Anda di halaman 1dari 7

TOKSISITAS AKUT EKSTRAK DAUN KELOR

(Moringa oleifera L) TERHADAP TIKUS PUTIH


BETINA (Rattus norvegicus)
ABSTRAK

Pada saat ini Indonesia merupakan Negara yang memiliki banyak potensi
keanekaragaman, baik habitat maupun flora dan fauna yang dimiliki. Keanekargaman ini pula
membuat Indonesia memiliki tumbuhan herbal. Namun pada kenyataannya, pemanfaatan
yang dilakukan saat ini masih belum optimal, karena sebagian besar kekayaan herbal
Indonesia masih belum tergali dengan baik, sehingga banyak tanaman herbal yang belum
dimanfaatkan untuk pengembangan industri obat tradisional.

Pemanfaatan tanaman herbal untukpengobatan tradisional telah menyatu


dimasyarakat. Hal ini dikarenakan tanaman herbal memiliki beberapa keuntungan, salah
satunya yaitu memiliki efek samping yang rendah apabilah dibandingkan dengan obat yang
terbuat dari bahan sintetik. Selain itu,tanaman herbal juga mudah di peroleh, mudah di
produksi, dan lebih murah dibandingkan dengan obat sintetik. Pada penggunaan bahan
baku baik terbuat secara alami maupun sintetis, bahan baku obat tersebut harus dilakukan uji
toksisitas terlebih dahulu, sehingga dalam penerapan bisa dinyatakan aman, dan diketahui
seberapa besar jumlah terkandung di dalam obat tersebut. Pada penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui uji toksisitas daun kelor (Moeringa oleifera L) dengan mengamati respon
kematian binatang coba. Binatang coba menggunakan mencit kematian hewan coba itu
dianggap sebagai respon terhadap pengaruh senyawa daun kelor (Moringa oleifera L).
Berdasarkan study Meyer, senyawa kimia yang mempunyai nilai LC50 kurang dari 1000 ppm
dikatakan memiliki potensi toksik.

Pada Penelitian ini hasil Gas Chromatography Mass Spectrofotometry menjelaskan


bahwa ekstrak etanol daun kelor mempunyai 35 puncak senyawa aktif, Senyawa 9,12,15-
Octadecatrienoic acid merupakan senyawa flavonoid dan steroid. Penelitian ini
menggunakan hewan coba tikus mencit sebanyak 30 ekor pada penelitian ini dibagi menjadi
enam kelompok yaitu kelompok (P0) control, lima kelompok perlakuan dengan beragam
dosis ekstrak daun sawi hijau yaitu kelompok I (P1) pemberian pakan standar, Kelompok
II(P2) diinduksi streptozotosin dengan pemberian glibenklamid, kelompok III (P 3 ) diinduksi
streptozotosin diasupin ekstrak daun kelor 0,50 mg/kg bb; kelompok IV( P 4 ) diinduksi
streptozotosin diasupin ekstrak daun kelor 2,0 mg/kg bb; kelompok V (P5 ) diinduksi
streptozotosin diasupin pula ekstrak daun kelor 8,0 mg/kg bb.

Semua kelompok kontrol dan perlakuaan diinduksi aloksan dosis 125 mg/kg agar
mendapatkan kondisi hiperglikemia, secara umum tujuan penelitian ini untuk mengetahui
keefektivan ekstrak daun kelor anti toksisitas akut pada fungsi sel β Wistar hiperglikemia.

Kata kunci : Daun Kelor ( Moringga oleifera L ), Lethal dosis (LD50).


BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang

Pengobatan tradisional yang berkembang di Indonesia merupakan warisan dari nenek


moyang. Saat pengobatan konvensional belum masuk ke negara ini, masyarakat Indonesia lebih
mengenal cara penyembuhan penyakit secara tradisional, dimana pengobatan tradisional tersebut
didapat dari informasi turun temurun serta dari berbagai percobaan terhadap berbagai macam
tanaman yangtumbuh subur di Indonesia. Pengobatan tradisional Indonesia biasanya berasaldari
bahan-bahan alam yang ada disekitar lingkungan tempat tinggal (Murtie,2013).Salah satu contoh
bahan alam yang belakangan ini mulai dimanfaatkan sebagai obat adalah daun kelor (Moringa
oleifera L)
. Secara tradisional tanaman kelor diguanakan sebagai pemacu enzim pencernaan atau
sebagai penambah nafsu makan, peluruh air seni, dan penurun tekanan darah. Di samping itu
digunakan pula untuk memperlancar keluarya air seni, mengurangi rasa sakit pada rematik dan gout,
juga digenakan sebagai anti kejang selebihnya daun
dan batang kelor digunakan sebagai sayur (Sudarsono dkk., 1996). Seluruh herba kelor

mengandung 9,12,15-Octadecatrienoic acid yang merupakan senyaw flavonoid dan steroid.


Dengan semakin meningkatnya minat untuk mencegah dan mengobati berbagai
penyakit dengan pengobatan tradisional atau herbal, maka meningkat pula kekhawatiran
tentang keamanan dan potensi efek samping pada tumbuhan obat yang digunakan (Wangdan Yang,
2011). Tumbuhan obat yang digunakan sebagai obat dan terbukti secara empiris sebagai obat dapat
dikembangkanmenjadi Obat Herbal Terstandar. Namun, pengembangan obat tersebut harus
dilengkapi dengan bukti dari data nonklinik dan data klinik. Obat yang akan diuji secara nonklinik dan
klinik memerlukan data uji toksisitas yang minimal diperoleh data berupa nilai LD50 (Anonim2014)
. Uji toksisitas merupakan uji yang dilakukan untuk memperkirakan resikoyang berkaitan
dengan pemaparan zat kimia dalam kondisi khusus karena kita ketahui bahwa tidak ada satupun zat
kimia yang dapat dikatakan aman (bebasresiko) sepenuhnya, karena setiap zat kimia akan
bersifat toksik pada tingkat dosis tertentu (Lu, 2006). Mengetahui latar
belakang diatas, peneliti ingin melihat efek toksik daun kelor ( Moringa oleifera L)
terhadap tikus putih (Rattus Norvegicus) jantan melalui uji toksisitas akut.

Tujuan Penelitian

Berdasarkan analisis uji fitokimia dan analisis GC-MS menunjukkan bahwa daun sawi
hijau mengandung 3,4-Dihydroxy-5-methyl-dihydrofuran-2-one senyawa ini merupakan golongan
senyawa yang diketahui memiliki aktivitas sebagai antioksidan dan berfungsi untuk
memproduksi hormon insulin yang berperan menurunkan kadar glukosa dalam darah
(Corey,2002).
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

UJI TOKSISITAS

Uji toksisitas diperlukan untuk penelitian obat herbal baru, selain ini farmako

kenetik dan uji farmakodinamik. Uji farmakokenetik dilalukan melalui penelitian kondisi

obat didalam tubuh herbal didalam tubuh, menyangkut absorbsi, distribusi,

redistribusi,biotransformasi dan ekskresi obat herbal, sedangkan uji farmakodinamik untuk

mengetahui efek biokimia fisiologi serta mekanisme kerja obat herbal.

Uji toksisitas`suatu senyawa dibagi menjadi 2 golongan yaitu : 1. Uji toksisitas

umum, dan 2. Uji toksisitas khusus . Uji toksisitas umum meliputi: berbagai pengujian yang

dirancang untuk mengevaluasi keseluruhan efek umum suatu senyawa pada hewan uji.

pengujian toksisitas umum meliputi :

- Pengujian toksisitas akut, sub akut dan kronik

- Pengujian toksisitas khusus, meliputi uji potensial, uji kekar sinogenik, uji

kemutagenik, uji heterogenik, uji reproduksi, kulit dan mata serta perilaku (
Loomis.,1978)
.
Ketoksikan akut adalah derajat efek toksik suatu senyawa yang terjadi secara singkat
( 24 jam ) setelah pembarian dosis tinggi. Jadi yang dimaksud dengan uji toksisitas akut
adalah uji yang dilakukan untuk mengukur derajat efek saat senyawa itu diberikan pada
hewan coba tikus putih betina ( Rattus norvegicus) dan pengamatannya 24 jam pertama
setelah perlakuan dilakukan dalam satu kesempatan saja.

Data kuantitatif ujintoksisitas akut dapat diperoleh melalui 2 cara yaitu: dosis letal
tengah (LD50 ), dan toksik tengah-tengah ( TD50 ). Namun yang paling sering digunakan
adalah dengan metode LD50
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

Penelitian ini menggunakan metode uji hayati dengan uji toksisitas akut yang dilakukan dengan
mengacu pada pedoman Organization for Economic Co-operation and Development ( OECD)423; Guideline for

Testing of Chemicals - Acute Oral Toxicity (2001). Subjek penelitian dibagi menjadi kelompok kontrol dan

kelompok perlakuan. Uji toksisitas ekstrak etanol daun kelor diawali dengan uji pendahuluan (limit test) dan

dilanjutkan dengan uji utama (main test) yang masing-masing terdiri atas 30 ekor hewan uji.

Uji toksisitas akut

Uji toksisitas akut dilakukan dengan menggunakan tikus betina galur Wistar dewasa muda,

tidak bunting, dan memiliki berat badan 110-180 g. Tikus betina dipilih karena memiliki

sensitivitas lebih tinggi terhadap perlakuan. Uji pendahuluan dilakukan untuk menentukan

batas bawah dari dosis ekstrak etanol daun kelor yang akan diberikan pada uji utama. Dosis

yang diberikan pada uji pendahuluan adalah 0,20 mg/kg BB, 2,0 mg/kg BB, dan 8,0 mg/kg

BB.Pemberian ekstrak kelor dilakukan secara oral menggunakan sonde lambung. Ekstrak

dilarutkan dalam larutan CMC 0,05% dan diberikan dalam volume tidak lebih dari 0,5;

2,0;8,0 ml/berat badan tikus. Sebelum perlakuan, hewan ujidipuasakan selama kurang lebih 8

jam dan hanya diberi minum. Hasil uji pendahuluan menunjukkan tidak ada hewan uji yang

mati pada dosis 10 mg/kg BB, sehingga dosis yang digunakan untuk uji utama lebih tinggi.

Uji utama dilakukan untuk menentukan nilai LD50 dari ekstrak daun kelor dengan dosis

bertingkat mulai dari 0,5 mg/kg BB dan jika tidak ditemukan lebih dari tiga ekor hewan uji

yang mati maka dosis ditingkatkan menurut Annex 2 pada pedoman OECD 423 (2001)

hingga ditemukan tiga atau lebih hewan uji yang mati dari setiap dosis perlakuan. Pada

penelitian ini, dosis yang digunakan untuk uji utama adalah 0,50; 2,0; 8,0, dan 10,0,

mg/kg BB. Masing-masing perlakuan terdiri atas lima ekor hewan uji. Hewan uji diamati
secara individual setidaknya satu kali selama 30 menit pertama dan berikutnya hingga 24 jam

dengan pengamatan khusus dilakukan pada 4 jam pertama pasca perlakuan. Selanjutnya,

pengamatan gejala LD50 .MADIHAH et al. – Toksisitas akut ekstrak daun kelor .

Toksisitas dan perubahan berat badan dilakukan setiap hari selama 14 hari. Jika terdapat

hewan uji yang mati, waktu kematian dicatat dan data nekropsi diambil. Pada hari ke15,

hewan uji yang selamat dikorbankan untuk diambil organ pangkreasnya, kemudian
difiksasi dalam larutan Boiun.Sediaan histologis pangkreas dilakukan dengan metode

parafin dan pewarnaan Hematoksilin-Eosin (Humason 1979) dengan modifikasi.

Analisis data

Nilai Lethal Dose 50 (LD 50 ) dari uji utama diperoleh berdasarkan analisis Probit. Data

perubahan berat badan dianalisis menggunakan ANAVA pada taraf kepercayaan

95% dan jika terdapat pengaruh yang nyata maka dilanjutkan dengan Uji Jarak Berganda

Duncan. 50 Derajat kerusakan organ pangkreas diberi skor 0-3 berdasarkan struktur hepatosit

(nukleus, sitoplasma,susunan), vena sentralis, dan sinusoid. Rincian ciri-ciri setiap skor

disajikan dalam tabel 1.

Skor Parameter
Sel-β Pangkreas Derajat Kerusakan
P0 Normal
P1 Nekrosis
P2 Nekrosis
P3 Nekrosis
P4 Nekrosis
P5 Nekrosis

Pengamatan diatas dilakukan terhadap 5 lapang pandang dari 3 ulangan per perlakuan.

Hasil pemberian skor dianalisis dengan uji Kruskal-Wallis untuk mengetahui adanya tidaknya
pengaruh toksisitas terhadap histopatologi hati dan Multiple Comparison untuk

mengetahui beda nyata antar perlakuan (Sudjana, 2012).Semua data dianalisis menggunakan
program SPSS versi 17,0

DAFTAR PUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai