Anda di halaman 1dari 23

MAKALAH

MAKALAH ATRESIA ANI

DOSEN PENGAMPU :

DISUSUN OLEH :

Hendia Romi ( 2111316028 )

Uci Salmi (20111316014)

Delfira Gusliana (2111316012)

Nurhidayati (2111316013)

PROGRAM STUDI S1 ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS KEPERAWATAN

UNIVERSITAS ANDALAS

2021/2022
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Atresia ani paling sering terjadi pada bayi yang baru lahir. Frekuensi seluruh kelainan
kongenital anorektal didapatkan 1 dari tiap 5000-10000 kelahiran, sedangkan atresia ani
didapatkan 1 % dari seluruh kelainan kongenital pada neonatus dan dapat muncul sebagai
penyakit tersering. Jumlah pasien dengan kasus atresia ani pada laki-laki lebih banyak
ditemukan dari pada pasien perempuan.
Insiden terjadinya atresia ani berkisar dari 1500-5000 kelahiran hidup dengan sedikit lebih
banyak terjadi pada laki-laki. 20 % -75 % bayi yang menderita atresia ani juga menderita
anomali lain. Kejadian tersering pada laki-laki dan perempuan adalah anus imperforata dengan
fistula antara usus distal uretra pada laki-laki dan vestibulum vagina pada perempuan (Alpers,
2006).

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan atresia Ani?
2. Apa etiologi dari atresia ani?
3. Apa saja klasifikasi dari atresia ani?
4. Bagaimana patofisiologi dari atresia ani?
5. Bagaimana WOC dari atresia ani?
6. Apa saja tanda dan gejala atresia ani?
7. Apa saja pemeriksaan penunjang dari atresia ani?
8. Bagaimana penatalaksanaan dari atresia ani?
9. Apa saja komplikasi dari atresia ani?
10. Apa saja isi pengkajian asuhan keperawatan pada atresia ani?
11. Apa saja diagnosa asuhan keperawatan pada atresia ani?
12. Bagaimana intervensi asuhankeperawatan pada atresia ani
C. Tujuan Penulisan
1. Mengetahui definisi dari atresia ani
2. Mengetahui etiologi dari atresia ani
3. Mengetahui klasifikasi dari atresia ani
4. Mengetahui patofisiologi dari atresia ani
5. Mengetahui WOC dari atresia ani
6. Mengetahui tanda dan gejala dari atresia ani
7. Mengetahui pemeriksaan penunjang dari atresia ani
8. Mengetahui penatalaksanaan dari atresia ani
9. Mengetahui komplikasi dari atresia ani
10. Mengetahui pengkajian dari asuhan keperawatan pada atresia ani
11. Mengetahui diagnosa keperawatan dari asuhan keperawatan atresia ani
12. Mengetahui intervensi dari asuhan keperawatan atresia an
BAB II

KONSEP DASAR

A. Pengertian
Istilah atresia ani berasal dari bahasa Yunani yaitu “ a “ yang artinya tidak ada dan
trepsis yang berarti makanan dan nutrisi. Dalam istilah kedokteran, atresia ani adalah
suatu keadaan tidak adanya atau tertutupnya lubang yang normal.
Atresia ani adalah kelainan kongenital yang dikenal sebagai anus imperforata meliputi
anus, rektum, atau batas di antara keduanya (Betz, 2002). Atresia ani merupakan kelainan
bawaan (kongenital), tidak adanya lubang atau saluran anus (Donna, 2003). Atresia ani
adalah tidak lengkapnya perkembangan embrionik pada distal anus atau tertutupnya anus
secara abnormal (Suradi, 2001). Atresia ani atau anus imperforata adalah tidak terjadinya
perforasi membran yang memisahkan bagian endoterm mengakibatkan pembentukan
lubang anus yang tidak sempurna. Anus tampak rata atau sedikit cekung ke dalam atau
kadang berbentuk anus namun tidak berhubungan langsung dengan rektum (Purwanto,
2001).
Penulis menyimpulkan bahwa, atresia ani adalah kelainan kongenital dimana anus
tidak mempunyai lubang untuk mengeluarkan feses karena terjadi gangguan pemisahan
kloaka yang terjadi saat kehamilan.

Klasifikasi atresia ani ada 4 yaitu :


1. Anal stenosis adalah terjadinya penyempitan daerah anus sehingga feses tidak dapat
keluar.
2. Membranosus atresia adalah terdapat membran pada anus.
3. Anal agenesis adalah memiliki anus tetapi ada daging diantara rectum dengan anus.
4. Rectal atresia adalah tidak memiliki rectum
Pasien bisa diklasifikasikan lebih lanjut menjadi 3 sub kelompok anatomi yaitu :
1. Anomali rendah / infralevator

Rektum mempunyai jalur desenden normal melalui otot puborektalis, terdapat


sfingter internal dan eksternal yang berkembang baik dengan fungsi normal dan tidak
terdapat hubungan dengan saluran genitourinarius.

2. Anomali intermediet

Rektum berada pada atau di bawah tingkat otot puborectalis, lesung anal dan sfingter
eksternal berada pada posisi yang normal

3. Anomali tinggi / supralevator


Ujung rectum di atas otot puborectalis dan sfingter internal tidak ada. Hal ini biasanya
berhubungan dengan fistula genitourinarius – retrouretral (pria) atau rectovagina
(perempuan). Jarak antara ujung buntu rectum sampai kulit perineum lebih dari1 cm.

B. Anatomi dan Fisiologi


Susunan saluran pencernaan terdiri dari :

1. Mulut
Mulut atau oris adalah permulaan saluran pencernaan yang terdiri atas 2 bagian yaitu :
a. Bagian luar yang sempit atau vestibula yaitu ruang di antara gusi, gigi, bibir dan pipi.
b. Bagian rongga mulut bagian dalam, yaitu rongga mulut yang di batasi sisinya oleh
tulang maksilaris, palatum mandibularis, di sebelah belakang bersambung dengan
faring

Selaput lendir mulut ditutupi epitelium yang berlapis-lapis, di bawahnya terletak


kelenjar-kelenjar halus yang mengeluarkan lendir. Selaput ini kaya akan pembuluh darah
dan juga memuat banyak ujung akhir saraf sensoris.
Di sebelah luar mulut ditutupi oleh kulit dan di sebelah dalam ditutupi oleh selaput lendir
(mukosa). Otot orbikularis oris menutupi bibir. Levator anguli oris mengangkat dan
depresor anguli oris menekan ujung mulut.
Palatum, terdiri atas 2 bagian yaitu :
a. Palatum durum (palatum keras) yang tersusun atas tajuk-tajuk palatum dan sebelah
depan tulang maksilaris dan lebih ke belakang terdiri dari 2 tulang palatum.
b. Palatum yang dapat bergerak, terdiri mole (palatum lunak) terletak di belakang yang
merupakan lipatan menggantung atas jaringan fibrosa dan selaput lender
Gerakannya dikendalikan oleh ototnya sendiri, di sebelah kanan dan kiri dari tiang
fauses terdapat saluran lendir menembus ke tonsil.
2. Lidah
Lidah terdiri dari otot serat lintang dan dilapisi oleh selaput lendir, kerja otot lidah ini
dapat digerakkan ke seluruh arah.
Lidah dibagi atas tiga bagian, radiks lingua (pangkal lidah), dorsum lingua (punggung
lidah), dan apeks lingua (ujung lidah). Pada pangkal lidah yang belakang terdapat
epiglotis yang berfungsi untuk menutup jalan nafas pada waktu kita menelan makanan,
supaya makanan jangan masuk ke jalan nafas. Punggung lidah (dorsum lingua) terdapat
puting-puting pengecap atau ujung saraf pengecap. Frenulum lingua merupakan selaput
lendir yang terdapat pada bagian bawah kira-kira di tengah, jika lidah digerakkan ke atas
nampak selaput lendir. Flika sublingua terdapat di sebelah kiri dan kanan frenulum
lingua, di sini terdapat pula lipatan selaput lendir. Pada pertengahan flika sublingua ini
terdapat saluran dari grandula parotis, submaksilaris, dan glandula sublingualis.
Fungsi lidah yaitu mengaduk makanan, membentuk suara, sebagai alat pengecap dan
menelan, serta merasakan makanan.
3. Faring
Faring merupakan organ yang menghubungkan rongga mulut dengan kerongkongan
(esofagus). Di dalam lengkung faring terdapat tonsil (amandel) yaitu kumpulan kelenjar
limfe yang banyak mengandung limfosit merupakan pertahanan terhadap infeksi. Di sini
terletak bersimpangan antara jalan nafas dan jalan makanan, letaknya di belakang rongga
mulut dan rongga hidung, di depan ruas tulang belakang, ke atas bagian depan
berhubungan dengan rongga hidung, dengan perantara lubang bernama koana. Keadaan
tekak berhubungan dengan rongga mulut dengan perantaraan lubang yang disebut ismus
fausium. Tekak terdiri dari bagian superior disebut nasofaring, pada nasofaring bermuara
tuba yang menghubungkan tekak dengan ruang gendang telinga. Bagian media disebut
orofaring, bagian ini berbatas ke depan sampai di akar lidah, sedangkan bagian inferior
disebut laringofaring yang menghubungkan orofaring dengan laring.
Menelan (deglutisio), jalan udara dan jalan makanan pada faring terjadi penyilangan.
Jalan udara masuk ke bagian depan terus ke leher bagian depan sedangkan jalan makanan
masuk ke belakang dari jalan napas dan di depan dari ruas tulang belakang. Makanan
melewati epiglotis lateral melaui ressus piriformis masuk ke esophagus tanpa
membahayakan jalan udara. Gerakan menelan mencegah masuknya makanan masuk ke
jalan udara, pada waktu yang sama jalan udara ditutup sementara.
4. Esofagus
Esophagus merupakan saluran yang menghubungkan tekak dengan lambung, panjangnya
± 25 cm, mulai dari faring sampai pintu masuk kardiak di bawah lambung. Lapisan
dinding dari dalam keluar, lapisan 11 selaput lendir (mukosa), lapisan submukosa, lapisan
otot melingkar sirkuler, dan lapisan otot memanjang longitudinal.
Esophagus terletak di belakang trakea dan di depan tulang punggung. Setelah melalui
thorak menembus diafragma masuk ke dalam abdomen menyambung dengan lambung
5. Hati
Hati atau hepar adalah organ yang paling besar di dalam tubuh kita, warnanya coklat dan
beratnya kira-kira 1 ½ kg. Letaknya di bagian atas dalam rongga abdomen di sebelah
kanan bawah diafragma. Hati terdiri atas 2 lapisan utama : permukaan atas berbentuk
cembung, terletak di bawah diafragma, dan permukaan bawah tidak rata dan
memperlihatkan lekukan fisura transverses. Hati mempunyai 2 jenis peredaran darah
yaitu arteri hepatika dan vena porta
Arteri hepatika, keluar dari aorta dan member 1/5 darah pada hati, masuk ke hati akan
membeku jaringan kapiler setelah bertemu dengan kapiler vena, akhirnya keluar sebagai
vena hepatika. Vena porta yang terbentuk dari lienalis dan vena mesentrika superior
menghantarkan 4/5 darahnya ke hati.
Fungsi hati :
a. Mengubah zat makanan yang di absorpsi dari usus dan yang disimpan di suatu tempat
dalam tubuh.
b. Mengubah zat buangan dan penawar racun untuk disekresi dalam empedu dan urine.
c. Menghasilkan enzim glikogenik glukosa menjadi glikogen
d. Sekresi empedu, garam empedu dibuat di hati, dibentuk dalam sistem
retikuloendotelium.
e. Menyiapkan lemak untuk pemecahan terakhir asam karbonat.
6. Lambung
Lambung atau gaster merupakan bagian dari saluran yang dapat mengembang paling
banyak terutama di daerah epigaster. Lambung terdiri dari bagian atas fundus uteri
berhubungan dengan esophagus melalui orifisium pilorik, terletak di bawah diafragma di
depan pankreas dan limpa, menempel di sebelah kiri fundus uteri.
Sekresi getah lambung mulai terjadi pada awal orang makan. Bila melihat makanan dan
mencium bau makanan maka sekresi lambung akan terangsang. Rasa makanan
merangsang sekresi lambung karena kerja saraf menimbulkan rangsang kimiawi yang
menyebabkan dinding lambung melepaskan hormon yang disebut sekresi getah lambung.
Getah lambung di halangi oleh sistem saraf simpatis yang dapat terjadi pada waktu
gangguan emosi seperti marah dan rasa takut.
Fungsi lambung :
1. Menampung makanan, menghancurkan dan menghaluskan makanan oleh peristaltik
lambung dan getah lambung.
2. Getah cerna lambung yang dihasilkan :
a. Pepsin, fungsinya memecah putih telur menjadi asam amino (albumin dan
pepton).
b. Asam garam (HCL), fungsinya mengasamkan makanan, sebagai antiseptic dan
desinfektan, dan membuat suasana asam pada pepsinogen sehingga menjaddi
pepsin
c. Renin, fungsinya sebagai ragi yang membekukan susu dan membentuk kasein
dari kasinogen (kasinogen dan protein susu)
d. Lapisan lambung jumlahnya sedikit memecah lemak menjadi asam lemak yang
merangsang sekresi getah lambung.
7. Pankreas
Panjangnya kira-kira 15 cm, lebar 5 cm mulai dari deudenum sampai ke limpa. Bagian
dari pankreas : kaput pankreas, terletak di sebelah kanan rongga abdomen dan di dalam
lekukan deudenum yang melingkarinya. Korpus pankreas, merupakan bagian utama dari
organ ini, letaknya dibelakang lambung dan di depan vertebra umbalis pertama. Ekor
pankreas, bagian runcing di sebelah kiri menyentuh limpa.
8. Usus halus
Usus halus atau intestinum minor adalah bagian dari sistem pencernaan makanan yang
berpangkal pada pylorus dan berakhir pada sekum panjangnya ± 6 m, merupakan saluran
paling panjang tempat proses pencernaan dan absorpsi hasil pencernaan yang terdiri dari
lapisan usus halus (lapisan mukosa (sebelah di dalam), lapisan otot melingkar
(M.sirkuler), lapisan otot memanjang (M. longitudinal), dan lapisan serosa (sebelah luar).
Absorpsi makanan yang sudah dicerna seluruhnya berlangsung di dalam usus halus
melalui 2 saluran yaitu pembuluh kapiler dalam darah dan seluruh limfe di sebelah dalam
permukaan vili usus. Sebuah vilus berisi lakteal, pembuluh darah epitelium dan jaringan
otot yang diikat bersama oleh jaringan limfoid seluruhnya diliputi membran dasar dan
ditutupi oleh epitelium. Karena vili keluar dari dinding usus maka bersentuhan dengan
makanan cair dan lemak yang diabsorpsi ke dalam lakteal kemudian berjalan melalui
pembuluh limfe masuk ke dalam pembuluh kapiler darah di vili dan oleh vena porta
dibawa ke hati untuk mengalami beberapa perubahan
Fungsi usus halus :
a. Menerima zat-zat makanan yang sudah dicerna untuk diserap melalui kapiler-kapiler
darah dan saluran-saluran limfe.
b. Menyerap protein dalam bentuk asam amino.
c. Karbohidrat diserap dalam bentuk monosakarida.
9. Duodenum
Duodenum disebut juga usus 12 jari, panjangnya ± 25 cm, berbentuk sepatu kuda
melengkung ke kiri, pada lengkungan ini terdapat pankreas. Pada bagian kanan
duodenum ini terdapat selaput lendir, yang membukit disebut papilla vateri. Pada papilla
vateri ini bermuara saluran empedu (duktus koledokus) dan saluran pankreas (duktus
pankreatikus).
Empedu dibuat di hati untuk dikeluarkan ke duodenum melalui duktus koledokus yang
fungsinya mengemulsikan lemak, dengan bantuan lipase. Pankreas juga menghasilkan
amilase yang berfungsi mencerna hidrat arang menjadi disakarida, dan tripsin yang
berfungsi mencerna protein menjadi asam amino atau albumin dan polipeptida.
Dinding duodenum mempunyai lapisan mukosa yang banyak mengandung kelenjar,
kelenjar ini disebut kelenjar-kelenjar Brunner, berfungsi untuk memproduksi getah
intestinum.
10. Jejunum dan ileum
Jejunum dan ileum mempunyai panjang sekitar 6 m. Dua perlima bagian atas adalah
jejunum dengan panjang ± 23 m, dan ileum dengan panjang 4-5 m. Lekukan jejunum dan
ileum melekat pada dinding abdomen posterior dengan perantaraan lipatan peritoneum
yang berbentuk kipas dikenal sebagai mesenterium.
Sambungan antara jejunum dan ileum tidak mempunyai batas yang tegas. Ujung bawah
ileum berhubungan dengan sekum dengan perantaraan lubang yang bernama orifisium
ileosekalis. Orifisium ini diperkuat oleh sfingter ileosekalis dan pada bagian ini terdapat
katup valvula sekalis valvula baukhini yang berfungsi untuk mencegah cairan dalam
kolon asenden tidak masuk kembali ke ileum.
11. Usus besar
Usus besar atau intestinum mayor panjangnya ± 1 ½ m, lebarnya 5- 6 cm. Lapisan-
lapisan usus besar dari dalam keluar : selaput lendir, lapisan otot melingkar, lapisan otot
memanjang, jaringan ikat. Fungsi usus besar adalah menyerap air dari makanan, tempat
tinggal bakteri.
12. Sekum
Dibawah sekum terdapat apendiks vermiformis yang berbentuk seperti cacing sehingga
disebut juga umbai cacing, panjangnya 6 cm. Seluruhnya ditutupi oleh peritoneum mudah
bergerak walaupun tidak mempunyai mesenterium dan dapat diraba melalui dinding
abdomen pada orang yang masih hidup.
13. Kolon asendens
Panjangnya 13 cm, terletak dibawah abdomen sebelah kanan, membujur ke atas dari
ileum ke bawah hati. Di bawah hati melengkung ke kiri, lengkungan ini disebut fleksura
hepatika, dilanjutkan sebagai kolon transversum.
14. Apendiks (usus buntu)
Bagian dari usus besar yang muncul seperti corong dari ujung sekum, mempunyai pintu
keluar yang sempit tetapi masih memungkinkan dapat dilewati oleh beberapa isi usus.
Apendiks tergantung menyilang pada linea terminalis masuk ke dalam rongga pelvis
minor, terletak horizontal dibelakang sekum. Sebagai suatu organ pertahanan terhadap
infeksi kadang apendiks bereaksi secara hebat dan hiperaktif yang bisa menimbulkan
perforasi dindingnya ke dalam rongga abdomen.
15. Kolon transversum
Panjangnya ± 38 cm, membujur dari kolon desenden, berada dibawah abdomen, sebelah
kanan terdapat fleksura hepatika dan sebelah kiri terdapat fleksura lienalis.
16. Kolon desendens
Panjangnya ± 25 cm, terletak di bawah abdomen bagian kiri membujur dari atas ke
bawah dan fleksura lienalis sampai ke depan ileum kiri, bersambung dengan kolon
sigmoid.
17. Kolon sigmoid
Kolon sigmoid merupakan lanjutan dari kolon desendens, terletak miring dalam rongga
pelvis sebelah kiri, bentuknya menyerupai huruf S, ujung bawahnya berhubungan dengan
rektum.
18. Rektum
Rektum terletak dibawah kolon sigmoid yang menghubungkan intestinum mayor dengan
anus, terletak dalam rongga pelvis di depan os sacrum dan os koksigis. Organ ini
berfungsi untuk tempat penyimpanan feses sementara.
19. Anus
Anus adalah bagian dari saluran pencernaan yang menghubungkan rektum dengan dunia
luar (udara luar). Terletak didasar pelvis, dindingnya diperkuat oleh sfingter :
a. Sfingter ani interus (sebelah atas), bekerja tidak menurut kehendak.
b. Sfingter levator ani, bekerja juga tidak menurut kehendak
c. Sfingter ani eksternus (sebelah bawah), bekerja menurut kehendak.
Defekasi (buang air besar) didahului oleh transport. Feses ke dalam rektum yang
mengakibatkan ketegangan dinding rektum mengakibatkan rangsangan untuk reflex defekasi
sedangkan otot usus lainnya berkontraksi. M. Levator ani relaksasi secara volunter dan
tekanan ditimbulkan oleh otot-otot abdomen.

C. Etiologi
Penyebab sebenarnya dari atresia ani ini belum di ketahui pasti, namun ada sumber yang
mengatakan bahwa kelainan bawaan anus di sebabkan oleh :
1. Karena kegagalan pembentukan septum urorektal secara komplit karena gangguan
pertumbuhan, fusi, atau pembentukan anus dari tonjolan embrionik.
2. Putusnya saluran pencernaan dari atas dengan dubur, sehingga bayi lahir tanpa lubang
anus.
3. Gangguan organogenesis dalam kandungan penyebab atresia ani, karena ada
kegagalan pertumbuhan saat bayi dalam kandungan berusia 12 minggu atau 3 bulan.
4. Kelainan bawaan, anus umumnya tidak ada kelainan rektum, sfingter, dan otot dasar
panggul. Namum demikian pada agenesis anus, sfingter internal mungkin tidak
memadai. Menurut penelitian beberapa ahli masih jarang terjadi bahwa gen
autosomal resesif yang menjadi penyebab atresia ani. Orang tua tidak diketahui
apakah mempunyai gen carier penyakit ini. Janin yang diturunkan dari kedua orang
tua yang menjadi carier saat kehamilan mempunyai peluang sekitar 25 % - 30 % dari
bayi yang mempunyai sindrom genetik, abnormalitas kromosom, atau kelainan
kongenital lain juga beresiko untuk menderita atresia ani (Purwanto, 2001).
Faktor Predisposisi
Atresia ani dapat terjadi disertai dengan beberapa kelainan kongenital saat lahir,
seperti :
1. Kelainan sistem pencernaan terjadi kegagalan perkembangan anomali pada
gastrointestinal.
2. Kelainan sistem perkemihan terjadi kegagalan pada genitourinari.

D. Patofisiologi

Kelainan ini terjadi karena kegagalan pembentukan septum urorektal secara komplit
karena gangguan pertumbuhan, fusi atau pembentukan anus dari tonjolan embrionik,
sehingga anus dan rektum berkembang dari embrionik bagian belakang. Ujung ekor dari
bagian belakang berkembang menjadi kloaka yang merupakan bakal genitourinari dan
struktur anorektal. Terjadi stenosis anal karena adanya penyempitan pada kanal anorektal.
Terjadi atresia anal karena tidak ada kelengkapan dan perkembangan struktur kolon
antara 7-10 minggu dalam perkembangan fetal. Kegagalan migrasi dapat juga karena
kegagalan dalam agenesis sakral dan abnormalitas pada uretra dan vagina. Tidak ada
pembukaan usus besar yang keluar melalui anus sehingga menyebabkan fekal tidak dapat
dikeluarkan sehingga intestinal mengalami obstruksi. Putusnya saluran pencernaan dari
atas dengan daerah dubur, sehingga bayi baru lahir tanpa lubang anus. Atresia ani adalah
suatu kelainan bawaan, terdapat tiga letak:
1. Tinggi (supralevator) : rektum berakhir di atas M. levator ani (M. puborektalis)
dengan jarak antara ujung buntu rektum dengan kulit perineum lebih dari 1 cm. Letak
upralevator biasanya disertai dengan fistel ke saluran kencing atau saluran genital
2. Intermediate : rektum terletak pada M. levator ani tetapi tidak menembusnya.
3. Rendah : rektum berakhir di bawah M. levator ani sehingga jarak antara kulit dan
ujung rektum paling jauh 1 cm.
E. Manifestasi Klinik

Bayi muntah-muntah pada 24-48 jam setelah lahir dan tidak terdapat defekasi mekonium.
Gejala ini terdapat pada penyumbatan yang lebih tinggi.
Pada golongan 3 hampir selalu disertai fistula. Pada bayi wanita sering ditemukan fistula
rektovaginal (dengan gejala bila bayi buang air besar feses keluar dari (vagina) dan
jarang rektoperineal, tidak pernah rektourinarius. Sedang pada bayi laki-laki dapat terjadi
fistula rektourinarius dan berakhir di kandung kemih atau uretra dan jarang rektoperineal.
Gejala yang akan timbul :
1.) Mekonium tidak keluar dalm 24 jam pertama setelah kelahiran.
2.) Tidak dapat dilakukan pengukuran suhu rektal pada bayi.
3.) Mekonium keluar melalui sebuah fistula atau anus yang letaknya salah.
4.) Perut kembung.
5.) Bayi muntah-muntah pada umur 24-48 jam.
(Ngastiyah, 2005)

F. Komplikasi

1. Infeksi saluran kemih yang berkepanjangan


2. Obstruksi intestinal
3. Kerusakan uretra akibat prosedur pembedahan.
4. Komplikasi jangka panjang :
a. Eversi mukosa anal.
b. Stenosis akibat kontraksi jaringan parut dari anastomosis.
c. Impaksi dan konstipasi akibat terjadi dilatasi sigmoid.
d. Masalah atau kelambatan yang berhubungan dengan toilet training.
e. Inkontinensia akibat stenosis anal atau impaksi.
f. Fistula kambuh karena tegangan di area pembedahan dan infeksi.
(Betz, 2002)
G. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan dalam tindakan atresia ani yaitu :


a. Pembuatan kolostomi
Kolostomi adalah sebuah lubang buatan yang dibuat oleh dokter ahli bedah pada
dinding abdomen untuk mengeluarkan feses. Pembuatan lubang biasanya sementara
atau permanen dari usus besar atau colon iliaka. Untuk anomali tinggi, dilakukan
kolostomi beberapa hari setelah lahir.
b. PSARP (Posterio Sagital Ano Rectal Plasty)
Bedah definitifnya, yaitu anoplasty dan umumnya ditunda 9 sampai 12 bulan.
Penundaan ini dimaksudkan untuk memberi waktu pelvis untuk membesar dan pada
otot-otot untuk berkembang. Tindakan ini juga memungkinkan bayi untuk menambah
berat badannya dan bertambah baik status nutrisinya.
c. Tutup kolostomi
Tindakan yang terakhir dari atresia ani. Biasanya beberapa hari setelah operasi, anak
akan mulai BAB melalui anus. Pertama, BAB akan sering tetapi seminggu setelah
operasi BAB berkurang frekuensinya dan agak padat.

H. Pemeriksaan Penunjang

Untuk memperkuat diagnosis sering diperlukan pemeriksaan penunjang sebagai berikut :


1. Pemeriksaan radiologis
Dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya obstruksi intestinal.
2. Sinar X terhadap abdomen
Dilakukan untuk menentukan kejelasan keseluruhan bowel dan untuk mengetahui
jarak pemanjangan kantung rektum dari sfingternya.
3. Ultrasound terhadap abdomen
Digunakan untuk melihat fungsi organ internal terutama dalam sistem pencernaan dan
mencari adanya faktor reversible seperti obstruksi oleh karena massa tumor.
4. CT Scan
Digunakan untuk menentukan lesi.
5. Pyelografi intra vena
Digunakan untuk menilai pelviokalises dan ureter.
6. Pemeriksaan fisik rectum
Kepatenan rektal dapat dilakukan colok dubur dengan menggunakan selang atau jari.
7. Rontgenogram abdomen dan pelvis
Juga bisa digunakan untuk mengkonfirmasi adanya fistula yang berhubungan dengan
traktus urinarius.

I. Pengkajian Fokus

1. Pengkajian
Konsep teori yang digunakan penulis adalah model konseptual keperawatan dari
Gordon. Menurut Gordon data dapat dikelompokkan menjadi 11 konsep yang
meliputi :
a. Pola Persepsi Kesehatan
Mengkaji kemampuan pasien dan keluarga melanjutkan perawatan di rumah.
b. Pola Nutrisi dan Metabolik
Anoreksia, penurunan BB dan malnutrisi umumnya terjadi pada pasien dengan
atresia ani post tutup kolostomi. Keinginan pasien untuk makan mungkin
terganggu oleh mual dan muntah dampak dari anastesi
c. Pola Eliminasi
Dengan pengeluaran melalui saluran kencing, usus, kulit dan paru maka tubuh
dibersihkan dari bahan-bahan yang melebihi kebutuhan dan dari produk buangan.
Oleh karena itu pada pasien atresia ani tidak terdapatnya lubang pada anus,
sehingga pasien akan mengalami kesulitan dalam defekasi
d. Pola Aktivitas dan Latihan
Pola latihan dan aktivitas dipertahankan untuk menghindari kelemahan otot
e. Pola Persepsi Kognitif
Menjelaskan tentang fungsi penglihatan, pendengaran, penciuman dan daya
ingatan masa lalu dan ketanggapan dalam menjawab pertanyaan.
f. Pola Tidur dan Istirahat
Pada pasien mungkin pola istirahat dan tidur terganggu karena nyeri pada luka
insisi.
g. Pola Konsep Diri dan Persepsi Diri
Menjelaskan konsep diri dan persepsi diri misalnya body image, body comfort.
Tidak terjadi perilaku distraksi, gelisah, penolakan karena dampak luka jahitan
operasi.
h. Pola Peran dan Pola Hubungan
Bertujuan untuk mengetahui peran dan hubungan sebelum dan sesudah sakit.
Perubahan pola biasa dalam tanggung jawab atau perubahan kapasitas fisik untuk
melaksanakan peran.
i. Pola Reproduksi dan Seksual
Pola ini bertujuan untuk menjelaskan fungsi sosial sebagai alat reproduksi.
j. Pola Pertahanan Diri, Stress dan Toleransi
Adanya faktor stress lama, efek hospitalisasi, masalah keuangan, dan rumah.
k. Pola Keyakinan
Untuk menerapkan sikap, keyakinan klien dalam melaksanakan agama yang
dipeluk dan konsekuensinya dalam keseharian. Dengan ini diharapkan perawat
memberikan motivasi dan pendekatan terhadap klien dalam upaya pelaksanaan
ibadah.
2. Pemeriksaan Fisik
Hasil pemeriksaan fisik yang didapatkan pada pasien atresia ani biasanya anus
tampak merah, usus melebar, termometer yang dimasukkan melalui anus tertahan
oleh jaringan, pada auskultasi terdengar hiperperistaltik, tanpa mekonium dalam
waktu 24 jam setelah bayi lahir, tinja dalam urine dan vagina.
J. Pathways Keperawatan

(Price, Sylvia A 2000)


K. Fokus Intervensi

Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul :


1. Pre Operasi
a. Inkontinentia bowel berhubungan dengan tidak lengkapnya pembentukan anus.
b. Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan muntah.
c. c. Kecemasan orang tua berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang
penyakit dan prosedur perawatan.
2. Post Operasi
a. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan insisi pembedahan
b. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia.
c. Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur pembedahan.
d. Kurangnya pengetahuan keluarga berhubungan dengan kebutuhan perawatan
dirumah.

Intervensi keperawatan :
1. Pre Operasi
a. Inkontinentia bowel berhubungan dengan tidak lengkapnya pembentukan anus.
Tujuan : Terjadi peningkatan fungsi usus.
Kriteria Hasil
1.) Pasien menunjukkan konsistensi tinja lembek.
2.) Terbentuknya tinja
3.) Tidak ada nyeri saat defekasi
4.) Tidak terjadi perdarahan
Intervensi :
a.) Lakukan dilatasi anal sesuai program.
Rasional : Meningkatkan kenyamanan pada anak.
b.) Kaji bising usus dan abdomen setiap 4 jam.
Rasional : Menyakinkan berfungsinya usus.
c.) Ukur lingkar abdomen klien.
Rasional : Membantu mendeteksi terjadinya distensi.
d.) Pertahankan puasa dan berikan terapi hidrasi IV sampai fungsi usus normal.
Rasional : Memulihkan dan mengembalikan fungsi usus

b. Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan muntah.


Tujuan : Volume cairan terpenuhi.
Kriteria Hasil :
1.) Turgor kulit baik dan bibir tidak kering
2.) TTV dalam batas normal
Intervensi:
a.) Awasi masukan dan keluaran cairan.
Rasional : Untuk memberikan informasi tentang keseimbangan cairan.
b.) ) Kaji tanda-tanda vital seperti TD, frekuensi jantung, dan nadi.
Rasional : Kekurangan cairan meningkatkan frekuensi jantung, TD dan
nadi turun.
c.) Observasi tanda-tanda perdarahan yang terjadi post operasi.
Rasional : Penurunan volume menyebabkan kekeringan pada jaringan.
d.) Kolaborasi dalam pemberian cairan elektrolit sesuai indikasi.
Rasional : Untuk pemenuhan cairan yang hilang.

c. Kecemasan orang tua berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang penyakit


dan prosedur perawatan.
Tujuan : Rasa cemas dapat hilang atau berkurang.
Kriteria Hasil :
1.) Ansietas berkurang
2.) Klien tidak gelisah
Intervensi :
a.) Kaji status mental dan tingkat ansietas dari klien dan keluarga.
Rasional : Derajat ansietas akan dipengaruhi bagaimana informasi tersebut
diterima.
b.) Jelaskan dan persiapkan untuk tindakan prosedur sebelum dilakukan operasi.
Rasional : Dapat meringankan ansietas terutama ketika tindakan operasi
tersebut dilakukan.
c.) Beri kesempatan klien untuk mengungkapkan isi pikiran dan perasaan
takutnya.
Rasional : Mengungkapkan rasa takut secara terbuka dimana rasa takut dapat
ditujukan.
d.) Ciptakan lingkungan yang tenang dan nyaman.
Rasional : Lingkungan yang nyaman dapat mengurangi ansietas.
2. Post Operasi
a. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan insisi pembedahan.
Tujuan : Nyeri dapat berkurang dan skala nyeri berkurang
Kriteria Hasil :
1.) Klien mengatakan nyeri berkurang
2.) Skala nyeri 0-1
3.) Ekspresi wajah terlihat rileks
Intervensi :
a.) Kaji karakteristik, lokasi, durasi, frekuensi, dan kualitas nyeri.
Rasional : Bantu klien untuk menilai nyeri dan sebagai temuan dalam
pengkajian.
b.) Ajarkan klien manajemen nyeri dengan teknik relaksasi dan distraksi.
Rasional : Membantu dalam menurukan atau mengurangi persepsi atau
respon nyeri
c.) Ciptakan lingkungan yang nyaman dan anjurkan klien untuk 32 istirahat.
Rasional : Memberikan kenyamanan untuk klien agar dapat istirahat
d.) Kolaborasi untuk pemberian analgetik sesuai advis dokter.
Rasional : Untuk mengurangi rasa nyeri.
b. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia
Tujuan : Asupan nutrisi dapat terpenuhi dan menuunjukkan perbaikan usus
Kriteria Hasil :
1.) Tidak terjadi penurunan BB
2.) Klien tidak mual dan muntah
Intervensi :
a.) Kaji kemampuan klien untuk menelan dan menguyah makanan.
Rasional : Menentukan pemilihan jenis makanan sehingga mencegah
terjadinya aspirasi.
b.) Timbang berat badan sesuai indikasi. Rasional : Mengevaluasi
keadekuatan rencana pemenuhan nutrisi.
c.) Jaga keamanan saat memberikan makan klien seperti kepala sedikit
fleksi saat menelan.
Rasional : Menurunkan resiko terjadinya aspirasi dan 33 mengurangi
rasa nyeri pada saat menelan.
d.) Berikan makanan lembut dalam porsi sedikit tapi sering.
Rasioanl : Meningkatkan pemasukan dan menurunkan distress gaster
c. Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur pembedahan.
Tujuan : Tidak ditemukannya tanda-tanda infeksi Kriteria Hasil :
1.) Tidak ada tanda-tanda infeksi
2.) Pemeriksaan laboratorium tidak ditemukan peningkatan leukosit.
3.) Luka post operasi bersih
Interversi :
a.) Pantau suhu tubuh klien (peningkatan suhu).
Rasional : Demam dapat terjadi karena infeksi.
b.) Ajarkan keluarga teknik mencuci tangan dengan benar dan menggunakan
sabun anti mikroba.
Rasional : Faktor ini paling sederhana tetapi paling penting untuk
mencegah infeksi di rumah sakit.
c.) Pertahankan teknik aseptik pada perawatan luka.
Rasional : Mencegah terjadinya infeksi nosokomial.
d.) Kolaborasi dalam pemberian antibiotik.
Rasional : Mencegah terjadinya infeksi luka.
e.) Kolaborasi dalam pemeriksaan laboratorium.
Rasional : Peningkatan leukosit menunjukkan adanya infeksi.
d. Kurangnya pengetahuan keluarga berhubungan dengan kebutuhan perawatan
dirumah.
Tujuan : Pasien dan keluarga memahami perawatan di rumah
Kriteria Hasil :
1.) Kelurga menunjukkan kemampuan untuk memberikan perawatan untuk bayi
di rumah.
2.) Keluarga tahu dan memahami dalam memberikan perawatan pada klien
Intervensi :
a.) Ajarkan perawatan kolostomi dan partisipasi dalam perawatan.
Rasional : Agar keluarga dapat melakukannya.
b.) Ajarkan untuk mengenal tanda-tanda dan gejala yang perlu dilaporkan
perawat.
Rasional : Agar segera dilakukan tindakan.
c.) Ajarkan keluarga cara perawatan luka yang tepat.
Rasional : Dapat memberikan pengetahuan keluarga
d.) Latih keluarga untuk kebiasaan defekasi.
Rasional : untuk melatih pasien.
e.) Ajarkan keluarga untuk memodifikasi diit (misalnya serat).
Rasional : Membantu klien memperlancar defekasi.

Anda mungkin juga menyukai