat bahwa penelitian ini terutama bersumber pada
pendapat berbagai penulis tentang karya Ibnu Khaldun, disamping itu penulis menggunakan
18
buku Muqaddimah terjemahan bahasa Indonesia sebagai rujukan, sehingga kemungkinan
19
Daftar Pustaka
Abdalla, Mohamad. 2004. The Fate of Islamic Science Between the Eleventh and Sixteenth
Centuries: A Comprehensive Review of Scholarship from Ibn Khaldun to the Present.
Humanomics. Patrington. Vol. 20, Iss. 3/4; pg. 26.
Al-Hamdi, Mohamed Talib. 2006. Ibn Khaldun: The Father of the Division of Labor.
International Conference on Ibn Khaldun in Madrid , Spain November 3-5, 2006 hold
by the Islamic Research and Training Institute in collaboration with Univerisdad
Nacional de Education a Distance (UNED), and the Islamic Culture Center of Madrid.
Dalam http://www.uned.es/congreso-ibn-khaldun/ponencia.htm
Ali, Salman Syed. August 2006. Economic Thought of Ibn Khaldun (1332—1406 A.D.).
IRTI, Islamic Development Bank.
Alrefai, Ahmed & Brun, Michael. 1994 Ibn Khaldun: dynastic change and its economic
consequences. From: Arab Studies Quarterly (ASQ). Dalam
http://www.encyclopedia.com/doc/1G1-16502941.html
Bartkus, James R. & M. Hassan, Kabir. 2007. Ibn Khaldun and Adam Smith: Contributions
to the Theory of the Division of Labor and Modern Economic Thought. International
Islamic University Malaysia. International Conference on Ibn Khaldun in Madrid,
Spain November 3-5, 2006 hold by the Islamic Research and Training Institute in
collaboration with Univerisdad Nacional de Education a Distance (UNED), and the
Islamic Culture Center of Madrid. Dalam http://www.uned.es/congreso-ibn-
khaldun/ponencia.htm
Beik, Irfan Syauqi & Arsyianti, Laily Dwi. 2006. Ibn Khaldun’s Contribution on Modern
Economics Development An Analysis based on Selected Economic Issues.
International Conference on Ibn Khaldun in Madrid, Spain. November 3-5, 2006 hold
by the Islamic Research and Training Institute in collaboration with Univerisdad
Nacional de Education a Distance (UNED), and the Islamic Culture Center of Madrid.
Dalam http://www.uned.es/congreso-ibn-khaldun/ponencia.htm
Boulakia, Jean David C. 1971. Ibn Khaldun: A Fourteenth-Century Economist. The Journal
of Political Economy, Vol. 79, No. 5., pp. 1105-1118.
20
Chapra, M. Umer. 1999. Socioeconomic and Political Dynamics in Ibn Khaldun’s Thought.
The American Journal of Islamic Social Sciences Vol. 16, No. 4, Winter, pp.17-38.
Chapra, M. Umer. 2004. Book Reviews Published by EH.NET. S.M. Ghazanfar, editor,
Medieval Islamic Economic Thought: Filling the Great Gap in European Economics.
London: Routledge/Curzon, 2003. xv + 284 pp. ISBN: 0-415-29778-8.
Chapra, M.Umer. 2007. Ibn Khaldun’s theory of development: Does it help explain the low
performance of the present-day Muslim world? The Journal of Socio-Economics,
doi:10.1016/j.socec.2006.12.051
Humphrey, Thomas M. 1992. Marshallian Cross Diagrams and Their Uses Before
Alfred Marshall: The Origins of Supply and Demand Geometry. Economic Review.
(Federal Reserve Bank of Richmond). Richmond. Vol. 78, Iss. 2; pg. 3, 21 pgs.
Islahi, Abdul Azim. 2004. Contributions Of Muslim Scholars To Economic Thought and
Analysis (11-905 A.H./632-1500 A.D.), Islamic Economics Research Centre King
Abdulaziz University Jeddah, Saudi Arabia.
Khalid, Haniza. 2007. Comparing Ibn Khaldun and The New Institutional Economics.
International Islamic University Malaysia. International Conference on Ibn Khaldun in
Madrid, Spain November 3-5, 2006 hold by the Islamic Research and Training Institute
in collaboration with Univerisdad Nacional de Education a Distance (UNED), and the
Islamic Culture Center of Madrid. Dalam http://www.uned.es/congreso-ibn-
khaldun/pdf/05%20Haniza%20Khalid.pdf
21
Khaldun, Ibnu. 2008. Muqaddimah. Diterjemahkan oleh Ahmadie Thoha. Cetakan ketujuh,
Maret 2008. Jakarta: Pustaka Firdaus.
Laffer, Arthur B. June 1, 2004. The Laffer Curve: Past, Present, and Future. Backgrounder
No. 1765. Dalam www.heritage.org/research/taxes/bg1765.cfm
North, Douglass C. 1993. Economic Performance Through Time– Prize Lecture. Lecture to
the memory of Alfred Nobel, December 9, 1993.
North, Douglass C. 1996. Where Have We Been and Where Are We Going? Washington
University, St. Louis. Dalam http://129.3.20.41/eps/eh/papers/9612/9612001.html
Oslington, Paul. Economic Thought and Religious Thought: A Comment on Ghazanfar S.M.
and Azim Islahi A. (1990) "Economic Thought of an Arab Scholastic: Al Ghazali"
History of Political Economy vol 22 pp381-403.
Oweiss, Ibrahim M. Abstracts: Ibn Khaldun, The Father Of Economics. Atlantic Economic
Journal; Sep 1988; 16, 3; Abi/Inform Global. Pg. 63.
Soofi, Abdol S. 1995. Economics of Ibn Khaldun Revisited", History of Political Economy,
Vol. 27, No. 2:387-404 (1995) Department of Economics, University of Wisconsin.
Dalam http://www.uwplatt.edu/~soofi/khaldun2.pdf
Sun, Guang-Zhen. 2004. The Economics of Division of Labor from Xenophon to Hayek
(1945): A Review of Selected Literature. Dalam
https://www.worldscientific.com/economics/etextbook/5728/5728_chap1.pdf
(Jahja, 2009)
Cite:
Jahja, A. S. (2009). Mengenali Kontribusi Ibnu Khaldun terhadap Pemikiran Ekonomi.
Jurnal Ekonomi Dan Keuangan Syariah Amwaluna, 1(1), 61–75.
22