Anda di halaman 1dari 35

PROPOSAL LAPORAN AKHIR

PENGEMBANGAN TISU RAMAH LINGKUNGAN DARI LIMBAH


KELAPA MUDA DAN AMPAS TEBU DENGAN VARIASI JENIS DAN
KONSENTRASI PELARUT MENGGUNAKAN METODE SULFAT
(KRAFT)

DEVELOPMENT OF ENVIRONMENTALLY FRIENDLY TISSUE FROM


YOUNG COCONUT AND SUGARCANE WASTE WITH VARIATIONS IN
SOLVENT TYPE AND CONCENTRATION USING THE SULFATE
(KRAFT) METHOD

Diajukan Sebagai Persyaratan Mata Kuliah Laporan Akhir


Program Studi D-III Teknik Kimia
Jurusan Teknik Kimia

OLEH:
NABILAH
062130400113

POLITEKNIK NEGERI SRIWIJAYA


2024
LEMBAR PENGESAHAN PROPOSAL LAPORAN AKHIR

PENGEMBANGAN TISU RAMAH LINGKUNGAN DARI LIMBAH


KELAPA MUDA DAN AMPAS TEBU DENGAN VARIASI JENIS DAN
KONSENTRASI PELARUT MENGGUNAKAN METODE SULFAT
(KRAFT)

DEVELOPMENT OF ENVIRONMENTALLY FRIENDLY TISSUE FROM


YOUNG COCONUT AND SUGARCANE WASTE WITH VARIATIONS IN
SOLVENT TYPE AND CONCENTRATION USING THE SULFATE
(KRAFT) METHOD

OLEH:
NABILAH
062130400113

Palembang, Februari 2024


Pembimbing I Pembimbing II

Ir. Sofiah, M.T. Hilwatullisan, S.T., M.T.


NIDN 0027066207 NIDN 0004116807

Mengetahui,
Koordinator Program Studi
D-III Teknik Kimia

Idha Silviyati, S.T., M.T.


NIP 197507292005012003

ii
IDENTITAS DAN URAIAN UMUM

Nama Mahasiswa Pengusul : Nabilah


NPM : 062130400113
Dosen Pembimbing I : Ir. Sofiah, M.T.
Dosen Pembimbing II : Hilwatullisan,S.T., M.T.
Kelompok Bidang Keahlian : Satuan Operasi dan Teknologi Bioproses
Tempat Pengujian Proposal : Politeknik Negeri Sriwijaya

iii
RINGKASAN
Pulp merupakan bahan baku pembuatan kertas dan senyawa-senyawa kimia
turunan selulosa. Pulp adalah hasil pemisahan serat dari bahan baku berserat (kayu
maupun nonkayu) melalui berbagai proses pembuatan baik secara mekanis,
semikimia dan kimia. Pencarian bahan baku alternatif sangat dibutuhkan untuk
mengurangi ketergantungan pada pulp kayu. Bahan yang bisa digunakan sebagai
alternatif untuk bahan baku pembuatan pulp adalah limbah kelapa muda dan ampas
tebu. Limbah kelapa muda dan ampas tebu merupakan limbah berserat yang mudah
dijumpai serta mengandung selulosa dan hemiselulosa yang tinggi. Dengan
komposisi ini ampas tebu dan limbah kelapa muda bisa digunakan sebagai bahan
baku untuk pembuatan tisu. Tisu merupakan sejenis kertas yang digunakan untuk
berbagai tujuan atau kebutuhan kebersihan. Salah satu proses pembuatan pulp tisu
adalah proses sulfat (kraft), yaitu proses pemisahan serat dengan menggunakan
bahan kimia organik seperti: natrium hidroksida dan natrium sulfida. Pembuatan
tisu dari limbah kelapa muda dan ampas tebu ini diawali dengan proses pembuatan
pulp, kemudian melakukan proses pemasakan bahan baku dengan variasi pelarut
NaOH dan Na2S dengan variasi konsentrasi 5%, 10%, 15%, 20% dan 25% sebanyak
500 ml di dalam erlenmeyer. Suhu pemasakan 70°C dengan waktu pemasakan 60
menit. Hasil pemasakan kemudian disaring untuk memisahkan pelarut dari pulp lalu
pulp dicetak berbentuk persegi. Dilanjutkan dengan proses pemucatan (bleaching),
pulp di panaskan dengan H2O2, 5% sebanyak 250 ml selama 1 jam pada suhu 60°C.
Pulp yang sudah bersih kemudian diaduk dan menambahkan kitosan sebanyak 0,3
gram, tepung tapioka sebanyak 0,3 gram, aquadest sebanyak 200 ml dan Virgin
Coconut Oil (VCO) sebanyak 4 ml. Campuran yang sudah merata kemudian dicetak
dengan pencetak fiber dengan ukuran 50 mesh dengan luas 20 x 30 cm.

Kata Kunci: Kertas, Tisu, Limbah Kelapa Muda, Ampas Tebu, Kraft

viii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Indonesia merupakan negara agraris yang kaya akan hasil pertanian dan
perkebunan, salah satunya adalah kelapa dan tebu. Bagian buah kelapa muda yang
dimanfaatkan hanya terbatas pada air dan daging buahnya saja sedangkan bagian
sabut dan kulit kelapa muda belum banyak pemanfaatannya secara efektif dan
bernilai ekonomi (Saleh, dkk, 2009). Serat alam merupakan bahan baku yang ramah
lingkungan, karena mudah terdegradasi dan tanaman serat alam memiliki
kemampuan menyerap CO2 cukup besar. Salah satunya bahan-bahan serat alam dari
limbah pertanian, seperti serat kelapa muda dan ampas tebu dapat dimanfaatkan
sebagai kertas jenis tisu (Kuntari, Vol.11).
Kelapa muda mengandung 26,6% selulosa dan 27,7% hemiselulosa, lignin dan
senyawa lain (Wardhani, dkk, 2004). Kandungan selulosa, hemiselulosa dan
senyawa lain dari kelapa muda akan ditambahkan dari kandungan yang terdapat
pada ampas tebu. Ampas tebu mengandung 40-50% selulosa dan 25-30%
hemiselulosa, lignin dan senyawa lain (Asl, dkk, 2017). Potensi yang terkandung
dalam serat kelapa muda dan limbah ampas tebu ini dapat menjadi berbagai hal
yang tentunya berguna dan bernilai ekonomis salah satunya adalah bahan baku
untuk pembuatan kertas jenis tisu.
Tisu merupakan kebutuhan yang sangat penting bagi orang-orang diseluruh
dunia. Terbukti bahwa dalam 20 tahun terakhir ini, industri tisu merupakan industri
yang paling cepat tumbuh diantara produk lain yang termasuk dalam industri kertas.
Jika 200 juta penduduk Indonesia menggunakan setengah gulung tisu perhari, maka
diperlukan 3 miliyar gulung tisu perbulan. Bahan baku yang digunakan dalam
industri tisu dan kertas umumnya berasal dari pulp yang terbuat dari kayu atau
virgin pulp. Untuk membuat 1 box tisu yang berisi 20 sheets, diperlukan 1 batang
pohon yang berumur 6 tahun. Salah satu alasan mengapa hutan di Indonesia
terus-menerus menyusut dalam jumlah yang banyak bahkan mencapai ratusan ribu
hektar dalam setiap bulannya (UMS, 2017).
Penelitian terdahulu yang berkaitan dengan penilitian ini adalah penelitian
Agel Ilham, 2023 yang membuat kertas jenis tisu serbet dengan memanfaatkan

1
2

kandungan selulosa dari limbah ampas tebu dengan variasi konsentrasi etanol dan
asam asetat menggunakan metode organosolv. Penelitian dilakukan oleh Ainun
Mardhiah, dkk, 2016 yang membuat kertas kraft dari ampas tebu dengan metode
organosolv, dilakukan dengan 3 tahap pengerjaan yaitu tahap pembuatan pulp
ampas tebu dengan proses delignifikasi, tahap pembuatan kertas dan tahap
pencetakan lembaran. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kertas kraft dengan
penambahan larutan pemasak menghasilkan serat yang lebih lembut sehingga lebih
mudah dibentuk menjadi kertas.
Penggunaan bahan alternatif selain kayu sebagai penghasil selulosa dalam
pembuatan kertas diharapkan dapat meminimalisasi biaya produksi yang saat ini
semakin mahal disebabkan kekurangan pasokan bahan baku kayu. Dalam penelitian
ini, dilakukan pembuatan kertas tisu dengan memvariasikan pelarut natrium
hidroksida dan natrium sulfida (5%, 10%, 15%, 20% dan 25%) yang merupakan
salah satu inovasi yang unik dan berbeda dengan produk kertas pada umumnya.

1.2 Rumusan Masalah


Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah menentukan konsentrasi pelarut
yang optimum pada proses pembuatan kertas jenis tisu dari limbah kelapa muda
dan ampas tebu. Produk yang dihasilkan berupa tisu yang ramah lingkungan,
kemudian akan dilakukan uji karakteristik berupa % kadar pulp, gramatur dan
kapasitas absorpsi air untuk dapat memenuhi mutu uji produk sesuai Standar
Nasional Indonesia (SNI ISO 12625-6 dan SNI ISO 12625-8).

1.3 Tujuan Penelitian


Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Menentukan % kadar pulp, gramatur dan kapasitas absorpsi air dari kertas
jenis tisu yang dihasilkan menggunakan variasi jenis pelarut dan konsentrasi
pelarut berdasarkan SNI ISO 12625-6 dan SNI ISO 12625-8.
2. Menentukan konsentrasi pelarut natrium hidroksida dan natrium sulfida
terbaik untuk menghasilkan kertas jenis tisu dari limbah kelapa muda dan
limbah ampas tebu.
3

1.4 Manfaat Penelitian


Manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Dapat mengetahui %kadar pulp, gramatur dan kapasitas absorpsi air dari
kertas jenis tisu yang dihasilkan menggunakan variasi jenis pelarut dan
konsentrasi pelarut.
2. Dapat mengetahui konsentrasi pelarut natrium hidroksida dan natrium
sulfida terbaik untuk menghasilkan kertas jenis tisu dari limbah kelapa
muda dan limbah ampas tebu.
3. Dapat menjadi bahan baku alternatif serta menjadi inovasi baru yang
berbeda dengan produk kertas pada umumnya.

1.5 Relevansi Penelitian


Keterkaitan penelitian ini dengan Ilmu Teknik Kimia yaitu berkaitan dengan
bidang Rekayasa berdasarkan proses yang dilakukan dalam penelitian.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pulp
2.1.1 Pengertian Pulp
Pulp atau yang disebut bubur kertas merupakan bahan dalam pembuatan kertas.
Kertas adalah bahan yang tipis dan rata, yang dihasilkan dengan kompresi serat
yang berasal dari pulp, biasanya serat yang digunakan berasal dari serat alami, yang
mengandung selulosa dan hemiselulosa (Wordpress, 2009).
Pulp atau bubur kertas merupakan hasil pemisahan serat dari bahan berserat
(kayu maupun nonkayu) melalui berbagai proses pembuatannya. Pulp terdiri dari
serat-serat selulosa yang dapat digunakan sebagai bahan baku kertas. Hampir semua
tanaman berserat dapat dibuat pulp, hanya tergantung ekonomis atau tidak sebagai
bahan baku yang akan diolah. Serat mempunyai panjang, lebar dan dinding yang
bervariasi, tergantung pada jenis dan posisinya dalam suatu pohon serta lokasi
tumbuhnya (Kiki, 2014).
Selulosa dari bahan kayu atau nonkayu masih tercampur dengan bahan lainnya
seperti lignin dan selulosa. Tujuan dari pembuatan pulp adalah memisahkan
selulosa (serat-serat) dari bahan-bahan lainnya. Pulp serat pendek umumnya
dihasilkan dari jenis rumput-rumputan dan sisa hasil pertanian, sedangkan pulp
serat panjang dihasilkan dari tumbuhan kayu (Kiki, 2014).
Terdapat 11 jenis pulp yang digolongkan berdasarkan pertimbangan akan
kegunaan pulp dan jenis pulp menurut The Technical Assosiation of the Pulp and
Paper Industry (TAAPI) dalam Technical Information Paper (TIP) 0404-36 Paper
Grade Classification, yaitu:
1. Uncoated Groundwood, tidak adanya lapisan pigmen pada kertas dan diproduksi
dengan menggunakan pulp mekanis tanpa adanya proses kimiawi dimana sekitar
80% kertas jenis ini adalah kertas koran. Gramatur (berat kertas dalam gram per
satu meter persegi) kertas koran yaitu 38-52 g/m² sedangkan gramatur jenis
kertas ini adalah 24-75 g/m². Selain itu, jenis kertas lainnya adalah kertas untuk
direktori, kertas computer, katalog dan suplemen ikan.
2. Coated Groundwood adalah jenis kertas yang mengandung pulp mekanis
sebesar 10% (umumnya 50-55% groundwood) sementara sisanya adalah pulp

4
5

kimia, mengandung pigmen di kedua sisi. Di USA kertas jenis ini dikategorikan
dengan tingkat kecerahan paling rendah yakni sebesar 80%. Kertas jenis ini
mengandung banyak pulp mekanis dengan gramatur 45-130 g/m² yang
menyebabkan kertas ini berwarna kekuningan.
3. Uncoated Woodfree adalah jenis kertas dengan pulp mekanis lebih rendah dari
10%, biasanya bisa 0% dan tanpa pigmen sama sekali. Salah satu jenis kertas ini
yaitu kertas kantor (formular, kertas fotokopi, kertas amplop dan buku tulis).
4. Coated Woodfree merupakan jenis kertas dengan kandungan pulp mekanis
kurang dari 10% dan mempunyai lapisan pigmen baik satu sisi atau dua sisi.
Kertas ini memiliki tingkat kecerahan berkisar 70 g/m² sampai 150 g/m². Pada
umumnya karena tingkat kecerahan kertas yang relatif tinggi daripada uncoated
groundwood kertas ini digunakan untuk buku dan majalah komersial bermutu
tinggi dan mahal.
5. Kraft Paper merupakan jenis kertas yang tergolong kuat dengan gramatur antara
50 g/m² sampai 134 g/m². Pulp yang digunakan pada kertas ini dapat melalui
proses pemutihan atau tidak (berwarna coklat). Kertas ini biasa disebut sebagai
kertas samson.
6. Bleached Paperboard adalah kertas dengan penggunaan pulp yang dipakai
untuk membuat box, dan kertas karton susu dengan gramatur beragam mulai dari
200-500 g/m².
7. Paperboard adalah kertas yang dihasilkan dari pulp kimia dengan serat non-
recycle dan tidak melalui proses pemutihan dengan bleaching. Berat gramatur
kertas ini yaitu berkisar antara 130-450 g/m². Kertas ini merupakan kategori jenis
kertas medium yang pembuatannya menggunakan campuran kertas recycle.
8. Recycle Paperboard merupakan jenis kertas yang menggunakan pulp yang
terdiri atas kertas daur ulang.
9. MG Kraft Specialties adalah jenis kertas yang diproduksi diatas mesin dengan
silinder pengering atau pemanas yang berdiameter sangat besar, sehingga
permukaan kertas ini licin seperti kaca.
10. Tissue merupakan jenis kertas yang menggunakan pulp kimia yang di
bleach dengan penambahan pulp mekanis sebanyak 50% atau lebih. Kertas ini
memiliki gramatur antara 13-75 g/m².
6

11. Market Pulp merupakan pulp atau bubur kertas yang sejenisnya terbagi
berdasarkan jenis kayu, proses pembuatan dan pemutihan pulp. Bubur kertas
ini dipasarkan dalam bentuk bal, gulungan dan lembaran.

2.1.2 Penentuan Kualitas Pulp


Secara umum kualitas pulp dapat diukur dengan 3 penentuan sebagai berikut:
1. Selulosa
Selulosa (C6H10O5)n adalah polimer berantai panjang polisakarida karbonhidrat,
dari beta-glukosa. Selulosa merupakan komponen utama dalam pembuatan kertas.
Selulosa adalah senyawa organik penyusun utama dinding sel dari tumbuhan.
Adapun sifat dari selulosa adalah berbentuk senyawa berserat, mempunyai
tegangan tarik yang tinggi, tidak larut dalam air, dan pelarut organik.
Selulosa merupakan bagian utama susunan jaringan tanaman berkayu, bahan
tersebut terdapat juga pada tumbuhan perdu seperti paku, lumut, ganggang dan
jamur. Penggunaan terbesar selulosa yang berupa serat kayu dalam industri kertas
dan produk turunan kertas lainnya.
Selulosa merupakan komponen penting dari kayu yang digunakan sebagai bahan
baku pembuatan kertas. Selulosa oleh Casey (1960), didefinisikan sebagai
karbohidrat yang dalam porsi besar mengandung lapisan dinding sebagian besar sel
tumbuhan. Winarno (1997) menyebutkan bahwa selulosa merupakan serat- serat
panjang yang bersama hemiselulosa, pektin dan protein membentuk struktur
jaringan yang memperkuat dinding sel tanaman. Macdonald dan Franklin (1969)
menyebutkan bahwa selulosa adalah senyawa organik yang terdapat paling banyak
di dunia dan merupakan bagian dari kayu dan tumbuhan tingkat tinggi lainnya.
Fengel dan Wegener (1995) menyatakan bahwa selulosa terdapat pada semua
tanaman dari pohon bertingkat tinggi hingga organisme primitif seperti rumput laut,
flagelata dan bakteri.
Selulosa merupakan polisakarida dengan rumus kimia (C6H10O5)n. Dalam hal ini
adalah jumlah pengulangan unit gula atau derajat polimerisasi yang harganya
bervariasi berdasarkan sumber selulosa dan perlakuan yang diterimanya.
Kebanyakan serat untuk pembuatan pulp mempunyai harga derajat polimerisasi
600-1500.
7

Selulosa terdapat pada sebagian besar dinding sel dan bagian-bagian berkayu
dari tumbuh-tumbuhan. Selulosa mempunyai peran yang menentukan karakter serat
dan memungkinkan penggunaannya dalam pembuatan kertas. Dalam pembuatan
pulp diharapkan serat-serat mempunyai kadar selulosa yang tinggi.
Sifat-sifat bahan yang mengandung selulosa berhubungan dengan derajat
polimerisasi molekul selulosa. Berkurangnya berat molekul di bawah tingkat
tertentu akan menyebabkan berkurangnya ketangguhan. Serat selulosa
menunjukkan sejumlah sifat yang memenuhi kebutuhan pembuatan kertas.
Kesetimbangan terbaik sifat-sifat pembuatan kertas terjadi ketika kebanyakan
lignin tersisih dari serat. Ketangguhan serat terutama ditentukan oleh bahan mentah
dan proses yang digunakan dalam pembuatan pulp.
Molekul selulosa seluruhnya berbentuk linier dan mempunyai kecenderungan
kuat membentuk ikatan-ikatan hidrogen, baik dalam satu rantai polimer selulosa
maupun antar rantai polimer yang berdampingan. Ikatan hidrogen ini menyebabkan
selulosa bisa terdapat dalam ukuran besar, dan memiliki sifat kekuatan tarik yang
tinggi.

Gambar 2.1 Struktur Molekul Selulosa


Sumber: (Rewini, 2017)
Selulosa merupakan unsur yang penting dalam proses pembuatan pulp Semakin
banyak selulosa yang terkandung dalam pulp, maka semakin baik kualitas pulp
tersebut. Berdasarkan derajat polimerisasi (DP), maka selulosa dapat dibedakan
atas tiga jenis yaitu:
a. Selulosa α (Alpha Cellulose) adalah selulosa berantai panjang, tidak larut
dalam larutan NaOH 17,5% atau larutan basa kuat dengan DP (derajat
polimerisasi) berkisar 600-1500. Selulosa a dipakai sebagai penentu tingkat
kemurnian selulosa.
8

b. Selulosa β (Betha Cellulose) adalah selulosa berantai pendek, larut dalam


larutan NaOH 17,5% atau basa kuat dengan DP (derajat polimerisasi) 15-
90, dapat mengendap bila dinetralkan.
c. Selulosa ϒ (Gamma Cellulose) adalah selulosa berantai pendek, larut dalam
larut dalam larutan NaOH 17,5% atau basa kuat dengan DP (derajat
polimerisasi) kurang dari 15.
Alpha Selulosa sangat menentukan sifat ketahan kertas, semakin banyak kadar
alpha selulosanya menunjukkan semakin tahan lama kertas tersebut dan memiliki
sifat hidrofilik yang semakin besar pada gamma dan beta selulosa daripada alpha
selulosanya (Solechudin dan Wibisono, 2002).
2. Hemiselulosa
Hemiselulosa merupakan senyawa sejenis polisakarida yang terdapat pada
semua jenis serat, mudah larut dalam alkali dan mudah terhidrolisis oleh asam
mineral menjadi gula dan senyawa lain. Nama hemiselulosa pertama kali diusulkan
oleh Sehulzz pada tahun 1891 untuk menunjukkan polisakarida-polisakarida yang
dapat disaring atau diekstraksi sebagai larutan alkali (Bahri, 2017). Hemiselulosa
menyusun sekitar 1/2 tumbuhan tahunan dan sekitar 1/3 tumbuhan semusim. Istilah
hemiselulosa menunjukkan pada sejumlah besar polisakarida kompleks yang
menyertai selulosa dalam dinding sel tumbuhan. Kebanyakan hemiselulosa adalah
heteropolisakarida yang mengandung dua atau lebih monosakarida yang berlainan.
Hemiselulosa pada kayu berkisar antara 20- 30%.
Hemiselulosa bersifat non kristalin dan tidak bersifat serat, mudah mengembang
karena itu hemiselulosa sangat berpengaruh terhadap terbentuknya jalinan antara
serat pada saat pembentukan lembaran, lebih mudah larut dalam pelarut alkali dan
lebih mudah dihidrolisis dengan asam menjadi komponen monomernya yang terdiri
dari D-glukosa, D-manosa, D-galaktosa, D-silosa, dan L-arabinosa (Andaka, dkk,
2019).
9

Gambar 2.2 Struktur Molekul Hemiselulosa


Sumber: (Park et al., 2008)
3. Lignin
Lignin adalah polimer yang kompleks dengan berat molekul tinggi dan tersusun
atas unit-unit fenil propan. Meskipun tersusun atas karbon, hidrogen dan oksida,
tetapi lignin bukanlah suatu karbohidrat. Lignin terbentuk di dalam dinding sel pada
tumbuhan melalui polimerisasi. Pembentukannya pada jaringan- jaringan kompleks
yang mengandung monomer-monomer asam fenolik khususnya monolignol. Di
antara dinding sel lignin berfungsi sebagai pengikat untuk sel-sel secara bersama-
sama. Cara yang baik untuk mengisolasi lignin adalah dengan melarutkannya dalam
pelarut yang cocok seperti dioksan. Lignin dengan hasil isolasi dengan cara ini lebih
murni dan strukturnya relatif tidak berubah, hal ini disebabkan dioksan tidak
bereaksi dengan lignin. Dalam pembuatan pulp, lignin dianggap sebagai limbah
karena menjadi penghambat utama dalam memproduksi selulosa. Lignin bersifat
mengurangi kemampuan rendemen pada pulp dan mengurangi biomassa selulosa.
Di dalam tumbuh- tumbuhan, lignin merupakan bahan yang tidak berwarna. Jika
lignin bersentuhan dengan adanya sinar matahari, maka lama-lama lignin
cenderung menjadi kuning (Bahri, 2017).

Gambar 2.3 Struktur Molekul Lignin


Sumber: (Park et al., 2008)
10

2.1.3 Proses Pembuatan Pulp


Proses pembuatan pulp pada dasarnya adalah proses pemisahan serat dari bahan
baku yang mengandung serat dengan cara mekanis, kimia atau gabungan dari
keduanya. Dalam proses kimia, bahan baku dimasak dalam bejana pemasak
(digester) dan ditambahkan dengan bahan kimia untuk melarutkan komponen
dalam bahan baku yang tidak diinginkan sehingga diperoleh pulp dengan
kandungan selulosa yang tinggi.
Tujuan utama dari pembuatan pulp adalah memisahkan selulosa (serat-serat)
dari bahan-bahan lainnya. Pulp secara kimia bertujuan memisahkan serat selulosa
dari bahan baku melalui delignifikasi (penghilang lignin) tanpa terdegradasi
karbohidrat.
Secara umum prinsip pembuatan pulp merupakan proses pemisahan selulosa
terhadap impurities bahan-bahan dari senyawa yang dikandung oleh kayu di
antaranya lignin yaitu secara mekanis, semikimia dan kimia (Aprilia & Gazali,
2021). Pada proses secara kimia ada beberapa cara tergantung dari larutan pemasak
yang digunakan, yaitu proses sulfit, proses sulfat, proses kraft dan lain- lain.
1. Proses Pulp Mekanik
Proses ini dikembangkan oleh E.G. Kellen (Jerman). Pada proses ini, kayu
dihancurkan menjadi lumpur di dalam rotary grind mill stone dengan
menambahkan air, kemudian ditarik-tarik sambil berjalan di dalam rotary scrubber
sehingga secara fisik serat rusak. Hal ini menyebabkan pulp yang dihasilkan dari
proses ini mempunyai kekuatan yang rendah (mudah sobek). Pada tahun 1970-an,
grind stone dimodifikasi sehingga dapat berputar dengan kecepatan dan tekanan
tinggi, tidak merusak serat, sehingga pulp yang dihasilkan mempunyai kekuatan
yang lebih baik.
2. Proses Pulp Thermo Mekanik
Merupakan perbaikan dari proses mekanik dimana sebelum dilakukan
penggilingan kayu terlebih dahulu dimasak atau dikukus pada temperatur dan
tekanan tinggi. Pulp yang dihasilkan telah mempunyai kekuatan yang lebih baik
tapi membutuhkan energi yang lebih banyak.
11

3. Proses Pulp Semi Kimia


Proses ini merupakan perbaikan dari proses sebelumnya dimana setelah
dihancurkan dengan penggiling, potongan-potongan serat proses pada tahap
impregnasi (penyerapan) dengan larutan encer (sulfit, natrium sulfat, soda abu)
terlebih dahulu. Pulp yang dihasilkan disaring. Salah satu proses semi kimia yang
dipakai adalah memasak serpihan atau potongan kayu dengan larutan natrium
sulfat, bisulfit, sebelum de-defiberasi secara mekanik di dalam penggiling.
4. Proses Pulp Kimia
Pada proses ini lignin dihilangkan sama sekali sehingga serat-serat kayu mudah
dihilangkan oleh larutan pemasak. Proses ini dibagi menjadi tiga tahap, yaitu:
a. Proses soda
Proses ini dikenalkan oleh C. Watt dan H. Burges pada tahun 1850. Pada proses
ini sistem pemasakan menggunakan senyawa alkali yaitu natrium hidroksida
(NaOH) sebagai larutan pemasak di kolom bertekanan, dengan perbandingan 4: 1
dari jumlah kayu yang digunakan. Kemudian larutan pemasak bekas dipekatkan
dengan proses penguapan (evaporasi).
b. Proses sulfit
Proses ini ditemukan oleh Benyamin Tilghman pada tahun 1866, dimana
pembuatan pulp dilakukan di dalam kolom bertekanan menggunakan larutan
kalsium sulfat dan belerang dioksida. Pada tahun 1950-an, penggunaan kalsium
diganti dengan magnesium atau natrium dan ammonium sulfat yang lebih banyak
keuntungannya.
c. Proses sulfat
Proses ini disebut juga proses pulp kraft. Pada proses ini digunakan larutan
NaOH ditambah bubuk Na2SO4 yang ditambahkan direduksi di dalam tungku
pemutih menjadi Na2S, yang diperlukan untuk delignifikasi. Pada proses ini juga
digunakan bahan penggumpal seperti klorida sehingga pulp kraft mempunyai
derajat putih yang berkualitas.
d. Proses Organosolv
Proses Organosolv yaitu suatu proses pemisahan serat dengan menggunakan
bahan kimia organik seperti, metanol, etanol, aseton, asam asetat, dan lainnya.
Proses ini sudah banyak terbukti dan dapat memberikan dampak yang baik bagi
12

lingkungan sekitar dan sangat efisien dalam pemanfaatan sumber daya hutan.
Kelebihan yang dihasilkan dari proses Organosolv yaitu berupa rendeman pulp
yang dihasilkan tinggi, daur ulang lindi hitam dapat dilakukan dengan mudah, tidak
ada unsur sulfur sehingga lebih aman terhadap lingkungan, dan juga dapat
menghasilkan hasil samping berupa lignin dan hemiselulosa dengan tingkat
kemurnian tinggi
Organosolv juga merupakan proses pulping yang menggunakan bahan yang
lebih mudah didegradasi seperti pelarut organik. Pada proses ini, penguraian lignin
terutama disebabkan oleh pemutusan ikatan eter. Menurut Rahmani (2017) ada
beberapa proses organosolv yang berkembang pesat pada saat ini, yaitu:
- Proses Acetocell yaitu proses yang menggunakan bahan kimia pemasak berupa
asam asetat.
- Proses Alcell (alcohol cellulose) yaitu proses pembuatan pulp dengan bahan baku
kimia pemasak yang berupa campuran alkohol dan NaOH.
5. Proses Kombinasi
Cara ini pada prinsipnya adalah kombinasi dari cara mekanis dan kimia.
Umumnya cara ini dilakukan dengan merendam bahan baku dengan bahan kimia,
kemudian mengolahnya secara mekanis, yaitu memisahkan serat-serat sehingga
menjadi pulp. Warna pulp yang dihasilkan lebih pucat. Ada dua macam proses
pembuatan pulp secara semi kimia, yaitu Proses Sulfit Netral dan Proses Soda
Dingin.
a. Proses Sulfit Netral
Proses ini pada dasarnya ditandai dengan tahapan penggilingan secara mekanik.
Proses semi kimia yang paling penting adalah Proses Natural Sulfite Semi Chemical
(NSSC), yang telah digunakan secara luas di Amerika Serikat sejak 1926. Dalam
20 tahun terakhir proses NSSC juga telah digunakan di Eropa dan di banyak negara
lain di seluruh dunia. Proses ini memanfaatkan cairan pemasak Sodium Sulfit
dengan penambahan Sodium Karbonat untuk menetralkan asam-asam organik yang
dilepas dari kayu selama pemasakan.
b. Proses Soda Dingin
Proses ini digunakan untuk kayu keras yang berkerapatan tinggi. Langkah yang
paling penting dalam pembuatan pulp soda dingin adalah impregnasi dengan lindi
13

alkalis (NaOH) pada temperatur 20-30°C, hingga terjadi penetrasi yang cepat tapi
menyeluruh pada serpih-serpih kayu. Proses ini dilakukan dengan konsentrasi
NaOH rendah, yaitu 0,25-2,5% dan dengan waktu antara 15-120 menit, kemudian
dilakukan tahap penggilingan pada serpih-serpih. Pada tahun 1960-an, produk kraft
lebih banyak dipakai dibanding pulp sulfit, karena telah memiliki sifat-sifat pulp
yang lebih baik dan bahan kimia yang lebih sederhana. Meskipun saat ini lebih dari
80% pulp kimia, yang dihasilkan adalah pulp kraft, tetapi kelemahan-kelemahan
proses ini masih susah untuk diatasi, misalnya bau dari gas.
2.2 Tisu
Tisu merupakan sejenis kertas yang digunakan untuk berbagai tujuan atau
kebutuhan kebersihan. Menurut Kasiridho (2021) tisu atau yang dikenal juga
dengan kertas selampai merupakan sejenis kertas krep ringan yang diproduksi dari
bahan baku bubur kertas (paper pulp) ataupun hasil daur ulang. Peningkatan
ekonomi dan perkembangan zaman yang semakin pesat sehingga terciptanya
budaya kehidupan modern di indonesia yaitu pengunaan tisu sebagai pembersih
yang praktis. Penggunaan tisu semakin lama semakin berkembang, untuk itu tisu
terdiri beberapa jenis dan fungsi yang berbeda- berbeda.
2.2.1 Jenis-jenis Tisu
Jenis tisu di Indonesia sebenarnya sangat bermacam-macam, tetapi
penggunaan tisu sendiri masih dianggap sama saja. Padahal, tisu yang dijual di
pasaran dibedakan menjadi berbagai jenis. Beberapa jenis tisu ini seperti tisu toilet,
tisu wajah, tisu makan, dan beberapa jenis tisu yang dimaksudkan untuk kegunaan
lainnya.
Menurut Standar Nasional Indonesia (SNI) tisu terdiri dari beberapa jenis
antara lain:
1. Kertas Tisu Muka (SNI 173:2017)
Kertas tisu muka ini digunakan sebagai pembersih kulit khususnya kulit muka
dan memiliki tekstur yang cukup halus.
2. Kertas Tisu Toilet (SNI 0103:2017)
Kertas tisu toilet digunakan sebagai perlengkapan yang ada ditoilet. Hampir
seperti tisu wajah, tisu toilet juga memiliki tekstur yang lembut namun cukup tipis.
14

3. Kertas Tisu Serbet (SNI 3344:2017)


Kertas tisu serbet mempunyai fungsi sebagai pembersih atau penyeka tangan
atau mulut setelah makan, atau sebagai pembungkus peralatan makan dapat
memiliki pola timbul (emboss), kisut (crepe), bersih, lembut, putih atau berwarna
(menggunakan pewarna yang diijinkan untuk produk pangan)
4. Kertas Dasar Tisu Antiseptik Kemasan Air Minum (SNI 8237:2016)
Jenis kertas tisu ini memiliki daya serap tinggi dengan sifat kekuatan yang baik,
digunakan sebagai kemasan air minum.
5. Kertas Tisu Towel (SNI 7891:2017)
Kertas tisu towel jenis kertas tisu yang memiliki daya serap tinggi dengan sifat
kekuatan yang baik terutama digunakan sebagai pembersih dan penyerap cairan.
6. Tisu Basah (SNI 8526:2018)
Produk tisu basah umum digunakan untuk membersihkan atau menyegarkan
kulit manusia dan bayi tapi tidak termasuk untuk penggunaan medis.

2.2.2 Kualitas Tisu


Tisu yang mempunyai kualitas terbaik dan teraman adalah tisu yang dapat
memenuhi standar SNI (Standar Nasional Indonesia). SNI yang digunakan dalam
acuan dipenelitian ini adalah SNI 3344:2017 (BSN 2017).
Tabel 2.1 Persyaratan Mutu Kualitas Tisu
Parameter Satuan Persyaratan
Keadaan Lembaran - Bersih, lembut dan tidak berlubang
Gramatur g/m2 min.14
Kapasitas Absorpsi Air g/g min.6
CATATAN: Toleransi untuk nilai gramatur adalah ± 7%
2.3 Ampas Tebu
Tebu (Saccharum Officinarum) merupakan tanaman yang ditanam untuk bahan
baku gula dan vetsin. Tanaman ini hanya dapat tumbuh di daerah beriklim tropis.
Tebu di Indonesia banyak dibudidayakan di pulau Jawa dan Sumatera. Tanaman ini
termasuk jenis rumput-rumputan. Menurut Kementrian Pertanian (Kementan) pada
tahun 2021 produksi tebu secara nasional sebesar 2.364.321 ton. Jumlah tersebut
meningkat 2,58% dari tahun lalu yang sebanyak 2,13 juta ton.
15

Menurut United States Departement of Agriculture (2018), klasifikasi tanaman


tebu adalah sebagai berikut:
Kingdom : Plantae
Subkingdom : Tracheobionta
Superdivision : Spermatophyta
Division : Magnoliophyta
Class : Liliopsida
Subclass :Commelinidae
Order : Cyperales
Family : Poaceae
Genus : Saccharum L
Spesies : Saccharum Officinarum L
Saat ini tebu tidak hanya di gunakan sebagai bahan baku pembuatan gula.
Menurut Badan Pusat Statistik total luas areal perkebunan tebu di Indonesia
mencapai 449.008 hektare (ha) pada 2021. Luas tersebut meningkat 7,16%
dibandingkan tahun 2020 yang sebesar 418.996 ha. Perkebunan tebu milik negara
tercatat seluas 59.384 ha, perkebunan tebu milik swasta seluas 136.144 ha dan
perkebunan tebu milik rakyat tercatat seluas 253.480 ha. Mulai dari Sumatera
Utara, Palembang, Lampung, Pulau Jawa, dan Sulawesi.
Ampas tebu merupakan salah satu limbah padat pabrik gula. Ampas tebu
jumlahnya berlimpah di Indonesia. Ampas tebu merupakan limbah padat dari
pengolahan industri gula tebu yang volumenya mencapai 30-40% dari tebu giling.
Saat ini perkebunan tebu rakyat mendominasi luas areal perkebunan tebu di
Indonesia. Kelebihan ampas tebu dapat membawa masalah bagi pabrik gula, ampas
bersifat bulky (meruah) sehingga untuk menyimpannya membutuhkan area yang
luas. Serat ampas tebu sebagian besar terdiri dari selulosa, hemiselulosa dan lignin
yang tidak dapat larut dalam air. Ampas tebu termasuk biomassa yang mengandung
lignoselulosa sangat dimungkinkan untuk dimanfaatkan menjadi sumber energi
alternatif seperti bioetanol atau biogas (Samsuri, dkk, 2007). Ampas tebu yang
berupa serat dan sisa dari proses pemisahan tebu dari kandungan air dapat dilihat
pada Gambar 2.4.
16

Gambar 2.4 Limbah Ampas Tebu


Sumber: (Google, diakses Februari 2024)
Ampas tebu merupakan hasil samping dari proses ekstraksi tebu, dengan
komposisi: 46-52% air, 43-52% sabut dan 2-6% padatan terlarut. Departemen
pertanian melaporkan bahwa produksi tebu nasional saat ini adalah 33 juta
ton/tahun (Dirjenbun, 2008). Dengan asumsi bahwa persentase dalam tebu sekitar
30-34%. maka pabrik gula yang ada di Indonesia berpotensi menghasilkan ampas
tebu rata- rata sekitar 9,90-11,22 juta ton/tahun. Komposisi yang terkandung di
dalam ampas tebu ini dapat dilihat pada Tabel 2.2.
Tabel 2.2 Komposisi Kimia Ampas Tebu
Kandungan Kadar (%)
Abu 3
Lignin 22
Selulosa 37,75
Sari 1
Pentosan 27
SiO2 3
Sumber: (Sudaryanto, dkk, 2002)

Dari hasil analisis serat ampas tebu yang telah dilihat pada Tabel 2.2. Ampas
tebu, atau disebut juga dengan bagas, adalah hasil samping dari proses ekstraksi
cairan tebu memiliki kandungan selulosa yang memenuhi syarat pembuatan pulp
dan juga kandungan lignin yang cukup rendah. Ampas tebu sebagian besar
mengandung ligno-cellulose. Panjang seratnya antara 1,7-2 mm dengan diameter
sekitar 20 µm, sehingga ampas tebu ini dapat memenuhi persyaratan untuk diolah
17

menjadi papan- papan buatan. Serat bagas tidak dapat larut dalam air dan sebagian
besar terdiri dari selulosa, pentosan dan lignin.
2.4 Kelapa
Kelapa atau nyiur (Cocos nucifera. L) adalah anggota tunggal dalam genus
Cocos dari suku aren-arenan atau Arecaceae. Arti kata kelapa dapat merujuk pada
keseluruhan pohon kelapa, biji, atau buah, yang secara botani adalah pohon
berbuah, bukan pohon kacang-kacangan.
Istilah coconut dalam bahasa Inggris berasal dari kata Portugis dan Spanyol
abad ke-16, coco yang berarti "kepala" atau "tengkorak" setelah tiga lekukan pada
tempurung kelapa yang menyerupai fitur wajah. Tumbuhan ini dimanfaatkan
hampir semua bagiannya oleh manusia sehingga dianggap sebagai tumbuhan
serbaguna, terutama bagi masyarakat pesisir. Kelapa dikenal karena kegunaannya
yang beragam, mulai dari makanan hingga kosmetik. Daging bagian dalam dari
benih matang membentuk bagian yang secara teratur menjadi sumber makanan bagi
banyak orang di daerah tropis dan subtropis. Kelapa berbeda dari buah-buahan lain
karena endosperma mereka mengandung sejumlah besar cairan bening. Tumbuhan
ini diperkirakan berasal dari pesisir Samudra Hindia di sisi Asia, tetapi kini telah
menyebar luas di seluruh pantai tropika dunia.
Komposisi air kelapa tergantung dari varietas, derajat maturitas (umur), dan
faktor iklim.Volume air kelapa pada tiap buah kelapa biasanya sekitar 300 mL,
dengan pH berkisar 3,5-6,1. Air kelapa memberikan rasa dan aroma yang khas
karena adanya komponen aromatik dan volatile. Dalam air kelapa terkandung zat
gizi makro yaitu karbohidrat (KH), lemak (L), dan protein (P). Pada air kelapa muda
terkandung KH 4,11%, L 0,12%, dan P 0,13%, sedangkan pada air kelapa tua KH
7,27%, L 0,15%, dan P 0,29%. Air kelapa mengandung sangat sedikit lemak, oleh
karena itu, dalam air kelapa hanya terkandung energi sebesar 17,4% per 100 gram
atau sekitar 44 kal/L.7 Zat gizi mikro (vitamin dan mineral) juga ditemukan dalam
air kelapa. Vitamin yang terkandung dalam air kelapa yaitu vitamin B (B1,B2, B3,
B5, B6, B7, B9) dan vitamin C, yang kadarnya menurun selama maturitas (Fadlilah
& Saputri, 2018).
18

Tabel 2.3 Komposisi Kimia Kelapa Muda


Kandungan Kadar (%)
Abu 0,4
Lignin 30-36
Hemiselulosa 10-20
Serat 60-70
Selulosa 21,07-34,66
SiO2 20,67-34,73
Sumber: (Sudaryanto, dkk, 2002)

Menurut Rukmana dan Yudirachman (2016), klasifikasi tanaman kelapa


adalah sebagai berikut:
Kingdom : Plantae
Subkingdom : Tracheobionta
Superdivision : Spermatophyta
Class : Liliopsida
Subclass : Arecidae
Order : Palmales
Family : Palmae
Genus : Cocos
Spesies Name : Cocos Nucifera. L

Gambar 2.5 Limbah Kelapa Muda


Sumber: (Google, diakses Februari 2024)
2.5 Natrium Hidroksida
Natrium hidroksida merupakan basa dan alkali yang sangat kaustik, mampu
menguraikan protein pada suhu lingkungan biasa dan dapat menyebabkan luka
19

bakar bila terpapar. Senyawa ini sangat larut dalam air, dapat dengan mudah
menyerap kelembaban dan karbondioksida dari udara. Senyawa ini membentuk
hidrat dengan rumus NaOH.nH2O. Senyawa monohidratnya NaOH.H2O
mengkristal dari larutan berair pada rentang suhu antara 12,3°C hingga 61,8°C.
Sebagai salah satu hidroksida paling sederhana, natrium hidroksida sering
digunakan bersama air yang bersifat netral dan asam klorida yang bersifat asam
sebagai penunjuk skala pH. Natrium hidroksida digunakan di banyak industri dalam
pembuatan pulp dan kertas, tekstil, air minum, sabun dan deterjen.

Gambar 2.8 Struktur Molekul Natrium Hidroksida


Sumber: (Google, diakses Februari 2024)
2.5.1 Sifat Fisika dan Kimia Natrium Hidroksida
a. Sifat Fisika Natrium Hidroksida
- Rumus Kimia : NaOH
- Massa Molar : 39,9971 g/mol
- Densitas : 2,1 g/cm³
- Titik Lebur : 323°C
b. Sifat Kimia NaOH
- Larut dalam gliserol
- Bersifat higroskopis
- Tergolong basa kuat
2.5.2 Kegunaan NaOH
- Pembuatan garam natrium dan deterjen, pengaturan pH dan sintesis
organik
- Menghilangkan atau membersihkan zat-zat dan kotoran-kotoran yang
melekat pada serat sisa.
2.6 Natrium Sulfida
Natrium sulfida adalah senyawa kimia dengan rumus kimia Na2S. Natrium
sulfida digunakan dalam industri pulp dan kertas, pengolahan air, industri tekstil,
20

dan berbagai proses manufaktur bahan kimia termasuk produksi bahan kimia karet,
pewarna belerang, dan perolehan minyak. Seiring dengan bentuk hidratnya, natrium
sulfida melepaskan hidrogen sulfida (H2S) ketika bersentuhan dengan udara
lembab. H2S adalah pemancar gas endogen yang menunjukkan sifat anti-inflamasi
dan antiapoptosis. Bersama dengan sulfida lainnya, efek anti-inflamasi dan
perlindungan jaringan dari natrium sulfida telah diselidiki dalam model peradangan
dan stres oksidatif. Natrium sulfida, sering digunakan sebagai hidratnya, dapat
bereaksi dengan dihalida menghasilkan disulfida siklik seperti ditiola, atau dengan
monohalida menghasilkan disulfida simetris.

Gambar 2.9 Struktur Lewis Natrium Sulfida


Sumber: (Google, diakses Februari 2024)
2.6.1 Sifat Fisika dan Kimia Natrium Sulfida
a. Sifat Fisika Natrium Sulfida
- Rumus Kimia : Na2S
- Massa Molar : 78.0452 g/mol
- Densitas : 1.856 g/cm³
- Titik Lebur : 1.176°C
b. Sifat Kimia Natrium Sulfida
- Larut dalam gliserol
- Bersifat higroskopis
- Tergolong basa kuat
2.6.2 Kegunaan Natrium Sulfida
- Pada industri kertas, digunakan untuk melarutkan pulp kayu dan
memutihkan kertas
- Pada industri kulit, digunakan untuk menghilangkan bulu dan mengolah
kulit
- Pada proses pengolahan air, digunakan untuk menghilangkan logam berat
dari air
- Pada industri tekstil, digunakan untuk mewarnai kain
- Pada Industri kimia, digunakan dalam pembuatan berbagai senyawa kimia.
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Tempat dan Waktu Penelitian
Pembuatan tisu dari limbah ampas tebu dan limbah kulit kelapa muda ini terdiri
lima tahapan yaitu, persiapan bahan baku, pembuatan pulp, proses pemucatan
(bleaching), proses pembentukan tisu (forming) dan pengujian tisu yang dihasilkan.
Pelaksanaan penelitian dilakukan selama lebih kurang 1 bulan yaitu terhitung dari
Maret 2024 s/d April 2024 yang dilaksanakan di laboratorium Satuan Operasi dan
Laboratorium Bioproses Jurusan Teknik Kimia Politeknik Negeri Sriwijaya
Palembang 2024.
3.2 Alat dan Bahan
3.2.1 Alat yang digunakan
1. Grinding
2. Ayakan 80 mesh = 1 buah
3. Neraca Analitik = 1 buah
4. Spatula = 1 buah
5. Pengaduk = 1 buah
6. Kaca Arloji = 1 buah
7. Kompor = 1 buah
8. Termometer = 1 buah
9. Erlenmeyer = 8 buah
10. Gelas Kimia = 8 buah
11. Oven = 1 buah
12. Desikator = 1 buah
13. Corong = 1 buah
14. Pipet Ukur = 1 buah
15. Bola Karet = 1 buah
16. Cetakan Fiber 50 mesh = 1 buah
17. Blender = 1 buah
18. Saringan = 1 buah
19. Panci Keramik = 1 buah

21
22

3.2.2 Bahan yang digunakan


1. Limbah Ampas Tebu = 1 Kg
2. Limbah Kelapa Muda = 1 Kg
3. Natrium Hidroksida (NaOH) = 100 gram
4. Natrium Sulfida (Na2S) = 100 gram
5. Hidrogen Peroksida (H2O2) 5% = 1 Liter
6. Kitosan = 20 gram
7. Tepung Tapioka = 20 gram
8. Virgin Coconut Oil (VCO) = 100 ml
9. Aquadest = 5 Liter
3.3 Perlakuan dan Rancangan Penelitian
Pada penelitian ini dilakukan pembuatan kertas jenis tisu dari limbah kelapa
muda dan limbah ampas tebu dengan metode sulfat (kraft), melakukan proses
pemasakan limbah kelapa muda dan ampas tebu dengan menggunakan variasi
pelarut yaitu pelarut Natrium Hidroksida dan Natrium Sulfida. Masing-masing
variasi konsentrasi 5%, 10%, 15%, 20% dan 25% pada temperatur 70C sehingga
menghasilkan pulp. Kemudian pulp yang dihasilkan akan di bleaching dengan
larutan H202 5% dan ditambahkan zat adiktif Virgin Coconut Oil (VCO),
selanjutnya mencetak pulp dengan cetakan fiber ukuran 50 mesh dengan luas 20 x
30 cm.
Upaya untuk mendapatkan suatu penyelesaian masalah pada pelaksanaan ini,
dilakukan tahapan-tahapan sebagai berikut:
1. Eksperimen: Pembuatan Kertas
a. Pembuatan Pulp
b. Optimasi komposisi bahan pembuatan kertas
2. Analisa Hasil:
a. Uji kadar pulp
b. Gramatur
c. Daya serap
23

3.3.1 Variabel Bebas


Variabel bebas adalah variabel yang dikenai pengukuran (Filda, 2020).
Variabel dalam penelitian ini adalah perbedaan pelarut (Natrium Hidroksida,
Natrium Sulfida) dan konsentrasi pelarut (5%, 10%, 15%, 20% dan 25%)
3.3.2 Variabel Terikat
Variabel terikat adalah variabel yang terkena perlakuan (Filda, 2020). Variabel
terikat dalam penelitian ini adalah sifat dari kertas jenis tisu yakni, kadar pulp,
gramatur dan daya serap.
3.3.3 Variabel Terkendali
Variabel terkendali adalah variabel yang dikendalikan atau dibuat tetap atau
konstan (Filda, 2020). Variabel terkendali dalam penelitian ini adalah pemakaian
komposisi dari bahan pembuatan kertas jenis tisu yakni vco, tepung tapioka, kitosan
dan konsentrasi rendeman NaOH yang dibuat konstan tiap formula.
Tabel 3.1 Komposisi Pembuatan Tisu
No Bahan Satuan Komposisi
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
1 Kelapa gr 4 5 6 7 8 4 5 6 7 8
Muda
2 Ampas gr 8 7 6 5 4 8 7 6 5 4
Tebu
3 Rendeman gr 0,4 0,4 0,4 0,4 0,4 0,4 0,4 0,4 0,4 0,4
NaOH
4 Variasi gr 2 3 4 5 6 2 3 4 5 6
NaOH
5 Variasi gr 6 5 4 3 2 6 5 4 3 2
Na2S
6 Aquadest ml 200 200 200 200 200 200 200 200 200 200
7 H2O2 ml 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3
8 VCO ml 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4
9 Tepung gr 0,3 0,3 0,3 0,3 0,3 0,3 0,3 0,3 0,3 0,3
Tapioka
10 Kitosan gr 0,3 0,3 0,3 0,3 0,3 0,3 0,3 0,3 0,3 0,3
3.4 Prosedur Percobaan
3.4.1 Proses Persiapan Bahan Baku (Enda Apriani, dkk, 2019)
a. Limbah Kelapa Muda
1. Memisahkan kulit kelapa muda dari serat dan isi bagian dalamnya
menggunakan parang.
24

2. Kulit kelapa muda yang telah dipisahkan dari seratnya kemudian dipotong
kecil kecil.
3. Mencuci kulit kelapa muda yang telah dipotong hingga bersih.
4. Merendam kulit kelapa muda dengan larutan NaOH 4% selama 1 jam
sampai air rendeman berubah menjadi warna cokelat. (Tujuan dari
pemberian NaOH adalah untuk memisahkan dan menguraikan serat selulosa
dan nonselulosa).
5. Mencuci kulit kelapa muda yang telah direndam dengan air bersih hingga
rendamannya tidak berwarna cokelat pekat lagi.
6. Meremas kulit kelapa muda yang telah dicuci tadi hingga berkurang kadar
airnya.
7. Kulit kelapa muda kemudian dikeringkan dibawah sinar matahari selama 3
hari. (Tujuannya agar kulit kelapa muda awet dan dapat dijadikan sebagai
stok bahan baku).
8. Selanjutnya, kulit kelapa muda dihaluskan dengan cara diblender sampai
menjadi serbuk dan diayak dengan ayakan ukuran 80 mesh.
b. Ampas Tebu
1. Memotong limbah ampas tebu hingga berukuran kecil.
2. Selanjutnya, limbah ampas tebu dicuci hingga bersih.
3. Limbah ampas tebu yang telah bersih, kemudian dijemur dibawah sinar
matahari selama 3 hari hingga berkurang kadar airnya.
4. Kemudian limbah ampas tebu dihaluskan dengan cara diblender sampai
menjadi serbuk dan diayak dengan ayakan ukuran 80 mesh.

3.4.2 Pembuatan Pulp (Agel Ilham, 2023)


1. Serbuk kulit kelapa muda dan serbuk ampas tebu ditimbang, lalu
dimasukkan kedalam panci keramik.
2. Pelarut pemasak dengan variasi Natrium Hidroksida dan Natrium Sulfida
dimasukkan kedalam panci keramik dengan variasi konsentrasi 5%, 10%,
15%, 20% dan 25% sebanyak 500 ml.
3. Kemudian melakukan proses pemasakan bahan baku dengan variasi pelarut
Natrium Hidroksida dan Natrium Sulfida dengan suhu pemasakan 70ºC
selama 1 jam.
25

4. Hasil pemasakan kemudian disaring untuk memisahkan pelarut dari pulp.


Lalu pulp dicuci dengan aquadest sampai filtrat jernih.

3.4.3 Proses Pemucatan (Bleaching) (Agel Ilham,2023)


1. Pulp dimasukkan kedalam erlenmeyer, kemudian dicampur dengan larutan
H2O2 5% sebanyak 250 ml
2. Pulp dibiarkan terendam sambil dipanaskan dengan larutan H2O2 5%
selama 1 jam pada suhu 60ºC. Selanjutnya pulp disaring kemudian dicuci
sampai bersih
3. Pulp yang sudah bersih dimasukkan kedalam gelas kimia kemudian
ditambahkan kitosan sebanyak 0,3 gram (sebagai zat adiktif supaya tisu
lebih lembut)
4. Kemudian menambahkan tepung tapioka sebanyak 0,3gram (sebagai zat
adiktif supaya tisu lebih rekat) serta aquadest sebanyak 50 ml
5. Selanjutnya ditambahkan Virgin Coconut Oil (VCO) sebanyak 4 ml (untuk
memperlembut atau sebagai soft tissue) lalu semua campuran diaduk sampai
tercampur merata.
3.4.4 Proses Pembentukan Tisu (Forming) (Agel Ilham, 2023)
1. Pulp halus kemudian dicetak. Pulp tersebut dicetak pada cetakan yang
terbuat dari fiber dengan ukuran 50 mesh dengan luas 20 x 30 cm
2. Pulp yang telah dicetak selanjutnya dikeringkan sehingga diperoleh produk
tisu.
3.4.5 Pengujian Kertas Tisu yang Dihasilkan
a. Uji Kadar Pulp
Pulp yang telah dikeringkan kemudian ditimbang, lalu dihitung kadar
pulp nya. Kadar pulp dihitung dengan persamaan berikut:
Berat 𝑃𝑢𝑙𝑝 Kering (gram)
% Pulp = x 100%
Berat Sampel (gram)

b. Uji Gramatur (SNI ISO 12625-6)


1. Produk kertas tisu serbet disiapkan dengan ukuran persegi 10 cm x 10 cm,
sehingga luas dari sampel uji persatu buah sampelnya adalah 100 cm2.
26

2. Produk kertas tisu yang telah dipotong kemudian ditimbang, lalu dihitung
gramatur nya. Gramatur pada kertas tisu dihitung dengan persamaan
berikut:
m
Gramatur (g) = x 10.000 (m2)
A
Keterangan:
m = Massa dari sampel kertas tisu (gram)
A = Luas dari sampel kertas tisu (cm2).
c. Uji Kapasitas Daya Serap Air
1. Produk kertas tisu disiapkan dalam bentuk persegi empat, kemudian
menimbang sampel tisu lalu dicatat beratnya.
2. Kemudian produk kertas tisu dibiarkan terendam dalam air selama 30 menit.
3. Selanjutnya produk kertas tisu ditimbang kembali untuk melihat seberapa
massa air yang diserap dalam sampel tisu Selanjutnya produk kertas tisu
ditimbang kembali untuk melihat seberapa massa air yang diserap dalam
sampel tisu yang dihasilkan.
3.5 Data Pengamatan
Tabel 3.1 Data Pengamatan
Pengamatan
Konsentrasi
Jenis Pelarut Pelarut (%) Uji Kadar Uji Kapasitas Uji Gramatur
Pulp (%) Absorpsi Air (g/g) (g/m2)

5
Natrium 10
Hidroksida 15
(NaOH) 20
25
5
Natrium 10
Sulfida 15
(Na2S) 20
25
27

3.6 Diagram Alir Limbah Kelapa Muda dan Ampas Tebu

Ampas Tebu Kelapa Muda

Memisahkan dari serat


Dibersihkan
dan isi bagian dalamnya

Dijemur selama 3 hari Memotong Kulit


dibawah sinar matahari Kelapa Muda

Dihaluskan dengan blender Mencuci Hingga Bersih


dan diayak dengan ayakan 80 mesh

Proses perendaman dengan


Larutan NaOH 4% selama 1 jam
Serbuk Ampas Tebu

Mencuci Kulit Kelapa Muda


Yang telah direndam

Meremas kulit kelapa muda


hingga berkurang kadar air

Dijemur selama 3 hari


dibawah sinar matahari

Dihaluskan dengan blender


dan diayak dengan ayakan 80 mesh

Serbuk Kulit Kelapa Muda


28

3.7 Diagram Alir Pembuatan Tisu

Serbuk Ampas Serbuk Kulit


Tebu Kelapa Muda

Proses pemasakan dengan


konsentrasi pelarut 5%, 10%, Variasi pelarut
15%, 20% dan 25% pada suhu NaOH dan Na2S
70°C dalam waktu 1 jam

Disaring (dipisahkan dari larutan)

Proses pemucatan (Bleaching), t=1 jam H2O2 5%

Disaring (dipisahkan dari larutan)

Penambahan kitosan, tepung


tapioka dan VCO
(Sebagai zat adiktif)

Proses Pembentukan Tisu (forming)

Pencetakan

Pengeringan

Kertas Tisu

Analisa:
- % Kadar Pulp
- Gramatur
- Uji kapasitas absorpsi air
BAB IV
BIAYA DAN JADWAL PENELITIAN
4.1 Rincian Biaya Penelitian
4.1.1 Alat dan Bahan Habis Pakai
Alat/Bahan Kuantitas Satuan Biaya Satuan Jumlah
Panci Keramik 1 Buah Rp. 250.000 Rp. 250.000
Ampas Tebu 3 Kilogram Rp. 20.000 Rp. 60.000
Limbah Kelapa 3 Kilogram Rp. 20.000 Rp. 60.000
Muda
Natrium Sulfida 100 Gram Rp. 90.000 Rp. 90.000
Natrium 100 Gram Rp. 80.000 Rp. 80.000
Hidroksida
Hidrogen 1 Liter Rp. 70.000 Rp. 70.000
Peroksida
Kitosan 100 Gram Rp. 5.000 Rp. 1.000
Tepung Tapioka 100 Gram Rp. 8.000 Rp. 1.000
Virgin Coconut Oil 100 Mililiter Rp. 70.000 Rp. 7.000
Aquadest 5 Liter Rp. 20.000 Rp. 100.000
Subtotal Rp. 719.000

4.1.2 Analisa Sampel


Analisa Kuantitas Satuan Biaya Satuan Jumlah
Fiber 50 mesh 1 - Rp. 35.000 Rp. 35.000
dengan luas 20 x 30
cm
Subtotal Rp. 35.000

4.1.3 Pembuatan Laporan Akhir


Bahan Kuantitas Satuan Biaya Satuan Jumlah
Kertas A4 75 Gsm 2 Rim Rp. 50.000 Rp. 100.000
Tinta Printer 4 Botol Rp. 50.000 Rp. 200.000
Penggandaan 5 Rangkap Rp. 25.000 Rp. 125. 000
LaporanAkhir
Penjilidan Laporan 5 Rangkap Rp. 25.000 Rp. 125.000
Akhir
Subtotal Rp. 550.000
Total Rp. 1.304.000

29
4.2 Jadwal Kegiatan Penelitian
Tabel 4.1 Jadwal Penelitian

Februari Maret April Mei Juni


Uraian Kegiatan

1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4

Pembuatan Proposal

Penelitian

Penyusunan Data

Analisa Data

Bimbingan

Penyusun Laporan

Sidang Laporan

30
DAFTAR PUSTAKA
Aprilia Ta, W., & Gazali, A. (2021). Optimalisasi Pembuatan Tisu Dari Batang
Pisang Kepok Dengan Metode Organosolv Menggunakan Pemanas
Microwave. Saintis, 2(2).

Fitria. (2013). Tebu. Journal Of Chemical Information And Modeling, 53(9),


1689-1699.

Mardhiah, A., & Jannah, M. (2016). Pembuatan Kertas Kraft Dari Ampas Tebu
(Saccaharum Oficinarum) Menggunakan Metode Organosolv.
Jurnal Edukasi Kimia, 1(1), 1-5.

Pertanian, K. (2021). Produksi Tebu Menurut Provinsi Di Indonesia, 2017-2021


Sugar Cane Production By Province In Indonesia, 2017-2021.

Setiati, R., Wahyuningrum, D., Siregar, S., & Marhaendrajana, T. (2020). Ethos
(Jurnal Penelitian Dan Pengabdian Masyarakat): 257-264 Optimasi
Pemisahan Lignin Ampas Tebu Dengan Menggunakan Natrium Hidroksida.
Jurnal Penelitian Dan Pengabdian Masyarakat, 4(2), 257-264.

Yanti, H., Hermawati, H., & Tang, M. (2021). Pemanfaatan Limbah Padat Tahu
Sebagai Bahan Baku Pembuatan Tisu Dengan Metode Acetosolv. Jurnal
Saintis, 2(April), 28-33.

31

Anda mungkin juga menyukai