PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kegawatdaruratan adalah kejadian yang tidak diduga atau terjadi secara tiba-tiba,
seringkali merupakan kejadian yang berbahaya (Dorlan,2011). Kegawatdaruratan dapat
juga didefinisikan sebagai situasi serius dan kadang kala berbahaya yang terjadi secara
tiba-tiba dan tidak terduga dan membutuhkan tindakan segera guna menyelamatkan
jiwa/nyawa (Campbell, 2000). Sedangkan kegawatdaruratan obstetri adalah kondisi
kesehatan yang mengancam jiwa yang terjadi dalam kehamilan atau selama dan sesudah
persalinan dan kelahiran. Terdapat sekian banyak penyakit dan gangguan dalam
kehamilan yang mengancam keselamatan ibu dan bayinya (Chamberlain, Geoffrey, &
Phillip Steer, 1999). Kasus gawatdarurat obstetri adalah kasus obstetri yang apabila tidak
segera ditangani akan berakibat kematian ibu dan kasus ini menjadi penyebab utama
kematian ibu janin dan bayi baru lahir (Saifuddin, 2002). Masalah kedaruratan selama
kehamilan dapat disebabkan oleh komplikasi kehamilan spesifik atau penyakit medis atau
bedah yang timbul secara bersamaan. Kegawatdaruratan neonatal adalah situasi yang
membutuhkan evaluasi danmanajemen yang tepat pada bayi baru lahir yang sakit kritis (≤
usia 28 hari), serta membutuhkan pengetahuan yang dalam mengenali perubahan
psikologis dan kondisi patologis yang mengancam jiwa yang bisa saja timbul sewaktu-
waktu (Sharieff, Brousseau, 2006) Penderita atau pasien gawat darurat adalah pasien
yang perlu pertolongan tepat, cermat, dan cepatuntuk mencegah kematian/kecacatan.
Ukuran keberhasilan dari pertolongan ini adalah waktu tanggap (respon time) dari
penolong.
1.4 Manfaat
BAB II
PEMBAHASAN
lahir. Pada praktisnya tidak perlu mengukur jumlah perdarahan sampai sebanyak itu sebab
menghentikan perdarahan lebih dini akan memberikan prognosis lebih baik. Pada umumnya
bila terdapat perdarahan yang lebih dari normal, apalagi telah menyebabkan perubahan tanda
vital (seperti kesadaran menurun, pucat, limbung, berkeringat dingin, sesak napas, serta tensi
< 90 mmHg dan nadi > 100/menit), maka penanganan harus segera dilakukan
(Prawirohardjo, 2011).
darah berlebihan dari traktus genetalia dalam 24 jam setelah persalinan, sebanyak 500 ml
atau lebih, atau sebanyak apapun yang mengganggu kesejahtraan ibu (Widiarti, 2007).
perdarahan yang terjadi, maka batasan jumlah perdarahan disebutkan sebagai perdarahan
yang lebih dari normal dimana telah menyebabkan perubahan tanda vital, antara lain pasien
mengeluh lemah, limbung, berkeringat dingin, menggigil, hiperpnea, tekanan darah sistolik
<90 mmHg, denyut nadi> 100 x/menit, kadar Hb < 8 g/dL. (Astuti et al., 2018)
Hemorrhage) Perdarahan post partum dini adalah perdarahan yang terjadi dalam 24 jam
pertama setelah kala III. Penyebab utama perdarahan post partum primer adalah atonia uteri,
retensio plasenta, sisa plasenta dan robekan jalan lahir. Terbanyak dalam 2 jam pertama.
2. Perdarahan pada Masa Nifas I Perdarahan Post Partum Sekunder (Late Postpartum
Hemorrhage) Perdarahan post partum sekunder ialah perdarahan yang terjadi setelah anak
lahir biasanya hari ke 5-15 post partum. Penyebab utamanya robekan jalan lahir dan sisa
plasenta.
3. Klasifikasi
1. Perdarahan paska persalinan dini/ early HPP/ primary HPP adalah perdarahan
berlebihan ( 600 ml atau lebih ) dari saluran genitalia yang terjadi dalam 12 - 24 jam
pertama setelah melahirkan.
2. Perdarahan paska persalinan lambat / late HPP/ secondary HPP adalah perdarahan
yang terjadi antara hari kedua sampai enam minggu paska persalinan.
4. Penatalaksanaan
- Diagnosis
Untuk menegakan diagnosis khususnya membedakan apakah perdarahan yang terjadi
diakibtkan oleh plasenta previa atau solusio plasenta kemudian memberikan penanganan
yang akurat diperlukan anamnesis dan pemeriksaan fisik baik pemeriksaan fisik umum
atau pemeriksaan obstetrik. Lihat bagan yang membadingkan diagnosis plasenta previa
dengan solusio plasenta.
Plasenta Previa Solusio Plasenta
Perdarahan Merah, segar Merah tua, kehitaman
Alasan : Tidak ada Ada faktor predisposisi
Uterus Lemas Tegang
Tanpa nyeri Nyeri
Janin - Bagian bawah
belum masuk
PAP atau
- Ada kematian
- Kebanyakan Kebanyakan telah mati
masih hidup
1. Anamnesis
- Perdarahan
1. Kapan mulainya perdarahan, berapa usia kehamilan?
2. Apakah jumlah perdarahan sedikit atau banyak?
- Rasa sakit
1. Apakah ibu mengeluh sakit?
2. Di perut daerah mana ibu merasa sakit?
3. Kapan mulainya sakit terasa?
4. Apakah derajat sakit terasa ringan atau berat?
- Perabaan Uterus
1. Apakah perabaan uterus terasa lunak atau keras dan tegang?
2. Masalah pada kehamilan sebelumnya
3. Apakah ibu mengalami masalah pada kehamilan sebelumnya?
- Kondisi janin
1. Apakah ibu masih merasakan gerakan janin?
2. Pemeriksaan Fisik
Periksalah tanda-tanda vital pasien yaitu kesadaran, tekanan darah, nadi,
pernafasan dan suhu badan. Adakah tanda-tanda yang menunjukan adanya renjatan
(syok) seperti penurunan kesadaran tekanan darah yang rendah, nadi yang cepat serta
keringat dan ujung-ujung anggota gerak yang dinggin akibat perdarahan?
3. Pemeriksaan Obstetri
1. Tentukan besar uterus apakah sesuai dengan usia kehamilan.
2. Tentukan rahim lemas atau keras
3. Tentukan adanya his dan bagaimana kondisi his
4. Periksa kondisi janin: jumlahnya, letaknya, presentasinya dan sudah masuk PAP atau
belum, taksiran beratnya, janin hidup, gawat atau mati.
5. Lihat daerah pulva apakah ada perdarahan. Bila ada berapa banyak jumlah perdarahan
dan bagaimana warnanya, dilarang pemeriksaan dalam.
4. Kriteria Rujukan
Perdarahan pervagina dalam kehamilan, sedikit atau banyak merupakan keadaan
abnormal. Oleh karena itu pasien hamil dengan perdarahan pervaginam harus dirujuk ke
RS yang memiliki fasilitas untuk operasi. Jumlah perdarahan yang terdapat di luar
vagina, tidak bisa menentukan kelainan yang terjadi didalam. Ada kemungkinan
perdarahan yang terlihat di luar vagina sangat sedikit walaupun terjafi perdarahan banyak
didalam uterus. (Dr. Batara I. Sirait, 2017)
- Penanganan
1. Penanganan di tempat
Pada prinsipnya dilakukan upaya mencegah maupun mengatasi syok atau
pra syok dan mempersiapkan rujukan sebaik-baiknya dan secepatnya. Untuk itu
dilaksanakan hal-hal sebagai berikut:
- Anjurkan tirah baring total, tidak boleh melakukan senggama dan hindari
peningkatan rongga perut misalnya batuk, mengedan.
- Pasang set infus dengan cairan NaCl fisiologik 0,9 % bila ada orang yang bisa
mengamati pemberian cairan kepada pasien di puskesmas. Pemberian cairan infus
di teruskan sampai perdarahan berhenti
1. Penanganan di RS
Penanganan pasien plasenta previa harus dilakukan di RS karena hampir
selalu kehamilan atau persalinan perlu di akhiri dengan cara SC. Penanganan lanjutan
pasien dengan plasenta previa di RS di tentukan oleh banyaknya perdarahan yang
terjadi paada usia kehamilan. Bila perdarahan berhenti atau sedikit dan usia
kehamilan kurang dari 37 minggu, masih mungkin diharapkan pengakhiran
kehamilan di tunda hingga janin atau bayi lahir cukup bulan.
b. Prognosis
Dengan penanganan yang baik seharusnya kematian ibu karena plasenta
previa rendah atau tidak ada sama sekali. Hingga saat ini kematian perinatal yang
disebabkan prematuritas merupakan tantangan yang belum dapat diatasi. Hal-hal
penting yang perlu di pertimbangkan:
1. Ibu hamil perlu di jaga kondisinya agar tidak mengalami anemia, misalnya
dengan memberikan preparat besi secara rutin,
2. Hendaknya setiap ibu hamil diketahui golongan darahnya,
3. Ibu hamil dengan perdarahan persalinanya harus di RS walaupun perdarahan
sudah berhenti dengan sendirinya,
4. Pada saat pasien sedang di niali dan di siapkan untuk di rujuk segera cari sarana
transportasi misalnya mobil, kapal dan lain sebagainya untuk segera membawa
pasien ke RS.
2. ETIOLOGI
Etiologi yang menyebabkan terjadinya abortus adalah sebagai berikut:
a. Kelainan pertumbuhan hasil konsepsi: kelainan kromosom terutama trisomi autosom
dan monosomi X, lingkungan sekitar tempat implantasi kurang sempurna, pengaruh
teratogen akibat radiasi, virus, obat-obatan, tembakau, dan alcohol
b. Infeksi akut, pneumonia, pielitis, demam tifoid, toksoplasmosis dan HIV
c. Abnormalitas traktus genitalis, serviks inkompeten, dilatasi serviks berlebihan,
robekan serviks dan retroversion uterus
d. Kelainan plasenta, misalnya endarteritis vili korialis karena hipertensi menahun.
(Mitayani, 2009)
3. MANIFESTASI KLINIS
Diduga abortus apabila seorang wanita dalam masa reproduksi mengeluh tentang
perdarahan per vaginam setelah mengalami haid yang terlambat juga sering terdapat rasa
mulas dan keluhan nyeri pada perut bagian bawah. (Mitayani, 2009)
Secara umum terdiri dari:
a. Terlambat haid atau amenhore kurang dari 20 minggu.
b. Pada pemeriksaan fisik, keadaan umum tampak lemah atau kesadaran menurun, tekanan
darah normal atau menurun, denyut nadi normal atau cepat dan kecil, suhu badan normal
atau meningkat.
c. Perdarahan per vaginam, mungkin disertai keluarnya jaringan hasil konsepsi.
d. Rasa mulas atau kram perut di daerah simfisis, sering disertai nyeri pinggang akibat
kontraksi uterus.
4. PEMERIKSAAN GINEKOLOGI
a. Inspeksi vulva : Perdarahan per vaginam, ada atau tidak jaringan hasil konsepsi,
tercium atau tidak bau busuk dari vulva.
b. Inspekulo : Perdarahan dari kavum uteri, ostium uteri terbuka atau sudah tertutup,
ada atau tidak jaringan keluar dari ostium, ada atau tidak cairan atau jaringan berbau
busuk dari ostium.
c. Vaginal toucher : Porsio masih terbuka atau sudah tertutup, teraba atau tidak jaringan
dalam kavum uteri, besar uterus sesuai atau lebih kecil dari usia kehamilan, tidak
nyeri saat porsio digoyang, tidak nyeri pada perabaan adneksa, kavum douglasi tidak
menonjol dan tidak nyeri.
5. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Tes kehamilan : pemeriksaan HCG, positif bila janin masih hidup, bahkan 2-3
minggu setelah abortus.
b. Pemeriksaan doppler atau USG : untuk menentukan apakah janin masih hidup.
c. Histerosalfingografi, untuk mengetahui ada tidaknya mioma uterus submukosa dan
anomali kongenital.
d. BMR dan kadar urium darah diukur untuk mengetahui apakah ada atau tidak
gangguan glandula thyroidea.
e. Pemeriksaan kadar hemoglobin cenderung menurun akibat perdarahan. (Kariyanti,
Fitriana, 2017)
6. PATOFISIOLOGI
Pada awal abortus terjadi dalam desidua basalis, diikuti nekrosis jaringan yang
menyebabkan hasil konsepsi terlepas dan dianggap benda asing dalam uterus. Sehingga
menyebabkan uterus berkonsentrasi untuk mengeluarkan benda asing tersebut. Apabila
pada kehamilan kurang dari 8 minggu, nilai khorialis belum menembus desidua serta
mendalam sehingga hasil konsempsi dapat dikeluarkan seluruhnya. Apabila kehamilan 8
sampai 4 minggu villi khorialis sudah menembus terlalu dalam sehingga plasenta tidak
dapat dilepaskan sempurna dan menimbulkan banyak pendarahdan daripada plasenta.
Perdarahan tidak banyak jika plasenta tidak lengkap. Peristiwa ini menyerupai persalinan
dalam bentuk miniature.
Hasil konsepsi pada abortus dapat dikeluarkan dalam berbagai bentuk, adakalanya
kantung amnion kosong atau tampak didalamnya benda kecil tanpa bentuk yang jelas
(missed aborted). Apabila mudigah yang mati tidak dikelurakan dalam waktu singkat,
maka ia dapat diliputi oleh lapisan bekuan darah. Ini uterus dinamakan mola krenta.
Bentuk ini menjadi mola karnosa apabila pigmen darah telah diserap dalam sisinya terjadi
organisasi, sehingga semuanya tampak seperti daging. Bentuk lain adalah mola
tuberose dalam hal ini amnion tampak berbenjol-benjol karena terjadi hematoma antara
amnion dan khorion.
Pada janin yang telah meninggal dan tidak dikeluarkan dapat terjadi proses
modifikasi janin mengering dan karena cairan amnion menjadi kurang oleh sebab diserap.
Ia menjadi agak gepeng (fetus kompresus). Dalam tingkat lebih lanjut ia menjadi tipis
seperti kertas pigmenperkamen.
Kemungkinan lain pada janin mati yang tidak lekas dikeluarkan ialah terjadinya
maserasi, kulterklapas, tengkorak menjadi lembek, perut membesar karena terasa cairan
dan seluruh janin berwarna kemerah-merahan. (Sarwono, 2006)
7. KLASIFIKASI
1. Abortus Imminens (abortus mengancam/threatened abortion)
1) Proses awal dari suatu keguguran ditandai dengan perdarahan pervaginam,
sementara ostium uteri eksternum masih tertutup dan hasil konsepsi/ janin masih
baik didalam uterus
2) Pengeluaran hasil konsepsi berupa darah yang disertai mules atau tanpa mules.
3) Pada abortus imminiens, kehamilan masih dapat di pertahankan.
4) Jika janin masih hidup, umumnya dapat bertahan sampai kehamilan atern dan
lahir normal.
5) Jika terjadi kematian janin, dalam waktu singkat dapat terjadi abortus spontan.
6) Penentuan kehidupan janin dilakukan ideal dengan ultrasonografi, dilihat gerakan
denyut jantung janin dengan gerakan janin
7) Jika sara terbatas, pada usia diatas 12-16 minggu denyut jantung janin dicoba
didengarkan dengan alat Doppler atau laennec. Keadaan janin sebaiknya segera
ditentukan, karena mempengaruhi rencana penatalaksanaan/ tindakan.
- Tanda dan Gejala Abortus Imminiens, meliput
1) Perdarahan sedikit/bercak
2) Kadang disertai rasa mules/kontraksi.
3) Periksa dalam belum ada pembukaan.
4) Palpasi: tinggi fundus uteri sesui usia kehamilan.
5) Hasil test kehamilan (+)/positif.
2. Abortus Insipiens (disebut juga sebagai abortus sedang berlangsung/ inevitable
abortion) Proses abortus yang sedang berlangsung dan tindak dapat lagi dicegah,
ditandai dengan terbukanya ostium uteri eksternum, selain perdarahan (Achadiat,
2004) Abortus yang sedang berlasung dan tidak dapat dipertahankan lagi
kehamilannya, yang dapat berkembang menjadi abortun inkomplit/ komplit.
Perdarahan ringan hingga sedang pada kehamilan muda dimana hasil konsepsi
masih berada dalam kavum uteri. Kondisi ini menujukan proses abortus sedang
berlangsung dan akan berlanjut menjadi abortus inkomplit/komplit. (Saefuidi B,
2006) Perdarahan pervaginam, dimana dapat timbul rasa nyeri di daerah perut
bawah dan panggul, serviks mulai mebuka dan hasil konsepsinya menjulur
kenanalis serviks. (Moegni, 1987)
- Tanda dan gejala:
1. Perdarahan banyak disertai bekuan
2. Mulas hebat (kontraksi makin lama makin dan makin sering)
3. Ostium uteri sternum mulai terbuka (serviks terbuka)
4. Pada palpasi: tinggi fundus uteri sesuai usia kehamilan
5. Abortus Inkomplit
1) Pengeluaran sebagian janin pada kehamilan sebelum 20 minggu dengan masih
ada sisa tertinggal dalam uterus (Prawirohardjo, 2002)
2) Perdarahan pada kehamilan muda dimana sebagian dari hasil konsepsi telah
keluar kavum uteri melai kanalis servikalis (Saefudin AB, dkk, 2006)
3) Proses abortus dimana sebagian hasil konsepsi telah keluarmelai jalan lahir
(Achadiat, 2004)
- Tanda dan gejala :
a. Perdarahan bisa sedikit atau banyak dan bisa terdapat bekuan darah
b. Rasa mulas (kontraksi) tambah hebat
c. Ostium uteri sternum atau serviks terbuka
d. Pada pemeriksaan vaginal, jaringan dapat diraba dalam kavum uteri atau kadang
kadang sudah menonjol dari eksternum atau sebagian jaringan
e. Perdarahan tidak akan berhenti sebelum sisa janin dikeluarkan dapat
menyebabkan syok
6. Abortus Komplit
1) Prosesus abortus dimana keseluruhan hasil konsepsi telah keluar melalui jalan lahir
(Achadiat, 2004)
2) Perdarahan pada kehamilan muda dimana seluruh hasil kontrasepsi telah dikeluarkan
dari kavum uteri (Saefudin AB, dkk, 2006)
- Tanda dan gejala:
1. Perdarahan banyak
2. Mulas sedikit atau tidak (kontraksi uterus)
3. Osteo uteri telah menutup
4. Uterus sudah mengecil ada keluar jaringan, sehingga tidak ada sisa dalam uterus
5. Diagnosis komplit ditegakan bila jaringan yang keluar juga diperiksa
kelengkapannya
8. KOMPLIKASI
Komplikasi yang serius kebanyakan terjadi pada pasien abortus yang tidak
aman (unsafe abortion) walaupun kadang-kadang dijumpai juga pada abortus
spontan.Komplikasi dapat berupa perdarahan, kegagalan ginjal, infeksi, syok
akibat perdarahan dan infeksi sepsis.
1. Perdarahan
Perdarahan dapat diatasi dengan pengosongan uterus dari sisa-sisa hasil
konsepsi dan jika perlu pemberian tranfusi darah.Kematian karena perdarahan
dapat terjadi apabila pertolongan tidak diberikan pada waktunya.
2. Perforasi
Perforasi uterus pada kerokan dapat terjadi terutama pada uterus dalam
posisi hiperretrofleksi.Jika terjadi peristiwa ini penderita perlu diamati dengan
teliti jika ada tanda bahaya, perlu segera dilakukan laparatomi, dan tergantung
dari luas dan bentuk perforasi, penjahitan luka perforasi atau perlu
histerektomi.Perforasi uterus pada abortus yang dikerjakan oleh seorang awam
menimbulkan persoalan gawat karena diperlukan uterus biasanya luas, mungkin
pula terjadi pada kandungan kemih atau usus.Dengan adanya dugaan atau
kepastian terjadi perforasi, laparatomi harus segera dilakukan untuk menentukan
luasnya cedera, untuk selanjutnya mengambil tindakan-tindakan seperelunya guna
mengatasi komplikasi.
3. Infeksi
Infeksi dalam uterus dan adneksa dapat terjadi dalam setiap abortus tetapi
biasanya didapatkan pada abortus inkomplet yang berkaitan erat dengan suatu
abortus yang tidak aman (unsafe abortus).
4. Syok
Syok pada abortus bias terjadi karena peradangan (syok hemoragik) dan
karena infeksi berat (syok endoseptik).
9. PENATALAKSANAAN
1. Penatalaksanaan Keperawatan
Untuk penatalaksanaan abortus berulang-ulang dibutuhkan anamnesis yang
terarah mengenai riwayat suami istri dan pemeriksaan fisik ibu secara anatomis maupun
laboratorik.Apabila abortus terjadi pada trimester pertama atau kedua juga penting untuk
diperhatikan.Bila terjadi pada trimester pertama maka banyak fakor yang harus dicari
sesua kemungkinan etiologi dan mekanisme terjadinya abortus berulang. Bila terjadi pada
trimester kedua maka factor-faktor penyebab lainnya cenderung pada factor anatomis
terjadinya inkompetensia serviks dan adanya tumor mioma uteri serta infeksi lain berat
pada uterus atau serviks. Tahap-tahap penatalaksanaan tersebut meliputi:
1) Riwayat penyakit dahulu:
a. Kapan abortus terjadi, apabila pada trimester pertama atau pada trimester
berikutnya, adakah penyebab mekanis yangn menonjol.
b. Mencari kemungkinan adanya toksin, lingkungan dan pecandu obat terlarang
c. Infeksi ginekologi dan obstetri.
d. Gambaran asosiasi terjadinya “antiphospholipid syndrome” (thrombosis,
fenomena autoimun, false positive test untuk sifilis).
e. Factor genetic antara suami istri (consanguinity)
f. Riwayat keluarga yang pernah mengalami terjadinya abortus berulang dan
sindroma yang berkaitan dengan kejadian abortus atau pun partus prematurus
yang kemudian meninggal
g. Pemeriksaan diagnostic yang terkait dan pengobatan yang pernah didapat.
2) Pemeriksaan fisik
a. Pemeriksaan fisik secara umum
b. Pemeriksaan ginekologi
c. Pemeriksaan laboratorium
3) Penatalaksanaan Medis
Setelah didapatkan anamnesis yang maksimal, bila sudah terjadi konsepsi baru
pada ibu dengan riwayat abortus berulang-ulang maka support psikologis untuk
pertumbuhan embrio internal uterine yang baik perlu diberikan pada ibu hamil.Kenali
kemungkinan terjadinya anti fosfolipid syndrome atau mencegah terjadinya infeksi intra
uterine.
Pemeriksaan kadar HCG secara periodic pada awal kehamilan untuk membantu
pemantauan kelangsungan kehamilan sampai pemberian USG dapat dikerjakan. Gold
standard untuk monitoring kehamilan dini adalah pemeriksaan USG, dikerjakan setiap 2
minggu sampai kehamilan ini tidak mengalami abortus.Pada keadaan embrio tidak
terdapat gerakan jantung janin maka perlu segera dilakukan evakuasi serta pemberian
kariotip jaringan hasil konsepsi tersebut.
Pemeriksaan serum á-fetopotein perlu dilakukan pada usia kehamilan 16-18
minggu. Pemeriksaan kariotip dari buah kehamilan dapat dilakukan dengan melakukan
amniosintesis air ketuban untuk menilai bagus atau tidaknya kehamilan.
Bila perlu terjadi kehamilan, pada pengobatan dilakukan sesuai dengan hasil
penilaian yang sesuai.Pengobatan disini termasuk memperbaiki kualitas sel telur atau
spermatozoa, kelainan anatomi, kelainan endokrin, infeksi dan berbagai variasi hasil
pemeriksaan reaksi imunologi.Pengobatan pada penderita yang mengidap pecandu obat-
obatan perlu dilakukan juga. Konsultasi psikologi juga akan sangat membantu.
Bila kehamilan kemudian berakhir dengan kegagalan lagi maka pengobatan
secara intensif harus dikerjakan secara bertahap baik pengobatan kromosom, anomaly
anatomi, kelainan endokrin, infeksi, factor imunologi, antifosfolipid sindrom, terapi
immunoglobulin atau imunomodulator perlu diberikan secara berurutan.Hasil ini
merupakan suatu pekerjaan yang berat dan memerlukan pengamatan yang memadai
untuk mendapatkan hasil yang maksimal. (Hindun, 2016)
4.Patofisiologi
Menurut Mochtar (2011) pada preeklamsia terdapat penurunan plasma dalam
sirkulasi dan terjadi peningkatan hematokri, dimana perubahan pokok pada preeklamsia
yaitu mengalami spasme pembuluh darah, perlu adanya kompensasi hipertensi yaitu
suatu usaha untuk mengatasi kenaikan tekanan perifir agar oksigenasi jaringan
tercukupi).
5. Klasifikasi
Berdasarkan waktu terjadinya, eklampsia dapt dibagi:
a. Eklampsia gravidarum
Kejadian 50% sampai 60%
Serangan terjadi dalam keadaan hamil
b. Eklampsia parturientum
Kejadian sekitar 30% sampai 35%
Batas dengan eklampsia gravidarum sukar ditentukan terutama saat mulai
inpartu
c. Eklampsia puerperium
Kejadian jarang yaitu 10%
Terjadi serangan kejang atau koma setelah persalinan berakhir
6. Komplikasi
Komplikasi yag terberat adalah kematian ibu dan janin. Usaha utama ialah
melahirkan bayi hidup dari ibu yang menderita eklampsia. Komplikasi di bawah ini
biasanya terjadi pada eklampsia :
a. Solusio plasenta.
Komplikasi ini biasanya terjadi pada ibu yang menderita hipertensi akut dan
lebih sering terjadi pada pre-eklampsia. Di rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo
15,5% solusio plasenta disertai pre-eklampsia.
b. Hipofibrinogenemia
Pada eklampsia, ditemukan 23% hipofibrinogenemia. Maka perlu dilakukan
pemeriksaan kadar fibrinogen secara berkala.
c. Hemolisis
Penderita dengan eklampsia berat kadang-kadang menunjukkan gejala klinik
hemolisis yang dikenal karena ikterus. Belum diketahui dengan pasti apakah ini
merupakan kerusakan sel-sela hati atau destruksi sel darah merah. Nekrosis periportal
hati yang sering ditemukan pada autopsi penderita eklampsia dapat menerangkan
ikterus tersebut.
d. Perdarahan otak
Komplikasi ini merupakan penyebab utama kematian maternal penderita eklampsia.
e. Kelainan mata
Kehilangan penglihatan untuk sementara, yang berlangsung sampai seminggu,
dapat terjadi. Perdarahan kadang-kadang terjadi pada retina, hal ini merupakan tanda
gawat akan terjadinya apopleksia serebri.
f. Edema paru-paru
Zuspan (1978) menemukan hanya satu penderita dari 69 kasus eklampsia, hal
ini disebabkan karena payah jantung.
g. Nekrosis hati
Nekrosis periportal hati pada eklampsia merupakan akibat vasopasmus arteriol
umum. Kelainan ini diduga khas untuk eklampsia, tapi ternyata juga ditemukan
pada penyakit lain. Kerusakan sel-sel hati juga dapat diketahui dengan
pemeriksaan faal hati, terutama penentuan enzim-enzimnyz.
8. Penatalaksanaan
Tujuan utama pengobatan eklampsia adalah menghentikan berulangnya serangan
kejang dan mengakhiri kehamilan secepatnya dengan cara yang aman setelah keadaan
ibu mengizinkan.
Pengawasan dan perawatan yang intensif sangat penting bagi penanganan
penderita eklampsia, sehingga ia harus dirawat di rumah sakit. Pada pengangkutan ke
rumah sakit diperlukan obat penenang yang cukup untuk menghindarkan timbulnya
kejangan ; penderita dalam hal ini dapat diberi diazepam 20 mg IM. Selain itu, penderita
harus disertai seseorang yang dapat mencegah terjadinya trauma apabila terjadi serangan
kejangan.
Tujuan pertama pengobatan eklampsia ialah menghentikan kejangan mengurangi
vasospasmus, dan meningkatkan dieresis. Dalam pada itu, pertolongan yang perlu
diberikan jika timbul kejangan ialah mempertahankan jalan pernapasan bebas,
menghindarkan tergigitnya lidah, pemberian oksigen, dan menjaga agar penderita tidak
mengalami trauma. Untuk menjaga jangan sampai terjadi kejangan lagi yang selanjutnya
mempengaruhi gejala-gejala lain, dapat diberikan beberapa obat, misalnya:
Sodium pentotbal sangat berguna untuk menghentikan kejang dengan segera bila
diberikan secara intravena. Akan tetapi, obat ini mengandung bahaya yang tidak kecil.
Mengingat hal ini, obat itu hanya dapat diberikan di rumah sakit dengan pengawasan
yang sempurna dan tersedianya kemungkinan untuk intubasi dan resustitasi. Dosisi inisial
dapat diberikan sebanyak 0,2 – 0,3 g dan disuntikkan perlahan-lahan.
Sulfas magnesicus yang mengurangi kepekatan saraf pusat pada hubungan
neuromuscular tanpa mempengaruhi bagian lain dari susunan saraf. Obat ini
menyebabkan vasodilatasi, menurunkan tekanan darah, meningkatkan dieresis, dan
menambah aliran darah ke uterus. Dosis inisial yang diberikan ialah 8g dalam larutan
40% secara intramuscular; selanjutnya tiap 6 jam 4g, dengan syarat bahwa refleks patella
masih positif, pernapasan 16 atau lebih per menit, dieresis harus melebihi 600ml per hari;
selain intramuskulus, sulfas magnesikus dapat diberikan secara intravena; dosis inisial
yang diberikan adalah 4g 40% MgSO4 dalam larutan 10ml intravena secara perlahan-
lahan, diikuti 8g IM dan selalu disediakan kalsium gluakonas 1g dalam 10 ml sebagai
antidotum.
Lytic cocktail yang terdiri atas petidin 100 mg, klorpromazin 100 mg, dan prometazin
50 mg dilarutkan dalam glukosa 5% 500 ml dan diberikan secara infus intravena. Jumlah
tetesan disesuaikan dengan keadaan dan tensi penderita. Maka dari itu, tensi dan nadi
diukur tiap 5 menit dalam waktu setengah jam pertama dan bila keadaan sudah stabil,
pengukuran dapat dijarangkan menurut keadaan penderita. Sebelum diberikan obat
penenang yang cukup, maka penderita eklampsia harus dihindarkan dari semua rangsang
yang dapat menimbulkan kejangan, seperti keributan, injeksi, atau pemeriksaan dalam.
2.4 Teori Asuhan Keperawatan Gawat Darurat Pre Eklampsia
1. Pengertian
Preeklampsia adalah hipertensi yang terjadi pada ibu hamil dengan usia
kehamilan 20 minggu atau setelah persalinan di tandai dengan meningkatnya
tekanan darah menjadi 140/90 mmHg. (Sitomorang, dkk 2016) Preeklamsia
merupakan hipertensi yang timbul setelah 20 minggu kehamilan (Praworihadrjo,
2009). Preeklampsia adalah hipertensi pada kehamilan yang ditandai dengan
tekanan darah ≥ 140/90 mmHg setelah umur kehamilan 20 minggu, disertai
dengan proteinuria ≥ 300 mg/24 jam (Nugroho, 2012)
2. Etiologi
Sampai saat ini terjadinya preeklampsia belum diketahui penyebabnya,
tetapi ada yang menyatakan bahwa preeklampsia dapat terjadi pada kelompok
tertentu diantaranya yaitu ibu yang mempunyai faktor penyabab dari dalam
diri seperti umur karena bertambahnya usia juga lebih rentan untuk terjadinya
peningkatan hipertensi kronis dan menghadapi risiko lebih besar untuk
menderita hipertensi karena kehamilan, riwayat melahirkan, keturunan,
riwayat kehamilan, riwayat preeklampsia (Sitomorang dkk, 2016). Penyebab
pasti preeklampsia masih belum diketahui secara pasti. Menurut Angsar
(2009) beberapa faktor risiko terjadinya preeklampsia meliputi riwayat
keluarga pernah preeklampsia/eklampsia, riwayat preeklampsia sebelumnya,
umur ibu yang ekstrim (35 tahun), riwayat preeklampsia dalam keluarga,
kehamilan kembar, hipertensi kronik.
3. Manifestasi Klinis
Preeklamsi merupakan kumpulan dari gejala-gejala kehamilan
yang di tandai dengan hipertensi dan odem (Kusnarman, 2014) .
Gambaran klinik preeklampsia mulai dengan kenaikan berat badan diikuti
edema kaki atau tangan, kenaikan tekanan darah, dan terakhir terjadi
proteinuria (Saraswati, 2016 ). Tanda gelaja yang biasa di temukan pada
preeklamsi biasanya yaitu sakit kepala hebat. Sakit di ulu hati karena
regangan selaput hati oleh perdarahan atau edema atau sakit karena
perubahan pada lambung dan gangguan penglihatan, seperti penglihatan
menjadi kabur bahkan kadang-kadang pasien buta. Gangguan ini
disebabkan penyempitan pembuluh darah dan edema (Wibowo, dkk
2015).
4. Patofisiologi
Teori lain yang lebih masuk akal adalah bahwa preeklampsia
merupakan akibat dari keadaan imun atau alergi pada ibu. Selain itu
terdapat bukti bahwa preeklampsi diawali oleh insufisiensi suplai darah ke
plasenta, yang mengakibatkan pelepasan substansi plasenta sehingga
menyebabkan disfungsi endotel vascular ibu yang luas (Hutabarat dkk,
2016).
5. Klasifikasi
Preeklampsia dibedakan menjadi dua yaitu preeklampsia ringan
dan preeklampsia berat dengan kriteria sebagai berikut: Menurut Icemi
dan Wahyu (2013) yang pertama Hipertensi gestasional, Hipertensi
menghilang setelah 3 bulan pasca persalinan atau kehamilan dengam
tanda-tanda preeklamsia namun tanpa proteinuria. TD sistolik ≥140
mmHg atau TD diastolik ≥90 mmHg ditemukan pertama kali sewaktu
hamil dan memiliki gejala atau tanda lain preeklamsia seperti dispepsia
atau trombositopenia.
Kedua, Sindrom preeklamsia dan eklamsia merupakan hipertensi
yang timbul setelah 20 minggu kehamilan disertai proteinuria, sedangkan
eklamsia merupakan preeklamsia yang disertai dengan kejang-kejang
dan/atau koma. TD sistolik ≥140 mmHg atau TD diastolik ≥90 mmHg
dengan proteinuria ≥300 mg/24 jam. Ketiga, hipertensi kronik dengan
superimposed preeklamsia Preeklamsia yang terjadi pada ibu hamil yang
telah menderita hipertensi sebelum hamil. Keempat, Hipertensi kronik
Hipertensi (tekanan darah lebih dari 140/90 mmHg) yang telah didiagnosis
sebelum kehamilan terjadi atau hipertensi yang timbul sebelum mencapai
usia kehamilan 20 minggu
6. Komplikasi
Kejang (eklampsia) Eklampsia adalah keadaan ditemukannya
serangan kejang tibatiba yang dapat disusul dengan koma pada wanita
hamil, persalinan atau masa nifas yang sebelumnya menunjukan gejala
preeklampsia (Prawirohardjo, 2010).Preeklampsia pada awalnya ringan
sepanjang kehamilan, namun pada akhir kehamilan berisiko terjadinya
kejang yang dikenal eklampsia. Jika eklampsia tidak ditangani secara
cepat dan tepat, terjadilah kegagalan jantung, kegagalan ginjal dan
perdarahan otak yang berakhir dengan kematian (Natiqotul, 2016)
7. Pemeriksaan Penunjang
Menurut Amin (2016), Pemeriksaan Laboraratorium
1.Pemeriksaan darah lengkap dengan hapusan darah Penurunan
hemoglobin ( nilai rujukan atau kadar normal hemoglobin untuk wanita
hamil adalah 12-14 gr%), hemaktrokit meningkat ( nilai rujukan 37- 43
vol%), trombosit menurun ( nilai rujukan 150- 450 ribu/ mm3).
2.Urinalisis Ditemukan protein dalam urine
3.Pemeriksaan fungsi hati Bilirubin meningkat ( N = < 1 mg/dl), aspartat
aminomtrasferase (AST) > 60 ul, serum Glutamat pirufat trasaminase
(SGPT) meningkat (N= 15-45 u/ml), serum glutamate oxaloacetix
trasaminase ( SGOT) meningkat ( N = < 31 u/l), total Protein serum
menurun ( N = 6,7- 8,7 g/dl)
4.Tes kimia darah Asam urat meningkat (N = 2,4 – 2,7 mg/dl) 5.Radiologi
a.Ultrasonografi Ditemukan retardasi pertumbuhan janin intra uterus,
pernafasn intrauterus lambat, aktivitas janin lambat, dan volume cairan
ketuban sedikit
b.Kardiotografi Diketahui denyut jantung janin bayi lemah
8. Penatalaksanaan
Menurut Amin (2016)
Tujuan utama penangan preeklamsia adalah mencegah terjadinya
eklamsia, melahirkan bayi tanpa asfiksia dengan skor APGAR baik, dan
mencegah mortalitas maternal dan parietal
a.Preeklamsia ringan Istirahat di temmpat tidur merupakan terapi utama
dalam penganan preeklamsia ringan. Istirahat dengan berbaring pada sisi
tubuh menyebabkan aliran darah ke plasenta dan aliran darah ke ginjal
meningkat, tekanan vena pada ekstermitas bawah menurun dan reabsorpsi
cairan bertambah. Selain itu dengan istirahat di tempat tidur menurunkan
tekanan darah. Apabila preeklamsia tersebut tidak membaik dengan
penanggan konservatif, dalam hal ini kehamilan harus diterminasi jika
mengancam nyawa maternal.
b.Preeklamsia berat Pada pasien preeklamsia berat secara harus diberi obat
sedative kuat untuk mencegah timbulnya kejang. Apabila sesudah 12-24
jam bahaya akut sudah diatasi , tindakan terbaik adalah menghentikan
kehamilan sebagai pengobatan mencegah timbulnya kejang, dapat
diberikan larutan magnesium sulfat ( MgSO4) 20% dengan dosis 4 gram
secara intravena loading dose dalam 4-5 menit. Kemudian dilanjutkan
dengan MgSo4 40% sebanyak 12 gram dalam 500cc ringer laktat (RL)
atau sekitar 14 tetes/ menit. Tambahan magnesium sulfat hanya dapat
diberikan jika dieresis pasien baik, reflex patella positif dan frekuensi
pernafasan lebih dari 16 kali/ menit. Obat ini memiliki efek menenangkan,
munurunkan tekanan darah dan meningkatkan dieresis selaian magnesium
sulfat, pasien dengan preeklamsia dapat juga diberikan klorpromazin
dengan dosis 50 mg secara intramuscular ataupun diazepam 20 mg secara
intramuscular. (Imelda & Putriana, 2018)
BAB III
KASUS
ASUHAN KEPERAWATAN MATERNITAS
FORMAT PENGKAJIAN Ny. R
A. BIODATA
1. Identitas Ibu
Nama Inisial : Ny. R
Usia : 24 th
Agama : Hindu
Kebangsaan : WNI
Suku : Bali
Status Perkawinan : Kawin
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : IRT
Alamat : Banjar harum, desa manis
DX. : Abortus
2. Riwayat Penyakit Sekarang : Pasien mengatakan nyeri pada perut bagian bawah dan
pinggang
3. Riwayat Kesehatan Yang Lain : Pasien mengatakan tidak ada penyakit yang
diderita oleh pasien
4. Riwayat Kesehatan Keluarga : Pasien mengatakan keluarga nya tidak punya penyakit
keturunan dan menular
5. Riwayat Perkawinan : Pasien mengatakan dalam perkawinan nya tidak
penyakit lain
6. Riwayat Menstruasi : pasien mengatakan haid terakhir pada bulan April lalu
7. Riwayat Persalinan Yang Lain : Pasien mengatakan bahwa ia mempunyai anak laki-laki
berumur 7 th dilahirkan dengan normal dan sehat
8. Pola Kebiasaan
a. Pola Nutrisi : Pasien mengatakan sebelum hamil ia maka dengan teratur
yaitu 3x1 hari sedangkan sesudah hamil ia mengatak
nafsu makan mulai menurun yaitu 1x1 hari
b. Pola Eliminasi : Pasien mengatakan pola eliminasi nya baik
BAK : 5x1 hari
BAB : 1x1 hari
c. Pola Istirahat dan Tidur : Pasien mengatakan istirahat nya cukup terpenuhi dan tidur
nya nyenyak
d. Pola Kebersihan Diri : Pasien mengatakan bahwa ia tinggal di kawasan penduduk
yang kebersihan nya cukup baik
e. Pola Aktivitas : Pasien mengatakan jika dirumah ia melakukan tugas
rumah seperti bersih-bersih rumah, mencuci pakaian
dan lainnya
9. Riwayat Sosial : Pasien mengatakan bahwa ia mudah berinteraksi dan
dapat mengenali orang-orang disekitarnya
10. Riwayat Spiritual : pasien melakukan Tri Sandya 2x dalam sehari
D. LABORATORIUM
A. Pemeriksaan Hematologi
- Darah Rutin : tidak ada
- WBC : tidak ada
- HGB : tidak ada
B. Foto Abdomen : USG
3. DS : Kelemahan, Gangguan
Pasien mengatakan badannya terasa Penurunan Aktivitas
lemas Sirkulasi
DO : - lemah
- TD : 100/70
E. Intervensi