Anda di halaman 1dari 10

TEKNIK PREDIKSI

Perencanaan pembangunan menyangkut masa depan yang kondisinya belum dapat diketahui
sama sekali. Namun demikian untuk keperluan penyusunan perencanaan pembangunan yang
baik dan terukur, masa depan tersebut perlu diperkirakan kondisinya agar strategi dan
kebijakan pembangunan dapat ditentukan secara lebih tepat dan terarah. Karena itu
penyusunan proyeksi atau prediksi pembangunan menjadi sangat penting dan tidak dapat
dipisahkan dalam penyusunan sebuah rencana pembangunan. Sementara itu penyusunan
prediksi tersebut memerlukan teknik dan metode tertentu yang masing-masingnya memiliki
kekuatan dan kelemahan tersendiri. Beberapa metode yang lazim yang digunakan dalam
menyusun prediksi pembangunan adalah :

1. Teknik Prediksi Trend

Prediksi dengan menggunakan Teknik Regresi Trend didasarkan pada sudut pandang bahwa
perkiraan masa datang sangat ditentukan oleh kenyataan yang terjadi pada masa lalu. Bila
kenyataan masa lalu menunjukan bahwa perkembangan suatu aspek pembangunan cukup
cepat, maka prediksi masa datang juga akan menunjukan perkembangan dengan tendensi
yang hampir sama. Tentunya perubahan dapat saja terjadi, tetapi hal tersebut hal tersebut
tidak akan terlalu besar.

Secara umum prediksi dengan teknik Trend dapat ditempuh melalui dua tahap. Tahap
Pertama, yaitu dengan melakukan estimasi koefisien menggunakan teknik Regresi, setelah
itu dilakukan penaksiran. Perlu diketahui dulu apakah hasil estimasi regresi tersebut dapat
digunakan atau tidak. Paling tidak ada 3 jenis test statistik yang lazim dilakukan yaitu T-
Statistic, F-Statistik dan Coeficient of Determination (R2). Tahap Kedua, melakukan
perkiraan atau prediksi untuk masa yang akan datang sesuai dengan jumlah periode waktu
yang dinginkan dalam perencanaan.

Untuk memperjelas cara perhitunganya berikut ini diberikan contoh prediksi PDRB Sumatera
Barat berdasarkan harga Konstan tahun 2000, selama periode 8 tahun, yaitu tahun 2007
sampai 2014 (data dalam Rp Triliyun). Hasil estimasi persamaan regresi liner dengan
menggunakan data tahun lalu adalah

Yt = 27,00 + 1,19 t R2 = 0,99


(20,11)
Dimana angka dalam kurung adalah nilai t statistik. Persamaan tersebut terlihat cukup
signifikant karena nilai t statistik yang besar dan koefisien determinasi yang besar pula,
sehingga persamaan ini cukup representatif dan dapat digunakan dalam melakukan analisa
atau prediksi kedepan. Jika waktu dasarnya tahun 2010, maka untuk prediksi kedepan tahun
2015 ( t = 5 ), tahun 2016 (t=6), tahun 2017 (t=7)

Y2015 = 27 + 1,19 (5) = 32,95 untuk t = 5


Y2016 = 27 + 1,19 (6) = 34,14 untuk t=6
Y2017 = 27 + 1,19 (7) = 35,33 untuk t=7
Jika regresi dilakukan dengan Metode Non Liner maka prosedur untuk melakukan proyeksi,
data yang ada ditansformasikan dulu kedalam bentuk logaritma atau bentuk Ln, sehingga
persamaan regresi yang diperoleh juga berbentuk logaritma seperti contoh berikut

log Yt = log 7,443 + 0,019 log t R2 = 0,99


(22,44)
Karena regresi dilakukan dalam bentuk logaritma,maka sebelum dilakukan prediksi harus
ditarik anti-log terhadap koefisien regresi yang diperoleh, sehingga persamaan yang
diperoleh adalah
Yt = 27.733.201 (1,045)t R2 0,99
(22,44)
Untuk menyamakan dengan persamaan liner sebelumnya, maka konstantanya kita samakan
Yt = 27,7 (1,045)t R2 = 0,99
(22,44)
Hasil persamaan regresi ini juga dapat digunakan untuk prediksi karena memiliki t-statistik
yang signifikan dan juga koefisien determinasi yang besar. Prediksi kedepanya adalah

Y2015 = 27,7 ( 1,045)5 = 34,52 untuk t = 5


Y2016 = 27,7 ( 1,045)6 = 36,07 untuk t = 6
Y2017 = 27,7 ( 1,045 )7 = 37,70 untuk t = 7
Dari kedua metode diatas, terlihat hasilnya sedikit berbeda. Untuk memilih hasil mana yang
lebih baik perlu dilakukan dua prosedur sederhana yaitu

- Sebelum melalukan estimasi gambarkan dulu sebaran data (scatter plot), jika
data menyebar tidak berturan maka kecendrungan Trend adalah Non-liner.

- Jika pola sebaran data sulit ditentukan apakah menyebar atau terpola, maka
hitung Standar Deviasi dari nilai estimasi kedua bentuk Trend selama periode
yang diamati, kemudian pilihlah standar deviasi mana yang kecil, agar bias
prediksi jaga dapat diminimalisir.

1. Teknik Prediksi Sebab Akibat


Untuk mengatasi kelemahan yang terdapat pada teknik prediksi Trend, muncul teknik
prediksi lain yang didasarkan pada hubungan sebab akibat dalam sebuah fungsi. Dalam hal
ini prediksi masa datang didasarkan pada hubungan sebab akibat yang terjadi dimasa lalu.
Dengan demikian faktor yang dijadikan sebagai dasar utama prediksi bukan lagi waktu, tetapi
oleh berbagai variabel yang berkaitan erat dengan unsur yang akan diprediksi. Misalnya
produksi padi ditentukan oleh 3 faktor utama seperti penambahan luas areal tanam,
penggunaan pupuk dan jumlah tenaga kerja yang dipakai. Berdasarkan fakta hubungan
fungsional tersebut dapat disusun model sebab akibat (Causal model) sebagai berikut

Qt = α + β1 L + β2 I + ε ……………… (1)

Dimana Qt = jumlah produksi tahun-t


L = jumlah tenaga kerja yang digunakan
I = nilai investasi yang ditanam
α = konstanta
β1 dan β2 = koefisien regresi
Sama halnya dengan teknik prediksi Trend, tahap pertama yang perlu dilakukan adalah
menghitung estimasi regresi berdasarkan prinsip sebab akibat. Setelah hasil regresi diperoleh
maka sebelum digunakan untuk prediksi terlebih dulu dilakukan pengetesan tingkat
signifikasi dengan menghitung t-statistik, F-statistik dan Koefisien determinasi. Bila ketiga
test itu menunjukan hasil yang baik, berarti hasil regresi tersebut dapat dijadikan sebagai
dasar dalam melakukan prediksi kedepan.

Untuk contoh perhitungan digunakan data industri Sumatera Barat tahun 2005 sampai 2014,
dengan variabel terikat nilai produksi (Q) dan variabel bebas jumlah tenaga kerja (L) dan
investasi (I). Hasil estimasi dengan model persamaan linernya adalah

Qt = 14.000.000 + 102,7 L + 0,91. I R2 = 0,64


(2,221) (0,159) Ftest = 2,47
Dari hasil estimasi diatas tampak bahwa variabel investasi tidak berpengaruh signifikant
terhadap peningkatan produksi, mungkin disebabkan belum efisienya penggunaan dana
investasi. Sehingga jika akan dilakukan prediksi variabel ini sebaiknya ditinjau ulang sebagai
variabel penentu.

Koefisien regresi liner yang diperoleh dari persamaan regresi memperlihatkan nilai Marginal,
yaitu perubahan nilai variabel terikat jika variabel bebas mengalami perubahan 1 unit.
Selanjutnya , dengan model regresi non-liner, koefisien regresi merupakan nilai Elastisitas
dari variabel bebas yang diestimasi, yaitu % perubahan variabel terikat jika variabel bebas
berubah sebesar 1 %.
Dengan menggunakan data yang sama seperti diatas, dilakukan estimasi secara non-liner
dalam bentuk logaritma, maka hasil yang diperoleh adalah

Log Qt = - 17,56 + 3,324 log L + 0,231 log I R2 = 0,70


(2,403) (0,736) Ftest= 3,46
Dalam hal ini koefisien regresi L dan I lansung menjadi nilai Elastisitas tenaga kerja dan
investasi terhadap peningkatan produksi sektor industri yang masing-masingnya adalah 3,32
% dan 0,23 %.

Untuk dapat melakukan prediksi dengan model sebab akibat ini, perlu pula dilakukan
proyeksi terhadap nilai masing-masing independent variabel selama periode prediksi. Teknik
proyeksi yang digunakan bisa dalam bentuk regresi trend liner atau non-liner seperti contoh
sebelumnya. Menggunakan hasil proyeksi Independent variabel ini maka prediksi untuk 3
tahun kedepan dapat dilakukan dengan meramalkan nilai estimasi Trend kedalam persaman
regresi yang diperoleh.

Misalnya dengan menggunakan teknik prediksi regresi trend diperoleh estimasi nilai variabel
independent sebagai berikut.

Tabel . 1 : Prediksi nilai Independent Variabel tahun 2015 – 2017

Tahun Tanaga Kerja ( L ) Investasi I


Dalam orang ( Rp 000 )
2015 173.233 3.120.823
2016 174.931 3.417.677
2017 176.645 3.741.578
Pertumbuhan (%) 0,98 9,48

Dengan memasukan nilai pada tabel diatas kedalam persamaan sebelumnya, diperoleh nilai
prediksi untuk tahun 2015 – 2017 seperti berikut.

Q2015 = 14.000.000 + 102,7 (173.233) + 0,91 (3.120.833) = 34.630.974


Q2016 = 14.000.000 + 102,7 (174.931) + 0,91 (3.417.677) = 35.075.500
Q2017 = 14.000.000 + 102,7 (176.645) + 0,91 (3.741.578) = 35.546.258
Bila regresi dilakukan dalam bentuk non-liner (logaritma) maka sebelum dilakukan prediksi
terlebih dulu dilakukan anti-log terhadap hasil regresi tersebut.

3. Teknik Rata-Rata Bergerak

Bila teknik prediksi Trend dan model sebab akibat tidak dapat memberikan hasil yang
meyakinkan, maka bisa digunakan teknik yang lain yaitu metode rata-rata bergerak (Moving
average). Teknik ini lazim digunakan bila fluktuasi data antar waktu cukup tinggi sehingga
penggunaan metode trend kurang dapat memberikan hasil yang logis dan cendrung tidak
stabil.

Prediksi dengan teknik rata-rata bergerak didasarkan pada nilai rata-rata beberapa tahun yang
lalu yang kemudian digerakan kemuka untuk melakukan prediksi waktu selanjutnya.

Nilai rata-rata tersebut dapat dilakukan untuk periode 3 tahun atau 5 tahun tergantung dari
tingkat kemelesatan yang diperkirakan akan terjadi. Teknik ini biasanya digunakan bilamana
fluktuasi data antar waktu sangat bervariasi. Hasil prediksi dengan menggunakan teknik ini
akan menjadi lebih rendah dan stabil dibandingkan dengan teknik prediksi trend yang
didasarkan pada tingkat pertumbuhan yang terjadi dimasa lalu. Formulasinya dapat ditulis
seperti berikut

Ft = ∑ { ( A t-1 ) / W } …………………….. (2)

Dimana Ft = Nilai prediksi pada tahun t

At-1 = data aktual rata-rata dari beberapa tahun sebelumnya

W = periode waktu rata-rata

Untuk memperoleh hasil prediksi yang lebih baik, sebaiknya dilakukan prediksi dua kali baik
untuk periode waktu 3 tahun maupun 5 tahun, kemudian hasilnya dipilih berdasarkan nilai
Root Mean Square Errors (RMSE) yang terkecil diantara keduanya.

Berikut ini diberikan contoh perhitungan dengan menggunakan data PDRB Sumatera Barat
tahun 2010 -2014 dengan harga konstan. Berdasarkan perkembangan data ini dapat dihitung
prediksi dengan menggunakan metode rata-rata bergerak 5 tahun. Untuk tahun 2015
diperoleh dengan jalan mengambil nilai rata-rata 5 tahun dari dari PDRB tahun 2010-2014.
Selanjutnya untuk tahun 2016 didasarkan pada nilai rata-rata tahun 2011-2015, begitu
seterusnya.

Tabel 2 : Prediksi Rata-Rata Bergerak PDRB Sumbar tahun 2015-2018

Tahun PDRB Prediksi PDRB


( Rp Milyar ) ( Rp Milyar )
2010 26.147
2011 27.578
2012 29.159
2013 30.950
2014 32.913
2015 27.735
2016 29.349
2017 30.021
2018 30.194
Teknik ini memiliki kelemahan yang cukup serius karena metode ini memberikan penimbang
rata-rata yang sama dalam menghitung nilai rata-rata untuk setiap observasi. Sedangkan
kenyataan menunjukan bahwa data-data untuk beberapa tahun terakhir akan lebih
menentukan nilai prediksi dimasa datang. Untuk mengatasi kelemahan ini bisa digunakan
teknik Exponential Smoothing yang dapat diformulasikan sebagai berikut

Ft-1 = w At + (1-w) Ft ………………………… (3)

Ft-1 = nilai prediksi untuk satu periode mendatang

At = Data pada periode awal

Ft = prediksi pada periode t

w = periode waktu rata-rata

Dalam melakukan proses perhitungan, langkah pertama yang perlu dilakukan adalah
menghitung prediksi nilai rata-rata untuk periode waktu t dengan menggunakan formula pada
persamaan (2) dengan menentukan nilai w apakah sama dengan 3 atau 5. Setelah nilai F t
diperoleh, barulah nilai Ft-1 dapat dihitung dengan menggunakan formula (3).

Dengan menggunakan contoh pada tabel sebelumnya, maka nilai Ft yang diperoleh adalah
27.735 dan w = 0,5 maka nilai prediksi akan diperoleh sebagai berikut

F2 = 0,5 (32.913) + ( 1 – 0,5 ) ( 27.735 ) = 30.325

F3 = 0,5 ( 32.913) + ( 1- 0,5 ) ( 30.325 ) = 31.620

Sedangkan nilai prediksi untuk tahun berikutnya, yaitu F4 dan F5 dan seterusnya dapat
dihitung dengan cara yang sama.

4. Teknik Prediksi Dekomposisi

Kenyataan menunjukan bahwa dalam melakukan prediksi dengan menggunakan metode


Trend (Time Series) dalam jangka panjang seringkali data yang dipakai mengandung variasi
musim (seseonal variation) dan fluktuasi siklus (Cyclical Fluctuation ) yang cukup besar.
Variasi musim dan fluktuasi siklus ini terjadi secara berulang-ulang dalam periode wkatu
tertentu. Variasi musim terjadi secara regular setiap tahun, sedangkan fluktuasi siklus usaha
dapat terjadi 5 atau 10 tahun. Karena itu, dalam melakukan prediksi yang lebih tepat, kedua
unsur variasi dan fluktuasi ini perlu dipertimbangkan secara eksplisit dalam model yang
digunakan.

Model prediksi yang dapat memasukan secara eksplisit aspek variasi musim dan fluktuasi
siklus tersebut adalah metode Dekompisisi (Decomposition Method). Model Dekomposisi ini
dapat ditampilkan secara fungsional sebagai berikut
Yt = f ( Tr , Sn , CI , at ) ………………….. (4)

Prediksi Yt dapat dilakukan melalui Yt = f (prediksi Trt, Snt, Cit )

Tr = Analisa Trend
Sn = variasi musim
CI = Fluktuasi siklus usaha
Pada dasarnya teknik Time Series dapat dikelompokan atas 2 yaitu Additive model dan
Multiplicative Model. Pada additive model diasumsikan bahwa data pada waktu tertentu
merupakan penjumlahan dari komponen berikut

Yt = Trt + Snt + Cit + at …………………….. (5)

Jika data yang digunakan tidak mengandung salah satu komponen tersebut maka nilainya
menjadi nol. Dalam additive model ini, unsur variasi musim dan siklus usaha adalah
independent terhadap unsur trend, sehingga perubahanya bersifat konstan.

Prediksi dengan menggunakan metode Dekomposisi dapat dilakukan melalui beberapa tahap.
Tahap pertama menghitung Centered Moving Average dari L yang merupakan jumlah
musim dalam satu tahun. CMA ini dihitung dengan cara

CMAt = trend + siklus

Bila prediksi rata-rata bergerak tabel sebelumnya digunakan maka diperoleh hasil sebagai
berikut

CMA3 = (27.735 + 28.314 ) / 2 = 28.025


CMA4 = (28.314 + 28.745 ) / 2 = 28.526
CMA5 = (28.745 + 28.981 ) / 2 = 28.863
CMA6 = (28.981 + 28.945 ) / 2 = 28.983
Tahap kedua, kurangkan CMAt (Trt + Cit ) dari data dan selisihnya adalah sama dengan
variasi musim yaitu Snt + at , yaitu

(Trt + Snt + at ) – ( Trt + CI ) = Snt + at

Dengan menggunakan data contoh sebelumnya diperoleh hasil sebagai berikut

Sn3 + a3 = 25.578 – 28.025 = -2.447


Sn4 + a4 = 29.159 – 28.526 = 633
Sn5 + a5 = 30.950 – 28.981 = 1.969
Tahap ketiga,hilangkan unsur kesalahan (at) dari Snt + at dengan jalan nilai rata-rata untuk
setiap musim. Karena nilai rata-rata ini ada yang positif dan ada yang negatif, maka
penjumlahanya akan menjadi nol. Setelah nilai rata-rata diperoleh, kurangkan dari nilai Snt +
at diatas dan diperoleh nilai Snt.

Tahap keempat, hilangkan pengaruh musim dari data dengan jalan mengurangi data tersebut
dengan perkiraan nilai perubahan musim (Snt) yang diperoleh pada tahap ketiga

d = Yt – Snt ……………… (6)

Tahap kelima, lakukan kembali regresi dengan menggunakan data yang telah dikoreksi
dengan pengaruh musim sebagaimana yang telah dilakukan pada tahap keempat. Hasil dari
regresi ini akan menghasilkan setimasi persamaan yang telah bebas dari pengaruh musim.

Berdasarkan kelima tahap perhitungan tersebut, maka prediksi dengan metode Dekomposisi
dengan Additive model akhirnya dapat dilakukan melalui persamaan berikut

Yt = Tr + Sn + CI ……………… (7)

5. Teknik Prediksi Pertumbuhan Ekonomi Harrod Domar

Teknik ini didasarkan pada model Harrod Domar yang dibahas dalam teori pertumbuhan
ekonomi. Dalam hal ini, unsur penentu utama pertumbuhan ekonomi adalah Investasi ( I )
dan jenis teknologi yang digunakan dalam melakukan kegiatan produksi. Jenis teknologi
yang digunakan tercermin dari nilai koefisien ICOR (Incremental Capital Output Ratio )
yang digunakan pada daerah atau Negara yang bersangkutan. Dimana, model pertumbuhan
yang stabil (Warranted Rate of Growth ) dapat ditentukan dengan formula berikut

∆Y / Y = s / k …………………… (8)

Dimana Y = PDB atau PDRB

s = ∆S / ∆Y = MPS

k = ∆K / ∆Y = ICOR

Persamaan diatas menyatakan bahwa laju pertumbuhan yang stabil ditentukan oleh rasio
antara kehendak untuk menabung (MPS) dan besarnya kebutuhan terhadap kapital untuk
menghasilkan satu unit output (ICOR)

Formulasi persamaan (8) diatas untuk melakukan prediksi pertumbuhan ekonomi yang
direncanakan. Sebagai contoh jika data yang tersedia menunjukan bahwa tingkat MPS = 15%
setiap tahunya, sedangkan ICOR = 3, maka prediksi perttumbuhan ekonomi yang sebaiknya
adalah

∆Y / Y = s / k = 15% / 3 = 5%
Perhitungan tingkat pertumbuhan yang stabil ini memberikan implikasi bahwa bilamana
tingkat pertumbuhan yang dapat direalisasikan berada dibawah tingkat ini karena
keterbatasan dana investasi, maka besar kemungkinan tingkat pengangguran akan meningkat.
Hal ini terjadi karena tambahan lapangan pekerjaan yang didorong oleh pertumbuhan
ekonomi tidak dapat mengimbangi pertumbuhan pencari kerja. Sebaliknya bila laju
pertumbuhan yang terealisasi lebih besar, maka pemerintah sudah harus bersiap-siap
menghadapi kenaikan tingkat inflasi. Hal ini terjadi karena pertambahan uang beredar yang
didorong oleh peningkatan investasi tidak dapat mengimbangi pertumbuhan produksi yang
relatif rendah.

Selanjutnya model Harod Domar tersebut dapat pula digunakan untuk mengetahui besarnya
kebutuhan investasi yang diperlukan untuk mencapai target laju pertumbuhan ekonomi yang
diinginkan. Ini dapat dihitung dengan bertitik tolak dari defenisi ICOR sebagai berikut

ICOR = ∆K / ∆Y = I / ∆Y, Karena ∆K = I

Maka kebutuhan kebutuhan investasi total yang diperlukan untuk mencapai target
pertumbuhan sebagai berikut

I = ICOR ( ∆Y )

Kebutuhan investasi ini dapat pula dikelompokan atas kebutuhan investasi pemerintah dan
kebutuhan investasi swasta dan masyarakat secara keseluruhan. Hal ini dapat dilakukan
dengan melihat realisasi proporsi investasi pemerintah dalam investasi total. Untuk kasus
provinsi Sumatera Barat proporsi investasi pemerintah dari inveatsi total adalah sekitar 30 %
sehingga sisanya sebesar 70% adalah investasi swasta dan masyarakat secara keseluruhan.
Berdasarkan angka ini, maka dapat diperkirakan besarnya kebutuhan investasi pemerintah
dan swasta serta masyarakat umum dari total kebutuhan investasi secara keseluruhan, seperti
pada tabel berikut.

Tabel.3 : Prediksi Pembangunan Ekonomi dan Kebutuhan Investasi Provinsi Sumatera Barat
Tahun 2005 – 2025

No Unsur Prediksi 2005 2010 2015 2020 2025

1 Pertumbuhan Investasi (%) 18,65 20,79 26,83 30,11 34,43

2 ICOR Total 3,79 4,06 4,32 4,59 4,85

3 PDRB Harga Konstan (Rp Milyar) 44.638 63.509 113.264 179.121 287.137

4 Pertumbuhan Ekonomi (%) 4,92 5,12 6,21 6,56 7,10

5 Tingkat Inflasi (%) 6,75 6,25 6,00 5,50 5,00

6 PDRB Harga Berlaku (Rp milyar) 47.651 67.478 120.060 188.973 301.494
7 Perkiraan Kebutuhan Investasi total 10.862 17.845 49.952 68.913 118.147

8 Kebutuhan Investasi Pemerintah 4.330 9.033 17.451 32.387 58.736

9 Keb. Invst swasta dan masyarakat 6.532 8.812 32.501 46.526 59.411

10 Jumlah Penduduk (000 orang) 4,556 4,807 5,099 5,312 5,551

11 Laju pertumbh. Penduduk (%) 1,20 1,10 1,05 1,00 0,90

12 Pendapatan Perkapita hrg konstan 9.797 13.213 22.389 33.721 51.728

13 Pendpt Perkapita hrg berlaku 10.506 14.094 23.818 35.683 54.450

Teknik prediksi pertumbuhan ekonomi dan kebutuhan investasi berdasarkan model Harrod-
Domar ini juga mengandung kelemahan karena investasi dianggap satu-satunya variabel
penentu pertumbuhan ekonomi. Tidak dapat disangkal bahwa tenaga kerja juga merupakan
variabel lain yang ikut mempengaruhi pertumbuhan ekonomi suatu negara atau daerah. Kalau
aspek tenaga kerja ikut dipertimbangkan dalam analisis maka sebaiknya model pertumbuhan
yang digunakan adalah model Neo-Klassik. Tetapi model ini masih sulit digunakan di
Indonesia karena data tentang persediaan modal (capital stock) yang diperlukan dalam
penerapan model ini belum tersedia. Disamping itu asumsi Kalssik yang mengatakan bahwa
campur tangan pemerintah dalam perekonomian sangat terbatas dirasakan kurang sesuai
dengan kondisi di Indonesia.

Perhatian ! Kita kuliah pada Hari Kamis tanggal 22 April Jam 8 pagi dengan Link Zoom
Join Zoom Meeting
https://us02web.zoom.us/j/87286385702?
pwd=UUVid3FiWlpvWU4vQXBsR2NTL1BVQT09
Meeting ID: 872 8638 5702
Passcode: 550860

Anda mungkin juga menyukai