Anda di halaman 1dari 14

RANGKUMAN

HAK DAN KEWAJIBAN PENYEDIA JASA SESUAI UUJK


2017
1. Penyelenggaraan Jasa Konstruski di dalam UUJK ini
untuk mewujudkan ketertiban penyelenggaraan jasa
konstruksi yang menjamin kesetaraan kedudukan
antara Pengguna jasa dan penyedia jasa dalam
menjalankan Hak dan kewajiban , serta meningkatkan
kepatuhan sesuai dengan peraturan per undang
undangan ….( ps 3, ayat 1c)
2. Penyedia Jasa bertanggung jawab pada masa
pelaksanaan dan masa pemeliharaan ….( ps 47, ayat
1c).
3. Hak penyedia jasa menerima imbalan jasa dan
memperoleh informasi untuk melaksanakan
kewajiban pelayanan konstruksi …..( ps 47, ayat 1d)
4. Penyedia jasa bertanggung jawab terhadap kegagalan
bangunan …….( ps 47, ayat 1k)
5. Penyedia jasa berkewajiban memberikan kpd
subpenyedia jasa untuk pekerjaan berkualifikasi
kecil
6. Penyedia jasa wajib memenuhi hak dan kewajiban di
dalam kontrak….( ps 53, ayat 4)
7. Penyedia jasa wajib menyerahkan hasil pekerjaan
secara tepat waktu , mutu , biaya sebagaimana
tercantum dalam kontrak ….( ps 54, ayat 1)
8. Penyedia jasa apabila tidak dapat menyerahkan
pekerjaan tepat waktu , mutu , biaya sesuai kontrak
maka akan dikenai ganti rugi sesuai dg kesepakatan
….( ps 54, ayat 2)
9. Penyedia jasa berhak menerima pembayaran dari
pengguna jasa dengan tepat waktu dan tepat
jumlah….( ps 56, ayat 1)
10. Penyedia jasa berhak mendapat ganti kerugian
apabila pengguna jasa tidak tepat waktu membayar
dan tidak tepat jumlah ….( ps 56, ayat 2)
11. Penyedia jasa harus mengetahui resiko mekanisme
komitmen atas pengusahaan produk jasa konstruksi
dan memastikan fungsionalitas produk sesuai dg
perturan perundang undangan……( ps 56, ayat 3)
12. Penyedia jasa wajib menyerahkan jaminan jaminan
kpd pengguna jasa….( ps 57, ayat 1)
13. Jaminan Penawaran , jaminan pelaksanaan , jaminan
UM , jaminan pemeliharaan dan/atau jaminan
sanggah banding……( ps 57, ayat2)
14. Jaminan dapat di cairkan tanpa syarat sebesar nilai
yg dijaminkan atas wan prestasi yang dilakukan oleh
penyedia jasa……( ps 57, ayat 3)
15. Penyelenggaraan jasa konstruksi harus dilakukan
oleh penyedia jasa ( baik dikerjakan sendiri atau
oleh pihak lain…..( ps 58, ayat 6)
16. Penyedia jasa wajib memenuhi standar K3
berkelanjutan…..( ps 59, ayat 1)
17. Dalam memenuhi standart K3 penyedia jasa harus
memberikan pengesahan dan persetujuan atas :
a) Hasil pengkajian , perencanaan dan /atau
perancangan
b) Rencana teknis proses pembangunan ,
pemeliharaan , pembongkaran, dan pembangunan
kembali
c) Pelaksanaan suatu proses pembangunan,
pemeliharaan , pembongkaran, dan pembangunan
kembali
d) Penggunaan material, peralatan , teknologi atau
hasil layanan jasa konstruksi ……( ps 59, ayat 2)
18. Penyedia jasa menjadi pihak yg bertanggung jawab
terhadap kegagalan bangunan apabila tidak
memenuhi K3 berkelanjutan…..( ps 60, ayat 1)
19. Penyedia jasa wajib mengganti rugi atau
memperbaiki kegagalan bangunan akibat kesalah
penyedia jasa………( ps 63, ayat ).
20. Penyedia jasa wajib bertanggung jawab atas
kegagalan bangunan pada jangka waktu yg
ditentukan sesuai dg rencana umur konstruksi…..( ps
65, ayat1 )
21. Penyedia jasa wajib bertanggung jawab atas
kegagalan bangunan paling lama 10 tahun terhitung
sejak penyerahan terakhir…….( ps 65, ayat2 )
22. Ketentuan kegagalan bangunan diatur dalam perpu
…..( ps 65, ayat5)
23. Penyedia jasa wajib memberikan ganti kerugian
dalam hal kegagalan bangunan….( ps 67, ayat )
24. Penyedia jasa wajib memperkerjakan tenaga kerja
konstruksi yang memiliki sertifikat kompetensi kerja
…….( ps 70, ayat1 )
25. Pengguna jasa dan institusi terkait yang terkait dg
jasa konstruksi harus memberikan data dan
informasi dalam rangka tugas pembinaan dan
layanan……( ps 83, ayat3 )
26. Apabila ada pengaduan masyarakat adanya dugaan
kejahatan dan pelanggaran , dan dilakukan
pemeriksaan hukum thd penyedia jasa tidak
mengganggu atau menghentikan pelaksanaan
penyelenggaraan konstruksi…..( ps 86, ayat 1)
27. Penyedia jasa yg melanggar ketentuan pemberian
pekerjaan utama ( subpenyedia spesialis)sesuai
pasal 53 , dikenai sanksi administratif : peringatan
tertulis, denda administratif, penghentian
sementara ,pembekuan izin…….( ps 95, ayat )
28. Penyedia jasa yg melanggar ketentuan standart K3
berkelanjutan akan di kenai sanksi berupa :
peringatan tertulis, denda administratif,
penghentian sementara ,pembekuan izin,
pencanyuman daftar hitam , pencabutan izin…..( ps
96, ayat 1 )
29. Penyedia jasa yg dalam memberikan pengesahan
dan persetujuan melanggar ketentuan sesuai pasal
59 ayat 2 , akan di kenai sanksi berupa : peringatan
tertulis, denda administratif, penghentian
sementara ,pembekuan izin, pencanyuman daftar
hitam , pencabutan izin……..( ps 96, ayat 2 )
30. Penyedia jasa yg tidak memenuhi kewajiban
mengganti kerugian atau memperbaiki kegagalan
bangunan sesuai pasal63 , akan di kenai sanksi
berupa : peringatan tertulis, denda administratif,
penghentian sementara ,pembekuan izin,
pencanyuman daftar hitam , pencabutan izin……( ps
98, ayat )
31. Penyedia jasa yg memperkerjakan tenaga kerja yg
tidak memiliki ertifikat kompetensi pasal70 , akan di
kenai sanksi berupa : denda administratif,
penghentian sementara , pencabutan izin……( ps 99,
ayat 2 )
32.
8 Poin Penting dalam UU Jasa Konstruksi
Terbaru

HYPERLINK "https://4.bp.blogspot.com/-
QaUvL8OoIww/WADNEFZo71I/AAAAAAAAEpI/ENUenCE7-
o0B_SkAQ0LmQMBWf5ksbsrigCPcB/s1600/pekerjaan-konstruksi.jpg"

Pengadaan.web.id - Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI akhirnya


membenahi iklim usaha jasa konstruksi dengan menyetujui Rancangan
Undang-Undang (RUU) Jasa Konstruksi menjadi undang-undang (UU) No 12
Tahun 2017 tentang jasa konstruksi dalam Rapat Paripurna Ke-15 di
Gedung DPR RI yang dipimpin oleh Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah, Kamis
(15/12). UU Jasa Konstruksi terbaru ini memiliki beberapa poin
penting yang akan menggantikan Undang-Undang Jasa Konstruksi Nomor 18
Tahun 1999 yang sudah berlaku kurang lebih selama 17 tahun.

Menteri Hukum dan HAM, Yasonna Laoly saat menyampaikan Pendapat Akhir
Presiden atas RUU tentang Jasa Konstruksi dalam Sidang Paripurna
mengatakan bahwa RUU tentang Jasa Konstruksi ini telah melalui proses
pembahasan yang mendalam. Dirinya juga mengucapkan terima kasih
kepada seluruh pihak yang telah berperan dalam proses pembahasan RUU
serta mengapresiasi Pimpinan serta Anggota DPR RI karena telah
memberikan perhatian penuh selama berlangsungnya pembahasan RUU Jasa
Konstruksi.

"Kiranya, niatan baik kita untuk kepentingan dan kemajuan bangsa-


negara demi NKRI bisa terwujud dan didukung oleh seluruh rakyat
Indonesia," katanya. Turut hadir dalam Sidang Paripurna tersebut
Sekjen Kementerian PUPR Anita Firmanti dan Direktur Jenderal Bina
Konstruksi Yusid Toyib mewakili Menteri PUPR Basuki Hadimuljono yang
tengah berada di Aceh mendampingi Presiden RI Joko Widodo.

UU Jasa Konstruksi No 12 Tahun 2017 yang baru disahkan ini terdiri


dari 14 Bab dan 106 pasal telah melalui harmonisasi dengan peraturan
sektor lain, seperti UU Nomor 11/2014 tentang Keinsinyuran, UU Nomor
13/2003 tentang Ketenagakerjaan, UU Nomor 11/2008 tentang Informasi
dan Transaksi Elektronik, UU Nomor 23/2004 tentang Pemerintahan
Daerah dan aturan terkait lainnya.

Menurutnya, tantangan kedepan terhadap perkembangan jasa konstruksi


mendorong dilakukannya revisi RUU, mengingat industri konstruksi
Indonesia yang sangat dinamis dan perlu adanya pengaturan terhadap
rantai pasok, system delivery dalam sistem pengadaan barang dan jasa
serta mutu konstruksi.
Sementara itu Ketua Komisi V DPR RI, Fary Djemy Francis mengatakan
bahwa RUU Jasa Konstruksi yang menjadi inisiatif DPR RI telah dibahas
bersama pemerintah sejak 27 Februari 2016 dan pemerintah telah
menyampaikan 905 Daftar Inventaris Masalah (DIM). Kemudian
dilanjutkan dengan Rapat Panitia Kerja (Panja) dan Tim Perumus
(Timus) secara intensif serta menghasilkan rumusan yang disepakati
bersama pemerintah.

Substansi Penting UU Jasa Konstruksi

Yasonna menegaskan bahwa RUU Jasa Konstruksi ini tidak lagi


berorientasi hanya kepada urusan bidang PUPR tetapi mencakup
penyelenggaraan pekerjaan konstruksi di Indonesia secara utuh.

Ia menyampaikan bahwa ada beberapa substansi penting dalam UU Jasa


Konstruksi yang disepakati antara Pemerintah dan DPR-RI, antara lain

1. Adanya pembagian peran berupa tanggung jawab dan kewenangan antara Pemerintah Pusat
dan Pemerintah Daerah dalam penyelenggaraan jasa konstruksi;
2. Menjamin terciptanya penyelenggaraan tertib usaha jasa konstruksi yang adil, sehat dan
terbuka melalui pola persaingan yang sehat;
3. Meningkatnya peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan jasa konstruksi melalui
kemitraan dan sistem informasi, sebagai bagian dari pengawasan penyelenggaraan jasa
konstruksi;
4. Lingkup pengaturan yang diperluas tidak hanya mengatur usaha jasa konstruksi melainkan
mengatur rantai pasok sebagai pendukung jasa konstruksi dan usaha penyediaan bangunan;
5. Adanya aspek perlindungan hukum terhadap upaya yang menghambat penyelenggaraan jasa
konstruksi agar tidak mengganggu proses pembangunan. Perlindungan ini termasuk
perlindungan bagi pengguna dan penyedia jasa dalam melaksanakan pekerjaan konstruksi.
Pada RUU tentang Jasa Konstruksi yang baru tidak terdapat klausul kegagalan pekerjaan
konstruksi hanya ada klasul kegagalan bangunan. Hal ini sebagai perlindungan antara
pengguna dan penyedia jasa saat melaksanakan pekerjaan konstruksi;
6. Perlindungan bagi tenaga kerja Indonesia dalam bekerja di bidang jasa konstruksi, termasuk
pengaturan badan usaha asing yang bekerja di Indonesia, juga penetapan standar
remunerasi minimal untuk tenaga kerja konstruksi;
7. Adanya jaring pengaman terhadap investasi yang akan masuk di bidang jasa konstruksi;
8. Mewujudkan jaminan mutu penyelenggaraan jasa konstruksi yang sejalan dengan nilai-nilai
keamanan, keselamatan, kesehatan, dan keberlanjutan (K4). 
Silahkan berikut ini UU No 12 Tahun 2017 tentang jasa konstruksi bisa
dibaca: detail UU Jasa Konstruksi terbaru.

Aspek Hukum Dalam Jasa Konstruksi


Pengadaan.web.id - Bidang Jasa Kosntruksi merupakan bidang yang
utama dalam melaksanakan agenda pebangunan nasional. Jasa Konstruksi
sebagai salah satu bidang dalam sarana pembangunan, sudah sepatutnya
diatur dan dilindungi secara hukum agar terjadi situasi yang objektif
dan kondusif dalam pelaksanaannya. Hal ini telah sesuai dengan UU
Nomor 18 Tahun 1999 beserta PP Nomor 28, 29, dan 30 Tahun 2000 serta
peraturan perundang-undangan lain yang terkait. Sebagaimana diketahui
bahwa UU Nomor 18 Tahun 1999 ini menganut asas : kejujuran dan
keadilan, asas manfaat, asas keserasian, asas keseimbangan, asas
keterbukaan, asas kemitraan, keamanan dan keselamatan demi
kepentingan masyarakat, bangsa dan negara (Pasal 2 UU Nomor 18 Tahun
1999).

Selanjutnya pengaturan jasa konstruksi bertujuan untuk: (1)


Memberikan arah pertumbuhan dan perkembangan jasa konstruksi untuk
mewujudkan struktur usaha yang kokoh, andal, berdaya saing tinggi,
dan hasil pekerjaan konstruksi yang berkualitas. (2) Mewujudkan
tertib penyelenggaraan pekerjaan konstruksi yang menjamin kesetaraan
kedudukan antara pengguna jasa dan penyedia jasa dalam hak dan
kewajiban, serta meningkatkan kepatuhan pada ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku. (3) Mewujudkan peningkatan peran
masyarakat di bidang jasa konstruksi.

Jasa Konstruksi adalah layanan jasa konsultasi perencanaan pekerjaan


konstruksi, layanan jasa pelaksanaan pekerjaan konstruksi, dan
layanan jasa konsultasi pengawasan pekerjaan konstruksi. Para pihak
dalam suatu pekerjaan konstruksi terdiri dari pengguna jasa dan
penyedia jasa. Pengguna jasa dan penyedia jasa dapat merupakan orang
perseorangan atau badan usaha baik yang berbentuk badan hukum maupun
yang bukan berbentuk badan hukum.

Penyedia jasa konstruksi yang merupakan perseorangan hanya dapat


melaksanakan pekerjaan konstruksi yang berisiko kecil, yang
berteknologi sederhana, dan yang berbiaya kecil. Sedangkan pekerjaan
konstruksi yang berisiko besar dan/atau yang berteknologi tinggi
dan/atau yang berbiaya besar hanya dapat dilakukan oleh badan usaha
yang berbentuk perseroan terbatas atau badan usaha asing yang
dipersamakan.
Dalam pelaksanaannya Jasa Konstruksi selain telah diatur secara
peraturan perundang-undangan    permasalahan jasa konstruksi juga
harus memenuhi beberapa aspek hukum, yaitu : Keperdataan,
Administrasi Negara, Pidana, Ketenagakerjaan dan aspek hukum lain
yang mengatur sesuatu yang berkaitan dengan pelaksanaan jasa
konstruksi.

ASPEK HUKUM DALAM JASA KONSTRUKSI

Pada pelaksanaan Jasa Konstruksi harus memperhatikan beberapa aspek


hukum :
 Keperdataan ; menyangkut tentang sahnya suatu perjanjian yang berkaitan dengan kontrak
pekerjaan jasa konstruksi, yang memenuhi legalitas perusahaan, perizinan, sertifikasi dan
harus merupakan kelengkapan hukum para pihak dalam perjanjian.
 Administrasi Negara; menyangkut tantanan administrasi yang harus dilakukan dalam
memenuhi proses pelaksanaan kontrak dan peraturan perundang-undangan yang mengatur
tentang konstruksi.
 Ketenagakerjaan : menyangkut tentang aturan ketenagakerjaaan terhadap para pekerja
pelaksana jasa konstruksi.
 Pidana : menyangkut tentang tidak adanya sesuatu unsur pekerjaan yang menyangkut ranah
pidana.

Mengenai hukum kontrak konstruksi merupakan hukum perikatan yang


diatur dalam Buku III KUH Perdata mulai dari Pasal 1233 sampai dengan
Pasal 1864 KUH Perdata. Pada Pasal 1233 KUH Perdata disebutkan bahwa
tiap-tiap perikatan dilahirkan dari perjanjian persetujuan dan
Undang-Undang. Serta dalam suatu perjanjian dianut asas kebebasan
dalam membuat perjanjian, hal ini disimpulkan dari Pasal 1338 KUH
Perdata yang menerangkan; segala perjanjian yang dibuat secara sah,
berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Dimana
sahnya suatu perjanjian adalah suatu perjanjian yang memenuhi Pasal
1320 KUH Perdata, mengatur tentang empat syarat sahnya suatu
perjanjian yaitu :

1. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya;


2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan ;
3. Suatu hal tertentu;
4. Suatu sebab yang diperkenankan.

Konrak dalam jasa konstruksi harus memenuhi syarat subjektif dan


syarat objektif tersebut.
Kontrak Kerja Konstruksi
Pengaturan hubungan kerja konstruksi antara pengguna jasa dan
penyedia jasa harus dituangkan dalam kontrak kerja konstruksi. Suatu
kontrak kerja konstruksi dibuat sekurang-kurangnya harus mencakup
uraian adanya:

1. para pihak
2. isi atau rumusan pekerjaan
3. jangka pertanggungan dan/atau pemeliharaan
4. tenaga ahli
5. hak dan kewajiban para pihak
6. tata cara pembayaran
7. cidera janji
8. penyelesaian tentang perselisihan
9. pemutusan kontrak kerja konstruksi
10. keadaan memaksa (force majeure)
11. tidak memenuhi kualitas dan kegagalan bangunan
12. perlindungan tenaga kerja
13. perlindungan aspek lingkungan.

Khusus menyangkut dengan kontrak kerja konstruksi untuk pekerjaan


perencanaan, harus memuat ketentuan tentang hak atas kekayaan
intelektual.

Formulasi rumusan pekerjaan meliputi lingkup kerja, nilai pekerjaan,


dan batasan waktu pelaksanaan. Rincian lingkup kerja ini meliputi (a)
volume pekerjaan, yakni besaran pekerjaan yang harus dilaksanakan;
(b) persyaratan administrasi, yakni prosedur yang harus dipenuhi oleh
para pihak dalam mengadakan interaksi; (c) persyaratan teknik, yakni
ketentuan keteknikan yang wajib dipenuhi oleh penyedia jasa; (d)
pertanggungan atau jaminan yang merupakan bentuk perlindungan antara
lain untuk pelaksanaan pekerjaan, penerimaan uang muka, kecelakaan
bagi tenaga kerja dan masyarakat; (e) laporan hasil pekerjaan
konstruksi, yakni hasil kemajuan pekerjaan yang dituangkan dalam
bentuk dokumen tertulis. Sedangkan, nilai pekerjaan yakni mencakup
jumlah besaran biaya yang akan diterima oleh penyedia jasa untuk
pelaksanaan keseluruhan lingkup pekerjaan. Batasan waktu pelaksanaan
adalah jangka waktu untuk menyelesaikan keseluruhan lingkup pekerjaan
termasuk masa pemeliharaan.

PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DALAM JASA KONSTRUKSI


1. Undang-Undang No.18 Tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi
2. PP No.28 Tahun 2000 tentang Usaha dan Peran Masyarakat Jasa Konstruksi
3. PP No.29 Tahun 2000 tentang Penyelenggaraan Jasa Konstruksi
4. PP No.30 Tahun 2000 tentang Penyelenggaraan Pembinaan Jasa Konstruksi
5. Kepres RI No. 80 Tahun 2003 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa
Pemerintah berikut perubahannya
6. Kepmen KIMPRASWIL No.339/KPTS/M/2003 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pengadaan Jasa
Konstruksi oleh Instansi Pemerintah
7. Surat Edaran Menteri PU No.08/SE/M/2006 perihal Pengadaan Jasa Konstruksi untuk Instansi
Pemerintah Tahun Anggaran 2006
8. Peraturan Menteri PU No. 50/PRT/1991 tentang Perizinan Perwakilan Perusahaan Jasa
Konstruksi Asing
9. dan peraturan-peraturan lainnya

PERMASALAHAN HUKUM DALAM JASA KONSTRUKSI

Aspek Hukum Perdata


Pada umumnya adalah terjadinya permasalahan Wanprestasi dan Perbuatan
Melawan Hukum. Wanprestasi artinya tidak memenuhi kewajiban yang
telah ditetapkan dalam perikatan (kontrak), baik perikatan yang
timbul karena perjanjian maupun perikatan yang timbul karena undang-
undang. Tidak dipenuhinya kewajiban itu ada 2 (dua) kemungkinan,
yaitu :
 Karena kesalahan salah satu pihak baik karena kesengajaan maupun karena kelalain
 Karena keadaan memaksa (force majeur), jadi diluar kemampuan para pihak, jadi tidak
bersalah.

Perbuatan Melawan Hukum adalah ; perbuatan yang sifatnya langsung


melawan hokum, serta perbuatan yang juga secara langsung melanggar
peraturan lain daripada hokum. Pengertian perbuatan melawan hukum,
yang diatur pada Pasal 1365 KUHPerdata (pasal 1401 BW Belanda) hanya
ditafsirkan secara sempit. Yang dikatakan perbuatan melawan hukum
adalah tiap perbuatan yang bertentangan dengan hak orang lain yang
timbul karena Undang-Undang (onwetmatig).

Yang pasti, KUHPerdata memang tidak mendefinisikan dan merumuskan


perbuatan melawan hukum. Perumusannya, diserahkan kepada doktrin dan
yurisprudensi. Pasal 1365 KUHPerdata hanya mengatur barang siapa
melakukan perbuatan melawan hukum harus mengganti kerugian yang

Aspek Hukum Pidana


Bilamana terjadi cidera janji terhadap kontrak, yakni tidak
dipenuhinya isi kontrak, maka mekanisme penyelesaiannya dapat
ditempuh sebagaimana yang diatur dalam isi kontrak karena kontrak
berlaku sebagai undang-undang bagi para pihak yang memembuatnya. Hal
ini juga dapat dilihat pada UUJK pada bab X yang mengatur tentang
sanksi dimana pada pasal 43 ayat (1), (2), dan (3).

Yang secara prinsip isinya sebagaimana berikut, barang siapa yang


merencanakan, melaksanakan maupun mengawasi pekerjaan konstruksi yang
tidak memenuhi ketentuan keteknikan dan mengakibatkan kegagalan
pekerjaan konstruksi (saat berlangsungnya pekerjaan) atau kegagalan
bangunan (setelah bangunan diserahterimakan), maka akan dikenai
sanksi pidana paling lama 5 (lima) tahun penjara atau dikenakan denda
paling banyak 5 % (lima persen) untuk pelaksanaan pekerjaan
konstruksi dan 10% (sepuluh persen) dari nilai kontrak untuk
perencanaan dan pengawasan, dari pasal ini dapat dilihat penerapan
Sanksi pidana tersebut merupakan pilihan dan merupakan jalan terakhir
bilamana terjadi kegagalan pekerjaan konstruksi atau kegagalan
bangunan karena ada pilihan lain yaitu denda.

Dalam hal lain memungkin terjadinya bila tidak dipenuhinya suatu


pekerjaan sesuai dengan isi kontrak terutama merubah volume dan
matrial memungkinkan terjadinya unsur Tindak Pidana Penipuan dan
Penggelapan, yaitu yang diatur dalam ;

Pasal 378 KUHP (penipuan) ;


“ Barang siapa dengan maksud untuk mengantungkan diri sendiri atau
orang lain dengan melawan hokum, dengan memakai nama palsu atau
martabat palsu, dengan tipu muslihat ataupun dengan rangkaian
kebohongan menggerakan orang lain untuk menyerahkan sesuatu benda
kepadanya, atau supaya memberi hutang maupun menghapuskan piutang,
diancam karena penipuan dengan pidana penjara paling lama 4 (empat)
tahun”.

Pasal 372 KUHP (penggelapan) ;


“ Barang siapa dengan sengaja dan melawan hukum memiliki suatu benda
yag seluruhnya atau sebagian milik orang lain, yang ada dalam
kekuasaannya bukan karena kejahatan, diancam karena penggelapan
dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun atau denda paling
banyak Rp.900,-“

Pidana Korupsi ; persoalannya selama ini cidera janji selalu


dikaitkan dengan tindak pidana korupsi dalam hal kontrak kerja
konstruksi untuk proyek yang dibiayai uang negara baik itu APBD atau
APBN dimana cidera janji selalu dihubungkan dengan UU No. 31 Tahun
1999

tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo UU No 20 Tahun 2001,


Pasal 2 ayat (1) yang menjelaskan unsur-unsurnya adalah ;

1. Perbuatan melawan hukum;


2. Melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi;
3. Merugikan keuangan Negara atau perekonomian;
4. Menyalahgunakan kekuasaan, kesempatan atas sarana yang ada padanya karena jabatan dan
kedudukannya dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain.

Dalam kasus pidana korupsi unsur perbuatan melawan hukum sebagaimana


pasal tersebut harus dapat dibuktikan secara hukum formil apakah
tindakan seseorang dapat dikategorikan perbuatan melawan hukum
sehingga dapat memperkaya diri sendiri atau orang lain yang dapat
menyebabkan kerugian keuangan Negara dan perekonomian Negara.

Kemudian institusi yang berhak untuk menentukan kerugian Negara dapat


dilihat di UU No 15 Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan
(BPK), dalam Pasal 10 ayat (1) UU BPK yang menyebutkan : BPK menilai
dan atau menetapkan jumlah kerugian negara yang diakibatkan perbuatan
melawan hukum baik sengaja maupun lalai yang dilakukan bendahara,
pengelola BUMN/BUMD, dan lembaga lain yang menyelenggarakan
pengelolaan keuangan negara.

Jika BPK menemukan kerugian Negara tetapi tidak ditemukan unsur


pidana sebagaimana UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi jo UU No 20 Tahun 2001, maka aparat penyidik dapat
memberlakukan pasal 32  ayat (1) UU No. 31 Tahun 1999 yaitu : Dalam
hal penyidik menemukan dan berpendapat bahwa satu atau lebih unsur
tindak pidana korupsi tidak terdapat cukup bukti, sedangkan secara
nyata telah ada kerugian keuangan negara, maka penyidik segera
menyerahkan berkas perkara hasil penyidikan tersebut kepada Jaksa
Pengacara Negara untuk dilakukan gugatan perdata atau diserahkan
kepada instansi yang dirugikan untuk mengajukan gugatan.

Pasal ini memberikan kesempatan terhadap gugatan perdata untuk


perbuatan hukum yang tidak memenuhi unsur tindakpidana korupsi, namun
perbuatan tersebut dapat dan / atau berpotensi menimbulkan kerugian
negara.

Sehingga dapat ditarik kesimpulan apabila terjadi kerugian negara


maka upaya penuntutan tindak pidana korupsi bukan merupakan satu-
satunya cara, akan tetapi ada cara penyelesaian yang lain yaitu cara
penyelesaian masalah melalui gugatan perdata.

Aspek Sanksi Administratif

Sanksi administratif yang dapat dikenakan atas pelanggaran Undang-


Undang Jasa Konstruksi yaitu ;

1. Peringatan tertulis
2. Penghentian sementara pekerjaan konstruksi
3.  Pembatasan kegiatan usaha dan/atau profesi
4. Larangan sementara penggunaan hasil pekerjaan konstruksi dikenakan bagi pengguna jasa.
5. Pembekuan Izin Usaha dan atau Profesi
6. Pencabutan Izin Usaha dan atau Profesi.

Anda mungkin juga menyukai