Anda di halaman 1dari 12

e-Journal SMA Negeri 3 Denpasar Tahun 2020

Kombinasi Serat Rumput Ilalang (Imperata cylindrical) dan Kolagen


Tulang Ayam (Gallus gallus domesticus) Sebagai Membran Dekolorisator
Pewarna Napthol Pada Limbah Cair Industri Endek Bali

Ni Luh Putu Arista Supadmi, Made Rai Rahayu, S.Pd, M.Si

Kelas XII MIPA 5


SMA Negeri 3 Denpasar
2020
Email : aristasupadmi1@gmail.com, rairahayu87@gmail.com

Abstrak
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk (1) mengetahui pengaruh perbandingan komposisi
selulosa rumput ilalang dan kolagen tulang ayam terhadap struktur dan morfologi membran
yang dihasilkan dan (2) mengetahui pengaruh perbandingan komposisi selulosa rumput ilalang
dan kolagen tulang ayam terhadap kemampuan membran sebagai dekolorisator limbah pewarna
naphtol pada industri tenun endek Bali. Metode pengumpulan data yang digunakan adalah
melalui studi literatur, studi laboratorium, eksperimen, dan observasi. Tahapan penelitian
dimulai dari pengambilan sampel, ekstraksi selulosa rumput ilalang, ekstraksi kolagen tulang
ayam, sintesis membran, preparasi napthol, uji morfologi membran dengan SEM, uji kuat tarik
(Tensile Strength), uji FTIR, uji densitas, uji fluks, dan uji koefisien rejeksi membran terhadap
pewarna napthol. Hasil penelitian menunjukkan semakin banyak kolagen yang ditambahkan,
maka membran akan memiliki morfologi lebih halus dan struktur lebih kuat. Hasil uji SEM
menunjukkan membran dengan penambahan kolagen terbanyak (0,15 g) memiliki morfologi
paling halus dengan nilai kuat tarik sebesar 5,82 N/mm2. Hasil uji FTIR menunjukkan semakin
tinggi kolagen yang digunakan terlihat puncak pada panjang gelombang 1591 cm-1 semakin
tajam. Hasil uji densitas juga menunjukkan bahwa membran dengan kolagen terbanyak
memiliki kepadatan yang lebih tinggi dengan nilai fluks sebesar 4,58 L/m2 . jam serta nilai
koefisien rejeksi membran meningkat seiring ditambahkannya konsentrasi kolagen. Secara
umum ditunjukkan bahwa komposisi selulosa dan kolagen pada perbandingan 10:1
menghasilkan membran dengan morfologi dan struktur yang lebih halus dan lebih kuat.
Semakin tinggi konsentrasi kolagen yang digunakan meningkatkan kemampuan membran
dalam memisahkan partikel pewarna napthol.
Kata Kunci : Membran, Selulosa, Kolagen, Pewarna Naphtol
Abstract
The purpose of this research is (1) to evaluate the effect of the composition ratio of
Imperata cylindrica cellulose to collagen on morphological and structure membrane and (2) to
evaluate the effect of the composition ratio of Imperata cylindrica cellulose to collagen on
membrane ability as a decolorizer of naphtol dye wastewater. The data collection method used
is through literature studies, laboratory studies, experiments, and observations. The research
stages started from sampling, extraction of Imperata cylindrica cellulose, extraction of chicken
1
e-Journal SMA Negeri 3 Denpasar Tahun 2020

bone collagen, membrane synthesis, napthol preparation, membrane morphology test with
SEM, tensile strength test, FTIR test, density test, flux test, and membrane rejction coefficient
test against napthol dye. The results showed the more collagen added, the membrane will have
a smoother morphology and stronger structure. SEM test results showed the membrane with
the most collagen addition (0.15 g) had the smoothest morphology with a tensile strength value
of 5.82 N/mm2. FTIR test results showed the higher collagen used was seen peaking at a
wavelength of 1591 cm-1 the sharper. The density test results also showed that the membrane
with the most collagen had a higher density with a flux value of 4.58 L/m2 . hours as well as
the value of the membrane rejection coefficient increases as collagen concentrations are added.
It is generally shown that the composition of cellulose and collagen at a ratio of 10:1 produces
membranes with morphology and a smoother and stronger structure. The higher the
concentration of collagen used improves the membrane's ability to separate napthol dye
particles.
Keywords: Membrane, Cellulose, Collagen, Naphtol Dye

PENDAHULUAN lebih cepat, dan warna yang dihasilkan juga


lebih cerah.
Bali merupakan salah satu tempat
yang memiliki kebudayaan dan wisata alam Tingginya pemakaian zat pewarna
yang sangat terkenal di Indonesia dan pada kegiatan industri membawa dampak
menjadi daya tarik pariwisata. Hal ini pada peningkatan jumlah bahan pencemar
dibuktikan dengan kunjungan wisatawan dalam limbah cair yang dihasilkan
meningkat tiap tahun (Dinas Pariwisata (Nugroho, 2005). Sekitar 10.000 jenis
Provinsi Bali, 2010). Di Bali terdapat pewarna digunakan pada industri tekstil dan
beberapa jenis kain tenun ikat salah satunya lebih dari 7 x 10 5 ton bahan pewarna
adalah endek. Kain endek adalah kain tenun diproduksi setiap tahunnya. Selama proses
ikat yang cara pembuatannya dengan pewarnaan, 10–15 % dari zat warna tekstil
memberikan motif pada benang pakan yang digunakan akan terbuang bersama
sebelum ditenun (Arnata, 2008). Proses limbah (Selvam dkk., 2003).
pembuatan kain endek sendiri dilakukan
Meskipun memiliki keuntungan yang
dengan memberi motif pada benang yang
lebih praktis, pewarna napthol nyatanya
biasanya menggunakan pewarna alami dan
merupakan salah satu pencemar organik
bersifat ramah lingkungan (Putra, 2014).
yang bersifat non biodegradable. Zat warna
Seiring dengan perkembangan pangsa
tekstil umumnya dibuat dari senyawa azo
pasar, endek dengan warna-warni yang
dan turunannya yang merupakan gugus
mencolok semakin digemari oleh
benzena. Senyawa azo bila terlalu lama
konsumen. Namun, tuntutan tersebut
berada di lingkungan akan menjadi sumber
nyatanya tidak dapat dipenuhi oleh para
penyakit karena sifatnya karsinogen dan
penenun yang menggunakan pewarna
mutagenik yang dapat menyebabkan
alami, dikarenakan memerlukan waktu
kerusakan lingkungan apabila jumlahnya
pencarian warna dan pencelupan kain yang
berlebih, terutama dalam bentuk limbah
lama. Hal tersebut menyebabkan mulai
cair yang biasanya dialirkan menuju daerah
berkembangnya industri endek dengan
perairan. Limbah pewarna napthol di
pewarna sintetik yang lebih praktis tanpa
perairan bersifat toksik terhadap biota
perlu mencari zat warna, proses pencelupan
perairan yang berakibat pada kerusakan
2
e-Journal SMA Negeri 3 Denpasar Tahun 2020

ekosistem. Tidak hanya itu, terlepasnya zat Ilalang (Imperata cylindrica (L.)
warna tersebut ke dalam badan air akan Beauv) merupakan tumbuhan rumput
menghalangi penetrasi sinar matahari ke menahun yang tersebar hampir di seluruh
dalam air, mempengaruhi proses belahan bumi dan dianggap sebagai gulma
fotosintesis pada tumbuhan serta pada lahan pertanian. Menurut Garrity dkk.,
berpengaruh pula pada tatanan suatu (1997), di wilayah Asia Tenggara dapat
ekosistem (Hajati dkk., 2014). Beberapa dijumpai sekitar 35 juta ha dan sekitar 8,5
dampak negatif yang timbul akibat juta ha tersebar di Indonesia. Dilihat dari
keberadaan pewarna yang melebihi ambang kandungan kimianya, gulma tersebut
batas yaitu terjadinya iritasi mata, kulit, mengandung bahan lignoselulosa yang
gangguan saluran pernapasan bahkan dapat cukup tinggi terdiri dari selulosa,
menimbulkan kematian (Yuningrat dkk., hemiselulosa, dan lignin. Komposisi
2018). Selain itu zat warna sintetik juga kandungan kimia tersebut antara lain α-
bersifat karsinogenik dan dapat selulosa 40,22%, holoselulosa 59,62%,
menyebabkan kanker (Hazza dan Hussein, hemiselulosa 18,40%, dan lignin 31,29 %
2015). Oleh karena itu perlu dicari alternatif (Sutiya dkk., 2012). Tingginya kandungan
efektif untuk menguraikan limbah tersebut selulosa dalam ilalang berpotensi untuk
(Christina, 2007). dikembangkan sebagai bahan baku
pembuatan membran.
Berbagai solusi sudah banyak
dikembangkan untuk mengendalikan Pemanfaatan serat ilalang perlu
limbah cair yang mengandung pewarna dikombinasikan dengan bahan baku yang
sintetik sebelum dibuang ke perairan, salah mengandung polimer lain untuk
satunya adal ah dengan memanfaatkan meningkatkan efektifitas penyerapan oleh
teknologi membran. Membran adalah membran, yaitu berupa polimer kolagen.
selaput semipermeabel yang dapat Pada penelitian yang dilakukan oleh Zhang
memisahkan komponen dalam suatu dkk., (2015) kolagen dari kulit sapi dan
campuran berdasarkan sifat fisik atau sifat kristalin selulosa dapat membentuk suatu
kimianya (Suseno dkk., 2003). Membran ikatan yang lebih kuat. Selain itu, pada
berfungsi sebagai penghalang tipis untuk penelitian Zhang dkk., (2014) dijelaskan
memisahkan antara 2 fasa, yang dapat pula bahwa sintesis kolagen dari kulit sapi
melewatkan komponen tertentu dan dan mikrokristalin selulosa dapat
menahan komponen lain dari suatu aliran membentuk membran dengan permukaan
fluida melalui membran (Mulder, 1996). yang lebih halus, serta memiliki pori lebih
Keunggulan proses membran dibandingkan rapat dan ukuran lebih kecil. Ukuran pori
proses pemisahan lainnya adalah tidak yang lebih kecil pada membran memiliki
memerlukan pengubahan fase medium, keuntungan tersendiri, yaitu menyebabkan
proses berlangsung cepat, cara terjadinya peningkatan koefisien rejeksi
pengoperasian sederhana, mudah dalam terhadap zat terlarut dalam fluida (Suseno
penggandaan skala, tidak memerlukan dkk., 2003).
ruang yang besar, dan mendapatkan
Terdapat 19 jenis kolagen, yaitu tipe I
permeat dengan kualitas sangat baik. Dalam
sampai XIX. Tipe I, II, III, dan V adalah
sintesisnya, membran dapat dibuat dari
kolagen fibrous. Kolagen tipe I ditemukan
berbagai jenis polimer alami seperti
di semua jaringan ikat, termasuk kulit dan
selulosa ilalang dan kolagen tulang ayam.
tulang. (Jongjareonrak dkk., 2005). Tipe I
3
e-Journal SMA Negeri 3 Denpasar Tahun 2020

ini banyak ditemukan pada kulit, tulang, Sebagai Membran Dekolorisator Pewarna
dan sisik ikan, sementara kolagen tipe V Napthol Pada Limbah Cair Industri Endek
terdapat pada jaringan ikat dalam kulit, Bali”
tendon, dan otot ikan yang juga
Tujuan dari penelitian ini adalah
mengandung kolagen tipe I (Nagai dkk.,
untuk (1) mengetahui pengaruh
2004). Kolagen komersial biasanya
perbandingan komposisi selulosa rumput
diperoleh dari kulit sapi, kulit babi, atau
ilalang dan kolagen tulang ayam terhadap
kulit ayam (Aberoumand, 2012). Kolagen
struktur dan morfologi membran yang
yang berasal dari sisik ikan dapat digunakan
dihasilkan dan (2) mengetahui pengaruh
untuk menyembuhkan luka bakar dan
perbandingan komposisi selulosa rumput
perbaikan jaringan (Gelse dkk., 2003).
ilalang dan kolagen tulang ayam terhadap
Pemilihan tulang ayam dikarenakan kemampuan membran sebagai
di Indonesia tingkat konsumsi ayam sangat dekolorisator limbah pewarna naphtol pada
tinggi dengan jumlah konsumsi mencapai industri tenun endek Bali.
2,1 ton per tahun dan terus mengalami
METODE
peningkatan (BPS, 2018). Tetapi dengan
jumlah konsumsi ayam yang tinggi, limbah Penelitian ini dimulai dari
tulang ayam yang dihasilkan tersebut belum pembuatan proposal, pengajuan hingga
dimanfaatkan secara maksimal. Tulang pelaksanaan penelitian dari Juli-Oktober
ayam memiliki kandungan air sebesar 1,8- 2020. Adapun penelitian dilakukan di
44,3%, lemak 1,2 - 26,9%, kolagen 15,8 - beberapa tempat berbeda, yaitu (1)
32,8%, dan zat anorganik 28,0 - 56,3% Laboratorium Kimia SMA Negeri 3
Denpasar sebagai lokasi ekstraksi selulosa,
(Retno, 2012). Dengan kandungan kolagen
ekstraksi kolagen, sintesis membran, dan
yang cukup tinggi, maka limbah tulang
preparasi larutan naphtol. (2) Laboratorium
ayam sangat berpotensi untuk dijadikan
Fisika SMA Negeri 3 Denpasar lokasi
bahan baku pembuatan membran. pengujian kerapatan atau densitas membran
Pemanfaatan ini akan memberikan dampak dan uji nilai fluks membran. (3)
positif terhadap penanggulangannya Laboratorium Fakultas Teknologi Pertanian
sebagai limbah mengingat konsumsi daging Universitas Udayana sebagai lokasi uji
ayam di restoran- restoran umum atau cepat koefisien rejeksi terhadap pewarna napthol
saji serta dalam industri katering cukup dengan spektofotometer UV-Vis. (4)
besar (Darmayanto, 2009). Integrated Laboratory of Bioproducts
(iLaB), Pusat Penelitian Biomaterial LIPI
Berdasarkan pemaparan diatas, maka sebagai lokasi pengujian morfologi
penulis tertarik untuk meneliti lebih lanjut membran dengan Scanning Electron
mengenai sintesis membran dari selulosa Microscope (SEM), uji kuat tarik dengan
rumput ilalang dan kolagen tulang ayam UTM, dan uji jenis ikatan pada membran
yang selanjutnya akan diaplikasikan dengan FTIR.
sebagai material membran (dekolorisator)
Penelitian ini menggunakan metode
pewarna napthol pada limbah cair industri
penelitian eksperimen. Desain eksperimen
endek Bali. Dari penjelasan di atas maka menggunakan Rancangan Acak Lengkap
penulis ingin membuat suatu penelitian (RAL) dengan menggunakan 4 perlakuan,
yang berjudul “Kombinasi Serat Rumput yakni P0 (Kombinasi membran dengan
Ilalang (Imperata cylindrical) dan Kolagen campuran 1,5 gram selulosa asetat dan 0
Tulang Ayam (Gallus gallus domesticus) gram kolagen), P1 (Kombinasi membran
4
e-Journal SMA Negeri 3 Denpasar Tahun 2020

dengan campuran 1,5 gram selulosa asetat Rumput ilalang dibersihkan dengan
dan 0,05 gram kolagen), P2 (Kombinasi air kemudian dikeringanginkan. Rumput
membran dengan campuran 1,5 gram ilalang yang telah dibersihkan kemudian
selulosa asetat dan 0,075 gram kolagen), dipotong dengan ukuran ± 5 cm dan
dan P3 (Kombinasi membran dengan dihaluskan dengan blender. Proses isolasi
campuran 1,5 gram selulosa asetat dan 0,15 selulosa dimulai dengan merendam serbuk
gram kolagen).
rumput ilalang di dalam larutan NaOH
1. Indikator penelitian : 17.5% (b/v) pada suhu 100 °C selama 3 jam.
Adapun indikator dalam Perbandingan berat rumput ilalang dan
penelitian ini adalah nilai fluks lebih larutan NaOH adalah 1:10. Selanjutnya,
dari 2,39-21,50 L/m2.jam dan serat ilalang dpisahkan dari larutan NaOH
koefisien rejeksi lebih besar dari dan digerus dengan akuades hingga pH
54,32%−90,68%. Parameter netral.
tersebut bertolak ukur pada
penelitian Lindu dkk., (2008) yang Sampel disaring kemudian padatan
mensintesis membran selulosa ditambahkan campuran air dan NaClO 3,5
asetat memiliki karakteristik seperti % (v/v) dengan rasio antara air dan NaClO
diatas, serta pada penelitian Zhang 1:1 dan diaduk pada suhu 75 °C selama 3
dkk., (2014) yang menciptakan jam (Misal dari 30 gram sampel
membran berpori lebih kecil ditambahkan 300 ml campuran air dan
sehingga memiliki kemampuan
NaClO). Campuran kemudian disaring dan
penyerapan lebih baik dibandingkan
dengan membran selulosa asetat. padatan ditambahkan larutan H2SO4 0.5 M
2. Alat dan Bahan dengan rasio 1:10 dan dipanaskan pada
a. Alat alat yang digunakan adalah suhu 65 °C selama 3 jam. Sampel disaring
gelas kimia berbagai ukuran, gelas dan padatan yang diperoleh dicuci dengan
ukur berbagai volume, labu ukur akuades sampai bebas dari asam,
berbagai volume, labu erlenmeyer dikeringkan dan dihomogenkan. Rendemen
berbagai volume, corong, saringan, selulosa dihitung dengan persamaan berikut
pipet volumetrik, kaca arloji, neraca 𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑘𝑒𝑟𝑖𝑛𝑔 𝑠𝑒𝑙𝑢𝑙𝑜𝑠𝑎
𝑅𝑒𝑛𝑑𝑒𝑚𝑒𝑛 𝑠𝑒𝑙𝑢𝑙𝑜𝑠𝑎(%) ∶ ( ) 𝑥100% (1)
analitik, penangas, magnetic stirrer, 𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑘𝑒𝑟𝑖𝑛𝑔 𝑏𝑎ℎ𝑎𝑛 𝑏𝑎𝑘𝑢

pisau, gunting, blender, pH-meter, b. Asetilasi Selulosa


spektofotometer UV-Vis, Scanning Sebanyak 10 g selulosa dari rumput
Electron Microscope (SEM), kuvet, ilalang dilarutkan dengan 250 mL asam
wadah plastik, stopwatch, spatula,
asetat glasial kemudian diaduk selama 60
sendok pengaduk, plat kaca, selotip,
menit pada suhu 38 °C, lalu ditambahkan
roll kayu, mika, lampu pijar, keran,
silinder teflon, cincin O karet, 0,5 mL asam sulfat, diaduk kembali selama
selang karet, plastik transparan, 45 menit. Hasil aktivasi dilanjutkan dengan
batang penyangga, kertas saring, proses asetilasi menggunakan anhidrida
mistar, mikrometer dan barometer. asetat sebanyak 132 mL dan diaduk pada
b. Bahan yang digunakan adalah suhu 38 °C selama 45 menit. Larutan
rumput ilalang, limbah tulang ayam, selanjutnya ditambahkan 25 mL akuades
kristal NaOH, CH3COOH, H2SO4, dan 50 mL asam asetat glasial untuk
NaClO, PEG, akuades, air mineral, menghentikan proses asetilasi, selanjutnya
aseton, serbuk pewarna naphtol. diaduk pada suhu 50 °C selama 30 menit.
3. Prosedur Larutan yang diperoleh kemudian
a. Isolasi Selulosa dari Rumput diendapkan ke dalam akuades dan disaring
Ilalang (Rachmawaty dkk., 2013;
hingga aroma asetat hilang. Endapan yang
Sari dkk., 2018; Tamiogy dkk.,
2019).
5
e-Journal SMA Negeri 3 Denpasar Tahun 2020

diperoleh kemudian dikeringkan (Bahmid, Adapun komposisi masing-masing


2014). membran ditunjukkan pada tabel berikut
c. Isolasi Kolagen dari Tulang Ayam Tabel 1. Tabel perbandingan komposisi
(Ata dkk., 2016; Romadhon dkk., selulosa dan kolagen pada membran
2019) Sampel Membran Selulosa Kolagen Asam Asetat 0,5 M
Sampel tulang ayam dibersihkan P1 (30 : 1)
P2 (20 : 1)
1,5 gram
1,5 gram
0,05 gram
0,075 gram
25 ml
25 ml

dari kotoran yang menempel, dipotong- P3 (10 : 1)


P0 (kontrol)
1,5 gram
1,5 gram
0,15 gram
0 gram
25 ml
25 ml

potong menjadi ukuran kecil, kemudian


dicuci hingga bersih. Sampel direndam e. Preparasi Larutan Napthol
dalam larutan NaOH 0,1 M dengan Serbuk pewarna naphtol
perbandingan 1:10 (b/v) pada suhu ruang dipreparasikan dengan melarutkannya
(32 ± 2 °C) selama 3x24 jam untuk dalam akuades. Sebanyak 5, 10 dan 15 mg
menghilangkan protein non kolagen dan serbuk napthol dimasukkan ke dalam gelas
lemak (degreasing) dan setiap hari larutan kimia. Kemudian ditambahkan akuades
NaOH diganti dengan yang baru. sebanyak 1000 mL dan diaduk hingga rata.
Tulang ayam kemudian dicuci Campuran kemudian dimasukkan ke dalam
menggunakan akuades hingga pH netral. labu ukur sedikit demi sedikit dan ditutup
Proses ekstraksi kolagen dilakukan dengan kemudian dilakukan pencampuran dengan
cara merendam tulang ayam dalam larutan membolak-balik labu ukur.
CH3COOH 0,5 M sebanyak 1:10 (b/v) pada HASIL DAN PEMBAHASAN
suhu ruang selama 3x24 jam. Hasil
ekstraksi disaring menggunakan kain blacu a. Isolasi Selulosa dari Rumput
untuk memisahkan residu dan supernatan. Ilalang
Hasil isolasi selulosa dari rumput
Supernatan dipresipitasi dengan
ilalang seberat 485 g, didapatkan selulosa
menambahkan NaCl 0,9 M (proses salting
seberat 21,2 g yang memiliki warna putih
out) selama 24 jam. Endapan selanjutnya
(Gambar 1b). Sehingga berdasarkan
disaring dengan kertas saring dan
dikeringkan dalam desikator. Rendemen perhitungan, didapatkan rendemen selulosa
sebesar 4,37%.
kolagen dihitung dengan persamaan berikut
𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑘𝑒𝑟𝑖𝑛𝑔 𝑘𝑜𝑙𝑎𝑔𝑒𝑛
𝑅𝑒𝑛𝑑𝑒𝑚𝑒𝑛 𝑘𝑜𝑙𝑎𝑔𝑒𝑛 (%) ∶ ( ) 𝑥100% (2)
𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑘𝑒𝑟𝑖𝑛𝑔 𝑏𝑎ℎ𝑎𝑛 𝑏𝑎𝑘𝑢

d. Pembuatan Membran Selulosa


Asetat-Kolagen
Membran dibuat dengan
menggunakan selulosa asetat hasil sintesis
dari selulosa dan aseton sebagai pelarut
dengan perbandingan (1:10). Selulosa
asetat dimasukkan ke dalam gelas beker
kemudian ditambahkan dengan isopropil
alkohol dan kolagen kemudian diaduk Gambar 1. Pulp rumput ilalang
selama 1,5 jam. Setelah itu ditambahkan setelah proses ekstraksi (a), dan selulosa
larutan CMC 1% dan diaduk kembali setelah proses bleaching dan hidrolisis (b)
selama 1,5 jam. Selanjutnya larutan dituang Untuk meninjau dari sisi senyawa
ke dalam cetakan secara perlahan dan kimia, maka dilakukan analisa gugus fungsi
ditunggu hingga gelembungnya yang terdapat didalam serat rumput ilalang
menghilang, barulah kemudian membran dan produk selulosa yang telah diperoleh
dikeringkan di bawah lampu pijar. dengan menggunakan FTIR. Berdasarkan
6
e-Journal SMA Negeri 3 Denpasar Tahun 2020

Gambar 2 ditunjukkan bahwa hasil sedangkan pada spektrum IR selulosa tidak


spektrum IR ilalang terdapat puncak pada terdapat fungsi gugus tersebut. Hal tersebut
panjang gelombang 2917 cm-1. Ini membuktikan bahwa selulosa sudah
menunjukkan ikatan C-H pada cincin terasetilasi menjadi selulosa diasetat. Pada
aromatik lignin. Selain itu juga terdapat spektrum IR selulosa diasetat juga tidak
puncak pada panjang gelombang 1733 cm-1 ditemukan puncak pada panjang gelombang
yang menunjukkan keberadaan asetil dan 1713 cm-1 seperti pada selulosa yang
ester pada rantai gugus karboksil dari asam merupakan komponen lignin atau
p-koumeril serta menunjukkan adanya hemiselulosa.
lignin dan hemiselulosa. Pada panjang
gelombang 1514 cm-1 juga terdapat puncak
yang menunjukkan keberadaan gugus C=C
pada cincin aromatik lignin. Pada hasil
spektrum IR selulosa, puncak- puncak
tersebut telah hilang ataupun bergeser
karena adanya proses pemurnian yang telah
dilakukan. Pada selulosa terdapat puncak
pada panjang gelombang 3336 cm-1, 895
cm-1 dan 663 cm-1 yang menunjukkan Gambar 3. Spektrum IR selulosa dan
keberadaan gugus -OH, C-H dan C-O. selulosa asetat
Gugus ini merupakan gugus fungsi utama
c. Isolasi Kolagen
dari selulosa. Hasil isolasi kolagen yang diperoleh
yaitu dari 140 g tulang ayam kering,
didapatkan 8,8 g kolagen yang memiliki
warna kuning kecokelatan (Gambar 4).
Berdasarkan perhitungan, didapatkan
rendemen kolagen sebesar 6,28%.

Gambar 2. Spektrum IR ilalang dan


selulosa dari ilalang
b. Asetilasi Selulosa
Proses asetilasi menghasilkan
selulosa asetat berupa padatan berwarna
putih. Untuk mengetahui perubahan gugus Gambar 4. Kolagen hasil isolasi dari
fungsi setelah proses asetilasi, maka produk tulang ayam
hasil proses asetilasi diuji menggunakan d. Karakterisasi Membran Selulosa-
FTIR. Berdasarkan Gambar 3 dapat Kolagen
diketahui bahwa selulosa diasetat secara Pada variasi komposisi membran
umum memiliki struktur yang hampir sama menunjukkan penambahan kolagen mampu
dengan selulosa tetapi terdapat sedikit tersintesis dengan baik. Hal ini sesuai
perbedaan pada puncak-puncak tertentu. dengan penelitian (Ata dkk., 2016) yang
Pada hasil spektrum IR selulosa diasetat menyatakan ketika terjadi ekstraksi kolagen
terbentuk puncak pada panjang gelombang dengan asam asetat terjadi perubahan
1730 cm-1 yang menunjukkan adanya gugus materi protein kolagen yang ditunjukkan
karbonil C=O dan gugus ester C-O pada reaksi berikut.
7
e-Journal SMA Negeri 3 Denpasar Tahun 2020
𝐶𝐻3 𝐶𝑂𝑂𝑁𝐻2 + 𝐶𝐻3 𝐶𝑂𝑂𝐻 → 𝐶𝐻3 𝐶𝑂𝑂𝑁𝐻3 + 𝐶𝐻3 𝐶𝑂𝑂− 1159 cm-1 pada membran selulosa asetat-
Setelah mengalami perubahan PEG/kolagen. Perubahan karakteristik
materi protein seperti reaksi diatas, kolagen puncak spektrum IR menunjukkan bahwa
yang disintesis dalam suasana asam terdapat interaksi ikatan hidrogen antara
menyebabkan ikatan hidrogen yang ada kolagen dan selulosa pada membran yaitu
akan diputus dan dibentuk kembali apabila kolagen sebagai donor hidrogen yang akan
ada senyawa dengan hidrogen lain di dalam membentuk ikatan hidrogen dengan gugus
reaksi. Hal ini selaras dengan pernyataan hidroksil dari selulosa (Zhang dkk., 2014).
Zhang dkk., (2014) yaitu ikatan hidrogen
yang telah diputus, akan terbentuk kembali
ketika mendapatkan penambahan ikatan
hidrogen dari selulosa. Adapun reaksi
pembentukan membran ditunjukkan pada
Gambar 5.

Gambar 6. (I) spektrum IR pada panjang


gelombang 4000-500 cm-1pada (a) selulosa
asetat, (b) selulosa asetat-PEG (kontrol-
P0), (b) selulosa asetat-kolagen 0,05 (P1),
(c) selulosa asetat-kolagen 0,075 (P2), (d)
selulosa asetat-kolagen 0,15 (P3); (II)
Gambar 5. Reaksi Sintesis Membran spektrum IR pada panjang gelombang
(Sumber: Zhang dkk., 2014). 1500-1000 cm-1

e. Hasil Analisis FTIR f. Hasil Analisis SEM


Untuk memastikan telah terjadinya Analisis morfologi membran
ikatan antara kolagen dan selulosa maka dilakukan dengan menggunakan foto
dilakukan FTIR perlakuan sampel Scanning Electron Microscope (SEM).
(selulosa:kolagen) dan dibandingkan Hasil SEM pada Gambar 7 menunjukkan
dengan FTIR selulosa asetat. Gambar 6 (I) membran dengan konsentrasi kolagen 0,15
menunjukkan bahwa spektrum IR membran g (P3) memiliki struktur permukaan yang
selulosa asetat-kolagen memiliki lebih rapat dan lebih halus dibandingkan
karakteristik yang hampir sama dengan dengan konsentrasi kolagen 0,05 g (P1) dan
spektrum selulosa asetat hanya berbeda 0,075 g (P2). Begitu juga jika dibandingkan
pada puncak yang terbentuk pada panjang dengan kontrol, pori membran tanpa
gelombang 1591 cm-1. Adanya puncak penambahan kolagen terlihat lebih besar
tersebut berhubungan dengan gugus amida dan sangat berongga. Semakin besar
pada kolagen. Semakin tinggi konsentrasi konsentrasi kolagen yang ditambahkan
kolagen yang digunakan terlihat puncak pada larutan membran maka struktur
pada panjang gelombang 1591 cm-1 permukaan membran yang dihasilkan
semakin tajam. Sedangkan pada spektrum cenderung lebih rapat dan lebih halus.
selulosa asetat-PEG (kontrol) tidak
terbentuk puncak pada panjang gelombang
1591 cm-1.
Gambar 6 (II) menunjukkan bahwa
karakteristik puncak-puncak terlihat lebih
lemah jika dibandingkan selulosa asetat
murni, khususnya pada panjang gelombang
8
e-Journal SMA Negeri 3 Denpasar Tahun 2020

Gambar 8. Tensile strength membran (a)


selulosa asetat-PEG (kontrol), (b) selulosa
Gambar 7. Morfologi membran (a) asetat-kolagen 0,05 (P1), (c) selulosa
selulosa asetat-PEG (kontrol-P0), (b) asetat-kolagen 0,075 (P2), (d) selulosa
selulosa asetat-kolagen 0,05 (P1), (c) asetat-kolagen 0, 15 (P3)
selulosa asetat-kolagen 0,075 (P2), (d)
selulosa asetat-kolagen 0,15 (P3) dengan h. Hasil Uji Densitas Membran
SEM pada perbesaran 5000 kali. Pengujian densitas bertujuan untuk
mengetahui kerapatan dari membran yang
g. Hasil Analisis Kuat Tarik terbentuk, sehingga didapatkan data
Kuat tarik merupakan tarikan kuantitatif yang dapat mendukung dari
maksimum yang dapat dicapai sampai suatu pengujian morfologi secara kualitatif yang
film dapat tetap bertahan sebelum putus. di lakukan sebelumnya. Pada penelitian ini
Pengukuran tensile-strength dimaksudkan didapatkan rerata kerapatan membran P1
untuk mengetahui besarnya gaya yang sebesar 0,0157 g/cm3, membran P2 sebesar
dicapai hingga diperoleh tarikan maksimum 0,0179 g/cm3, membran P3 sebesar 0,0184
pada setiap satuan luas area film untuk g/cm3, serta membran P0 sebesar 0,0189
merenggang atau memanjang. Hasil uji g/cm3. Hasil densitas ini menunjukkan
tarik membran menunjukkan bahwa bahwa penambahan kolagen meningkatkan
semakin tinggi konsentrasi kolagen pada nilai densitas membran. Semakin besar nilai
komposisi membran maka nilai kuat tarik densitasnya, maka membran tersintesis
(tensile-strength) juga semakin meningkat. akan semakin rapat, dikarenakan pori
Membran selulosa dengan penambahan yang dimiliki ukurannya semakin kecil dan
kolagen sebesar 0,15 g menghasilkan nilai tersebar (Suseno dkk., 2003).
kuat tarik tertinggi yaitu sebesar 5,82
N/mm2 (Gambar 8). Membran dengan i. Hasil Uji Nilai Fluks
komposisi lebih banyak kolagen akan Pengujian nilai fluks bertujuan
memiliki nilai tensile strength yang untuk mengetahui tingkat kestabilan
semakin tinggi karena kolagen mempunyai membran terhadap suatu fluida atau larutan,
sifat mekanik yang tinggi. Hasil ini juga sehingga didapatkan hubungan kemampuan
sesuai dengan penelitian (Subhan dkk., dasar membran terhadap dekolorisasi
2017; Dang dkk., 2017) yang menyatakan pewarna naphtol (Widayanti, 2013).
bahwa kolagen memiliki sifat daya tarik Apabila nilai fluks semakin meningkat,
(tensile strength) yang tinggi. menandakan membran yang terbentuk akan
semakin stabil. Hal ini dikarenakan
membran yang tersintesis telah membentuk
ikatan yang kuat antara molekul polimer
satu dengan lainnya. Sehingga ketika
dilewatkan suatu campuran, membran yang
terbentuk dapat mengalirkan air dalam
waktu cepat dan filtrasi terhadap pewarna

9
e-Journal SMA Negeri 3 Denpasar Tahun 2020

yang lebih baik dikarenakan halangan yang polimer memperkuat kestabilan


terbentuk secara morfologi juga sedikit termodinamika dari larutan yang akan
(Widayanti, 2013). Pengujian fluks air pada dicetak menjadi membran. Oleh karena itu,
membran selulosa kolagen ditunjukkan morfologi membran dengan konsentrasi
pada Gambar 9. Semakin tinggi konsentrasi polimer yang lebih tinggi akan semakin
kolagen yang digunakan nilai fluks rapat dan porinya semakin kecil sehingga
membran semakin meningkat dan menurunkan kecepatan aliran permeat yang
mendekati nilai fluks kontrol. Hal tersebut melalui pori-pori membran, namun
menunjukkan bahwa kolagen dapat kemampuan dalam memisahkan partikel
menggantikan polimer sintetik seperti PEG bertambah (Rachmawaty dkk., 2013).
dalam sintesis membran.
Tabel 2. Tabel hasil uji koefisien
rejeksi

SIMPULAN DAN SARAN


Berdasarkan hasil pengujian di atas maka
dapat disimpulkan bahwa selulosa dari rumput
Gambar 9. Grafik hubungan antara variasi ilalang dan kolagen dari tulang ayam berpotensi
konsentrasi kolagen pada membran dimanfaatkan sebagai polimer dalam
selulosa dengan nilai fluks. (a) selulosa pembuatan membran. Konsentrasi polimer
asetat-PEG (kontrol), (b) selulosa asetat- yang digunakan berpengaruh terhadap struktur
kolagen 0,05 (P1), (c) selulosa asetat- morfologi dan kekuatan membran. Membran
kolagen 0,075 (P2), (d) selulosa asetat- dengan perbandingan selulosa dan kolagen 10:
kolagen 0,15 (P3). 1(b/b) menghasilkan membran dengan
morfologi dan struktur yang paling baik yaitu
j. Hasil Pengukuran Rejeksi Membran
dengan nilai densitas dan kekuatan tarik
Hasil pengukuran rejeksi membran
berturut-turut sebesar 0,0184 g/cm3 dan 5,82
terhadap pewarna napthol pada berbagai
N/mm2. Membran tersebut juga mampu
variasi konsentrasi dapat dilihat pada Tabel
memisahkan partikel zat pewarna napthol
2. Secara umum nilai koefisien rejeksi
dengan nilai koefisien rejeksi sebesar 58,14%.
membran meningkat seiring meningkatnya
Semakin besar konsentrasi kolagen yang
konsentrasi kolagen yang digunakan. ditambahkan maka struktur morfologi membran
Kolagen pada membran berperan akan semakin rapat sehingga nilai koefisien
meningkatkan kemampuan membran dalam rejeksi semakin besar.
pemisahan partikel warna naphtol. Hal ini
dapat dilihat pada pengujian dengan Saran yang dapat dikemukakan setelah
menggunakan konsentrasi larutan naphtol 5 dilakukan penelitian, yaitu perlu dilakukan
ppm, nilai koefisien rejeksi membran P1, proses produksi lebih lanjut untuk
P2, P3 berturut-turut yaitu 51,16%; menghasilkan membran yang elastis dan tidak
53,49%; dan 58,14%. Sedangkan pada mudah robek, namun memiliki daya serap yang
membran P0 yang merupakan kontrol tinggi, sehingga membran dapat digunakan
selulosa + PEG memiliki nilai koefisien secara terus menerus. Selain itu juga perlu
rejeksi yang paling rendah yaitu 11,63%. diadakan pengkajian lebih lanjut mengenai
Hal tersebut dapat disebabkan karena penyempurnaan penelitian ini sebagai sarana
kolagen yang bersifat seperti polimer menjaga ekosistem lingkungan dan melakukan
jumlahnya semakin meningkat per satuan pengujian terhadap limbah pewarna lainnya
volume larutan. Meningkatnya jumlah yang umumnya mencemari perairan.

10
e-Journal SMA Negeri 3 Denpasar Tahun 2020

DAFTAR PUSTAKA iimetode.html?m=1 (diakses pada tanggal


27 April 2020).
Cui, F.X., Cang-hu Xue, Zhao-jie
Li, Yong-qin Zhang, Ping Dong, Xue-yan Kusumaningsih, T., Masykur, A.,
Fu, Xin Gao. 2007. “Characterization and Arief U. 2004. “Pembuatan Kitosan dari
Subunit Composition of Collagen from the Kitin Cangkang Bekicot (Achatina fulica)”.
Body Wall of Sea Cucumber Stichopus Jurnal Biofarmasi. Volume 2 No. 2:
japonicas”. Jurnal Food Chemistry. 100 (3), Halaman 64-68.
1120-1125.
Laksono, 2012. Analisis Zat Warna
Darmayanto, 2009. Naphtol Blue Black. Tersedia pada:
Penggunaan Serbuk Tulang Ayam http://liliathreey.blogspot.co.id/2012/04/an
Sebagai Penurun Intensitas Warna alisis-zat-warna-naphol-
Air Gambut,Tesis, Medan: blueblack.html?m=1 (diakses pada tanggal
Universitas Sumatera Utara. 10 Mei 2020).
Enggita, Asadian Puja. "Pengaruh Lindu M., Puspitasari T., Ismi E.
Komposisi terhadap Perilaku Membran 2008. “Sintesis dan Uji Kemampuan
Komposit Membran Selulosa Asetat dari Nata De
Coco Sebagai Membran Ultrafiltrasi Untuk
PVA/Kitosan/Grafin Oksida yang
Menyisihkan Zat Warna Pada Air Limbah
Terikat Silang Trisodium Sitrat." Jurnal
Artifisial”. Jurnal Teknik Lingkungan.
Sains dan Seni ITS 4.2 (2016).
Volume 4 No. 4: Halaman 107-112.
Fithri, H. 2015. Pengaruh
Liu D., Wei G, Li T., Hua J., Lu J.,
Konsentrasi Dan Waktu Pencampuran Pada
Regenstein J.M., Zhou P. 2015. Effects of
Penambahan ΑCasein Pada Gel Gelatin
alkaline pretreatments and acid extraction
Dari Tulang Ikan Gabus (Channa Striata).
conditions on the acid-soluble collagen
Laporan Akhir. Politeknik Negeri
from grass carp
Sriwijaya. Palembang Indonesia.
(Ctenopharyngodon idella) skin.
Garrity, D.P., Soekadi M., V an N.,
Food Chemistry. 172:836–843
M. D. Ia Cruz, Pathak P., Gunasena H., Van
S., Huijun G. and Majid N., 1997. The Mukti, K. Tanpa tahun. Analisis
Imperata Grasslands of TropicalAsia: Spektroskopi UV-Vis: Penentuan
Area, Distribution, and Typology. Konsentrasi Permanganat (KMnO4).
Agroforestry System 36: 3-29. Laporan Praktikum. Universitas Sebelas
Maret Surakarta. Surakarta- Indonesia.
Haryanto, N. 2013. Kolagen, Zat
Putra, IKW. 2014. Kerajinan Kain Tenun
Pengisi Tubuh. Tersedia pada:
Rangrang Dusun Karang, Desa Pejukutan,
http://www.niaharyanto.com/2013/01/kola
Kecamatan Nusa Penida, Klungkung, Bali
gen-zat-pengisi-tubuh.html?m=1 (diakses
(Pemertahanan, Proses Pembuatan)
pada tanggal 29 April 2020).
Potensinya Sebagai Sumber Belajar IPS di
Ilmansyah, Emille. 2015. SMP. Thesis. Universitas Pendidikan
Identifikasi Senyawa Organik II: Metode Ganesha. Singaraja-Bali.
Spektroskopi UV dan IR.
Retno, Dyah Tri. 2012. Pembuatan
Tersedia pada: Gelatin dari Tulang Ayam dengan Proses
http://emilleilmansyah.blogspot.co.id/2015 hidrolisa, Prosiding Seminar Nasional
/11/identifikasi-senyawa- organik- Aplikasi Sains dan Teknologi (SNAST)

11
e-Journal SMA Negeri 3 Denpasar Tahun 2020

Periode III, Yogyakarta: Universitas Zhang M., Ding C., Chen L. dan
Pembangunan Nasional. Huang L. 2014. “The Preparation of
Cellulose/CollagenComposite Films using
Safithri M, Tarman K, Suptijah P,
1-Ethyl-3-Methylimidazolium Acetate as a
Widowati N. 2019. Karakteristik
Solvent”. Jurnal BioResources. Volume 9
fisikokimia kolagen larut asam dari kulit
No. 1: Halaman 756-771.
ikan parang-parang (Chirocentrus dorab).
Jurnal Pengolahan Hasil Perikanan Zhang M., Ding C., Chen L. dan
Indonesia.22(3): 441-452. Huang L. 2015. “Preparation of Tannin-
immobilized Collagen/Cellulose Bead for
Schmidt MM, Dornelles RCP,
Pb(II) Adsorption in Aqueous Solutions”.
Mello RO, Kubota EH, Mazutti MA,
Jurnal BioResources. Volume 10 No. 1:
Kempka AP, dan Demiate IM. 2016. Mini
Halaman 1773-1789.
Review: Collagen extraction process.
International Food Research Journal.
23(3):913-922.
LAMPIRAN FOTO
Souhoka, F.A., Latupeirissa, J.
2018. Sintesis dan karakterisasi selulosa
asetat (CA). Indo. J. Chem. Res. 5 (2): 58-
62.
Steven, Mardiyati dan Suratman, R.
“Pembuatan Mikrokristalin Selulosa Rotan
Manau (Calamus manan sp.) Serta
Karakterisasinya”. Jurnal Selulosa. Volume
4 No. 2: Halaman 89-96.
Sumadi I.W.S, Suteja I.M.D,
Hartono dan Yudha I.P.P.K. 2014.
Inventarisasi Perlindungan Karya Budaya
Endek di Provinsi Bali. Yogyakarta:
Penerbit Ombak.
Suseno, N., Adiarto, T., dan Atie.
2003. Sintesis dan Optimasi Membran
Selulosa Asetat pada Proses Mikrofiltrasi
Bakteri. Tesis. Universitas Surabaya.
Surabaya Indonesia
Widayanti, N 2013. Karakterisasi
Membran Selulosa Asetat dengan Variasi
Komposisi Pelarut Aseton dan Asam
Format. Thesis. Universitas Jember.
Jember-Indonesia

12

Anda mungkin juga menyukai