Anda di halaman 1dari 4

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Serat selulosa sebagai matriks polimer telah berkembang dengan pesat


dalam kurun waktu satu dekade terakhir (Nothingher, 2006). Hal ini disebabkan
karena keunggulan-keunggulan yang dimilikinya seperti sifat mekanik yang baik,
densitas yang rendah, ramah lingkungan, kelimpahan yang banyak, tidak mahal,
tidak beracun, mudah didegradasi, dan termasuk kedalam sumber daya alam yang
dapat diperbaharui. Serat selulosa dapat dihasilkan dari tanaman, hewan laut dan
bakteri. Penggunaan tanaman hutan untuk produksi serat selulosa secara kontinyu
telah secara nyata menurunkan luas dan jumlah sumber daya hutan di Indonesia.
Hal ini mengakibatkan kerusakan hutan, erosi tanah, bencana banjir, tanah
longsor, serta pemanasan global. Untuk mengurangi dampak negatif yang
ditimbulkan oleh produksi selulosa tanaman tersebut, maka perlu ditemukan
alternative penghasil serat selulosa.

Selulosa, selain berasal dari tumbuhan juga dapat dihasilkan oleh bakteri
(Acetobacter, Agrobacterium, Rhizobium, Sarcina) yang dikenal sebagai cellulose
bacterial (BC) atau biasa juga disebut sebagai mikrobial. BC merupakan polimer
ekstraseluler yang diproduksi dari monosakarida atau glukosa. Glukosa berperan
sebagai subtrat atau sumber karbon. Keunggulan menggunakan selulosa bakterial
adalah memiliki kemurnian yang tinggi dibandingkan dengan serat selulosa dari
tumbuhan, waktu yang dibutuhkan untuk memperoleh selulosa bakterial lebih
singkat, mudah terdegradasi, dapat didaur ulang, nontoksik, nonalergenik dan
secara tidak langsung produksi selulosa bakterial lebih ekonomis dibanding
dengan produksi serat selulosa tumbuhan. BC sangat mahal apabila menggunakan
media Hestrin dan Schramm (Shoda, 2005). Limbah biasanya mengandung
glukosa dalam jumlah kecil, sehingga dapat digunakan sebagai substrat.
Menggunakan limbah sebagai substrat tidak hanya dapat mengurangi jumlah
Devi Anastasya, 2014
Studi Pendahuluan Mendapatkan Nanokristalin Selulosa Bakterial Menggunakan Media Limbah
Cair Tahu
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
limbah yang dihasilkan dari produksi tetapi juga dapat mengurangi biaya dalam
pembuatan BC. Nata de Soya merupakan suatu BC dengan memanfaatkan limbah
cair tahu sebagai medium fermentasi (Rachmadetin, 2007).
Tahu merupakan salah satu makanan yang umum dikonsumsi oleh penduduk
Indonesia karena harganya yang relatif murah. Tahu dibuat dengan bahan dasar
kedelai yang memiliki kandungan protein tinggi, yaitu sebesar 35% atau bahkan
mencapai 40-43% pada varietas unggul (IPTEKnet 2002).
Limbah yang dihasilkan dari produksi tahu sangat melimpah. Setiap 100 kg
kedelai akan menghasilkan 1500-2000 L air limbah. Limbah cair yang dihasilkan
mengandung padatan tersuspensi maupun terlarut, akan mengalami perubahan
fisika, kimia, dan hayati yang akan menghasilkan zat beracun atau menciptakan
media untuk tumbuhnya kuman. Air limbah akan berubah warnanya menjadi
coklat kehitaman dan berbau busuk. Jika air limbah ini merembes ke dalam tanah
yang dekat dengan sumur atau dialirkan ke sungai, maka air sumur atau sungai
tersebut tidak dapat dimanfaatkan lagi karena dapat menimbulkan penyakit gatal,
diare, dan penyakit lainnya (KLH 2001).
Pemanfaatan limbah tahu di antaranya sebagai bahan pembuatan makanan
ternak, nata de soya, makanan kecil (kastengel, stik tahu) (KLH 2001). Akan
tetapi, produk tersebut tidak bernilai komersial tinggi. Oleh karena itu, diperlukan
pengolahan lebih lanjut untuk memperoleh produk yang lebih bernilai, salah
satunya dengan menggunakannya menjadi nanokristalin selulosa.
Nanokristalin selulosa memiliki banyak kelebihan, seperti dimensi dengan
skala nano, kekuatan tinggi yang spesifik dan modulus, daerah permukaan yang
tinggi, dan lain-lain. Serat berukuran nano ini merupakan material baru yang
dapat digunakan sebagai bahan penguat pada matriks polimer (Suryanegara et al.,
2009). Aplikasinya dapat ditambahkan pada polimer untuk membuat komposit
untuk otomotif (Marsh, 2003, Suddell dan Evans, 2005), elektronik, bahan
bangunan, serta alat-alat rumah tangga. Sampai saat ini proses pembuatan
nanokristalin selulosa masih terus diteliti di dunia untuk mendapatkan proses yang
lebih cepat, hemat energi, murah, dan bisa menghasilkan nanokristalin dalam
jumlah yang besar sehingga layak untuk dibuat dalam bidang industrinya.

Devi Anastasya, 2014


Studi Pendahuluan Mendapatkan Nanokristalin Selulosa Bakterial Menggunakan Media Limbah
Cair Tahu
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Nanokristalin selulosa dapat dibuat melalui reaksi kimiawi yakni dengan
hidrolisis asam kuat pada suhu terkontrol dari selulosa. Sebuah hidrolisis asam
dikendalikan mudah merusak daerah amorf dari mikrofibril selulosa, yang akan
meninggalkan segmen kristalin yang utuh dan mengarah pada pembentukan
kristal tunggal (Berglund et al, 2010; Samir et al, 2005). Sumber utama serat
selulosa yang telah banyak digunakan yakni bubur kayu atau kapas.

Preparasi mendapatkan nanokristalin selulosa dipengaruhi oleh 4 faktor yakni


suhu, waktu, konsentrasi asam dan rasio selulosa:asam untuk mengetahui
pengaruh waktu hidrolisis asam terhadap keberhasilan mendapatkan nanokristalin
selulosa maka dalam penelitian ini dilakukan variabel waktu hidrolisis selama 30
dan 45 menit.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan uraian diatas, rumusan masalah dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut:
1. Bagaimana keberhasilan isolasi material nanokristal selulosa berbahan
baku selulosa bakterial limbah cair tahu ?
2. Bagaimana pengaruh variasi waktu dalam proses hidrolisis terhadap
keberhasilan isolasi nanokristal selulosa berbahan baku limbah cair tahu?
3. Bagaimana hasil karakterisasi struktur dan ukuran selulosa nanokristalin,
gugus fungsi, dan juga kristalinitas dari selulosa nanokristalin?

1.3 Batasan Masalah Penelitian

Dari rumusan masalah yang telah diuraikan, maka batasan masalah pada
penelitian ini mencakup beberapa hal yaitu :

1. Bahan baku selulosa yang digunakan yaitu selulosa bakterial yang


didapatkan dari proses fermentasi dengan bantuan bakeri Acetobacter
xylinum dari media limbah cair tahu.
2. Sintesis nanokristalin selulosa dilakukan dengan metode hidrolisis asam
kuat yakni H2SO4 dengan konsentrasi asam 34%, rasio selulosa:asam 1:60

Devi Anastasya, 2014


Studi Pendahuluan Mendapatkan Nanokristalin Selulosa Bakterial Menggunakan Media Limbah
Cair Tahu
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
yang diikuti suhu pemanasan 45°C di atas stirermagnetik dengan
kecepatan 450 rpm.

1.4 Hipotesis Penelitian


Hipotesis yang terdapat dalam penelitian ini adalah :
1. Keberhasilan hidrolisis bagian amorf dari selulosa untuk menghasilkan
nanokristalin selulosa dipengaruhi oleh waktu proses hidrolisis dan
konsentrasi asam sulfat yang digunakan
2. Nanokristalin selulosa dapat dihasilkan dari sumber selulosa bakterial
dengan menggunakan media limbah cair tahu yang relatif lebih ekonomis

1.5 Tujuan Penelitian


Tujuan dari penelitian ini antara lain :
1. Mendapatkan material nanokristalin selulosa dari selulosa bakterial limbah
cair tahu
2. Mengetahui pengaruh waktu dari proses hidrolisis dengan menggunakan
asam sulfat terhadap keberhasilan mendapatkan material nanokristal
selulosa
3. Mengetahui karakteristik dari partikel selulosa dari selulosa bakterial
limbah cair tahu.

1.6 Manfaat Penelitian


Hasil yang didapatkan diharapkan dari penelitian ini adalah mampu
memberikan informasi tentang proses pembuatan material nanokristalin
selulosa berbahan baku selulosa bakterial limbah cair tahu serta
karakteristiknya. Serta informasi pengaruh waktu pada saat proses hidrolisis
dengan menggunakan asam sulfat. Selain itu, pemanfaatan limbah cair tahu
sebagai media pembuatan selulosa bakterial ini merupakan salah satu
alternatif pengolahan limbah cair tahu menjadi material yang mempunyai nilai
lebih tinggi.

Devi Anastasya, 2014


Studi Pendahuluan Mendapatkan Nanokristalin Selulosa Bakterial Menggunakan Media Limbah
Cair Tahu
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Anda mungkin juga menyukai