Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH

STRATEGI PEMBELAJARAN MATEMATIKA


”Pendekatan Pembelajaran Kontekstual”

Disusun Oleh :

Disusun Oleh
Cewang Yuliantini (2005112648)
Kelompok 4
KELAS 3B TAHUN 2020

Dosen Pembimbing : Dra. Hj. Susda Heleni, M. Pd

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS RIAU
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatu.
Puji syukur atas kehadiran Allah SWT, berkat rahmat dan karunianya
makalah ini dapat terselesaikan dengan lancar.
Makalah ini disusun dalam rangka menyelesaikan mata kuliah Strategi
Pembelajaran Matematika yang diampu oleh Ibu Dra. Hj. Susda Heleni, M. Pd.
Apabila terdapat kesalahan, penulis mengharapkan kritik dan saran yang dapat
mengembangkan dan bermanfaat. Semoga makalah ini bermanfaat bagi kita semua.

Disusun oleh

Penulis

2
DAFTAR ISI
JUDUL …………………………………………………………………………
KATA PENGANTAR …………………………………………………………
DAFTAR ISI …………………..………………………………………………
BAB I PENDAHULUAN ………………………………………………
A. Latarr Belakang ……………………………………………
B. Rumusan Masalah ………………………………………….
C. Tujuan Penulisan ……………………………………………
BAB II PEMBAHASAN ……………………………………………….
A. Pengertian Pembelajaran Kontekstual ………………………
B. Pembelajaran Kontekstual ………………..…………………
C. Asas-Asas Pembelajaran Kontekstual ………………………
D. Penerapan Pembelajaran Kontekstual ………………………
BAB III PENUTUP ……………………………………………………..
A. Kesimpulan ………………………………………………….
DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………………….

3
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar belakang
Kegiatan pembelajaran adalah sebuah proses perolehan ilmu ataupun
pengetahuan baru. Apabila seorang peserta didik setelah mengikuti kegiatan
pembelajaran tidak mendapatkan pengetahuan baru, maka guru belum optimal
berperan sebagai fasilitator.
Guru memerlukan wawasan yangmencakup keseluruhan yang luas dan utuh
tentang kegiatan belajar mengajar agar bisa melaksanakan tugasnya secara profesional.
Guru harus mengetahui gambaran yang menyeluruh mengenai bagaimana proses
belajar mengajar itu terjadi, serta langkahlangkah apa yang diperlukan sehingga
tugas-tugas keguruan dapat dilaksanakan dengan baik dan memperoleh hasil sesuai
tujuan yang diharapkan. Salah satu wawasan yang perlu dimiliki guru menurut
Mansyur adalah tentang strategi pembelajaran yang merupakan garis-garis besar
haluan bertindak dalam rangka mencapai sasaran yang digariskan. (Mufarokah, 2013:
28).
Berdasarkan pandangan tersebut, maka berkembanglah sebuah strategi
pembelajaran yang bersifat kontekstual dimana hal ini dapat mendorong peserta didik
mengkonstruksikan pengetahuan yang dimilikinya.
2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan oleh penyaji, maka rumusan
masalah dapat dirangkum sebagai berikut
1) Apa pengertian pendekatan kontekstual?
2) Apa asas-asas pembelajaran kontekstual?
3) Apa saja penerapan pembelajaran kontekstual?
3. Tujuan Penulisan
Berdasarkan rumusan masalah yang ada, maka tujuan penulisan dari makalah
ini sebagai berikut
1) Mengetahui apa pengertian pendekatan kontekstaul;
2) Mengetahui apa asas-asas pembelajaran kontekstual;
3) Mengetahui penerapan pembelajaran kontekstual.

4
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Pendekatan Kontekstual
Suatu inovasi pendidikan berupa strategi pembelajaran dengan memberikan
konsep pada situasi nyata yang dapat mendorong peserta didik membangun
pengetahuan agar dapat ia terapkan dalam kehidupan sehari-hari dikenal dengan
pendekatan kontekstual (Contekstual Teaching and Learning). (Hamruni, 2009: 172).
Kata konstekstual berasal dari Bahasa Inggris yakni contextual yang kemudian
diserap ke dalam Bahasa Indonesia menjadi kontekstual. Kontekstual sendiri memiliki
arti berhubungan konteks atau dalam konteks.
Berdasarkan makna yang terkandung dalam kata kontekstual, maka muncullah
kaidah kontekstual. Kaidah kontekstual yaitu kaidah yang disusun berdasarkan oleh
makna kontekstual itu sendiri. Seperti dalam pembelajara, yaitu dapat membawa
peserta didik meraih tujuan pembelajaran (penguasaan materi pembelajaran) yang
berkenaan atau relevan bagi mereka, dan bermakna dalan kehidupannya.
Menurut Hamruni (2009), pembelajaran kontekstual; adalah pembelajaran
yang menitikberatkan kepada proses keterlibatan peserta didik untuk dapat
menemukan materi yang telah dipelajari dan menghubungkannya dengan keadaan
pada kehidupan nyata, dimana hal dapat mendorong peserta didik untuk dapat
menerapkannya dalam kehidupan mereka kelak.
Menurut hasil penelitian yang dilakukan oleh Dewey (1916), peserta didik
akan belajar dengan baik apabila apa yang dipelajari terkait apa yang telah diketahui
dan dengan kegiatan yang atau peristiwa yang akan terjadi disekelilingnya.
Pembelajaran kontekstual melibatkan peserta didik secara penuh dalam proses
pembelajaran. Peserta didik didorong untuk beraktivitas mempelajari pelajaran sesuai
topik yang akan dipelajarinya. Dalam pembelajaran kontekstual ini, belajara tidak
hanya berupa mendengarkan dan mencatat, tetapi belajar juga sebuah proses
mengalami secara langsung. Melalui proses ini diharapkan perkembangan peserta
didik terjadi secarra utuh, tidak hanya dalam aspek kognitif saja, tetapi juga aspek
afektif dan psikomotorik.
Pendekatan kontekstual merupakan konsep belajar yangmembantu guru
mengaitkan antara materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata peserta didik

5
dan mendorong peserta didik membuat hubungan antara pengetahuan yang
dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari.
B. Pendekatan Kontekstual
Peran guru mengembangkan strategi pembelajaran yang dapat
memberdayakan potensi peserta didik merupakan hal yang sangat penting untuk
dilakukan. Salah satu cara yang dapat dilakukan dengan pembelajaran dengan
pendekatan kontekstaul. Pendekatan kontekstual bertujuan membekali peserta didik
dengan pengetahuan yang secara fleksibel dapat diterapkan dari suatu permasalahan
ke permasalahan lain.
Menurut Direktorat Pendidikan lanjutan Pertama (2002) bahwa pendekatan
kontekstual mengasaskan diri pada kecenderungan pemikiran tentang belajar, sebagai
berikut
1. Proses Belajar
a. Belajar tidak hanya sekedar menghafal. Siswa dapat berperan sebagai subjek aktif
dalam proses belajar, sehingga memiliki kemampuan untuk dapat
mengkonstruksikan pengetahuan yang ada dalam pikiran mereka sendiri.
b. Anak belajar dari mengalami tentang apa yang dipelajarinya dan bukan
mengetahuinya. Denga demikian, anak akan mencatat sendiri pola-pola bermakna
dari pengetahuan baru dari yang dipelajarinya, dan bukan di beri begitu saja dari
guru.
c. Belajar merupakan proses untuk mendapatkan pengetahuan dan pengetahuan
dimiliki oleh seseorang yang terorganisasi dan mencerminkan pemahaman yang
mendalam tentang sesuatu persoalan.
d. Pengetahuan tidak dapat dipisah-pisahkan menjadi fakta-fakta atau proposisi
yang terpisah, tetapi mencerminkan keterampilan yang dapat diterapkan.
e. Manusia mempunyai tingkatan yang berbeda dalam menyikapi situasi baru.
f. Proses belajar dapat mengubah struktur otak. Perubahan struktur otak berjalan
seiring perkembangan organisasi pengetahuan dan keterampilan seseorang. Untuk
itu perlu dipahami, strategi belajar yang salah dan terus menerus dipajankan akan
mempengaruhi struktur otak, yang pada akhirnya mempengaruhi cara orang
berprilaku
g. Peserta didk perlu dibiasakan memecahkan masalah, menemukan sesuatu yang
berguna bagi dirinya, dan bergelut dengan ide-ide.
2. Transfer belajar

6
a. Peserta didik belajar dari mengalami sendiri, dan bukan dari hasil pemberian
orang lain atau gurunya.
b. Keterampilan dan pengetahuan itu dimulai dari konteks yang terbatas, terdekat,
dan sederhana, ke arah yang lebih luas, sedikit demi sedikit.
c. Hal yang penting bagi peserta didik adalah mengetahui untuk apa belajar, dan
bagaimana menggunakan pengetahuan dan keterampilan itu yang diperolehnya
dari hasil belajar.

3. Siswa sebagai Pembelajar


a. Manusia mempunyai kecenderungan untuk belajar dalam bidang tertentu, dan
seseorang anak mempunyai kecenderungan untuk belajar dengan cepat hal-hal
baru.
b. Strategi belajar itu penting. Anak dengan mudah mempelajari sesuatu yang baru.
Akan tetapi, untuk hal-hal yang sulit, strategi belajar amatlah penting.
c. Peran orang dewasa (guru) membantu menghubungkan antara yang baru dan
yang sudah di ketahui.
d. Tugas guru memfasilitasi agar informasi baru bermakna, berikan kesempatan
kepada peserta didik untuk menemukan dan menerapkan ide mereka sendiri, dan
menyadarkan untuk menerapkan stratego mereka sendiri.

4. Pentingnya Lingkungan Belajar


a. Belajar efektif itu dimulai dari lingkungan belajar yang berpusat pada peserta
didik. Dari guru akting didepan kelas, peserta didik menonton; menjadi: peserta
didik akting bekerja dan berkarya, dan guru mengarahkan.
b. Pengajaran harus berpusat pada bagaiman cara peserta didik menggunakan
pengetahuan beru mereka. Strategi belajar lebih dipentingkan dibandingkan
hasilnya.
c. Umpan balik amat penting bagi peserta didik, yang berasal dari proses penilaian
yang benar.
C. Asas-Asas Pembelajaran Kontekstual
Sesuai dengan asumsi yang mendasarinya, bahwa pengetahuan itu diperoleh
anak bukan dari informasi yang diberikan oleh orang lain termasuk guru, akan tetapi
dari proses menemukan dan mengkonstruksi sendiri, maka guu harus menghindari
mengajar sebagai proses penyampaian informasi semata, akan tetapi ada proses

7
membangun pengetahuan melalui share dan diskusi. Guru perlu memandang peserta
didik sebagai subjek belajar dengan segala keunikannya. Peserta didik adalah
organisme yang aktif serta memiliki potensi untuk membangun pengetahuannya
sendiri. Kalaupun guru memberikan informasi kepada siswa, guru harus memberiakan
kesempatan kepada peserta didik untuk menggali informasi itu agar lebih bermakna
utuk kehidupan mereka.
Pembelajaran kontekstual sebagai suatu pendekatan pembelajaran memiliki
tujuh asas (komponen). Asas-asas inilah yang melandasi pelaksanaan pembelajarann
kontekstual (CTL), yaitu:
1. Konstruktivisme
Konstruktivisme adalah sebuah filosofi pembelajaran yang didasari premis
bahwa dengan merefleksikan pengalaman, peserta didik membangun,
mengkonstruksi pemahaman dan pengetahuan tentang dunia tempat mereka hidup.
(Suyono, 2013: 105).
Konstruktivisme adalah proses membangun atau menyusun pengetahuan baru
dalam struktur kognitif siswa berdasarkan pengalaman. Filsafat konstruktivisme
menganggap bahwa pengetahuan terbentuk bukan hanya dari objek semata, tetapi
juga dari kemampuan individusebagai subjek yang menangkap setiap objek yang
diamatinya. Menurut konstruktivisme, pengetahuan itu memang berasal dari luar,
akan tetapi dikonstruksi oleh dan dari dalam diri seseorang. Oleh sebab itu
pengetahuan terbentuk oleh dua faktor penting, yaitu objek yang menjadi bahan
pengamatan dan kemampuan subjek untuk menginterpretasikan objek tersebut.
Dengan demikian pengetahuan itu tidak bersifat statis tetapi bersifat dinamis,
tergantung individu yang melihat dan mengkonstruksinya.
2. Inkuiri
Inkuiri berarti proses pembelajaran didasarkan pada pencaraian dan penemuan
melalui proses berfikir secara sistematis. Pengetahuan bukanlah sejumlah fakta hasil
mengingat, akan tetapi hasil dari proses menemukan sendiri. Dengan demikian dalam
proses perencanaan, guru bukanlah mempersiapkan sejumlah materi yang harus
dihafal, akan tetapi merancang pembelajaran yang memungkinkan siswa dapat
menemukan sendiri materi yang harus dipahaminya. Belajar padadasarnya merupakan
proses mental seseorang yang tidak terjadi secara mekanis. Melalui proses mental
itulah, diharapkan siswa berkembang secara utuh baik intelektual, mental, emosional,
maupun pribadinya.

8
3. Bertanya (Questioning)
Belajar pada hakikatnya adalah bertanya dan menjawab pertanyaan. Bertanya
dapat dipandang sebagai refleksi dari keingintahuan setiap individu, sedangkan
menjawab pertanyaan mencerminkan kemampuan seseorang dalam berpikir. Dalam
pembelajaran kontekstual, guru tidak menyampaikan informasi begitu saja, melainkan
memancing agar peserta didik dapat menemukan sendiri. Karena itu peran bertanya
sangat penting, sebab melalui pertanyaanpertanyaan guru dapat membimbing dan
mengarahkan peserta didik untuk menemukan setiap materi yang dipelajarinya.
Dalam suatu pembelajaran yang produktif kemampuan bertanya sangat
penting, karena digunakan untuk berbagai tujuan, antara lain:
a. Menggali informasi tentang kemampuan siswa dalam penguasan materi pelajaran
b. Membangkitkan motivasi peserta didik untuk belajar.
c. Merangsang keingintahuan peserta didik terhadap sesuatu
d. Memfokuskan peserta didik pada sesuatu yang diinginkan
e. Membimbing peserta didik untuk menemukan atau menyimpulkan sesuatu.
(Suyono, 2013: 183)
4. Masyarakat Belajar (Learning Community)
Suatu permasalahan tidak mungkin dapat dipecahkan sendirian, tetapi
membutuhkan bantuan orang lain. Kerja sama saling memberi dan menerima sangat
dibutuhkan untuk memecahkan suatu persoalan. Konsep masyarakat belajar (Learning
Community) dalam pembelajaran kontekstual menyarankan agar hasil pembelajaran
diperoleh melalui kerja sama dengan orang lain. Kerja sama itu dapat dilakukan
dalam berbagai bentuk, baik dalam kelompokbelajar secara formal maupun dalam
lingkungan yang terjadi secara alamiah. Hasil belajar dapat diperoleh dari hasil
sharing dengan orang lain, antara teman, antar kelompok, yang sudah tahu memberi
tahu kepada yang belum tahu, yang memiliki pengalaman membagi pengalamannya
kepada yang lain. Inilah hakikat masyarkat belajar, masyarakat yang saling membagi.

5. Pemodelan (Modelling)
Modelling adalah proses pembelajaran dengan memperagakan sesuatu sebagai
contoh yang dapat ditiru oleh peserta didik. Misalnya guru PAI yang memperagakan
gerakan sholat, guru olah raga memperagakan gerakan senam dan guru kesenian yang
memeparagakan gerakan tari. Proses Modelling tidak terbatas dari guru saja, akan
tetapi dapat juga guru memanfaatkan peserta didik yang dianggap memiliki

9
kemampuan. Seperti peserta didik yang memiliki kemampuan bagus dalam membaca
Al-Quran, siswa tersebut dapat mencontohkan kepada teman-temanya bagaimana cara
membaca Al-Quran yang baik dan benar sesuai dengan ilmu tajwidnya, dengan
demikian siswa dapat dikatakan sebagai model. Modelling merupakan asas yang
cukup penting dalam pembelajaran siswa dapat terhindar dari pembelajaran yang
teoretik-abstrak.
6. Refleksi (Reflection)
Refleksi adalah proses pengendapan pengalaman yang telah dipelajari dan
dilakukan dengan cara mengurutkan kembali kejadian- kejadian atau peristiwa
pembelajan yang telah dilaluinya. Melalui proses refleksi, pengalaman belajar itu
akan dimasukkan dalam struktur kognitif peserta didik pada akhirnya akan menjadi
bagian dari pengetahuan yang dimilikinya. Bisa terjadi melalui refleksi peserta didik
akan memperbarui pengetahuan yang telah dibentuknya atau menambah khazanah
pengetahuannya.
Dalam pembelajaran kontekstual, setiap berakhir proses pembelajaran, guru
memberikan kesemp[atan kepada siswa untuk merenung atau mengingat kembali apa
yang telah dipelajarinya. Biarkan secara bebas peserta didik menafsirkan pengalaman
belajarnya sendiri, sehingga ia dapat menyimpulkannya.
7. Penilaian Nyata (Authentic Assessment)
Proses pembelajaran konvensional yang sering dilakukan guru pada saat ini,
biasanya ditekankan kepada perkembangan aspek intelektual, sehingga alat evaluasi
yang digunakan terbatas pada perkembangan aspek intelektual, sehingga alat evaluasi
yang digunakan terbatas pada penggunaan tes. Dengan tes dapat diketahui seberapa
jauh siswa telah menguasai materi pelajaran. Dalam pelajaran. Dalam pembelajaran
kontekstual, keberhasilan pembelajaran tidak hanya ditentukan oleh perkembangan
kemampuan intelektual saja, akan tetapi perkembangan seluruh aspek. Oleh sebab itu
penilaian keberhasilan tidak hanya ditentukan oleh aspek hasil belajar seperti hasil tes,
melaikan juga proses belajar melalui penilain nyata.
Penilaian nyata (Authentic Assessment) adalah proses yang dilakukan guru
untuk mengumpulkan informasi tentang perkembangan belajar yang dilakukan peserta
didik penilaian ini diperlukan untuk mengetahui apakah siswa benar-benar belajar
atau tidak; apakah pengalaman belajar peserta didik memiliki pengaruh positif
terhadap perkembangan intelektual dan mental siswa. Penilaian yang autentik
dilakukan secara terintegrasi dengan proses pembelajaran. Penilaian ini dilakukan

10
secara terus menerus selama kegiatan pembelajaran berlangsung. Oleh sebab itu
tekanannya diarahkan kepada proses belajar bukan kepada hasil belajar.

D. Penerapan Pembelajaran Kontekstual


Pembelajaran dikatakan mengunakan pendekatan kontekstual jika materi
pembelajaran tidak hanya tekstual melainkan dikaitkan dengan peneapannya dalam
kehidupan sehari-hari speserta didik di lingkungan keluarga, masyarakat, alam sekitar,
dan dunia kerja, dengan melibatkan ketujuh komponen utama tersebut sehinggga
pembelajaran menjadi bermaknabagi peserta didik. Model pembelajaran apa saja
sepanjang memenuhi persyaratan tersebut dapat dikatakan menggunakanpendekatan
kontekstual. Pembelajaran kontekstual dapat diterapakan dalam kelas besar maupun
kelas kecil, namun akan lebih mudah organisasinya jika diterapkan dalam kelas kecil.
Penerapan pembelajaran kontekstual dalam kurikulum berbasis kompetensi sangat
sesuai.
Dalam penerapannya pembelajaran kontekstual tidak memerlukan biaya besar
dan media khusus. Pembelajaran kontekstual memanfaatkan berbagai sumber dan
media pembelajaran yang ada di lingkungan sekitar seperti tukang las, bengkel,
tukang reparasi elektronik, barang-barang bekas, koran, majalah, perabot-perabot
rumah tangga, pasar, toko, TV, radio, internet, dan sebagainya. Guru dan buku bukan
merupakan sumber dan media sentral, demikian pula guru tidak dipandang sebagai
orang yang serba tahu, sehingga guru tidak perlu khawatir menghadapi berbagai
pertanyaan peserta didik yang terkait dengan lingkungan baik tradisional maupun
modern.
Beberapa model pembelajaran yang meruapakan aplikasi pembelajaran
kontekstual antara lain model pembelajaran langsung (direct instruction),
pembelajaran koperatif (cooperatif learning), pembelajaran berbasis masalah
( problem based learning).

1. Model Pembelajaran Langsung


Inti dari model pembelajaran langsung adalah guru mendemonstrasikan
pengetahuan atau keterampilan tertentu, selanjutnya melatihkan keterampilan tersebut
selangkah demi selangkah kepada peseta didik.
Menurut Albert Bandura, belajar dapat dilakukan melalui pemodelan
(mencontoh, meniru) perilaku dan pengalaman orang lain. Sebagai contoh untuk dapat

11
mengukur panjang dengan jangka sorong, peserta didik dapat belajar dengan
menirukan cara mengukur panjang dengan jangka sorong yang dicontohkan oleh guru.
Tujuan yang dapat dicapai melalui model pembelajaran ini terutama adalah
penguasaan pengetahuan prosedural (pengetahuan bagaimana melakukan sesuatu
misalnya mengukur panjang dengan jangka sorong, mengerjakan soal-soal yang
terkait dengan hukum kekekalan energi, dan menimbang benda dengan neraca
Ohauss), dan atau pengetahuan deklaratif (pengetahuan tentang sesuatu misal nama-
nama bagian jangka sorong, pembagian skala nonius pada micrometer sekrup, dan
fungsi bagian-bagian neraca Ohauss), serta keterampilan belajar peserta didik (misal
menggarisbawahi kata kunci, menyusun jembatan keledai, membuat peta konsep, dan
membuat rangkuman).
Model pembelajaran ini cenderung berpusat pada guru, sehingga sebagian
besar siswa cenderung bersikap pasif, maka perencanaan dan pelaksanaan hendaknya
sangat hati-hati. Sistem pengelolaan permbelajaran yang dilakukan oleh guru harus
menjamin keterlibatan seluruh peserta didik khususnya dalam memperhatikan,
mendengarkan, dan resitasi (tanya jawab). Pengaturan lingkungan mengacu pada
tugas dan memberi harapan yang tinggi agar peserta didik dapat mencapai tujuan
pembelajaran.

2. Model Pembelajaran Berbasis Masalah


Inti dari pembelajaran berbasis masalah adalah guru menghadapkan peserta
didik pada situasi masalah kehidupan nyata (autentik) dan bermakna, memfasilitasi
peserta didik untuk memecahkannya melalui penyelidikan/ inkuari dan kerjasama,
memfasilitasi dialog dari berbagai segi, merangsang siswa untuk menghasilkan karya
pemecahan dan peragaan hasil.
Rasional teoritik yang melandasi model ini adalah teori konstruktivisme Piaget
dan Vigotsky, serta teori belajar penemuan dari Bruner. Menurut teori
konstruktivisme pengetahuan tidak dapat ditransfer dari guru ke peserta didik seperti
menuangkan air dalam gelas, tetapi siswa mengkonstruksi sendiri pengetahuannya
melalui proses intra-individual asimilasi dan akomodasi (menurut Piaget) dan proses
inter-individual atau sosial (menurut Vigotsky). Menurut Bruner belajar yang
sebenarnya terjadi melalui penemuan, sehingga dalam proses pembelajaran
hendaknya banyak menciptakan peluang-peluang untuk aktivitas penemuan peserta
didik.

12
Tujuan yang dapat dikembangkan melalui model pembelajaran ini adalah
keterampilan berfikir dan pemecahan masalah, kinerja dalam menghadapi situasi
kehidupan nyata, membentuk pebelajar yang otonom dan mandiri.
Lingkungan belajar dan sistem pengelolaan pada model pembelajaran berbasis
masalah ini dicirikan oleh adanya sifat terbuka, proses demokrasi, dan peranan aktif
siswa. Keseluruhan proses diorientasikan untuk membantu siswa menjadi mandiri,
otonom, percaya pada keterampilan intelektual sendiri melalui keterlibatan aktif
dalam lingkungan yang berorientasi pada inkuiri terbuka dan bebas mengemukakan
pendapat.

3. Model Pembelajaran Koperatif


Inti model pembelajaran koperatif adalah peserta didik belajar dala kelompok-
kelompok kecil, yang anggota-anggotanya memeliki tingkat kemampuan yang
berbeda (heterogen). Dalam memahami suatu bahan pelajaran dan menyelesaikan
tugas kelompok, setiap anggota saling bekerjasama sampai seluruh anggota
menguasai bahan pelajaran tersebut. Dalam variasinya ditemui banyak tipe
pendekatan pembelajaran koperatif misalnya STAD (Student Teams Achievement
Division), Jigsaw, Investigasi Kelompok, dan Pendekatan Struktural, namun tidak
dikemukakan dalam materi diklat ini.
Rasional teoritik yang melandasi model ini adalah teori konstruktivisme
Vigotsky yang menekankan pentingnya sosiokultural dalam proses belajar seperti
tersebut di muka, dan teori pedagogi John Dewey yang menyatakan bahwa kelas
seharusnya merupakan miniatur masyarakat dan berfungsi sebagai laboratorium untuk
belajar kehidupan nyata. Guru seharusnya menciptakan di dalam lingkungan
belajarnya suatu sistem sosial yang bercirikan demokrasi dan proses ilmiah.
Tujuan yang dapat dicapai melalui model pembelajaran ini adalah hasil belajar
akademik yakni penguasaan konsep-konsep yang sulit, yang melalui kelompok
koperatif lebih mudah dipahami karena adanya tutor teman sebaya, yang mempunya
orientasi dan bahasa yang sama. Disamping itu hasil belajar keterampilan sosial yang
berupa keterampilan koperatif (kerjasama dan kolaborasi) juga dapat dikembangkan
melalui model pembelajaran ini.
Lingkungan belajar dan sistem pengelolaan pada model pembelajaran
koperatif ini dicirikan oleh proses demokrasi dan peran aktif siswa dalam menentukan
apa yang harus dipelajari dan bagaimana mempelajarinya. Dalam pengaturan

13
lingkungan diusahakan agar materi pembelajaran yang lengkap tersedia dan dapat
diakses setiap peserta didik, serta guru menjauhi kesalahan tradisional yakni secara
ketat mengelola tingkah-laku peserta didik dalam kerja kelompok.

14
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dalam pembelajaran kontekstual, selain mendapatkan kemampuan pema-
haman konsep, siswa juga mengalami langsung dalam kehidupan nyata di masyarakat.
Kelas bukan tempat untuk mencatat atau menerima informasi dari guru, kan tetapi
kelas digunakan untuk saling membelajarkan. Pembelajaran lebih menekankan pada
aktivitas siswa Secara penuh baik fisik maupun mental. Kelas bukan sebagai tempat
untuk memperoleh informasi, melainkan tempat untuk menguji data hasil temuan
mereka di lapangan. Belajar bukan menghafal, tetapi proses mengalami dalam
kehidupan nyata. Materi pelajaran dipelajari dan ditemukan sendiri oleh peserta didik,
bukan dari pemberian orang lain.

15
DAFTAR PUSTAKA
Hidayat, Muhtar S. . 2012. Pendekatan Kontekstual dalam Pembelajaran.Vol. 17.
Yogyakarta: UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. INSANIA .
Ningrum, Epon. 2009. Pendekatan Kontekstual (Contextual Teaching and Learning).
Karawang. RSBI
Hamruni. 2015. Konsep Dasar dan Implementasi Pembelajaran Kontekstual. Jurnal
Pendidikan Agama ISlam, Vol. XII, No. 2, Desember 2015. Yogyakarta: UIN Sunan
Kalijaga Yogayakarta.
Jumadi. 2004. Pembelajaran Kontekstual dan Implementasinya. Yogyakarta: UNY

16

Anda mungkin juga menyukai