Anda di halaman 1dari 12

Studi Etnofarmakologi, Toksisitas Akut dan Analgesik Ekstrak Etanol

Daun Bambu (Bambusa vulgaris) Tanaman Endemik Kalimantan Barat

ANNAFIATUZAKIAH1, INARAH FAJRIATY1, RAFIKA SARI1


1Pharmacy Department, Faculty of Medicine, Tanjungpura University
E-mail Correspondence: annafiatu_zakiah@yahoo.com

ABSTRACT
Objectives : Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui manfaat daun bambu sebagai obat
analgesik secara empiris yang aman dikonsumi.

Methods : Studi etnofarmakologi untuk melihat manfaat daun bambu yang digunakan secara
empiris dimasyarakat dan dilanjutkan uji farmakologi, dimana daun bambu diesktraksi dengan
cara maserasi menggunakan etanol 96%. Hasil ekstraksi dilanjutkan dengan uji farmakologi
yaitu uji toksisitas untuk mengetahui tingkat keamanan suatu obat dan dilanjutkan dengan uji
analgesik untuk mengetahui dosis yang efektif pada daun bambu. Penelitian ini menggunakan
tikus galur Wistar untuk uji toksisitas yang terdiri dari dosis 2000mg/kgbb dan dosis
500mg/kgbb untuk melihat LD50 dan dilanjutkan dengan uji analgesik menggunakan mencit
galur Swiss yang terdiri dari kelompok kontrol positif (parasetamol 500mg/kgbb), kontrol
negatif (CMC-Na) dan Dosis 1 (300 mg/kgbb), Dosis II (600mg/kgbb), Dosis III (1200
mg/kgbb). Penelitian pada uji analgesik menggunakan metode geliat dengan memberikan asam
asetat 0,6% secara intraperitoneal dan diamati setiap 5 menit selama 60 menit. Selanjutkan
dilakukan dengan analisis data.

Hasil : Studi etnofarmakologi daun bambu secara empiris digunakan sebagai obat nyeri, tetapi
secara klinik penggunaan obat tradisional tidak diakui, bila belum terbukti secara ilmiah
mengenai uji farmakologi untuk mengetahui khasiat sebagai analgesik, karena belum diketahui
keamanan, maka penelitian ini dilakukan untuk mengetahui dosis letal (LD50) ekstrak etanol
daun bambu menggunakan tikus galur Wistar. Pada uji toksisitas akut diperoleh hasil
LD50>5000mg/kgbb dan pemeriksaan indeks organ terlihat tidak berpengaruh antara dosis
2000mg/kgbb dan 5000mg/kgbb. Selanjutnya penelitian mengenai uji analgesik untuk
mengetahui ada tidaknya efek analgesik dari ekstrak etanol daun bambu (bambusa vulgaris)
menggunakan mencit galur Swiss. Penelitian ini dibagi menjadi 5 kelompok kontrol yaitu
kontrol positif (parasetamol 500mg/kgbb), kontrol negatif (CMC-Na) dan Dosis 1 (300
mg/kgbb), Dosis II (600mg/kgbb), Dosis III (1200 mg/kgbb). Pengujian efek analgesik
dilakukan dengan cara memberikan rangsangan kimia berupa pemberian asam asetat 0,6%
secara intraperitonial. Respon mencit yang diamati jumlah geliat, pengamatan dilakukan setiap
5 menit selama 60 menit. Data dievaluasi dengan SPSS untuk membandingkan hasil dari setiap
kelompok dosis dengan kontrol pada tingkat signikansi 0.05%.

Conclusions : Pemanfaatan daun bambu secara empiris menunjukkan bahwa daun bambu
aman dikonsumsi dan efektif sebagai obat nyeri. Hasil penelitian ini didukung pada uji
toksisitas akut pada LD50 > 5000mg/kgbb. Selanjutnya pada uji analgesik menunjukkan bahwa
ekstrak etanol daun bambu memiliki khasiat sebagai analgesik dengan persen proteksi geliat
pada dosis I : 71,08% , dosis II : 42,85% , dosis III : 28,23% yang sebanding dengan
parasetamol.

Keywords : Studi Etnofarmakologi, Daun Bambu, Toksisitas Akut, Analgesik.

PENDAHULUAN
Keanekaragaman hayati yang tersebar di hutan Kalimantan sangat besar dan memiliki banyak
manfaat serta belum tergali secara maksimal. Potensi yang belum tergali diantaranya adalah
potensi jenis tumbuhan yang berhasiat sebagai obat (1). Pemanfaatan tumbuhan sebagai bahan
obat sudah sejak lama dilakukan oleh masyarakat di Indonesia dengan keanekaragam suku
yang ada dan diwariskan secara turun temurun(2). Bahan alam yang akan dikembangkan
menjadi obat herbal terstandar pada kesehatan harus memenuhi persyaratan aman dan dosis
yang lazim untuk digunakan(4). Obat tradisional biasa dikenal sebagai obat herbal yang
memiliki beberapa keuntungan dibanding obat-obat sintetik(5). Pilihan alternatif dapat
diharapkan dalam menangani ini adalah penggunaan tanaman obat tradisional. Daun bambu
(Bambusa vulgaris) adalah salah satu tanaman tradisional dari Indonesia. Klasiifkasi ilmiah
dari daun bambu yaitu divisi Magnoliophyta, kelas Liliopsida, ordo Poales, famili Poaceae,
genus Bambusa dan spesies Bambusa vulgaris Schrad. ex J.C(5). Daun Bambu sering
dimanfaatkan secara turun-temurun oleh masyarakat sebagai obat menghilangkan rasa nyeri
salah satunya sebagai obat asam urat(11). Berdasarkan golongan senyawa metabolit sekunder
yang diketahui bahwa daun bambu memiliki potensi untuk dimanfaatkan sebagai analgesik,
antiinflamasi dan antipiretik(6,7). Kandungan senyawa senyawa seperti flavanoid, triterpenoid
dan minyak atsiri dapat digunakan sebagai analgesik(8). Terpenoid merupakan senyawa kimia
yang memiliki efek farmakologis dan efek toksik(9). Flavonoid berperan sebagai aktivitas
analgetik dengan menghambat kerja enzim siklooksigenase yang merupakan mediator nyeri
seperti prostaglandin(10,11). Berdasarkan hasil skrining fitokimia yang yang telah dilakukan
dalam penelitian maka perlunya dilakukan uji farmakologi pada uji toksisitas akut untuk
mengetahui keamanan dan dilanjutkan uji analgesik untuk mengetahui dosis yang efektif
terhadap ekstrak etanol daun bambu.

MATERIALS AND METHODS


Prosedur
Daun Bambu diperoleh di dusun Sekajang, Kalimantan Barat, Indonesia dan dideterminasi di
laboratorium biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA), Universitas
Tanjungpura, Indonesia. Daun bambu dikeringkan di oven, dan di blender hingga halus dan
diayak menggunakan mesh 40.

Persiapan Ektrak
Sampel serbuk daun bambu diekstraksi menggunakan metode maserasi dengan etanol 96%.
Setelah dimaserasi di pekatkan menggunakan rotary evaporator dan dikeringkan diatas
penangas air.
Phytochemical screening
Untuk menentukan kandungan kimia, skrining fitokimia secara kualitatif menggunakan
pereaksi seperti alkaloid (Mayer, Wagner, dan Dragendoff test), uji gelatin (FeCl3), flavonoid,
terpenoid dan steroid (uji Liebermann Burchard), Tannin, fenol (uji FeCl3), Saponin (buih).

Animals
Tikus galur Wistar betina berusia 2 bulan dan berat 150-250 gram yang digunakan untuk
penelitian toksiistas akut dan mencit galur Swiss jantan berusia 2 bulan dan berat 12-25 gram.
hewan yang dipelihara dalam kandang standar dan dipelihara dalam kondisi standar cahaya,
suhu, dan kelembaban relatif. Mereka diberi makan dengaan pelet tikus dan studi hewan
dilakukan di bawah Kode Etik Hewan, Fakultas Kedokteran, Universitas Tanjungpura,
Indonesia.

Pembuatan dan Pemberian Sediaan Uji


Sediaan uji diberikan dalam bentuk ekstrak etanol daun bambu yang telah disuspensikan.
Suspending agent yang digunakan yaitu CMC-Na.

Uji Toksisitas Akut


Uji toksisitas akut dilakukan berdasarkan pedoman OECD 425 : Acute Oral Toxicity Up and
Down Procedure.
a. Main Test
Uji utama (main test) dilakukan dengan memperhatikan tingkat dosis dimana terjadi kematian
pada uji pendahuluan. Satu hewan uji diberi dosis. Apabila setelah pengamatan 4 jam hewan
tersebut tidak menunjukkan mortalitas, maka dosis untuk hewan berikutnya meningkat dengan
faktor kenaikan 3,2 kali dosis awal. Jika mati, dosis untuk hewan berikutnya menurun
perkembangan dosis yang sama.dosis yang sama pada satu hewan uji lagi. Setiap hewan harus
diamati dengan hati-hati hingga 48 jam sebelum membuat keputusan berapa banyak dosis
hewan yang digunakan selanjutnya. Apabila hewan uji diberikan dosis dan tidak ada mortalitas,
pemberian dosis dihentikan dan semua hewan uji diamati selama 14 hari.
b. Limit Test
Limit test 5000 bertujuan untuk melihat apakah LD50 sampel berada pada rentang 2000–5000
mg/kgbb atau berada pada rentang diatas 5000 mg/kgbb. Prosedur pengujian yang dilakukan
sama dengan limit test 2000. Hanya saja pada limit test 5000 apabila terdapat tiga hewan uji
tidak menunjukkan mortalitas, maka pemberian dosis dihentikan dan LD50 berada diatas 5000
mg/kgbbb. Apabila terdapat tiga hewan uji menunjukkan mortalitas, maka dilakukan main test
dengan dosis tertinggi 5000 mg/kgbb.

Pengamatan Toksisitas Akut


Pengamatan dilakukan selama 14 hari untuk hewan uji yang tidak menunjukkan mortalitas.
Pengamatan yang dilakukan pengamatan kualitatif dan pengamatan kuantitatif. Pengamatan
kuantitatif berupa berat badan, jumlah konsumsi makan, dan jumlah konsumsi minum selama
14 hari. Pengamatan kuantitatif berupa tanda-tanda ketoksikan pada beberapa sistem organ
yaitu kulit dan bulu, membran mukosa, sistem respirasi, mata, sistem otonom, sistem sirkulasi,
kelakukan hewan uji dan beberapa parameter tambahan seperti diare, letargi, koma dan salivasi.

Analisa data
Data yang diperoleh berupa data kuantitatif dan kualitatif. Data kualitatif berupa data berat
badan, uji prilaku, aktifitas psikomotor dan makropatologi. Aktifitas psikomotor berupa
kejang, salivasi, diare, lemah, tidur dan koma. Sedangkan makropatologi dilakukan dengan
mengamati organ hati, ginjal, jantung, paru-paru dan limpa. Data kuantatif berupa jumlah
hewan yang mati dan di analisis menggunakan software AOT425 untuk memperoleh nilai
LD50.

Uji Pendahuluan Analgesik


Pengujian efek analgesik dari ekstrak daun bambu, sebelumnya dilakukan terlebih dahulu uji
pendahuluam. Tujuan dilakukannya uji pendahuluan untuk menetapkan sesuatu yang akan
dilakukan pada pengujian sebenarnya, agar didapat hasil yang lebih valid dan akurat.
Pada uji pendahuluan digunakan hewan tikus, hasil yang diperoleh tidak menunjukkan respon
nyeri. Selanjutnya penetapan Dosis asam asetat menggunakan metode induksi kimia, dimana
hewan diberi asam asetat secara intraperitoneal. Tujuan dari orientasi asam asetat adalah untuk
mengetahui dosis efektif asam asetat yang mampu menimbulkan geliat yang tidak sedikit
maupun tidak terlalu banyak. Berdasarkan hasil uji pendahuluan yang telah dilakukan maka
menggunakan asam asetat 0,6% sebagai penginduksi rasa sakit. Bahan uji yang diberikan yaitu
parasetamol dengan dosis 500mg/kgbb sebagai bahan pembanding aktivitas analgesik.

Uji Analgetik
Hewan uji dikelompokkan secara acak menjadi 5 kelompok, masing-masing kelompok 5 ekor
hewan uji, kemudian hewan uji dipuasakan. Setiap kelompok diberikan perlakuan secara per
oral dengan tingkatan dosis yang ditentukan.
Kelompok I : kontrol negativf Na CMC
Kelompok II : kontrol positif suspensi parasetamol
Kelompok III : suspensi ekstrak etanol daun bambu 300 mg/kgB
Kelompok IV : suspensi ekstrak etanol daun bambu 600mg/kgbb
Kelompok V : suspensi ekstrak etanol daun bambu 1200 mg/kgbb
Setelah mencit diberi perlakuan sesuai kelompok perlakuan, 15 menit kemudian mencit di
induksi rangsangan nyeri yaitu asam asetat 0,6% secara intra peritoneal. Geliat mencit yang
terjadi diamati setiap 5 menit selama 1 jam.

Statistical analysis
Data are expressed as mean ± standard deviation (SD) for each group of animals at the number
in figures. Statistical analysis was performed with one-way analysis of variance (ANOVA).
All analysis and comparison were evaluated at 5 % (P< 0.05) level was considered statistically
significant.
RESULTS
Studi Etnofarmakologi
Rancangan penelitian ini merupakan studi etnofarmakologi yang menggunakan metode
deskriptif dengan teknik mengambil data berupa hasil dari wawancara dan hasil dari
pengamatan pada masyarakat di dusun Sekajang, desa Suruh Tembawang, kecamatan
Entikong, kabupaten Sanggau, Provinsi Kalimantan Barat. Menurut data empiris pada kegiatan
Ristoja Tahun 2015 yang diperoleh, terdapat 8 jenis tumbuhan yang diketahui mempunyai
manfaat untuk analgesik sebagai bahan pengobatan tradisional salah satunya tanaman daun
bambu.
Tanaman obat digunakan dengan cara dikonsumsi sebanyak 3 kali sehari dalam waktu 1
minggu. Adapaun cara pembuatan ramuan adalah diambil sebanyak 2 genggam daun
pertanaman. Dimasukkan dalam satu wadah kemudian ditumbuk seluruh bahan hingga halus
selanjutnya ditambahkan air rebusan secukupnya dan disaring. Ramuan dikonsumsi dalam
waktu sekitar 7 hari dengan satu hari diminum 3 kali sehari dan ampas dari tanaman tersebut
dapat dioleskan atau ditapal pada bagian daerah yang sakit.

Pengolahan Sampel
Simplisia yang digunakan dalam penelitian adalah daun bambu (Bambusa vulgaris)
dibuktikan dengan hasil determinasi tumbuhan di FMIPA, Universitas Tanjungpura,
Pontianak, Kalimantan Barat, Indonesia. Proses ekstraksi daun bambu (Bambusa vulgaris)
dengan pelarut etanol 96% menghasilkan rendemen sebanyak 13,75%. Hasil penapisan
fitokimia daun bambu (Bambusa vulgaris) dapat dilihat pada Tabel 1. Hasil Skrining fitokimia
ekstrak daun bambu menunjukkan bahwa ekstrak mengandung flavonoid, fenol, saponin dan
triterpenoid.
Tabel 1. Skrining Fitokimia
No. Pemeriksaan Hasil Keterangan
1. Flavanoid (+) Terbentuk warna merah
2. Fenol (+) Terbentuk warna hitam kuat
3. Tanin (-) Tidak terbentuk endapan putih
4. Saponin (+) Terbentuk busa/buih
5. Triterpenoid (+) Terbentuk warna merah
6. Alkaloid (-) Tidak terbentuk endapan putih (reagen Meyer)
(-) Tidak terbentuk endapan coklat (reagen Dragendroff)
Tidak terbentuk endapan kecoklatan/merah bata (reagen
(-) Wagner)
Hasil pemeriksaan karateristik ekstrak etanol daun bambu (Bambusa vulgaris) dapat dilihat
pada Tabel 2. Tujuan dilakukan pemeriksaan yaitu untuk standarisasi sehingga menjamin
bahwa produk akhir (obat, ekstrak, atau produk ekstrak) mempunyai nilai parameter tertentu
yang konstan dan ditetapkan (dirancang dalam formula) terlebih dahulu. Persyaratan mutu
ekstrak terdiri dari parameter spesifik dan parameter nonspesifik
Tabel 2. Hasil Standarisasi Ekstrak
Parameter Hasil
Spesifik Rendemen (%b/b) 13,75 %
Organoleptis Kental, warna hijau kehitaman, bau khas
Kadar Sari Larut Air (%) 16,90% ± 1,74
Kadar Sari Larut Etanol (%) 12,69% ± 1,72
Non Susut Pengeringan (%) 31,48% ± 1,13
Spesifik Bobot Jenis ekstrak etanol 1,005
daun bambu 1% (g/ml)

Hasil kromatografi ekstrak etanol daun bambu (Bambusa vulgaris) dapat dilihat pada
pada gambar 1.

(A) (B) (C) (D)


Gambar 1. Pola Kromatogram
Keterangan : (A) Plat dibawah lampu UV 254 nm; (B) Plat dibawah lampu UV 366 nm ;
(C) Plat sebelum disemprot penampak bercak
(D) Plat setelah disemprot penampak bercak H2SO4 10% dalam metanol

Uji Toksisitas Akut


Hasil pengujian toksistas akut ekstrak etanol daun bambu (Bambusa vulgaris) menggunakan
tikus betina galur Wistar dengan menggunakan 10 ekor hewan uji, dimana terdiri 5 ekor tikus
dengan dosis 2000 mg/kgbb dan 5 ekor tikus dengan dosis 5000 mg/kgbb. Dosis awal yang
diberikan adalah 2000mg/kgbb dan diamati selama 14 hari tidak ada hewan yang menunjukkan
mortalitas sehingga nilai LD50> 2000 mg/kgbb. Selanjutnya dilanjutkan dosis 5000 mg/kgbb
pada 5 ekor tikus dan tidak menunjukkan mortalitas hingga hari ke 14, dapat disimpulkan
bahwa nilai LD50 > 5000mg/kgbb. Penelitian ini juga melihat gejala toksik yang ditimbulkan
dan pengaruh pemberian dosis tunggal ekstrak etanol daun bambu (Bambusa vulgaris) terhadap
fungsi hati, ginjal, jantung, pankreas dan paru-paru dengan pengamatan indeks organ.
Pengamatan indeks organ dapat dilihat pada gambar 2.
Indeks Organ
5.0000

4.0000

3.0000

2.0000

1.0000

0.0000
Hati Ginjal Limpa Jantung Paru-paru

Dosis 2000mg/kgBB Dosis 5000mg/kgBB

Gambar 2. Pengamatan indeks organ dosis 2000 mg/kgbb dan 5000 mg/kgbb

Uji Analgesik
Hasil pengujian uji analgesik ekstrak etanol daun bambu (Bambusa vulgaris) menggunakan
mencit jantan galur Swiss dengan menggunakan 30 ekor hewan uji dengan 5 kelompok dosis.
Rangsangan nyeri yang diberikan berupa asam asetat secara intraperitonial dan diamati jumlah
geliat setiap 5 menit selama 1 jam. Hasil yang diperoleh pengujian efek analgesik yaitu dengan
dosis yang efektif sebesar 300mg/kgbb dimana dosis tersebut sebanding dengan kontrol positif
yaitu parasetamol 500 mg/kgbb. Rata-rata jumlah geliat dapat mencit pada setiap kelompok uji
dapat dilihat pada tabel 3. Selanjutnya dilakukan dengan analisis data menggunakan SPSS.
Total
Rata-rata jumlah geliat mencit ke-±SD Geliat
Kelo rata-
5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 55 60
mpok rata
± SD
K (-) 4.0 6.6 7.6 9.4 7.2 6.2 5.2 3.2 2.4 3.0 1.8 2,2 58.8
± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ±
1.0 1.9 1.5 0.5 1.3 0.8 0.8 1.6 0.5 1.4 0.8 1.3 1.30
K (+) 0.6 1.6 2.2 1.6 1.6 1.4 1.4 1.4 1.4 1.4 0.8 0.2 15.6
± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ±
0,4 0.4 0.7 0.4 0.4 0.4 0.4 0.4 0.4 0.4 0.4 0.4 1.14
Dosis 0.6 1 3.2 2.8 1.8 1.4 1.4 1.4 1.4 1.2 0.8 0.2 17
1 ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ±
0.5 0.7 0.8 0.5 0.4 0.5 0.5 0.5 0.5 0.4 0.4 0.5 1.00
Dosis 1.4 1.6 5.4 5.0 4.6 3.6 3.2 2.4 2.2 1.4 1.6 1.2 33.6
2 ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ±
0.5 0.5 0.8 0.8 0.5 0.8 0.8 0.5 0.5 0.5 0.5 0.4 3.21

Dosis 1.6 3.2 6.4 6.2 5.4 4.8 4.6 4 2.4 2 1.2 0.4 42.2
3 ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ±
0.5 0.8 0.8 0.4 0.8 1.4 0.5 1.2 0.8 1 0.4 0.5 1.92
Keterangan : Kontrol (-) : Kontrol Negatif : CMC-Na
Kontrol (+) : Kontrol Positif : Parasetamol
Dosis 1 : Dosis Ekstrak Daun Bambu 300 mg/kgbb
Dosis 2 : Dosis Ekstrak Daun Bambu 600 mg/kgbb
Dosis 3 : Dosis Ekstrak Daun Bambu 1200mg/kgbb
Berdasarkan dari hasil yang tertera pada tabel 3, pengujian efek analgesik menunjukkan bahwa
jumlah geliat mencit pada kelompok dosis 1,2 dan 3 mengalami peningkatan dibandingkan
dengan kelompok positif dan mengalami penurunan dibandingkan dengan kelompok negatif.
Dapat dilihat bahwa pada jumlah geliat akan semakin meningkat sampai pada menit ke-15
sampai menit ke-25 setelah menit ke-25 jumlah geliat akan mengalami penurunan.

DISCUSSION
Berdasarkan uraian diatas bahwa daun Bambu (Bambusa vulgaris) di dusun Sekajang dapat
dimanfaatkan sebagai obat herbal dalam mengatasi rasa nyeri. Sehingga masyarakat tersebut
banyak mengonsumsi daun bambu sebagai obat tradisional yang efektif sebagai obat nyeri.
Namun, penggunaan obat herbal yang diberikan harus diketahui tingkat keamanan dan
efektifitas sebagai analgesik sehingga perlu dilakukan penelitian mengenai toksisitas akut dan
dilanjutkan pada uji aktivitas analgesik. Penelitian uji toksisitas akut daun bambu bertujuan
untuk melihat efek toksik yang terjadi dalam waktu singkat, melalui pemberian tunggal per
oral ataupun dengan dosis berulang dalam waktu 24 jam. Uji toksisitas akut dalam penelitian
ini menggunakan metode OECD (Organization for Economic Cooperation and Development)
425, Data yang diperoleh selanjutnya diolah menggunakan program AOT425statPgm, dan
diamati tanda-tanda ketoksikan serta perubahan berat badan selama 14 hari. Hasil Pengujian
Limit Test 2000 mg/kgbb ekstrak etanol daun bambu dapat dilihat pada gambar 3.

Gambar 3. Hasil Pengujian Limit Test 2000 mg/kgbb Ekstrak Etanol Daun Bambu.
Selanjutnya dilakukan prosedur pengujian limit test 5000 yang sama dengan limit test
2000. Namun, pada limit test 5000 apabila terdapat lima hewan uji tidak menunjukkan
mortalitas, maka pemberian dosis dihentikan dan LD50 berada diatas 5000 mg/kgbb.
Gambar 4. Hasil Pengujian Limit Test 5000 mg/kgbb Ekstrak Etanol Daun Bambu.
Data yang diperoleh selanjutnya diolah menggunakan program AOT425statPgm. Hasil
Pengujian Limit Test 5000 mg/kgbb ekstrak etanol daun bambu dapat dilihat pada gambar 4.
Dari hasil pengujian tersebut dapat disimpulkan bahwa dosis yang dapat digunakan untuk
pengujian aktivitas farmakologi ekstrak etanol daun Bambu adalah diatas 5000 mg/kgbb.
Pengamatan yang kedua selanjutnya perubahan berat badan hewan uji.
Perubahan berat badan dinilai dengan cara menimbang berat badan tikus pada hari ke 1 hingga
hari ke 14 setelah dosis tunggal secara oral. Berat badan tikus sebelum perlakuan dan setelah
perlakuan dianalisis menggunakan uji berhubungan yaitu uji paired sample t test karena data
yang dihasilkan merupakan data parametrik.

Dosis 2000mg/kgbb
210
208
206
204 Tikus 1
202 Tikus 2
200
Tikus 3
198
196 Tikus 4
194 Tikus 5
192
190
H1 H2 H3 H4 H5 H6 H7 H8 H9 H10 H11 H12 H13 H14

Gambar 5. Pengamatan berat badan tikus dosis 2000 mg/kgbb


Hal ini menunjukkan bahwa ekstrak daun bambu, tidak memiliki ketoksikan pada pertumbuhan
hewan uji. Di lanjutkan pengamatan berat badan tikus dosis 2000 mg/kgbb dan 5000 mg/kgbb
dapat dilihat pada gambar 5 dan gambar 6.

Dosis 5000mg/kgbb
195
193
191
189 tikus 1
187 tikus 2
185
tikus 3
183
181 tikus 4
179 tikus 5
177
175
H1 H2 H3 H4 H5 H6 H7 H8 H9 H10 H11 H12 H13 H14

Gambar 6. Pengamatan berat badan tikus dosis 5000 mg/kgbb


Selanjutnya dilakukan uji analgesik, metode yang digunakan pada penelitian ini adalah metode
geliat yang dimodifikasi berdasarkan uji pendahuluan. Induksi yang digunakan pada penelitian
ini adalah asam asetat. Metode geliat yang menggunakan asam asetat merupakan metode yang
sensitif untuk mengetahui efek analgesik. Dapat disimpulkan bahwa rata rata jumlah geliat
tertinggi pada menit ke-15 sampai menit ke 25 dan jumlah geliat tertinggi pada menit ke-15
sampai menit ke-25 berarti dapat dikatakan bahwa asam asetat akan menimbulkan efek
maksimal pada menit ke-15 sampai menit ke-25. Rata-rata jumlah kumulatif geliat dapat dilihat
pada gambar 7.

Jumlah Geliat
10
9
Rata - Rata Jumlah Geliat

8
7
6
5
4
3
2
1
0
-1 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 55 60

Menit
Negatif Positif 300 mg/kgBB
600 mg/kgBB 1200 mg/kgBB

Gambar 7. Rata-rata Jumlah Geliat selama 1 jam dengan 5 kelompok

Rata-rata jumlah kumulatif geliat semakin berkurang seiring dengan kurangnya dosis sediaan
ekstrak etanol daun bambu yaitu berturut-turut 300, 600,1200 mg/kgbb tetapi jumlah geliat
paling sedikit terjadi pada perlakuan dengan kontrol positif yaitu parasetamol dosis
500mg/kgbb. Sediaan uji yang menunjukkan jumlah geliat semakin besar berarti mempunyai
daya analgesik yang semakin kecil, karena analgesik mampu menurunkan rasa sakit pada
mencit yang diinduksi asam asetat sehingga geliat yang dirasakan sakit akan berkurang.
% Proteksi geliat dapat dilihat pada gambar 8.

% Proteksi Geliat
90
73.47 71.09
70
% Inhibisi

50 42.86
28.23
30

10 0

-10 Kelompok Perlakuan

Kontrol Negatif Kontrol Positif Dosis Ekstrak 300 mg/kgBB


Dosis Ekstrak 600mg/kgBB Dosis Ekstrak 1200 mg/kgBB

Gambar 8. Penghambatan Jumlah Geliat Mencit

Persentase inhibisi diperoleh dengan membandingkan rata-rata jumlah geliat kelompok bahan
uji terhadap kelompok kontrol negatif, hasil persentase proteksi geliat didapatkan kelompok
parasetamol 500mg/kgbb memiliki persentase proteksi geliat sebesar 73.46%, diikuti oleh
kelompok ekstrak dosis I 300 mg/kgbb sebesar 71,08%, dosis ekstrak II 600mg/kgbb sebesar
42,85% dan dosis ekstrak III 1200 mg/kgbb sebesar 28,23%. Persen daya analgetik berfungsi
untuk mengetahui ada tidaknya efek analgetik pada ekstrak etanol daun bambu dengan dosis
300 mg/kgbb, 600 mg/kgbb, dan 1200 mg/kgbb. Berdasarkan hasil yang telah dilakukan,
pengujian efek analgesik menunjukkan bahwa jumlah geliat mencit kelompok bahan uji dosis
I, II, dan III mengalami peningkatan dibandingkan dengan kelompok kontrol negatif. Hal ini
menunjukkan bahwa ekstrak daun bambu dapat mengurangi timbulnya geliat mencit sebagai
respon nyeri yang ditimbulkan oleh pemberian asam asetat secara intraperitoneal. Diduga
senyawa flavanoid berperan sebagai analgesik yang mekanisme kerjanya menghambat kerja
enzim siklooksigenase dan akan mengurangi produksi prostaglandin oleh asam arakidonat
sehingga mengurangi rasa nyeri(12).

CONCLUSION
Ekstrak etanol daun bambu (Bambusa vulgaris) memiliki LD50 lebih besar dari 5000 mg/kgbb.
Pada pemberian ekstrak etanol daun bambu dosis 2000 mg/kgbb dan 5000mg/kgbb tidak
memberikan perubahan perilaku, psikomotor dan indeks organ pada hewan tikus sehingga
tidak memberikan pengaruh terhadap parameter toksisitas akut dan dosis efektif pada ekstrak
etanol daun Bambu (Bambusa vulgaris) yaitu dosis 300 mg/kgbb yang dapat memberikan efek
analgesik yang sebanding dengan kontrol positif yaitu parasetamol 500 mg/kgbb.

UCAPAN TERIMA KASIH


Penulis sangat berterima kasih kepada Universitas Tanjungpura Proyek Penelitian, Pontianak,
Indonesia.
REFERENCES
1. Setyawati, T. Status Penelitian Tumbuhan obat di Litbang Kehutanan. Bunga rampai
biofarmaka Kehutanan Indonesia dari tumbuhan hutan untuk keunggulan bangsa dan
negara. Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan Tanaman. Bogor. 2009.
2. Zuhud, E.A.M dan Haryanto. Prosiding Seminar Pelestarian Pemanfaatan Tumbuhan Obat
dan Hutan Tropis Indonesia. Bogor: Jurusan Konservasi Sumberdaya Hutan. Fakultas
Kehutanan, Institut Pertanian Bogor. 1994.
3. Wahyono, Hakim, L., Nurlaila., Sulistio, M., dan Ilyas, R. Uji Toksisitas Akut Ekstrak
Etanolik Terstandar dari Kulit Akar Senggugu (Clerodendru serratum L. Moon). Majalah
Farmasi Indonesia. 2007; (18):1-7.
4. Septiatin. Apotek Hidup dari Rempah–Rempah. Bandung: Pratama Widya; 2008.
5. Widjaja, E.A. Identifikasi Jenis-jenis bambu di Jawa. Pusat Penelitian dan Pengembangan
Bilologi: LIPI Bogor. 2001.
6. Syamsul ES. Lestiani WA. Sukawaty Y. Supomo. Uji Daya Analgetik Ekstrak Etanolik
Daun Binahong (Anredera Cordifolia (Ten) Steenis) Pada Mencit Putih (Mus Musculus L.)
Jantan. Prosiding Seminar Nasional Kimia. 2014: 1-5.
7. Tone DS. Wuisan J. Mambo C. Uji Efek Analgesik Ekstrak Daun Mahkota Dewa (Phaleria
Macrocarpa). Jurnal e-Biomedik (eBM). 2013; 1(2): 873-878.
8. Puspitasari H. Listyawati S. Widiyani T. Aktivitas Analgetik Ekstrak Umbi Teki (Cyperus
rotundus L.) pada Mencit Putih (Mus musculus L.) Jantan. Biofarmasi. 2003; 1 (2): 50-57.
9. Sari, C.Y. Penggunaan Buah mengkudu (Morinda citrifoliaL) untuk Menurunkan Tekanan
Darah Tinggi. J Majority. 2015; 4 (3): 34-70.
10. Octavianus S. Fatimawali. Lolo WA. Uji Efek Analgetik Ekstrak Etanol Daun Pepaya
(Carica Papaya L) Pada Mencit Putih Jantan (Mus Mucculus). Jurnal Ilmiah Farmasi. 2014;
3 (2): 87-91.
11. Afrianti R. Yenti R dan Meustika D. Uji Aktifitas Analgetik Ekstrak Etanol Daun Pepaya
(Carica papaya L.) pada Mencit Putih Jantan yang di Induksi Asam Asetat 1%. Jurnal Sains
Farmasi & Klinis. 2014; 1(1) :54-60.
12. Gunawan, S.G., Setiabudy, R., Nafrialdi, editor. Farmakologi dan Terapi Edisi 5. FKUI,
Jakarta. 2008.

Anda mungkin juga menyukai