Anda di halaman 1dari 10

Aktivitas Afrodisiaka Fraksi n-butanol Cawat Hanoman (Labisia pumila)

Terhadap Mencit Jantan

Anna Yulisbeth, Arnida

Program Studi Farmasi FMIPA Universitas Lambung Mangkurat


Korespondensi nida2573@yahoo.co..id

Abstrak

Cawat hanoman (Labisia pumila) salah satu tanaman yang digunakan secara
empirik sebagai afrodisiaka di Kalimantan Selatan. Penggunaan secara tradisional
dengan meminum air rebusan akar cawat hanoman. Penelitian bertujuan
mengetahui dosis dan persentasi fraksi n-butanol akar cawat hanoman yang
memberikan efek afrodisiaka mencit putih jantan. Penelitian dilakukan dengan cara
non hormonal berdasarkan parameter introduksi, klimbing, dan koitus. Mencit
dikelompokkan dalam 5 kelompok, kontrol negatif (KN), kontrol positif mestrolon
(KP), dosis 2 mg/kgBB (K1), dosis 5mg/kgBB (K2), dosis 10mg/kgBB (K3).
Mencit jantan diadaptasi 5 menit setelah pemberian fraksi n-butanol, selanjutnya
dikumpulkan dengan 3 ekor mencit betina estrus dalam satu kandang. Jumlah
introduksi, klimbing, koitus dihitung dan dianalisis pada tingkat kepercayaan 95%.
Hasil analisis diperoleh perbedaan bermakna antara perlakuan dan terhadap kontrol.
Aktivitas afrodisiaka pada mencit putih jantan dosis 5 mg/kgBB (K2) memberikan
efek paling baik yakni introduksi 80,15%, klimbing 99,35%, koitus 100%
terhadap kontrol negatif dan memberikan efek introduksi -6,34%, klimbing
69,03%, dan koitus 91,30% terhadap kontrol positif. Fraksi n-butanol mengandung
senyawa golongan alkaloid, saponin dan steroid.

Kata kunci: Afrodisiaka, cawat hanoman, Labisia pumila, persentase, koitus


PENDAHULUAN
Studi klinis menunjukkan bahwa secara umum, produksi testosteron
menurun sebanyak 2% per tahun terhitung sejak umur 30 tahun. Turunnya kadar
testosteron membuat banyak laki-laki yang beranjak usia mengalami pengalaman
seksual yang tidak memuaskan. Testosteron yang rendah ditandai dengan satu atau
semua hal berikut, tidak mampu mencapai ereksi, tidak mampu mempertahankan
ereksi, menurunnya libido, dan berkurangnya volume ejakulasi (Faigin, 2001).
Afrodisiaka adalah bahan yang bisa meningkatkan libido atau gairah
bercinta. Penurunan libido dapat diatasi dengan pemberian obat-obat afrodisiaka
yang dapat meningkatkan gairah dan kemampuan ereksi yang lebih lama (Sidik,
2009). Namun, penggunaan obat sintetik yang berkhasiat afrodisiaka memiliki efek
samping yang tidak diinginkan apabila digunakan dalam waktu yang lama. Selain
itu juga obat-obat afrodisiaka memiliki harga yang relatif lebih mahal.
Salah satu obat tradisional yang terbukti sebagai tumbuhan yang berkhasiat
afrodisiaka adalah akar pasak bumi. Ekstrak pasak bumi membuat mencit jantan
menjadi sangat aktif terhadap mencit betina (Caxbari, 2009). Tumbuhan cawat
hanoman yang diteliti juga dipercaya masyarakat sebagai tumbuhan yang dapat
menambah gairah dan stamina dalam melakukan hubungan seksual.
Tumbuhan khas Kalimantan Tengah yang dikenal sebagai cawat hanoman
(Labisia pumila) dipercaya secara empiris sebagai tumbuhan yang berkhasiat
afrodisiaka telah lama digunakan masyarakat setempat dengan cara merebus bagian
akar cawat hanoman, hanya saja belum ada penelitian secara ilmiah mengenai
tumbuhan tersebut. Tumbuhan cawat hanoman di Malaysia dikenal dengan nama
Kacip fatimah, ialah sejenis tumbuhan yang terdapat di hutan Malaysia yang
mempunyai ciri-ciri seperti tongkat ali dan mempunyai daun sepanjang ± 20 cm.
cawat hanoman secara tradisional diminum sebagai teh oleh masyarakat untuk
meningkatkan fungsi seksual. Di Kalimantan, secara tradisional cawat hanoman
digunakan untuk kesuburan, meningkatkan stamina dan fungsi seksual dan
menghilangkan keletihan (Griuen, 2010).
(1) (2) (3)
Gambar : Tumbuhan Cawat hanoman (Labisia Pumila) (1),Tempat tumbuh Cawat hanoman (2),
Akar Cawat hanoman (3)
Pengujian terhadap bertambahnya libido dilakukan dengan melihat efek
androgenik (cara hormonal) dan cara non hormonal dengan cara mengamati
tingkah laku seksual mencit jantan terhadap mencit betina yang meliputi
pendekatan (introduksi) ketika mencit jantan mendekati mencit betina,
penunggangan (klimbing) ketika mencit jantan menunggangi mencit betina dan
melakukan kissing mouth & vagina, dan koitus ketika mencit jantan menunggangi
mencit betina yang ditandai dengan terangkatnya ekor mencit betina (Arnida, 2003).
Berdasarkan latar belakang di atas, maka dirumuskan masalah bahwa berapa
dosis dan persentasi fraksi n-butanol cawat hanoman yang dapat memberikan efek
afrodisiaka pada mencit putih jantan serta golongan senyawa apa yang bertanggung
jawab terhadap aktivitas tersebut?
Penelitian bertujuan untuk mengetahui dosis dan persentasi fraksi n-butanol
akar cawat hanoman yang dapat memberikan efek afrodisiaka pada mencit putih
jantan serta golongan senyawa yang bertanggung jawab terhadap aktivitas tersebut.
METODE PENELITIAN
Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Farmakologi Farmasi Fakultas
MIPA Universitas Lambung Mangkurat Banjarbaru.
Alat dan Bahan
Alat yang digunakan adalah jarum dan alat suntik, jarum suntik (po),
timbangan analitik (Ohaus), waterbath (Memmert), rotary vacum evaporator IKA
type RV OS-ST IP-B, Mikroskop.
Bahan yang digunakan adalah akar cawat hanoman, metanol 95%, n-butanol,
Mesterolon (Proviron®), Na-CMC, NaCl dan aquades.
Hewan uji yang digunakan pada penelitian ini adalah mencit putih jantan
Galur BALB/C umur 2-3 bulan dengan berat badan 20-30 gram diperoleh
di Universitas Airlangga.
Prosedur Kerja
Persiapan
Pembuatan haksel dilakukan dengan terlebih dahulu dengan membersihkan
tumbuhan yang diperoleh dari lapangan. Kemudian bagian akar tumbuhan
dipotong-potong.
Metode ekstraksi yang digunakan adalah maserasi, 200 gram sampel
direndam metanol didiamkan selama 3x24 jam, pelarut diganti hingga warna jernih.
Filtrat hasil ekstraksi diuapkan hingga diperoleh ekstrak kental. Fraksinasi
dilakukan dengan menimbang 2 gram ekstrak metanol cawat hanoman dimasukkan
ke dalam corong pisah dan menambahkan 50 mL petroleum eter ke dalam corong
pisah, lapisan dipisahkan. Lapisan air tetap dalam corong pisah ditambahkan 50 mL
pelarut etil asetat ke dalam corong pisah, lapisan dipisahkan. Lapisan air tetap
dalam corong pisah. Lapisan air ditambahkan 50 mL pelarut n-butanol ke dalam
corong pisah, lapisan dipisahkan, diambil lapisan n-butanol.
Reaksi identifikasi terhadap alkaloid
Identifikasi senyawa alkaloid dilakukan dengan metode Culvenor dan
Fitzgerald (Kristanti, 2008). Identifikasi senyawa flavonoid, steroid, dan saponin
dilakukan berdasarkan prosedur FI & MMI.
Penentuan peringkat dosis
Orientasi dosis dilakukan dengan dosis 2 mg/kgBB, 5 mg/kgBB, 10
mg/kgBB, 20 mg/kgBB, 50 mg/kgBB, 100 mg/kgBB.
Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental yang menggunakan
Rancangan Acak Lengkap (RAL) Faktorial yang terdiri dari 5 (lima) kelompok,
ulangan 5 (lima) kali. Kelompok I (KN), diberi Na-CMC 0,5 % secara peroral
sebagai kontrol negatif; kelompok II (KP) diberi mesterolon 3,26 mg/kgBB sebagai
kontrol positif; Kelompok K1, K2, K3 diberi suspensi fraksi n-butanol akar cawat
hanoman dosis 2 mg/kgBB, 5mg/kgBB, dan 10 mg/kgBB secara peroral.
Pemeriksaan daur estrus pada mencit putih betina dengan cara usap vagina,
cairan apus vagina diteteskan pada objek gelas dan kemudian diamati di bawah
mikroskop.
Uji perilaku seksual hewan mencit jantan
Tiap kelompok mencit jantan ditempatkan dalam satu kandang. Mencit
putih jantan yang telah diberi perlakuan dimasukkan dalam wadah yang cukup
leluasa (terbuat dari kaca atau plastik yang tembus pandang). Setelah diadaptasikan
selama 5 menit, maka dimasukkan mencit putih betina, diamati selama 1 (satu) jam
dan pada waktu malam hari (Arnida, 2003) meliputi jumlah pendekatan (introduksi),
penunggangan (klimbing) dan senggama (koitus).
HASIL DAN PEMBAHASAN
Fraksi kental n-butanol cawat hanoman yang diperoleh adalah sebesar 2,96
gram. Pada umumnya tanaman yang berkhasiat sebagai afrodisiaka mengandung
senyawa turunan saponin, alkaloid dan steroid yang berkhasiat sebagai penguat
tubuh serta memperlancar peredaran darah. Pemeriksaan pendahuluan terhadap
fraksi n-butanol dilakukan untuk mengetahui senyawa afrodisiaka yang terdapat
dalam fraksi. Senyawa alkaloid diperkirakan merupakan senyawa yang bertanggung
jawab terhadap aktivitas afrodisiaka, hal ini dapat dikaitkan dengan senyawa
yohimbin yang merupakan suatu alkaloid indoalkilamina yang telah cukup lama
digunakan dalam pengobatan impoten atau afrodisiaka (Tjay & Rahardja, 2002).
Tabel 1. Hasil uji pendahuluan fraksi n-butanol akar cawat hanoman

No Uji Pendahuluan Hasil


1 Alkaloid +
2 Saponin +
3 Steroid +

Keterangan : - pada uji alkaloid dengan penambahan pereaksi Meyer terdapat endapan putih, pada
pereaksi Dragendorff terdapat endapan coklat.
- terdapat busa yang mampu bertahan selama 10 menit
- warna berubah menjadi biru kehijauan
Uji Aktivitas Afrodisiaka
Uji aktivitas afrodisiaka fraksi n-butanol akar cawat hanoman dilakukan
dengan menghitung jumlah introduksi, klimbing, dan koitus mencit putih jantan
terhadap mencit putih betina. Introduksi, klimbing, koitus memberikan gambaran
besar kecilnya hasrat seksual mencit putih jantan terhadap mencit putih betina
sehingga dapat menentukan adanya pengaruh aktivitas fraksi n-butanol cawat
hanoman yang diberikan.
Pengamatan tingkah laku mencit putih jantan terhadap mencit putih betina
estrus sampai diperoleh jumlah introduksi, klimbing, koitus yang dilakukan pada
malam hari. Pengamatan dilakukan selama 1 jam dari jam 18.00-19.00 WITA
dengan pertimbangan bahwa mencit akan aktif pada jam tersebut dan di atas jam
tersebut mencit akan beristirahat dan sudah tidak aktif lagi.
Tabel 2. Hasil pengamatan jumlah introduksi, climbing, dan koitus mencit putih
jantan
Kelompok Rata-rata
Introduksi Klimbing Koitus
KN 12,5 0,2 0
KP 67 9,6 0,4
K1 39,6 20,8 2,6
K2 63 31 4,6
K3 62 7,6 0
Berdasarkan tabel 2 hasil introduksi yang dilakukan mencit jantan paling
besar pada dosis K2 yaitu rata-rata 63 kali, pada K3 yaitu rata-rata 62 kali dan
introduksi paling kecil dosis K1 yaitu rata-rata 39 kali.

Hasil Introduksi Mencit Putih Jantan Terhadap


Mencit Putih Betina
Rata-rata Jumlah

Keterangan:
100
Introduksi (x)

67 63 68.2 KN: Kontrol Negatif


KP : Kontrol Positif
39.6 K1 : 2 mg/kg BB
50 K2 : 5 mg/kg BB
12.5 K3 : 10 mg/kg BB

0
KN KP Kelompok
K1 K2 K3

Gambar 4. Histogram hasil introduksi mencit putih jantan terhadap mencit putih betina setelah
pemberian Fraksi n-butanol, kontrol positif dan kontrol negatif.
Klimbing biasanya berlanjut pada koitus dengan diawali dengan introduksi
terlebih dahulu, namun terkadang pada waktu tertentu mencit jantan dapat langsung
melakukan klimbing tanpa diawali dengan introduksi dan tanpa diakhiri koitus.
Berdasarkan tabel 2 jumlah klimbing mencit jantan paling banyak ditunjukkan
secara berurutan pada K2, K1, KP, K3 dan KN (Gambar 5).

Hasil Klimbing Mencit Putih Hasil Koitus Mencit Putih


Jantan Terhadap Mencit Putih 4.6 Mencit Putih
Jantan Terhadap
40 31 5 Keterangan:
Rata-rata Jumlah

Betina Keteranga

Rata-rata Jumlah
4 Betina KN:
n: Kontrol Negatif
Klimbing (x)

20.8 2.6 KP : Kontrol Positif

Koitus (x)
3 KN:
20 K1 : 2 mg/kg BB
Kontrol
9.6 2
7.6 K2 : 5 mg/kg BB
0 0.4
Negatif
1 0 K3 : 10
: mg/kg BB
0.2 KP
0 Kontrol
0 Positif
Kelompok KN KP K1 K2 K3
Kelompok K1 : 2
KN KP K1 K2 K3
mg/kg BB
K2 : 5
Gambar 5. Histogram hasil klimbing & koitus mencit putih jantan terhadap mencit mg/kg
putih BBbetina
K3 : 10
setelah pemberian fraksi n-butanol, kontrol positif dan kontrol negatif. mg/kg BB

Koitus terjadi jika mencit jantan berhasil menunggangi mencit betina dan
terjadi penetrasi ke dalam vagina mencit betina. Hal ini ditandai dengan tidak ada
perlawanan dari mencit betina dan bagian ekor mencit betina terangkat ke atas.
Koitus terjadi setelah introduksi dan klimbing, namun koitus juga dapat terjadi
tanpa introduksi dan tidak dapat terjadi tanpa adanya klimbing terlebih dahulu
(Gambar 5). Gambar 5 menunjukkan koitus yang terjadi pada KP lebih rendah
dibanding K1 dan K2. Hal ini bisa disebabkan karena faktor fase estrus mencit
betina dan faktor lingkungan yang tidak mendukung. Pengaruh Mesterolon sebagai
kontrol positif juga juga dapat dikaji terkait masalah koitus yang terjadi pada KP
lebih kecil dibanding dengan K1 dan K2. Mesterolon diabsorpsi dengan sangat
cepat pada pemberian oral. Mesterolon dalam tubuh mencapai tingkat maksimum
setelah ± 1,6 jam dan kadarnya akan semakin menurun setelah 12-13 jam
pemberian (Sweetman, 2009). Menurut Wilson (1992), Mesterolon yang terabsorpsi
oleh tubuh dapat dimetabolisme secara cepat, dan waktu eliminasi t1/2 dari plasma
sangat singkat (Ferner, 1994). Hal tersebut memiliki kemungkinan untuk turut
berperan dalam tidak maksimalnya Mesterolon sebagai kontrol positif karena dalam
penelitian ini rentang waktu pengamatan hanya selama 1 jam. Secara teori, waktu
tersebut kurang dari waktu saat Mesterolon mencapai tingkat maksimum di dalam
tubuh.
Faktor lain yang juga dapat menjelaskan parameter klimbing dan koitus
tidak didapatkan nilai yang cukup besar ialah faktor lingkungan. Kemungkinan
yang terjadi bias karena adanya gangguan yang menyebabkan mencit tidak bisa
sampai ke tahap klimbing maupun koitus. Gangguan tersebut bisa berupa suara-
suara yang mengganggu mencit, maupun adanya getaran-getaran akibat benda yang
digeser dan suara langkah kaki. Pengkondisian mencit pada saat uji dilakukan juga
sangat berpengaruh misalnya saja kurangnya waktu beradaptasi sebelum mencit
diberi perlakuan.
Persentase perbedaan introduksi, klimbing dan koitus terhadap KP
dimaksudkan untuk mengetahui seberapa besar potensi aktivitas afrodisiaka dari
perlakuan masing-masing dosis dengan KP sebagai pembanding.
Tabel 3. Hasil persentase efek introduksi, klimbing dan koitus mencit putih jantan
terhadap kontrol negative dan positif

Kontrol Kelompok Efek Introduksi (%) Efek Klimbing (%) Efek Koitus (%)

Negatif K1 -69,19 53,84 84,61


(KN) K2 -6,34 69,03 91,30
K3 -6,6879 -26,31 ∞
Positif K1 68,43 99,03 100
(KP) K2 80,15 99,35 100
K3 80,09 97,36 0
Ket : - : menunjukan aktivitas ekstrak lebih kecil dibandingkan kontrol positif

Berdasarkan tabel 3 terlihat bahwa pemberian fraksi n-butanol pada K1 dan


K2 memiliki aktivitas afrodisiaka yang lebih baik dari KP, namun tidak demikian
dengan K3 yang memiliki aktivitas yang lebih kecil terhadap perlakuan introduksi,
klimbing dan koitus dibandingkan dengan KP. Hal ini menunjukkan bahwa fraksi
n-butanol potensial sebagai afrodisiaka.
Data yang telah diperoleh menunjukkan aktifitas afrodisiaka berturut-turut
dari yang paling besar sampai paling kecil memberikan efek afrodisiaka adalah K2,
K1, KP, K3 dan KN.
PENUTUP
Kesimpulan
Dosis fraksi n-butanol akar cawat hanoman yang memberikan efek afrodisiaka pada
mencit putih jantan adalah (K1) 2 mg/kgBB, (K2) 5 mg/kgBB dan (K3) 10
mg/kgBB, dosis 5 mg/kgBB (K2) memberikan efek paling baik yakni introduksi
80,15%, klimbing 99,35%, koitus 100% serta senyawa yang terdapat pada fraksi n-
butanol adalah golongan alkaloid, saponin, dan steroid.
Saran
Perlu penelitian lebih lanjut mengenai pengujian toksisitas fraksi n-butanol
cawat hanoman agar dapat digunakan secara aman oleh masyarakat pada umumnya.

DAFTAR PUSTAKA

Arnida. 2003. Uji Afrodisiaka Kayu Sanrego (Lunasia amara Blanco) Terhadap
Mencit Putih Jantan. Tesis Fakultas Farmasi UGM, Yogyakarta (tidak
dipublikasikan).

BNF 54. 2007. British National Formulary 54. BMJ Publishing Group LTD,
London.

Caxbari, 2009. Tongkat ali obat buat 'tongkatnya' lelaki.


http://caxbari.mutiply.com
Diakses 9 November 2009.

Depkes RI. 1995. Materia Medika Edisi III. Departemen Kesehatan Republik
Indonesia. Jakarta.

Directorat of Health Promotion and Wellness. 2009. Yohimbine


(Pausinystalia yohimbe)
http://chppm-www.apgea.army.mil/dhpw/Wellness.aspx.
Diakses tanggal 10 Oktober 2009

Faigin,R. 2001. Meningkatkan Hormone Secara Alami. PT. Rajagrafindo persada.


Jakarta.

Haerani, N. 2009. Apusan Vagina pada Mencit.


http://nununghaerani.blogspot.com
Diakses 25 November 2009.
Katzung, B.G. 2004. Farmakologi Dasar dan Klinik Edisi 8 Buku 3, diterjemahkan
oleh Bagian Farmakologi FK Universitas Airlangga. Salemba Medika. Jakarta.

Kristanti, A.N., Aminah, N.S., Tanjung, M dan Kurniadi, B. 2008. Buku Ajar
Fitokimia Laboratorium Kimia Organik. Fakultas MIPA Universitas
Airlangga.

LIPI. 2009. Hasil Identifikasi/determinasi Tumbuhan. Pusat Penelitian Biologi.


Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. Bogor.

Nainggolan, O. & J. W. Simanjutak. 2005. Pengaruh Ekstrak Etanol Akar Pasak


Bumi (Eurycoma longifolia Jack) terhadap Perilaku Seksual Mencit Putih.
http://www/portalkalbe/file/cdk/file/146_13PengaruhEkstrakEtanolAkarPasak
Bumi.pdf/
Diakses tanggal 17 November 2007

Anda mungkin juga menyukai