Anda di halaman 1dari 8

PENETAPAN KADAR STEROID TOTAL PADA DAUN

SUKUN (Artocarpus altilis (Parkinson) Fosberg) HIJAU


FERMENTASI AEROB DAN ANAEROB MENGGUNAKAN
SPEKTROFOTOMETER VISIBLE

1
Gustav Ali AKbar., 2Hesti Riasari, M.Si., Apt., 3Wiwin Winingsih M.Si., Apt
Sekolah Tinggi Farmasi Indonesia
Soekarno - Hatta 354, Bandung - Jawa Barat
e-mail : 1gustavoxygen@gmail.com, 2hmm_riasari@yahoo.com,
3
winingsih341@gmail.com.

Steroids are non-hydrolyzed sterolous organic compounds that can be produced


from terpene or skualene derivatives. Steroids continued to be developed
especially in the field of health. This study aims to determine the total steroid
content using aerobic and anaerobic green fermentation methods. To know the
existence of steroid compound in green fermentation leaves was done thin layer
chromatography using Lieberman burchard spray reagent as spotting effect and
compared rf sample with sitosterol comparator that is 0.6 . Fractionation was
carried out by vacuum liquid chromatography method with N-Hexane and Ethyl
Acetate eluents to separate the compounds based on polarity. Determining steroid
levels performed with visible spectrophotometry with standard curves using
sitosterol. Maximum wavelengths are selected but selected at 731 nm to prevent
similarities with other zinc. The steroid content of aerobic fermented greens was
11.425 ppm greater than that of anaerobic fermented anhydride with a rate of 10.
12 ppm with good accuracy and good precision. These results determined that the
different methods of aerobic and anaerobic fermentation green did not
significantly affect steroid levels.

Keywords: Steroid; Fermentation; Aerob; Anaerobs; Spectrophotometry

Abstrak. Steroid merupakan senyawa organik lemak sterol yang tidak


terhidrolisis yang dapat dihasilkan dari turunan terpena atau skualena. Steroid
terus dikembangkan khususnya dalam bidang kesehatan. Penelitian ini bertujuan
untuk ditetapkannya kadar steroid total dari daun sukun hijau fermentasi aerob
dan anaerob. Untuk mengetahui adanya senyawa steroid dalam daun sukun hijau
fermentasi dilakukan kromatografi lapis tipis dengan menggunakan pereaksi
semprot Lieberman Burchard sebagai penampak bercak dan membandingakan rf
sampel dengan pembanding sitosterol yaitu 0,6. Fraksinasi dilakukan metode
kromatografi cair vakum dengan eluen n-heksana dan etil asetat guna memisahkan
senyawa berdasarkan kepolaran. Ditentukannya kadar steroid dilakukan dengan
spektrofotometer visible dengan kurva baku menggunakan sitosterol. Didapat
berbagai panjang gelombang maksimum namun dipilih pada 731 nm untuk
mencegah kemiripan dengan sengawa lain. Kadar steroid total daun sukun hijau
fermentasi aerob adalah 11,425 ppm lebih besar dibandingkan dengan kadar
steroid total daun sukun hijau fermentasi anaerob dengan kadar 10,12 ppm dengan
akurasi dan presisi baik. Hasil ini menentukan bahwa perbedaan metode hijau
fermentasi aerob dan anaerob tidak terlalu berpengaruh terhadap kadar steroid.
Kata kunci : Steroid; Fermentasi; Aerob; Anaerob; Spektrofotometer.

A. Pendahuluan
Sumber daya alam khususnya tanaman di Indonesia sangat melimpah.
Ribuan jenis tanaman tumbuh di Indonesia, dan setiap jenisnya memiliki manfaat
yang berbeda beda. Namun, pengetahuan akan sumber daya botani ini masih
kurang dimiliki oleh masyarakat luas, dan masih mengandalkan obat obatan
sintetis yang efek kedepannya akan berakibat negative. Padahal jika potensi ini di
manfaatkan sebaik baiknya, bukan tidak mungkin Indonesia menjadi salah satu
negara yang dikenal dengan obat obatan alaminya.
Salah satu tanaman yang tumbuh subur di Indonesia adalah sukun
(Artocarpus altilis (Parkinson) Fosberg). Daun sukun ini banyak digunakan untuk
kebutuhan masyarakat, baik hanya digunakan sebagai kebutuhan sehari hari atau
sebagai obat walaupun masih sangat sedikit yang menggunakannya sebagai obat.
Sumber daya alam khususnya tanaman di Indonesia sangat melimpah.
Ribuan jenis tanaman tumbuh di Indonesia, dan setiap jenisnya memiliki manfaat
yang berbeda beda. Namun, pengetahuan akan sumber daya botani ini masih
kurang dimiliki oleh masyarakat luas, dan masih mengandalkan obat obatan
sintetis yang efek kedepannya akan berakibat negative. Padahal jika potensi ini di
manfaatkan sebaik baiknya, bukan tidak mungkin Indonesia menjadi salah satu
negara yang dikenal dengan obat obatan alaminya.

B. Landasan Teori
1. Klasifikasi Sukun (Syamsu, 1991)
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Magnoliopsida
Ordo : Urticales
Famili : Moraceae
Genus : Artocarpus
Spesies : Artocarpus altilis
Nama daerah : Sukun, sokon

2. Deskripsi tanaman Sukun


Sukun (Artocarpus altilis (Parkinson) Fosberg) adalah tumbuhan dari
genus Artocarpus dalam famili Moraceae yang banyak terdapat di kawasan
tropika seperti Malaysia dan Indonesia. Ketinggian tanaman ini bisa mencapai
20 meter. Di pulau Jawa tanaman ini dijadikan tanaman budidaya oleh
masyarakat. Buahnya terbentuk dari keseluruhan kelopak bunganya, berbentuk
bulat atau sedikit bujur dan digunakan sebagai bahan makanan alternatif. Sukun
bukan buah bermusim meskipun biasanya berbunga dan berbuah dua kali
setahun. Kulit buahnya berwarna hijau kekuningan dan terdapat segmen-
segmen petak berbentuk poligonal. Segmen poligonal ini dapat menentukan
tahap kematangan buah sukun. (Mustafa, A.M., 1998)
3. Steroid
Steroid adalah senyawa metabolit sekunder organik lemak sterol tidak
terhidrolisis yang didapat dari hasil reaksi penurunan dari terpena atau skualena.
Steroid merupakan kelompok senyawa yang penting dengan struktur dasar
sterana jenuh (saturated tetracyclic hydrocarbon : 1,2-cyclo pentane pehydro
phenanthrene) dengan 17 atom karbon dan 4 cincin (3 cincin sikloheksan, 1
cincin siklopentana). Perbedaan jenis steroid yang satu dengan steroid yang lain
terletak pada gugus fungsional yang diikat oleh keempat cincin ini dan tahap
oksidasi tiap tiap cincin (Anna dkk; 2006)
Steroid merupakan senyawa nonpolar. Pelarut nonpolar seperti n-
heksana, atau campuran dari pelarut dapat digunakan untuk mengekstrak steroid
dari jaringan tumbuhan . Pengambilan bahan aktif dari suatu tanaman, dapat
dilakukan dengan ekstraksi. Dalam proses ekstraksi ini, bahan aktif akan
terlarut oleh zat penyari yang sesuai sifat kepolarannya. Metode ekstraksi
dipilih berdasarkan beberapa faktor seperti sifat dari bahan mentah obat, daya
penyesuaian dengan tiap macam metode ekstraksi dan kepentingan dalam
memperoleh ekstrak yang sempurna atau mendekati sempurna (Anna dkk;
2006)

C. Hasil Penelitian
Berdasarkan hasil determinasi yang diperoleh dapat dipastikan bahwa kedua
varietas yang digunakan berasal dari tanama Sukun.

Adapun hasil skrining fitokimia ditunjukkan pada Tabel C.1


Tabel C.1. Skrining fitokimia
Uji Anaerob
Aerob
Fitokimia
Alkaloid Positif Positif

Fenolat Positif Positif


Tanin Negatif Negatif
Flavonoid Positif Positif
Steroid dan Positif positif
Terpenoid
Kuinon Positif Positif
Saponin Positif positif

Selanjutnya dilakukan analisis kualitatif dengan metode KLT dan


digunakannya pembanding sitosterol. Eluen yang digunakan pada KLT ini adalah
Toluen : Etil asetat : Kloroform (5:1:4 ) yang mana pemilihan eluen ini
berdasarkan “like dissolve like” pada senyawa pembanding dan senyawa yang
akan diujikan serta untuk meningkatkan daya elusi. Kemudian setelah dielusi, plat
KLT disemprot dengan penampak bercak Lieberman Burchard agar dapat berubah
warna pada visual sehingga dapat dihitung nilai Rfnya. Nilai Rf yang didapat
untuk kedua ekstrak dan pembanding kuersetin adalah sebesar 0,6. Gambar plat
KLT dapat dilihat pada Gambar C.1.
Hasil KLT

Aerob 1 Anaerob

Sitosterol2 3

Sampel sebelum disemprot pereaksi

bercak lieberman burchard

Gambar C.1. Plat KLT bercak ekstrak etanol terung ungu, ekstrak etanol
terung gelatik, dan pembanding kuersetin pada UV 366 nm.terlihat warna
hijau
Tahap yang selanjutnya dilakukan adalah pengukuran kadar flavonoid steroid
total dengan menggunakan spektofotometer Visible UV-Vis. Prosedur pertama
yang dilakukan adalah membuat larutan seri kuersetin pada konsentrasi 2,5 ; 5; 7,5 ;
10; 12,5 ; dan 15 ppm dari larutan induk 1000 ppm. Pelarut yang digunakan adalah
methanol pa kemudian ditambahkannya AlCl3 kalium heksa sianoferrat dan FeCl3
dan asam sulfat sebagai pemberi warna pada visual dan auksokrom / kromokofor
dan asam asetat glasial untuk hidrolisis glikon menjadi aglikon pengukuran
dilakukan pada panjang gelombang 417 720 nm. Sebelum pengukuran, kuersetin
sitosterol dilakukan optimasi terlebih dahulu. Hasil optimasi panjang gelombang
kuersetin sitosterol didapat sebesar 432 731 nm. Kurva kalibrasi larutan
pembanding kuersetin sitosterol dapat dilihat pada Gambar C.2. sedangkan untuk
hasil absorbansi dapat dilihat pada Tabel C.2.
Absorbansi
Linearitas dan Rentang
0.8
0.6
f(x) = 0.0469714285714286 x − 0.065
0.4 R² = 0.995075313536408 absorbansi
0.2 Linear (absorbansi)
0
0 2 4 6 8 10 12 14 16
Konsentrasi ppm Sitosterol

9 7.65
8
7
Absorbansi x10-1

6 5.17
5 3.89
4
3 2.29
1.68 1.77
2
1
0
0 1 2 3 4 5 6 7
konsentrasi kuersetin

Gambar C.2. kurva kalibrasi larutan pembanding kuersetinsitosterol


Tabel C.2. Absorbansi larutan pembanding kuersetinsitosterol
Konsentras
i absorbansi
2,5 0,065
5 0,177
7,5 0,269
10 0,389
12,5 0,517
15 0,659
Konsentrasi (ppm) Absorbansi
2,5 0,168
5 0,177
7,5 0,229
10 0,389
12,5 0,517
15 0,765

Nilai regresi yang dihasilkan dari kurva kalibrasi ialah y = -0,0423 +


0,0476x. Untuk nilai absorbansi pada terung ungu di peroleh 0,223 pada
konsentrasi 5000 ppm dan pada terung gelatik diperoleh 0,246 pada konsentrasi
3000 ppm. Nilai absorbansi yang dihasilkan oleh larutan pembanding dan larutan
uji berada dalam rentang 0,2-0,8 yang mana jika berada pada rentang tersebut
maka data yang didapatkan berupa data linieritas sehingga hasil % kadar dari
kedua varietas ialah sebesar 0,112 % untuk terung ungu dan 0,202% untuk terung
gelatik. Nilai regresi yang dihasilkan dari kurva kalibrasi ialah y = 0,047x – 0,065
dengan r2 adalah 0,9951. Konsentrasi yang didapat dari sampel fermentasi aerob
adalah 11.425ppm dengan akurasi dan presisi baik . Sementara hasil dari
pengukuran spektrofotometri sampel fraksi dari fermentasi anaerob adalah 10.12
ppm dengan akurasi dan presisi baik Hasil ini menunjukan konsentrasi aerob lebih
besar dibandingkan dengan anaerob.

Tahap terakhir dari penelitian ini ialah tahap uji aktivitas menggunakan metode
BSLT (Brine Shrimp Lethality Test) pada larva udang Artemia salina Leach.
Tujuan dari metode ini adalah untuk menentukan suatu potensial antikanker pada
suatu senyawa serta melihat efek toksik. Efek toksik yang dimaksud disini adalah
sel yang dapat membunuh sel lain selain sel target. Metode ini menggunakan larva
udang sebagai objek uji, digunakannya larva karena larva merupakan sel yang
sedang aktif membelah. Parameter pengujian ini adalah nilai LC 50 yakni
merupakan konsentrasi yang dapat menyebabkan 50% kematian pada suatu
populasi. Suatu senyawa dapat dikatakan memiliki efek toksik jika nilai LC 50 < 30
ppm untuk zat aktif dan < 1000 ppm untuk ekstrak. Nilai LC 50 yang diperoleh
untuk terung ungu adalah sebesar 537,032 ppm dan terung gelatik sebesar
359,750 ppm. Berdasarkan nilai tersebut dapat diketahui bahwa terung ungu dan
terung gelatik memiliki potensi efek toksik terhadap Artemia salina Leach. pada
pengujian tahap awal dengan metode BSLT karena memiliki nilai LC 50 yang lebih
rendah dari 1000 ppm. Untuk grafik hubungan konsentrasi dengan % mortalitas
dapat dilihat pada Gambar D.3.
90
80
70
60
%mortalitas

50
40
30
20
10
0
200 400 500 600 700 800
konsentrasi ekstrak

Terung Ungu Terung Gelatik


Gambar C.3. Grafik hubungan konsentrasi dengan % mortalitas
[D.] Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa kadar flavonoid total
yang terkandung dalam terung gelatik lebih besar dibandingkan terung ungu
dimana hasil yang didapatkan adalah 0,112% untuk terung gelatik dan 0,202%
untuk terung ungu. Selain itu kedua varietas terung ini memiliki aktivitas
sitotoksik dengan diperolehnya nilai LC50 yang diperoleh untuk terung ungu
adalah sebesar 537,032 ppm dan terung gelatik sebesar 359,750 ppm. Nilai LC50
ini memenuhi persyaratan keamanan karena untuk ekstrak batasan yang
digunakan adalah < 1000 ppm. Hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa
kadar steroid pada daun sukun hijau fermentasi aerob adalah 11,425 ppm dan
hijau fermentasi anaerob adalah 10,12 ppm dengan akurasi dan presisi baik. Tidak
ada perbedaan yang signifikan antara hasil dari fermentasi aerob dan fermentasi
anaerob.

D.[E.] Daftar Pustaka


Cahyono, B. (2016). Untung Besar dari Terung Hibrida, Teknik Budidaya secara
Organik dan Anorganik. Pustaka Mina, Jakarta.
Cook, N. C. and Samman, S. (1996). Review Flavonoids-Chemistry, Metabolism,
Cardioprotective Effect, And Dietary Sources, J. Nutr. Biochem (7): 66-76.
Cronquist, A. (1981). An Integrated System Of Classification Of Flowering Plants,
Columbia University Press, New York.
Firmanto, B. (2011). Sukses bertanam terung secara organik. Angkasa, Bandung.
Hess, D. (1987). Plant Physiology, Molecular, Biochemical, and Physiological
Fundamentals of Metabolism and Development. Toppan Company (S) Pte Ltd,
Singapore.
Markham, K. R. (1988). Cara Mengidentifikasi Flavanoid. Terjemahan
Padmawinata, K., Penerbit ITB Press, Bandung.
Meyer, H.N. (1982). Brine Shrimp Lethality Test: Med. Plant Research. Vol. 45,
Hipokrates Verlag Gmbrl, Amsterdam. Pp : 33-34
Rajalakshmi, D dan Narasimhan, S. (1985). Food Antioxidants: Sources and
Methods of Evaluation dalam Madhavi, D.L. (ed) : Food Antioxidant,
Technological, Toxilogical and Health Perspectives, Marcel Dekker Inc,
Hongkong.
Ramadhan, P. (2015). Mengenal Antioksidan, Graha Ilmu, Yogyakarta.
Rukmana, R. (1994). Bertanam Terung, Kanisius, Yogyakarta.
Sutarno, H., Danimihardja, S. dan Grubben, G.J.H. (1981). Solanum melongena
L. In: Siemonsma, J.S. & Kasem P. (Editors). Plant Resources of South-
East Asia No 8. Vegetables, Pudoc Scientific Publishers, Wageningen, The
Netherlands, pp. 255–258. Abdassah,M.,Sumiwi,S.A., dan
Hendraayana,J.,2009.Formulasi Ekstrak Daun Sukun (Artocarpus Altilis
(Parkins) Forberg) Dengan Basis Gel Sebagai Antiinflamasi. J Farm
Indonesia, 4(4), 199-209.
Ajeng. 2016. Penetapan Kadar Flavonoid menggunakan Methanol dengan
Metode …………Fermentasi Aerob . Sekolah Tinggi Farmasi Indonesia.
Bandung
Anna Poedjiadi. 1994. Dasar dasar biokimia. UI Press. Jakarta
Ansel,H,C . 1989. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi Edisi 4. UI Press. Jakarta.
Saifudin Azis. 2012. Senyawa Alam Metabolit Sekunder. Yogyakarta
Halaman 47.,49
Ditjen POM. 1986. Sediaan Galenik. Jakarta : Departemen Kesehatan RI. Hal
10,11
Gandjar,G.H., dan Rohman , A., 2007. Kimia Farmasi Analisis. Puetaka pelajar.
Yogyakarta.
Kartikawati, N. K dan H.A Adinugraha. 2003. Teknik Persemaian dan Informasi
Benih Sukun. Pusat Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan
Pemuliaan Tanaman Hutan. Purwobinangun. Yogyakarta
Koswara.2006.Sukun Sebagai cadangan pangan alternative.
https://www.Ebookpangan.com, diakses pada tanggal 24 Maret 2017.
Marianne dkk. 2011. Antidiabetic Activity From Ethanol Extract Of Kluwih Leaf
Artocarpus Camansi). Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam.
Banda Aceh
Mustafa, A,M. 1998. Isi Kandungan Arcocarpus Communis. Food Science.
Jakarta. Halaman .9-23
Saifudin Azis. 2014. Senyawa Alam Metabolit Sekunder Teori, Konsep, Dan
Pemurnian. Hal : 46,47,48.Deepublish. Yogyakarta
Setiabudhi,D. 1984. Suntungan Naskah Populer Obat Tradisional. Departemen
Kesehatan RI. Jakarta
Stanbury P.F. dan A. Whitaker. 1984. Principles of Fermentation Technology.
Pergamon Press, New York,
Sulistiyaningsih, Rostinawati T, Permana C. 2009. Aktivitas Antimikroba Ekstrak
.Etanol Daun Sukun Terhadap Bakteri Dan Jamur. Farmaka. 7(1):1-13
Sudjadi. 2007. Kimia Farmasi Analisis. Pustaka Pelajar. Yogyakarta.
Suryelita. 2000. Isolasi steroid dari daun papaya. Universitas Negeri Padang.
Syamsu Hidayat. 1991. Inventarisasi Tanaman Obat Indonesia Edisi Kedua.
Departemen Kesehatan RI. Jakarta
Wardany, Ketty H. 2012. Khasiat Istimewa Sukun : Ampuh Memerangi Penyakit
.Ringan Hingga Berat. Rapha Publishing. Yogyakarta

Wuri N , Djoko A B, Dwi R I . 2013 . uji potensi ekstak daun sukun (artocarpus
…………altilis) terhadap lalat rumah (musca domestica) dengan metode semprot.
………..Universitas brawijaya. Malang

Zuhud, E.A.M & Haryanto.1994.Pelestarian Keanekaragaman Tumbuhan Obat


……….Hutan Tropika Indonesia. IPB-LATIN. Bogor

Anda mungkin juga menyukai