Perencanaan pembangunan menyangkut masa depan yang kondisinya belum dapat diketahui
sama sekali. Namun demikian untuk keperluan penyusunan perencanaan pembangunan yang
baik dan terukur, masa depan tersebut perlu diperkirakan kondisinya agar strategi dan
kebijakan pembangunan dapat ditentukan secara lebih tepat dan terarah. Karena itu
penyusunan proyeksi atau prediksi pembangunan menjadi sangat penting dan tidak dapat
dipisahkan dalam penyusunan sebuah rencana pembangunan. Sementara itu penyusunan
prediksi tersebut memerlukan teknik dan metode tertentu yang masing-masingnya memiliki
kekuatan dan kelemahan tersendiri. Beberapa metode yang lazim yang digunakan dalam
menyusun prediksi pembangunan adalah :
Prediksi dengan menggunakan Teknik Regresi Trend didasarkan pada sudut pandang bahwa
perkiraan masa datang sangat ditentukan oleh kenyataan yang terjadi pada masa lalu. Bila
kenyataan masa lalu menunjukan bahwa perkembangan suatu aspek pembangunan cukup
cepat, maka prediksi masa datang juga akan menunjukan perkembangan dengan tendensi
yang hampir sama. Tentunya perubahan dapat saja terjadi, tetapi hal tersebut hal tersebut
tidak akan terlalu besar.
Secara umum prediksi dengan teknik Trend dapat ditempuh melalui dua tahap. Tahap
Pertama, yaitu dengan melakukan estimasi koefisien menggunakan teknik Regresi, setelah
itu dilakukan penaksiran. Perlu diketahui dulu apakah hasil estimasi regresi tersebut dapat
digunakan atau tidak. Paling tidak ada 3 jenis test statistik yang lazim dilakukan yaitu T-
Statistic, F-Statistik dan Coeficient of Determination (R2). Tahap Kedua, melakukan
perkiraan atau prediksi untuk masa yang akan datang sesuai dengan jumlah periode waktu
yang dinginkan dalam perencanaan.
Untuk memperjelas cara perhitunganya berikut ini diberikan contoh prediksi PDRB Sumatera
Barat berdasarkan harga Konstan tahun 2000, selama periode 8 tahun, yaitu tahun 2007
sampai 2014 (data dalam Rp Triliyun). Hasil estimasi persamaan regresi liner dengan
menggunakan data tahun lalu adalah
- Sebelum melalukan estimasi gambarkan dulu sebaran data (scatter plot), jika
data menyebar tidak berturan maka kecendrungan Trend adalah Non-liner.
- Jika pola sebaran data sulit ditentukan apakah menyebar atau terpola, maka
hitung Standar Deviasi dari nilai estimasi kedua bentuk Trend selama periode
yang diamati, kemudian pilihlah standar deviasi mana yang kecil, agar bias
prediksi jaga dapat diminimalisir.
Qt = α + β1 L + β2 I + ε ……………… (1)
Untuk contoh perhitungan digunakan data industri Sumatera Barat tahun 2005 sampai 2014,
dengan variabel terikat nilai produksi (Q) dan variabel bebas jumlah tenaga kerja (L) dan
investasi (I). Hasil estimasi dengan model persamaan linernya adalah
Koefisien regresi liner yang diperoleh dari persamaan regresi memperlihatkan nilai Marginal,
yaitu perubahan nilai variabel terikat jika variabel bebas mengalami perubahan 1 unit.
Selanjutnya , dengan model regresi non-liner, koefisien regresi merupakan nilai Elastisitas
dari variabel bebas yang diestimasi, yaitu % perubahan variabel terikat jika variabel bebas
berubah sebesar 1 %.
Dengan menggunakan data yang sama seperti diatas, dilakukan estimasi secara non-liner
dalam bentuk logaritma, maka hasil yang diperoleh adalah
Untuk dapat melakukan prediksi dengan model sebab akibat ini, perlu pula dilakukan
proyeksi terhadap nilai masing-masing independent variabel selama periode prediksi. Teknik
proyeksi yang digunakan bisa dalam bentuk regresi trend liner atau non-liner seperti contoh
sebelumnya. Menggunakan hasil proyeksi Independent variabel ini maka prediksi untuk 3
tahun kedepan dapat dilakukan dengan meramalkan nilai estimasi Trend kedalam persaman
regresi yang diperoleh.
Misalnya dengan menggunakan teknik prediksi regresi trend diperoleh estimasi nilai variabel
independent sebagai berikut.
Dengan memasukan nilai pada tabel diatas kedalam persamaan sebelumnya, diperoleh nilai
prediksi untuk tahun 2015 – 2017 seperti berikut.
Bila teknik prediksi Trend dan model sebab akibat tidak dapat memberikan hasil yang
meyakinkan, maka bisa digunakan teknik yang lain yaitu metode rata-rata bergerak (Moving
average). Teknik ini lazim digunakan bila fluktuasi data antar waktu cukup tinggi sehingga
penggunaan metode trend kurang dapat memberikan hasil yang logis dan cendrung tidak
stabil.
Prediksi dengan teknik rata-rata bergerak didasarkan pada nilai rata-rata beberapa tahun yang
lalu yang kemudian digerakan kemuka untuk melakukan prediksi waktu selanjutnya.
Nilai rata-rata tersebut dapat dilakukan untuk periode 3 tahun atau 5 tahun tergantung dari
tingkat kemelesatan yang diperkirakan akan terjadi. Teknik ini biasanya digunakan bilamana
fluktuasi data antar waktu sangat bervariasi. Hasil prediksi dengan menggunakan teknik ini
akan menjadi lebih rendah dan stabil dibandingkan dengan teknik prediksi trend yang
didasarkan pada tingkat pertumbuhan yang terjadi dimasa lalu. Formulasinya dapat ditulis
seperti berikut
Untuk memperoleh hasil prediksi yang lebih baik, sebaiknya dilakukan prediksi dua kali baik
untuk periode waktu 3 tahun maupun 5 tahun, kemudian hasilnya dipilih berdasarkan nilai
Root Mean Square Errors (RMSE) yang terkecil diantara keduanya.
Berikut ini diberikan contoh perhitungan dengan menggunakan data PDRB Sumatera Barat
tahun 2010 -2014 dengan harga konstan. Berdasarkan perkembangan data ini dapat dihitung
prediksi dengan menggunakan metode rata-rata bergerak 5 tahun. Untuk tahun 2015
diperoleh dengan jalan mengambil nilai rata-rata 5 tahun dari dari PDRB tahun 2010-2014.
Selanjutnya untuk tahun 2016 didasarkan pada nilai rata-rata tahun 2011-2015, begitu
seterusnya.
Dalam melakukan proses perhitungan, langkah pertama yang perlu dilakukan adalah
menghitung prediksi nilai rata-rata untuk periode waktu t dengan menggunakan formula pada
persamaan (2) dengan menentukan nilai w apakah sama dengan 3 atau 5. Setelah nilai F t
diperoleh, barulah nilai Ft-1 dapat dihitung dengan menggunakan formula (3).
Dengan menggunakan contoh pada tabel sebelumnya, maka nilai Ft yang diperoleh adalah
27.735 dan w = 0,5 maka nilai prediksi akan diperoleh sebagai berikut
Sedangkan nilai prediksi untuk tahun berikutnya, yaitu F4 dan F5 dan seterusnya dapat
dihitung dengan cara yang sama.
Model prediksi yang dapat memasukan secara eksplisit aspek variasi musim dan fluktuasi
siklus tersebut adalah metode Dekompisisi (Decomposition Method). Model Dekomposisi ini
dapat ditampilkan secara fungsional sebagai berikut
Yt = f ( Tr , Sn , CI , at ) ………………….. (4)
Tr = Analisa Trend
Sn = variasi musim
CI = Fluktuasi siklus usaha
Pada dasarnya teknik Time Series dapat dikelompokan atas 2 yaitu Additive model dan
Multiplicative Model. Pada additive model diasumsikan bahwa data pada waktu tertentu
merupakan penjumlahan dari komponen berikut
Jika data yang digunakan tidak mengandung salah satu komponen tersebut maka nilainya
menjadi nol. Dalam additive model ini, unsur variasi musim dan siklus usaha adalah
independent terhadap unsur trend, sehingga perubahanya bersifat konstan.
Prediksi dengan menggunakan metode Dekomposisi dapat dilakukan melalui beberapa tahap.
Tahap pertama menghitung Centered Moving Average dari L yang merupakan jumlah
musim dalam satu tahun. CMA ini dihitung dengan cara
Bila prediksi rata-rata bergerak tabel sebelumnya digunakan maka diperoleh hasil sebagai
berikut
Tahap keempat, hilangkan pengaruh musim dari data dengan jalan mengurangi data tersebut
dengan perkiraan nilai perubahan musim (Snt) yang diperoleh pada tahap ketiga
Tahap kelima, lakukan kembali regresi dengan menggunakan data yang telah dikoreksi
dengan pengaruh musim sebagaimana yang telah dilakukan pada tahap keempat. Hasil dari
regresi ini akan menghasilkan setimasi persamaan yang telah bebas dari pengaruh musim.
Berdasarkan kelima tahap perhitungan tersebut, maka prediksi dengan metode Dekomposisi
dengan Additive model akhirnya dapat dilakukan melalui persamaan berikut
Yt = Tr + Sn + CI ……………… (7)
Teknik ini didasarkan pada model Harrod Domar yang dibahas dalam teori pertumbuhan
ekonomi. Dalam hal ini, unsur penentu utama pertumbuhan ekonomi adalah Investasi ( I )
dan jenis teknologi yang digunakan dalam melakukan kegiatan produksi. Jenis teknologi
yang digunakan tercermin dari nilai koefisien ICOR (Incremental Capital Output Ratio )
yang digunakan pada daerah atau Negara yang bersangkutan. Dimana, model pertumbuhan
yang stabil (Warranted Rate of Growth ) dapat ditentukan dengan formula berikut
∆Y / Y = s / k …………………… (8)
s = ∆S / ∆Y = MPS
k = ∆K / ∆Y = ICOR
Persamaan diatas menyatakan bahwa laju pertumbuhan yang stabil ditentukan oleh rasio
antara kehendak untuk menabung (MPS) dan besarnya kebutuhan terhadap kapital untuk
menghasilkan satu unit output (ICOR)
Formulasi persamaan (8) diatas untuk melakukan prediksi pertumbuhan ekonomi yang
direncanakan. Sebagai contoh jika data yang tersedia menunjukan bahwa tingkat MPS = 15%
setiap tahunya, sedangkan ICOR = 3, maka prediksi perttumbuhan ekonomi yang sebaiknya
adalah
∆Y / Y = s / k = 15% / 3 = 5%
Perhitungan tingkat pertumbuhan yang stabil ini memberikan implikasi bahwa bilamana
tingkat pertumbuhan yang dapat direalisasikan berada dibawah tingkat ini karena
keterbatasan dana investasi, maka besar kemungkinan tingkat pengangguran akan meningkat.
Hal ini terjadi karena tambahan lapangan pekerjaan yang didorong oleh pertumbuhan
ekonomi tidak dapat mengimbangi pertumbuhan pencari kerja. Sebaliknya bila laju
pertumbuhan yang terealisasi lebih besar, maka pemerintah sudah harus bersiap-siap
menghadapi kenaikan tingkat inflasi. Hal ini terjadi karena pertambahan uang beredar yang
didorong oleh peningkatan investasi tidak dapat mengimbangi pertumbuhan produksi yang
relatif rendah.
Selanjutnya model Harod Domar tersebut dapat pula digunakan untuk mengetahui besarnya
kebutuhan investasi yang diperlukan untuk mencapai target laju pertumbuhan ekonomi yang
diinginkan. Ini dapat dihitung dengan bertitik tolak dari defenisi ICOR sebagai berikut
Maka kebutuhan kebutuhan investasi total yang diperlukan untuk mencapai target
pertumbuhan sebagai berikut
I = ICOR ( ∆Y )
Kebutuhan investasi ini dapat pula dikelompokan atas kebutuhan investasi pemerintah dan
kebutuhan investasi swasta dan masyarakat secara keseluruhan. Hal ini dapat dilakukan
dengan melihat realisasi proporsi investasi pemerintah dalam investasi total. Untuk kasus
provinsi Sumatera Barat proporsi investasi pemerintah dari inveatsi total adalah sekitar 30 %
sehingga sisanya sebesar 70% adalah investasi swasta dan masyarakat secara keseluruhan.
Berdasarkan angka ini, maka dapat diperkirakan besarnya kebutuhan investasi pemerintah
dan swasta serta masyarakat umum dari total kebutuhan investasi secara keseluruhan, seperti
pada tabel berikut.
Tabel.3 : Prediksi Pembangunan Ekonomi dan Kebutuhan Investasi Provinsi Sumatera Barat
Tahun 2005 – 2025
3 PDRB Harga Konstan (Rp Milyar) 44.638 63.509 113.264 179.121 287.137
6 PDRB Harga Berlaku (Rp milyar) 47.651 67.478 120.060 188.973 301.494
7 Perkiraan Kebutuhan Investasi total 10.862 17.845 49.952 68.913 118.147
9 Keb. Invst swasta dan masyarakat 6.532 8.812 32.501 46.526 59.411
Teknik prediksi pertumbuhan ekonomi dan kebutuhan investasi berdasarkan model Harrod-
Domar ini juga mengandung kelemahan karena investasi dianggap satu-satunya variabel
penentu pertumbuhan ekonomi. Tidak dapat disangkal bahwa tenaga kerja juga merupakan
variabel lain yang ikut mempengaruhi pertumbuhan ekonomi suatu negara atau daerah. Kalau
aspek tenaga kerja ikut dipertimbangkan dalam analisis maka sebaiknya model pertumbuhan
yang digunakan adalah model Neo-Klassik. Tetapi model ini masih sulit digunakan di
Indonesia karena data tentang persediaan modal (capital stock) yang diperlukan dalam
penerapan model ini belum tersedia. Disamping itu asumsi Kalssik yang mengatakan bahwa
campur tangan pemerintah dalam perekonomian sangat terbatas dirasakan kurang sesuai
dengan kondisi di Indonesia.
Perhatian ! Kita kuliah pada Hari Kamis tanggal 22 April Jam 8 pagi dengan Link Zoom
Join Zoom Meeting
https://us02web.zoom.us/j/87286385702?
pwd=UUVid3FiWlpvWU4vQXBsR2NTL1BVQT09
Meeting ID: 872 8638 5702
Passcode: 550860