Tujuan Pembelajaran
Membaca al-Qur’an secara fasih hendaknya menjadi perhatian umat Islam. Panjang atau pendek bacaan
dalam membaca al-Qur’an dapat mempengaruhi arti/makna ayat-ayat Al-Qur’an. Membaca al-Qur’an
dengan benar akan menambah keimanan kita kepada Allah swt. Membaca dengan suara yang indah dan
syahdu menjadi jiwa tenteram dan damai. Untuk menjaga keindahan dan kebenaran makna dalam al-
Qur’an, maka kita harus mempelajari ilmu tajwid. Salah satu hukum dalam ilmu tajwid adalah mad
lazim.
Tujuan Pembelajaran :
1. Membaca QS. Al-Mutaffifin ayat 1-17 dan QS. Al-An’am ayat 152 tentang jujur dalam muamalah.
2. Menerjemahkan QS. Al-Mutaffifin ayat 1-17 dan QS. Al-An’am ayat 152 tentang jujur dalam
muamalah.
3. Menjelaskan kandungan QS. Al-Mutaffifin ayat 1-17 dan QS. Al-An’am ayat 152 tentang jujur dalam
muamalah.
4. Mengamalkan kandungan QS. Al-Mutaffifin ayat 1-17 dan QS. Al-An’am ayat 152 tentang jujur dalam
muamalah dalam kehidupan sehari-hari.
5. Menghafal QS. Al-Mutaffifin ayat 1-17 dan QS. Al-An’am ayat 152 tentang jujur dalam muamalah.
Jujur merupakan sifat yang wajib dimiliki oleh setiap umat Islam. Orang yang jujur selalu bercerita dan
menyampaikan informasi apa adanya dan sesuai dengan apa yang terjadi.
Bersikap jujur dalam kehidupan sehari-hari sangat penting, terutama dalam hal muamalah. Karena
kejujuran melahirkan kepercayaan. Allah swt memerintahkan umat Islam untuk bersiakp jujur dalam
muamalah. Diantara dalil yang menjelaskan tentang perintah jujur dalam muamalah adalah QS. Al-
Mutaffifin ayat 1-17 dan QS. Al-An’am ayat 152.
Pendalaman Materi
َواِ َذا َك الُ ۡوُه مۡ اَْو.َّاس يَ ۡتَس ۡفوُ ۡوَن ِ الَّ ِذ ۡي َن اِ َذا ۡاتَك الُ ۡاو َعلَى الن.ِّف ۡي َن ِ و ۡيل لِّ ۡلمطَف
ُ ٌ َ
يَّ ۡوَم. لِيَ ۡوٍم َع ِظ ۡيٍم.ك اَنَّ ُه مۡ َّم ۡبعُ ۡثُو ۡوَن ٓ ا يظن او ٰل.ؕ وزن ۡوه مۡ ۡخ ِس ر ۡون
َ ِٕ ُ ُّ ُ َ ُ َ َاَل
ٕٮ َّ َ ُ ُ خُي
ٰب تِ ك.ؕ َكاَّل ۤ اِ َّن كِتٰب ا ۡلُف َّجا ِر لَِف ۡى ِس ِّج ۡي ٍن.ؕب ا ۡل ٰعلَ ِم ۡين ِّ ر ِي ُق ۡوم النَّاس ل
ٌ َ َ َ ُ ُ َ
ب بِه ُ َو َما يُ َك ِّذ.ؕالد ۡي ِنِّ الَّ ِذ ۡيَن يُ َك ِّذبُ ۡوَن بِيَ ۡوِم. َو ۡي ٌل يَّ َۡمو ِٕٕٮٍذ لِّ ُم ۡل َك ِّذبِ ۡي َن. َّؕم ۡقرُ ۡوٌم
َكاَّل بَ ۡل ۜ َرا َن.ؕاط ۡيُر ا ۡلاََّولِ ۡي َن
ِ ال اَس َ ق
َ ا ن
َ ت
ُ ي
ٰ ٰ
ا ِ اِ َذا تُ ۡتٰلى علَ ۡي.اِاَّل ُك ُّل م ۡتَع ٍد اَثِ ۡيٍم
ه
َ َ ُ
َّ مُث.ؕ َكاَّل ۤ اِنَّ ُه مۡ َع ۡنَّرهِّبِ مۡ يَ ۡوَم ِٕٕٮٍذ لَّم ۡح ُۡجبُو ۡوَن.َع ٰلى ُقلُ ۡوهِبِ مۡ َّما َك انُ ۡاو يَ ِس ۡبكُ ۡوَن
.ؕ ال ٰه َذا الَّ ِذ ۡى ُك ۡنتُ مۡ بِ ٖه تُ َك ِّذبُ ۡوَن ُ مُثَّ يُ َق.ؕصالُوا ا ۡل َج ِح ۡي ِم ل
َ ۡم هَّ
ن ِا
َ ُ
2. Arti mufradat/kosa kata QS. Al-Mutaffifin ayat 1-17
4.
َش دَّهُۥ ۖ َوأ َْوفُ و ۟ا ٱلْ َكْي َل ِ ال ٱلْيتِي ِم إِاَّل بِ ٱلَّىِت ۟ واَل ت ْقرب و
ُ َح َس ُن َحىَّت ٰ َيْبلُ َغ أ أ
ْ َ ى ه َ
َ َ َُ َ َ م ا
ٱع ِدلُو ۟ا َولَ ْو َك ا َن ذَا ْ َف َن ْف ًسا إِاَّل ُو ْس َع َها ۖ َوإِذَا ُق ْلتُ ْم ف ِ ِ
ُ َِّوٱلْم َيزا َن بِٱلْق ْسط ۖ اَل نُ َكل
ِ
Artinya :
“Dan janganlah kamu dekati harta anak yatim, kecuali dengan cara yang lebih bermanfaat,
hingga sampai ia dewasa. Dan sempurnakanlah takaran dan timbangan dengan adil. Kami tidak
memikulkan beban kepada sesorang melainkan sekedar kesanggupannya. Dan apabila kamu
berkata, maka hendaklah kamu berlaku adil, kendatipun ia adalah kerabat(mu), dan penuhilah
janji Allah. Yang demikian itu diperintahkan Allah kepadamu agar kamu ingat.”
C. Mengamalkan Kandungan QS. Al-Mutaffifin ayat 1-17 dan QS. Al-An’am ayat 152 tentang jujur
dalam muamalah, antara lain :
1. Senantiasa bersikap jujur dalam perkataan, sikap, dan perbuatan serta tidak menyebarkan berita
yang belum jelas kebenarannya.
2. Jujur dalam berdagang atau muamalah dengan menakar dan menimbang secara tepat, tidak
melebihkan, atau mengurangi timbangannya.
3. Tidak melakukan penipuan atau kecurangan dala muamalah.
4. Mengikuti aturan yang berlaku di masyarakat, selama tidak bertentang dengan syari’at.
5. Menjadi saksi yang adil dan menyampaikan informasi sesuai fakta.
6. Tidak bersikap egois, sombong dan serakah.
7. Menghindari riba dan tidak menjual barang-barang yang haramdan terlarang.
8. Lebih bersemangat dalam beribadah, beramal, berhati-hati dalam bergaul, dan menjauhkan diri
dari akhlak tercela.
Tujuan pembelajaran :
1. Membaca hadits riwayat Baihaqi dari Ibnu Abbas dan HR. Tirmidzi dari Hasan bin Ali tentang
jujur dalam muamalah dengan tartil.
2. Menerjemahkan HR. Baihaqi dari Ibnu Abbas dan HR. Tirmidzi dari Hasan bin Ali tentang jujur
dalam muamalah.
3. Menjelaskan isi kandungan HR. Baihaqi dari Ibnu Abbas dan HR. Tirmidzi dari Hasan bin Ali
tentang jujur dalam muamalah.
4. Mengamalkan kandungan HR. Baihaqi dari Ibnu Abbas dan HR. Tirmidzi dari Hasan bin Ali
tentang jujur dalam muamalah.
5. Menghafal HR. Baihaqi dari Ibnu Abbas dan HR. Tirmidzi dari Hasan bin Ali tentang jujur dalam
muamalah.
Akhlak terpuji harus diterapkan oleh oleh setiap umat Islam, karena akan menjadikan seseorang
akan di sayang oleh Allah swt dan juga sesama manusia, dan akan mendapatkan kebahagian di dunia
dan akhirat. Diantara sifat terpuji tersebut adalah sifat jujur dalam muamalah.
Artinya :
Ibnu Abbas ra, berkata, Rasulullah saw bersabda : “wahai para pedagang, sesungguhnya
kalian menguasai urusan yang telah dihancurkan umat terdahulu, yaitu takaran dan
timbangan”.
Artinya :
Dari Hasan bin Ali ra, aku menghafal dari Rasulullah saw :”tinggalkanlah yang meragukanmu
kepada sesuatu yang tidak meragukanmu, karena sesungguhnya kejujuran itu adalah
ketenangan dan dusta itu adalah keraguan.”
C. Mengamalkan kandungan HR. Baihaqi dari Ibnu Abbas dab HR. Tirmidzi dari Hasan bin Ali
1. Tidak menyebar berita hoax atau yang belum jelas kebenarannya.
2. Mengatakan alasan yang sebenarnya apabila berhalangan hadir di sekolah.
3. Mengikuti dengan baik secara aturan yang berlaku di masyarakat selama tidak bertentangan
dengan syari’at.
4. Tidak berbuat curang dalam berdagang dengan menyempurnakan takaran dan timbangan.
5. Tidak mengambil atau meminjam barang milik orang lain tanpa seizin pemiliknya.
6. Adil dalam menyampaikan informasi sesuai dengan fakta yang terjadi jika menjadi saksi.
7. Segera melapor kepada RT dan RW ketika baru pindah ke lingkungan baru.
Bab 4
Bacaan Garib dalam Al-Qur’an
Tujuan Pembelajaran
1. Mengetahui bacaan garib dan jenis-jenisnya dalam Al-Qur’an, yaitu imalah, isymam, tashil, naql, dan
mad/qasr.
2. Memahami bacaan garib dalam Al-Qur’an, yaitu imalah, isymam, tashil, naql, dan mad/qasr.
3. Mempraktekkan bacaan garib dalam Al-Qur’an, yaitu imalah, isymam, tashil, naql, dan mad/qasr.
Membaca Al-Qur,an harus benar sesuai dengan ketentuannya. Bacaan yang benar akan menambah
kekhusyu’an dan menambah pahala, serta akan mendapat syafaat di akhirat kelak.
Untuk memperbaiki bacaan Al-Qur’an, kita harus mempelajari ilmu tajwid. Salah satunya adalah
memahami bacaan garib.
Dalam membaca Al-Qur’an , kadang kita menjumpai bacaan-bacaan yang mengalami perubahan bunyi
yang tidak sesuai ilmu al-aswat. Bacaan yang tidak sesuai dengan kaidah ilmu al-aswat tersebut dikenal
dengan istilah garib.
Menurut bahasa, garib berasal dari kata garaba – yagribu artinya tersembunyi atau samar. Menurut
istilah ulama qira’at, garib artinya bacaan yang memerlukan penjelasan khusus karena samarnya
pembahasan atau rumitnya permasalahan, baik dari segi huruf, lafal, arti, maupun pemahaman yang
terdapat dalam Al-Qur’an. Jenis bacaan garib yang akan dipelajari antara lain :
A. Imalah
ِ
Secara bahasa, imalah berasal dari kata ًاََم َال – مُيِْي ُل – ا َمالَ ة artinya mencondongkan,
membelokkan, atau memiringkan. Menurut istilah, imalah adalah melafalkan bacaan fathah ke arah
kasrah atau melafalkan alif kearah ya. Ada 2 macam bacaan imalah, yaitu :
1. Imalah Sugra
Yaitu bacaan imalah yang di-washal pada kalimat atau lafal yang lain, sehingga bacaan tidak
berhenti pada lafal yang dimaksud.
2. Imalah Kubra
Yaitu bacaan imalah yang diwaqafkan. Menurut imam Warasy, diantara imalah kubra adalah
semua lafal dalam Al-Qur’an yang akhirannya terdapat alif maqsurah (alif bengkok/berbentuk
huruf ya).
Menurut riwayat iman Hafs, murid imam Ashim yang merupakan salah satu imam qira’ah yang
paling termasyhur di antara para imam qira’ah sab’ah, bacaan imalah dalam Al-Qur’an hanya
ada satu, yaitu pada lafal جَمَْر َاهاdalam QS. Hud ayat 41 sbb :
َو َقا َل ارْ َكبُوا فِي َها ِبسْ ِم هَّللا ِ َمجْ َرا َها َومُرْ َسا َها ۚ إِنَّ َربِّي َل َغفُو ٌر َرحِي ٌم
Dalam ilmu al-aswat, perubahan bunyi lafal َمجْ َرا َهاdisebabkan karena bunyi fathah
dimiringkan/bergeser kearah kasrah sehingga menghasilkan bunyi antara vocal a dan i yaitu e.
Jadi asalnya dibaca majraha berubah menjadi majreha.
Menurut imam Warasy, imalah adala semua lafal dalam Al-Qur’an yang akhirannya terdapat alif
maqsurah, kecuali nama orang. Contoh اَ ْعطَى dibaca a’te, َو َّات َقىdibaca wattaqe. Begitu juga
menurut Kisa’i, Abu Amir, dan Hamzah.
B. Isymam
Menurut bahasa, artinya menggabungkan, memadukan, atau mencampurkan. Menurut istilah
adalah menggabungkan dhammah pada sukun dengan memoncongkan bibir atau mengangkat dua
bibir.
Menurut riwayat imam Hafs, dalam al-Qur’an bacaan isymam hanya terdapat pada satu tempat,
yaitu pada lafal الَ تَأْ َمنَّا dalam QS. Yusuf ayat 11
mushaf tercetak dengan tulisan امشام kecil dibawahnya. Sebagian lain memakai tanda wajik (◊) dan
ada yang menggunakan titik tebal (●) di atas huruf antara mim dan nun.
C. Tashil
Menurut bahasa, tashil berasal dari kata َس َّه َل – يُ َس ِّه ُل – تَ ْس ِهْي ٌل artinya meringankan,
memudahkan, atau menyederhanakan. Menurut istilah ulama qira’at, tashil yaitu membaca antara
hamzah dan alif, hamzah pertama dibaca tahqiq (jelas) dan pendek, sedang hamzah kedua dibaca
tashil. Berarti tashil yaitu menyederhanakan bunyi hamzah qatha’ yang kedua.
Dalam qira’at imam Ashim riwayat Hafs, hanya satu bacaan tashil dalam Al-Qur’an, yaitu pada lafal
Menurut bahasa, naql berasal dari kata َن َق َل – َيْن ِق ُل – َن ْقاًلartinya memindahkan atau
menggeser. Menurut istilah, naql berarti memindahkan harakat ke huruf yang sebelumnya.
Dalam qira’at imam Ashim riwayat Hafs, hanya ada satu bacaan naql dalam Al-Qur’an, yaitu pada
ِ بِ ْئ.
masing hamzah washal berupa huruf hidup, maka bacaannya menjadi
ُس ل ْس م
َ
E. Mad atau Qasr
Mad artinya memanjangkan bacaan, dan qasr artinya memendekkan bacaan Al-Qur’an. Dalam ilmu
al-aswat, ada lafal-lafal yang di baca pendek (qasr) ketika washal dan di baca panjang (mad) ketika
waqaf. Lafal-lafal tersebut antara lain :
1. Lafal ْاَنَا yang terdapat pada ayat-ayat berikut
Walaupun terdapat huruf mad pada lafal ْ اَنَاdalam ayat tersebut tidak di baca panjang,
tapi dibaca pendek qasr karena bersambung (washal) dengan lafal setelahnya.
Surah az-Zukhruf ayat 81
ِِ ِ َ قُ ل إِ ْن َك
َ ان ل َّلر مْح َٰ ِن َو لَ ٌد فَ أَنَا أ ََّو ُل الْ َع اب د
ين ْ
2. Lafal ل ِك َّنا
Lafal ل ِك َّناsebagaimana lafal ْ اَنَاapabila di baca washal maka nun dibaca pendek (qasr). Apabila
di waqaf tetap dibaca panjang. Contohnya dalam surah al-Qashash ayat 45,
نت ثَا ِويًا ىِف ٓى أ َْه ِل َم ْديَ َن َتْتلُ و ۟ا َعلَْي ِه ْم ءَايَٰتِنَ ا َ َوٰلَ ِكنَّٓا أ
َ َنش أْنَا ُق ُرونًا َفتَطَ َاو َل َعلَْي ِه ُم ٱلْعُ ُم ُر ۚ َو َم ا ُك
ني ِِ ِٰ
َ َولَكنَّا ُكنَّا ُم ْرسل
dibaca washal, kedua huruf ra-nya dibaca pendek. Jika waqaf di lafal ْ َق َوا ِر ْيَراkedua (ayat 16),
huruf ra-nya dibaca sukun atau mati.
Dibaca
Nama Surah Lafal yang tertulis
Waqaf Washal
An-Nahl ayat 2
Al-Kahfi ayat 38
Al-Ahzab ayat 66-67
Al-Ahzab ayat 10-11
Al-Insan ayat 15-16
Al-Insan ayat 4
Bab 5
Ayat tentang Menuntut Ilmu
Tujuan Pembelajaran :
1. Membaca QS. ‘Abasa ayat 1-10 dan QS. Al-Mujadalah ayat 11 tentang menuntut ilmu
2. Menerjemahkan QS. ‘Abasa ayat 1-10 dan QS. Al-Mujadalah ayat 11 tentang menuntut ilmu
3. Menjelaskan kandungan QS. ‘Abasa ayat 1-10 dan QS. Al-Mujadalah ayat 11 tentang
menuntut ilmu
4. Mengamalkan kandungan QS. ‘Abasa ayat 1-10 dan QS. Al-Mujadalah ayat 11 tentang
menuntut ilmu dalam kehidupan sehari-hari
5. Menghafal QS. ‘Abasa ayat 1-10 dan QS. Al-Mujadalah ayat 11 tentang menuntut ilmu
Islam memerintahkan umatnya untuk menuntut ilmu. Dalam menuntut ilmu perlu diperhatikan
etika atau adab. Etika dalam menuntut ilmu sangat penting, karena menjadi jalan utama menuju
kesuksesan dalam hidup.
Artinya :
“Dia (Muhammad) bermuka masam dan berpaling, karena telah datang seorang buta
kepadanya. Tahukah kamu barangkali ia ingin membersihkan dirinya (dari dosa), atau dia (ingin)
mendapatkan pengajaran, lalu pengajaran itu memberi manfaat kepadanya? Adapun orang yang
merasa dirinya serba cukup, maka kamu melayaninya. Padahal tidak ada (celaan) atasmu kalau
dia tidak membersihkan diri (beriman). Dan adapun orang yang datang kepadamu dengan
bersegera (untuk mendapatkan pengajaran), sedang ia takut kepada (Allah), maka kamu
mengabaikannya.
3. Kandungan QS. ‘Abasa ayat 1-10
Asbabun nuzul QS. ‘Abasa ayat 1-10, diceritakan bahwa Rasulullah saw pada suatu hari
berkhutbah di depan beberapa pembesar Quraisy. Beliau berkhutbah dan mengajak mereka
untuk masuk Islam. Tiba-tiba seorang yang buta bernama Abdullah bin Ummi Maktum datang
dan menyela perkataan Beliau agar diajarkan kepadanya tentang Islam dengan terus mendesak.
Padahal Rasulullah saw merasa sayang untuk menghentikan khutbahnya kepada para pembesar
Quraisy. Walau Rasulullah saw tidak menghardik ataupun menegurnya, namun tampak pada
wajah beliau rasa tidak senang dan memalingkan sedikit wajah darinya. Kemudian Allah swt
menurunkan QS. ‘Abasa ayat 1-3 : “Dia (Muhammad) bermuka masam dan berpaling, karena
telah datang seorang buta kepadanya. Tahukah kamu barangkali ia ingin membersihkan dirinya
(dari dosa)”.
Pada ayat 4 dijelaskan bahwa tujuan orang yang datang kepada Rasulullah saw tersebut yaitu
ingin meminta nasehat dan pengajaran tentang hal-hal yang diharamkan dalam Islam. Akan
tetapi Rasulullah saw berpaling dari orang tersebut, karena merasa diganggu ketika beliau
sedang berkhutbah.
Pada ayat 5-18, Allah swt sedikit menegur Rasulullah saw yang terlalu memfokuskan
perhatiannya kepada para pemuka Quraisy dengan harapan mereka mendapat petunjuk
keislaman, sedangkan Abdullah bin Ummi Maktum datang untuk mendapatkan petunjuk dan
pengajaran diabaikan.
Secara umum isi kandungan QS. ‘Abasa ayat 1-10 memerintahkan kepada Rasulullah saw agar
tidak berpaling dari orang yang ingin menyucukan jiwanya, membersihkan diri dari akhlak
tercela, dan ingin mendapatkan pengajaran dari Beliau. Allah swt juga memerintahkan kepada
Rasulullah saw agar tidak mengkhususkan seseorang dalam memberi pengajaran, tidak
membedakan antara bangsawan dan kaum lemah, orang kaya dan miskin, laki-laki maupun
perempuan, besar maupun kecil.
Artinya :
“Hai orang-orang beriman apabila dikatakan kepadamu: "Berlapang-lapanglah dalam
majlis", maka lapangkanlah niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. Dan apabila
dikatakan: "Berdirilah kamu", maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang
yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat.
Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.”
C. Mengamalkan kandungan QS. ‘Abasa ayat 1-10 dan QS. Al-Mujadalah ayat 11 tentang menuntut
ilmu
1. Giat dan rajin beribadah sebagai bentuk ketaatan kepada Allah swt dan meningkatkan
kualitas keimanan kita kepada-Nya.
2. Senantiasa menuntut ilmu sepanjang hidup dengan mendatangi majelis-majelis ilmu dan
mengamalkannya agar diangkat derajatnya oleh Allah swt.
3. Menerapkan etika-etika dalam menuntut ilmu, seperti menghormati guru, menaati
perintahnya, dan memberikan tempat duduk kepada orang yang baru datang.
4. Memanfaatkan waktu dengan sebaik-baiknya dengan belajar, tidak bermalas-malasan, dan
juga bekerja dengan giat agar tidak menyesal nanti.
5. Bersemangat dalam belajar dan memiliki rasa ingin tahu yang tinggi terhadap suatu ilmu.
6. Tidak mengkhususkan orang-orang tertentu dalam memberikan pengajaran tentang suatu
ilmu.
7. Mencari teman yang punya semangat dalam menuntut hingga memotivasi kita untuk tekun
belajar.
8. Sabar terhadap cobaan-cobaan yang diberikan oleh Allah swt dalam menuntut ilmu.
Bab 6
Hadits tentang Menuntut Ilmu
Tujuan Pembelajaran :
1. Membaca hadits riwayat Muslim dari Abu Hurairah dan hadits riwayat Ibnu Majah dari Safwan bin
‘Assal Al-Muradi tentang menuntut ilmu.
2. Menerjemahkan hadits riwayat Muslim dari Abu Hurairah dan hadits riwayat Ibnu Majah dari
Safwan bin ‘Assal Al-Muradi tentang menuntut ilmu.
3. Menjelaskan kandungan hadits riwayat Muslim dari Abu Hurairah dan hadits riwayat Ibnu Majah
dari Safwan bin ‘Assal Al-Muradi tentang menuntut ilmu.
4. Mengamalkan kandungan hadits riwayat Muslim dari Abu Hurairah dan hadits riwayat Ibnu Majah
dari Safwan bin ‘Assal Al-Muradi tentang menuntut ilmu.
5. Menghafal hadits riwayat Muslim dari Abu Hurairah dan hadits riwayat Ibnu Majah dari Safwan bin
‘Assal Al-Muradi tentang menuntut ilmu.
Islam mendidik umatnya untuk senantiasa belajar atau mencari ilmu dan memanfaatkan waktu yang ada
dengan sebaik-baiknya. Menuntut ilmu merupakan suatu perbuatan yang sangat mulia. Di samping
sebagai kewajiban setiap umat Islam, menuntut ilmu memiliki banyak keutamaan baik di dunia mapun di
akhirat.
Artinya :
Abu Hurairah ra berkata, Rasulullah saw bersabda :”barang siapa yang menempuh satu jalan
untuk mendapatkan ilmu, maka Allah memudahkan baginya jalan menuju surga”. (HR. Muslim)
3. Kandungan HR. Muslim dari Abu Hurairah
Hadits tersebut menjelaskan bahwa seseorang yang menempuh perjalan dengan menuntut
ilmu, Allah swt akan memudahkan jalannya menuju surga. Maksudnya seorang muslim yang
keluar rumahnya
Artinya :
Dari Zirr bin Hubaisy, ia berkata, aku datang kepada Safwan bin ‘Assal Al-Muradi lalu ia
berkata :”ada apa engkau datang ?” aku menjawab : “aku ingin mengambil ilmu dari
sumbernya. “ia berkata, sesungguhnya aku mendengar Rasulullah saw bersabda :”tidaklah
seseorang yang keluar dari rumahnya untuk menuntut ilmu kecuali para malaikat akan
mengepakkan sayap-sayapnya untuk orang tersebut karena ridha dengan apa yang ia kerjakan.”
(HR. Ibnu Majah)
C. Mengamalkan kandungan hadits riwayat Muslim dari Abu Hurairah dan hadits riwayat Ibnu Majah
dari Safwan bin ‘Assal Al-Muradi
1. Memanfaatkan waktu untuk belajar sebaik-baiknya selagi masih muda.
2. Bersungguh-sungguh dalam belajar, di rumah maupun di sekolah dan memiliki rasa
keingintahuan yang tinggi terhadap suatu ilmu.
3. Bersemangat dalam belajar, karena dengan ilmu seseorang diangkat derajatnya oleh Allah swt
dan dihargai orang lain.
4. Gemar mendatangi majelis ilmu.
5. Rajin masuk sekolah.
6. Taat kepada guru, tidak meremehkan/menentang guru, serta selalu bertanya dengan penuh
kerendahan hati.
7. Banyak membaca buku yang bermanfaat.
8. Semua ilmu hendaknya dicari dan dipelajari, baik ilmu agama maupun ilmu umum karena sama-
sama penting.
9. Mencari teman yang punya semangat dalam mencari ilmu sehingga termotivasi untuk tekun
belajar.
10. Pandai membagi waktu utnuk beribadah, belajar, membantu orang tua dan bermain.
11. Mempunyai cita-cita untuk menjadi orang yang berilmu , memanfaatkan ilmunya bagi agama,
masyarakat dan Negara.
12. Tidak lupa berdoa kepada Allah swt setelah shalat lima waktu agar diberikan ilmu yang
bermanfaat.