OLEH: KELOMPOK 9
2020
KATA PENGANTAR
Puji Syukur Kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat-Nya lah sehingga
penulis dapat meyelesaikan makalah ini dalam waktu yang telah ditentukan. Dengan
adanya penulisan makalah ini semoga dapat membantu dalam pembelajaran kita dan
bisa menyelesaikan masalah-masalah,. Disamping itu kami menyadari bahwa mungkin
terdapat banyak kesalahan baik dari penulisan ataupun dalam penyusunannya yang tidak
kami ketahui.
Penulispun menyadari bahwa susunan pembuatan makalah ini belum mencapai
hasil yang sempurna. oleh karena itu, kritikan dan saran sangat diharapkan
yang bersifat membangun demi penyempurnaan makalah ini. Akhir kata penulis
mengucapkan Terimakasih dan semoga makalah ini dapat membantu pembaca dalam
mengupas imajinasi mengenai hal-hal yang masih belum diungkapkan dalam
membahas tentang “Nurtsi bayi/anak dari ibu HIV”.
Penyusun, Kelompok 9
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL
KATA PENGANTAR...................................................................................
DAFTAR ISI..................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang.....................................................................................
1.2 Rumusan Masalah................................................................................
1.3 Tujuan..................................................................................................
1.4 Manfaat................................................................................................
BAB II PEMBAHASAN
3.2 Saran………………………………………………………………...
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Masalah gizi terkait dengan infeksi HIV perlu mendapat perhatian. Infeksi HIV
merupakan masalah yang cukup serius dan kekurangan nutrisi sering menjadi
komplikasi dari penyakit ini (Swaminathan et al., 2008). Penelitian yang dilakukan di
RSUP Dr.Kariadi Semarang pada Desember 2010 – Mei 2011 menunjukan bahwa
terdapat 22 pasien (52,38%) dengan status gizi dibawah normal/ underweight
berdasarkan Indeks Massa Tubuh (IMT) (Andersen, 2017). Status gizi yang buruk pada
pasien HIV/AIDS disebabkan karena asupan gizi yang tidak adekuat, adanya perubahan
laju metabolism tubuh, perubahan mekanisme kerja traktus digestivus, interaksi obat
dengan zat gizi (Stambullian, Feliu, & Slobodianik, 2007). Hal ini dapat dimanfaatkan
oleh HIV untuk berkembang lebih cepat dan daya tahan tubuh untuk melawan HIV
menjadi berkurang sehingga menyebabkan meningkatkan resiko terkena infeksi
oportunistik, dan mempengaruhi absorbsi obat ARV dalam tubuh (Nursalam &
Kurniati, 2009).
Menurut Nursing Intervensions Clasfifications (NIC), upaya yang dilakukan untuk
mengatasi masalah defisit nutrisi yaitu memonitoring nutrisi pasien serta memanajemen
nutrisi dari pasien HIV/AIDS tersebut (M.Bulecheck, K.Butcher, M.Dochterman, &
M.Wagner, 2016). Orang dengan HIV/AIDS (ODHA) harus diberikan makanan tinggi
kalori-tinggi protein (TKTP), kaya vitamin dan mineral, serta cukup air. Syarat diet
ODHA yaitu: 1) kebutuhan zat gizi ditambah 10-25% lebih banyak dari kebutuhan
minimum yang dianjurkan, 2) diberikan dalam porsi kecil tapi teratur, 3) menghindari
makanan yang diawetkan dan beragi, 4) bila pasien mendapat terapi ARV pemberian
makanan disesuaikan dengan jadwal minum obat, 5) berikan makanan rendah serat dan
makanan lunak atau cair jika ada masalah pencernaan, 6) hindari rokok, alcohol dan
kafein, 7) rendah latosa dan rendah lemak jika ada diare, 8) disesuaikan dengan
penyakit infeksi yang menyertai. Jika pasien tidak bisa makan secara oral berikan dalam
bentuk enteral dan parental secara aman (NGT atau IV) (Nursalam & Kurniati, 2009)
1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Mengetahui seperti apa pemberian nutrisi pada bayi/anak dari ibu HIV dan
terpenting bagaimana kita mengetahui gambaran asuhan keperawatan pada bayi/anak
dari ibu HIV
Manfaat dalam penulisan makalah dan meteri ini adalah untuk menambah
pengetahuan bagi pembaca agar dapat menerapkaan dan berbagi ilmu pengetahuan ini
berguna untuk memajukan pengetahuan tentang kesehatann.
BAB II
PEMBAHASAN
1) Antropometri
Antropometri memiliki arti sebagai ukuran tubuh manusia. Pengukuran menggunakan
metode ini dilakukan karena manusia mengalami pertumbuhan dan perkembangan.
Metode antropometri digunakan untuk melihat ketidakseimbangan nutrisi (asupan
karbohidrat dan protein). Metode ini memiliki keunggulan dimana alat mudah, dapat
digunakan berulang-ulang & objektif (Mardalena, 2017).
Antropometri sebagai indikator status nutrisi dapat dilakukan dengan mengukur
beberapa parameter. Parameter ini disebut dengan Indeks Antropometri yang terdiri dari
:
a) Berat badan menurut umur (BB/U)
b) Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik dapat dilakukan melalui teknik inspeksi, palpasi, perkusi dan
auskultasi. Tanda – tanda klinis dapat dikelompokkan menjadi tiga yaitu:
(1) Kelompok 1, tanda-tanda yang benar berhubungan dengan malnutrisi. Baik itu
karena kekurangan salah satu zat nutrisi atau kelebihan dari yang dibutuhkan tubuh.
(2) Kelompok 2, tanda-tanda yang membutuhkan pengamatan lebih lanjut. Hal ini
karena tanda yang ada mungkin saja merupakan tanda nutrisi salah atau mungkin
disebabkan oleh faktor lain.
(3) Kelompok 3, tanda-tanda yang tidak berkaitan dengan nutrisi salah walaupun hampir
mirip. Untuk dapat mengelompokkan tanda-tanda yang ada pada pasien, pemeriksa
harus mengetahui tanda-tanda dan gejala akibat kekurangan atau kelebihan setiap zat
gizi (Mardalena, 2017).
3) Biokimia
Pemeriksaan status nutrisi menggunakan biokimia terdiri dari :
a) Penilaian status nutrisi dengan pemeriksaan hemoglobin (hb), hematokrit, besi serum,
ferritin serum, saturasi transferrin, free erytrocites protophoprin, unsaturated iron-
blinding capacity serum.
c) Penilaian status vitamin tergantung dari vitamin yang ingin kita ketahui.
d) Penilaian status mineral, misalnya iodium dinilai dengan memeriksa kadar yodium
dalam urine dan kadar hormone TSH (thyroid stimulating hormone) (Mardalena, 2017).
4) Biofisik
Pemeriksaan status nutrisi dengan biofisik adalah pemeriksaan yang melihat dari
kemampuan fungsi jaringan dan perubahan struktur. Penilaian secara biofisik dapat
dilakukan dengan tiga cara yaitu uji radiologi, tes fungsi fisik, sitologi (Mardalena,
2017).
b. Penilaian status nutrisi secara tidak langsung
1) Survei konsumsi makanan , Survei ini digunakan dalam menentukan status nutrisi
perorangan atau kelompok. Survei konsumsi makanan dimaksudkan untuk mengetahui
kebiasaan makan atau gambaran tingkat kecukupan bahan makanan dan zat nutrisi.
Diperkuat oleh penelitian Tella (2012) di Mapaget bahwa pola pemberian makan
yang seimbang berhubungan dengan status gizi anak. Hal tersebut penting terhadap
pertumbuhan anak. Pola pemberian makan yang baik harus dilakukan sejak dini dengan
cara memberikan makanan yang bervariasi dan memberikan informasi kepada anak
waktu makan yang baik. Dengan demikian, anak akan terbiasa dengan pola makan
sehat.
Hasil tersebut dapat dijelaskan bahwa pola pemberian makan yang diberikan orang tua
mampu meningkatkan status gizi anak. Pola pemberian makan yang diberikan orang tua
berdasarkan jenis makanan, jumlah makanan, dan jadwal makan yang tepat mampu
memberikan status gizi normal. Sebaliknya, pola pemberian makan yang tidak tepat
sesuai dengan jumlah, jenis, dan jadwal akan memiliki status gizi anak sangat kurus dan
kurus. Perlu ditekankan kepada orang tua bahwa pola pemberian makan yang sesuai
atau tepat harus dipenuhi dengan pemilihan bahan makanan yang mengandung gizi
seimbang. Dengan makanan bergizi dan menu yang seimbang diharapkan anak
mendapatkan nutrisi yang dibutuhkan oleh tubuh. Apabila pemenuhan nutrisi tercapai
dengan baik maka status gizi anak normal, anak sehat dan mampu beraktivitas dengan
baik
2. Protein
WHO saat ini tidak merekomendasikan peningkatan asupanprotein pada
anak terinfeksi HIV. Kebutuhan protein tetap normal, yaitu 12 - 15% dari total
asupan energi. Namun, karena kebutuhan energi meningkat sebesar 10% atau
20-30%, maka kebutuhan protein juga meningkat, karena protein dihitung
sebagai persentase dari total asupan energi (ECSA-HC dkk, 2008).Sementara
itu, Almatsier (2005) menganjurkan untuk memberikan diet protein tinggi pada
anak terinfeksi HIV, yaitu 1,1-1,5 g/kg BB untuk memelihara dan mengganti
jaringan sel tubuh yang rusak. Pemberian protein juga disesuaikan bila ada
kelainan ginjal dan hati.
3. Vitamin dan Mineral
Vitamin dan mineral sangat penting dalam perkembangan dan daya tahan
tubuh, jika tubuh tidak didukung oleh asupan vitamin dan mineral yang baik
maka virus akan mudah menyerang dalam kata lain penyakit sangat mudah
untuk memasuki tubuh penderita HIV/AIDS (Jafar, 2004). Menurut Almatsier
(2005) dianjurkan untuk memberikan vitamin dan mineral 1 ½ kali (150%)
Angka Kecukupan Gizi (AKG), terutama vitamin A, B12,C, E, folat, kalsium,
magnesium, seng dan selenium. Bila perlu, dapat ditambahkan vitamin berupa
suplemen, akan tetapi megadosis harus dihindari karena dapat menekan
kekebalan tubuh.
Kemudian Anak – anak yang terlahir dari Ibu yang menidap HIV juga
memerlukan asupan gizi Mikro sebagai berikut :
1. Vitamin A
Vitamin AMenurut Almatsier (2004), vitamin A berpengaruh terhadap
fungsi kekebalan tubuh pada manusia dan hewan. Retinol berpengaruh terhadap
pertumbuhan dan diferensiasi limfosit B (leukosit yang berperan dalam proses
kekebalan tubuh humoral). Di samping itu kekurangan vitamin A dapat
menurunkan respon antibodi yang bergantung padasel-T (limfosit yang berperan
pada kekebalan tubuh selular)
2. Vitamin B12
Menurut Nursalam dan Kurniawati (2009), vitamin B12 bagi penderita
HIV penting untuk fungsi dan pengantaran saraf dan mencegah kelainan
sumsum tulang. Sementara itu Nadhiroh (2006) menyatakan bahwa kelompok
vitamin B diperlukan untuk menjaga sistem kekebalan tubuh dan saraf yang
sehat.
3. Vitamin C
Menurut Nursalam dan Kurniawati (2009), peran vitamin C pada infeksi
diantaranya memperkuat sel-sel imun dalam melawan dan menetralkan radikal
bebas. Sel-sel imun mengeluarkan bahan toksik untuk membunuh jamur, kuman,
atau virus yang masuk ke dalam tubuh; “perang” antara sel-sel imun dengan zat
asing membuat jaringan disekitarnya juga ikut rusak; dan radikal bebas yang
dihasilkan dapat memperluas kerusakan itu lebih lanjut. Inilah hal khusus yang
dikhawatirkan pada orang dengan HIV, mengingat virus memerlukan
lingkungan seperti itu.Buah-buahan berwarna dan sayur-sayuran berwarna gelap
merupakan sumber vitamin C yangdapatmembantu meningkatkan daya
tahan tubuh dalam melawan infeksi seperti tomat, kubis, jeruk, anggur, lemon,
jambu, nanas, buah beri, dan lain-lain yang dapat dikonsumsi secara bergantian
setiap harinya(Nursalam & Kurniawati, 2009)
4. Vitamin E
Menurut Almatsier (2004), fungsi utama vitamin E adalah sebagai
antioksidan yang larut dalam lemak. Sifat antioksidannya berfungsimelindungi
dan menstabilkan membran sel (Nursalam & Kurniawati, 2009).Sumber utama
vitamin E adalah minyak tumbuh-tumbuhan, terutama minyak kecambah
gandum dan biji-bijian. Minyak kelapa dan zaitun hanya sedikit mengandung
vitaminE. Sayuran dan buah-buahan juga merupakan sumber vitamin E yang
baik. Daging, unggas, ikan, dan kacang-kacangan mengandung vitamin E dalam
jumlah terbatas (Almatsier, 2004).
5. Folat
Menurut Almatsier (2004), folat dibutuhkan untuk pembentukan sel
darah merah dan sel darah putih dalam sumsum tulang dan untuk
pendewasaannya. Folat terutama terdapat di dalam sayuran hijau, hati, daging
tanpa lemak, serelia utuh, biji-bijian, kacang-kacangan, dan jeruk. Vitamin C
yang ada dalam jeruk menghambat kerusakan folat.Bahan makanan yang tidak
banyak mengandung folat adalah susu, telur, umbi-umbian, dan buah, kecuali
jeruk
6. Selenium
Menurut Almatsier (2004), selenium bekerja sama dengan vitamin E
dalam perannya sebagai antioksidan. Selenium berperan serta dalam sistem
enzim yang mencegah terjadinya radikal bebas dengan menurunkan
konsentrasiperoksida dalam sel, sedangkan vitamin E menghalangi bekerjanya
radikal bebas setelah terbentuk. Dengan demikian konsumsi selenium dalam
jumlah cukup dapat menghemat penggunaan vitamin E
Sumber utama selenium adalah makanan laut, hati dan ginjal. Daging
dan unggas merupakan sumber selenium yang baik. Kandungan selenium dalam
serealia, biji-bijian, dan kacang-kacangan tergantung pada kondisi tanah tempat
tumbuhnya bahan makanan tersebut. kandungan selenium pada sayur dan buah
tergolong rendah (Almatsier, 2004).
7. Fe (Besi)
Menurut ECSA-HC, dkk(2008), anak yang terinfeksi HIV harus
diberikan suplemen zat besi untuk mencegah anemia. Rekomendasi
suplementasi zat besi pada anak (usia 6-11 tahun) yaitu sebesar 30-60 mg/hari
yang bertujuan untuk mencegah anemia. Besi memegang peranan dalam sistem
kekebalan tubuh. Respon kekebalan sel oleh limfosit-T terganggu karena
berkurangnyapembentukkan sel-sel tersebut, yang kemungkinan disebabkan
oleh berkurangnya sistesis DNA. Berkurangnya sintesis DNA ini disebabkan
oleh gangguan enzimreduktase ribonukleotida yang membutuhkan besi untuk
dapat berfungsi. (Oktaviani, 2013)
BAB III
PENUTUP