Anda di halaman 1dari 97

PEDOMAN

PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN


INFEKSI
UPTD PUSKESMAS HALMAHERA
TAHUN 2021

Ditetapkan Oleh
Kepala UPTD Puskesmas Halmahera

dr. Turi Setyawati


NIP.19680207 200212 2 003

PEMERINTAH KOTA SEMARANG


DINAS KESEHATAN KOTA SEMARANG
UPTD PUSKESMAS HALMAHERA
Jl. Halmahera Raya No. 38, Karangtempel
Telp. (024) 8414894
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan
bimbingan dan petunjuk kepada kita semua sehingga kami berhasil menyusun buku
Pedoman Internal Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di UPTD Puskesmas Halmahera.

Puskesmas sebagai sarana pelayanan kesehatan tingkat pertama dituntut agar dapat
memberikan pelayanan kesehatan yang bermutu, akuntabel dan transparan kepada
masyarakat, khususnya mendapatkan jaminan keselamatan bagi pasien.Untuk itu perlu
ditingkatkan pelayanannya khususnya dalam pencegahan dan pengendalian infeksi di
Puskesmas.

Disamping pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi ini digunakan bagi seluruh
petugas, buku ini juga sangat penting bagi pasien, keluarga pasien, orang yang berkunjung,
dan lingkungan Puskesmas.

Kami menyadari bahwa buku ini masih jauh dari sempurna. Untuk itu kami sangat
berharap atas saran dan masukannya untuk pembenahan kedepannya.Semoga buku ini
bermanfaat bagi kita semua dalam upaya Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di UPTD
Puskesmas Halmahera

Semarang,

Tim Penyusun
DAFTAR ISI

BAB 1. PENDAHULUAN ………………………………………………………………… 2

A. Latar belakang ……………………………………………………………………… 3


B. Tujuan ………………………………………………………………………………. 5
C. Ruang lingkup ……………………………………………………………………… 5
D. Batasan Operasional ………………………………………………………………. 5
E. Dasar Hukum ……………………………………………………………………… 5

BAB II. STANDART KETENAGAAN

A. Kualifikasi SDM ……………………………………………………………………….. 7


B. Distribusi Ketenagaan ………………………………………………………………… 7
C. Kegiatan Pokok dan Rincian Kegiatan ……………………………………………… 8

BAB III. PRINSIP DASAR PPI ……………………………………………………………… 10

A. Hand Hygiene / Kebersihan Tangan ……………………………………………… 10


B. Alat Pelindung Diri …………………………………………………………………… 20
C. Pengelolaan Peralatan Kesehatan ………………………………………………… 34
D. Pengelolaan Linen ……………………………………………………………………. 42
E. Pengendalian Lingkungan ……………………………………………………………. 44
F. Manajemen Pengolahan Limbah …………………………………………………..… 49
G. Penempatan Pasien …………………………………………………………………… 58
H. Hygiene Respiratory / Etika Batuk …………………………………………………… 58
I. Praktek Penyuntikan Yang Aman ……………………………………………………. 59
J. Kesehatan dan Keselamatan Petugas ……………………………………………… 59

BAB IV TATALAKSANA PPI ………………………………………………………………….. 79

BAB V PANDUAN PPI BAGI PASIEN/PENGUNJUNG …………………………………… .84


BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Pelayanan kesehatan yang diberikan di Puskesmas harus didukung oleh sumber
daya manusia yang berkualitas untuk mencapai pelayanan yang prima dan optimal.
Pelayanan yang prima dan optimal dapat diwujudkan dengan kemampuan kognitif dan
motoric yang cukup yang harus dimiliki oleh setiap petugas kesehatan khususnya di
Puskesmas Halmahera. Seperti yang kita ketahui pengendalian infeksi di Puskesmas
merupakan rangkaian aktifitas kegiatan yang wajib dilakukan oleh Tim Pencegahan
dan Pengendalian Infeksi yang merupakan tuntutan kualitas sekaligus persyaratan
administrasi Puskesmas menuju akreditasi.
Infeksi nosokomial adalah suatu infeksi yang diperoleh/dialami pasien selama
dirawat di Rumah Sakit. Infeksi Nosokomial terjadi karena adanya transmisi mikroba
pathogen yang bersumber dari lingkungan rumah sakit dan perangkatnya. Akibat
lainnya yang juga cukup merugikan adalah hari rawat penderita yang bertambah,
beban biaya menjadi semakin besar, serta merupakan bukti bahwa manajemen
pelayanan medis rumah sakit kurang membantu.
Infeksi nosokomial yang saat ini disebut sebagai healthcare associated Infection
(HAIs) merupakan masalah serius bagi semua sarana pelayanan kesehatan di seluruh
dunia termasuk Indonesia.
Bagi masyarakat umum, sarana kesehatan merupakan tempat pemeliharaan
kesehatan. Pasien mempercayakan sepenuhnya kesehatan dirinya atau keluarganya
kepada petugas kesehatan, maka kewajiban petugas kesehatan adalah menjaga
kepercayaan tersebut. Pelaksanaan Kewaspadaan Universal merupakan langkah
penting untuk menjaga sarana kesehatan (Rumah Sakit, Puskesmas, dll) sebagai
tempat penyembuhan, bukan menjadi sumber infeksi.
Berkaitan dengan hal di atas maka diperlukan rangkaian program yang
berkesinambungan dalam rangka pencegahan dan pengendalian Infeksi (PPI). Untuk
meminimalkan risiko terjadinya infeksi di rumah sakit dan fasilitas pelayanan
kesehatan lainnya perlu diterapkan pencegahan dan pengendalian infeksi (PPI).
Hasil survey tentang upaya pencegahan infeksi di Puskesmas (Bachroen, 2000)
menunjukkan masih ditemukan beberapa tindakan petugas yang potensial
meningkatkan penularan penyakit kepada diri mereka, pasien yang dilayani dan
masyarakat luas yaitu :
1. Cuci tangan yang tidak benar
2. Penggunaan alat pelindung diri yang tidak tepat
3. Pembuangan peralatan tajam secara tidak aman
4. Tekhnik dekontaminasi dan sterilisasi peralatan yang tidak tepat
5. Praktek kebersihan ruangan yang belum memadai.
Hal tersebut dapat saja meningkatkan resiko petugas kesehatan tertular akibat
tertusuk jarum atau terpajan darah/ cairan tubuh yang terinfeksi. Sementara pasien
dapat tertular melalui peralatan yang terkontaminasi atau menerima darah atau produk
darah yang mengandung virus.
B. TUJUAN
Tujuan Umum
Meningkatkan pengetahuan, pemahaman, keterampilan sumber daya manusia
tentang pencegahan dan pengendalian infeksi, sehingga dapat melindungi petugas
dan masyarakat dari penularan penyakit infeksi guna meningkatkan mutu pelayanan di
Puskesmas.
Tujuan Khusus
1. Menjadi penuntun bagi tenaga kesehatan hingga mampu memberikan pelayanan
kesehatan dimana resiko terjadinya infeksi dapat ditekan.
2. Menjadi acuan bagi para penentu kebijakan dalam perencanaan logistic di
Puskesmas.
3. Menjadi acuan dikalangan non medis yang mempunyai resiko terpajan infeksi
dalam pekerjaannya.
4. Menjadi bahan acuan petugas kesehatan dalam memberikan penyuluhan kepada
pasien/ keluarga pasien tentang tindakan pencegahan infeksi.

C. RUANG LINGKUP
Pedoman ini digunakan untuk panduan bagi petugas kesehatan di Puskesmas
dalam melaksanakan pencegahan dan pengendalian infeksi pada pelayanan
terhadap pasien yang menderita penyakit menular baik kontak langsung, droplet dan
udara.

D. BATASAN OPERASIONAL
Kewaspadaan Standar diterapkan pada semua petugas dan pasien / orang
yang datang ke fasilitas pelayanan kesehatan. (Infection Control Guidelines CDC,
Australia).

Kewaspadaan berdasarkan transmisi / penularan, hanya diterapkan pada


pasien yang dirawat inap di Puskesmas, sampai diagnosa tersebut dapat
dikesampingkan. (Gardner and HICPAC 1996).

Surveilans adalah suatu kegiatan yang dilaksanakan secara terus menerus


dan sistematik dalam bentuk pengumpulan data, analisis data, interpretasi data dan
diseminasi informasi hasil interpretasi data bagi mereka yang membutuhkan.

E. DASAR HUKUM
1. Undang-Undang RI Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran (Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4431)
2. Undang-Undang RI Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125)
3. Undang-Undang RI Nomor 25 Tahun 2009 Tentang Pelayanan Publik
4. Undang-Undang RI Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5063)
5. Peraturan Menteri Kesehatan RI No.741/Menkes/Per/VII/2008 tentang Standart
Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan di Kabupaten/Kota
6. Peraturan Menteri Kesehatan RI nomer 27 tahun 2017 tentang Pedoman
Pencegahan dan Pengendalian Infeksi
7. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 128/Menkes/SK/II/2004 tentang
Kebijakan Dasar Pusat Kesehatan Masyarakat
8. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 374/Menkes/SK/V/2009 tentang Sistem
Kesehatan Nasional
BAB II

STANDAR KETENAGAAN

A. Kualifikasi Sumber Daya Manusia


Dalam melaksanakan pelayanan Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di UPTD
Puskesmas Halmaheradipimpin oleh Ketua Tim PPI, Sekretaris dan Anggota Tim
PPIdisesuaikan dengan kualifikasi dan beban kerja yang ada. Untuk distribusi
ketenagaan Tim PPI disebutkan sesuai dengan tugas masing-masing.

TIM PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI


UPTD PUSKEMAS HALMAHERA KOTA SEMARANG
KEDUDUKAN
NO. NAMA
DALAM TIM
1 Ketua dr. Dita Putri
2. Sekretaris Indah Kurniawati
3. Anggota 1. IPCD ( Infection Prevention and Control Doctor
)
- dr. Sri Windarti
- dr. Rizki Amalia
2. IPCN (Infection prevention and Control Nurse):
- Nunik Iscahyani
- Tri Astuti
3. IPCLN (Infection Prevention and Control Link
Nurse):
- Sri Sugiyanti
- Eka Puji
- Tegar SCP

B. Distribusi Ketenagaan
Tim PPI berjumlah 8 orang sesuai dengan struktur organisasinya.Tim PPI terdiri dari
Ketua, Sekretaris dan Anggota Tim yang terdiri dari masing-masing unit terkait yang
berhubungan langsung dengan kegiatan PPI.
C. Kegiatan Pokok dan Rincian Kegiatan
1. Pemenuhan kebutuhan sarana dan prasarana kebersihan tangan
- Bekerja sama dengan bagian penunjang dalam pengadaan botol dan braket
untuk tempat handrub, sabun cair handwash, handuk pengering dan tempat
handuk kotor.
- Bekerjasama dengan bagian humas dalam pengadaan poster, leaflet dan stiker
Kebersihan Tangan.
- Bekerja sama dengan bagian farmasi untuk produksi handrub dengan formula
yang direkomendasikan oleh WHO.
- Tim PPI melakukan kampanye Kebersihan Tangan untuk semua masyarakat
Puskesmas.
2. Pemenuhan kebutuhan APD di semua ruang pelayanan perawatan pasien dan
sosialisasi cara memakai dan menggunakan serta indikasi penggunaannya
- Bekerja sama dengan bagian umumdan farmasi dalam pengadaan APD
- Tim PPI mengadakan pelatihan cara penggunaan APD untuk semua perawat
sampai tenaga cleaning service.
- Tim PPI mas membuat poster indikasi penggunaan APD.
3. Sosialisasi perawatan peralatan pasien dengan mengetahui cara pembersihan alat
non kritikal, semi kritikal dan kritikal.
- PPI mengadakan sosialisasi cara dekontaminasi dan segala sesuatu yang
berhubungan dengan cara-cara desinfeksi dan sterilisasi untuk semua alat non
kritikal, semi kritikal dan kritikal kepada Tim PPI.
4. Pemenuhan kebutuhan sarana dan prasarana pengelolaan limbah medis tajam/ non
tajam dan limbah non medis di semua ruang pelayanan perawatan pasien.
- Bekerja sama dengan Instalasi Sanitasi dan Lingkungan untuk pengadaan
tempat sampah medis dan umum di seluruh area Puskesmas
- Bekerja sama dengan Instalasi Sanitasi dan Lingkungan untuk pengadaan
safetybox di seluruh area pelayanan perawatan pasien di Puskesmas.
5. Pemenuhan pengelolaan linen dengan pemisahan jalur linen kotor dan bersih,
pengadaan troli linen kotor dan bersih.
- Bekerja sama dengan bagian penunjang untuk membuat jalur terpisah antara
jalur linen kotor dan linen bersih
- Bekerja sama dengan bagian bendahara barang/ Laundry untuk pengadaan troli
linen kotor dan linen bersih.
- Bekerja sama dengan bagian bendahara barang untuk memisahkan antara
ruang laundry linen kotor dan linen bersih
6. Pelaksanaan program kesehatan karyawan
- Bekerja sama dengan Tim K3 dalam melaksanakan pemeriksaan secara berkala
karyawan Puskesmas, terutama karyawan yang bekerja dengan resiko.
- Bekerja sama dengan tim K3 dalam penanganan kasus paca pajanan
7. Penataan penempatan pasien di ruang isolasi
- Bekerja sama dengan Tim KLB untuk menata penempatan pasien di ruang
isolasi sesuai kriteria kewaspadaan transmisi droplet ataupun airborne.
8. Sosialisasi dan pemenuhan poster etika batuk
- Bekerja sama dengan bagian promkes dalam pemenuhan poster Etika batuk.
9. Sosialisasiprosedur penyuntikan yang aman dengan no recapping.
Tim PPI bersama bagian keperawatan melakukan sosialisasi cara penyuntikanyang
aman dengan one hand dan no recapping kepada seluruh tenaga keperawatan dan
tenaga non perawat dalam melakukan tindakan penyuntikan.
10. Pemenuhan kebutuhan cairan desinfektan, dekontaminasi, dan cara sterilisasi.
- Bekerja sama dengan Instalasi Sanitasi dan Lingkungan dalam pengadaan Spill
kit untuk semua area pelayanan perawatan pasien.
11. Surveilans oleh seluruh Tim PPI.
12. Pemenuhan saranapencegahan infeksi di Puskesmas
- Bekerja sama dengan bagian farmasi dalam pengadaan laminar flow untuk
mixing obat intra vena.
- Bekerja sama dengan bagian unit setralisasi untuk pengadaan sterilisasi suhu
rendah.
BAB III

PRINSIP DASAR PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI


Dl UPTD PUSKESMAS HALMAHERA

Pencegahan dan Pengendalian infeksi menjadi bagian penting dalam upaya


meningkatkan mutu pelayanan medis dan asuhan keperawatan di Puskesmas yang berfokus
pada keselamatan pasien, petugas dan lingkungan puskesmas. Kinerja PPI dicapai melalui
keterlibatan aktif semua petugas Puskesmas, mulai dari jajaran manajemen, dokter, perawat,
paramedis, pekarya, petugas kebersihan, sampai dengan petugas parkir dan satpam
maupun seluruh masyarakat di puskesmas seperti pengunjung, mitra kerja puskesmas
(Bank, asuransi, rekanan penyedia barang, dll).

Kegiatan PPI harus dilakukan secara tepat di semua bagian/area di Puskesmas,


mencakup seluruh masyarakat puskesmas dengan menggunakan prosedur dan petunjuk
pelaksanaan yang ditetapkan oleh Puskesmas. Upaya pokok PPI mendasarkan pada upaya
memutus rantai penularan infeksi berfokus pada Kewaspadaan Standar (Standart
Precautions) yang merupakan gabungan Kewaspadaan Universal (Universal Precautions)
dan BSI (Body Substance Isolation), serta Kewaspadaan Isolasi berdasarkan transmisi
penyakit.

Upaya pencegahan dan pengendalian infeksi puskesmas dirancang untuk memutus rantai
penularan penyakit infeksi menuju perlindungan pasien, petugas kesehatan, pengunjung dan
masyarakat.

Komponen Kewaspadaan Standar :

1. Kebersihan tangan

2. Alat pelindung diri (APD) : sarung tangan, masker, gogle/kacamata pelindung, face
shield (pelindung wajah), gaun, topi, pelindung kaki

3. Pengelolaan peralatan perawatan pasien

4. Pengendalian lingkungan

5. Penatalaksanaan linen
6. Pengelolaan limbah dan benda tajam

7. Penempatan pasien

8. Higiene respirasi/etika batuk

9. Praktik menyuntik yang aman

10. Kesehatan karyawan/perlindungan petugas kesehatan

Kewaspadaan standar diterapkan pada seluruh kegiatan pelayanan pada pasien di


puskesmas, baik pada pasien rawat jalan maupun rawat inap dengan ataupun tanpa
penyakit infeksi yang sudah teridentifikasi. Penerapan komponen kewaspadaan standar
yang nasional/tepat didasarkan pada penilaian risiko potensial yang dihadapi pasien atau
petugas dalam setiap kegiatan pelayanan yang spesifik sehingga implementasi setiap
komponen standar tidak harus seragam/sama pada setiap aktivitas/kasus.

Upaya selanjutnya PPI dalam memutus rantai penularan infeksi di puskesmas


adalah dengan penerapan kewaspadaan isolasi berdasarkan cara penularan penyakit
infeksi yang sudah dapat diduga atau diidentifikasi. Kewaspadaan isolasi sesuai cara
penularan infeksi diterapkan sebagai komplemen/tambahan pada kewaspadaan standar
tehadap pasien yang sudah diidentifikasi menderita penyakit infeksi berdasarkan
karakteristik demografik, klinik dengan atau tanpa pemeriksaan diagnostik penunjang
khususnya mikrobiologi klinik. Terdapat 3 jenis kewaspadaan isolasi berdasarkan cara
transmisi infeksi yaitu kewaspadaan transmisi kontak, kewaspadaan transmisi droplet dan
kewaspadaan transmisi airborne/udara.

Penilaian risiko penularan dikerjakan sebelum petugas memberikan


tindakan/perawatan kepada pasien. Perlu selalu dipertimbangkan kemungkinan terjadi
kombinasi cara transmisi infeksi yang memberikan konsekuensi perlunya dilakukan lebih
dari satu standar kewaspadaan isolasi. Apabila menghadapi suatu penyakit yang belum
dikenal/merupakan penyakit infeksi baru atau belum dikenali cara penularannya, maka
direkomendasikan untuk menerapkan prinsip kewaspadaan yang tertinggi, yaitu
kewaspadaan transmisi airborne.

Pertimbangan praktis Pelaksanaan Kewaspadaan Standar

Perlakukan baik pasien atau petugas sebagai individu yang potensial menularkan dan
rentan terhadap infeksi. Pertimbangkan penggunaan alat pelindung diri sesuai penilaian
risiko pada awal setiap aktivitas pelayanan kepada pasien.
KEWASPADAAN STANDAR

A. HAND HYGIENE/KEBERSIHAN TANGAN

Kebersihan tangan telah diakui sebagai salah satu tindakan terpenting untuk
mengurangi penularan mikroorganisme dan mencegah infeksi di puskesmas/fasilitas
kesehatan lain. Diawali hasil penelitian Semmelweis (1861), berlanjut hasil-hasil
penelitian lain sesudahnya menunjukkan bahwa kebersihan tangan petugas merupakan
faktor penting pada penularan infeksi antar pasien. Berbagai penelitian mengindikasikan
bahwa penularan infeksi Puskesmas sebagian besar terjadi melalui transmisi kontak,
khususnya melalui kontak tangan petugas disamping kontak melalui peralatan/tindakan
invasif.

Dari sisi Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (PPI), praktik kebersihan tangan
ditujukan untuk mencegah infeksi yang ditularkan melalui tangan dengan
menghilangkan semua kotoran dan debris serta menghambat atau membunuh
mikroorganisme pada kulit, baik yang diperoleh dari kontak dengan pasien dan
lingkungan maupun juga sejumlah mikroorganisme permanen yang tinggal di lapisan
terdalam kulit. Daerah di bawah kuku (ruang subungual) pada jam tangan mengandung
jumlah mikroorganisme tertinggi dan kuku yang panjang dapat berperan sebagai
reservoar untuk bakteri (Gram negatif seperti P.aeruginosa), jamur dan patogen lain.

Kuku harus dijaga tetap pendek, tidak lebih dan 3 mm melebihi ujung jari, dan tidak
memakai cat kuku. Penggunaan perhiasan di tangan tidak diperkenankan selama
bertugas.

Ada tiga cara kebersihan tangan :


1. Mencuci tangan : dilakukan menggunakan air mengalir dengan sabun biasa atau
sabun antisepstik. Mencuci tangan dengan prosedur yang tepat harus dilakukan
apabila tangan terlihat kotor atau setelah terkena cairan tubuh;

2. Alternatif cuci tangan (alcuta) dengan handrub antiseptik : handrub antiseptik


juga berisi pelembut seperti gliserin, gliserol propelin atau sorbitol yang melindungi
dan melembutkan kulit.

- Dilakukan ketika tangan tidak terlihat kotoran atau debris.

- Alcuta dapat dilakukan menggunakan handrub antiseptik berbasis alkohol


70%

- Terutama di tempat yang akses wastafel dan air bersih terbatas.

3. Cuci tangan bedah (surgical handrub): cara kebersihan tangan sebelum


melakukan tindakan bedah :

a. Secara aseptik menggunakan sabun antiseptik dan sikat steril :

i. Lepaskan semua perhiasan yang ada di tangan (gelang, cincin).

ii. Menggunakan air bersih mengalir serta menggunakan sabun antiseptik


yang mengandung khlorheksidin glukonat 4%.

iii. Tangan dibasahi sampai siku.

iv. Sabun antiseptik ini dipompa dari tempatnya menggunakan siku.

v. Mulai tangan kiri disikat : kuku, sela jari, telapak tangan (5x), punggung
tangan (5x), setiap sisi lengan bawah sampai siku (5x), hingga bersih.
Ganti tangan kanan, kerjakan serupa berulang ulang lima sampai sepuluh
menit.

vi. Tangan dibilas dengan air bersih yang mengalir dengan posisi Jari tangan
lebih tinggi dan posisi siku.

vii. Dihindarkan tangan yang sudah dicuci bersih bersentuh benda di


sekitarnya.

b. Secara aseptik menggunakan antiseptik handrub berbasis alkohol:

i. Lepaskan semua perhiasan yang ada di tangan (gelang, cincin).


ii. Cuci tangan menggunakan air bersih mengalir dan sabun antiseptik yang
mengandung khlorheksidin glukonat sampai dengan siku, tanpa sikat

iii. Keringkan dengan tisu pengering dengan baik

iv. Ambil handrub berbasis alkohol di telapak tangan kiri, menggunakan


tangan kanan untuk mengoperasikan dispenser

v. Gosokkan ujung jari dan kuku jari kanan secara seksama di handrub
alkohol telapak tangan kiri untuk membersihkan kolonisasi kuman di
bawah kuku (5 detik)

vi. Gosokkan telapak tangan kiri pada tangan dari lengan kanan bawah
sampai dengan siku, dengan gerakan memutar, pastikan seluruh area
lengan tersebut tergosok sampai dengan handrub alkohol kering sempurna
(15 detik)

vii. Lakukan langkah iv-vi kembali untuk ujung jari dan kuku jari kiri (5 detik),
dilanjutkan lengan kiri bawah sampai dengan siku, sampai dengan kering
sempurna (15 detik)

viii. Tuangkan kembali handrub berbasis alkohol dilanjutkan 7 langkah


prosedur handrub rutin (15-20 detik)

Berbagai penelitian membuktikan bahwa kebersihan tangan untuk mencegah


penularan mikroorganisme melalui kontak tangan TIDAK EFEKTIF bila menggunakan
sabun atau bahan yang tidak standar, volume terlalu sedikit dan dalam waktu yang
terlalu singkat. Pemakaian asesoris tangan dan memelihara kuku panjang tidak
diperkenankan saat bertugas merawat pasien karena menghalangi efektivitas
kebersihan tangan.

Indikasi Kebersihan Tangan

Secara umum, kebersihan tangan di fasilitas kesehatan dilakukan berdasarkan


Pedoman PPI Departemen Kesehatan (2007), disebutkan bahwa kebersihan tangan
dilakukan sebelum dan setelah :

1. memeriksa dan kontak langsung dengan pasien

2. memakai dan melepas sarung tangan

3. menyiapkan dan mengkonsumsi makanan


4. pada situasi yang membuat tangan terkontaminasi:

a. memegang instrumen kotor atau barang lain yang terkontaminasi

b. menyentuh membran mukosa, darah atau cairan tubuh lainnya (sekresi atau
ekskresi)

5. masuk dan meninggalkan ruang isolasi

Sesuai dengan area tempat bertugas, saat kebersihan tangan wajib dilakukan
oleh setiap petugas disesuaikan dengan potensi risiko transmisi patogen antar pasien,
antara petugas dan pasien, antara petugas dan lingkungan/peralatan terkontaminasi,
antara petugas dengan bahan yang berpotensi infeksius. Bagi petugas di luar area
perawatan, direkomendasikan melakukan kebersihan tangan saat tiba di tempat
pelayanan kesehatan, sebelum masuk dan meninggalkan ruangan pasien, sesudah dari
kamar kecil dan sebelum meninggalkan puskesmas.

Berdasarkan pedoman WHO (2009), direkomendasikan 5 saat penting wajib


menjalankan kebePuskesmasihan tangan di ruang perawatan, diperkenaikan sebagai
“Five moments for hand hygiene”.

Lima saat penting wajib menjalankan


higiene tangan (WHO) :
1. sebelum kontak pasien
2. sebelum melakukan prosedur
tindakan/aseptik
3. seteiah kontak cairan tubuh
4. setelah kontak pasien
5. setelah menyentuh lingkungan
sekitar pasien

1. Saat kebersihan tangan untuk pasien

Pasien perlu mendapatkan edukasi tentang kebersihan tangan pada setiap


orientasi pasien rawat inap. Pasien berhak mengingatkan petugas melaksanakan
kebersihan tangan setiap kali akan memberikan perawatan atau melakukan tindakan
kepada dirinya agar meminimkan risiko pemindahan patogen penyebab infeksi antar
pasien, petugas-pasien, maupun melalui peralatan.
Pasien perlu melaksanakan kebersihan tangan saat sebelum dan sesudah
makan, setelah menyentuh cairan tubuh (urine, dahak, ingus, dll) atau setelah dan
kamar mandi/WC.

2. Saat kebersihan tangan untuk pengunjung

Pengunjung perlu mendapatkan edukasi tentang kebersihan tangan melalui


program penyuluhan kesehatan masyarakat puskesmas, melalui media leflet -
poster, dll. Pengunjung perlu melaksanakan kebersihan tangan pada setiap akan
menemui pasien, setelah menemui pasien/kontak lingkungan sekitar pasien, setelah
kontak cairan tubuh, sebelum meninggalkan puskesmas, sebelum dan setelah
makan.

3. Rekomendasi Mencuci Tangan

- Pemakaian sabun dan air mengalir penting ketika tangan terlihat kotor.

- Air mengalir dan sabun yang digosokkan di seluruh bagian/lipatan tangan harus
digunakan selama 40 sampai 60 detik.

- Penting sekali untuk mengeringkan tangan setelah mencucinya.

- Mencuci tangan memakai sabun biasa atau sabun antiseptik dan air bersih adalah
sama efektifnya, bila dijalankan sesuai prosedur. Sabun biasa mengurangi
terjadinya iritasi kulit. Untuk membantu mencegah iritasi kulit dan dermatitis kontak
karena seringnya mencuci tangan, direkomendasikan penggunaan produk
perawatan tangan (losion pelembab/krem).

Jika tidak ada handuk kertas, keringkan tangan dengan handuk bersih atau
keringkan di udara. Handuk yang digunakan bersihdapat dengan cepat
terkontaminasi dan tidak lagi direkomendasikan. Membawa handuk /sapu tangan
kecil pribadi membantu menghindari pemakaian handuk kotor.

4. Rekomendasi Alternatif cuci tangan (alcuta) dengan handrub antiseptik


(handrub berbasis alkohol)

 Handrub antiseptik tidak menghilangkan kotoran atau zat organik, sehingga jika
tangan terlihat kotor atau terkontaminasi (oleh darah atau cairan tubuh lain), harus
mencuci tangan dengan sabun dan air terlebih dahulu.
 Antiseptik yang bereaksi cepat menghilangkan sementara atau mengurangi
mikroorganisme penghuni tetap dan melindungi kulit tanpa menggunakan air
direkomendasikan yang mengandung alkohol 60-90%, emollient dan dapat
ditambahkan antiseptik (misalnya khlorheksidin glukonat 2-4%) yang memiliki anti
residual.
 Handrub antiseptik yang hanya berisi bahan aktif alkohol, berefek residual terbatas
dibandingkan yang berisi tambahan antiseptik seperti khlorheksidin
 Hasil observasi mengindikasikan bahwa teknik mencuci tangan yang tidak tepat
dan keterbatasan sumber air bersih berhubungan dengan rendahnya tingkat
kepatuhan dan mengakibatkan rekomendasi kebersihan tangan menjadi tidak
efektif. Handrub antiseptik lebih efektif dibandingkan mencuci tangan dengan
sabun biasa atau sabun antiseptik karena dapat disediakan di berbagai tempat
sesuai kebutuhan, tidak memerlukan sumber air, waktu lebih singkat dan kurang
menimbulkan iritasi kulit (tidak kering, pecah-pecah atau merekah). Dengan
demikian,handrub antiseptik dapat menggantikan mencuci tangan dengan
sabun dan air sebagai prosedur utama dengan syarat tangan tidak tampak
kotor.

5. Prosedur menjaga kebersihan tangan dengan formula berbasis alkohol :


1. Tuangkan secukupnya handrub berbasis alkohol untuk dapat mengisi 1
cekungan telapak tangan (lebih kurang 1 sendok teh/3cc)
2. Gosokkan larutan dengan teliti dan benar pada kedua belah tangan, khususnya
di antara jari-jemari, di bawah kuku, sesuai 7 langkah cuci tangan, hingga
kering dalam waktu 20-30 detik

Prosedur mencuci tangan dengan sabun dan air mengalir :


40 – 60 Detik
Sumber : Pedoman WHO, 2009
Prosedur kebersihan tangan dengan larutan berbahan dasar alkohol

Sumber : Pedoman WHO, 2009

Prosedur Cuci Tangan Bedah Menggunakan Larutan Berbasis Alkohol

Dilakukan setelah petugas mencuci tangan sampai dengan siku dengan sabun berbahan
chlorhexidin 4% tanpa sikat, tangan dalam kondisi kering.
B. ALAT PELINDUNG DIRI (APD)

Pelindung barier yang secara umum disebut sebagai alat pelindung diri (APD)
telah digunakan selama bertahun-tahun untuk melindungi pasien dari mikroorganisme
yang ada pada petugas kesehatan. Namun dengan munculnya AIDS dan hepatitis C,
serta meningkatnya kembali tuberkulosis di banyak negara, pemakaian APD menjadi
sangat penting untuk melindungi petugas. Dengan munculnya infeksi baru seperti avian
influenza (flu burung), sars dan penyakit infeksi lainnya (emerging infectious diseases),
pemakaian APD yang tepat dan benar menjadi semakin penting baik untuk perlindungan
pasien maupun petugas.
A. Penggunaan Sarung Tangan

Penggunaan sarung tangan bertujuan untuk melindungi tangan dari kontak


dengan darah, cairan tubuh, sekresi, ekskresi, bahan terkontaminasi, mukus
membran dan kulit yang tidak utuh atau kulit utuh yang potensial terkontaminasi.
Sarung tangan harus selalu dipakai oleh setiap petugas sebelum kontak dengan
darah. cairan tubuh, sekresi, ekskresi, bahan terkontaminasi, membran mukosa
dan kulit yang tidak utuh, kulit utuh yang potensial terkontaminasi serta sebelum
melakukan tindakan aseptik, tindakan invasif atau tindakan bedah.

Terdapat tiga jenis sarung tangan, yaitu

b. Sarung tangan bersih


Adalah sarung tangan yang didisinfeksi tingkat tinggi, dan digunakan sebelum
tindakan yang ada kemungkinan kontak tangan dengan darah atau cairan
tubuh lain, membran mukosa atau kulit yang tidak utuh, menangani bahan-
bahan bekas pakai yang terkontaminasi atau menyentuh permukaan yang
tercemar serta melakukan tindakan prosedur medis.

b. Sarung tangan steril:

Adalah sarung tangan yang distenilkan oleh Puskesmas atau dan pabrikan dan
harus digunakan pada tindakan pembedahan atau tindakan aseptik / invasif.

c. Sarung tangan rumah tangga:

Sarung tangan kebersihan terbuat dan latex atau vinil yang tebal, seperti
sarung tangan yang biasa digunakan untuk keperluan rumah tangga. Sarung
tangan rumah tangga dipakai pada waktu meebersihan alat kesehatan,
membersihkan permukaan meja kerja, membersihkan permukaan lingkungan,
dll. Sarung tangan jenis ini dapat digunakan lagi setelah dicuci besih

Beberapa Hal yang Harus Diperhatikan Pada Penggunaan Sarung Tangan

Sarung tangan tidak perlu dikenakan untuk tindakan tanpa kemungkinan terpajan
darah atau cairan tubuh lain. Contoh memberi makan pasien, membantu minum obat,
membantu jalan, dll.
Pada waktu sebelum menggunakan sarung tangan, lakukan kebersihan tangan
terlebih dahulu. Harus diperhatikan sebelum melakukan tindakan/ pemeriksaan petugas
menggunakan sarung tangan dengan ukuran yang sesuai khususnya sarung tangan
bedah karena dapat menganggu ketrampilan/teknik operasi dan memudahkan robek.
Jaga agar kuku selalu pendek untuk menurunkan risiko sarung tangan robek. Pakai
sarung tangan sekali pakai saat merawat pasien, segera lepas sarung tangan apabla
telah selesai digunakan atau sebelum beralih ke pasien lain atau aktivitas yang lain.
Hindari kontak pada benda-benda lain selain yang berhubungan dengan tindakan yang
sedang dilakukan (misalnya membuka pintu selagi masih memakai sarung tangan,
menulis, rnengangkat telpon, dsb). Cuci tangan segera setelah melepas sarung tangan.

Tidak direkomendasikan menggunakan sarung tangan rangkap bila tidak benar-


banar diperlukan karena tidak meningkatkan perlindungan, bahkan akan meningkatkan
risiko kecelakaan karena menurunkan kepekaan (raba).

Indikasi Pemakaian Sarung Tangan Ganda

Sarung tangan ganda perlu dipakai pada keadaan khusus, antara lain:

a. Tindakan yang memakan waktu lama (lebih dan 60 menit) dan atau melakukan
tindakan operasi di area sempit dengan kemungkinan besar robekan sarung
tangan oleh alat tajam seperti jarum, gunting atau penjepit;

b. Tindakan yang berhubungan dengan jumlah darah atau cairan tubuh yang banyak
Persalinan, dll.;

c. Penyiapan bahan yang berisiko toksik/iritatif pada kulit tangan (obat sitostatika, dll).

Sarung tangan rumah tangga dapat dicuci dan digunakan berkali-kali untuk
membePuskesmasihkan peralatan, pencucian linen, membePuskesmasihkan ceceran
darah atau cairan tubuh lain. Sarung tangan rumah tangga tidak dipakai untuk
perawatan yang menyentuh kulit pasien secara langsung.
BAGAN ALUR PEMILIHAN JENIS SARUNG TANGAN

B. Penggunaan Pelindung Wajah (masker ) dan Pelindung Mata

Penggunaan pelindung wajah dan pelindung mata dimaksudkan untuk


melindungi petugas sebagai barier selaput lendir hidung, mulut dan mata selama
melakukan tindakan atau perawatan pasien yang memungkinkan terjadi percikan
darah dan cairan tubuh lain, tindakan pertolongan persalianan, perawatan gigi serta
tindakan yang menghasilkan aerosol. Pemakaian pelindung mata harus sebaik
mungkin sehingga tidak mengganggu pandangan dan ketajaman pandangan.

Masker digunakan untuk menahan cipratan yang keluar sewaktu petugas


kesehatan berbicara, batuk atau bersin serta untuk mencegah percikan darah atau
cairan tubuh lainnya memasuki hidung atau mulut petugas kesehatan. Masker
harus cukup besar untuk menutupi hidung, mulut, bagian bawah dagu dan rambut
pada wajah (jenggot).

Masker disposable dan bahan sintetik dapat memberikan perlindungan dan


tetesan partikel berukuran besar (> 5 mikron) yang tersebar melalui batuk atau
bersin ke orang yang berada di dekat pasien (kurang dari 1 meter). Pada pasien
dengan penyakit menular melalui udara atau droplet nuklei, masker yang digunakan
adalah respirator partikulat dengan efisiensi tinggi, misalnya N-95, yang dapat
melindungi petugas terhadap inhalasi partikel mikro dengan ukuran < 5 mikron yang
dibawa oleh udara. Sebelum petugas memakai respirator N-95, perlu dilakukan uji
kesesuaian (fit test) pada setiap pemakaiannya.

Pemakaian respirator partikulat (masker efisiensi tinggi)


Petugas kesehatan harus:

- Memeriksa sisi masker yang menempel pada wajah untuk melihat apakah
lapisan utuh dan tidak cacat;
- Memastikan tali masker dalam kondisi baik dan harus menempel pada titik
sambungan;
- Memastikan klip hidung yang terbuat dan logam (jika ada) berfungsi baik
Fit test untuk respirator partikulat

Fungsi respirator tidak optimal / tidak efektif jika respirator tidak dapat melekat
sempurna pada wajah, seperti pada keadaan dibawah ini :

- Adanya jenggot, cambang/rambut pada wajah bagian bawah/gagang kacamata


- Ketiadaan satu/dua gigi pada kedua sisi dapat mempengaruhi perlekatan bagian
wajah
- Klip hidung (logam) dipencet/dijepit menyebabkan kebocoran.
Direkomendasikan meratakan klip di atas hidung menggunakan kedua telunjuk
dengan cara menekan dan menyusuri bagian atas respirator.
- Jika mungkin direkomendasikan fit test dilakukan setiap saat sebelum memakai
respirator partikulat.

Cara fit test respirator partikulat

Langkah 1:

Genggamlah respirator dengan satu tangan,


posisikan sisi depan bagian hidung respirator
pada ujung jari-jari anda, biarkan tali pengikat
respirator menjuntal bebas di bawah tangan anda.
Langkah 2:

Posisikan respirator di bawah dagu anda dan sisi


untuk hidung berada di atas
Langkah 3:

Tariklah tali pengikat respirator yang atas dan


posisikan agak tinggi di belakang kepala anda di
atas telinga.

Tariklah tali pengikat respirator yang bawah dan


posisikan tali di bawah telinga.
Langkah 4:

Letakkan jari-jari kedua tangan anda diatas


bagian hidung yang terbuat dan logam. Tekan sisi
logam tePuskesmasebut (gunakan 2 jari dan
masing-masing tangan) mengikuti bentuk hidung
anda. Jangan menekan respirator dengan satu
tangan karena dapat mengakibatkan respirator
rusak.
Langkah 5:

Tutup bagian depan respirator dengan kedua


tangan, dan hati - hati agar posisi respirator tidak
berubah.

Langkah 5.a :

Hembuskan napas kuat - kuat. Tekanan positif di dalam respirator berarti tidak ada
kebocoran. Bila terjadi kebocoran atur posisi dari/atau ketegangan tali. Uji kembali
kekuatan respirator. Ulangi langkah tersebut sampai respirator benar- benar
tertutup rapat.

Langkah 5 b : Pemeriksaan segel negatif

Tarik napas dalam-dalam. Bila tidak ada kebocoran, tekanan negatif akan membuat
respirator menempel ke wajah. Kebocoran akan menyebabkan hilangnya tekanan
negatif di dalam respirator akibat udara masuk melalui celah-celah pada segelnya.

Beberapa catatan pada penggunaan respirator partikulat :

1. Digunakan petugas hanya pada perawatan pasien infeksi airborne


2. Dapat digunakan oleh seorang petugas untuk 1 shift tugas pada perawatan
pasien dengan infeksi airborne / sejenis

3. Penyimpanannya dipastikan secara individual di dalam plastik kering dengan


sisi luar respirator diposisikan berada di bagian dalam, diberi identitas.

C. Penggunaan Topi

Topi digunakan untuk menutup rambut dan kulit kepala sehingga serpihan
kulit dan rambut tidak masuk ke dalam luka selama pembedahan. Topi harus cukup
besar untuk menutup semua rambut. Meskipun topi dapat memberikan sejumlah
perlindungan pada pasien, tetapi tujuan utama adalah untuk melindungi
pemakainya dari darah atau cairan tubuh yang terpercik atau menyemprot.

D. Penggunaan Gaun/Baju Pelindung

Gaun pelindung digunakan untuk menutupi baju kerja pada saat merawat
pasien yang diketahui atau dicurigai menderita penyakit menular melalui
droplet/airborne, juga melindungi petugas dari kemungkinan terkena percikan
darah, cairan tubuh lain karena suatu tindakan/prosedur medis/keperawatan. Jenis
bahan dapat berupa bahan tembus/tidak tembus cairan.

Gaun pelindung steril dipakai oleh ahli bedah dan asisten pada saat
melakukan pembedahan, sedangkan gaun pelindung non steril dipakai di berbagai
unit yang berisiko tinggi, misalnya di kamar bePuskesmasalin, ruang pulih di kamar
bedah atau di ruang isolasi.

Indikasi Pemakaian Gaun Pelindung

a. Saat membersihkan luka

b. Melakukan irigasi

c. Tindakan drainase

d. Menuang cairan terkontaminasi

e. Menangani pasien dengan perdarahan masif


g. Tindakan perawatan gigi

Direkomendasikan selau memakai pakaian kerja yang kebersihan setiap kali


dinas. Pemakaian gaun pelindung atau celemek sesuai indikasi berdasarkan
identifikasi/penilaian risiko. Gaun pelindung harus segera diganti bila terkena
kotoran, darah atau cairan tubuh.

Tidak ada kewajiban memberikan baju khusus untuk pengunjung memasuki


ruang tertentu di Puskesmas kecuali sebagaimana direkomendasikan berdasarkan
risiko transmisi infeksi. Apabila ada ruangan yang mengatur penggunaan baju
khusus untuk pengunjung. direkomendasikan pelaksanaan standar kebersihan
secara tepat untuk meminimalkan risiko transmisi infeksi melalui media baju
tersebut, yaitu

a. Dicuci minimal setiap hari kecuali pada situasi tertentu dimana baju terkena
kotoran/cairan tubuh harus segera dicuci;

b. Baju pengunjung yang terkontaminasi segera ditempatkan di dalam wadah


linen infeksius;

c. Baju pengunjung pasca pakai tanpa kontaminasi ditempatkan di dalam wadah


linen non infeksius (kotor ringan)

E. Penggunaan Apron

Apron terbuat dan karet atau plastik merupakan penghalang tahan air untuk
bagian depan tubuh petugas kesehatan. Petugas kesehatan harus mengenakan
apron ketika melakukan perawatan langsung pada pasien, membersihkan pasien
atau melakukan prosedur dimana ada risiko tumpahan darah, cairan tubuh atau
sekresi. Hal ini penting jika gaun pelindung tidak tahan air. Apron akan mencegah
cairan tubuh pasien mengenai baju dan kulit petugas.

F. Penggunaan Pelindung Kaki

Pelindung kaki digunakan untuk melindungi kaki dan cedera akibat benda
tajam atau benda berat yang mungkin jatuh secara tidak sengaja ke atas kaki. Oleh
karena itu sandal jepit atau sepatu yang terbuat dan bahan lunak (kain) tidak boleh
dikenakan. Sepatu boot karet atau sepatu kulit tertutup memberikan lebih banyak
perlindungan, tetapi harus dijaga tetap bePuskesmasih dan bebas kontaminasi
darah atau tumpahan cairan tubuh lain.
Penutup sepatu tidak diperlukan jika sepatu bersih. Sepatu yang tahan
terhadap benda tajam atau kedap air harus tersedia di kamar bedah. Sebuah
penelitian menyatakan bahwa penutup sepatu dari kain atau kertas dapat
meningkatkan kontaminasi karena memungkinkan darah merembes melalui sepatu
dan seringkali digunakan sampai di luar ruang operasi. kemudian dilepas tanpa
sarung tangan sehingga terjadi pencemaran.

ALUR PERMINTAAN, PENYEDIAAN DAN PENYIMPANAN APD

DI UPTD PUSKESMAS HALMAHERA

Alur Permintaan APD dan Sistem Penyediaan

- APD yang disposable dimintakan melalui gudang obat dengan sistem paket buffer floor
stock.
- APD yang tidak habis pakai direncanakan dan disediakan melalui Bendahara barang
Puskesmas;
- Jenis dan jumlah APD yang disediakan di setiap ruangan sebagai buffer floorstock
direncanakan dan diusulkan oleh Penanggung Jawab Unit sesuai kebutuhan pelayanan
medis dan tindakan keperawatan spesifiknya;
- Standar perhitungan kebutuhan APD untuk setiap pelayanan pasien ditetapkan tim PPI
- Sistem ketersediaan buffer perlu dimonitor secara kontinue, dicatat setiap
penggunaannya, untuk menjamin ketersediaan APD sesuai kebutuhan spesifik pelayanan
medis dan tindakan keperawatan di setiap ruangan;
- Penggunaan APD secara tepat sesuai indikasi, dengan mengukur risiko transmisi,
dilakukan secara rutin menggunakan daftar tilik, dievaluasi dan di-feedback-kan kepada
yang terkait;
- Rekapitulasi penggunaan APD setiap ruangan disampaikan Bendahara barang dan tim
PPI untuk bahan evaluasi dan perencanaan.
Penyimpanan APD di Ruangan
Penyimpanan seluruh APD yang dibutuhkan di ruangan (sesuai kebutuhan spesifik
setiap ruangan) direkomendasikan dalam sistem ketersediaan buffer, tersendiri dalam tempat
khusus dan jelas terlihat, agar mudah diakses bila dibutuhkan direkomendasikan pada
tempat yang rapi, bersih dan kering, diberikan label

Langkah-Langkah Mengenakan Alat Pelindung Diri

1. Kenakan baju operasi


sebagai pertama pakaian
pelindung

2. Kenakan celemek plastik


3. Kenakan sepatu bot karet

4. Kenaikan sepasang sarung


tangan kedua

5. Kenakan masker

3. Kenakan sepasang sarung


tangan pertama

8. Kenakan penutup kepala


4. Kenakan gaun luar

9. Kenakan alat pelindung mata


Langkah-Langkah Melepaskan Alat Pelindung Diri

1. Disinfeksi sepasang sarung


tangan bagian luar

7. Lepaskan pelindung mata


2. Disinfeksi celemek dan
sepatu bot

5. Lepaskan penutup kepala


3. Lepaskan sepasang sarung
tangan bagian luar

9. Lepaskan masker

4. Lepaskan celemek

10. Lepaskan sepatu bot


5. Lepaskan gaun bagian luar

11. Lepaskan sepasang sarung


tangan bagian dalam

6. Disinfeksi tangan yang


mengenakan sarung tangan

12. Cuci tangan dengan sabun


dan air bePuskesmasih
Sumber : Pedoman PPI Kemenkes RI, 2011
Pemilihan Alat Pelindung Sesuai Jenis Pajanan

Jenis pajanan Contoh Pilihan alat pelindung


Risiko rendah - Injeksi - Sarung tangan
1. Kontak dengan kulit - Perawatan luka tidak esensial

2. Tidak terpajan ringan


darah langsung
Risiko sedang - Pemeriksaan pelvis - Sarung tangan
1. Kemungkinan - InsePuskesmasi - Mungkin perlu
terpajan darah IUD apron atau gaun
namun tidak ada - Melepas IUD pelindung
cipratan - Pemasangan
kateter intra vena
- Penanganan
spesimen
laboratorium
- Perawatan luka
berat
- Ceceran darah
Risiko tinggi - Pertolongan - Sarung tangan
1. Kemungkinan Persalinan per ganda
terpajan darah dan vaginam - Apron
kemungkinan - Baju Pelindung
terciprat - Kaca mata
2. Perdarahan masif pelindung
- Masker
- Sepatu boot
Manfaat Masing-masing Alat Pelindung Diri

Alat pelindung Terhadap pasien Terhadap petugas


kesehatan
Sarung tangan Mencegah kontak Mencegah kontak tangan
mikroorganisme yang petugas dengan darah/
terdapat pada tangan cairan tubuh penderita,
petugas kesehatan selaput lendir, kulit tidak utuh
kepada pasien atau alat
kesehatan/permukaan
terkontaminasi
Masker Mencegah kontak Mencegah membran mukosa
droplet dan petugas kesehatan (hidung
mulut/hidung petugas dan mulut) kontak dengan
kesehatan yg percikan darah atau cairan
mengandung tubuh penderita
mikroorganisme dan
terpercik saat
bernafas, bicara atau
batuk kepada pasien
Kacamata Mencegah membran mukosa
Pelindung petugas kesehatan kontak
dengan percikan darah atau
cairan tubuh penderita
Tutup Kepala Mencegah jatuhnya
mikroorganisme dan
rambut dan kulit kepala
petugas ke daerah
steril
Jas dan celemek Mencegah kontak Mencegah kulit petugas
plastic mikroorganisme dan kesehatan kontak dengan
tangan, tubuh dan percikan darah atau cairan
pakaian petugas tubuh penderita
kesehatan kepada
pasien
Sepatu Sepatu yang Mencegah perlukaan kaki
Pelindung bePuskesmasih oleh benda tajam yang
mengurangi terkontaminasi atau terjepit
kemungkinan benda berat (contoh,
terbawanya mencegah luka karena
mikroorganisme dan menginjak benda
ruangan lain atau luar tajam/kejatuhan alkes) ;
ruangan mencegah kontak dengan
darah / cairan tubuh lainnya
Panduan Pemilihan APD Berdasarkan Aktivitas Perawatan Pasien

Kacamata
Sarung Gaun/
Jenis tindakan Masker / penutup Topi
tangan Celemek
wajah
Memandikan pasien Tidak, kecuali Tidak Tidak Tidak Tidak
kulit tidak
utuh
Vulva / penis hygiene Ya Tidak Tidak Tidak Tidak
Menolong BAB Ya Ya Tidak Tidak Tidak
Menolong BAK Ya Tidak Tidak Tidak Tidak
Oral Hygiene Ya Tidak Tidak Tidak Tidak
Mengambil darah arteri Ya Ya Tidak Tidak Tidak
Mengambil darah vena Ya Tidak Tidak Tidak Tidak
Perawatan luka mayor Ya (steril) Ya Tidak Tidak Tidak
Perawatan luka minor Ya Tidak Tidak Tidak Tidak
Perawatan luka Ya (steril) Ya Tidak Tidak Tidak
infeksius
Mengukur TTV Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak
Melakukan Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak
penyuntikan
Memasang infus Ya Tidak Tidak Tidak Tidak
Memasang dawer Ya (steril) Tidak Tidak Tidak Tidak
catheter
Membersihkan ruang Ya (sarung Tidak Tidak Tidak Tidak
perawatan tangan RT)
Membersihkan Ya (sarung Ya Ya Ya Tidak
peralatan habis pakai tangan RT)
Transportasi pasien Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak
Melakukan EKG Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak
Mengganti infus Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak
Memberikan diit per Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak
Kacamata
Sarung Gaun/
Jenis tindakan Masker / penutup Topi
tangan Celemek
wajah
oral
Mengantar spesimen Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak
ke laboratorium
Mengganti linen tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak
terkontaminasi
Mengganti linen Ya Tidak Tidak Tidak Tidak
terkontaminasi
Memasang NGT Ya ya Tidak Tidak Tidak
Memberi tetes mata Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak
Irigasi mata Ya Tidak Tidak Tidak Tidak
C. PENGELOLAAN PERALATAN KESEHATAN/INSTRUMEN PASCA PAKAI

Pengelolaan alat kesehatan/instrumen pasca pakai secara benar, tepat, efektif


dan efisien merupakan hal yang sangat penting dan harus dimengerti /dipahami oleh
seluruh staf kesehatan pada setiap tingkat, mulai dan petugas pelayanan kesehatan
sampai ke petugas pembePuskesmasihan dan pemeliharaan sebagai upaya
pencegahan dan pengendalian infeksi di Puskesmas. Proses pencegahan terjadinya
infeksi silang (cross contamination) dari alat/instrumen, setelah digunakan dengan
melakukan dekontaminasi. Berdasarkan kemungkinan terjadinya infeksi, Dr.
E.H.Spaulding mengelompokkan alat/instrumen pasca pakai menjadi 3 kelompok yaitu :

NO. TINGKAT RISIKO PENGELOLAAN ALAT


1. Risiko Tinggi (critical) adalah alat Sterilisasi atau menggunakan
yang digunakan menembus kulit alat steril sekali pakai
atau rongga tubuh atau pembuluh (disposable)
darah
2. Risiko sedang (semi critical) Disinfeksi tingkat tinggi (DTT)
adalah alat yang digunakan pada
mukosa atau kulit yang tidak utuh
3. Risiko rendah (non critical) Disinfeksi tingkat rendah atau
adalah alat yang digunakan pada cuci bersih
kulit yang utuh/ pada permukaan
kulit

Dekontaminasi adalah proses untuk menghilangkan kotoran, komponen organik dan


mikroorganisme patogen dan alat kesehatan/instrumen sehingga aman untuk
pengelolaan selanjutnya. Proses dekontaminasi meliputi perendaman,pembersihan,
pencucian, disinfeksi, dan sterilisasi.

Alat kesehatan/instrumen pasca pakai setelah digunakan untuk tindakan medis dan atau
tindakan keperawatan harus segera dilakukan perendaman dan pencucian dengan
menggunakan larutan disinfektan yang sesuai (jenis, konsentrasi dan lama
perendaman), kemudian bilas dengan air mengalir dan keringkan.

Dalam melaksanakan kegiatan tersebutt harus menggunakan APD (alat pelindung diri)
sesuai ketentuan. Tujuan dari proses tersebut adalah :

- Sebagai pemutus mata rantai infeksi


- Meminimalkan dan mengisolasi potensi kontaminasi
- Merupakan langkah awal (first step)universal precaution yang perlu dilaksanakan
- Dikerjakan pada setiap tahapan kegiatan pelayanan sterilisasi
Disinfeksi adalah suatu proses untuk menghilangkan sebagian atau semua
mikroorganisme dari benda/alat kesehatan, kecuali terhadap endospora bakteri, dengan
sistem panas (termal) atau kimia.

Disinfeksi tingkat tinggi (DTT) dapat dilakukan apabila alat/instrumen dengan kategori
semi kritikal, segera digunakan dan tidak memungkinkan bila dilakukan sterilisasi. DTT
dapat dilakukan dengan cara panas, yaitu dengan direbus selama 20 menit atau dengan
larutan kimia/disinfektan yang sesuai.

Disinfektan adalah bahan/zat kimia yang digunakan untuk menghambat/membunuh


virus dan mikroorganisme patogen. Antiseptik adalah disinfektan yang digunakan pada
permukaan kulit dan membran mukosa. Disinfektan dan antiseptik yang digunakan di
Puskesmas disediakan oleh gudang obat.

Berdasarkan daya hambat/bunuh terhadap mikroorganisme, disinfektan dikelompokkan


yaitu:

NO. KLAS KETERANGAN


1. HLD (High Level Disinfektan yang berpotensi
Disinfectan) menghancurkan / membunuh semua
bakteri bentuk vegetatif; myco-bacteria,
jamur; virus ukuran kecil dan sedang, lipid
dan non lipid, kecuali sejumlah spora
bakteri.
Contoh : Glutaraldehide 2% pH 7,5-8,5;
H2O2 6%; Formaldehide 8% dalam alkohol
70%;
2. ILD (Intermediate Disinfektan yang berpotensi
Level Disinfectan ) menghancurkan / membunuh semua
bakteri bentuk vegetatif; mycobacteria,
jamur; virus ukuran kecil. sedang, lipid dan
non lipid, tetapi tidak sensitif terhadap spora
bakteri.
Contoh : Alkohol 76%-90% ; Chlorine;
Formaldehide 4-8% dalam air
3. LLD (Low Level Disinfektan yang berpotensi
Disinfectan) menghancurkan / membunuh semua
bakteri bentuk vegetatif; beberapa jamur;
virus (lipid) seperti Hepatitis B; C dan HIV,
tetapi tidak sensitif untuk mycobacteria atau
spora bakteri.
Contoh : Formaldehide konsetrasi <4%
dalam air, disinfektan golongan amonium
kwartenair.

Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi aktivitas/potensi disinfektan adalah:

1. Konsentrasi disinfektan; lama paparan/perendaman; suhu, pH (tingkat keasaman


atau kebasaan)

2. Tipe dan jumlah mikroorganisme (misal : Mycobacterium tuberculose relatif lebih


tahan dibanding dengan mikroorganisme vegetatif)

3. Tingkat kebersihan alat/instrumen; pembersihan yang kurang adekuat menyebabkan


masih adanya kontaminan/materi organik. Interaksi antara kontaminan organik (bio-
burden) dengan zat aktif dapat menurunkan aktivitas disinfektan.

4. Tingkat kesadahan air (hardness water), adanya kandungan yang mineral tinggi
seperti kalsium atau magnesium dapat berinteraksi dengan zat aktif disinfektan
sehingga menurunkan aktivitasnya.

Sterilisasi adalah suatu proses untuk menghilangkan seluruh mikroorganisme (bakteri,


virus, fungi, parasit) dan benda/alat kesehatan, termasuk endospora bakteri melalui cara
fisika atau kimia. Tujuan adanya Sterilisasi Sentral di Puskesmas adalah :

1. Menurunkan angka kejadian infeksi


2. Membantu mencegah serta menanggulangi infeksi nosokomial.
3. Efisiensi investasi, instalasi dan pemeliharaan serta penggunaan sumber daya
(SDM, peralatan, sarana prasarana lain).

Metode sterilisasi :
Ada beberapa metode sterilisasi yang digunakan di Puskesmas yaitu:

1. Sterilisasi panas tinggi dengan tekanan (uap dengan tekanan/autoclave)

2. Sterilisasi panas kering

3. Kukus rebus menggunakan dandang (DTT)

4. Sterilisasi dengan bahan/larutan kimia (larutan glutaraldehide 2%; atau dengan


larutan hydrogen peroksida 6%); dilakukan apabila sterilisasi dengan panas tinggi
(autoclave steam) dan atau panas rendah dengan gas tidak dapat dilakukan.

Metode sterilisasi yang rutin dilaksanakan adalah sterilisasi uap (sterilisasi uap
prevakum) untuk alat kesehatan/instrumen/bahan yang tahan panas (termostabil) dan
sterilisasi suhu rendah dengan gas Ethylen Oxide untuk alat kesehatan/bahan yang
bersifat termolabil.

Jenis alat kesehatan / instrumen dan program-metode stelisasi :

SPESIFIKASI METODE STERILISASI


1. Alat/Instrumen tahan Sterilisasi Uap (Autoclave Steam):
panas (termostabil)
Suhu (T) 134°C; P 3000 mBara
selama 5 menit; Total proses
pre-post = ± 60 menit (logam;
linen; kapas; kassa)

2. Alat/Instrumen tidak tahan Sterilisasi dengan cairan


panas (termo- labil) glutaraldehid 2% selama 1 jam

Tahapan pengelolaan alat kesehatan/instrumen pasca pakai:

Untuk mendapatkan hasil sterilisasi yang optimal (efektif dan efisien) dan terjaga
mutunya sampai dengan digunakan maka proses pengelolaan alat kesehatan/instrumen
pasca pakai harus dilakukan secara benar dan tepat, aman bagi pasien petugas serta
lingkungan, yaitu :

1. Petugas yang akan melaksanakan kegiatan/proses dekontaminasi harus


menggunakan alat pelindung diri (APD) yang sesuai.

2. Pre-cleaning dan pencucian:


a. Alat kesehatan/instrumen pasca pakai setelah digunakan untuk tindakan medis
dan atau tindakan keperawatan harus segera dilakukan perendaman dengan
larutan Anioszyme DD1 5 ml dalam 1 liter air selama 5 menit.

b. Bersihakan/cuci alat/instrumen yang direndam, bila perlu dengan disikat.

c. Bilas dengan air mengalir sampai bersih, dan keringkan

d. Apabila alat/instrumen pasca pakai segera digunakan, untuk alat/instrumen


dengan :

- Kategori semi critical dilakukan DTT dengan:

• Direndam dengan larutan kimia/disinfektan (glutaraldehide 2% selama 15


menit.

- Kategori critical dilakukan sterilisasi dengan larutan kimia/disinfektan


(glutaraldehide 2% selama 1 jam) sebagai berikut :

• Tuang larutan secukupnya ke dalam wadah tertutup (alat/instrumen


dapat terendam seluruhnya).

• Lama perendaman : DTT = 15 menit; Sterilisasi 1 jam.

• Bilas dengan aquadest steril, ulangi pembilasan sebanyak 2 (dua) kali

• Keringkan/ dilap dengan lap steril

• Alat yang telah diproses harus segera digunakan

Catatan

a. Stabilitas larutan glutaraldehide 28 hari, pada suhu kamar.

b. Larutan glutaraldehide tidak boleh diencerkan pada saat akan


digunakan.

3. Setting dan pengemasan alat kesehatan/instrumen dan bahan habis pakai (BHP)

Alat/instrumen/bahan yang telah bersih dan kering disetting/ditata serta dikemas


sesuai ketentuan.

Prinsip pengemasan :

- Bahan pengemas sesuai dengan metode sterilisasi yang dipilih.


- Sterilan harus dapat diserap dengan baik dan dapat menjangkau seluruh
permukaan kemasan dan isinya.

- Harus dapat menjaga sterilitas isinya hingga kemasan dibuka

- Harus mudah dibuka dan isinya mudah diambil tanpa menyebabkan kontaminasi
Catatan : bila linen atau kertas perkamen sebagai bahan pengemas, minimal
harus rangkap 2 (dua).

. Sterilisasi

Metode sterilisasi yang dipilih, berdasarkan jenis bahan dasar alat/instrumen/bahan


yang akan disterilkan.

ALAT/INSTRUMEN/BAHAN DARI METODE STERILISASI


Logam ; linen, kassa, kapas Streilisasi uap P1 (suhu
134oC)
Sensitif terhadap panas Streilisasi dengan cairan
(termolabil) kimia glutaraldehide
Note : Sterilisasi dengan larutan kimia/disinfektan dipilih apabila tidak mungkin
dilakukan sterilisasi panas tinggi maupun sterilisasi panas rendah dan dilaksanakan
di unit pelayanan.

4. Monitoring dan Evaluasi

Monitoring dan evaluasi proses serta hasil sterilisasi harus dilakukan sesuai
ketentuan sebagai jaminan mutu/kualitas hasil sterilisasi, meliputi:

a. Monitoring proses secara visual dengan melihat kondisi post sterilisasi

b. Indikator eksternal dilakukan/diberikan pada setiap kemasan (perubahan warna)

c. Indikator mekanik yaitu dengan mencatat kondisi suhu, waktu dan tekanan
selama proses.

d. Bowie Dick Test dilakukan setiap 1 (satu) kali sebulan sebelum mesin autoclave
dengan vakum

e. Indikator biologi, dilakukan minimal 2 (dua) minggu sekali tiap mesin autoclave
steam,
5. Penyimpanan:

Alat kesehatan/instrumen, bahan habis pakai (BHP), serta linen medis yang telah
disterilkan disimpan di ruang steril. Penyimpanan di unit pelayanan minimal di
tempat/ruang yang jauh dari lalu lintas utama atau pada kotak/almari yang bersih
dan kering serta mudah dilakukan disinfeksi.

6. Waktu kedaluarsa hasil sterilisasi:

Kadaluarsa Cara sterilisasi dengan bahan pengemas

Satu minggu Sterilisasi dengan metode panas basah


(autoclave steam)dengan pengemas kertas
perkamen rangkap 2; linen rangkap 2 atau
ditempatkan dalam tromol.

Satu bulan Sama seperti 1 minggu jika kondisi ruang


penyimpanan sesuai standar (suhu 18 0 – 220C
kelembaban 35 -75 %)

Satu 3 bulan Sterilisasi dengan metode panas basah


(autoclave steam) pengemas pouches

7. Penggunaan :

Sebelum penggunaan alat/instrumen/bahan yang disteril, pastikan bahwa :

- Kemasan dalam kondisi baik (tidak rusak, kering dan belum terbuka);

Pengelolaan peralatan (BHP) re-used

 BHP re-used adalah BHP yang menurut petunjuk manufakturnya diperuntukkan single
used namun diijinkan digunakan kembali sesuai bukti ilmiah atau rekomendasi
Perhimpunan Profesi pengguna atau pengalaman klinik berdasarkan pertimbangan
mutu, keamanan dan aspek finansial penggunaan (karena sangat dibutuhkan tetapi
sulit diperoleh dengan segera atau diproduksi dalam jumlah terbatas, harga tidak
terjangkau oleh pasien - secara pribadi/asuransi).
 Pengelolaan BHP re-used di Puskesmas dilakukan berdasarkan tinjauan mutu dan
keamanan, rasional mulai dan saat penentuannya sampai dengan evaluasi
penggunaan pada pasien, ditetapkan dengan Kebijakan Puskesmas tentang
Pengelolaan Peralatan Re-used. BHP di-reused melalui proses sterilisasi/DTT,
dengan memperhatikan keamanan optimal secara fisik dan fungsi, ketersediaan
metode dekontaminasi dan sterilisasi yang efektif.
 BHP yang dapat di-reused di Puskesmas adalah BHP sesuai daftar lampiran
Kebijakan Pengelolaan Peralatan Re-used. Macam BHP dan batas maksimal jumlah
reused ditetapkan Puskesmas melalui pembahasan.
 Identifikasi BHP re-used dan penomoran penggunaannya dilakukan olehunit terkait.
Nomor penggunaan alat yang ke-sekian dituliskan dengan penandaan pada alat
maupun kemasan alat. Jika tanda telah sampai batas maksimal re-used, pengguna
tidak diperkenankan me-reused kembali. Jika BHP sudah tidak layak di-reused
berdasarkan evaluasi fungsi, keamanan penampilan fisik, keamanan dan ketepatan
sterilisasi/DTT, atau alasan keamanan lain, meskipun belum sampai pada batas
maksimal penggunaan reused yang ditetapkan dalam Kebijakan, maka BHP tersebut
segera diakhiri penggunaannya tidak perlu diproses reused.
 Evaluasi klinik terhadap setiap penggunaan peralatan reused dilakukan oleh satuan
kerja pengguna, menggunakan daftar tilik evaluasi yang telah disiapkan Tim PPI.
 Monitoring ketepatan penerapan standar, analisis evaluasi dan tindak lanjut sesuai
hasil evaluasi dilakukan Tim PPI setiap 3 bulan, disampaikan kepada Tim Mutu
Puskesmas.
DAFTAR NAMA CAIRAN DISINFEKTAN UPTD PUSKESAMAS HALMAHERA

N NAMA ISI KEGUNAAN KETERANGAN


O
1. Alkohol  Ethanol 70%
 Antiseptik kulit

 Disinfeksi
instrument non kritis
 Disinfeksi peralatan
non medis
 Pengawet preparat PA
2. Betadin Povidon Iodida Antiseptik kulit
3.  Bayclin  Natrium  Tumpahan
Hipoklorit darah 1%
 Disinfeksi
linen dan
instrumen
0,5%
 Disinfeksi air bersih  Disinfeksi
 Dekontaminasitumpahan/per peralatan
cikan darah/cairan non medis
 Disinfeksi linen putih 0,05%
4. Hibiscrub Klorheksidin
glukonat Antiseptik kulit
5. Lysol Trikresolum Disinfeksi kamar mandi, WC, 22 ml dalam 1
Lantai lt
6. Perhydrol Hydrogen Antiseptik luka 3% - 6%
peroksida
DAFTAR NAMA PERALATAN SINGLE-USE YANG

TIDAK PERNAH BISA DI RE-USE

NO NAMA ALAT MEDIS ALASAN


1 Sarung tangan ( bersih/steril Biaya re-use lebih tinggi
)
2 Endotracheal tube ( ETT ) Kontaminasi, Biaya re-use lebih tinggi
3 NGT (Stomach Tube) Kontaminasi, Biaya re-use lebih tinggi
4 Feeding tube Kontaminasi, Biaya re-use lebih tinggi

D. PENGELOLAAN LINEN

Pengelolaan linen yang aman adalah kegiatan yang bertujuan mencegah


kontaminasi linen kotor atau infeksius kepada petugas, pasien dan lingkungan, meliputi
proses pengumpulan, pemilahan, pengangkutan linen kotor, pencucian sampai distribusi
linen bePuskesmasih. Pengelolaan linen kotor dan bersih secara terpisah merupakan
keharusan untuk meminimalkan risiko infeksi pada pasien dan petugas.

Pengelolaan linen di Puskesmas Halmahera meliputi kegiatan, penerimaan dan


pencucian linen kotor, penyediaan linen bersih siap pakai, pemeliharaan, dan
pemusnahan linen rusak.

Proses cuci mencuci mulai dan pengumpulan, pemilahan, pencucian dan


pengangkutan diatur secara sistematis. Kegiatan di diupayakan secara maksimal untuk
menghindari kontaminasi linen kotor terhadap linen bersih siap pakai maupun petugas
dan lingkungan dengan melakukan disinfeksi terhadap kereta linen,
pengepelan/disinfeksi lantai dan implementasi praktik kebersihan tangan petugas sesuai
prosedur.

Jenis linen di PuskesmasHalmahera dikualifikasikan menjadi linen bersih, linen


kotor infeksius dan linen kotor non infeksius (terdiri atas linen kotor berat dan linen kotor
ringan). linen bersih pasca pencucian di laundry. Linen kotor infeksius adalah linen yg
terkontaminasi dengan darah, cairan tubuh dan feses terutama yang berasal dari infeksi
TB, Salmonella & Shigella, HBV, HCV, HIV, dll yang dapat menularkan mikroorganisme
tersebut kepada pasien lain, petugas ataupun mencemari lingkungan;.

a. Penanganan Linen infeksius di Ruangan


1) Linen kotor hendaknya sesedikit mungkin dipegang dan digerak-gerakkan untuk
mencegah kontaminasi udara dan petugas.

2) Linen infeksius dan non infeksius dipisahkan dalam tempat penampungan


tersenditi Linen infeksius dilipat dan digulung sehingga bagian tengah yang
paling kotor berada di tengah gulungan selanjutnya dimasukkan dalam kantong
plastik warna kuning. Hitung dan catat linen infeksius sebelum dimasukkan
dalam plastik, sehingga mengurangi kontaminasi.

3) Petugas yang mengelola linen kotor wajib memakai APD berupa:

 Sarung tangan rumah tangga


 Masker
 Celemek plastik/apron
b. Pengiriman linen ke laundry

Linen kotor infeksius dan non infeksius dibawa ke laundry menggunakan kereta linen
kotor dengan tong / kantong linen warna kuning untuk linen infeksius, biru untuk non
infeksius.

c. Penanganan Linen Kotor di laundry

1) Petugas laundry menerima linen kotor dengan mengenakan APD berupa: topi,
masker, sarung tangan rumah tangga, apron, sepatu boot.

2) Petugas memisahkan linen berdasarkan jenis linen serta tingkat kekotoran linen
( linen kotor infeksius, linen kotor berat dan linen kotor ringan), menghitung dan
mencatatnya.

3) Khusus untuk linen kotor infeksius langsung dilakukan pencucian


bePuskesmasama linen kotor berat, tidak perlu dilakukan penghitungan ulang

d. Pengambilan Linen bersih

a. Linen bersih siap pakai diterima di bagian finishing dikeluarkan oleh petugas
pengeluaran linen bersih

b. Linen yang akan dikeluarkan dihitung sesuai dengan daftar cucian yang masuk
pada hari itu kemudian menyerahkan kepada petugas pengeluaran linen
c. Petugas pengeluaran linen menyiapkan linen yang akan dikeluarkan di loket
pengeluaran

d. Petugas pengeluaran linen mengeluarkan linen bersih siap pakai sesuai bukti
pengambilan linen

e. Petugas pengeluaran linen mencatat pengeluaran linen bersih siap pakai pada
hari itu di buku pengeluaran linen bersih

g. Petugas laundry membawa linen bersih siap pakai menggunakan trolly /


kantong linen bersih

E. PENGENDALIAN LINGKUNGAN

Kebersihan Ruang di Lingkungan PUSKESMAS

Kebersihan Ruang di lingkungan PUSKESMAS merupakan tindakan pembersihan


secara seksama yang dilakukan teratur meliputi :

- disinfeksi tempat tidur, permukaan meja, peralatan dan benda-benda di lingkungan


sekitar pasien setiap hari, saat pasien pulang dan sebelum pasien masuk dengan
disinfektan standar PUSKESMAS;
- Pengepelan lantai meliputi seluruh permukaan dengan disinfektan standar
PUSKESMAS setiap hari mimimal 2 kali/hari
- Pembersihan sekat/gordyn pembatas antar pasien dilakukan minimal setiap 3 bulan
(bahan gordyn dipilih yang mudah dibersihkan dan tidak bergelombang)
- Pembersihan kamar mandi/WC/wastafel dilakukan setiap hari atau sewaktu-waktu
diperlukan dengan disinfektan sesuai standar.

Prinsip Pembersihan lingkungan:

a. Dilaksanakan sesuai standar zonasi ruangan di PUSKESMAS

b. Mengusap seluruh permukaan Lingkungan dengan disinfektan standar


PUSKESMAS

c. Menggunakan mop khusus untuk setiap jenis ruangan, dengan cara sistematis untuk
membersihkan dan menghilangkan patogen infeksius

Kebersihan Ambulans
Ambulans dibersihkan secara rutin sesuai standar pembersihan ruang perawatan dan
setiap kali sesudah digunakan transportasi pasien.
F. MANAJEMEN PENGELOLAAN LIMBAH

Limbah medis umumnya berasal dari kegiatan Puskesmas, dimana secara


umum di UPTD PuskesmasHalmaheradapat dikategorikan dalam limbah infeksius dan
limbah non-infeksius. Limbah infeksius didefinisikan sebagai limbah yang
mengandung mikroorganisme berbahaya dalam jumlah cukup besar, sehingga dapat
menyebabkan penyakit. Limbah non-infeksius adalah limbah domestik yang dihasilkan
dari berbagai kegiatan house keeping / kerumahtanggaan di Puskesmas.

Limbah medis secara garis besar dapat dibedakan berdasarkan pada kondisi
fisiknya yaitu limbah padat dan limbah cair. Limbah padat atau sampah yang
dihasilkan dari aktivitas dalam Puskesmas menurut PP no 85 Tahun 1999 tentang
Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun, termasuk kategori limbah
infeksius. Limbah padat ini mengandung bahan-bahan infeksius atau mengandung
bakteri berbahaya, sampah yang kontak dengan cairan tubuh penderita, jaringan
tubuh dan spesimen di laboratorium,

Sampah lain terkategori sebagai sampah umum atau domestik merupakan


sampah yang berupa bungkus makanan dan minuman, sisa makanan bukan dari
ruang isolasi, kertas dan plastik yang tidak terkontaminasi dan semua sampah selain
bahan kimia dan radiasi yang tidak kontak dengan cairan tubuh pasien. Pemusnahan
sampah infeksius dari Puskesmas memerlukan adanya insinerator yang mempunyai
kemampuan untuk memusnahkan berbagai mikroorganisme atau bahan infeksius
pada sampah padat.

1. LIMBAH PADAT MEDIS

Limbah padat / sampah Puskesmas adalah campuran heterogen yang


kompleks yang berasal dari berbagai kegiatan medis yang berlangsung, antara lain
dari Instalasi gizi, ruang tunggu, poliklinik, ruang poned, ruang perawatan,
laboratorium. Limbah padat tesebut memiliki bahan campuran yang bervariasi. Oleh
karena itu, limbah yang dihasilkan oleh aktivitas medis di Puskesmas harus dikelola
dengan baik.

Sampah yang bersumber dari lingkungan Puskesmas mempunyai pengelolaan


sampah yang ditangani secara terpisah dengan sampah lainnya karena
kemungkinan mengandung bibit penyakit. Sehingga pengelolaan sampah
Puskesmas bersifat khusus. Mengingat akan pentingnya hal tersebutt maka,
penanganan sampah Puskesmas merupakan bagian dari upaya penyehatan
lingkungan Puskesmas.

Limbah padat dari Puskesmas mulai disadari sebagai bahan buangan yang
dapat menimbulkan gangguan kesehatan lingkungan karena dianggap sebagai
mata rantai penyebaran penyakit menular.

Dalam pengelolaan sampah Puskesmas di UPTD PuskesmasHalmahera,


sampah secara garis besar dibedakan menjadi Sampah Medis dan Sampah Non
Medis / Domestik.

a. Sampah Medis
Sampah medis termasuk dalam golongan limbah klinis. Menurut Depkes RI,
limbah klinis berupa berbagai jenis buangan yang dihasilkan di Puskesmas dan
unit-unit pelayanan kesehatan seperti pelayanan medis, perawatan gigi, farmasi
atau sejenis serta limbah yang dihasilkan Puskesmas pada saat dilakukan
perawatan, pengobatan atau penelitian. Limbah ini bisa membahayakan dan
menimbulkan gangguan kesehatan bagi pengunjung, masyarakat dan terutama
kepada petugas yang menangani limbah.

Berdasarkan potensi bahaya yang ditimbulkannya, limbah klinis digolongkan


sebagai berikut:

 Limbah benda tajam


 Limbah infeksius
 Limbah jaringan tubuh
 Limbah farmasi
 Limbah kimia
 Limbah plastik
Namun pada pelaksanaannya, penggolongan berbagai timbulan sampah
yang ada tidak mudah dilakukan. Ada beberapa jenis yang dapat masuk ke
dalam lebih dari satu golongan ataupun tidak praktis dalam penggolongannya
untuk itu di PuskesmasHalmahera untuk Sampah Medis dibedakan menjadi 2
besar, yaitu :

 Sampah medis Tajam


 Sampah medis Non Tajam
Meskipun tidak seluruh limbah Puskesmas berbahaya, beberapa diantaranya
dapat menimbulkan ancaman pada saat penanganan, penampungan,
pengangkutan dan atau pemusnahan. Beberapa alasan yang menjadikan limbah
Puskesmas berbahaya adalah:

 Potensi dalam menimbulkan bahaya kepada personil yang terlibat dalam


pembuangan jika tidak ditangani dengan baik.
 Pencemaran lingkungan yang ditimbulkan jika dibuang tanpa pengolahan terlebih
dulu, sehingga mempunyai dampak yang membahayakan atau mengganggu
kesehatan masyarakat.
Sampah medis dalam pengelolaan sampah Puskesmas merupakan limbah
klinis yang berbentuk padat. Pengertian sampah medis di sini adalah limbah
padat Puskesmas bersifat klinis. Sampah medis biasanya dihasilkan di ruang
pasien, ruang pengobatan atau tindakan, ruang perawatan, ruang bedah
termasuk dressing kotor, verban, kateter, swab, plaster, masker dan lain-lain.

Kategori sampah lain yang juga dikelola sebagai sampah Puskesmas


adalah sampah patologis yaitu sampah yang berasal dari ruang poned serta
sampah laboratorium.

Untuk membedakan dengan Sampah Umum / Domestik, maka Sampah


Medis dimasukkan ke dalam tong sampah yang didalamnya telah dilengkapi
plastik kresek warna kuning, dan ini telah disediakan PuskesmasHalmahera.
Selanjutnya dikirim ke pihak ke 3 yaitu PT. Tenang Jaya untuk dilakukan proses
pembakaran melalui jasa transporter PT. Gema Putra Buana.

b. Sampah Non-Medis

Sampah non-medis adalah timbunan limbah padat pada Puskesmas yang


tidak termasuk dalam golongan sampah medis. Sampah non-medis biasanya
berupa sampah domestik seperti timbunan sampah lain pada umumnya (sampah
umum / domestik).
Dalam pelaksanaannya, sesuai dengan kesepakatan bersama di UPTD
PuskemasHalmahera untuk Sampah Umum / Domestik dibedakan menjadi 2
besar, yaitu :

 Sampah Umum Basah / Sampah Organik, terdiri dari daun, sisa makanan,
dll.
 Sampah Umum Kering / Sampah Anorganik, terdiri dari botol plastik, dll.
Untuk membedakan dengan Sampah Medis, maka Sampah Umum /
Domestik dimasukkan ke dalam tong sampah yang didalamnya telah dilengkapi
plastik kresek warna hitam, dan sesuai dengan jenis sampah domestiknya, yaitu
organik dan anorganik, dan ini telah disediakan UPTD PuskesmasHalmahera.
Selanjutnya dimasukkan ke TPS dan dibuang ke TPA, bekerjasama dengan Jasa
Pengangkut Sampah Wil. Halmahera melalui MoU bersama.

PENGELOLAAN LIMBAH

1. Limbah RT atau limbah non medis

Penanganan Limbah/Limbah RT/Limbah non medis

Penanganan Limbah dan masing masing ruangan dilakukan dengan cara :

a. Wadah berupa kantong plastik warna hitam, diikat rapat pada saat akan
diangkut, dan dibuang berikut wadahnya;
b. Wadah tidak boleh penuh/luber. Jika telah terisi 2/3 bagian segera dibawa
ke tempat penampungan akhir;
c. Pengumpulan Limbah dari ruang perawatan harus tetap pada wadahnya
dan jangan dituangkan pada gerobak (kereta limbah) yang terbuka, agar
dihindari kontaminasi dengan lingkungan sekitar serta mengurangi risiko
kecelakaan terhadap petugas, pasien dan pengunjung;
d. Petugas yang menangani pengelolaan limbah harus selalu menggunakan
sarung tangan rumah tangga dan sepatu serta mencuci tangan dengan
sabun sesuai prosedur setiap selesai bekerja.

2. Pengelolaan limbah padat medis

Di UPTD PuskesmasHalmahera, metoda yang digunakan untuk


mengolah sampah medis tergantung pada faktor-faktor khusus yang sesuai
dengan institusi yang berkaitan, peraturan yang berlaku, dan aspek
lingkungan yang berpengaruh terhadap masyarakat.
Teknik pengolahan sampah medis (medical waste)yang diterapkan di UPTD
Puskesmas Halmahera adalah :

 Insenerasi (incineration)melalui pihak ketiga (PT. Tenang jaya)


Suatu proses dimana sampah dibakar dalam kondisi temperatur yang
terkontrol. Metoda ini dilakukan untuk sampah padat medis sisa hasil
kegiatan medis yang sifatnya disposible atau sekali pakai. Sampah medis
yang ada di UPTD Puskesams Halmahera di simpan ke TPS (Tempat
Penampungan Sementara), lalu setiap awal bulan diambil oleh transporter
PT. Gema Putra Buana dan dikirim ke PT. Tenang Jaya yang berada di Kab.
Karawang Jawa Barat untuk dilakukan pemusnahan dengan Incinerator.

 Strerilisasi dengan uap panas (autoclaving)


Metode dekontaminasi dengan pemaparan ke dalam uap panas besuhu dan
bertekanan dalam ruang tertutup untuk sejumlah waktu tertentu. Tekanan
dan waktu yang dibutuhkan untuk proses adalah 12 menit waktu kontak pada
kondisi uap jenuh besuhu 121oC. Metoda ini dipakai untuk alat – alat
kedokteran yang akan dipakai lagi, terbuat dari logam atau stainless.

Tahapan Pengolahan Limbah

Pemilahan

Limbah padat di ruangan dipilah sesuai dengan jenisnya yaitu limbah padat medis dan
non medis (basah dan kering).

Limbah di ruangan dibuang ke tempat limbah yang dilapisi kantong plastik yang diberi
tanda dibedakan warnanya :

- Warna kuning untuk limbah padat infeksius.


- Warna hitam untuk limbah padat non infeksius.

Tempat limbah di ruangan ada dua macam:

- Tempat Limbah pasien di ruangan (tempat sampah non sentuh/injak dan sejenisnya
yang berukuran kecil);
- Tempat limbah besar di luar ruangan (kontainer ± 0.05 m 3) dengan pesyaratan antara
lain terbuat dari bahan yang kuat, mudah dibesihkan, ringan (dapat diangkat oleh
satu orang), tidak berkarat dan kedap air terutama untuk limbah basah, mempunyai
tutup, mudah dikosongkan atau diangkut, tahan terhadap benda tajam/runcing).
- Kantong plastik, jika sudah terisi 2/3 bagian diikat rapat dan kencang.

Pembuangan Limbah

- Semua limbah yang dihasilkan dalam ruangan atau area perawatan/isolasi harus
dibuang dalam wadah atau kantong plastik yang sesuai.
 Untuk limbah infeksius gunakan kantong plastik kuning atau bila tidak tersedia
dapat menggunakan kantong plastik warna lain yang tebal atau dilapis dua
(kantong ganda), kemudian diikat dengan tali warna kuning dan diberi tanda
“infeksius”.
 Untuk limbah RT digunakan kantong plastik warna hitam.
 Untuk limbah benda tajam atau jarum dimasukkan dalam safety box / wadah
tahan tusukan (disposable).
- Kantong limbah apabila sudah ¾ bagian penuh harus segera diikat dengan tali dan
tidak boleh dibuka kembali.
- Petugas yang bertanggungjawab atas pembuangan limbah harus menggunakan APD
lengkap yang sesuai saat membuang limbah ke TPS.
- Limbah cair seperti urine atau feses dibuang ke dalam sistem pembuangan kotoran
yang tertutup dan memenuhi syarat serta disiram air yang banyak.
- Urinebag dikosongkan secara teratur setiap 3-4 jam atau saat terlihat sudah ¾ penuh.

Pengelolaan Benda Tajam

Benda tajam sangat berisiko menyebabkan perlukaan sehingga meningkatkan


terjadinya penularan penyakit melalui kontak darah. Penularan infeksi HIV, Hepatitis B,
Hepatitis C, sebagian besar disebabkan karena kecelakaan yang bisa dicegah yaitu
tertusuk jarum suntik dan perlukaan oleh alat tajam lainnya.

Upaya untuk mencegah perlukaan :

1. Penggunaan benda tajam termasuk jarum suntik direkomendasikan sekali pakai,


tidak direkomendasikan melakukan daur ulang atas pertimbangan penghematan;

2. Semua petugas bertanggung jawab atas setiap alat tajam yang digunakan sendiri;
3. Pada saat memindahkan alat tajam (misal pada setting operasi) digunakan teknik
tanpa sentuh dengan menggunakan nampan atau alat perantara lain;

4. Tidak dibenarkan melakukan manipulasi jarum suntik mematahkan,


membengkokkan, atau ditutup kembali jika spuit hanya akan dibuang;

5. Jika jarum terpaksa akan ditutup kembali (recapping), misal untuk pemeriksaan
contoh bahan darah ke laboratorium/PMI, digunakan metode satu tangan (single
handed recapping method);

6. Tersedia wadah limbah tajam disposable di setiap ruangan, bersifat kedap air tahan
tusukan dan tidak mudah bocor. Wadah ditutup dan dibuang jika telah terisi 2/3
bagian atau sesuai tanda batas pengisian pada safety box dan jika telah tertutup
tidak bisa dibuka lagi.

Pecahan kaca

Pecahan kaca dikategorikan sebagai benda tajam, yang potensial menyebabkan


perlukaan yang akan memudahkan kuman masuk ke aliran darah, sehingga perlu
diperlakukan secara hati-hati dengan cara pembuangan yang aman. Rekomendasi
pengelolaan pecahan kaca :

1. Gunakan sarung tangan rumah tangga saat membersihkan;

2. Untuk meraup/mengumpulkan gunakan kertas koran atau kertas tebal dan gulung
pecahan kaca dalam kertas tadi;

3. Masukkan gulungan kertas yang berisi pecahan kaca ke dalam kardus, berikan
label “hati-hati pecahan kaca”

Pengendalian terhadap serangga dan binatang pengganggu di puskesmas

Pengendalian serangga dan binatang pengganggu adalah suatu upaya untuk


mengurangi populasi serangga dan binatang pengganggu sehingga tidak menimbulkan
gangguan kesehatan, kerusakan fisik alat dan bangunan yang meliputi pengendalian
jentik, nyamuk, kecoa, lalat, rayap, tikus dan kucing. Semua ruangan di puskesmas
harus bebas lalat, kecoa, Semua ruangan di puskesmas tidak diperkenankan ditemukan
tanda-tanda keberadaan tikus terutama pada daerah bangunan tertutup (core)
puskesmas. Lingkungan puskesmas harus bebas kucing dan anjing.

3. LIMBAH CAIR MEDIS

a. Sumber Limbah

Secara umum limbah Cair Medis dari suatu kegiatan UPTD Puskesmas dapat
dibedakan menjadi 2 (dua) yaitu air limbah medis yang besifat infeksius dan air
limbah domestik yang besifat non-infeksius. Air limbah infeksius adalah limbah yang
mengandung mikroorganisme berbahaya (pathogen) dalam jumlah cukup besar,
sehingga dapat menyebabkan penyakit. Air Limbah non-infeksius adalah limbah
domestik yang dihasilkan dari berbagai kegiatan pendukung operasional suatu
Puskesmas, seperti, laundry dan lain-lain. Sumber – sumber air limbah dari kegiatan
operasional Puskesmas antara lain:

- Air Limbah dari kamar mandi dan cuci.


Air limbah ini dikategorikan sebagai limbah rumah tangga, yang berasal dari
unit – unit Puskesmas. Air limbah dari kegiatan ini akan dimasukkan ke Septik
Tank. Parameter pencemar dalam limbah ini adalah zat padat, BOD, COD,
nitrogen, phosphorus, minyak dan lemak serta bakteriologis.

- Air Limbah Laundry


Air limbah laundry berasal dari unit pencucian bahan dari kain yang
umumnya bersifat basa dengan kandungan zat padat total berkisar antara 800 –
1200 mg/l dan kandungan BOD berkisar antara 400 – 450 mg/l

- Air Limbah laboratorium


Air limbah laboratorium berasal dari pencucian peralatan laboratorium dan
bahan buangan hasil pemerikasaan contoh darah dan lain – lain. Air limbah ini
umumnya mengandung berbagai senyawa kimia sebagai bahan pereaksi sewaktu
pemeriksaan contoh darah dan bahan lain. Air limbah laboratorium mengandung
bahan antiseptik dan antibiotik sehingga besifat toksik terhadap mikroorganisme,
oleh karena diperlukan perlakukan khusus dalam pengelolaannya.

b. Karakteristik Air Limbah Puskesmas.


Sesuai dengan sifat dan bahannya, air limbah Puskesmas dapat dikategorikan
sama dengan air limbah domestik, kecuali air limbah dari laboratoriumnya.
Karakteristik air limbah domestik yang masih baru, berupa cairan keruh berwarna
abu – abu dan berbau tanah. Bahan ini mengandung padatan berupa hancuran tinja,
sisa – sisa makanan dan sayuran, padatan halus dalam suspensi koloid, serta
polutan yang terlarut.

Sebagaimana disebutkan diatas bahwa air limbah domestik 99,9 % terdiri dari
air dan 0,1 % adalah padatan. Padatan dalam air limbah domestik sekitar 70 % terdiri
dari bahan organik dan sekitar 30 % terdiri dari bahan an-organik.

Sifat bahan organik dalam limbah domestik relatif lebih disukai oleh
mikroorganisme, oleh karenanya kandungan BOD, COD, Nitorgen, Phosphat, minyak
– lemak dan TSS yang lebih dominan. Persyaratan pembuangan limbah cair
Puskesmas mengacu pada Baku mutu buangan air limbah Puskesmas menurut
Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup no KEP 58/MENLH/I/1995 dijelaskan
dalam tabel 1 .

- Karakteristik Fisik.
Parameter – parameter yang penting dalam air buangan yang termasuk dalam
karakteristik fisik antara lain, :
a. Total Solid.
Didefinisikan sebagai zat – zat yang tertinggal sebagai residu penguapan pada
temperatur 105 C. Zat – zat lain yang hilang pada tekanan uap dan
temperatur tePuskesmasebut tidak didefinisikan sebagai total solid.

b. Temperatur
Pada umumnya temperatur air buangan lebih tinggi dari temperatur air minum.
Karena adanya penambahan air yang lebih panas dari bekas pemakaian rumah
tangga atau aktivitas pabrik, serta adanya kandungan polutan dalam air.
Temperatur pada air buangan memberikan pengaruh pada :
- Kehidupan air
- Kelarutan gas
- Aktivitas bakteri
- Reaksi – reaksi kimia dan kecepatan reaksi

c. Warna
Warna dari air buangan berasal dari buangan rumah tangga dan industri. Air
buangan yang segar umumnya berwarna abu – abu dan sebagai akibat dari
penguraian senyawa – senyawa organik oleh bakteri, warna air buangan
menjadi hitam. Hal ini menunjukan bahwa air buangan telah menjadi atau
dalam keadaan septik.

d. Bau
Bau dalam air buangan biasanya disebabkan oleh produksi gas – gas hasil
dekomposisi zat organik. Gas Asam Sulfida (H2S) dalam air buangan adalah
hasil reduksi dari sulfat oleh mikororganisme secara anaerobik.

B. Karateristik Kimia
Senyawa – senyawa yang terkandung dalam air buangan terdiri atas 3 (tiga)
golongan utama, yaitu :

a. Senyawa Organik
Kurang lebih 75 % zat padat tersuspensi dan 40 % padatan yang tersaring
(Filterable solid) dalam air buangan merupakan senyawa - senyawa organik.
Senyawa – senyawa organik terdiri dari kombinasi karbon (C), Hidrogen (H),
Oksigen (O), Nitrogen (N), dan Phosphat (P) dalam berbagai bentuk.
Senyawa – senyawa organik ini, umumnya terdiri dari Protein, Karbohidrat,
minyak dan lemak yang kesemuanya dinyatakan dalam parameter BOD dan
COD. Kandungan detergen dalam air, dimana umumnya detergen terbuat dari
senyawa ABS (Alkyl Benzen Sulfonat) atau LAS (Linier Alkyl Sulfonat),
dinyatakan dalam konsentrasi parameter MBAS (Methyline Blue Alkyl Sulfonat )
atau CCE (Carbon Chloroform Extract).

b. Senyawa Anorganik
Konsentrasi senyawa anorganik di dalam air akan meningkat, baik karena
formasi geologis yang sebelumnya, selama aliran maupun karena penambahan
buangan baru ke dlam aliran tersebut. Konsentrasi unsur organik juga akan
bertambah dengan proses penguapan alami pada permukaan air. Adapun
komponen – komponen anorganaik yang terpenting dan berpenagruh terhadap
air buangan antara lain :
- alkalinitas
- khlorida
- sulfat
- besi
- zeng
- dll.

c. Gas – gas
Gas – gas yang umum terdapat dalam air buangan yang belum diolah
meliputi : N2, O2, CO2, H2S, NH3, CH4. Ketiga gas yang disebut pertama
sebagi akibat kontak langsung dengan udara dan ketiga terakhir berasal dari
dekomposisi zat –zat organik oleh bakteri dalam air buangan.

C. Karakteristik Biologis
Kelompok organisme yang terpenting dalam air buangan dibagi menjadi 3
(tiga) yaitu :
1. Kelompok protista
2. Kelompok tumbuh – tumbuhan
3. Kelompok hewan.

Kelompok protista terdiri dari bakteri, algae dan protozoa, sedangkan


kelompok tumbuh – tumbuhan antara lain meliputi paku – pakuan dan lumut.
Bakteri berperan sangat penting dalam air buangan, terutama dalam proses
biologis. Kelompok bakteri secara dikelompokan menjadi jenis bakteri yang
patogen (menyebabkan penyakit) dan non patogen. Kelompok bakteri patogen
dianalisa dengan parameter kandungan E. Coli , MPN (Most Problably Number) /
100 Ml. E. Coli merupakan bakteri yang terkandung dalam tinja, semakin tinggi
kandungan bakteri E.Coli dalam air buangan maka semakin tinggi pula kandungan
bakteri patogen yang lain (seperti Typhus, Disentri dan Cholera).
C. Pengolahan Limbah Cair

Limbah Puskesmas berdasarkan pada sumbernya merupakan campuran antara


limbah domestik - limbah laboratorium yang kadang – kadang besifat infeksius.

Tujuan pengolahan air limbah :

1. Menghilangkan bahan tesuspensi dan terapung dalam air limbah


2. Penghilangan atau pengurangan bahan organik biodegradable, (mengurangi
kandungan BOD sekaligus COD)
3. Penghilangan kandungan nutrien (N & P removal)
4. Menghilangkan atau mengeliminasi mikroorganisme patogen
5. Menghilangkan kandungan bahan – bahan anorganik.

Pengolahan limbah Puskesmas dapat dilakukan dengan dua cara yaitu :


- Pengolahan secara individual (On-site treatment).
Pengolahan limbah secara individual umumnya ditujukan untuk pengolahan
tinja saja, sedangkan limbah cair (sullage) dibuang langsung dalam saluran
terbuka. Pengolahan sistem individual bagi tinja dan air kemih untuk skala
rumah kecil didaerah perkotaan sering dilakukan dengan cara basah atau
menggunakan “Septik Tank”.
Fungsi septic tank adalah untuk mengubah karakteristik air kotor menjadi
buangan yang mudah diserap oleh tanah, tanpa menimbulkan pemampatan
pada tanah itu sendiri.
Secara rinci, Septic Tank mempunyai fungsi sebagai berikut :
a. Untuk memisahkan benda padat (tinja)
Padatan yang dapat diendapkan dipisahkan dengan pengendapan secara
gravitasi.
b. Untuk mengolah padatan dan cairan secara biologis.
Komponen Organik dalam padatan dan cairan dalam air kotor akan di
dekomposisi oleh bakteri anerob dan proses alamiah lainnya.
c. Sebagai penampung lumpur dan busa.
Lumpur (sludge) merupakan akumulasi padatan yang mengendap dalam
tanki, dan busa adalah lapisan padatan yang mengambang. Keduanya dapat
di dekomposisi oleh aktivitas bakteri. Hasil dari proses dekomposisi tesebut
akan diperoleh suatu cairan, gas dan lumpur matang yang stabil. Dimana
cairan terolah akan keluar sebagai effluen, gas yang terbentuk dilepas melalui
pipa ventilasi dan lumpur yang matang ditampung di dasar tangki yang
nantinya akan dikeluarkan secara berkala.

- Intalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) Puskesmas.

Pengolahan limbah cair di Puskesmas menggunakan sistem biologis dengan


menggunakan jasa/bantuan mikroorganisme (bakteri-bakteri) untuk mendegradasi
limbah cair. Ada bebrapa faktor yang sangat berpengaruh didalam proses
pengolahan limbah cair di Puskesmas, yaitu :
a. Sumber Limbah Cair
Limbah cair yang dihasilkan Puskesmas merupakan limbah cair yang berasal
dari beberapa sumber sebagai berikut :
1. Limbah Domestik, yaitu berasal dari kamar mandi, laundry, dapur, gizi, dll
2. Limbah Medis, yaitu berasal dari pelayanan medis, ruang perawatan, Ruang
IGD, Ruang Farmasi, Raung Laboratorium, Ruang Poli, dll.
Sistem Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) Puskesmas berfungsi untuk
memproses limbah cair Puskesmas secara fisik dan biologis, sehingga
kandungan limbah cair yang terdiri dari bahan bahan organik dapat
terdegradasi. Setelah melalui proses pengolahan limbah cair dalam unit
pengolahan limbah, maka hasil buangan yang dihasilkan dapat memenuhi
standar yang ditetapkan pemerintah.
Proses pengolahan fisik meliputi : penyaringan dengan screen, sedimentasi
awal. Proses pengolahan biologis dengan menggunakan jasa mikroba
pendegradasi limbah cair.
a. Pengolahan pendahuluan
Pengolahan pendahuluan Puskesmas dilakukan utamanya pada air
limbah yang berasal dari kegiatan, air limbah dari laboratorium analisa, dan dari
ruang laundry akan dikoordinasikan dengan instansi terkait mengenai
penanganan awalnya. Pengolahan pendahuluan untuk air limbah laboratorium
dilakukan secara phisik – kimia yaitu netralisasi, presipitasi dan pertukaran ion.
Sedangkan pengolahan pendahuluan untuk air limbah laundry adalah
netralisasi dan pemberian zat kimia antibusa.

b. Pengolahan Secara Biologis


Dalam sistem pengolahan limbah cair, pengolahan biologis dikategorikan
sebagai pengolahan tahap kedua (secondary treatment), melanjutkan sistem
pengolahan secara fisik sebagai pengolahan tahap pertama (primary
treatment). Tujuan pengolahan ini terutama adalah untuk menghilangkan zat
padat organik terlarut yang biodegradable, berbeda dengan sistem pengolahan
sebelumnya yang lebih ditujukan untuk menghilangkan zat padat tesuspensi.

Dalam memilih teknologi yang akan digunakan, perlu dipertimbangkan


beberapa hal

- Kuantitas dan kualitas limbah yang akan diolah

- Pemahaman teknologi yang akan digunakan.

Kuantitas limbah, khususnya air limbah, yang diperhitungkan tidak


semata-mata didasarkan pada jumlah debitnya saja, tetapi juga berhubungan
dengan kontinuitas dan fluktuasinya. Penggunaan teknologi yang tidak tahan
terhadap adanya perubahan atau fluktuasi yang menyolok dapat menurunkan
kinerja unit pengolahannya itu sendiri, atau bahkan menyebabkan kegagalan
proses pengolahan.

Kualitas limbah sangat menentukan jenis teknologi yang akan digunakan,


selain itu juga dapat digunakan sebagai indikator bagi perlu tidaknya suatu
teknologi digunakan. Aspek paling sederhana dalam hal ini adalah
mengklasifikasikan air limbah berdasarkan karakteristiknya; fisik, kimiawi
ataukah biologis.

Karena itu perlu sekali kita mengkaji dua aspek awal – kuantitas dan
kualitas sebelum menentukan pilihan teknologi yang akan diterapkan. Dari
kedua hal ini ada beberapa tahapan yang umum digunakan, yaitu :

1. Mereduksi volume limbah, yang prinsipnya adalah mengurangi kuantitas


limbah yang dihasilkan.
2. Mereduksi kekuatan/konsentrasi limbah, yang ditujukan untuk mengurangi
kualitas pencemaran.
Jenis pengolahan biologis yang digunakan bergantung pada :

- Derajat pengolahan yang dikehendaki


- Jenis air limbah yang akan diolah
- Konsentrasi air limbah
- Variasi aliran
- Volume limbah
- Biaya operasi dan Pemeliharaan.

Kriteria pengolahan Limbah Medis dalam suatu Puskesmas antara lain :

1. Kualitas effluent memenuhi baku mutu dan stabil


2. Mudah dalam pengoperasian
3. Biaya Operasi tidak mahal
4. Kebutuhan Lahan Minimal
5. Higienis dan tidak mengganggu estetika
6. Peralatan instrument IPAL awet.
7. Investasi cukup terjangkau
8. Mudah di up-grade bila terjadi peningkatan kapasitas.

4. Penanganan Tumpahan Darah (lihat juga lampiran)

a. Pasang tanda peringatan;

b. Siapkan spill kit;

c. Gunakan APD sesuai kebutuhan: sarung tangan RT, masker, pelindung kaki (bila
tumpahan banyak gunakan juga celemek/apron);

d. Tutup tumpahan dan batasi perluasannya menggunakan bahan yang menyerap


(kertas koran/tisu). Selanjutnya bahan dicakup menggunakan penjepit dan
langsung dimasukkan dalam kantong plastik kuning (limbah infeksius);

e. Tuangi dan rendam bekas tumpahan dengan khlorin 0,5%, diamkan selama 10’

f. Basuh lokasi tumpahan pasca perendaman khlorin dengan mop/lap basah

g. Masukkan mop/lap basah ke dalam larutan air disinfektan

h. Ikat plastik kuning, masukkan ke dalam tempat sampah medis

i. APD dilepas, dikelola sesuai standar

j. Petugas mencuci tangan pasca penanganan tumpahan selesai


G. PENEMPATAN PASIEN

Untuk mencegah transmisi silang agen patogen penyebab infeksi, direkomendasikan


penempatan pasien secara kohorting (penempatan pasien berkelompok besama pasien
lain dengan infeksi sejenis), penempatan dalam ruang tunggal atau penempatan dalam
ruang isolasi.

Ruang dengan ventilasi natural yang baik digunakan untuk penempatan dan perawatan
pasien infeksi, khususnya infeksi airborne, yang terpisah dan pasien non infeksi dan
khususnya terpisah dan pasien dengan kondisi immunocompromise. Penataan ventilasi
dapat dilakukan secara alamiah atau campuran (dibantu sistem fan dan exhaust).
Ruangan untuk perawatan pasien infeksi airborne dipesyaratkan penataan ventilasi
dengan pertukaran udara minimal 12 ACH.

Mobilisasi/transportasi, pasien infeksi dan 1 unit ke unit lain harus dibatasi seminimal
mungkin. Bila dalam keadaan tententu pasien terpaksa harus dibawa ke unit lain, maka
petugas harus memperhatikan prinsip kewaspadaan isolasi.

H. HYGIENE RESPIRASI/ETIKA BATUK

Hygiene pernafasan dan etika batuk adalah dua cara penting untuk mengendalikan
penyebaran infeksi di sumbernya. Semua pasien, pengunjung dan petugas kesehatan
hanus direkomendasikan untuk selalu mematuhi etika batuk dan kebersihan pernafasan
untuk mencegah ekskresi sekret pernafasan (droplet nuclei).

Kunci PPI adalah mengendalikan penyebaran patogen dari pasien yang terinfeksi
kepada kontak yang tidak terlindungi. Untuk penyakit yang ditransmisikan melaiui
droplet besar atau droplet nuklei maka etika batuk harus diterapkan kepada semua
individu dengan gejala gangguan pada saluran napas.

Pasien, petugas, pengunjung dengan gejala infeksi saluran nafas harus :

1. Menutup hidung dan mulut saat batuk atau bersin;

2. Gunakan tisu/saputangan untuk menutup batuk, buang tisu pasca pakai ke tempat
limbah infeksius;

3. Atau gunakan lengan baju bagian dalam untuk menutup batuk,


4. Cuci tangan dengan menggunakan air bersih mengalir dan sabun atau lakukan
alternatif cuci tangan menggunakan larutan handrub berbasis alkohol;

5. Gunakan masker kain/masker medikal bila sedang batuk/flu.

Penyuluhan Kesehatan dilakukan untuk memperkenalkan hygiene respirasi/etika batuk:

- Edukasi kepada semua petugas, pasien dan pengunjung Puskesmas dengan infeksi
saluran napas;
- Edukasi petugas, pasien, keluarga dan pengunjung akan pentingnya pengendalian
transmisi kandungan aerosol dan sekresi saluran nafas dalam mencegah penularan
infeksi saluran napas;
- Menyediakan sarana untuk kebersihan tangan (alkohol handrub, wastafel, sabun
biasa/antiseptik, tissue towel), terutama pada area tunggu perlu diprioritaskan.

I. PRAKTEK MENYUNTIK YANG AMAN

- Tidak memakai ulang jarum suntik;


- Upayakan tidak memakai obat- obat/cairan multidose;
- Pertahankan teknik aseptik dan antiseptik pada pemberian injeksi;
- Segera buang jarum suntik habis pakai pada kontainer benda tajam;
- Tidak melakukan recapping jarum suntik habis pakai.

J. KESEHATAN PERLINDUNGAN PETUGAS KESEHATAN

Upaya kesehatan dan perlindungan karyawan/petugas kesehatan ditujukan kepada


seluruh karyawan baik yang berhubungan langsung dengan pasien maupun tidak.
Pelaksanaan upaya kesehatan kerja meliputi :

a. Pemeriksaan berkala
b. Pemberian imunisasi yang pelaksanaannya tergantung pada :
- Resiko ekspos petugas
- Kontak petugas dengan pasien
- Karakteristik pasien Puskesmas
- Dana Puskesmas
c. Pelaporan pajanan dan insiden kecelakaan kerja (tertusuk jarum)
d. Pengobatan dan atau konseling.
KEWASPADAAN BERDASARKAN PENULARAN/TRANSMISI

Kewaspadan berdasarkan penularan dibutuhkan untuk memutus mata rantai transmisi


mikroba penyebab infeksi, dibuat untuk diterapkan terhadap pasien yang diketahui atau
diduga terinfeksi atau terkolonisasi patogen yang dapat ditransmisikan lewat udara, droplet,
kontak dengan kulit atau permukaan terkontaminasi. Kewaspadaan ini diterapkan sebagai
tambahan terhadap kewaspadaan standar.

Jenis kewaspadaan berdasarkan transmisi :

a. Kontak

• Kontak langsung

• Melalui common vehicle (makanan, air, obat, peralatan)

• Melalui vektor (lalat, nyamuk, tikus, dll)

b. Droplet

c. Udara

1. Kewaspadaan transmisi kontak

Transmisi kontak merupakan cara transmisi terpenting dan tesering penyebab


HAI’s. Kewaspadaan transmisi kontak ditujukan untuk menurunkan risiko transmisi
patogen melalui kontak langsung atau tidak langsung.

Kontak langsung meliputi kontak kulit terbuka/abrasi, kontak antara orang yang
rentan/petugas dengan kulit pasien terinfeksi atau kolonisasi (contoh : perawat
membalikkan tubuh pasien, memandikan, membantu pasien bergerak, dokter bedah
mengganti verband dengan luka basah, dll). Risiko kontak langsung tesering adalah
kontak tangan.

Transmisi kontak tidak langsung terjadi antara orang yang rentan dengan benda
yang terkontaminasi mikroba infeksius di lingkungan seperti instrumen yang
terkontaminasi, jarum, kassa, sarung tangan yang tidak diganti saat menolong pasien,
melalui obat, makanan, melalui mainan anak, dll. Kontak dengan cairan sekresi pasien
terinfeksi dapat ditransmisikan melalui tangan petugas atau benda mati di lingkungan
sekitar pasien.
Kewaspadaan kontak diterapkan terhadap pasien dengan infeksi yang diketahui
atau terkolonisasi (ada mikroba pada atau dalam tubuh pasien tanpa gejaia klinis infeksi)
yang mikrobanya dapat ditransmisikan dengan cara kontak langsung atau tidak langsung.
Pada saat petugas masih memakai sarung tangan terkontaminasi tidak boleh menyentuh
tangan, hidung dan mulut, dan hindari mengkontaminasi permukaan lingkungan yang
tidak berhubungan dengan perawatan pasien, misal pegangan pintu, tombol lampu,
telepon.

Kunci Kewaspadaan Kontak :

1. Cuci tangan sebelum dan setelah merawat pasien

2. Gunakan sarung tangan besih, tidak perlu steril dan gaun disposable/ reusable
bilamana kontak dengan pasien infeksi kontak.

3. Lepaskan dan proses segera sarung tangan dan gaun pasca pakai perawatan pasien
infeksi kontak secara tepat (dimasukkan limbah medis dan kantong linen infeksius).
Lakukan kebePuskesmasihan tangan segera setelah melepas sarung tangan.

4. Dedikasikan penggunaan peralatan spesifik untuk setiap pasien infeksi kontak dan
selalu membePuskesmasihkan serta mendisinfeksi peralatan yang tidak disposable
sebelum digunakan pasien lain.

5. Hindari menyentuh wajah, mata atau mulut dengan tangan yang memakai atau tidak
memakai sarung tangan sebelum melakukan kebesihan tangan

6. Pasien ditempatkan dalam ruang perawatan yang terpisah atau secara kohorting
dengan pasien lain yang menderita infeksi sejenis (kontak)

7. Minimalkan kontak antar pasien dan batasi gerak pasien keluar ruang perawatan

8. Pengendalian lingkungan: pembemasihan dan dekontaminasi permukaan lingkungan


dan benda-benda terkontaminasi dengan disinfektan standar puskesmas

Pasien dengan infeksi kulit atau mata yang dapat menular misalnya herpes zoster,
impetigo, konjungtivitis, kutu atau infeksi luka lainnya memerlukan penerapan tindakan
pencegahan kontak.

2. Kewaspadaan Transmisi Droplet

Diterapkan sebagai tambahan Kewaspadaan Standar terhadap pasien dengan


infeksi yang telah diketahui atau suspek mengidap patogen yang dapat ditransmisikan
melalui droplet, percikan partikel besar (> 5µm). Transmisi droplet terjadi melaiui kontak
dengan konjungtiva, membran mukosa hidung atau mulut individu yang rentan/tanpa
pelindung oleh percikan partikel besar (berbicara, batuk, bePuskesmasin dan tindakan
seperti pengisapan lendir dan bronkoskopi) dan dapat menyebarkan organisme.
Dibutuhkan jarak dekat antara sumber dan resipien (< 1 meter).

Droplet tidak bertahan lama di udara dan segera jatuh/menempel di permukaan


lingkungan sehingga tidak dibutuhkan penanganan khusus udara atau ventilasi. Transmisi
droplet dapat secara langsung, dimana droplet mencapai membrana mukosa karena
terinhalasi. Transmisi droplet juga sering terjadi secara kombinasi dengan transmisi
kontak yaitu partikel droplet mengkontaminasi permukaan tangan atau permukaan tubuh
atau lingkungan yang lain dan dapat ditransmisikan ke membran mukosa. Transmisi
droplet dapat terjadi saat pasien bicara, batuk (spontan/akibat induksi), bePuskesmasin,
berbagai prosedur yang dapat menimbulkan aerosol (intubasi endotrakheal, bronkoskopi,
suction, nebulising), fisioterapi dada, resusitasi kardiopulmoner.

Kunci Kewaspadaan Droplet:

1. Cuci tangan sebelum dan setelah merawat pasien, dan segera setelah setiap kali
melepas alat pelindung diri

2. Gunakan masker bedah setiap kali berada dalam jarak 1 meter dengan pasien

3. Pasien ditempatkan dalam ruang perawatan yang terpisah atau secara kohorting
dengan pasien lain yang menderita infeksi sejenis, berjarak antar pasien minimal 1
meter

4. Minimalkan transportasi pasien keluar ruang perawatan

5. APD masker bedah/medik, sarung tangan, gaun

6. Pengendalian lingkungan : pembersihan dan dekontaminasi permukaan lingkungan


dan benda-benda terkontaminasi dengan disinfektan standar PUSKESMAS

3. Kewaspadaan Transmisi melalui Udara (Airborne)

Kewaspadaan transmisi udara diterapkan sebagai tambahan kewaspadaan


standar terhadap pasien yang diduga atau telah diketahui terinfeksi patogen yang secara
epidemiologi penting dan ditransmisikan melalui jalur udara seperti misalnya transmisi
artikel terinhalasi langsung melalui udara (mis. varicellazoster). Kewaspadaan ini
ditujukan ntuk menurunkan risiko transmisi mikroba penyebab infeksi melalui udara baik
yang ditransmisikan berupa droplet nuklei (sisa partikel kecil <5µm evaporasi dan droplet
yang mengandung mikroba dan bertahan lama di udara) atau partikel debu yang
mengandung mikroba penyebab infeksi.

Partikel kecil yang mengandung mikroba tePuskesmasebut akan


melayang/menetap di udara beberapa jam terbawa aliran udara > 2 m dari sumber, dapat
terinhalasi oleh individu rentan di ruang yang sama dan jauh dari pasien sumber mikroba,
tergantung pada faktor lingkungan (sistem ventilasi). Beberapa contoh penyakit : TB paru,
campak, cacar air, influenza, .Kewaspadaan transmisi udara direkomendasikan
diterapkan pada setiap tindakan yang potensial menimbulkan aerosol pada pasien infeksi
udara

Bila didapatkan infeksi baru atau infeksi yang belum diketahui cara penularannya,
maka direkomendasikan untuk menerapkan kewaspadaan transmisi udara (merupakan
jenis kewaspadaan tertinggi).

Kunci Kewaspadaan Udara (Airborne):

1. Cuci tangan sebelum dan setelah merawat pasien, dan segera setelah setiap kali
melepas alat pelindung diri

2. Gunakan respirator partikulat saat memasuki ruang isolasi udara, cek setiap akan
pakai (fit test)

3. Pasien ditempatkan dalam ruang perawatan dengan ventilasi memadai/ruang dengan


pertukaran udara 12x/jam atau ruang bertekanan negatif (bila mungkin), dipisahkan
dan pasien lain atau ditempatkan dengan prinsip kohorting besama pasien dengan
infeksi udara sejenis

4. Batasi gerak pasien, edukasi etika batuk, pakai masker bila keluar ruang rawat

5. APD : masker bedah (untuk pasien/pengunjung, sarung tangan, gaun, apron (bila
menghadapi cairan dalam jumlah banyak)

6. Pengendalian Lingkungan

a. Cek aliran udara dengan selembar tisu, jaga pintu selalu tertutup

b. Kontrol sistem ventilasi secara teratur (tekanan negatif atau ventilasi natural)
c. Tidak direkomendasikan menggunakan AC central, bila menggunakan AC harus
dengan filter HEPA

d. Pembesihan dan dekontaminasi permukaan lingkungan dan benda-benda


terkontaminasi sebagai komplemen pembePuskesmasihan udara (HEPA filter,
ozon, fogging atau sinar UV).

Isolasi Perlindungan

Isolasi pedindungan diberikan kepada pasien yang karena kondisi medis/status


kesehatannya menjadikan lebih/sangat rentan terhadap infeksi sehingga perlu
dilindungi dari risiko transmisinya di PUSKESMAS. Kondisi-kondisi pasien yang
memerlukan isolasi perlindungan antara lain:

1. Kondisi immunocompromized (dan berbagai underlying penyakit)

2. Pengobatan steroid/obat supresi sistem imun yang lain

3. Pasien dengan kemoterapi

4. Usia lanjut, bayi prematur/KMK, status gizi buruk, dll

Prinsip kewaspadaan isolasi perlindungan didasarkan pada penerapan


kewaspadaan standar secara maksimal dengan penekanan antara lain :

1. Ditempatkan dalam ruang khusus yang menerapkan prinsip kewaspadaan standar


secara maksimal

2. Kebesihan tangan sebelum dan setelah masuk ruangan/kontak pasien (untuk


petugas/pengunjung)

3. Batasi kontak petugas/pengunjung (maksimum pengunjung : 2 orang)

4. Batasi barang di dalam ruangan, termasuk perlengkapan yang dibawa pasien

5. Penggunaan APD oleh petugas sesuai potensi transmisi.

KEWASPADAAN BERBASIS TRANSMISI

Kontak Droplet Udara / Airborne


Penempatan Tempatkan di ruang Tempatkan pasien Tempatkan pasien
pasien rawat terpisah / secara diruang terpisah di ruang terpisah
Kontak Droplet Udara / Airborne
kohorting. Bila tidak /secara kohorting, dengan:
mungkin, dengan jarak  1 1. Tekanan negatif
pertimbangkan meter antara TT dan 2. Aliran udara
epidemiologi dgn pengunjung. 12xJam
mikrobanya dan Pertahankan pintu 3. Pengeluaran
populasi pasien, terbuka, tidak perlu udara terfiltrasi
konsultasikan dengan penanganan sebelum udara
petugas PPI khusus thd udara mengalir ke
(kategonIB) dan ventilasi lingkungan.
Tempatkan dengan (kategori IB) 4. Bila
jarak antar TT 1
menggunakan
meter, jaga tidak ada
kohorting
kontaminasi silang ke
(mikroba sama)
lingkungan dan pasien
dengan ventilasi
lain (kategori IB)
natural, buka
jendela maksimal
agar aliran udara
memadai dari
udara
bePuskesmasih
ke kurang
bePuskesmasih
5. Pintu ruang
pasien/kohorting
tertutup.
Jarak antar pasien >
1
meter.Konsultasikan
dengan petugas PPI
untuk menempatkan
pasien bila ruang
isolasi/kohorting
tidak
memungkinkan.
Kontak Droplet Udara / Airborne
(kategori IB)
Kontak Droplet Udara / Airborne
Transport Batasi kontak antar Batasi Batasi
pasien pasien, transport gerak/transportasi gerak/transportasi
pasien hanya bila pasien b/p transport, pasien hanya bila
perlu. b/p pasien pasien mengenakan perlu, pasien
keluar ruangan masker bedah mengenakan
terapkan prinsip (kategon IB) dan masker bedah dan
kewaspadaan kontak menerapakan menerapkan
untuk meminimalkan hygiene respirasi hygiene
penularan (kategori ketika batuk. respirasi/etika batuk
IB) (kategori IB)
APD Sarung tangan non Masker, dipakai Respirator partikulat
petugas steril, ganti sarung (melindungi hidung (N95/ Kategori-N
tangan setelah kontak dan mulut) bila pada efisiensi 95%)
cairan tubuh/pindah bekerja dalam dikenakan saat
pasien. radius 1 meter dan masuk ruang

Lepaskan sarung pasien/saat kontak pasien.

tangan sebelum keluar erat (kategori 1B) Orang yang rentan


dari ruang pasien ; direkomendasikan
cuci tangan dengan tidak masuk ruang
sabun antiseptik pasien Orang yang
(kategort IB). Gaun imun/telah pernah
bePuskesmasih non sakit campak/ cacar
steril saat masuk air tidak perlu
ruang pasien masker (kategori IB)
Untuk melindungi Masker
kontak langsung bedah/medikal
pasien, peralatan untuk pasien
/permukaan Sarung tangan
lingkungan sekitar Gaun
pasien, cairan tubuh, Goggle, saat
luka terbuka, dll. melakukan tindakan
Lepaskan gaun yang menimbulkan
sebelum ke luar aerosol
Kontak Droplet Udara / Airborne
ruangan, jaga tidak
mengkontaminasi
lingkungan/pasien lain
(kategori IB)
Apron, digunakan bila
gaun permeable untuk
mengurangi penetrasi
cairan.
Peralatan Dedikasikan 1 Idem Idem
untuk peralatan untuk setiap

perawatan pasien.

pasien Bila digunakan


bePuskesmasama,
terapkan prinsip
pembePuskesmasihan
dan disinfeksi secara
tepat sebelum
digunakan untuk
pasien lain. Peralatan
semi kritikal dilakukan
DTT, peralatan kritikal
dilakukan sterilisasi.
(kategori IB)

Kontak Droplet Udara / Airborne


Pengendalia Tidak perlu penanganan Tidak perlu penanganan Ruang tekanan
n teknikal & ventilasi secara khusus udara secara khusus negatif dengan
lingkungan ACH 12
AC dengan hepa
filter Aliran udara
pada ventilasi
natural, jendela
dibuka lebar
Pembersihan/usap Pembersihan/usap Pembesihan/usap
Kontak Droplet Udara / Airborne
permukaan lingkungan permukaan permukaan
dengan menggunakan lingkungan dengan lingkungan
disinfektan menggunakan dengan
disinfektan menggunakan
disinfektan ; b/p
fogging
Contoh MDRO (MRSA VRE, B.pertussis, SARS, M.tbc (obligat
Penyakit/ ESBL) influenza, adenovirus. airborne)
mikroba C. difficile rhinovirus Campak, cacar
Norovirus, rotavirus, N.meningitidis, air (kombinasi
Legionella (melalui Streptococcus grup A, transmisi)
makanan, air, vomitus, Mycoplasma
feses) pneumonia

Panduan Untuk Kewaspadaan Di Ruang Isolasi

1. Rencanakan tindakan perawatan dengan seksama agar efisien dan kontak


minimal;

2. Kewaspadaan terhadap semua darah dan cairan tubuh ekskresi dan sekresi dan
seluruh pasien untuk meminimalkan risiko transmisi infeksi;

3. Kebesihan tangan sebelum kontak dan di antara kontak pasien;

4. Cuci tangan setelah menyentuh bahan infeksius (darah dan cairan tubuh pasien);

5. Gunakan teknik tanpa menyentuh bila memungkinkan untuk menghindari


menyentuh bahan infeksius;

6. Pakai sarung tangan saat harus atau mungkin kontak dengan darah dan cairan
tubuh serta bahan yang terkontaminasi. Cuci tangan segera setelah melepas
sarung tangan. Ganti sarung tangan antara pasien;
7. Penanganan limbah feses, urine dan sekresi pasien yang lain dalam lubang
pembuangan yang disediakan, besihkan dan disinfeksi bedpan, urineal, dan
kontainer pasien yang lain;

8. Tangani bahan infeksius sesuai prosedur;

9. Pastikan peralatan, barang fasilitas, dan linen infeksius pasien telah dibersihkan
dan didisineksi dengan benar antar pasien;

10. Pastikan mobilisasi pasien keluar unit minimal;

11. Pastikan pembatasan petugas, keluarga pasien/pengunjung yang masuk ke


ruang isolasi seminimal mungkin, telah diedukasi PPI dan menerapkan
penggunaan APD yang sesuai.

PERAWATAN PASIEN DALAM ISOLASI

Bagi pasien dengan penyakit menular melalui udara harus dirawat di ruang
isolasi/kohorting di ruang infeksi airborne untuk mencegah transmisi langsung atau tidak
langsung. Jumlah petugas yang merawat pasien, harus dijaga seminimal mungkin sesuai
dengan tingkat perawatan. Petugas perlu diawasi secara ketat dan hendaknya
berpengalaman dalam pencegahan dan pengendalian infeksi.

Setiap langkah pencegahan dan pengendalian infeksi perlu dilakukan sesuai petunjuk
untuk mencegah transmisi infeksi antar pasien dan dan pasien ke petugas pelayanan
kesehatan atau orang lain.

Perawatan pasien di ruang isolasi menjadi sulit, jika sumber daya tidak mencukupi,
pasien tidak memiliki kebiasaan menjaga kebePuskesmasihan, sengaja mencemari
lingkungan atau tidak dapat diharapkan bekerjasama dalam menerapkan tindakan
pencegahan infeksi dan transmisi mikroorganisme. Hal ini dapat ditemukan misalnya pada
anak-anak, pasien dengan keadaan mental yang berubah-ubah atau orang lanjut usia.

Untuk perawatan pasien penyakit menular melalui udara di ruang isolasi, petugas
kesehatan perlu mentaati petunjuk sebagai berikut :

Pesiapan dan pemeliharaan ruang isolasi

- Lakukan tindakan pencegahan tambahan dengan meletakkan tanda peringatan pada


pintu
- Sediakan lembar catatan pada pintu masuk ruang isolasi. Semua petugas kesehatan atau
pengunjung yang masuk area isolasi harus mengisi lembar catatan tesebut, agar bila
dibutuhkan tindak lanjut, tesedia data yang dibutuhkan.
- Pastikan bahwa setiap orang yang memasuki ruangan, termasuk petugas kebersihan
memakai APD yang lengkap.
- Pindahkan semua perabotan yang tidak penting. Perabotan di ruang isolasi harus mudah
dibersihkan dan tidak menahan kotoran tesembunyi atau kondisi basah, baik di dalam
maupun sekelilingnya.
- Kumpulkan linen seperlunya.
- Lengkapi tempat cuci tangan dengan kebutuhan untuk cuci tangan yang cukup.
- Sediakan kantong limbah yang sesuai dalam tempat limbah yang dioperasikan oleh kaki
dalam ruangan.
- Letakkan wadah khusus anti bocor untuk benda tajam dalam ruangan.
- Upayakan agar pasien tidak menggunakan barang pribadi. Letakkan tempat air minum
dan cangkir, tissue dan semua barang untuk kebesihan pribadi berada dalam jangkauan
pasien.
- Sediakan peralatan yang diperlukan tesendiri untuk masing-masing pasien seperti
stetoskop, termometer dan tensimeter. Bila karena keterbatasan ketesediaan, peralatan
digunakan untuk pasien lain maka semua peralatan hendaknya dibesihkan dan
didesinfeksi sebelum digunakan besama.
- Di luar pintu masuk ruang isolasi (di ruang ganti) sediakan tempat (rak, trolly, lemari)
untuk menyimpan APD. Sediakan daftar tilik untuk meyakinkan semua peralatan yang
dibutuhkan tesedia.
- Di luar pintu keluar ruang isolasi, letakkan wadah tertutup sesuai untuk setiap peralatan
bekas pakai yang akan diproses ulang. Peralatan bekas pakai tesebut dibesihkan dan
didekontaminasi terlebih dahulu di ruangan khusus sebelum dikirim
- Sediakan peralatan kebesihan (mop/pel basah, lap) dan disinfeksi yang dibutuhkan di
dalam ruangan pasien, masing-masing spesifik/terpisah
- Besihkan ruangan pasien secara menyeluruh setiap hari meliputi semua permukaan.
Yakinkan bahwa barang-barang seperti meja pasien, kaki tempat tidur dan lantaI telah
dibesihkan dan didisinfeksi. Sodium hipoklorit 0,5 % dapat digunakan sebagai disinfektan.

- Masukkan linen bekas pakaI ke dalam kantong linen ketika di dalam ruangan dan
kemudian ke dalam kantong lain ketika sudah di luar ruangan. Kirim segera ke unit
pencucian (laundry) dan tangani sebagai linen terkontaminasi
- Buang semua limbah ke dalam kantong limbah infeksius ketika di dalam ruangan. Ketika
limbah akan dibuang, di luar ruangan masukkan kantong tesebut ke dalam kantong lain
dan kemudian tangani sebagai limbah infeksius
- Besihkan dan desinfeksi urineal dan bedpan sebelum digunakan untuk pasien lain
- Hindari penggunaan disinfektan semprotan
- Besihkan semua peralatan kesihan (mop/lap) setelah setiap penggunaan dengan
disinfektan. Kirim semua peralatan kebesihan tesebut ke laundry untuk dicuci dengan air
panas
- Yakinkan arah aliran udara sesuai dengan standar kewaspadaan transmisi udara
(tekanan negatif, aliran udara dari besih ke kurang besih, perawatan filter HEPA, pintu
tertutup rapat)
- Besihkan peralatan makan dalam air sabun panas
- Untuk informasi lebih lanjut mengenai ruang isolasi, lihat :
Memasuki Ruangan

- Siapkan semua peralatan yang dibutuhkan


- Cuci tangan dengan air mengalir atau gunakan handrub berbasis alkohol
- Pakai APD
- Masuk ruangan dan tutup pintu
Meninggalkan ruangan

- Di pintu keluar atau ruang antara (anteroom), lepaskan APD dengan urutan yang benar
- Sarung tangan: lepas dan buang ke dalam kontainer limbah infeksius
- Kacamata atau pelindung wajah: letakkan di dalam wadah peralatan bekas pakai
- Gaun : dengan tidak memegang bagian luar, masukkan ke dalam tempat cucian
- Cuci tangan dengan air mengalir atau gunakan handrub berbasis alkohol
- Tinggalkan ruangan
- Lepaskan respirator dengan memegang elastis di belakang telinga, jangan memegang
bagian depan masker
- Setelah keluar ruangan gunakan kembali handrub berbasis alkohol atau cuci tangan
dengan air mengalir
- Petugas mandi di kamar mandi yang disediakan di ruang ganti sebelum meninggalkan
ruangan dan menggunakan pakaian dari rumah

PANDUAN PPI TB
Pencegahan dan Pengendalian infeksi TB (PPI TB) adalah kegiatan yang terintegrasi
dengan pengendalian infeksi PUSKESMAS secara umum dan secara khusus ditujukan untuk
mencegah dan mengendalikan risiko penyebaran infeksi TB (secara khusus MDR-TB) di
PUSKESMAS (sebagai bagian kewaspadaan isolasi airborne) melalui tatalaksana
administratif, pengendalian lingkungan dan penggunaan alat pelindung diri (APD).

Pelayanan mudah, pelayanan dan penempatan pasien terpisah (kohorting), edukasi


etika batuk dan higiene respirasi, penyediaan paket kesehatan kerja (surveilans TB pada
petugas, pemeriksaan calon karyawan, pemeriksaan rutin, imunisasi, tatalaksana pasca
pajanan). Kegiatan pengendalian lingkungan meliputi pengkondisian udara melalui
pengaturan ventilasi (alamiah atau mekanik atau campuran) di fasilitas rawat jalan, rawat
inap, ruang isolasi airborne disease, ruang penunjang (laboratorium,), area tunggu maupun
jalur transportasi pasien. Kegiatan pengendalian dan perlindungan penggunaan alat
pelindung diri (APD) secara rasional dan efisien (masker bedah untuk pasien, respirator N95
untuk petugas).

Pengendalian Administratif

1. Skrining batuk dilakukan saat pasien datang di PUSKESMAS oleh petugas yang terlatih
(UGD, akses rawat jalan);

2. Pasien batuk suspek infeksi langsung diberikan masker, diberikan edukasi etika batuk
dan higiene respirasi, ditempatkan di area tunggu pasien batuk;

3. Akses pelayanan pasien suspek TB dikhususkan untuk pelayanan dan diagnosis cepat:

a. Akses pelayanan dengan poliklinik khusus

b. Akses pelayanan laboratorium khusus

c. Alur rujukan khusus

4. Alur pelayanan diamankan bagi pasien-pengunjung-lingkungan PUSKESMAS melalui


mekanisme:

a. Penataan alur menggunakan jarak terpendek

b. Semaksimal mungkin dijauhkan dari kontak area publik


c. Pasien telah menggunakan masker

5. Waktu kontak di PUSKESMAS dipesingkat melalui penataan sistem akses pelayanan


khusus yang dipisahkan dari pasien umum.

Pengendalian Lingkungan

1. Ruang pendaftaran, ruang poliklinik, ruang pengambilan dahak, ruang laboratorium dan
lain-lain unit penunjang ditata dengan prinsip pengendalian transmisi udara;

2. Pasien rawat inap TB BTA (+) ditempatkan di ruang rawat inap isolasi,

3. Monitoring kondisi udara dan sistem ventilasi dilakukan secara periodik


berkesinambungan oleh Penanggung Jawab ruangan besama dengan Unit Sanitasi.

4. Pembersihan ruangan perawatan menggunakan metode sesuai standar ruang infeksi


airborne.

Perlindungan Petugas dan Paket Kesehatan Kerja

1. Alat pelindung diri masker untuk pasien dan untuk petugas;

2. Penyediaan APD di ruangan perawatan infeksi airborne sesuai standar PPI Puskesmas
dikoordinasikan oleh Penanggung Jawab Ruang & Logistik : sarung tangan bersih,
masker, gaun/apron.

3. Paket kesehatan kerja meliputi pemantauan kesehatan dan surveilans TB pada


petugas, pemeriksaan rutin karyawan dan berkala, pemberian terapi profilaksis maupun
terapeutik (pada kasus pasca pajanan) dan pengaturan shift bertugas serta rotasi
tempat tugas dilakukan besama Sub Bagian Sumber Daya Manusia dan Unit K3.

Panduan K3 tentang pemeriksaan kesehatan untuk TB, alur pasca pajanan dan tim
klinik penanganan pasca pajanan infeksi airborne disampaikan secara khusus terpisah
dan Panduan ini. (lihat Panduan K3).
BAB IV

TATALAKSANA PENCEGAHAN & PENGENDALIAN

INFEKSI PUSKESMAS/INFEKSI NOSOKOMIAL

Prinsip tatalaksana pencegahan dan pengendalian infeksi nosokomial adalah


kewaspadaan dan manajemen secara maksimal setiap risiko potensial di setiap tahap
aktivitas pelayanan terkait, untuk meminimalkan manifestasi aktualnya secara optimal
sehingga tercapai perlindungan pasien, petugas, pengunjung dan lingkungan.

A. Tatalaksana Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Saluran Kemih:

Pencegahan infeksi saluran kemih nosokomial terkait kateterisasi uretra perlu


memperhatikan hal-hal yang berkaitan dengan pemasangan kateter urine.

1. Tenaga Pelaksana:

a) Pemasangan kateter hanya dikerjakan oleh tenaga yang berkompeten dan


terampil dalam teknik pemasangan kateter secara aseptik dan perawatannya
(Kategori I)

b) PePuskesmasonil yang memberikan asuhan pada pasien dengan kateter harus


mendapat pelatihan secara berkala khusus dalam teknik yang benar tentang
prosedur pemasangan kateter kandung kemih dan pengetahuan tentang potensi
komplikasi yang timbul (kategori II)

2. Teknik Pemasangan Kateter:

a) Pemasangan kateter dilakukan hanya bila perlu saja dan segera dilepas bila tidak
diperlukan lagi. Alasan pemasangan kateter tidak boleh hanya untuk kemudahan
pePuskesmasonil dalam memberi asuhan pada pasien (Kategori II)

b) Gunakan kateter dengan ukuran yang paling sesuai sehingga aliran urine lancar
dan tidak menimbulkan kebocoran dari samping kateter (Kategori II)

c) Cara drainase urine yang lain seperti : kateter kondom, kateter suprapubik,
kateterisasi selang-seling (intermitten) dapat digunakan sebagai ganti kateterisasi
menetap bila memungkinkan (Kategori III).
d) Cuci tangan sesuai prosedur sebelum dan sesudah manipulasi kateter (Kategori I)

e) Pemasangan secara aseptik dengan menggunakan peralatan steril (Kategori II)

3. Perawatan Sistem Aliran Tertutup:

a) Irigasi hanya dikerjakan apabila diperkirakan ada sumbatan aliran misalnya karena
bekuan darah pada operasi prostat atau kandung kemih. Untuk mencegah hal ini
digunakan irigasi kontinu secara tertutup. Untuk menghilangkan sumbatan akibat
bekuan darah dan sebab lain dapat digunakan irigasi selang seling. Irigasi dengan
antibiotik sebagai tindakan rutin pencegahan infeksi tidak direkomendasikan
(kategori II)

b) Gunakan semprit besar steril untuk irigasi dan setelah irigasi selesai semprit
dibuang secara aseptik (kategori I)

c) Sambungan kateter harus didisinfeksi sebelum dilepas (kategori II)

d) Jika kateter sering tePuskesmasumbat dan harus sering diirigasi (jika kateter itu
sendiri menimbulkan sumbatan), maka kateter harus diganti (kategori II)

4. Pengambilan Bahan Urine:

a) Bahan pemeriksaan urine segar dalam jumlah kecil dapat diambil dari bagian distal
kateter, atau lebih baik dari tempat pengambilan bahan yang tePuskesmasedia
dan sebelum urine diaspirasi dengan jarum dan semprit yang steril tempat
pengambilan bahan harus didisinfeksi (kategori I)

b) Bila diperlukan bahan dalam jumlah besar maka urine harus diambil dari kantong
penampung secara aseptik (kategori I)

c) Bahan pemeriksaan urine kultur ditampung dalam spuit steril atau tempat
menampung urine (pot) steril untuk segera dibawa ke laboratorium

5. Kelancaran Aliran Urine:

a) Aliran urine harus lancar sampai ke kantong penampung. Penghentian aliran


secara sementara hanya dengan maksud mengumpulkan bahan pemeriksaan
untuk pemeriksaan yang direncanakan (kategori II)

b) Untuk menjaga kelancaran aliran perhatikan:

- Pipa jangan tertekuk (kinking).


- Kantong penampung harus dikosongkan secara teratur ke wadah penampung
urine yang terpisah bagi tiap-tiap pasien. Saluran urine dari kantong penampung
tidak boleh menyentuh wadah penampung.

- Kateter yang kurang lancar/tePuskesmasumbat harus diirigasi sesuai standar


prosedur operasional, bila perlu diganti dengan yang baru.

- Kantong penampung harus selalu terletak lebih rendah dari kandung kemih,
tidak boleh tergeletak/menyentuh lantai (kategori I).

6. Perawatan Meatus

Direkomendasikan membesihkan dan perawatan meatus (selama kateter dipasang)


dengan larutan povidone iodine, walaupun tidak mencegah kejadian infeksi saluran
kemih (kategori II).

7. Penggantian Kateter

Kateter urine menetap harus dipertimbangkan segera dilepas bila sudah tidak ada
indikasi mutlak; tidak ada rekomendasi harus menggantinya menurut waktu
tertentu/secara rutin (kategori II)

BUNDLE PENCEGAHAN CAUTI:

1. Fiksasi kateter urine ke samping (paha) : untuk mengurangi gerakan selang kateter,
mencegah iritasi.

2. Urinee bag selalu digantung di tempat tidur apabila pasien ditempat tidur (posisi urinee
bag harus selalu dibawah bladder) untuk mencegah refluks.

3. Memastikan urinee selalu mengalir ke urinee bag

4. Observasi tanda-tanda infeksi

5. Strick hand hygiene.

6. Perawatan meatus setiap hari : lakukan hygiene vulva / penis minimal 3 kali sehari.
B. Tatalaksana Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Aliran Darah Primer (IADP) dan
Plebitis

Pencegahan IADP dan plebitis ditujukan pada pemasangan dan perawatan kateter
vena sentral dan kateter vena perifer.

1. Pemasangan dan perawatan kateter intravaskular serta pemberian obat IV harus


dilakukan staf yang terlatih. Pendidikan dan pelatihan staf perlu dilakukan secara
periodik, menggunakan metode simulasi dan audiovisual yang efektif.

2. Indikasi pemasangan IVline hanya dilaksanakan untuk tindakan pengobatan dan atau
untuk kepentingan diagnostik. Segera lepaskan kateter IV jika sudah tidak ada indikasi
(kategori I).

3. Pemilihan kanula untuk infus primer:

- Gunakan jenis dan ukuran alat intravaskuler yang berisiko rendah terjadinya infeksi.

- Kanula plastik boleh digunakan untuk IV line, pemasangan tidak boleh lebih dari 72
jam (kategori II).

- Penggantian alat sesuai jadwal yang direkomendasikan untuk mengurangi


komplikasi mekanis dan keterbatasan alternatif lokasi pemasangan.

4. Kebesihan tangan

a) Kebesihan tangan harus dilakukan sebelum dan sesudah palpasi,


insePuskesmasi, melepaskan atau dressingIV device (kategori I).

b) Pada umumnya cuci tangan cukup menggunakan sabun dan air mengalir untuk
pemasangan melalui insisi, cuci tangan harus menggunakan sabun antiseptik
(kategori I).

5. Pesiapan Pemasangan kateter IV

a. Protektif barrier precaution selama insemasi dan perawatan kateter IV:

- Digunakan sarung tangan bemasih jika melakukan insePuskesmasi untuk


pencegahan kontaminasi blood pathogen.

- Digunakan sarung tangan bemasih pada tindakan dressing.


b. Jangan menyingkat prosedur pemasangan kateter yang sudah ditentukan (lihat
SPO pemasangan kateter IV).

c. Tempat insemasi harus terlebih dahulu didisinfeksi dengan antiseptik secara


adekuat untuk menghilangkan/meminimalkan kolonisasi kulit di sekitar tempat
insemasi. Gunakan antiseptik povidone-iodine 10%, yodium tincture 2% atau
alkohol 70%. (kategori I)

d. Antiseptik harus adekuat, bila menggunakan iodine pada kulit sebelum insermasi
maka disinfeksi kembali dengan alkohol 70% dan ditunggu sampai kering minimal
30 detik sebelum dilakukan pemasangan kanula (kategori I).

e. Jangan lakukan palpasi kembali pada daerah insemasi setelah dilakukan tindakan
aseptik.

6. Prosedur setelah pemasangan kateter IV

a) Kanula difiksasi sebaik-baiknya (kategori I)

b) Tutup daerah insePuskesmasi dengan transparant dressing (kategori I)

c) Cantumkan tanggal, jam pemasangan kateter di dekat lokasi insePuskesmasi pada


IV perifer atau di tempat yang mudah dibaca (dalam rekam medik dicatat tanggal,
lokasi dan jam pemasangan) (kategori I)

7. Perawatan tempat pemasangan kateter IV

a) Tempat tusukan diperiksa setiap hari untuk melihat kemungkinan timbulnya tanda-
tanda infeksi (inspeksi dan palpasi daerah vena tesebut). Bila ada demam yang
tidak bisa dijelaskan dan ada nyeri tekan pada tempat tusukan, kasa
penutup /transparant dressing dibuka untuk melihat kemungkinan komplikasi
(kategori I).

b) Bila kanula harus dipertahankan untuk waktu lama, maka setiap 72 jam
kasa /transparant dressing penutup harus diganti dengan yang baru dan steril
(kategori II)

c) Lakukan teknik aseptik pada lokasi port dengan alkohol 70%

8. Penggantian Set Infus


a) Jika pengobatan IV melalui infus perifer (baik menggunakan heparin atau yang
dipasang melalui insisi), bila tidak ada komplikasi yang mengharuskan mencabut
kanula maka kanula harus diganti setiap 72 jam secara asepsis (dewasa) (kategori
I).Tidak ada rekomendasi pada anak tentang hal ini.

b) Selang IV termasuk kanula piggy-back dan stopcock harus diganti setiap 72 jam,
kecuali bila ada indikasi klinis (kategori I).

c) Set infus harus diganti sesudah digunakan untuk pemberian darah, produk darah,
atau emulsi lemak (kategori III).

d) Cairan parenteral

- Cairan infus/parenteral nutrisi diberikan dalam waktu 24 jam

- Pemberian lipid emulsion, secara tesendiri, hanya digunakan selama 12 jam

9. Kanula Sentral

a). Pemilihan Lokasi Pemasangan kateter sentral

Pada orang dewasa pemasangan kanula lebih baik pada tungkai atas dan pada
tungkai bawah, bila perlu pemasangan dilakukan di daerah subklavia atau jugular
(kategori I).

b) Kanula sentral harus dipasang dengan teknik aspetik (kategori I). Gunakan
kewaspadaan standar yang tepat saat insePuskesmasi (terdiri atas gaun khusus,
tutup kepala, masker, sarung tangan steril, kain besar/drape steril).
InsePuskesmasi direkomendasikan dilakukan di ruang tindakan.

c) Gunakan teknik aseptik sebelum mengakses sistem kateter.

d) Kanula sentral harus segera dilepas bila indikasi tidak diperlukan lagi atau diduga
menyebabkan sepsis atau menunjukkan tanda-tanda infeksi. Bila masih
diperlukan, direkomendasikan insePuskesmasi di tempat yang baru (kategori I).

e) Kanula sentral dipasang melalui vena jugular dan subklavia kecuali digunakan
untuk pemantauan tekanan vena sentral, tidak harus diganti secara rutin (kategori
I).

f) Tidak direkomendasikan melakukan insermasi/memasang berulang kateter pada


daerah insermasi yang sama
g) Tidak direkomendasikan pembatasan waktu penggantian kateter vena sentral
kecuali rusak atau terlihat tanda infeksi. Bila kanula sentral diindikasikan
dipertahankan lebih lama, kasa penutup/dressing harus diperiksa dan diganti
setiap 7 hari (kategori II).

10. Panduan Khusus

a) Jangan gunakan single lumen pada pemberian nutrisi parenteral, transfusi darah,
cairan hiperalimentasi secara bersamaan.

b) Pada setiap penggantian komponen IV, harus dipertahankan sistem tertutup untuk
mencegah kontaminasi. Setiap kali hendak memasukkan obat melalui selang,
harus dilakukan disinfeksi sesaat sebelum memasukkan obat tersebut (kategori II).

c) Dressing core dilakukan bila kotor, rusak terbuka atau terlihat tanda-tanda infeksi.

d) Minimalkan jumlah stopcocks yang disambung ke kateter.

e) Pengambilan bahan pemeriksaan darah melalui selang IV tidak direkomendasikan.


(kategori II)

11. Penggantian komponen sistem intravena dalam keadaan infeksi atau plebitis :

Jika dari tempat insePuskesmasi keluar pus atau terjadi selulitis atau plebitis atau
diduga bakteremia yang berasal dari kanula IV, maka semua sistem harus dicabut
(kategori I).

12. Pemeriksaan untuk infeksi yang dicurigai karena pemasangan peralatan intravena
seperti tromboplebitis purulen, bakteriemi, maka dapat dilakukan pemeriksaan
biakan/kultur ujung kanula. Cara pengambilan bahan sebagai berikut:

a) Kulit tempat insePuskesmasi dibePuskesmasihkan dan didisinfeksi alkohol 70%,


biarkan sampai kering;

b) Kanula dilepas, ujung kanula yang masuk IV dipotong ± 1 cm secara aseptik untuk
dibiakkkan dengan teknik semi kuantitatif (kategori II);

c) Jika sistem IV dihentikan oleh karena kecurigaan kontaminasi cairan parenteral,


maka cairan tePuskesmasebut harus dibiakkan dan sisa cairan dalam botol
diamankan (kategori I);
d) Jika sistem IV dihentikan oleh karena kecurigaan bakteriemi akibat cairan IV,
cairan harus dibiakkan (kategori II);

e) Jika terbukti bahwa cairan terkontaminasi maka sisa botol dan isinya dengan
nomor lot yang sama dicatat dan tidak boleh dipakai;

f) Jika kontaminasi dicurigai berasal dari pabrik (intrinsic contamination), maka


secepatnya harus dilaporkan kepada Dinas Kesehatan.

Kendali Mutu Selama dan Sesudah Pencampuran Cairan Parenteral

- Cairan parenteral dan hiperalimentasi harus dicampur di bagian Farmasi kecuali


karena kepentingan klinis, pencampuran dilakukan di ruangan pasien (kategori II).

- Tenaga pelaksana harus mencuci tangan sesuai standar sebelum mencampur cairan
parenteral (kategori I).

- Sebelum mencampur dan menggunakan cairan parenteral, semua wadah harus


diperiksa untuk melihat adanya kekeruhan, kebocoran, keretakan dan partikel tertentu
serta tanggal kadaluaPuskesmasa. Bila didapatkan keadaan tePuskesmasebut, cairan
tidak boleh digunakan dan harus dikembalikan ke Instalasi Farmasi. Instalasi Farmasi
memastikan bahwa produk tePuskesmasebut tidak dikeluarkan lagi ke pelayanan
(kategori I).

- Ruangan tempat mencampur cairan parenteral harus memiliki pengatur udara laminar
(Laminar flow hood)(kategori II).

- Sebaiknya dipakai wadah yang berisi cairan dengan dosis tunggal (sekali pakai). Bila
dipakai bahan parenteral dengan dosis ganda (untuk beberapa kali pemakaian), wadah
sisa bahan tePuskesmasebut harus diberi tanda tanggal dan jam waktu dikerjakan.

- Label wadah harus diperiksa untuk mengetahui kondisi ideal penyimpanan (suhu
kamar atau dalam refrigerator)

Central Line Bundle

1. Kebesihan tangan

2. Maximal barrier precaution


3. Antiseptik kulit dengan khlorheksidin

4. Seleksi optimal lokasi kateter, men ghindari vena femoral untuk akses kateter vena
sentral pada pasien dewasa

5. Evaluasi setiap hari indikasi pemasangannya dan segera dilepas bila sudah tidak
dibutuhkan

Tidak direkomendasikan memberikan antimikroba sebagai prosedur rutin sebelum


pemasangan atau selama pemakaian alat intravaskuler untuk mencegah kolonisasi kateter
atau infeksi aliran darah primer (bakteriemia).

D. Tatalaksana Pencegahan dan Pengendalian Pneumonia

1. Pendidikan staf tentang Pencegahan dan Pengendalian Infeksi

2. Memberikan perubahan posisi pada pasien

a. Posisi kepala > tinggi atau 30°- 45°

b. Ubah posisi tidur miring kanan dan kiri bergantian

3. Keberasihan mulut setiap 4 jam dengan menggunakan anitiseptik oral yang bebas dari
alkohol (khlorheksidin 0,2%)

4. Laksanakan kewaspadaan standar

a. Kebersihan tangan (kategori I) sebelum dan sesudah:

• Menyentuh pasien

• Menyentuh darah/cairan tubuh

• Menyentuh alat sistem pernafasan

b. Gunakan sarung tangan besih

• kontak dengan mukosa mulut dan kering

• tindakan pengisapan lendir

• kontak darah dan cairan tubuh


c. Ganti sarung tangan di antara dua tindakan.

d. Pakai masker saat:

• intubasi,

• pengisapan lendir,

• pembePuskesmasihan mulut dan hidung.

e. Segera lepas masker setelah selesai tindakan.

f. Bersihkan semua peralatan sebelum didisinfeksi atau sterilisasi

• Lakukan dekontaminasi semua peralatan sebelum disinfeksi /sterilisasi

• Jangan memakai ulang peralatan disposable, kecuali yang sudah diatur dalam
kebijakan PUSKESMAS tentang pengelolaan alat medis reused

• Lakukan disinfeksi sesuai standar kriteria alat pada alat pakai ulang sebelum
digunakan lagi (sesuai standar CSSD)

• Bag resusitasi dibersihkan dan didisinfeksi setelah digunakan.

g. Tidak direkomendasikan mengganti sirkuit ventilator secara rutin, kecuali atas


indikasi

h. Satu sirkuit setiap pasien, penggantian sirkuit ventilator bila kotor atau tidak
berfungsi (tidak ada rekomendasi waktu penggantian breathing sircuit)

i. Tidak membuka sirkuit ventilator secara rutin

j. Segera membuang kondensasi air dalam sirkuit ke tempat penampungan (water


trap)

k. Gunakan air steril untuk mengisi humidifier.

l. Alat nebulisasi dinding dan penampungnya harus diganti setiap 24 jam dan
dibePuskesmasihkan

m. Setiap slang dan masker yang digunakan untuk terapi oksigen harus diganti pada
setiap pasien.

n. Lakukan pengisapan lendir saluran pernafasan dengan tehnik aseptik dan


dilakukan hanya jika perlu, gunakan kateter steril. Jika pemakaian hanya dalam
waktu singkat maka kateter dapat dipakai ulang setelah dibilas dan
dibePuskesmasihkan.

o. Intubasi

• Lakukan dengan tehnik aseptik

VAP Bundle

a. Kebesihan tangan

b. Posisi tidur 30°- 45° bila tidak ada kontra indikasi

c. Oral hygiene setiap 4 jam (dengan khlorheksidin 0,2%)

d. Penghisapan lendir jika diperlukan, diprioritaskan menggunakan closed System

h. Pemberian obat untuk menghindari stress ulcer

i. Tidak direkomendasikan melakukan bronkhial washing

E. Tatalaksana Pencegahan dan Pengendalian Dekubitus Infeksi

Pencegahan dekubitus:

- Higiene dan perawatan kulit, kulit harus selalu dijaga agar tetap besih dan kering
serta dikaji terus menerus terhadap risiko dan tanda awal penekanan dan gesekan,

- Menghilangkan friksi dan gesekan, pertahankan postur tubuh ataupun pergerakan


secara bebas;

- Mengurangi tekanan pada tumit;

- Pengaturan posisi, diberikan untuk mengurangi tekanan dan gaya gesek pada kulit;

- Kasur antidekubitus, mengurangi bahaya immobilisasi pada sistem kulit.

Penatalaksanaan dekubitus:

- Kaji derajat dekubitus;

- Rawat dekubitus sesuai dengan derajatnya;

- Catat kejadian dekubitus beserta grade-nya, dokumentasikan melalui surveilans


nosokomial dan entry data infeksi RL 6
JADWAL PELAKSANAAN KEGIATAN

Kegiatan J an Feb M ar Apr M Jun Jul Ags S Okt No D es


ei t ept p

Pembentuk Tim x
PPI

Audit X x x x x x X x x x x x

Pelatihan PPI x

Sosialisasi X X X X X X X X X X X X
Handhigiene

Pertemuan PPI X X X X X X X X X X X X

Workshop X
BAB V

PANDUAN PPI UNTUK PASIEN & PENGUNJUNG

Panduan PPI untuk Pasien

Pasien memiliki hak untuk mendapatkan pelayanan yang bermutu yang berfokus pada
keselamatan. Untuk itu, maka pasien juga perlu diberi edukasi agar bekerjasama dengan
masyarakat PUSKESMAS mewujudkan standar pelayanan untuk pencegahan dan
pengendalian infeksi.

Pasien selalu diberi edukasi pada setiap orientasi ketika awal dirawat inap. Edukasi
PPI khususnya adalah dalam hal kebesihan tangan. ketertiban membuang sampah dan etika
batuk. Hal lain yang perlu diedukasikan adalah membatasi barang dari luar PUSKESMAS
yang dibawa ke ruangan, jumlah penunggu di ruangan dan ketertiban jam berkunjung.

Catatan edukasi bagi pasien didokumentasikan dalam Form Pendidikan Pasien dalam
rekam medis.

Pasien rawat jalan diberikan edukasi saat menunggu di area pendaftaran / poliklinik
melalui program penyuluhan kesehatan masyarakat PUSKESMAS yang dikoordinasikan Tim
PPI PUSKESMAS melalui Bagian Humas. Bentuk lain edukasi adalah dengan banner,
poster, leflet, teks berjalan, baliho, spanduk, pemutaran video edukasi, dll yang ditempatkan
di area publik yang mudah terbaca oleh seluruh pengunjung PUSKESMAS dan di area
tunggu pasien/pengunjung.

Panduan PPI untuk Pengunjung

Di Rawat Jalan

1. Pengunjung / pasien setelah tiba di Puskesmas direkomendasikan untuk melakukan


kebePuskesmasihan tangan dengan menggunakan sabun cair dengan air mengalir atau
handrub yang sudah disediakan

2. Apabila pengunjung / pasien batuk atau mengalami tanda atau gejala infeksi pernafasan
pada saat berada di ruang pendaftaran direkomendasikan menempati tempat duduk yang
telah disediakan khusus pasien batuk dan menggunakan masker yang sudah disediakan
3. Direkomendasikan pengunjung / pasien batuk untuk duduk pada jarak 1 meter dari yang
lainnya saat menunggu pemeriksaan

4. Berikan edukasi atau informasi mengenai etika batuk

5. Pengunjung / pasien setelah keluar dari Puskesmas direkomendasikan untuk melakukan


kebePuskesmasihan tangan menggunakan sabun cair dengan air mengalir atau handrub
yang sudah disediakan.

Di Rawat inap

1. Pengunjung setelah tiba diPuskesmas direkomendasikan untuk melakukan kebesihan


tangan menggunakan sabun cair dengan air mengalir atau handrub yang sudah
disediakan, sebelum masuk ruang perawatan

2. Apabila pengunjung batuk atau mengalami demam dan gangguan pernafasan sebaiknya
tidak diperkenankan mengunjungi pasien. Dalam kondisi terpaksa, direkomendasikan
menggunakan masker dan segera meninggalkan ruangan pasien

3. Bagi anak-anak dibawah 12 tahun dilarang mengunjungi pasien di Puskesmas

4. Pada waktu masuk ruangan, pengunjung dibatasi maksimal 2 orang secara bergantian
(khususnya di ruang rawat penyakit infeksi)

Pada pasien dengan penyakit menular melalui udara

1. Pengunjung melakukan kebesihan tangan sebelum memasuki dan setelah keluar dari
ruang perawatan pasien

2. Pengunjung dibatasi maksimal 2 orang dan waktu berkunjung maksimal 10 menit

3. Pengunjung harus mengikuti prosedur dari PPI dengan menggunakan APD berupa
masker dan gaun (jika diperlukan), apabila kontak langsung dengan pasien

4. Segera melepas APD jika keluar ruangan dan masker dibuang pada limbah infeksius
apabila menggunakan gaun maka ditempatkan pada tempat linen infeksius

Pada pasien dengan Isolasi Perlindungan


1. Pengunjung melakukan kebesihan tangan sebelum memasuki dan setelah keluar dari
ruang perawatan pasien

2. Pengunjung dibatasi maksimal 2 orang

3. Pengunjung harus mengikuti prosedur dari PPI dengan menggunakan APD berupa
masker, gaun, mengganti alas kaki, membatasi kontak dengan pasien

4. Segera melepas APD jika keluar ruangan; masker dibuang pada limbah infeksius, gaun
dan alas kaki ditempatkan pada tempat yang disediakan

Informasi berupa poster, leaflet, banner, spanduk, teks berjalan, dll. Bentuk media edukasi
disediakan untuk pengunjung PUSKESMAS, ditempatkan di tempat / area publik
PUSKESMAS, dengan prioritas materi:

- Kebersihan tangan;

- Etika batuk dan higiene respirasi;

- Pemakaian masker untuk pasien / pengunjung batuk;

- Kebersihan lingkungan

- Ketertiban membuang sampah

- Penggunaan APD sesuai potensi risiko penularan

Pengantar pasien maupun pengunjung diberikan edukasi saat menunggu di area tunggu
puskesmas melalui program penyuluhan kesehatan masyarakat puskesmas yang
dikoordinasikan Tim PPI puskesmas.

KEPALA UPTD PUSKESMAS HALMAHERA


KOTA SEMARANG
Dr. Suryanto Setyo Priyadi
NIP. 19650621.199903.1.004

PEDOMAN PPI

UPTD PUSKESMAS HALMAHERA

2018

Anda mungkin juga menyukai