Anda di halaman 1dari 19

Bab 1

Hukum Bacaan Mad Lazim

Tujuan Pembelajaran

1. Memahami pengertian mad lazim.


2. Mengetahui macam-macam mad lazim.
3. Menjelaskan macam-macam mad lazim.
4. Mempraktekkan hukum bacaan mad lazim.

Membaca al-Qur’an secara fasih hendaknya menjadi perhatian umat Islam. Panjang atau pendek bacaan
dalam membaca al-Qur’an dapat mempengaruhi arti/makna ayat-ayat Al-Qur’an. Membaca al-Qur’an
dengan benar akan menambah keimanan kita kepada Allah swt. Membaca dengan suara yang indah dan
syahdu menjadi jiwa tenteram dan damai. Untuk menjaga keindahan dan kebenaran makna dalam al-
Qur’an, maka kita harus mempelajari ilmu tajwid. Salah satu hukum dalam ilmu tajwid adalah mad
lazim.

A. Mad Lazim Mukhaffaf


1. Mad Lazim Mukhaffaf Kilmi
Secara bahasa mad berarti panjang, lazim artinya harus atau wajib, mukhaffaf artinya
diringankan, dan kilmi artinya kalimat. Secara istilah adalah apabila ada huruf mad yang
bertemu dengan huruf yang berharakat sukun dalam satu kata dan tidak diidgamkan. Cara
membacanya dipanjangkan tiga alif atau enam harakat.
Dalam al-Qur’an contohnya hanya ada satu kata yaitu ‫آآْل َن‬ , dalam surah Yunus ayat 51 dan
91.

َ ُ‫أَ ُث َّم إِ َذا َما َو َق َع آ َم ْن ُت ْم ِب ِه ۚ آآْل َن َو َق ْد ُك ْن ُت ْم ِب ِه َتسْ َتعْ ِجل‬


‫ون‬
َ ‫نت م َِن ْٱل ُم ْفسِ د‬
‫ِين‬ َ ‫ْت َق ْب ُل َو ُك‬ َ ‫صي‬ َ ‫َء ْٓال*)ٔـََٰٔ َن َو َق ْد َع‬
2. Mad Lazim Mukhaffaf Harfi
Secara bahasa mad berarti panjang, lazim artinya harus atau wajib, mukhaffaf artinya
diringankan, dan harfi artinya huruf. Secara istilah adalah apabila ada salah satu atau lebih dari
huruf yang lima, yaitu ‫ ر – ه – ط – ي – ح‬yang berada pada awal surah yang disebut
dengan fawatihussuwar. Cara membacanya, dibaca ringan dan dipanjangkan satu alif atau dua
harakat.
Contoh :  ‫ كهيعص‬,‫ طس‬,‫ا ٓل ٓر‬
B. Mad Lazim Mutsaqal
1. Mad Lazim Mutsaqqal Kilmi
Secara bahasa, mad berarti panjang, lazim artinya harus atau wajib, mutsaqqal artinya
diberatkan, dan kilmi artinya kalimat. Secara istilah adalah apabila ada huruf mad thabi’i
bertemu dengan huruf yang berharakat tasydid dalam satu kata. Cara membacanya
dipanjangkan enam harakat atau tiga alif.
Contoh َ ,‫ َكا َّف ًة‬,‫الضَّالّي َْن‬
‫الحا َّق ُة‬
2. Mad Lazim Mutsaqqal Harfi
Secara bahasa, mad berarti panjang, lazim artinya harus atau wajib, mutsaqqal artinya
diberatkan, dan harfi artinya huruf. Secara istilah adalah apabila ada salah satu atau lebih huruf
yang delapan, yaitu ‫م‬-‫ن–ق–ص–ع–س–ل–ك‬
Contoh : ‫المّص – المّر‬

C. Mempraktikkan Hukum bacaan Mad Lazim


1. Hukum bacaan mad lazim mukhaffaf kilmi dan mad lazim mutsaqqal kilmi
Contoh bacaan mad lazim mukhaffaf kilmi hanya lafal ‫ن‬ َ ‫ آآْل‬yang terletak adalam surah Yunus
ayat 51 dan 91. Pada lafal tersebut wajib di baca panjang enam harakat atau tiga alif.
Contoh bacaan mad lazim mutsaqqal kilmi diantaranya :
َّ  ‫ت‬
.‫ ْال ُكب َْرى‬ ‫الطا َّم ُة‬ ِ ‫ َفإِ َذا َجا َء‬.‫َّاخ ُة‬ ِ ‫َغي ِْر ْال َم ْغضُو‬
َ ِّ‫الضَّال‬  ‫ب َع َلي ِْه ْم َواَل‬
ِ ‫ َفإِ َذا َجا َء‬. ‫ين‬
َّ ‫الص‬ ‫ت‬
Panjang bacaan mad lazim mutsaqqal kilmi adalah enam harakat atau tiga alif.
2. Hukum bacaan mad lazim mukhaffaf harfi dan mad lazim mutsaqqal harfi.
Contoh bacaan mad lazim mukhaffaf harfi dan mad lazim mutsaqqal harfi terdapat pada 29
surah dari 114 surah dalam Al-Qur’an yang terletak di awal surah (fawatihussuwar). Mad lazim
mukhaffaf harfi di baca panjang dua harakat atau satu alif. Mad lazim mutsaqqal harfi di baca
panjang enam harakat atau tiga alif.
Bab 2
Ayat Tentang Jujur dalam Muamalah

Tujuan Pembelajaran :
1. Membaca QS. Al-Mutaffifin ayat 1-17 dan QS. Al-An’am ayat 152 tentang jujur dalam muamalah.
2. Menerjemahkan QS. Al-Mutaffifin ayat 1-17 dan QS. Al-An’am ayat 152 tentang jujur dalam
muamalah.
3. Menjelaskan kandungan QS. Al-Mutaffifin ayat 1-17 dan QS. Al-An’am ayat 152 tentang jujur dalam
muamalah.
4. Mengamalkan kandungan QS. Al-Mutaffifin ayat 1-17 dan QS. Al-An’am ayat 152 tentang jujur dalam
muamalah dalam kehidupan sehari-hari.
5. Menghafal QS. Al-Mutaffifin ayat 1-17 dan QS. Al-An’am ayat 152 tentang jujur dalam muamalah.

Jujur merupakan sifat yang wajib dimiliki oleh setiap umat Islam. Orang yang jujur selalu bercerita dan
menyampaikan informasi apa adanya dan sesuai dengan apa yang terjadi.

Bersikap jujur dalam kehidupan sehari-hari sangat penting, terutama dalam hal muamalah. Karena
kejujuran melahirkan kepercayaan. Allah swt memerintahkan umat Islam untuk bersiakp jujur dalam
muamalah. Diantara dalil yang menjelaskan tentang perintah jujur dalam muamalah adalah QS. Al-
Mutaffifin ayat 1-17 dan QS. Al-An’am ayat 152.

Pendalaman Materi

A. QS. Al-Mutaffifin ayat 1-17


1. Membaca QS. Al-Mutaffifin ayat 1-17

‫ َواِ َذا َك الُ ۡوُه مۡ اَْو‬.‫َّاس يَ ۡتَس ۡفوُ ۡوَن‬ ِ ‫ الَّ ِذ ۡي َن اِ َذا ۡاتَك الُ ۡاو َعلَى الن‬.‫ِّف ۡي َن‬ ِ ‫و ۡيل لِّ ۡلمطَف‬
ُ ٌ َ
‫ يَّ ۡوَم‬.‫ لِيَ ۡوٍم َع ِظ ۡيٍم‬.‫ك اَنَّ ُه مۡ َّم ۡبعُ ۡثُو ۡوَن‬ ٓ‫ ا يظن او ٰل‬.ؕ ‫وزن ۡوه مۡ ۡخ ِس ر ۡون‬
َ ِٕ ُ ُّ ُ َ ‫ُ َ َاَل‬
‫ٕٮ‬ ‫َّ َ ُ ُ خُي‬
‫ٰب‬ ‫ت‬ِ‫ ك‬.ؕ‫ َكاَّل ۤ اِ َّن كِتٰب ا ۡلُف َّجا ِر لَِف ۡى ِس ِّج ۡي ٍن‬.ؕ‫ب ا ۡل ٰعلَ ِم ۡين‬ ِّ ‫ر‬ ِ‫ي ُق ۡوم النَّاس ل‬
ٌ َ َ َ ُ ُ َ
‫ب بِه‬ ُ ‫ َو َما يُ َك ِّذ‬.ؕ‫الد ۡي ِن‬ِّ ‫ الَّ ِذ ۡيَن يُ َك ِّذبُ ۡوَن بِيَ ۡوِم‬.‫ َو ۡي ٌل يَّ َۡمو ِٕٕٮٍذ لِّ ُم ۡل َك ِّذبِ ۡي َن‬. ؕ‫َّم ۡقرُ ۡوٌم‬
‫ َكاَّل‌ بَ ۡل ۜ َرا َن‬.ؕ‫اط ۡيُر ا ۡلاََّولِ ۡي َن‬
ِ ‫ال اَس‬ َ ‫ق‬
َ ‫ا‬ ‫ن‬
َ ‫ت‬
ُ ‫ي‬
ٰ ٰ
‫ا‬ ِ‫ اِ َذا تُ ۡتٰلى علَ ۡي‬.‫اِاَّل ُك ُّل م ۡتَع ٍد اَثِ ۡيٍم‬
‫ه‬
َ َ ُ
َّ‫ مُث‬.ؕ ‫ َكاَّل ۤ اِنَّ ُه مۡ َع ۡنَّرهِّبِ مۡ يَ ۡوَم ِٕٕٮٍذ لَّم ۡح ُۡجبُو ۡوَ‌ن‬.‫َع ٰلى ُقلُ ۡوهِبِ مۡ َّما َك انُ ۡاو يَ ِس ۡبكُ ۡوَن‬
.ؕ ‫ال ٰه َذا الَّ ِذ ۡى ُك ۡنتُ مۡ بِ ٖه تُ َك ِّذبُ ۡوَن‬ ُ ‫ مُثَّ يُ َق‬.ؕ‫صالُوا ا ۡل َج ِح ۡي ِم‬ ‫ل‬
َ ۡ‫م‬ ‫ه‬َّ
‫ن‬ ِ‫ا‬
َ ُ
2. Arti mufradat/kosa kata QS. Al-Mutaffifin ayat 1-17

Arti Lafal Arti Lafal


‫ِب َي ۡو ِم ال ِّد ۡي ؕ ِن‬ ‫َو ۡي ٌل‬
‫َو َما ُي َك ِّذبُ ِب ۤ ٖه‬ َ ‫لِّ ۡلم‬
‫ُط ِّفف ِۡي َن‬
‫ِااَّل ُك ُّل م ُۡع َت ٍد‬ ‫الَّذ ِۡي َن‬
‫اَث ِۡي ٍم‬ ‫ا َِذا ۡاك َتالُ ۡوا‬
ِ ‫َع َلى ال َّن‬
‫اس‬
‫َي ۡس َت ۡوفُ ۡو َن‬
ۡ‫َوا َِذا َكالُ ۡوهُم‬
ۡ‫اَ ْو َّو َز ُن ۡوهُم‬
‫ي ُۡخسِ ر ُۡو َؕن‬
‫ك‬ ٓ ٰ ُ ‫ظنُّ ا‬ ُ ‫اَاَل َي‬
َ ‫ول ِِٕ)ٕٮ‬
ۡ‫اَ َّنهُم‬
‫م َّۡبع ُۡو ُث ۡو َن‬
‫لِ َي ۡو ٍم َعظِ ۡي ٍم‬
‫ي َّۡو َم‬
ُ‫َيقُ ۡو ُم ال َّناس‬
‫ل َِربِّ ۡال ٰع َلم ِۡي َؕن‬
ۤ ‫َكاَّل‬
ۡ َ ‫اِنَّ ك ِٰت‬
ِ َّ‫ب الفُج‬
‫ار‬
‫َلف ِۡى سِ جِّ ۡي ؕ ٍن‬
‫ك ِٰتبٌ م َّۡرقُ ۡو ٌؕم‬
‫ي َّۡو َم ِِٕ)ٕٮ ٍذ‬
‫لِّ ۡل ُم َك ِّذ ِب ۡي َن‬
Artinya : Kecelakaan besarlah bagi orang-orang yang curang, (yaitu) orang-orang yang apabila
menerima takaran dari orang lain mereka minta dipenuhi, dan apabila mereka menakar atau
menimbang untuk orang lain, mereka mengurangi. Tidaklah orang-orang itu menyangka, bahwa
sesungguhnya mereka akan dibangkitkan, pada suatu hari yang besar, (yaitu) hari (ketika)
manusia berdiri menghadap Tuhan semesta alam? Sekali-kali jangan curang, karena
sesungguhnya kitab orang yang durhaka tersimpan dalam sijjin. Tahukah kamu apakah sijjin itu?
(Ialah) kitab yang bertulis. Kecelakaan yang besarlah pada hari itu bagi orang-orang yang
mendustakan, (yaitu) orang-orang yang mendustakan hari pembalasan. Dan tidak ada yang
mendustakan hari pembalasan itu melainkan setiap orang yang melampaui batas lagi berdosa,
yang apabila dibacakan kepadanya ayat-ayat Kami, ia berkata: “Itu adalah dongengan orang-
orang yang dahulu” Sekali-kali tidak (demikian), sebenarnya apa yang selalu mereka usahakan
itu menutupi hati mereka. Sekali-kali tidak, sesungguhnya mereka pada hari itu benar-benar
tertutup dari (rahmat) Tuhan mereka. Kemudian, sesungguhnya mereka benar-benar masuk
neraka. Kemudian, dikatakan (kepada mereka): “Inilah azab yang dahulu selalu kamu dustakan”.

3. Kandungan QS. Al-Mutaffifin ayat 1-17


Surah ini berisi tentang ancaman bagi orang-orang yang suka menipu dan mengambil hak orang
lain dengan cara curang dalam bermuamalah, serta ancaman bagi orang kafir yang suka
mengejek dan menghina orang-orang yang beriman.
Ayat 1-3, Allah swt memperingatkan kepada orang yang berbuat curang dalam menakar dan
menimbang ketika berjualan (muamalah). Karena akan mendapatkan azab yang sangat pedih.
Orang yang curang (tidak jujur) dalam menakar dan menimbang berarti tidak beriman dengan
adanya hari kebangkitan setelah hari kiamat. Karena mereka akan mempertanggungjawabkan
perbuatan mereka tersebut.
Mereka termasuk orang-orang yang durhaka kepada Allah swt. Catatan perbuatan mereka telah
di tulis dalam buku yang disebut “Sijjin”, yang akan diperlihatkan kepada mereka. Mereka akan
mendapatkan azab dari Allah swt.
Ayat 10-17, Allah swt memberikan ancaman kepada orang-orang yang mendustakan hari
pembalasan (Kiamat). Mereka adalah orang yang mu’tad dan atsim. Mu’tad adalah orang yang
telah melampaui batas dan melanggar hukum-hukum Allah swt. Atsim adalah orang yang
bergelimang dosa dengan mengonsumsi barang haram, suka berdusta, berkhianat, dan
sebagainya.
Mereka tidak dapat menerima kebenaran dan iman karena tertutup oleh dosa-dosa sehingga
mereka tidak akan bisa melihat Tuhan yang menciptakan mereka. Mereka akan dimasukkan ke
dalam neraka dan mendapat azab yang sangat pedih.

4.

B. QS. Al-An’am ayat 152


1. Membaca QS. Al-An’am ayat 152

‫َش دَّهُۥ ۖ َوأ َْوفُ و ۟ا ٱلْ َكْي َل‬ ِ ‫ال ٱلْيتِي ِم إِاَّل بِ ٱلَّىِت‬ ۟ ‫واَل ت ْقرب و‬
ُ ‫َح َس ُن َحىَّت ٰ َيْبلُ َغ أ‬ ‫أ‬
ْ َ ‫ى‬ ‫ه‬ َ
َ َ َُ َ َ ‫م‬ ‫ا‬
‫ٱع ِدلُو ۟ا َولَ ْو َك ا َن ذَا‬ ْ َ‫ف َن ْف ًسا إِاَّل ُو ْس َع َها ۖ َوإِذَا ُق ْلتُ ْم ف‬ ِ ِ
ُ ِّ‫َوٱلْم َيزا َن بِٱلْق ْسط ۖ اَل نُ َكل‬
ِ

َّ ‫ُق ْرىَب ٰ ۖ َوبِ َع ْه ِد ٱللَّ ِه أ َْوفُو ۟ا ۚ َٰذلِ ُك ْم َو‬


‫صٰى ُكم بِۦِه لَ َعلَّ ُك ْم تَ َذ َّكُرو َن‬
2. Arti Mufradat/Kosa kata

Artinya :
“Dan janganlah kamu dekati harta anak yatim, kecuali dengan cara yang lebih bermanfaat,
hingga sampai ia dewasa. Dan sempurnakanlah takaran dan timbangan dengan adil. Kami tidak
memikulkan beban kepada sesorang melainkan sekedar kesanggupannya. Dan apabila kamu
berkata, maka hendaklah kamu berlaku adil, kendatipun ia adalah kerabat(mu), dan penuhilah
janji Allah. Yang demikian itu diperintahkan Allah kepadamu agar kamu ingat.”

3. Kandungan QS. Al-An’am ayat 152


Ayat ini menjelaskan tentang larangan untuk mendekati (mengambil) harta anak yatim dan
memerintahkan untuk memeliharanya hingga usia dewasa dan mampu mengelola hartanya.
Selain itu ada perintah kepada kita untuk menyempurnakan takaran dan timbangan secara adil.
Ada juga perintah kepada kita untuk berkata jujur, seperti ketika bersaksi atau memutuskan
hukuman terhadap seseorang.

C. Mengamalkan Kandungan QS. Al-Mutaffifin ayat 1-17 dan QS. Al-An’am ayat 152 tentang jujur
dalam muamalah, antara lain :
1. Senantiasa bersikap jujur dalam perkataan, sikap, dan perbuatan serta tidak menyebarkan berita
yang belum jelas kebenarannya.
2. Jujur dalam berdagang atau muamalah dengan menakar dan menimbang secara tepat, tidak
melebihkan, atau mengurangi timbangannya.
3. Tidak melakukan penipuan atau kecurangan dala muamalah.
4. Mengikuti aturan yang berlaku di masyarakat, selama tidak bertentang dengan syari’at.
5. Menjadi saksi yang adil dan menyampaikan informasi sesuai fakta.
6. Tidak bersikap egois, sombong dan serakah.
7. Menghindari riba dan tidak menjual barang-barang yang haramdan terlarang.
8. Lebih bersemangat dalam beribadah, beramal, berhati-hati dalam bergaul, dan menjauhkan diri
dari akhlak tercela.

Dampak positif mengamalkan perilaku jujur antara lain :

1. Dapat meningkatkan ketaqwaan dan kecintaan kepada Allah swt.


2. Dimudahkan urusannya oleh Allah swt.
3. Dijauhkan dari siksa api neraka.
4. Hati menjadi tenang dan damai, serta dijauhkan dari prasangka buruk.
5. Terhindar dari sifat-sifat tercela seperti egois, serakah, menipu, berdusta, dan sebagainya.
6. Disukai dan dipercaya oleh orang lain, bahkan tak jarang diberikan amanah dalam mengerjakan
atau mengelola sesuatu.
Bab 3
Hadits tentang Jujur dalam Muamalah

Tujuan pembelajaran :
1. Membaca hadits riwayat Baihaqi dari Ibnu Abbas dan HR. Tirmidzi dari Hasan bin Ali tentang
jujur dalam muamalah dengan tartil.
2. Menerjemahkan HR. Baihaqi dari Ibnu Abbas dan HR. Tirmidzi dari Hasan bin Ali tentang jujur
dalam muamalah.
3. Menjelaskan isi kandungan HR. Baihaqi dari Ibnu Abbas dan HR. Tirmidzi dari Hasan bin Ali
tentang jujur dalam muamalah.
4. Mengamalkan kandungan HR. Baihaqi dari Ibnu Abbas dan HR. Tirmidzi dari Hasan bin Ali
tentang jujur dalam muamalah.
5. Menghafal HR. Baihaqi dari Ibnu Abbas dan HR. Tirmidzi dari Hasan bin Ali tentang jujur dalam
muamalah.

Akhlak terpuji harus diterapkan oleh oleh setiap umat Islam, karena akan menjadikan seseorang
akan di sayang oleh Allah swt dan juga sesama manusia, dan akan mendapatkan kebahagian di dunia
dan akhirat. Diantara sifat terpuji tersebut adalah sifat jujur dalam muamalah.

A. Hadits Riwayat Baihaqi dari Ibnu Abbas


1. Membaca HR. Baihaqi dari Ibnu Abbas

َّ ‫ يَا َم ْع َشَر الت‬: ‫صلَّى اهللُ َعلَْي ِه َو َسلَّ َم‬


‫ُّجا ِر‬ ِ
َ ‫ال َر ُس ْو ُل اهلل‬ َ َ‫ ق‬,‫ال‬َ َ‫اس ق‬ ٍ َّ‫َع ِن ابْ ِن َعب‬
ُ َ‫الس الَِفةُ الْ ِم ْكي‬ ِ
‫ (رواه‬.‫ال َوالْ ِمْي َزا ُن‬ َّ ‫ت فِْي ِه ااْل َُم ُم‬
ْ ‫انَّ ُك ْم قَ ْد َولَْيتُ ْم اَْم ًرا َهلَ َك‬
)‫البيهقي‬
2. Arti Mufradat/kosakata HR. Baihaqi dari Ibnu Abbas

Artinya :
Ibnu Abbas ra, berkata, Rasulullah saw bersabda : “wahai para pedagang, sesungguhnya
kalian menguasai urusan yang telah dihancurkan umat terdahulu, yaitu takaran dan
timbangan”.

3. Kandungan HR. Baihqi dari Ibnu Abbas


Hadits ini merupakan peringatan bagi umat Islam agar tidak berbuat curang dalam
berdagang atau muamalah seperti yang dilakukan oleh umat-umat terdahulu. Kebiasaan
mereka suka mengurangi atau melebihkan takaran dan timbangan.
Jadi umat Islam diperintahkan untuk menyempurnakan takaran dan timbangan dalam jual
beli. Ini penting dilakukan sehingga tercipta keadilan dan kemakmuran serta terhindar dari
siksa api neraka.
Perintah jujur dalam muamalah dengan menyempurnakan takaran dan timbangan telah
dijelaskan dalam QS. Al-Isra ayat 35
ِ ِ ‫اس الْ م س ت ِق‬ ِ
َ ‫يم ۚ َٰذ ل‬
‫ك َخ ْي ٌر‬ َ ْ ُ ِ َ‫َو أ َْو فُ وا الْ َك ْي َل إِ َذ ا كِ ْل تُ ْم َو ِز نُ وا بِ الْ ق ْس ط‬
‫َح َس ُن تَ أْ ِو ي اًل‬
ْ ‫َو أ‬
Arti nya :
“Dan sempurnakanlah takaran apabila kamu menakar, dan timbanglah dengan neraca
yang benar. Itulah yang lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.”
Sifat tidak jujur adalah sifat tercela yang dipengaruhi oleh adanya kesempatan, juga
dipengaruhi oleh sifat tercela lainnya seperti tamak, rakus, apatis, dan ingin untung sendiri.
Oleh karena itu, hendaknya kita membiasakan diri bersifat jujur sejak dini, dalam segala
aktivitas sehari-hari. Karena kejujuran akan mendatangkan kebaikan dan banyak hikmah
atau keutamaan, diantaranya hati tenang, disukai banyak orang, dan terhindar dari siksa api
neraka.
Bagi pedagang yang jujur akan mendapatkan rezeki yang berkah dan pintu rezekinya
semakin bertambah karena semakin banyak yang mempercayainya.

B. Hadits Riwayat Tirmidzi dari Hasan bin Ali


1. Membaca HR. Tirmidzi dari Hasan bin Ali

: ‫ص لَّى اهللُ َعلَي ِه َو َس لَّ َم‬ ِ ِ ِ ْ‫ال ح ِفظ‬ ِ


َ ‫ت م ْن َر ُس ْول اهلل‬ َ َ َ َ‫َع ْن َح َس ِن ابْ ِن َعل ٍّي ق‬
.ٌ‫ب ِر ْيبَ ة‬ ِ ِ ِ ِّ ‫ك فَ اِ َّن‬ ِ ‫دع م ا ي ِريب‬
َ ‫الص ْد َق طُ َمأْنْينَ ةٌ َوا َّن الْ َك ذ‬ َ ُ‫ك اىَل َم ا اَل يَِر ْيب‬
َ ُْ َ َ ْ َ
)‫(رواه الرتمذى‬
2. Arti Mufradat/kosakata HR. Tirmidzi dari Hasan bin Ali

Artinya :
Dari Hasan bin Ali ra, aku menghafal dari Rasulullah saw :”tinggalkanlah yang meragukanmu
kepada sesuatu yang tidak meragukanmu, karena sesungguhnya kejujuran itu adalah
ketenangan dan dusta itu adalah keraguan.”

3. Kandungan HR. Tirmidzi dari Hasan bin Ali


Hadits ini memerintahkan kepada kita untuk meninggalkan segala sesuatu yang
menimbulkan keraguan (ketidakjujuran) dalam hati dan menuju kepada sesuatu yang
membawa hati kita kepada ketenangan (kejujuran). Dan yang mengakibatkan keraguan itu
adalah perbuatan dusta.
Jujur berarti kesesuaian antara hati, ucapan, dan tindakan yang ditampilkan. Dengan kata
lain, jujur adalah mengatakan atau melakukan sesuatu sesuai dengan yang sebenarnya apa
adanya, tidak melebih-lebihkan atau mengurangi. Kejujuran membawa kepada kebaikan,
kebaikan akan membawa ke surga. Kebohongan akan membawa kepada keburukan,
keburukan akan membawa ke neraka. Sebagaimana sabda Rasulullah saw :

‫ص ُد ُق‬ ‫ي‬َ‫ل‬ ‫ل‬ ‫ج‬ ‫الر‬ َّ


‫ن‬ ِ‫ وا‬,‫ واِ َّن الْرِب َّ يه ِدي اِىَل اجْل ن َِّة‬, ‫الص دق يه ِدي اِىَل الْرِب‬ ِّ َّ
‫ن‬ ِ‫ا‬
َْ َُ َّ َ َ ْ َْ َ ِّ ْ َْ َ ْ
‫ َواِ َّن الْ ُف ُج ْو َر‬,‫ب َي ْه ِد ْي اِىَل الْ ُف ُج ْو ِر‬ ِ ِ ِ ِ ِ َ‫حىَّت ي ْكت‬
َ ‫ َوا َّن الْ َكذ‬.‫ب عْن َد اهلل صد ِّْي ًقا‬ َ ُ َ
‫ (متف ق‬.‫اهلل َك َّذابًا‬ ِ ‫الرج ل لَي ْك ِذب حىَّت ي ْكتَب ِعْن َد‬ َّ
‫ن‬ ِ‫ وا‬.‫يه ِدي اِىَل النَّا ِر‬
َ ُ َ ُ َ َ ُ َّ َ ْ َْ
)‫عليه‬
Atinya :
Sesungguhnya kejujuran itu membawa kepada kebaikan (ketaatan), dan sesungguhnya
kebaikan itu membawa ke surga. Dan sesungguhnya seseorang membiasakan dirinya
berkata benar sehingga ia di catat di sisi Allah sebagai orang yang benar (siddiq). Dan
sesungguhnya dusta itu membawa kepada kemaksiatan, dan sesungguhnya kemaksiatan itu
membawa ke neraka. Dan sesungguhnya seseorang yang suka berdusta hingga dicatat di sini
Allah sebagai pendusta.” (HR. Bukhari)
Orang yang senantiasa jujur disebut siddiq, artinya orang yang benar. Orang yang senantiasa
berbohong disebut kazib atau kazzab, artinya orang yang dusta.
Menurut beberapa ulama, bentuk kejujuran ada beberapa macam, yaitu jujur dalam
berkata, jujur dalam berbuat, jujur dalam bermuamalah, jujur dalam bertekad, jujur dalam
berniat, dan dalam berjanji. Untuk itu, kita harus senantiasa menjaga keimanan, ketaqwaan,
dan kejajaran. Sebagaimana QS. At-Taubah ayat 119 :

‫ني‬ ِ ِ َّ ‫ي ا أَيُّ ه ا الَّ ِذ ين آم ن وا َّات ُق وا اللَّ ه و ُك ونُوا م ع‬


َ ‫الص اد ق‬ ََ ََ َُ َ َ َ
Arti nya :
“Hai orang-orang yang beriman bertakwalah kepada Allah, dan hendaklah kamu bersama
orang-orang yang benar.”

C. Mengamalkan kandungan HR. Baihaqi dari Ibnu Abbas dab HR. Tirmidzi dari Hasan bin Ali
1. Tidak menyebar berita hoax atau yang belum jelas kebenarannya.
2. Mengatakan alasan yang sebenarnya apabila berhalangan hadir di sekolah.
3. Mengikuti dengan baik secara aturan yang berlaku di masyarakat selama tidak bertentangan
dengan syari’at.
4. Tidak berbuat curang dalam berdagang dengan menyempurnakan takaran dan timbangan.
5. Tidak mengambil atau meminjam barang milik orang lain tanpa seizin pemiliknya.
6. Adil dalam menyampaikan informasi sesuai dengan fakta yang terjadi jika menjadi saksi.
7. Segera melapor kepada RT dan RW ketika baru pindah ke lingkungan baru.
Bab 4
Bacaan Garib dalam Al-Qur’an

Tujuan Pembelajaran

1. Mengetahui bacaan garib dan jenis-jenisnya dalam Al-Qur’an, yaitu imalah, isymam, tashil, naql, dan
mad/qasr.
2. Memahami bacaan garib dalam Al-Qur’an, yaitu imalah, isymam, tashil, naql, dan mad/qasr.
3. Mempraktekkan bacaan garib dalam Al-Qur’an, yaitu imalah, isymam, tashil, naql, dan mad/qasr.

Membaca Al-Qur,an harus benar sesuai dengan ketentuannya. Bacaan yang benar akan menambah
kekhusyu’an dan menambah pahala, serta akan mendapat syafaat di akhirat kelak.

Untuk memperbaiki bacaan Al-Qur’an, kita harus mempelajari ilmu tajwid. Salah satunya adalah
memahami bacaan garib.

Dalam membaca Al-Qur’an , kadang kita menjumpai bacaan-bacaan yang mengalami perubahan bunyi
yang tidak sesuai ilmu al-aswat. Bacaan yang tidak sesuai dengan kaidah ilmu al-aswat tersebut dikenal
dengan istilah garib.

Menurut bahasa, garib berasal dari kata garaba – yagribu artinya tersembunyi atau samar. Menurut
istilah ulama qira’at, garib artinya bacaan yang memerlukan penjelasan khusus karena samarnya
pembahasan atau rumitnya permasalahan, baik dari segi huruf, lafal, arti, maupun pemahaman yang
terdapat dalam Al-Qur’an. Jenis bacaan garib yang akan dipelajari antara lain :

A. Imalah
ِ
Secara bahasa, imalah berasal dari kata ً‫اََم َال – مُيِْي ُل – ا َمالَ ة‬ artinya mencondongkan,
membelokkan, atau memiringkan. Menurut istilah, imalah adalah melafalkan bacaan fathah ke arah
kasrah atau melafalkan alif kearah ya. Ada 2 macam bacaan imalah, yaitu :
1. Imalah Sugra
Yaitu bacaan imalah yang di-washal pada kalimat atau lafal yang lain, sehingga bacaan tidak
berhenti pada lafal yang dimaksud.
2. Imalah Kubra
Yaitu bacaan imalah yang diwaqafkan. Menurut imam Warasy, diantara imalah kubra adalah
semua lafal dalam Al-Qur’an yang akhirannya terdapat alif maqsurah (alif bengkok/berbentuk
huruf ya).
Menurut riwayat iman Hafs, murid imam Ashim yang merupakan salah satu imam qira’ah yang
paling termasyhur di antara para imam qira’ah sab’ah, bacaan imalah dalam Al-Qur’an hanya

ada satu, yaitu pada lafal ‫ جَمَْر َاها‬dalam QS. Hud ayat 41 sbb :

‫َو َقا َل ارْ َكبُوا فِي َها ِبسْ ِم هَّللا ِ َمجْ َرا َها َومُرْ َسا َها ۚ إِنَّ َربِّي َل َغفُو ٌر َرحِي ٌم‬
Dalam ilmu al-aswat, perubahan bunyi lafal ‫ َمجْ َرا َها‬disebabkan karena bunyi fathah
dimiringkan/bergeser kearah kasrah sehingga menghasilkan bunyi antara vocal a dan i yaitu e.
Jadi asalnya dibaca majraha berubah menjadi majreha.
Menurut imam Warasy, imalah adala semua lafal dalam Al-Qur’an yang akhirannya terdapat alif

maqsurah, kecuali nama orang. Contoh ‫اَ ْعطَى‬ dibaca a’te, ‫ َو َّات َقى‬dibaca wattaqe. Begitu juga
menurut Kisa’i, Abu Amir, dan Hamzah.
B. Isymam
Menurut bahasa, artinya menggabungkan, memadukan, atau mencampurkan. Menurut istilah
adalah menggabungkan dhammah pada sukun dengan memoncongkan bibir atau mengangkat dua
bibir.
Menurut riwayat imam Hafs, dalam al-Qur’an bacaan isymam hanya terdapat pada satu tempat,

yaitu pada lafal ‫الَ تَأْ َمنَّا‬ dalam QS. Yusuf ayat 11

ِ َ‫ك الَ تَأْمنَّا علَى يوسف وإِنَّا لَه لَن‬


‫اص ُحو َن‬ َ َ‫قَالُواْ يَا أَبَانَا َما ل‬
ُ َ َ ُ ُ َ َ
Dibaca isymam, yaitu ketika nun bertasydid dibaca dengung (gunnah) dengan tempo 2 harakat –
diperkirakan ketika sepertiga dengung bagian awal telah terbaca, serta merta kedua bibir dimajukan
lalu ditarik kembali seperti semula (dalam keadaan dengung pada sepertiga bagian akhir). Sebagian

mushaf tercetak dengan tulisan ‫امشام‬ kecil dibawahnya. Sebagian lain memakai tanda wajik (◊) dan
ada yang menggunakan titik tebal (●) di atas huruf antara mim dan nun.
C. Tashil

Menurut bahasa, tashil berasal dari kata ‫َس َّه َل – يُ َس ِّه ُل – تَ ْس ِهْي ٌل‬ artinya meringankan,
memudahkan, atau menyederhanakan. Menurut istilah ulama qira’at, tashil yaitu membaca antara
hamzah dan alif, hamzah pertama dibaca tahqiq (jelas) dan pendek, sedang hamzah kedua dibaca
tashil. Berarti tashil yaitu menyederhanakan bunyi hamzah qatha’ yang kedua.
Dalam qira’at imam Ashim riwayat Hafs, hanya satu bacaan tashil dalam Al-Qur’an, yaitu pada lafal

‫ءَاَ ْع َج ِم ٌّي‬ dalam surah Fussilat ayat 44 sbb :

‫َع َج ِم ٌّي َو َع َر يِب ٌّ ۗ قُ ْل‬


ْ ‫ت آيَاتُ هُ ۖ أَأ‬ْ َ‫ص ل‬ِّ ُ‫َع َج ِم يًّ ا لَ َق الُوا لَ ْو اَل ف‬
ْ ‫َو لَ ْو َج َع ْل نَ اهُ ُق ْر آنًا أ‬
‫آذ ا هِنِ ْم َو ْق ٌر َو ُه َو‬
َ ‫ون يِف‬ َ ُ‫ين اَل يُ ْؤ ِم ن‬ ِ َّ ِ
َ ‫آم نُ وا ُه ًد ى َو ش َف اءٌ ۖ َو ال ذ‬ َ ‫ين‬
ِ ِ
َ ‫ُه َو ل لَّ ذ‬
ٍ‫ان ب عِ يد‬ ِ
ٍ
َ ‫اد ْو َن م ْن َم َك‬ َ َ‫ك يُ ن‬ َ ِ‫ُولَ ئ‬
ٰ ‫ع لَ ي ِه م ع م ى ۚ أ‬
ًَ ْ ْ َ
Pada lafal ‫ءَاَ ْع َج ِم ّي‬ bunyi ‫))ء‬ yang pertama mempengaruhi bunyi hamzah setelah, sehingga
bunyi hamzah yang kedua lebur ke dalam bunyi hamzah yang pertama. Jadi, asalnya dibaca
aa’jamiyyun berubah menjadi a’jamiyyun. Agar dapat membaca tashil harus ber-musyahah dengan
ahli Al-Qur’an.
D. Naql

Menurut bahasa, naql berasal dari kata ‫ َن َق َل – َيْن ِق ُل – َن ْقاًل‬artinya memindahkan atau
menggeser. Menurut istilah, naql berarti memindahkan harakat ke huruf yang sebelumnya.
Dalam qira’at imam Ashim riwayat Hafs, hanya ada satu bacaan naql dalam Al-Qur’an, yaitu pada

lafal ‫س ااْلِ ْس ُم‬ ِ


َ ‫بْئ‬ dalam surah Al-Hujurat ayat 11 sbb :
ْ ‫آم نُ وا اَل يَ ْس َخ ْر َق ْو ٌم ِم ْن َق ْو ٍم َع َس ٰى أ‬
‫َن يَ ُك ونُ وا َخ ْي ًر ا ِم ْن ُه ْم َو اَل‬ َ ‫ين‬
ِ َّ
َ ‫يَ ا أَيُّ َه ا ال ذ‬
‫َن يَ ُك َّن َخ ْي ًر ا ِم ْن ُه َّن ۖ َو اَل َت ْل ِم ُز وا أَ ْن ُف َس ُك ْم َو اَل َت نَ َاب ُز وا‬
ْ ‫اء َع َس ٰى أ‬ ٍ ‫نِس اء ِم ن نِس‬
َ ْ ٌ َ
َ ‫ك ُه ُم الظَّ الِ ُم‬
‫ون‬ َ ِ‫ُولَ ئ‬
ٰ ‫ان ۚ و م ن مَل ي تُ ب فَ أ‬ ِ
ْ َ ْ ْ َ َ ‫وق َب ْع َد ا إْلِ َمي‬ ُ ‫س ا اِل ْس ُم الْ ُف ُس‬ ِ ِ ِ
َ ‫ب ا أْل َ لْ َق اب ۖ ب ْئ‬
Keti ka lafal ‫ بِ ْئ س‬di-washal-kan dengan lafal ‫س م‬ ‫ا اِل‬. Huruf pertama yang mati
َ ُ ْ
diberi harakat kasrah, demi untuk menghindari terjadinya peristi wa
ِ ‫الس اكِ َن نْي‬
َّ ُ‫الْ تِ َق اء‬ (bertemunya 2 huruf mati , yaitu ‫ل‬ mati bertemu ‫ س‬yang juga mati )
di lain kata, sedangkan hamzah washal pada ‫ال‬
ْ dan ‫اش م‬
ْ dibuang – sebab masing-

ِ ‫بِ ْئ‬.
masing hamzah washal berupa huruf hidup, maka bacaannya menjadi
ُ‫س ل ْس م‬
َ
E. Mad atau Qasr
Mad artinya memanjangkan bacaan, dan qasr artinya memendekkan bacaan Al-Qur’an. Dalam ilmu
al-aswat, ada lafal-lafal yang di baca pendek (qasr) ketika washal dan di baca panjang (mad) ketika
waqaf. Lafal-lafal tersebut antara lain :
1. Lafal ْ‫اَنَا‬ yang terdapat pada ayat-ayat berikut

Surah an-Nahl ayat 2


ِ ‫وح ِمن أَم ِر ِۦه علَ ٰى من ي َش ٓاء ِمن ِعب ِاد ِۦٓه أَ ْن أَن ِذر ٓو ۟ا أَنَّهۥ ٓاَل إِٰلَ ه إِٓاَّل أَنَ ۠ا فَ َّٱت ُق‬ ِ ِ َ ٰٓ
‫ون‬ َ ُ ُ َ ْ ُ َ َ َ ْ ْ ِ ‫ٱلر‬
ُّ َ ‫يَُن ِّز ُل ٱلْ َمل‬
‫ب‬ ‫ة‬ ‫ك‬
َ ‫ئ‬

Walaupun terdapat huruf mad pada lafal ْ‫ اَنَا‬dalam ayat tersebut tidak di baca panjang,
tapi dibaca pendek qasr karena bersambung (washal) dengan lafal setelahnya.
Surah az-Zukhruf ayat 81
ِِ ِ َ ‫قُ ل إِ ْن َك‬
َ ‫ان ل َّلر مْح َٰ ِن َو لَ ٌد فَ أَنَا أ ََّو ُل الْ َع اب د‬
‫ين‬ ْ
2. Lafal ‫ل ِك َّنا‬
Lafal ‫ ل ِك َّنا‬sebagaimana lafal ْ‫ اَنَا‬apabila di baca washal maka nun dibaca pendek (qasr). Apabila
di waqaf tetap dibaca panjang. Contohnya dalam surah al-Qashash ayat 45,

‫نت ثَا ِويًا ىِف ٓى أ َْه ِل َم ْديَ َن َتْتلُ و ۟ا َعلَْي ِه ْم ءَايَٰتِنَ ا‬ َ ‫َوٰلَ ِكنَّٓا أ‬
َ ‫َنش أْنَا ُق ُرونًا َفتَطَ َاو َل َعلَْي ِه ُم ٱلْعُ ُم ُر ۚ َو َم ا ُك‬
‫ني‬ ِِ ِٰ
َ ‫َولَكنَّا ُكنَّا ُم ْرسل‬

3. Lafal ْ‫ َق َوا ِر ْيَرا‬,ْ‫ الظُُّن ْونَا‬,ْ‫الر ُس ْواَل‬


َّ
Sebagian ulama qira’at ketika menemukan lafal ْ‫ َق َوا ِر ْيَرا‬,‫ الظُُّن ْونَا‬,ْ‫الر ُس ْواَل‬
َّ dalam Al-Qur’an,
mereka membacanya dengan harakat tanwin. Namun qira’ah imam Ashim riwayat Hafs
membaca lafal tersebut tidak memakai tanwin. Jika lafal-lafal tersebut dibaca waqaf, qira’ah
imam Ashim riwayat Hafs tetap membacanya panjang atau menyertakan alif, sedangkan jika
dibaca washal maka dibaca pendek atau tidak menyertakan alif.

Perhatikan ْ‫ الظُُّن ْونَا‬pada surah al-Ahzab ayat 10-11 berikut


ِ ‫ت ٱلْ ُقلُوب ٱحْل ن‬ ِ َ‫ص ر وبلَغ‬ ِ ِ ِ ‫إِ ْذ جٓاءو ُكم ِّمن َفوقِ ُكم و ِمن أ‬
‫اجَر َوتَظُنُّو َن‬ ََ ُ َ َ ُ َٰ ْ‫َس َف َل من ُك ْم َوإ ْذ َزا َغت ٱأْل َب‬ ْ ْ َْ ْ ُ َ
ً ‫ك ْٱبتُلِ َى ٱلْ ُم ْؤ ِمنُو َن َو ُزلْ ِزلُو ا ِزلَْزااًل َش ِد‬ ِ ۠
َ ‫ ُهنَال‬.‫بِٱللَّ ِه ٱلظُّنُونَ ا‬
.‫يدا‬ ۟
Lafal ْ‫ الظُُّن ْونَا‬pada ayat tersebut hendaknya dibaca panjang atau menyertakan alif jika dibca
waqaf, tetapi dibaca pendek jika di-washal-kan dengan lafal ‫ك‬ ِ
َ ‫ ُهنَال‬pada ayat selanjutnya.
Begitu juga dengan lafal ْ‫الرس واَل‬
ْ ُ َّ pada surah Al-Ahzab ayat 66-67 berikut, jika dibaca waqaf
maka hendaknya dibaca panjang, sedang jika dibaca washal maka dibaca pendek dan langsung
disambung dengan lafal pada ayat selanjutnya.

‫ا َوقَ الُو ۟ا َربَّنَ ٓا إِنَّٓا أَطَ ْعنَ ا‬.۠ ‫ٱلر ُس واَل‬


َّ ‫وه ُه ْم ىِف ٱلنَّا ِر َي ُقولُ و َن ٰيَلَْيَتنَ ٓا أَطَ ْعنَ ا ٱللَّهَ َوأَطَ ْعنَ ا‬
ُ ‫ب ُو ُج‬ ُ َّ‫َي ْو َم ُت َقل‬
‫ا‬.۠ ‫ٱلسبِياَل‬
َّ ‫َضلُّونَا‬
َ ‫َس َادَتنَا َو ُكَبَرٓاءَنَا فَأ‬
Sementara lafal ْ‫ َق َوا ِر ْيَرا‬pada surah al-Insan ayat 15-16 berikut, jika dibaca waqaf pada akhir
ayat 15, maka huruf ra-nya dibaca panjang, dan huruf ra pada awal ayat 16 dibaca pendek. Jika

dibaca washal, kedua huruf ra-nya dibaca pendek. Jika waqaf di lafal ْ‫ َق َوا ِر ْيَرا‬kedua (ayat 16),
huruf ra-nya dibaca sukun atau mati.

َّ ِ‫ َق َو ِار َير ِم ْن ف‬.‫ت َق َو ِار َير ا‬


ٍ‫ض ة‬ ٍ ‫َك و‬
ْ َ‫اب َك ان‬
ٍ َّ ِ‫اف ع لَ ي ِه م بِ آنِي ٍة ِم ن ف‬
َ ْ ‫ض ة َو أ‬ ْ َ ْ ْ َ ُ َ‫َو يُط‬
.‫وه ا َت ْق ِد ًير ا‬
َ ‫قَ َّد ُر‬
Selain itu, ada juga lafal ْ ‫س اَل‬ ِ ‫ س اَل‬pada surah al-Insan ayat 4 berikut, jika dibaca
َ
washal maka huruf lam-nya dibaca pendek, jika terpaksa di waqaf maka boleh
dibaca sukun atau panjang alif.

.‫َغ اَل اًل َو َس عِ ًري ا‬


ْ ‫ين َس اَل ِس اَل ْ َو أ‬ ِ ِ
ْ ‫إِ نَّا أ‬
َ ‫َع تَ ْد نَا ل ْل َك اف ِر‬

Untuk memudahkan kalian dalam memahaminya, perhati kan table berikut

Dibaca
Nama Surah Lafal yang tertulis
Waqaf Washal
An-Nahl ayat 2
Al-Kahfi ayat 38
Al-Ahzab ayat 66-67
Al-Ahzab ayat 10-11
Al-Insan ayat 15-16
Al-Insan ayat 4
Bab 5
Ayat tentang Menuntut Ilmu

Tujuan Pembelajaran :

1. Membaca QS. ‘Abasa ayat 1-10 dan QS. Al-Mujadalah ayat 11 tentang menuntut ilmu
2. Menerjemahkan QS. ‘Abasa ayat 1-10 dan QS. Al-Mujadalah ayat 11 tentang menuntut ilmu
3. Menjelaskan kandungan QS. ‘Abasa ayat 1-10 dan QS. Al-Mujadalah ayat 11 tentang
menuntut ilmu
4. Mengamalkan kandungan QS. ‘Abasa ayat 1-10 dan QS. Al-Mujadalah ayat 11 tentang
menuntut ilmu dalam kehidupan sehari-hari
5. Menghafal QS. ‘Abasa ayat 1-10 dan QS. Al-Mujadalah ayat 11 tentang menuntut ilmu

Islam memerintahkan umatnya untuk menuntut ilmu. Dalam menuntut ilmu perlu diperhatikan
etika atau adab. Etika dalam menuntut ilmu sangat penting, karena menjadi jalan utama menuju
kesuksesan dalam hidup.

A. QS. ‘Abasa ayat 1-10


1. Membaca QS. ‘Abasa ayat 1-10
َ ‫ َو َما ي ُْد ِر‬.‫ أَن َجا َءهُ اأْل َعْ َم ٰى‬.‫س َو َت َولَّ ٰى‬
‫ أَمَّا َم ِن‬.‫ أَ ْو َي َّذ َّك ُر َف َتن َف َع ُه ال) ِّ)ذ ْك َر ٰى‬.‫يك َل َعلَّ ُه َي َّز َّك ٰى‬ َ ‫َع َب‬
.‫ َوه َُ)و َي ْخ َش) ٰى‬.‫ك َي ْس) َع ٰى‬ َ ‫ َوأَمَّا َمن َج) ا َء‬.‫)ز َّك ٰى‬ َّ ‫يْك أَاَّل َي‬
َ ‫ َو َم)ا َع َل‬.‫ص) َّد ٰى‬ َ َ ‫ َفأ‬.‫اسْ َت ْغ َن ٰى‬
َ ‫نت َل ُه َت‬
َ َ ‫َفأ‬
.‫نت َع ْن ُه َت َله َّٰى‬
2. Arti Mufradat/kosakata QS. ‘Abasa ayat 1-10 tentang menuntut ilmu

Artinya :
“Dia (Muhammad) bermuka masam dan berpaling, karena telah datang seorang buta
kepadanya. Tahukah kamu barangkali ia ingin membersihkan dirinya (dari dosa), atau dia (ingin)
mendapatkan pengajaran, lalu pengajaran itu memberi manfaat kepadanya? Adapun orang yang
merasa dirinya serba cukup, maka kamu melayaninya. Padahal tidak ada (celaan) atasmu kalau
dia tidak membersihkan diri (beriman). Dan adapun orang yang datang kepadamu dengan
bersegera (untuk mendapatkan pengajaran), sedang ia takut kepada (Allah), maka kamu
mengabaikannya.
3. Kandungan QS. ‘Abasa ayat 1-10
Asbabun nuzul QS. ‘Abasa ayat 1-10, diceritakan bahwa Rasulullah saw pada suatu hari
berkhutbah di depan beberapa pembesar Quraisy. Beliau berkhutbah dan mengajak mereka
untuk masuk Islam. Tiba-tiba seorang yang buta bernama Abdullah bin Ummi Maktum datang
dan menyela perkataan Beliau agar diajarkan kepadanya tentang Islam dengan terus mendesak.
Padahal Rasulullah saw merasa sayang untuk menghentikan khutbahnya kepada para pembesar
Quraisy. Walau Rasulullah saw tidak menghardik ataupun menegurnya, namun tampak pada
wajah beliau rasa tidak senang dan memalingkan sedikit wajah darinya. Kemudian Allah swt
menurunkan QS. ‘Abasa ayat 1-3 : “Dia (Muhammad) bermuka masam dan berpaling, karena
telah datang seorang buta kepadanya. Tahukah kamu barangkali ia ingin membersihkan dirinya
(dari dosa)”.
Pada ayat 4 dijelaskan bahwa tujuan orang yang datang kepada Rasulullah saw tersebut yaitu
ingin meminta nasehat dan pengajaran tentang hal-hal yang diharamkan dalam Islam. Akan
tetapi Rasulullah saw berpaling dari orang tersebut, karena merasa diganggu ketika beliau
sedang berkhutbah.

Pada ayat 5-18, Allah swt sedikit menegur Rasulullah saw yang terlalu memfokuskan
perhatiannya kepada para pemuka Quraisy dengan harapan mereka mendapat petunjuk
keislaman, sedangkan Abdullah bin Ummi Maktum datang untuk mendapatkan petunjuk dan
pengajaran diabaikan.
Secara umum isi kandungan QS. ‘Abasa ayat 1-10 memerintahkan kepada Rasulullah saw agar
tidak berpaling dari orang yang ingin menyucukan jiwanya, membersihkan diri dari akhlak
tercela, dan ingin mendapatkan pengajaran dari Beliau. Allah swt juga memerintahkan kepada
Rasulullah saw agar tidak mengkhususkan seseorang dalam memberi pengajaran, tidak
membedakan antara bangsawan dan kaum lemah, orang kaya dan miskin, laki-laki maupun
perempuan, besar maupun kecil.

B. QS. Al-Mujadalah ayat 11


1. Membaca QS. Al-Mujadalah ayat 11
۟ ‫ٱنش ) ُز‬
‫وا‬ ۟ ‫ٱنش ) ُز‬
ُ ‫وا َف‬ ۟ ‫ِس َفٱ ْف َسح‬
ُ ‫ُوا َي ْف َس ِح ٱهَّلل ُ لَ ُك ْم ۖ َوإِ َذا قِي َل‬ ِ ‫ُوا فِى ْٱل َم ٰ َجل‬ َ ‫ٰ َٓيأ َ ُّي َها ٱلَّذ‬
۟ ‫ِين َءا َم ُن ٓو ۟ا إِ َذا قِي َل لَ ُك ْم َت َف َّسح‬
‫ون َخ ِبي ٌر‬ َ ُ‫ت ۚ َوٱهَّلل ُ ِب َما َتعْ َمل‬ ۟ ‫ِين أُو ُت‬
ٍ ‫وا ْٱلع ِْل َم دَ َر ٰ َج‬ َ ‫وا مِن ُك ْم َوٱلَّذ‬ ۟ ‫ِين َءا َم ُن‬ َ ‫َيرْ َف ِع ٱهَّلل ُ ٱلَّذ‬

2. Arti Mufradat/kosakata QS. Al-Mujadalah ayat 11

Artinya :
“Hai orang-orang beriman apabila dikatakan kepadamu: "Berlapang-lapanglah dalam
majlis", maka lapangkanlah niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. Dan apabila
dikatakan: "Berdirilah kamu", maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang
yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat.
Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.”

3. Kandungan QS. Al-Mujadalah ayat 11


QS. Al-Mujadalah ayat 11 diturunkan pada haru Jum’at ketika Rasulullah saw berada di satu
tempat yang sempit dan menjadi kebiasaan beliau memberikan tempat khusus bagi para
sahabat dalam perang Badar. Ketika majelis berlangsung, datanglah beberapa sahabat yang
pernah mengikuti perang Badar, kemudian datang pula yang lainnya.
Mereka yang baru datang tidak mendapat tempat, karena yang datang duluan tidak mau
bergeser sehingga mereka harus berdiri saja. Rasulullah saw memerintahkan sahabat yang
tidak ikut perang Badar untuk mengambil tempat lain. Dan mempersilahkan sahabat yang
ikut perang Badar untuk duduk ditempat tersebut.
Perintah Rasulullah saw tersebut mengecilkan perasaan sahabat lain yang sudah terlanjur
duduk. Ini juga dimanfaatkan orang munafik untuk memecah belah umat Islam dengan
mengatakan Rasulullah saw tidak adil. Mendengar kritikan tersebut Rasulullah saw
bersabda, “Allah merahmati siapa yang memberi kelapangan bagi saudaranya”.
Beberapa pelajaran yang terkandung dalam ayat tersebut adalah sebagai berikut :
a. Etika dalam majelis
Ketika berada dalam suatu majelis, hendaknya kita memberikan kelapangan tempat
duduk bagi yang baru datang. Ketika guru atau ustadz memerintahkan untuk berdiri,
hendaknya kita berdiri menghormati pemilik majelis. Rasulullah saw bersabda :
“janganlah seseorang menyuruh berdiri kepada orang lain dari tempat duduknya, akan
tetapi lapangkanlah dan longgarkanlah”.
Memberikan kelapangan tempat duduk tidak hanya di majelis saja, tapi juga di tempat-
tempat umum, seperti di bus atau di kendaraan lain.

b. Keutamaan beriman dan berilmu pengetahuan


Berdasarkan ayat tersebut, orang yang akan diangkat derajatnya oleh Allah swt adalah
orang yang beriman dan berilmu pengetahuan. Orang yang beriman dan berilmu
pengetahuan akan menunjukkan sikap arif dan bijaksana.
Iman dan ilmu merupakan modal untuk meraih kebahagian dunia dan akhirat.
Berpengetahuan saja tidak cukup, tapi harus memiliki iman yang kuat untuk
membentengi diri dari kemaksiatan.

C. Mengamalkan kandungan QS. ‘Abasa ayat 1-10 dan QS. Al-Mujadalah ayat 11 tentang menuntut
ilmu
1. Giat dan rajin beribadah sebagai bentuk ketaatan kepada Allah swt dan meningkatkan
kualitas keimanan kita kepada-Nya.
2. Senantiasa menuntut ilmu sepanjang hidup dengan mendatangi majelis-majelis ilmu dan
mengamalkannya agar diangkat derajatnya oleh Allah swt.
3. Menerapkan etika-etika dalam menuntut ilmu, seperti menghormati guru, menaati
perintahnya, dan memberikan tempat duduk kepada orang yang baru datang.
4. Memanfaatkan waktu dengan sebaik-baiknya dengan belajar, tidak bermalas-malasan, dan
juga bekerja dengan giat agar tidak menyesal nanti.
5. Bersemangat dalam belajar dan memiliki rasa ingin tahu yang tinggi terhadap suatu ilmu.
6. Tidak mengkhususkan orang-orang tertentu dalam memberikan pengajaran tentang suatu
ilmu.
7. Mencari teman yang punya semangat dalam menuntut hingga memotivasi kita untuk tekun
belajar.
8. Sabar terhadap cobaan-cobaan yang diberikan oleh Allah swt dalam menuntut ilmu.
Bab 6
Hadits tentang Menuntut Ilmu

Tujuan Pembelajaran :

1. Membaca hadits riwayat Muslim dari Abu Hurairah dan hadits riwayat Ibnu Majah dari Safwan bin
‘Assal Al-Muradi tentang menuntut ilmu.
2. Menerjemahkan hadits riwayat Muslim dari Abu Hurairah dan hadits riwayat Ibnu Majah dari
Safwan bin ‘Assal Al-Muradi tentang menuntut ilmu.
3. Menjelaskan kandungan hadits riwayat Muslim dari Abu Hurairah dan hadits riwayat Ibnu Majah
dari Safwan bin ‘Assal Al-Muradi tentang menuntut ilmu.
4. Mengamalkan kandungan hadits riwayat Muslim dari Abu Hurairah dan hadits riwayat Ibnu Majah
dari Safwan bin ‘Assal Al-Muradi tentang menuntut ilmu.
5. Menghafal hadits riwayat Muslim dari Abu Hurairah dan hadits riwayat Ibnu Majah dari Safwan bin
‘Assal Al-Muradi tentang menuntut ilmu.

Islam mendidik umatnya untuk senantiasa belajar atau mencari ilmu dan memanfaatkan waktu yang ada
dengan sebaik-baiknya. Menuntut ilmu merupakan suatu perbuatan yang sangat mulia. Di samping
sebagai kewajiban setiap umat Islam, menuntut ilmu memiliki banyak keutamaan baik di dunia mapun di
akhirat.

A. Hadits Riwayat Muslim dari Abu Hurairah


1. Membaca HR. Muslim dari Abu Hurairah

َ َ‫ َم ْن َس ل‬: ‫ص لَّى اهللُ َعلَْي ِه َو َس لَّ َم‬


‫ك طَ ِر ْي ًق ا‬ ِ ِ
َ ‫ قَ َال َر ُس ْو ُل اهلل‬: ‫َع ْن أَيِب ُهَر ْي َرةَ َرض َي اهللُ َعْن هُ قَ َال‬
.‫س فِْي ِه ِع ْل ًما َس َّه َل اهللُ لَهُ بِِه طَ ِر ْي ًقا اِىَل اجْلَن َِّة‬‫م‬ِ َ‫ي ْلت‬
ُ َ
2. Arti Mufradat/kosakata HR. Muslim dari Abu Hurairah

Artinya :
Abu Hurairah ra berkata, Rasulullah saw bersabda :”barang siapa yang menempuh satu jalan
untuk mendapatkan ilmu, maka Allah memudahkan baginya jalan menuju surga”. (HR. Muslim)
3. Kandungan HR. Muslim dari Abu Hurairah
Hadits tersebut menjelaskan bahwa seseorang yang menempuh perjalan dengan menuntut
ilmu, Allah swt akan memudahkan jalannya menuju surga. Maksudnya seorang muslim yang
keluar rumahnya

B. Hadits Riwayat Ibnu Majah dari Safwan bin ‘Assal Al-Muradi


1. Membaca HR. Ibnu Majah dari Safwan bin ‘Assal Al-Muradi
‫ط‬ُ ِ‫ اُنْب‬: ‫ت‬ َ ِ‫ َما َج اءَ ب‬: ‫ال‬
ُ ‫ك ؟ ُق ْل‬ َ ‫ َف َق‬,‫ي‬ َّ ‫ص ْف َوا َن بْ ِن َع َّس ٍال الْ ُمَر ِاد‬ ُ ‫ أََتْي‬: ‫ال‬
َ ‫ت‬ َ َ‫ش ق‬ ٍ ‫َع ْن ِز ِّر بْ ِن ُحَبْي‬
‫ِج َخ َر َج ِم ْن َبْيتِ ِه‬
ٍ ‫ َم ا ِم ْن َخ ار‬: ‫ص لَّى اهللُ َعلَْي ِه َو َس لَّ َم َي ُق ْو ُل‬ ِ ِ ِ ِ
َ ‫ت َر ُس ْو َل اهلل‬ُ ‫ فَايِّن مَس ْع‬: ‫الْع ْل َم قَ َال‬
‫ت لَه الْماَل ئِ َكةُ اَجنِحَتها ِر ً مِب‬ ِ ِ ِ َ‫يِف طَل‬
)‫ (رواه ابن ماجه‬.‫صنَ ُع‬ ْ َ‫ضا َا ي‬ ََ ْ َ ُ ْ ‫ض َع‬ َ ‫ ااَّل َو‬,‫ب الْع ْل ِم‬
2. Arti Mufradat/kosakata HR. Ibnu Majah dari Safwan bin ‘Assal Al-Muradi

Artinya :
Dari Zirr bin Hubaisy, ia berkata, aku datang kepada Safwan bin ‘Assal Al-Muradi lalu ia
berkata :”ada apa engkau datang ?” aku menjawab : “aku ingin mengambil ilmu dari
sumbernya. “ia berkata, sesungguhnya aku mendengar Rasulullah saw bersabda :”tidaklah
seseorang yang keluar dari rumahnya untuk menuntut ilmu kecuali para malaikat akan
mengepakkan sayap-sayapnya untuk orang tersebut karena ridha dengan apa yang ia kerjakan.”
(HR. Ibnu Majah)

3. Kandungan HR. Ibnu Majah dari Safwan bin ‘Assal Al-Muradi


Hadits ini menjelaskan bahwa seseorang yang keluar dari rumahnya untuk mencari ilmu dengan
niat ikhlas karena Allah sawt, maka para melaikat akan mengepakkan sayap-sayapnya untuk
orang tersebut. Yang dimaksud melaikat akan mengepakkan sayap-sayapnya adalah bentuk
ketawaduhan, penghormatan, dan pemuliaan kepada orang yang mencari ilmu yang
mengantarkannya kepada ridha Allah swt dengan ilmu yang ia miliki.
Menuntut ilmu membutuhkan pengorbanan, baik dari segi waktu, materi, tenaga, juga
kesabaran dan ketekunan. Bakti terhadap guru juga sanagt penting untuk memperoleh ilmu
yang berkah. Kemudian ketika sudah mendapatkan ilmu, maka wajib bagi kita untuk
mengamalkan. Ali bin Abi Thalib ra, berkata yang artinya :
“Sesungguhnya yang disebut orang ‘alim adalah orang yang beramal dengan ilmunya dan
ilmunya sesuai dengan amalnya”.
Orang yang berilmu tapi tidak mengamalkannya, maka orang tersebut tetap dianggap bodoh
(jahil). Sebaik-baik orang yang berilmu adalah yang mengamalkan ilmunya dan semakin taat
kepada Allah swt.
Diantara keutamaan menuntut ilmu adalah sebagai berikut :
a. Memperoleh pahala seperti orang yang berjihad,
ِ َ‫ َم ْن َخ رج يِف طَل‬: ‫ص لَّى اهللُ َعلَْي ِه و َس لَّم‬
‫ب‬ ِ ِ ٍ َ‫عن اَن‬
َ ‫ قَ َال َر ُس ْو ُل اهلل‬: ‫س َرض َي اهللُ َعْن هُ قَ َال‬ َْ
ََ َ َ
)‫ (رواه الرتمذي‬.‫اهلل َحىَّت َي ْر ِج َع‬ ِ ‫الْعِْل ِم َكا َن يِف سبِي ِل‬
َْ
Artinya :
Anas ra, berkata, Rasulullah saw bersabda :”barang siapa yang keluar untuk menuntut ilmu,
maka ia berada di jalan Allah hingga ia kembali”. (HR. Tirmidzi)
b. Dimudahkan jalannya ke surga,
c. Lebih utama dari shalat seratus rakaat,
ِ ‫اب‬ ِ َ‫ َتعلَّم آي ةً ِمن كِت‬: ‫ال‬ ِ ِ
‫اهلل‬ ْ َ َ َ َ َ‫ص لَّى اهللُ َعلَْي ه َو َس لَّ َم ق‬
َ َّ ‫َع ْن اَيِب َذٍّر َرض َي اهللُ َعْن هُ اَ َّن النَّيِب‬
)‫ (رواه ابن َماجه‬.‫َوالْ َع َم ُل هِبَا َخْيٌر ِم ْن ِمائَِة َر ْك َع ٍة‬
Artinya :
Dari Abu Dzar ra, Nabi saw bersabda : “mempelajari satu ayat dari kitab Allah (Al-Qur’an)
dan mengamalkannya lebih baik daripada mengerjakan shalat (sunat) seratus rakaat”. (HR.
Ibnu Majah).
d. Setiap langkah senantiasa dinaungi malaikat,
e. Tekun menuntut ilmu dan mengamalkannya, maka Allah swt akan mengajarkan apa yang
belum diketahuinya.

َ َ‫ص لَّى اهللُ َعلَْي ِه َو َس لَّ َم ق‬


‫ َو َم ْن َت َعلَّ َم َف َع ِم َل‬: ‫ال‬ ِ ِ ٍ َّ‫ع ِن اب ِن عب‬
َ ‫اس َرض َي اهللُ َعْن هُ اَ َّن َر ُس ْو َل اهلل‬ َ ْ َ
)‫ (رواه ابو شيخ‬.‫َعلَّ َمهُ اهللُ َمامَلْ َي ْعلَ ُم‬
Artinya :
Dari Ibnu Abbas ra, sesungguhnya Rasulullah saw bersabda : “barang siapa yang menunut
ilmu dan mengamalkannya, Allah akan mengajarkan apa yang belum diketahuinya”. (HR.
Abu Syaikh).

C. Mengamalkan kandungan hadits riwayat Muslim dari Abu Hurairah dan hadits riwayat Ibnu Majah
dari Safwan bin ‘Assal Al-Muradi
1. Memanfaatkan waktu untuk belajar sebaik-baiknya selagi masih muda.
2. Bersungguh-sungguh dalam belajar, di rumah maupun di sekolah dan memiliki rasa
keingintahuan yang tinggi terhadap suatu ilmu.
3. Bersemangat dalam belajar, karena dengan ilmu seseorang diangkat derajatnya oleh Allah swt
dan dihargai orang lain.
4. Gemar mendatangi majelis ilmu.
5. Rajin masuk sekolah.
6. Taat kepada guru, tidak meremehkan/menentang guru, serta selalu bertanya dengan penuh
kerendahan hati.
7. Banyak membaca buku yang bermanfaat.
8. Semua ilmu hendaknya dicari dan dipelajari, baik ilmu agama maupun ilmu umum karena sama-
sama penting.
9. Mencari teman yang punya semangat dalam mencari ilmu sehingga termotivasi untuk tekun
belajar.
10. Pandai membagi waktu utnuk beribadah, belajar, membantu orang tua dan bermain.
11. Mempunyai cita-cita untuk menjadi orang yang berilmu , memanfaatkan ilmunya bagi agama,
masyarakat dan Negara.
12. Tidak lupa berdoa kepada Allah swt setelah shalat lima waktu agar diberikan ilmu yang
bermanfaat.

Anda mungkin juga menyukai