Anda di halaman 1dari 6

KEARIFAN LOKAL BUDAYA JAWA DALAM PERSPEKTIF PANCASILA

Oleh: Franciscus Xaverius Wartoyo


Dosen STKIP PGRI Sidoarjo
(yoyokwartoyo97@gmail.com)

ABSTRAK
Pancasila sebagai salah satu pilar penyangga dalam kehidupan berbangsa dan bernegara memiliki
konsep, prinsip dan nilai yang merupakan kristalisasi dari sistem berbagai wilayah lokal bangsa
Indonesia, memberikan warna dalam setiap sistem kedaerahan yang termanifestasi secara nasional
dan menjadikannya Bhinneka Tunggal Ika. Artikel ini menelaah tentang kearifan lokal khususnya,
Jawa terhadap nilai-nilai Pancasila sebagai pemersatu bangsa. Pendekatan penelitian dengan studi
kepustakaan dan analisis historis. Lima sila dalam Pancasila menunjukkan ide-ide fundamental
mengenai manusia dan seluruh realitasnya dalam kehidupan bersama dengan perbedaan-
perbedaan suku, ras, agama, budaya tetap bersatu saling melengkapi yang dibungkus dengan
bingkai kebhinekaan hidup gotong-royong sesuai dengan konsep budaya Jawa, yang diyakini
kebenarannya oleh bangsa Indonesia dan bersumber pada watak, kebudayaan Indonesia dan
melandasi berdirinya Negara Indonesia. Singkatnya, rumusan Pancasila adalah sebuah rumusan
yang didapatkan dari “sari-sari” budaya bangsa yang jumlahnya ribuan.

Kata kunci: Nilai-Nilai Pancasila, Kultur, Budaya Jawa.

ABSTRACT
Pancasila as one of the pillars of support in the life of the nation and state has concepts, principles
and values which
​​ are the crystallization of the system of various local regions of the Indonesian
nation, giving color to each regional system that is manifested nationally and makes it Unity in
Diversity. This article examines local wisdom in particular, Java towards the values ​​of Pancasila
as a unifyin g nation. Research approach with library studies and historical analysis. T he five
precepts in Pancasila show fundamental ideas about humans and their entire reality in life along
with differences in ethnicity, race, religion, culture and unity complementing one another wrapped
in a framework of diversity in mutual cooperation in accordance with Javanese cultural concepts,
which are believed to be true by the Indonesian people and sourced from the character, Indonesian
culture and underlying the establishment of the State of Indonesia. In short, the formulation of the
Pancasila is a formula obtained from the “sari-sari” of the nation’s thousands of cultures.

Keywords: Pancasila’s values, local wisdom, Java culture.

83
Franciscus Xaverius Wartoyo

PENDAHULUAN setiap sistem kedaerahan yang termanifestasi

D
alam berbagai wacana selalu terungkap secara nasional dan menjadikannya Bhinneka
bahwa telah menjadi kesepakatan Tunggal Ika. Dalam wacana kebudayaan
bangsa adanya empat pilar penyangga dan sosial, sulit untuk mendefinisikan dan
kehidupan berbangsa dan bernegara bagi memberikan batasan terhadap budaya lokal
negara-bangsa Indonesia. Bahkan beberapa atau kearifan lokal, mengingat ini akan terkait
partai politik dan organisasi kemasyarakatan teks dan konteks, namun secara etimologi dan
telah bersepakat dan ber tekad untuk keilmuan kebudayaan suku bangsa adalah
berpegang teguh serta mempertahankan sama dengan budaya lokal atau budaya daerah.
empat pilar kehidupan bangsa tersebut. Empat Sedangkan kebudayaan umum lokal adalah
pilar dimaksud dimanfaatkan sebagai landasan tergantung pada aspek ruang, biasanya ini
perjuangan dalam menyusun program kerja dan bisa dianalisis pada ruang perkotaan dimana
dalam melaksanakan kegiatannya. Pilar adalah hadir berbagai budaya lokal atau daerah yang
tiang penyangga suatu bangunan. Pilar memiliki dibawa oleh setiap pendatang, namun ada
peran yang sangat sentral dan menentukan, budaya dominan yang berkembang, misalnya
karena bila pilar ini tidak kokoh atau rapuh budaya lokal yang ada di kota atau tempat
akan berakibat robohnya bangunan yang tersebut. Sedangkan kebudayaan nasional
disangganya. Pancasila sebagai salah satu pilar adalah akumulasi dari budaya-budaya daerah.
atau tiang penyangga suatu bangunan harus Koentjaraningrat (2002) memandang
memenuhi syarat, yakni disamping kokoh dan budaya lokal terkait dengan istilah suku bangsa,
kuat, juga harus sesuai dengan bangunan yang dimana menurutnya, suku bangsa sendiri
disangganya. adalah suatu golongan manusia yang terikat
Secara umum dapat disadari bahwa negara- oleh kesadaran dan identitas akan ’kesatuan
bangsa Indonesia adalah negara yang besar, kebudayaan’. Dalam hal ini unsur bahasa adalah
wilayahnya sangat luas, serta merupakan negara ciri khas yang menonjol. Sedangkan makanan,
kepulauan terbesar di dunia yang memiliki 17 pakaian, bangunan, dan lain sebagainya saat ini
000 pulau lebih, terdiri atas berbagai suku seakan-akan menjadi abstrak yang disebabkan
bangsa yang memiliki beraneka adat dan alkuturasi budaya. Sehingga dapat dijelaskan
budaya, serta memeluk berbagai agama dan bahwa alat pemersatu dari berbagai perbedaan
keyakinan, maka yang dijadikan pilar harus bahasa telah dapat diatasi dengan baik, melalui
sesuai dengan kondisi negara bangsa tersebut. bahasa Indonesia. Namun, selain itu berbagai
Pancasila sebagai salah satu pilar penyangga hal hingga kepercayaan daerah selain dengan
dalam kehidupan berbangsa dan bernegara Pancasila hal itu hampir tidak mungkin dapat
memiliki konsep, prinsip dan nilai yang disatukan.
merupakan kristalisasi dari sistem kepercayaan Berdasarkan uraian latar belakang tersebut
yang terdapat di seantero wilayah Indonesia, dalam tulisan ini akan membahas mengenai
sehingga memberikan jaminan kokoh kuatnya bagaimana perwujudan karakter nilai-nilai
Pancasila sebagai pilar kehidupan berbangsa Pancasila dalam kearifan lokal budaya Jawa.
dan bernegara.
Telah disebutkan bahwa konsep, prinsip, dan
nilai yang mengkristal memberikan warna dalam PEMBAHASAN

84
Waskita, Vol. 2, No. 2, 2018

Pada literatur global seperti Encyclopedi royong, dan keadilan diharapkan sesuai juga
Britannica dapat ditemukan tentang arti nilai- dengan pancaran keimanan individu tersebut.
nilai yaitu, bahwa: “Nilai itu sungguh-sungguh Pada kehidupan masyarakat Jawa juga
ada, dalam arti bahwa nilai itu praktis dan efektif dikenal dengan istilah beberapa falfasah
di dalam jiwa, merupakan tindakan manusia yang menghendaki manusia berperilaku ke
dan melembaga secara objektif di dalam ma- arah ketenteraman hidup dan bukan konflik
syarakat. Nilai itu sungguh-sungguh suatu terus menerus. Sikap dan perilaku masyarakat
realitas dalam arti bahwa ia valid sebagai Jawapun perlu dilandasi kehendak untuk
suatu cita-cita yang benar yang berlawanan menghiasi dunia dan bukan merusak tatanan
dengan cita-cita yang palsu atau bersifat khayal” dunia. Adapun cerminan beberapa falsafah
Secara definitif, Theodorson (dalam Pelly, 1994: tersebut seperti diungkapkan di bawah ini.
101) mengemukakan bahwa “nilai merupakan Pertama, sangkan paraning dumadi (asal
sesuatu yang abstrak, yang dijadikan pedoman dan tujuan hidup manusia), berarti kesadaran
serta prinsip-prinsip umum dalam bertindak akan asal mula (sangkan) dan tujuan (paran)
dan bertingkah laku”. Karakteristik nilai-nilai hidup. Bagi orang Jawa segala sesuatu sudah
Pancasila dalam kebudayaan, khususnya ditetapkan oleh Tuhan dan harus kembali
kearifan lokal budaya Jawa adalah tentang kepada-Nya. Maka perlu suatu usaha atau
falsafah hidup. “Falsafah Jawa menekankan cara agar manusia bisa dan pantas sampai ke
adanya kesempurnaan hidup, begitu juga asalnya, yaitu Tuhan. Orang Jawa menekankan
dengan Pancasila. Namun, untuk mencapai laku prihatin untuk mencari kesempurnaan
kesempurnaan hidup dalam falsafah Jawa hidup, misalnya puasa mutih atau puasa
lebih menekankan kesempurnaan individu dan ngebleng, kungkum di sungai. Mereka memiliki
banyak dilakukan dengan ritual mistik kejawen. timbunan sistem filosofis berupa endapan
Kesempurnaan hidup dalam Pancasila ditujukan pengalaman para pujangga dan leluhur yang
untuk kolektif dan dilakukan melalui sikap dan berusaha mencari arti kehidupan manusia,
perilaku (yang baik) yang dilakukan manusia asal-usul, tujuan akhir, dan hubungan manusia
Indonesia dengan sesama dan Tuhannya.” dengan Tuhan. Pakubawana V memberikan
Melalui Pancasila, sebenarnya falsafah ini pesan, dalam Serat Centhini V: 279, yang berisi
tidak berbeda jauh. Khususnya dalam lima sila (Endraswara, 2003):
itu dapat dilihat pada sila pertama (Ketuhanan
“Awya lunga yen tan wruha, ingkang
yang Maha Esa) artinya bahwa setiap warga pinaranan ing purug, lawan sira awya
negara Indonesia wajib untuk beribadah sesuai nadhah, yen tan wruha rasanipun, ywa
dengan agama yang dipeluknya. Melalui ibadah nganggo-anggo siraku, yen tan wruh raning
tersebut, setiap individu diharapkan memiliki busana, weruha atakon tuhu, bisane tetiron
sikap imani yang teguh dan kuat, sehingga dalam nyata.”
berperilaku juga benar-benar mencerminkan Kutipan tersebut mengarahkan manusia
pribadi yang baik. Ketuhanan yang Maha Esa Jawa untuk senantiasa berhati-hati dalam
sebenarnya mempengaruhi sila yang lain juga, menjalankan hakekat hidup, serta menyadari
sehingga perilaku yang mencerminkan sila yang dengan sungguh-sungguh asal mula (sangkan)
lain seperti kemanusiaan, persatuan, gotong dan tujuan (paran) hidupnya. Falsafah ini
hendak menunjukkan bahwa hidup manusia

85
Franciscus Xaverius Wartoyo

di dunia itu sekedar mampir ngombe (singgah sehingga manusia memiliki ketajaman rasa dan
untuk minum), karena pada hakikatnya manusia penghayatan hidup yang mendalam. Dengan
itu berasal dari Tuhan dan akan kembali atau penghayatan itulah manusia akan jauh dari
menuju pada Tuhan. rasa negatif: drengki, srei, jail, methakil. Sikap
Kedua, Manunggaling kawula Gusti (kesatuan memayu hayuning bawana ini mengarahkan
manusia dengan Tuhan). “Kawula-Gusti” adalah manusia Jawa untuk senantiasa memiliki
kata kunci dalam ajaran kejawen. Manusia harus kesadaran bahwa seluruh ciptaan Tuhan
bersikap dhepe-dhepe, mendekat pada Tuhan. adalah komponen hidup yang harus dijaga
Manunggaling kawula Gusti akan menciptakan dan diselamatkan agar tercipta kehidupan yang
ketenangan batin, yakni titik temu yang harmoni harmoni (Endraswara, 2003).
antara manusia dengan Tuhannya. Falsafah ini Bagi sebagian besar masyarakat lokal Jawa
juga merupakan perwujudan sikap manembah baik itu Jawa Barat, Jawa Tengah, maupun Jawa
(menyembah, hormat). Manembah adalah Timur, memiliki kebudayaan yang cukup lekat
menghubungkan diri secara sadar mendekat, satu sama lain dalam dasar yang tertuang
menyatu, dan manunggal (bersatu) dengan dalam berbagai falsafah hidup. Tujuan hidup
Tuhan. Manusia pada hakekatnya sangat dekat manusia adalah hidup bersatu dengan Tuhan
atau bahkan sawiji (manunggal) dengan Tuhan. pengenalan mereka akan Tuhan pertama-
Hanya karena ulah dan tindakan manusia tama dengan pemujaan kepada Roh leluhur
sendiri dalam perjalanan hidupnya jarak dengan (animisme) dan benda-benda yang dianggap
Tuhan menjadi ada kelir (batas). Hal ini menjadi suci (dinamisme). Manusia Jawa meyakini bahwa
tugas manusia untuk senantiasa mendekat dan Tuhan adalah sumber anugerah, sedangkan roh
menyatu dengan Tuhan (Endraswara, 2003). leluhur dan benda-benda suci adalah perantara
Ketiga, memayu hayuning bawana (menjaga (wasilah) untuk terarah pada Tuhan.
kesejahteraan dan keselamatan dunia). Memayu Selain beberapa contoh perwujudan budaya
hayuning bawana adalah watak perbuatan Jawa dalam uraian di atas, berikut beberapa
yang senantiasa menjaga, mengusahakan, contoh lain perwujudan budaya Jawa dalam
menciptakan kesejahteraan dan keselamatan kaitannya dengan penggalian nilai-nilai sila
dunia. Falsafah ini merupakan kewajiban luhur ketuhanan yang Maha Esa, antara lain sebagai
sikap hidup manusia Jawa, yakni upaya untuk berikut:
berbuat baik kepada sesama. Dunia sekitar Pertama, pelaksanaan budaya wiwit. Budaya
adalah ciptaan Tuhan yang patut dihiasi dengan wiwit adalah bagian memuja Dewi Sri biasanya
perbuatan baik. Jika manusia tidak mampu dilakukan petani di Jawa menjelang panen raya
berbuat demikian, maka akan mejadi ganjalan padi merupakan ucapan syukur yang berbentuk
dan penghalang ketika kelak menghadap Tuhan, sesaji yang antara lain: nasi, ayam ingkung,
karena mereka belum mampu membersihkan telur, dan ubo rampe lainnya. Hal tersebut
“kotoran hidup”. Ketenteraman dan kemuliaan dimaksudkan untuk mewujudkan ungkapan
adalah dasar hidup manusia Jawa, dan sikap rasa terima kasih pada Tuhan Yang Maha Esa
memayu hayuning bawana mencerminkan (dalam hal ini Tuhan diyakini mengambil istilah
kepekaan manusia Jawa dalam menghadapi budaya dalam sebutan Dewi Sri).
lingkungan hidupnya. Kepekaan hati yang
bersih menjadi modal penyeimbang batin,

86
Waskita, Vol. 2, No. 2, 2018

Kedua, upacara ruwatan. Ruwatan Kesimpulan


adalah salah satu tradisi budaya Jawa untuk Realisasi pelaksanaan Pancasila sebagai
membebaskan para sukerta, yaitu seseorang dasar falsafah negara, sehingga tertanam
(anak) yang sejak lahir dianggap membawa nilai-nilai Pancasilais dalam rangka mencegah
kesialan tidak suci, dan berada dalam ancaman terjadinya konflik antar suku, agama, dan daerah
bebaya (kesialan, kecerobohan, bencana, serta menghindari adanya keinginan pemisahan
kesulitan-kesulitan dalam hidup). Anak yang dari Negara Kesatuan Republik Indonesia maka
termasuk dalam sukerta, misalnya: Julung perlu dilakukan sesara berangsur-angsur kepada
caplok (anak yang lahir pada saat matahari lapisan masyarakat tentang pemahaman lebih
terbenam), ontang-anting (anak tunggal puteri mendalam mengenai Pancasila dan Undang-
atau putera), uger-uger lawang (dua bersaudara Undang Dasar ’45, sehingga akan timbul
putera semua), dan sebagainya. Inti dari upacara jiwa persatuan dan kesatuan. Oleh karena
ruwatan ini berupa doa untuk memohon itulah Negara Kesatuan Republik Indonesia
perlindungan pada Tuhan dari ancaman- mencantumkan sesanti Bhineka Tunggal Ika
ancaman bebaya atau bebendhu tersebut, serta pada lambang Negara, persatuan dan kesatuan
memohon pengampunan atas kesalahan yang tidak boleh mematikan keanekaragaman dan
telah dilakukan, yang mana kesalahan tersebut kemajemukan sebagaimana kemajemukan tidak
telah menyebabkan bencana bagi hidupnya. boleh menjadi faktor pemecah belah, tetapi
Ketiga, pandangan orang Jawa mengenai harus menjadi sumber daya yang kaya untuk
nasib yang lebih dikenal dengan istilah pinesti memajukan kesatuan dan persatuan itu.
dening Pangeran, yang artinya segalanya sudah Sila ketiga Pancasila, yakni Sila Persatuan
ditentukan Tuhan. Masyarakat Jawa menyadari Indonesia. Artinya, bahwa Pancasila sangat
adanya keterbatasan kemampuan untuk menekankan dan menjunjung tinggi persatuan
bertindak dan berbuat karena segala sesuatu bangsa. Hal ini berarti, bahwa Pancasila juga
sudah diatur. menjadi alat pemersatu bangsa. Disebutnya
Keempat, terdapat ilmu perbintangan Jawa sila Persatuan Indonesia sekaligus juga
yang disebut pakuwon. Selain berfungsi sebagai menunjukkan, bahwa bangsa Indonesia
astrologi-horoskop, pakuwon juga mengandung memiliki perbedaan-perbedaan. Apakah itu
unsur keagamaan yaitu untuk sarana panembah perbedaan bahasa (daerah), suku bangsa,
kepada Tuhan Yang Maha Esa. Hal ini dibuktikan budaya, golongan kepentingan, politik, bahkan
dengan pemakaian dua nama wuku (Galungan juga agama. Artinya, bahwa para pemim-pin
dan Kuningan) oleh agama Hindu Darma di Bali bangsa, terutama mereka yang terlibat dalam
sebagai hari terbesar dalam agama mereka. penyusunan dasar negara, sangat mengerti dan
Secara logika, pakuwon tidak akan diambil sekaligus juga sangat menghormati perbedaan
manfaatnya untuk kepentingan agama bila yang ada di dalam masyarakat.
unsur ketuhanan yang menjadi kepercayaan Pancasila hadir sebagai bentuk dari
leluhur orang Jawa purba tidak terkandung di ideologi, dasar, dan landasaan idiil Indonesia.
dalamnya. Lima sila dalam Pancasila menunjukkan ide-ide
fundamental mengenai manusia dan seluruh
PENUTUP realitasnya dalam kehidupan bersama dengan
perbedaan-perbedaan suku, ras, agama, budaya.

87
Franciscus Xaverius Wartoyo

Meskipun demikian, tetap bersatu dan saling Peninggalan Leluhur Jaman Purba. Jakarta:
melengkapi yang dibungkus dengan bingkai Yudhagama Corporation.
kebhinekaan hidup gotong-royong sesuai Koentjaraningrat. 2002. Pengantar Ilmu
dengan konsep budaya Jawa, yang diyakini Antropologi. Jakarta: Rineka Cipta
kebenarannya oleh bangsa Indonesia dan Magnis-Suseno, Franz. 2011. Nilai-nilai
bersumber pada watak, kebudayaan Indonesia Pancasila sebagai Orientasi Pembudayaan
dan melandasi berdirinya Negara Indonesia. K e h i d u p a n B e r ko n s t i t u s i , d a l a m
Singkatnya, rumusan Pancasila adalah sebuah Implementasi Nilai-nilai Pancasila dalam
rumusan yang didapatkan dari “sari-sari” Menegakkan Konstitusionalitas Indonesia,
budaya bangsa yang jumlahnya ribuan. Kerjasama Mahkamah Konstitusi RI dengan
Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, 2--3
DAFTAR PUSTAKA
Mei 2013
Azyumardi Azra. 200. Merawat Kemajemukan
Notonegoro. 1982. Beberapa Hal Mengenai
Merawat Indonesia. Yogyakarta: Kanisius.
Falsafah Pancasila. Jakarta: C.V Rajawali.
Endraswara, Suwardi. 2003. Mistik Kejawen.
Pelly, Usman. 1994. Teori-Teori Ilmu Sosial
Jogjakarta: Narasi
Budaya. Departemen Pendidikan dan
Hadikoesoemo, Soenandar. 1985. Filsafat ke- Kebudayaan, Jakarta: Depdiknas
Jawaan, Ungkapan Gaib dalam Seni-Budaya
Wartoyo, F.X. 2017. Pendidikan Pancasila Untuk
Perguruan Tinggi. Yogyakarta: K-Media.

88

Anda mungkin juga menyukai